Cara Mengatasi Konflik Pada Sistem Politik.docx

  • Uploaded by: irna
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cara Mengatasi Konflik Pada Sistem Politik.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,485
  • Pages: 6
CARA MENGATASI KONFLIK PADA SISTEM POLITIK Konflik dapat berupa perselisihan (disagreement), adanya ketegangan (the presence of tension), atau munculnya kesulitan-kesulitan lain di antara dua pihak atau lebih. Konflik sering menimbulkan sikap oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihakpihak yang terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya kebutuhan dan tujuan masing-masing. Pengertian konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan dari kedua pihak. Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan kekerasan seperti kerusuhan, kudeta, terorisme,danrefolusi. Konflik mengandung pengertian “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antar individu dan individu, kelompok dan kelompok, antara individu dan kelompok atau pemerintah. Jadi konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah individu, kelompok ataupun oraganisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber dari keputusan yang dibuat yang dilaksanankan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan pemerintah meliputi lembaga legeselatif, yudikatif dan eksekutif. Sebaliknya secara sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga masyarakat yang diarahkan untuk menentang kebijakan umum dan pelaksanaannya,juga prilaku penguasa, beserta segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-hubungan diantara partisipan politik. Pada dasarnya konflik politik disebabkan oleh dua hal. Konflik politik itu mencakup kemajemukan horizontal dan kemajemukan vertical. Yang dimaksud dengan kemajemukan horizontal ialah struktur masyarakat yang majemuk secara cultural, seperti suku bangsa, daerah, agama, dan ras. Kemajemukan horizontal cultural dapat menimbukan konflik karena masing-masing unsur cultural berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budayanya dari ancaman kultur lain. Kemajemukan horizontal sosial dapat menimbulkan konflik disebabkan masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda bahkan saling bertentangan. Kemajemukan vertical ialah struktur masyarakat yang berlawanan menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan. Kemajemukan vertical dapat menimbulkan konflik sebab sebagian besar masyarakat tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan akan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kelompok

kecil masyarakat yang mendominasi. Jadi, kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan merupakan penyebab utama timbulnya suatu konflik politik. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan perbedaan kepentingan karena kemajemukan horizontal dan vertical tidak dengan sendirinya menimbulkan konflik. Hal ini disebabkan adanya fakta terdapat sejumlah masyarakat yang menerima perbedaan-perbedaan tersebut. Perbedaan-perbedaan masyarakat ini baru menimbulkan konflik, apabila kelompok tersebut memperebutkan sumber yang sama, seperti kekuasaan, kesempatan, dan lain sebagainya. Konflik terjadi manakala terdapat benturan kepentingan. Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan vertical dan horizontal merupakan kondisi yang harus ada bagi timbulnya konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kondisi yang memadai untuk menimbulkan konflik. Macam-macam Konflik Politik Konflik politik dibagi menjadi dua macam. Kedua macam ini meliputi konflik positif dan konflik negatif. Yang dimaksud dengan konflik positif ialah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem politik, yang biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga-lembaga demokrasi, seperti : partai politik, badan-badan perwakilan rakyat,pengadilan, pemerintah, pers dan forum-forum terbuka yang lain. Tuntutan akan perubahan yang diajukan oleh sejumlah kelompok masyarakat melalui lembaga-lembaga itu merupakan contoh konflik positif. Sebaliknya, konflik negatif ialah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang biasanya disalurkan melalui cara-cara nonkonstitusional, seperti kudeta, separatisme, terorisme, dan revolusi. Kategorisasi ini mengandung kelemahan. Apabila mayoritas masyarakat memandang lembaga dan struktur yang ada tidak mencerminkan kepentingan umum maka konflik yang negatif. Sebaliknya, tindakan yang menentang sistem yang tidak mencerminkan kepentingan umum dipandang sebagai konflik yang positif. Dalam hal ini, yang menjadi patokan untuk menentukan suatu konflik bersifat positif atau negatif, yakni tingkat legitimasi sistem politik yang ada. Hal ini dapat dilihat dari dukungan masyarakat umum terhadap sistem politik yang berlaku. Penyebab Konflik Dalam politik, konflik dan integrasi merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Konflik mempunyai hubungan yang erat dengan proses integrasi. Hubungan ini disebabkan karena dalam proses integrasi terdapat sebuah proses disoraganisasi dan disintegrasi.

Dalam proses disorganisasi terjadi perbedaan faham tentang tujuan kelompok sosialnya, tentang norma-norma sosial yang hendak diubah, serta tentang tindakan di dalam masyarakat. Apabila tidak terdapat tindakan dalam menghadapi perbedaan ini, maka dengan sendirinya langkah pertama menuju disintegrasi terjadi. Jadi, disorganisasi terjadi apabila perbedaan atau jarak antara tujuan sosial dan pelaksanaan terlalu besar. Suatu kelompok sosial selalu dipengaruhi oleh beberapa faktor, maka pertentangan atau konflik akan berkisar pada penyesuaian diri ataupun penolakan dari faktor-faktor sosial tersebut. Adapun faktor-faktor sosial yang menuju integrasi tersebut ialah tujuan dari kelompok, sistem sosialnya, tindakan sosialnya. Pertentangan yang terjadi dalam kelompok maupun diluar kelompok memiliki hubungan yang saling pengaruh mempengaruhi. Untuk itu, Makin tinggi konflik dalam kelompok, makin kecil darajat integarasi kelompok. Sedangkan makin besar permusuhan terhadap kelompok luar, makin besar integrasi. Hubungan antara konflik dan integarasi tidak dapat dipisahkan, hubungan ini dapat diibaratkan dari dua sisi mata uang yang sama. Dalam kenyataanya, kita menemukan bahwa beberapa jenis konflik sudah mencakup tingkat integrasi tertentu. Tahap pertama dari integrasi tersebut terdiri dari menahan penggunaan kekerasan, yang berarti menggantikan bentukbentuk konflik dengan bentuk yang lainnya. Buktinya dapat kita anlisa dari permasalah yang terjadi di Aceh. Pada mulanya Konflik yang terjadi di aceh disikapi dengan kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah. Namun, ketika adanya kompromi diantara dua kelompok, maka keduanya mulai berupaya untuk menghindari kekerasan. Dengan adanya kesepakatan ini, berarti konflik yang terjadi sudah menuju tahap pertama dari integrasi. Kemudian kedua pihak memulai mengganti bentuk-bentuk konflik dengan bentuk yang lain. Cara Mengatasi Konflik Mengatasi dan menyelesaikan suatu konflik bukanlah suatu yang sederhana. Cepattidaknya suatu konflik dapat diatasi tergantung pada kesediaan dan keterbukaan pihak-pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan konflik, berat ringannya bobot atau tingkat konflik tersebut serta kemampuan campur tangan (intervensi) pihak ketiga yang turut berusaha mengatasi konflik yang muncul. Diatasi oleh pihak-pihak yang bersengketa:



Rujuk: Merupakan suatu usaha pendekatan dan hasrat untuk kerja-sama dan menjalani hubungan yang lebih baik, demi kepentingan bersama.



Persuasi: Usaha mengubah po-sisi pihak lain, dengan menunjukkan kerugian yang mungkin timbul, dengan bukti faktual serta dengan menunjukkan bahwa usul kita menguntungkan dan konsisten dengan norma dan standar keadilan yang berlaku.



Tawar-menawar: Suatu penyelesaian yang dapat diterima kedua pihak, dengan saling mempertukarkan konsesi yang dapat diterima. Dalam cara ini dapat digunakan komunikasi tidak langsung, tanpa mengemukakan janji secara eksplisit.



Pemecahan masalah terpadu: Usaha menyelesaikan masalah dengan memadukan kebutuhan kedua pihak. Proses pertukaran informasi, fakta, perasaan, dan kebutuhan berlangsung secara terbuka dan jujur. Menimbulkan rasa saling percaya dengan merumuskan alternatif pemecahan secara bersama de¬ngan keuntungan yang berimbang bagi kedua pihak.



Penarikan diri: Suatu penyelesaian masalah, yaitu salah satu atau kedua pihak menarik diri dari hubungan. Cara ini efektif apabila dalam tugas kedua pihak tidak perlu berinteraksi dan tidak efektif apabila tugas saling bergantung satu sama lain.



Pemaksaan dan penekanan: Cara ini memaksa dan menekan pihak lain agar menyerah; akan lebih efektif bila salah satu pihak mempunyai wewenang formal atas pihak lain. Apabila tidak terdapat perbedaan wewenang, dapat dipergunakan ancaman atau bentuk-bentuk intimidasi lainnya. Cara ini sering kurang efektif karena salah satu pihak hams mengalah dan menyerah secara terpaksa. Oleh karena itu, dalam menentukan langkah penyelesaian berbagai peristiwa konflik

perlu dicermati dan dianalisis, tidak saja berdasarkan teori-teori konflik universal, tetapi perlu juga menggunakan paradigma nasional atau lokal agar objektivitas tetap berada dalam bingkai kondisi, nilai, dan tatanan kehidupan bangsa kita. Faktor-faktor sebagai pendukung analisis pemecahan konflik tersebut antara lain: aktornya, isu, faktor penyebab, lingkupnya, usaha lain yang pernah ada, jenis konflik, arah/potensi, sifat kekerasan, wilayah, fase dan intensitas, kapasitas dan sumbernya, alatnya, keadaan hubungan yang bertikai, dan sebagainya. Cara penyelesaian konflik lebih tepat jika menggunakan model-model penyelesaian yang disesuaikan dengan kondisi wilayah serta budaya setempat. Ideal apabila penyelesaian tersebut dilakukan atas inisiatif penuh dari masyarakat bawah yang masih memegang teguh adat lokal serta sadar akan pentingnya budaya lokal dalam menjaga dan menjamin keutuhan masyarakat.

Hal yang sangat tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena selama ini sudah membudaya dalam masyarakat. Oleh karena kearifan lokal adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya tidak hanya berorientasi profan semata, tetapi juga berorientasi sakral sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan mudah diterima oleh masyarakat. Dengan adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa cepat terwujud, bisa diterima semua kelompok sehingga tidak ada lagi konflik laten yang tersembunyi dalam masyarakat. Kesimpulan Konflik tidak selamanya berakibat negatif bagi masyarakat. Jika bisa dikelola dengan baik, konflik justru bisa menghasilkan hal-hal yang positif. Misalnya, sebagai pemicu perubahan dalam masyarakat, memperbarui kualitas keputusan, menciptakan inovasi dan kreativitas, sebagai sarana evaluasi, dan lain sebagainya. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa jika konflik tidak dikelola dengan baik dan benar, maka akan menimbulkan dampak negatif dan merugikan bagi masyarakat. Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing sehingga tidak bisa begitu saja mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali kekayaan budaya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA http://wahyoefiles.blogspot.co.id/2010/11/konflik-dan-cara-penyelesaiannya.html (Diakses pada 30 Oktober 2016) http://dejenks.blogspot.co.id/2013/01/cara-mengatasi-konflik.html (Diakses pada 30 Oktober 2016) http://lutvisucimardianti.blogspot.co.id/2012/07/konflik-politik.html (Diakses pada 30 Oktober 2016) http://habiebahmadz.blogspot.co.id/2012/10/konflik-politik.html (Diakses pada 30 Oktober 2016)

Related Documents


More Documents from ""