Cadangan.docx

  • Uploaded by: Dhebby Acha CacHa
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Cadangan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,720
  • Pages: 14
BAB V PEMBAHASAN 5.1

Aktivitas Fisik sebelum diberikan health coaching pada kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel 4.3 didapatkan untuk aktivitas fisik kelompok

perlakuan pada pre test yaitu 7 responden (53,8%) berada pada kategori ringan, 3 responden (23,1%) pada kategori sedang dan 3 responden dalam kategori berat. Hasil observasi aktivitas fisik pre test dari kelompok kontrol sebagian besar dengan kategori ringan 6 responden (46,1%), 5 responden (38,5%) pada kategori sedang, dan 2 responden pada kategori berat. Aktivitas fisik responden sebelum intervensi didapatkan sebagian besar pada kategori ringan untuk kelompok perlakuan dan kontrol. Kategori ringan ini menunjukkan salah satu dari aktivitas fisik dalam kategori yang berbeda yaitu berat, sedang dan ringan. Fakta ini juga ditemukan pada penelitian Ahmed, Kaliq, Shah, & Anwar, (2008) yang menyebutkan bahwa 68% responden dalam penelitiannya yang bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan perilaku compliance, tidak melakukan aktivitas fisik. Hasil riset kesehatan dasar Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) juga menunjukkan Jawa Timur memliki proporsi penduduk yang kurang beraktivitas dengan perilaku sendatari ≥ 6 jam perhari. Aktivitas fisik yang disarankan untuk penderita hipertensi menurut DASH adalah sekitar 30 menit, minimal 10 menit dalam sehari dan lakukan tiap hari, aktivitas yang dapat dikerjakan adalah aktivitas sehari-hari atau

59

60

aktivitas yang lebih berat seperti berolahraga (Departement of Health and Human Service, 2013). Klasifikasi aktivitas menurut Riset Kesehatan Dasar dari Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2013) yaitu aktivitas fisik berat adalah kegiatan yang secara terus menerus melakukan aktivitas kegiatan fisik minimal 10 menit sampai meningkatnya denyut nadi dan napas lebih cepat dari biasanya (misalnya menimba air, mendaki gunung, lari cepat, menebang pohon, mencangkul, dll) selama minimal tiga hari dalam satu minggu. Aktivitas fisik sedang apabila melakukan aktivitas fisik sedang (menyapu, mengepel, dll) minimal lima hari atau lebih dengan total lamanya beraktivitas 150 menit dalam satu minggu. Selain dari dua kondisi tersebut termasuk dalam aktivitas fisik ringan. Fakta diatas dapat dijelaskan karena aktivitas sehari-hari responden penelitian yang sebagian besar wanita dan tidak bekerja, setiap hari berada di rumah, setelah menyelesaikan pekerjaan rumah tangga selanjutnya menghabiskan waktu didepan televisi dan bercengkrama dengan keluarga atau tetangga yang memang lebih banyak pada posisi duduk atau berbaring. Hal ini lazim dilakukan karena tidak ada tanggung jawab pekerjaan lain yang membutuhkan aktivitas fisik lain. Responden yang sebagian besar ibu rumah tangga juga jarang sekali berolahraga bahkan bisa dikatakan tidak pernah. Aktivitas yang biasa dilakukan dan juga termasuk dalam contoh aktivitas menurut DASH adalah pekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah, menyapu, dan mencuci.

61

5.2

Aktivitas Fisik sesudah diberikan health coaching pada kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel 4.4 didapatkan untuk aktivitas fisik pada kelompok

perlakuan responden bermigrasi pada kategori sedang dan berat serta tidak satupun responden yang berada kategori ringan Hasil observasi aktivitas fisik pada post intervensi untuk kelompok perlakuan didapatkan sebagian besar dalam kategori berat sejumlah 9 responden (69,2%) dan 4 responden dalam kategori sedang (30,8%). Hasil observasi aktivitas fisik post test dari kelompok kontrol sebagian besar dengan kategori ringan 6 responden (46,1%), 5 responden (38,5%) pada kategori sedang, dan 2 responden pada kategori berat. Hasil uji dengan Mann Whitney untuk data post test aktivitas fisik didapatkan p value sebesar 0,002 dan nilai Z sebesar -3,158 yang artinya H0 ditolak dengan asumsi bahwa hipotesis penelitian diterima yang menyatakan ada beda aktivitas fisik antara kelompok kontrol dan perlakuan setelah intervensi health coaching. Peningkatan aktivitas fisik pada kelompok perlakuan sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa seseorang seringkali cenderung untuk menerima ucapan atau pandangan orang tau pihak lain dalam proses belajar mengajar, bila pandangan itu didukung oleh sebagian besar golongan atau kelompoknya, selanjutnya bila sudah menerima pandangan tersebut biasanya seseorang akan menyetujui bila sudah menerima pandangan tersebut (Priyoto, 2014).

62

5.3

Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap health coaching pada kelompok Perlakuan dan Kelompok Kontrol Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan hasil uji dengan Wilcoxon pada

kelompok perlakuan didapatkan beda antara aktivitas fisik pre test dan post test setelah dilakukan tindakan health coaching. Hasil post test pada kelompok perlakuan tidak didapatkan satu responden dengan kategori kurang, ini menunjukkan adanya peningkatan kategori, yaitu responden bermigrasi pada kategori sedang dan berat. Selama penelitian proses pengisian booklet pencapaian perubahan aktivitas fisik sebagian besar telah diisi dengan benar sesuai kolom, teratur, rapi, rutin, dan mengisi dengan sadar tidak merasa diberatkan. Beberapa responden yang sudah tidak pandai menulis, berinisiatif untuk meminta bantuan pada keluarga untuk menuliskan aktivitas fisik yang dikerjakan setiap hari. Responden sendiri juga merasa terbantu dengan pengisian booklet ini karena bisa secara otomatis mengatur aktivitas apa saja yang dikerjakan. Perilaku aktivitas fisik pada kelompok perlakuan 7 responden bermigrasi pada kategori sedang dan berat serta tidak satupun responden yang berada kategori ringan. Sedangkan pada kelompok kontrol dalam kategori sama pada saat pre test dan post test. Hasil penelitian menunjukkan data yaitu sebagian besar tingkat pendidikan responden adalah SD. Namun health coaching yang diberikan dengan informasi kesehatan yang sederhana dan praktis lebih mudah untuk diikuti dan dikerjakan oleh responden. Health coaching yang diberikan langsung pada responden secara aplikatif misal kegiatan sederhana yang

63

melibatkan responden secara langsung lebih mudah ditangkap dan diingat oleh responden selanjutnya mudah untuk diterapkan. Kegiatan ini juga melibatkan peran aktif kader kesehatan desa yang sangat membantu terjun langsung dan memotivasi responden. Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan uji dengan Wilcoxon pada kelompok kontrol menunjukkan tidak ada beda aktivitas fisik pada kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi health coaching. Tidak adanya perbedaan ini bisa dilihat dari masih tetapnya jumlah setiap kategori pada saat pre test dan post test. Hal ini dapat terjadi karena seseorang akan berperilaku sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya, perubahan aktivitas fisik juga tergantung pada kualitas rangsang atau stimulus yang diberikan, artinya kualitas dari sumber komunikasi juga menentukan keberhasilan perubahan aktivitas fisik (Notoatmodjo, 2014). Hasil analisis perbedaan aktivitas fisik pre intervensi health coaching pada kelompok perlakuan dan kontrol, dari uji beda aktivitas fisik dengan Mann Whitney menunjukkan ada tidak beda aktivitas fisik pada kelompok perlakuan dan kontrol dan pada analisis perbedan aktivitas fisik post intervensi health coaching menunjukkan ada beda aktivitas fisik pada kelompok perlakuan dan kontrol. Jika dilihat dari hasil pre post kelompok perlakuan maka terdapat beda, namun karena jumlah sampel tidak besar maka penghitungan statistik masih belum cukup untuk menghasilkan p value yang signifikan. Intervensi yang diberikan berpengaruh pada level individu namun belum nampak pada level kelompok. Hasil observasi perubahan aktivitas fisik kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi

64

health coaching menunjukkan peningkatan berada pada kategori berat, sedangkan pada kelompok kontrol masih terdapat responden dengan kategori kurang. Berdasar wawancara awal pada tahap identifikasi health coach penderita hipertensi didapatkan persepsi sulitnya merubah kebiasaan aktivitas fisik yang sudah berjalan bertahun-tahun dapat menjadi salah satu hambatan dala peningkatan aktivitas fisik, hal ini yang mengakibatkan belum berpengaruhnya intervensi pada level kelompok. Fakta tersebut sesuai dengan teori Huffman (2007) bahwa Health Coaching adalah praktek pendidikan kesehatan dan promosi kesehatan dengan maksud untuk meningkatkan kesehatan individu dan untuk memfasilitasi pencapaian tujuan kesehatan, yang secara efektif memotivasi perubahan perilaku secara terstruktur, melalui hubungan suportif antara partisipan dan coach. Sejalan pula dengan penelitian dari Difran (2015) yang menyebutkan bahwa coaching support dapat mempengaruhi perilaku pasien dalam pengelolaan penyakitnya. Health coaching dapat memotivasi perubahan perilaku sesuai yang disebutkan oleh Priyoto (2014) terdapat tiga faktor tercapainya perubahan perilaku yaitu kesiapan individu untuk merubah perilaku dalam rangka menghindari suatu penyakit atau memperkecil resiko kesehatan, adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku, dan perilaku itu sendiri. Perubahan perilaku dalam penelitian ini adalah aktivitas fisik meliputi aktivitas sehari-hari serta aktivitas yang lebih berat dengan waktu sekitar 30 menit yang dilakukan setiap hari berdasarkan aktifitas DASH. Dalam penelitian ini sebagian besar responden rutin mengisi booklet pencapaian

65

perubahan perilaku karena merasa terbantu, responden juga bisa mengatur aktivitas fisiknya. Responden yang lebih perhatian akan penyakitnya lebih mudah untuk menerima perubahan aktivitas fisik yang harus dilakukan guna mengurangi peningkatan derajat hipertensi dan komplikasi. Dalam penelitian ini sebagian besar responden rutin mengisi booklet karena merasa terbantu, responden juga bisa melihat apa saja aktivitas yang telah dilakukan selama 3 minggu proses pengisian. Health coaching yang dilakukan dalam penelitian ini dengan peningkatan pemahaman dan kepercayaan pasien akan penyakitnya bahwa bahaya hipertensi yang mengancam sangat berbahaya bahkan menimbulkan kematian bila tidak ditindaklanjuti dengan perubahan perilaku aktivitas fisik. Meningkatkan keyakinan dan semangat responden bahwa masih ada waktu dan mampu untuk melakukan perubahan. Kegiatan yang dilakukan

meliputi

pemilihan

aktivitas

fisik

yang

dianjurkan

dan

pengawasan keteraturan dalam melaksanakan aktivitas fisik tersebut dengan melibatkan keluarga. Tidak adanya peningkatan perubahan aktivitas fisik pada kelompok kontrol dikarenakan tidak ada interaksi antara responden kelompok perlakuan dan kontrol yang dapat meningkatkan pengetahuan responden pada kelompok kontrol. Hasil observasi perubahan aktivitas fisik kelompok kontrol masih didapatkan responden dengan kategori perilaku kurang. Hal ini dapat terjadi dikarenakan responden tidak mendapatkan pendampingan dalam pengaturan aktivitas fisik.

66

Tekanan darah diawali pada rentang yang sama antara kedua kelompok yaitu 140-159/90-99 mmHg berada pada klasifikasi hipertensi derajat I menurut JNC 8 dan Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler Indonesia (2015). Menurut Brookes (2007) yang perlu dilakukan oleh penderita hipertensi derajat I yaitu mengadakan perubahan pola hidup sebagai pilihan pertama untuk penanganannya. Selain itu juga dibutuhkan pengobatan untuk mengendalikan tekanan darah bila mulai tidak terkontrol. Rentang nilai tekanan darah yang sama pada hasil penelitian juga menunjukkan kesamaan jenis kelamin responden yang sebagian besar adalah perempuan dengan usia pasca menopause. Seperti yang disebutkan Udjianti (2011) bahwa beberapa faktor pendukung terjadinya hipertensi adalah jenis kelamin perempuan dengan usia pasca menopause. Sejalan pula dengan penelitian Martiningsih (2011) yang menganalisis faktor yang berhubungan dengan terjadinya hipertensi, ditemukan lebih dari setngah responden penelitian adalah perempuan dengan usia sebagian besar diatas tahun yang merupakan usia menopause. Dilaporkan pula oleh Thomas (2007) bahwa presentase kejadian hipertensi meningkat pada wanita diatas 49 tahun. Setelah umur 45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat kolagen pada miovaskuler, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit menjadi kaku. Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar yang berkurang pada penambahan umur sampai

dekade ketujuh

sedangkan tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan

67

keenam kemudian menetap atau cenderung menurun. Seiring dengan peningkatan usia, akan menyebabkan beberapa perubahan fisiologis, seperti

peningkatan

menurunnya

resistensi

sensitivitas

perifer

pengaturan

dan

tekanan

aktivitas darah

katekolamin, yaitu

refleks

baroreseptor serta peran ginjal juga sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomelurus menurun. Hal ini menyebabkan ginjal tidak mampu mengeliminasi beban garam secara adekuat sehingga terjadi resistensi garam dan air yang akan menyebabkan peningkatan volume plasma (Sherwood, 2011). Di samping itu, jika laju filtrasi ginjal menurun, sel-sel granuler apartus pada ginjal akan mengeluarkan hormon renin yang akan mengaktifkan angiotensinogen yang terdapat di plasma menjadi angiostensin I yang kemudian melewati sirkulasi pulmonal dan diubah oleh Angiotensin Converting Enzyme (ACE) menjadi angiotensinogen II yang merupakan vasokonstriktor yang kuat. Selain itu, angiotensin II akan merangsang pengeluaran aldosteron dari korteks adrenal yang akan menyebabkan peningkatan retensi natrium sehingga terjadi peningkatan osmolalitas pada plasma yang kemudian diimbangi dengan peningkatan absobsi air. Hal ini akan menyebabkan peningkatan curah jantung yang kemudian akan meningkatan tekanan darah arteri (Guyton, 2007). Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria lebih sedikit dari pada wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar Kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor

68

pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya imunitas wanita pada usia premenopause. Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45-55 tahun. Wanita dengan usia diatas 50 tahun yang telah mengalami menopause memiliki beberapa perubahan fisik, hormon, dan mental. Disertai beberapa keluhan seperti kelelahan, gugup, sakit kepala, insomnia, depresi, iritabilitas, nyeri sendi dan otot, pusing, dan jantung berdebar. Emosi yang labil juga dapat menimbulkan gangguan tidur. Akumulasi keluhan diatas serta kondisi pembuluh darah yang sudah mulai kaku mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Dalam penelitian Ahmed, Khaliq, Shah, & Anwar (2008) yang menyebutkan bahwa hipertensi dapat dikontrol bila pasien hipertensi memiliki aktivitas fisik baik, hal ini juga menghindari komplikasi hipertensi. Penelitian Kamran (2015) juga menyebutkan hasil bahwa terjadi penurunan tekanan darah pada penderita prahipertensi yang mendapat intervensi olahraga jalan cepat dan diet DASHI-J. Tekanan darah berarti tenaga yang digunakan oleh darah terhadap setiap satuan daerah dinding pembuluh tersebut. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah hantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer. Berbagai faktor yang

69

mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan darah, seperti peningkatan pusat vasomotor dan meningkatnya kadar norepineprin plasma sehingga terjadi kegagalan sistem pengendalian tekanan darah yang meliputi, tidak berfungsinya reflek baroreseptor ataupun kemoreseptor (Guyton A, 2007). Penyebab tersering hipertensi meliputi asupan garam obesitas, pekerjaan, kurang olahraga, asupan alkohol, stress psikososial, jenis kelamin dan uisa (Udjianti, 2011). Pengelolaan penyakit hipertensi yang bisa dilakukan mandiri oleh penderita hipertensi diharapkan mampu mempertahankan nilai tekanan darah tetap stabil bahkan mengalami penurunan, seperti pengaturan aktivitas fisik. Aktivitas fisik yang rutin dilakukan penderita hipertensi mampu menurunkan kadar norepineprin sehingga tidak disekresinya zat epineprin pada ujungujung saraf simpatis atau saraf vasokonstriktor yang langsung bekerja pada otot polos pembuluh darah sehingga tidak menyebabkan vasokonstriksi dan tekanan darah menjadi turun (Guyton A. , 2007). Pada gambaran hasil observasi pengukuran tekanan darah selama kunjungan rumah tekanan darah kelompok perlakuan seluruhnya mengalami

penurunan,

namun

beberapa

responden

mengalami

peningkatan tekanan darah pada kelompok perlakuan saat post test dibanding kunjungan kelima, namun peningkatan ini tidak melebihi nilai tekanan darah saat pre test. Beberapa hal yang ditemui selama penelitian yang bisa dijadikan penyebab adalah masalah psikologis dari responden yang menimbulkan stres, seperti adanya salah satu anggota keluarga yang sakit, tertimpa musibah, kebutuhan ekonomi mendadak, masalah dengan

70

pekerjaan dan masalah dengan anak. Kondisi ini muncul saat terakhir penelitian sehingga menimbulkan peningkatan kembali tekanan darah dari beberapa responden. Stres meningkatkan resisten vaskuler perifer, cardiac output dan aktivitas sistem saraf pusat parasimpatis. Stresor dapat berupa berbagai hal, kesibukan, infeksi, trauma, obesitas, usia tua, gangguan psikis, obat, penyakit, pembedahan dan terapi medis yang dapat mengakibatkan stres. Stres terjadi melalui aktivitas saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas). Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya

tekanan

darah

secara

intermitten

(tidak

menentu).

Ditegaskan oleh Muhammadun (2010) stres dapat merangsang kelenjar adrenal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga tekanan darah akan meningkat. Hal ini bisa terjadi karena sebagian besar pekerjaan responden adalah ibu rumah tangga yang setiap hari melakukan rutinitas yang sama, mengerjakan urunan yang sama, dan fokus pada keluarga serta masalah keluarga yang ada tanpa ada selingan hiburan dengan beban kerja selama 24 jam. Saat masalah keluarga datang akan menjadi fokus pemikiran bagi responden. Hal ini dapat menjadi stresor dan menimbulkan stres bagi responden yang berakibat dapat meningkatkan tekanan darah responden. Pada proses pengisian booklet pencapaian perubahan aktivitas fisik sebagian besar responden dapat dengan sadar dan mandiri mengisi booklet, namun sebagian kecil responden masih kurang konsisten dalam pengisian booklet, seperti tidak rutin setiap hari dengan alasan lupa,

71

menunggu peneliti saja yang menulis, anggota keluarga yang lain semua bekerja jadi tidak ada yang menuliskan, dan ada beberapa responden juga yang merasa terbebani dalam pengisian booklet ini karena responden masih bekerja setiap hari dari pagi sampai sore. Aktivitas fisik bagi sebagian besar responden dengan pekerjaan ibu rumah tangga sebenarnya suda mencukupi kriteria aktivitas fisik dari diet DASH seperti aktivitas fisik seharihari berupa pekerjaan rumag tangga mencuci, membersihkan rumah dan menyapu. Hanya saja responden memang tidak pernah berolahraga. Secara keseluruhan proses pengisian booklet, metode penulisan kegiatan aktivitas fisik seperti diary ini memberikan manfaat besar pada penderita hipertensi. Penderita hipertensi lebih tanggungjawab atas pengaturan aktivitas yang dikerjakan sehari-hari. Metode ini bisa diterapkan oleh

penderita

hipertensi

untuk

mengontrol

tekanan

darahnya.

Pendokumentasian seperti ini juga bermanfaat bagi tenaga kesehatan untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi tekanan darah penderita hipertensi. Faktor lain yang bisa mempengaruhi penurunan tekanan darah responden selama proses penelitian bisa berasal dari rasa senang yang diungkapkan responden karena da yang rutin datang mengukur tekanan darahnya, responden merasa menjadi orang terpilih karena diikut sertakan dalam penelitian, respon senang karena merasa diperhatikan, responden juga menyebutkan senang karena mendapat informasi tambahan seputar hipertensi misal tentang pemilihan jenis aktivitas.

72

5.2

Keterbatasan Penelitian 1. Subjek yang terlibat dalam penelitian ini memiliki kesibukan masing-masing dengan pekerjaannya, kedala yang ditemui selama proses penelitian terdapat subjek yang tidak ada di rumah saat kunjungan pengukuran tekanan darah yang sudah dikontrak sebelumnya. 2. Jangkauan daerah penelitian yang luas dan jarak yang jauh mengakibatkan peneliti tidak teratur datang satu persatu dalam kunjungan rumah untuk pemberian health coaching.

More Documents from "Dhebby Acha CacHa"