Ca Kornea Ec Gram Besi.docx

  • Uploaded by: Yolan Sentika Novaldi
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ca Kornea Ec Gram Besi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,461
  • Pages: 32
CLINICAL REPORT SESSION (CRS) Juli 2018

CORPUS ALIENUM KORNEA OKULI SINISTRA EC TRAUMA GRAM BESI

Oleh: Isip Roman Syakura, S.Ked G1A216084

Pembimbing : dr. Ameria Paramita, Sp. M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS JAMBI TAHUN 2018

i

HALAMAN PENGESAHAN CLINICAL REPORT SESSION (CRS)

CORPUS ALIENUM KORNEA OKULI SINISTRA EC TRAUMA GRAM BESI

Disusun Oleh : Isip Roman Syakura, S.Ked G1A1216084

Sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior SMF/ Bagian Mata RSUD Raden Mattaher Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Jambi Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan Pada, Juli 2018 Pembimbing

dr. Ameria Paramita, Sp.M dr. Ameria Paramita, Sp. M

ii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikanCRS yang berjudul “Corpus Alienum Kornea Okuli Sinistra ec Trauma Gram Besi” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr.Ameria Paramita, Sp.M yang telah bersedia meluangkan waktu dan pikirannya untuk membimbing penulis selama menjalani Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Umum Daerah Raden Mattaher Provinsi Jambi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada refrat ini, sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan refrat ini. Penulis mengharapkan semoga refrat ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jambi, Juli 2018

Penulis

2

BAB I PENDAHULUAN

Corpus alienum adalah benda asing yang menyebabkan terjadinya cedera mata, sering mengenai sclera, konjungtiva dan kornea. Kebanyakan cedera bersifat ringan, beberapa cedera dapat berakibat serius. Trauma biasanya terjadi pada saat bekerja ataupun pada cuaca berangin.1 Trauma dapat mengenai jaringan mata seperti kelopak, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina, papil saraf optik, dan orbita. Kerusakan mata akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan.1,2 Benda asing di kornea adalah adanya benda asing di kornea, dapat berupa logam, kaca, bahan organik dll. Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kornea dan terdapat infiltrate kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.2 Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO, trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Trauma okuli paling banyak terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel, saat berolahraga, bermain kembang api/petasan, bahan kimia dan peralatan rumah tangga. Diketahui 90% kejadian trauma okuli dapat dicegah. Akan tetapi pada kenyataan di lapangan, meningkatnya sosialisasi penggunaan alat pelindung mata belum terlalu signifikan dalam mengurangi angka kejadian trauma okuli. Selain itu, trauma okuli yang tidak ditangani dengan baik juga dapat mengarah kepada komplikasi serius. Oleh karena itu perlu dilakukan pembahasan mengenai trauma okuli secara lebih terperinci

3

BAB II LAPORAN KASUS Anamnesis Identifikasi

Nama : Tn.G Umur : 24 tahun Alamat : Jambi Pendidikan : SMA Pekerjaan : Tukang Besi Agama : Islam Status : Belum menikah Tanggal berobat : 5 Juli 2018

Keluhan utama

Mata kiri terasa mengganjal sejak 5 hari yang lalu

Anamnesa Khusus

Pasien datang ke poli mata RS. H.Abd.Manap dengan keluhan mata kiri kiri terasa mengganjal seperti terdapat benda asing sejak 5 hari yang lalu. Keluhan muncul setelah pasien terkena percikan gram sewaktu bekerja. Awalnya keluhan disertai dengan mata kiri merah dan berair yang dirasakan semakin lama semakin berat disertai nyeri sehingga aktivitas pasien terganggu, penglihatan pasien juga menjadi agak kabur selama 5 hari ini. Pasien belum menggunakan obat apapun untuk mengurangi keluhan keluhan diatas.

Riwayat dahulu

penyakit

a. Riwayat keluhan serupa (-) b. Riwayat operasi (-) c. Trauma pada mata (-) d. Hipertensi (-) e. Diabetes melitus (-) f.

Alergi (-)

4

Anamnesa keluarga

Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan yang sama seperti pasien

Riwayat gizi Keadaan

Baik sosial Menengah, pasien menggunakan BPJS

ekonomi

Penyakit sistemik 

Tractus respiratorius

Tidak ada keluhan



Tractus digestivus

Tidak ada keluhan



Kardiovaskuler

Tidak ada keluhan



Endokrin

Tidak ada keluhan



Neurologi

Tidak ada keluhan



Kulit

Tidak ada keluhan



THT

Tidak ada keluhan



Gigi dan mulut



Lain-lain

Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Pemeriksaan visus dan refraksi OD

OS

Visus : 6/30

Visus : 6/40

II. Muscle Balance Kedudukan bola mata Orthoforia

Orthoforia

Pergerakan bola mata

Pemeriksaan Eksternal OD

OS

5

Palpebra superior Blefarospasme

Palpebra superior (-),

benjolan(-), Blefarospasme

(-),

benjolan(-),

hiperemis(-)

hiperemis(-)

Palpebra Inferior

Palpebra Inferior

Benjolan(-),hiperemis(-) entropion(-)

Benjolan(-),hiperemis(-) entropion(-)

Cilia

Cilia

Trikiasis(-)

Trikiasis(-)

Ap. Lacrimalis

Ap. Lacrimalis

Tampak normal

Tampak normal

Conjugtiva tarsus superior

Conjugtiva tarsus superior

Papil(-),

folikel(-),

litiasis

(-), Papil(-),

folikel(-),

litiasis

hiperemis (-)

hiperemis (-)

Conjungtiva tarsus inferior

Conjungtiva tarsus inferior

Papil(-),

folikel(-),

litiasis

(-), Papil(-),

folikel(-),

hiperemis (-),

hiperemis (-)

Conjungtiva Bulbi

Conjungtiva Bulbi

Injeksi Siliar (-) Injeksi Konjunctiva (-) Kimosis (-), ekimosis (-)

Injeksi Siliar (+) Injeksi Konjunctiva (-) Kimosis (-), ekimosis (-)

Kornea

Kornea

Jernih

Jernih

Corpal (-)

Corpal (+)

Edema (-) Infiltrat (-) Ulkus (-) Makula (-) Refleks kornea (+)

Edema (-) Infiltrat (-) Ulkus (-) Makula (-) Refleks kornea (+)

COA

COA

litiasis

(-),

(-),

6

Sedang

Sedang

Pupil

Pupil

Bulat, regular Refleks Cahaya :

Bulat, regular Refleks Cahaya :

- Direct (+) - Indirect (+)

Diameter

- Direct (+) - Indirect (+)

: 3 mm

Diameter

: 3 mm

Iris

Iris

Coklat, kripta normal, prolaps (-)

Coklat, kripta normal, prolaps (-)

Lensa : Jernih

Lensa : Jernih Tekanan Intra Okuler

Palpasi : normal

Palpasi : normal

Tonometer Schiotz : tidak dilakukan

Tonometer Schiotz : tidak dilakukan

Palpasi Nyeri tekan (-)

Nyeri tekan (-)

Massa (-)

Massa (-)

Pembesaran Gl. Aurikuler (-)

Pembesaran Gl. Aurikuler (-) Funduskopi

Funduskopi: tidak dilakukan

Funduskopi: tidak dilakukan

Pemeriksaan Umum Tinggi badan

164 Cm

Berat badan

58 Kg

Tekanan darah

110/70 mmHg

Nadi

80 kali/menit

Suhu

36,8 0C

Pernapasan

20 kali/menit

Kerdiovaskuler

BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)

Traktus gastrointestinal

Bising usus (+)

Paru-paru

Vesicular (+/+), wheezing (-/-), rhonki (-/-)

Neurologi

Tidak dilakukan

7

Diagnosis :Corpus Alienum Kornea Okuli Sinistra ec trauma gram besi Anjuran Pemeriksaan : -

Slit Lamp

-

Test Fluorescein

Pengobatan : Medikamentosa : Topikal: -

Chloramphenicol0,5% tetes mata/ 2jam OS

-

Gentamisin eye ointment 1x1 malam OS

Tindakan : Ekstraksi Corpal dengan anestesi lokal Edukasi : -

Istirahat

-

Menutup mata ketika keluar rumah

-

Tidak mengucek mata

-

Memakai obat secara teratur

-

Kontrol kembali untuk ekstraksi corpal

-

Menggunakan kacamata atau Google saat bekerja

Prognosis : Quad ad vitam

: ad bonam

Quad ad functionam : dubia ad bonam Quad ad sanationam : dubia ad bonam

8

BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1Kornea 3.1 1 Anatomi dan Histologi Kornea

Gambar 3.1. Anatomi Kornea2 Kornea merupakan bagian selaput mata yang tembus cahaya, bersifat transparan, berukuran 11-12 mm horizontal dan 10-11 mm vertikal, tebal 0,6-1 mm. Indeks bias kornea 1,375 dengan kekuatan pembiasan 80%. Sifat kornea yang dapatditembus cahaya ini disebabkan oleh struktur kornea yang uniform, avaskuler dan diturgesensatau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea yang dipertahankan oleh pompa bikarbonataktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel. Endotel lebih penting daripadaepitel dalam mencegah dehidrasi, dan cedera kimiawi atau fisik pada endotel jauh lebih beratdaripada cedera pada epitel. Kerusakan sel-sel endotel jauh menyebabkan sifat transparanhilang dan edema kornea, sedangkan kerusakan epitel hanya menyebabkan edema lokalsesaat karena akan menghilang seiring dengan regenerasi epitel.2

9

Batas antara sclera dan kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Jika kornea oedem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan melihat halo. Kornea bersifat avaskuler, maka sumber-sumber nutrisi kornea berasal dari pembuluh-pembuluh darah limbus, humor aquaeus dan air mata. Kornea superfisial juga mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Kornea dipersarafi oleh banyak serat saraf sensorik yang didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V yang berjalan supra koroid, masuk kedalam stromakornea, menembus membran bowman dan melepaskan selubung schwannya. Bulbus Krause untuksensasi dingin ditemukan didaerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong didaerahlimbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Kornea adalah salah satu organ tubuh yang memiliki densitas ujung-ujung saraf terbanyak dan sensitifitasnya adalah 100 kali jika dibandingkan dengan konjungtiva. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 550 μm, diameter horizontalnya sekitar 11,75 mm dan vertikalnya 10,6 mm. Secara histologi, kornea terdiri dari 5 lapisan, yaitu:2 1. Epitel Epitel kornea merupakan lapis paling luar kornea dengan tebal 50 µm dan berbentuk epitel gepeng berlapis tanpa tanduk.Bagian terbesar ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini.Setiap gangguan epitel akan memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal. Daya regenerasi epitel cukup besar, sehingga apabila terjadi kerusakan akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut. 2. Membran Bowman Membran bowman yang terletak di bawah epitel merupakan suatu membrane tipis yang homogen terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang

10

mempertahankan bentuk kornea. Bila terjadi kerusakan pada membrane bowman maka akan berakhir dengan terbentuknya jaringan parut. 3. Stroma Merupakan lapisan yang paling tebal dari kornea dan terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun dalam lamel-lamel dan berjalan sejajar dengan permukaan kornea.Di antara serat-serat kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma kurang lebih 70%. Kadar air dalam stroma relative tetap yang diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan oleh epitel. Apabila fungsi sel endotel kurang baik maka akan terjadi kelebihan kadar air, sehingga timbul sembab kornea (edema kornea). Serat di dalam stroma demikian teratur sehingga memberikan gambaran kornea yang transparan atau jernih. Bila terjadi gangguan dari susunan serat di dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea akan mengakibatkan sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea terlihat keruh.

Gambar 3.2 Lapisan Kornea2

11

4. Membran Descement Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak berstruktur dan bening, terletak di bawah stroma.Lapisan ini merupakan pelindung atau barrier infeksi dan masuknya pembuluh darah. 5. Endotel Terdiri atas satu lapis sel yang merupakan jaringan terpenting untuk mempertahankan kejernihan kornea.Sel endotel adalah sel yang mengatur cairan di dalam stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel dapat rusak atau terganggu fungsinya akibat trauma bedah, penyakit intraocular.Usia lanjut akan mengakibatkan jumlah endotel berkurang.Kornea tidak mengandung pembuluh darah, jernih dan bening, selain sebagai dinding, juga berfugsi sebagai media penglihatan. Dipersarafi oleh nervus V.1,2

3.1.2 Fisiologi kornea Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan “jendela” yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Deturgesensi atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan oleh “pompa” bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan endotel.Dalam mekanisme dehidrasi ini, endotel jauh lebih penting daripada epitel, dan kerusakan kimiawi atau fisis pada endotel berdampak jauh lebih parah daripada kerusakan pada epitel.Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya sifat transparan. Sebaliknya, kerusakan pada epitel hanya menyebabkan edema stroma kornea lokal sesaat yang akan meghilang bila sel-sel epitel telah beregenerasi. Penguapan air dari lapisan air mata prekorneal menghasilkan hipertonisitas ringan lapisan air mata tersebut, yang mungkin merupakan faktor lain dalam menarik air dari stroma kornea superfisial dan membantu mempertahankan keadaan dehidrasi.2,3

12

Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di daerah pupil.2,3

3.2 Corpus Alienum 3.2.1 Definisi Corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu penyebab terjadinya cedera mata, sering mengenai sclera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius. Apabila suatu corpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Oleh karena itu, perlu cepat mengenali benda tersebut dan menentukan lokasinya di dalam bola mata untuk kemudian mengeluarkannya.5

Gambar 3.3. Corpus Alienum Kornea.5

13

Benda yang masuk ke dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:5 1. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga 2. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian 3. Benda inert, adalah benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksinya hanya ringan dan tidak mengganggu fungsi mata. Contoh : emas, platina, batu, kaca, dan porselin 4. Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, alumunium, tembaga Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari4 : 1. Besarnya corpus alienum, 2. Kecepatan masuknya, 3. Ada atau tidaknya proses infeksi, 4. Jenis bendanya 3.2.2 Patofisiologi Benda asing di kornea secara umum masuk ke kategori trauma mata ringan. Benda asing dapat bersarang (menetap) di epitel kornea atau stroma bila benda asing tersebut diproyeksikan ke arah mata dengan kekuatan yang besar.4Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrate kornea. Jika tidak dihilangkan, benda asing dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.5 Beratnya kerusakan pada organ – organ di dalam bola mata tergantung dari besarnya corpus alienum, kecepatannya masuk, ada atau tidaknya proses infeksi dan jenis bendanya sendiri. Bila ini berada pada segmen depan dari bola mata, hal ini kurang berbahaya jika dibandingkan dengan bila benda ini terdapat

14

di dalam segmen belakang. Jika suatu benda masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi salah satu dari ketiga perubahan berikut : 1. Mechanical effect Benda yang masuk ke dalam bola mata dapat melalui kornea ataupun sclera. Setelah benda ini menembus kornea maka ia masuk ke dalam kamera oculi anterior dan mengendap ke dasar. Bila kecil sekali dapat mengendap di dalam sudut bilik mata. Bila benda ini terus, maka ia akan menembus iris dan kalau mengenai lensa mata akan terjadi katarak traumatik. Benda ini bisa juga tinggal di dalam corpus vitreus. Bila benda ini melekat di retina biasanya kelihatan sebagai bagian yang dikelilingi oleh eksudat yang berwarna putih serta adanya endapan sel – sel darah merah, akhirnya terjadi degenerasi retina. 2. Permulaan terjadinya proses infeksi Dengan masuknya benda asing ke dalam bola mata, maka kemungkinan besar akan timbul infeksi dengan pembentukan jaringan granulasi. Corpus vitreus dan lensa dapat merupakan media yang baik untuk pertumbuhan kuman sehingga sering timbul infeksi supuratif dan bisa juga terjadi iridocyclitis, endoftalmitis bahkan panoftalmitis. Jika sudah terjadi panoftalmitis akan menunjukkan gejala kemunduran tajam penglihatan, rasa sakit, mata menonjol, edema kelopak, konjungtiva kemotik, kornea keruh, bilik mata dengan hipopion dan refleks putih didalam fundus dan okuli sehingga dapat berahir dengan kebutaan pada mata. 3. Terjadi perubahan – perubahan spesifik pada jaringan mata karena proses kimiawi (reaction of ocular tissue) Reaksi bola mata terhadap corpus alienum bermacam-macam dan ini ditentukan oleh sifat kimia dari benda tersebut. Non organized-material dapat menimbulkan proliferasi dan infeksi dengan pembentukan jaringan granulasi. Benda asing yang masuk ke dalam corpus vitreus akan mengendap kedasar dan menimbulkan perubahan-perubahan degenerasi sehingga corpus vitreus akan menjadi encer. Apabila corpus alienum adalah besi, maka akan terjadi dissosiasi elektrolit dengan corpus vitreus, dimana besi akan disebarkan ke dalam jaringan

15

dan akan bereaksi dengan protein sel, mematikan sel dan terjadi atropi. Keadaan ini disebut siderosis dan jika disebabkan karena tembaga disebut kalkosis. Pengeluaran corpus alienum dari corpus vitreus dapat dilakukan dengan ekstraksi. Apabila sudah terjadi iridocyclitis dan visus yang sangat jelek maka tidak dilakukan lagi pengeluaran corpus alienum dengan ekstraksi tapi harus dilakukan enukleasi.

3.2.3 Gambaran Klinik Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, mata merah dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata, fluorescein (+).2,5 3.2.4 Diagnosis Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan4 1. Anamnesis kejadian trauma 2. Pemeriksaan tajamm penglihatan kedua mata 3. Pemeriksaan dengan oftalmoskop 4. Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma 5. Bila ada perforasi, maka dilakukan pemeriksaan x-ray orbita 3.2.5 Penatalaksanaan Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari bola mata. Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anatesi lokal. Untuk mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat dengan kassa steril dan diperban. 2,4

16

Pecahan besi yang terletak di iris, dapat dikeluarkan dengan dibuat insisi di limbus, melalui insisi tersebut ujung dari magnit dimasukkan untuk menarik benda asing, bila tidak berhasil dapat dilakukan iridektomi dari iris yang mengandung benda asing tersebut. Pecahan besi yang terletak di dalam bilik mata depan dapat dikeluarkan dengan magnit sama seperti pada iris. Bila letaknya di lensa juga dapat ditarik dengan magnit, sesudah insisi pada limbus kornea, jika tidak berhasil dapat dilakukan pengeluaran lensa dengan ekstraksi linier

untuk usia muda dan

ekstraksi ekstrakapsuler atau intrakapsuler untuk usia yang tua. Bila letak corpus alienum berada di dalam badan kaca dapat dikeluarkan dengan giant magnit setelah insisi dari sklera. Bila tidak berhasil, dapat dilakukan dengan operasi vitrektomi.2,5

Gambar 3.4. Ekstraksi Corpus Alienum Kornea.5

3.2.6 Pencegahan Pencegahan agar tidak masuknya benda asing ke dalam mata, baik dalam bekerja atau berkendara, maka perlu menggunakan kaca mata pelindung4

17

3.2.7 Komplikasi Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi, kedalaman, dan efek dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar, terletak di bagian sentral dimana fokus cahaya pada kornea dijatuhkan, maka akan dapat mempengaruhi visus. Reaksi inflamasi juga bisa terjadi jika corpus alienum yang mengenai kornea merupakan benda inert dan reaktif. Sikatrik maupun perdarahan juga bisa timbul jika menembus cukup dalam. Bila ukuran corpus alienum tidak besar, dapat diambil dan reaksi sekunder seperti inflamasi ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media refraksi yang berarti, prognosis bagi pasien adalah baik.2,5

3.3 Trauma Okuli 3.3.1 Definisi dan KlasifikasiTrauma Okuli Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,dan rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihatTrauma okuli dapat terjadi mulai trauma minor seperti terkena sabun sampai trauma berat yang menyebabkan kehilangan penglihatan bahkan sampai hilangnya mata.6

Trauma okuli Closed globe Kontusio

Open Globe

Laserasi lamelar

Laserasi

Perforasi

IOFB

Ruptur

Penetrasi

Gambar 3.5. Klasifikasi Trauma Okuli Berdasarkan BETT

18

Klasifikasi trauma okuli :6 1. Trauma tumpul, terdiri dari : 

Konkusio : trauma tumpul pada mata yang masih reversibel, dapat sembuh dan normal kembali.



Kontusio : trauma tumpul yang biasanya menyebabkan kelainan vaskuler dan kelainan jaringan/robekan.

2. Trauma tembus (luka akibat benda tajam), dimana struktur okular mengalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular. a. penetrans :trauma okuli dengan penetrasi merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan cepat atau lambat sehingga terjadi kerusakan pada bola mata atau daerah sekitarnya Ciri – ciri : 

Tidak menembus dinding orbital (kornea dan scleral masih utuh)



Mungkin terjadi robekan konjunctiva



Adanya perlukaan kornea dan sclera



Kontaminasi intra okuli dengan udara luar tidak ada.

b. perforans, ciri-ciri : 

Adanya dinding orbita yang tertembus



Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar



Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

c. Trauma fisis, yang disebabkan oleh : 

Sinar dan tenaga listrik, yang meliputi sinar UV, inframerah, rontgen dan radioaktif, dan tenaga listrik.



Luka bakar.

d. Trauma Kimia : 

Trauma asam



Trauma basa

19

3.3.2 Epidemiologi Trauma Okuli7 Insiden trauma okuli relatif sering terjadi meskipun secara anatomis dan fungsional mata telah memiliki mekanisme perlindungan seperti bentuk orbital rim yang mencegah terjadinya trauma langsung pada mata, refleks penutupan palpebra untuk melindungi bola mata, rotasi mata ke atas saat berespon terhadap stimulus yang tiba-tiba dan adanya lemak retrobular. Trauma okuli adalah penyebab kebutaan cukup signifikan, terutama pada golongan sosialekonomi rendah dan di negara-negara berkembang. Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita. Dari data WHO, trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral, dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Lebih banyak pada laki-laki (93%) dengan usia ratarata 31 tahun. Trauma okuli merupakan penyebab kebutaan terbanyak pada individu di bawah usia 25 tahun. Trauma okuli paling banyak terjadi di lokasi kerja seperti pabrik/bengkel, saat berolahraga, bermain kembang api/petasan, bahan kimia dan peralatan rumah tangga1 dari 5 kasus trauma okuli di rumah terjadi saat pasien memperbaiki rumah Menurut United States Eye Injury Registry (USEIR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan di rumah.

20

Gambar 3.6 Prosentase Penyebab Trauma Okuli8

Gambar 3.7 .Prosentase Kejadian Trauma Okuli yang Membutuhkan Manajemen9

21

3.3.3 Etiologi Trauma Okuli6,10 Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah tejadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Pada mata dapat terjadi berbagai macam bentuk trauma yaitu: 1. Trauma Mekanik 

Trauma tumpul, misalnya terpukul, kena bola tenis atau bola bulu tangkis



Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan pertukangan

2. Trauma Kimia 

Trauma kimia basa, misalnya sabun cuci, sampo, bahan pembersih lantai, kapur, lem



Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan-bahan asam di laboratorium

3. Trauma Radiasi 

Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar matahari



Traums bahan radio aktif, misalnya sinar radiasi

3.3.4 Diagnosa Trauma Okuli Diagnosa trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamnesis9 Riwayat kondisi okular pasien perlu digali untuk mengetahui beratnya trauma dan membantu dalam evaluasi pasien selanjutnya. Pada kasus eksposur bahan kimia, terapi harus dimulai sesegera mungkin, anamnesis dan pemeriksaan fisik dilakukan setelah atau saat irigasi mata. Anamnesis harus memuat tentang kondisi visus pasien sebelum trauma, termasuk juga riwayat penggunaan kacamata, riwayat pengobatan, status tetanus, dan adanya operasi mata

22

sebelumnya. Pasien trauma okular dengan riwayat pembedahan sebelumnya memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya ruptur kornea atau sklera bahkan pada trauma minor. Pada kasus trauma tumpul, mekanisme, besarnya tekanan dan arah datangnya penyebab trauma penting untuk mengetahui adanya kemungkinan kerusakan lebih berat. Untuk kasus trauma penetrans, penting untuk mengetahui komposisi benda asing penyebab trauma, memastikan potensi terdapat bagian dari benda asing yang masih tertinggal di mata. 2. Pemeriksaan Fisik9 Pemeriksaan oftalmologi a. Pemeriksaan visus : Visus adalah vital sign untuk mata oleh karena itu pengukuran visus pasien merupakan tahap pertama dalam pemeriksaan oftamologi. Pengukuran visus harus dilakukan pada semua pasien trauma okuli yang sadar dan responsif sebagai faktor penting untuk menegakkan diagnosis dan membantu memprediksi kondisi penglihatan pasien setelah manajemen terapi. Penggunaan anestesi topikal saat pemeriksaan visus dapat membantu pada pasien dengan nyeri okular akut atau blepharospasme. Pemeriksaan penglihatan sentral mungkin mengalami penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous dankerusakan pada sistem suplai untuk retina. b. Pemeriksaan Lapang Pandang10 : Pemeriksaan lapang pandang dapat mendeteksi adanya kelainan yang melibatkan retina, nervus optikus, jalur anterior dan posterior penglihatan dan korteks visual. Pasien dengan keluhan ganguan penglihatan harus selalu diskirining untuk pemeriksaan lapang pandang. Lapang pandang dapat mengalami penurunan akibat dari trauma. c. Pemeriksaan Pupil0 Pemeriksaan pupil meliputi ukuran, bentuk, simetris dan reaksi terhadap cahaya. Ukuran pupil menggunakan satuan milimeter. Trauma tumpul dapat menyebabkan

23

midriasis akibat trauma. Pupil yang berbentuk teardrop mengarah pada kondisi ruptur bola mata, dimana apex dari teardrop menunjukkan lokasi ruptur. Setiap pupil harus diperiksa respon langsung dan konsensual terhadap stimulasi cahaya (refleks pupil). Penting juga dilakukan skirining untuk kemungkinan adanya defek aferen pupil dengan pemeriksaan swinging flashlight. Pemeriksaan ini berdasarkan asumsi bahwa kedua mata dengan jaras nervus optikus yang normal memiliki respon konstriksi konsensual yang sama terhadap cahaya. Ketika fungsi nervus optikus (jalur aferen) mengalami gangguan, pupil mata yang sakit akan tetap berkonstriksi saat cahaya diarahkan pada mata yang normal, akan tetapi, ketika cahaya diarahkan pada mata yang abnormal, pupil akan berdilatasi akibat dari penurunan input nukleus Edinger-Westphal. Defek dari aferen pupil harus diwaspadai terhadap kemungkinan adanya patologis nervus optikus atau trauma berat retina.

Gambar 5. Pemeriksaan RAPD9

d. Motilitas Okular2,10 24

Normalnya, refleks cahaya kornea harus berada pada posisi yang relatif sama antara kornea mata kanan dan kiri, pasien juga harus bisa menggerakkan matanya pada semua arah (supraduksi, infraduksi, adduksi, abduksi). Adanya keterbatasan ektraokular motilitas dapat mengindikasikan fraktur orbital, kerusakan nervus kranial, tramat otot ekstraokular, pembatasana motilitas bola mata akibat edema intraorbital atau darah. Pada pasien yang mengeluh diplopia, penting untuk membedakan kondisi pasien adalah diplopia monokular atau binokular. Diplopia yang menetap saat mata yang sehat ditutup (monokular diplopia) mengarah pada kemmungkinan abnormalitas medial okular, seperti iregularitas kornea, abnormalitas lensa, atau iridodialisis. Diplopia yang hilang saat salah satu mata ditutup (binokular diplopia) mengindikasikan adanya defek koordinasi pergerakan mata. e. Pengukuran Tekanan Intraokular10,11 Pengukuran tekanan intraokular (IOP) dapat dilakukan dengan aplanasi atau schiotz. Diperlukan anestesi topikal untuk membantu pengukuran mata pada pasien yang sadar. Normalnya IOP berada dalam range 10 – 21 mmHg. Peningkatan IOP dapat terjadi pasca trauma okuli seperti akibat hifema, angle closure, perdarahan retrobulbar, fistula carotis-caverneous. Penurunan IOP dapat terjadi akibat trauma bola mata terbuka, uveitis, cyclodialysis, atau retinal detachment. f. Pemeriksaan Anterior Segmen2,10,11 Palpebra dan regio periokular harus diinspeksi secara seksama, untuk melihat adakan asimetri, edema, ecchymosis, laserasi, atau posisi palpebra yang abnormal. Ptosis sering terjadi pada trauma okular, secara tipikal disebabkan oleh edema, penyebab potensial lain adalah nervus 3 palsy, trauma otot levator, Sindroma Horner traumatika. Laserasi palpebra medial meningkatkan kecurigaan pada trauma kanalikular. Keberadaan jaringan lemak pada laserasi palpebra mengindikasikan adanya benturan pada septum orbital. Adanya proptosis dapat mengarah pada perdarahan retrobulbar atau kondisi patologis lain seperti infeksi, inflamasi dan tumor.

25

Pemeriksaan inspeksi dengan slit lamp dapat mendeteksi lebih akurat adanya kelainan pada konjunctiva, sklera, kornea, iris, dan lensa. Pada konjunctiva dan sclera dapat ditemukan adanya injection, perdarahan, laserasi, kemosis, jaringan yang terekspos, dan benda asing. Adanya kemosis hemoragik mengarah pada open-globe injury. Pada kasus kecurigaan perforasi kornea, dapat dilakukan test seidel untuk mengidentifikasi kebocoran humor aqueous. Seidel tes dilakukan dengan memberikan fluorescein pada daerah yang dicurigai terjadi kebocoran, adanya kebocoran humor aqueous akan mendilusi warna oranye dari fluorescein menjadi berwarna kuning kehijauan terang saat disinari cahaya biru kobalt. Seidel test positif menandakan perforasi kornea, sementara hasil yang negatif tidak selalu sebaliknya sebab beberapa luka pada kornea dapat sembuh sendiri. Pemeriksaan pada iris meliputi warna, defek, bentuk yang iregular. Adanya subluksasi lensa akibat trauma bermanifestasi berupa gambaran bulan sabit di tengan pupil. Ditemukannya kedangkalan pada kamera okuli anterior dapat mengarah pada open-globe injury atau dislokasi lensa. Normalnya, COA terlihat jernih, tetapi pada kasus trauma dapat ditemukan adanya darah (hifema) atau eksudat purulen (hipopion). Cell dan flare adalah tanda inflamasi COA, dan dapat dilihat melalui slit lamp. g. Pemeriksaan Segmen Posterior2,10,11 Vitreous, retina dan diskus optikus dapat diperiksa melalui funduskopi. Pemeriksaan funduskopi dimulai dengan melihat refleks fundus. Abnormalitas pada refleks fundus mengarah pada adanya edema korneal, perdarahan vitreous, katarak, atau retinal detachment berat. Semua opasitas yang mengganggu transmisi cahaya (misalnya adanya benda asing, laserasi korneal, trauma lensa) akan memperlihatkan bayangan gelap. Funduskopi secara lengkap dapat dilakukan dengan mendilatasikan pupil menggunakan midriatil topikal, tetapi harus dilakukan skirining terlebih dahulu, adakah kontraindikasi seperti angleclosure. Kemungkinan kelainan yang dapat ditemukan : 

Defek epitel kornea: kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punctata yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh.

26



Stroma yang kabur : kekaburan stroma bervariasi, mulai dari yang ringan sampaimenyeluruh sehingga tidak bisa melihat COA



Perforasi kornea: lebih sering dijumpai beberapa hari-minggu stelah trauma yang berat



Reaksi inflamasi KOA: tampak gambaran flare dan sel di KOA.



Kerusakan kelopak mata



Inflamasi konjunctiva



Penurunan ketajaman penglihatan

3. Pemeriksaan Penunjang11 a. Ocular Imaging Foto polos, CT, USG, dan MRI dapat digunakan untuk evaluasi trauma okuli. CT saat ini lebih menjadi pilihan menggantikan foto polos dalam mengevaluasi trauma okular. CT dapat menunjukkan fraktur orbital, benda asing pada intraokular dan orbital, rupture bola mata dan perdarahan retrobulbar. Meskipun begitu, benda asing yang bersifat radioluscent seperti kaca, plastik, kayu sulit untuk dideteksi dengan CT atau foto polos. Standar pemeriksaan CT meliputi potongn axial dan koronal, penggunaan kontras sering tidak dibutuhkan. Jika CT tidak ada, foto polos dapat menjadi alat untuk skrining benda asing berbahan metalik atau mengevaluasi fraktur orbital dan trauma pada sinus. Dalam waktu 24 sampai 72 jam setelah trauma, modalitas yang paling berfungsi utama adalah CT scan. Apabila pemeriksaan okular ditutupi oleh media opak seperti darah, B-scan ultrasound dapat memberikan anatomi intraokular secara lebih baik daripada CT. USG dapat mendeteksi adanya benda asing intraokular, retinal detachment, perdarahan koroidal, perdarahan vitreous, dan perdarahan orbital. Karena penggunaantransducer dapat menekan bola mata, USG harus dihindari pada kasus dengan kecurigaan kerusakan bola mata. b. Hematologi Pemeriksaan hematologi utamanya melihat adakah infeksi sistemik mengikuti trauma okuli.

27

3.3.5 Management Trauma Okuli12,13 Pasien trauma okuli harus menjalani pemeriksaan oftamologi secara lengkap. Meskipun di beberapa tempat tidak disediakan slit lamp, paling tidak terdapat pemeriksaan visus, pupil, motilitas ekstraokular, dan lapang pandang. Inspeksi palpebra, konjuntiva, sklera, kornea dan COA dapat memperlihatkan laserasi, kerusakan anatomis, perdarahan dan adanya benda asing. Terapi trauma okuli didasarkan pada kondisi trauma. Bila dicurigai ada cedera bola mata, manipulasi mata harus dihindari sampai saat pembedahan, pasien dipasang balutan ringan dengan balutan bilateral untuk meminimalkan gerakan bola mata. Antibiotik, analgesik, dan antitetanus dapat diberikan sesuai kebutuhan. Apabila terdapat laserasi pada kelopak mata dapat dijahit dan diberi salep antibiotik kemudian di balut. Pada dasarnya terdapat 6 tahapan penatalaksanaan trauma mata, yaitu: 1. Irigasi 2. Reepitelisasi kornea 3. Mengendalikan proses peradangan 4. Mencegah terjadinya infeksi 5. Mengendalikan TIO 6. Menurunkan nyeri : siklopegik 3.3.6 Komplikasi Trauma Okuli12,13 Komplikasi yang bias terjadi : 1. Jaringan parut pada kornea, konjunctiva 2. Ulkus kornea 3. Dry eyes 4. Simblefaron 5. Katarak traumatika 6. Glaukoma sekunder

28

BAB IV ANALISIS KASUS

Pada laporan kasus ini, anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Pasien datang ke poli mata RSH.Abd.Manapdengan keluhan mata kirimengganjal dirasakan sejak 5 hari lalu. Keluhan timbul setelah terkena serpihan besi. Awalnya mata juga memerah dan berair, dirasakan semakin lama semakin berat disertai nyeri sehingga aktivitas pasien terganggu.5 hari yang lalu pasien merasakan pandanganmulai kabur secara perlahan-lahan di mata kiri.Keluhan ini mengarah pada terdapatnya benda asing berupa serpihan besi pada mata kiri pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan ofthalmologi didapatkan visus OD 6/30 dan OS 6/40, konjungtiva bulbi OS injeksi (+),dan kornea corpal gram di OS sentral inferior (+), infiltrat (+). Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pada mata kiri pasien terdapat benda asing pada daerah kornea. Benda asing dapat merangsang timbulnya reaksi inflamasi. Sel darah putih juga dilepaskan, mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrate kornea. Penatalaksanaan pada pasien berupa terapi medikamentosa. Terapi medikamentosa

yang

diberikan

berupa

pemberian

antibiotik

topikal

chloramphenicol pada mata kiri setiap jam dan gentamicin oinment tiap malam untuk mencegah terjadinya infeksi. Tindakan berupa ekstraksi Corpal dengan anestesi lokal (Panthocain) setelah OS tenang merupakan terapi utama yang harus dilakukan pada pasien. Tindakan ini selain untuk penanganan gejala juga untuk mencegah komplikasi penyakit pasien lebih lanjut.

29

BAB V KESMIPULAN

Corpus alienum adalah benda asing, merupakan salah satu penyebab terjadinya cedera mata, sering mengenai sclera, kornea, dan konjungtiva. Meskipun kebanyakan bersifat ringan, beberapa cedera bisa berakibat serius. Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata,dan rongga orbita. Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata sebagai indra penglihat Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi benda asing, fotofobia, mata merah dan mata berair banyak. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat benda asing pada bola mata Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari bola mata. Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anatesi lokal. Pencegahan agar tidak masuknya benda asing ke dalam mata, baik dalam bekerja atau berkendara, maka perlu menggunakan kaca mata pelindung.

30

DAFTAR PUSTAKA 1. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. 2008. Balai Penerbit FKUI Jakarta. 2. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum, Edisi 17. 2010. Widya Medika Jakarta. 3. Guython, Arthur C. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 4. Bashour M., 2008.Corneal Foreign Body. https://emedicine.medscape.com/article/1195581-overview 5. Stephen, Sue. 2005. How to remove a corneal foreign body.Comm eye health. 18 (55): 110.https://www.cehjournal.org/article/how-to-remove-acorneal-foreign-body/ 6. Lang, GK. 2006 Ocular Trauma. In Opthamology 2nd Edition Stuttgart, New York: Thieme; page 507-535. 7. Yunker, JJ. Ocular Trauma and Emergencies. Retina and Vitreous Surgery Macular Disease and Degeneration. 2010; 73: 120-123. 8. Cho, RI and Savitsky E. Ocular Trauma. Opthalmology 2008; 165:232250. 9. Thach AB, Johnson AJ, Carroll RB, et al. Severe eye injuries in the war in Iraq, 2003-2005. Ophthalmology2008;155(2):377-382. 10. Ilyas S. Trauma Mata Dalam : Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas kedokteran Universitas Indonesia: 2006. page 256-276. 11. Kanski, JJ. 2003. Clinical Opthamology. A Approach Fifth Edition. Butterworth Heinemann. Edinburg. page 510. 12. Khurana, AK. 2007. Ocular Injuries. In Comprehensive Opthamology 4th Edition. India : New Age International (P) Ud; page 401-416. 13. Nichols, BD. Ocular Trauma: Emergency and Management. Can Fam Physician. 2009; 32: 170-175.

31

Related Documents

Ec
October 2019 48
Ec
May 2020 34
Ec
May 2020 31
Ec
November 2019 36
Ec
December 2019 40

More Documents from "Baugh Graphic Design"

Soal Etikausbn.doc
November 2019 8
Ppkn.docx
November 2019 14
Uas Lingkungan.docx
April 2020 20