Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ca Colon D I S U S U N OLEH : KELOMPOK 4 1. Santi Gitasari Lombu
170204068
2. Veronika Anita Sari Laia
170204084
3. Nora Lisa Nainggolan
170204050
4. Juliana Simanjuntak
170204027
5. Rasdame Br. Bangun
170204055
6. Saleha
170204069
7. Marisa Saragih
170204037
8. Verdalius Amazihono
170204075
9. Teguh Anugrah
170204087
PROGRAM STUDI NERS FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA MEDAN 2019
ii
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Kanker Kolorektal (Ca Colon)” tepat pada waktunya. Kami menyadari makalah ini jauh dari kesempurnaan oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi penyempurnaan makalah ini.
Pada kesempatan ini kelompok mengucapkan terima kasih kepada: 1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku ketua Yayasan Sari Mutiara Medan. 2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara Indonesia. 3. Taruli Sinaga SP, M.KM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 4. Ns. Rinco Siregar, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi Ners Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia. 5. Ns. Marthalena Simamora, M.Kep selaku dosen pengajar yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada kelompok dalam menyelesaikan tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah Serta semua pihak yang telah membantu dalam proses pengajaran dan pembuatan makalah ini yang namanya tidak kami cantumkan satu persatu, demikian makalah Kanker Kolorektal (Ca Colon) ini di buat semoga bermanfaat bagi kita semua.
Medan, 1 April 2019 Penyusun
Kelompok 4
3
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................... DAFTAR ISI .............................................................................................................. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang ........................................................................................... 1.2 Tujuan ...................................................................................................... BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Defenis Ca Colon ................................................................................................. 2.2 Etiologi ................................................................................................................. 2.3 Patofisiologi ......................................................................................................... 2.4 Komplikasi ........................................................................................................... 2.5 Manifestasi Klinik ................................................................................................ 2.6 Kolaboratif Management ..................................................................................... BAB 3 STANDAR ASUHAN KEPERAWATAN BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 PENUTUP 4.1 Kesimpulan............................................................................................... 4.2 Saran ......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
4
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker kolorektal ( kanker kolon atau rektum ) merupakan kanker ketiga yang paling umum terdiagnosa di amerika serikat. Di amerika Serikat sekitar 146.970 kasus baru kanker kolorektal didiagnosis pada tahun 2009, dan diduga menyebabkan 49.220 kematian pada tahun itu ACS, 2009).Didiagnosis yang lebih awal dan kemajuan terapi yang telah meningkatkan angka kelangsungan hidup untuk kanker kolorektal, yang telah hamper seimbang antara pria dan wanita, telah mengalami penurunan di Amerika Serikat dalam 15 tahun terakhir.Insiden kanker kolorektal beragam diantara kelompok etnik, lebih kotak focus pada keragaman bahasa berikut. Kanker kolorektal paling sering terjadi setelah usia 50 tahun. Insiden terus menerus meningkat sering pertambahan usia. Dengan diagnosis dan terapi dini, angka kelangsungan hidup 5 tahun untuk kanker kolorektal adalah sebesar 90% terapi, hanya 39 % kanker kororektal yang didiagnosis pada stadium awal. Meskipun penyebab spesifik kanker kolorektal tidak diketahui, sejumlah factor risiko telah diidentifikasi.Factor genetic dikaitkan dengan risiko kanker kolorektal.Hingga 25% orang yang mengalami kanker kolorektal memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit tersebut (fauci et al, 2008). Individu dengan polyposis adenomatous familial akan mengalami kanker kolon kecuali kolonnya diangkat. Kanker kolorektal nonpoliposis herediter (dikenal juga dengan sindrom Lynch ) adalah gangguan dominan autosomal yang secara signifikan meningkatkan resiko terjadinya kanker kolorektal dan kanker lain. Tumor yang dihubungkan dengan sindrom lynch sering kali mengenai kolon asendens, dan cenderung terjadi pada usia dini. Penyakit usus inflamasi meningkatkan risiko kanker kolorektal. Diet berperan dalam perkembangan kanker kolorektal.Penyakit ini lazim terjadi dinegara yang kaya secara ekonomi yang masyarakatnya mengonsumsi diet tinggi kalori, protein daging, dan lemak. Pola diet ini, umumnya di Amerika Serikat, diduga meningkatkan populasi bakteri anaerob di usia. Bakteri anaerob ini mengubah asam empedu menjadi kansinogen.Diet tinggi buah dan sayur, asam folat, dan kalsium tampaknya menurunkan risiko kanker kolorektal.Serat seral, pernah diduga meningkatkan dalam perkembangan kanker ini. Factor lain yang dapat menurunkan risiko kanker kolorektal mencakup olahraga secara teratur, mengonsumsi multivitamin harian, dan mengonsumsi aspirin dan NSAID lain.
5
1.2 Tujuan 1. Mengetahui Defenisi Ca Colon 2. Mengetahui Etiologi Ca Colon 3. Mengetahui Patofisiologi Ca Colon 4. Mengetahui Komplikasi Ca Colon 5. Mengetahui Manifestasi Klinik Ca Colon 6. Mengetahui Kolaboratif Management Ca Colon
6
BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Defenisi Kanker colon adalah suatu kanker yang berada di colon. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS, 1998). Penyekit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah. Pembedahan adalah satusatunya cara untuk mengubah kanker colon. 2.2 Etiologi Penyebab dari kanker kolon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Makanan-makanan yang pasti dicurigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dri daging merah, menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker usus besar. Daging yang digoreng dan dipanggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dala usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengandung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dab buah-buahan (e.g Mormons, seventh Day Adventists). Makanan yang harus dihindari : 1. 2. 3. 4. 5.
Daging merah Lemak hewan Daging dan ikan goreng atau panggang Makanan berlemak Karbohidrat yang disaring (ex: sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi: 1. Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya craciferous vegetables dari golongan kubis (seperti brokoli, brussels spourts) 2. Butir padi yang utuh 3. Cairan yang cukup terutama air mineral Karena sebagian besar tumor colon menghasilkan adenoma, faktor utama yang membahayakan terhadap kanker colon menyebabkan adenoma. Ada tiga tipe adenoma colon: tubular, villous, dan tubulo villous. Meskipun sebagian besar
7
kanker colon berasal dari adenoma, hanya 5% dari semua adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna. Orang yang telah mempunyai ulcerative colitis atau penyakit crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker colon. Resiko kanker colon akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut. 2.3 Patofisiologi Perubahan patologi tumor terjad ditempat yang berada di dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian (Sthrock 1991):
26% pada ceacum dan ascending colon 10% pada transfersum colon 15% pada desending colon 20% pada sigmoid colon 30% pada rectum
Karsinoma colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terdeteksi sampai gejala-gejala muncul secara perlahan dan tampak membahayakan. Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode. Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam perut, mencapai serosa dan mesentrik fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya, kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa, setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi, biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian mestase ke paru-paru. Tempat mestase yang lain termasuk : 1. 2. 3. 4. 5.
Kelenjar adrenalin Ginjal Kulit Tulang Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi, tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonial. 2.4 Komplikasi Komplikasi terjadi berhubungan dengan bertambanya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melalui penyebaran mestase yang termasuk:
8
1. Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis 2. Pembentukan abses 3. Pembentukan fistula pada urinari bladder atau vagina Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan. Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akhirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organg yang berada di sekitarnya (uterus, urinary bladder, dan ureter) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker. Kekambuhan kanker kolorektal paling sering terjadi dalam 4 tahun pertama setelah pengangkatan tumor.Ukuran tumor primer tidak terlalu berkaitan dengan kelangsungan hidup jangka panjang. Jumlah nodus limfe yang terlibat, penetrasi tumor melalui dinding usus, dan penempelan tumor ke organ yang berdekatan merupakan predictor yang lebih baik terkait prognosis penyakit. 2.5 Manifestasi Kanker usus sering kali tidak menimbulkan manifestasi hingga mencapai kondisi lanjut.Karena tumbuh secara lambat, pertumbuhan selama 5-15 tahun data terjadi sebelum memunculkan manifestasi. Manifestasi bergantung pada lokasi,jenis, dan luasnya, serta komplikasi nya. Pendarahan rektal seringkali merupakan manifestasi awal yang membuat pasien mencari perawatan medis, manifestasi awal lain yang sering terjadi mencakup perubahaan kebiasaan defekasi, baik berupa diare maupun konstipasi, nyeri, anoreaksia dan penurunan berat badan adalah karakteristik dari tahap lanjut penyakit.Massa rektal atau abdominal yang teraba dapat ditemukan. Biasanya pasien teridentifikasi mengalami anemia akibat pendarahan samar.
2.6 Kolaboratif Management 1. Pengkajian a. Sejarah Sejarah Ca pada klien diperoleh perawat berdasarkan usia dan jenis kelamin, sejarah diet dan keadaan dri letak geografi diet. Sebagian besar resiko yang menjadi pertanyaan perawat: 1. Sejarah dari keluarga terhadap Ca colon 2. Radang usus besar 3. Penyakit crohn’s 4. Familia poliposis 5. Adenoma Perawata bertanya tentang perubahan kebiasaan pada usus besar seperti diare dengan atau tanpa darah pada feces klien mungkin merasa perutnya terasa
9
penuh, nyeri atau berat badab turun, tetapi biasanya hal tersebut terlambat ditemukan b. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda Ca colon tergantung pada letak tumor. Tanda yang biasanya terjadi adalah : 1. Perdarahan pada rektal 2. Anemia 3. Perubahan feces Hal pertama yang ditunjukkan oleh Ca colon adalah: 1. Teraba massa 2. Pembuntuan colon sebagian atau seluruhnya 3. Perforasi pada karakteristik colon dengan distensi abdominal dan nyeri c. Pemeriksaan psikososial Deteksi dini adalah cara untuk mengontrol Ca colon dan keterlambatan dalam perawatan kesehatan sehingga dapat mengurangi kesempatan untuk bertahan hidup dan menguatkan kekhawatiran klien dan keluarga klien. Proses diagnosa secara umum meluas dan dapat menyebabkan kebosanan dan menimbulkan kegelisahan pada pasien dan keluarga pasien. Perawat memperbolehkan klien untuk bertanya da mengungkapkan perasaannya selam proses ini. d. Pemeriksaan laboratorium Nilai hemoglobin dari hemtocrit biasanya turun dengan indikasi anemia. Hasil tes gualac positif untuk accult blood pada feces memperkuat perdarahan pada GI Tract. Pasien harus menghindari daging, makanan yang mengandung peroksidase (tanaman lobak dan gula bit) aspirin dan vit.c untuk 48 jam sebelum diberikan feces specimen. Perawat dapat menilai apakah klien menggunakan obat non steriodal anti peradangan (ibu profen) kortikosteroid atau salicylates. Makanan dan obat-obatan tersebut dapat menyebabkan perdarahan. Dua contoh sampel faces yang terpisah dites selama 3 hari berturut-turut, hasil yang negatif sama sekali tidak mengenyampingkan kemungkinan terhadap Ca colon. Carsinoma embrionik antigen (CEA) mungkin berhubungan dengan colon, dan bagaimanapun ini juga tidak spesifik dengan penyakit dan mungkin berhubungan dengan jinak atau ganasnya penyakit. CEA sering menggunakan monitor untuk pengobatan yang efektif dan mengidentifikasi kekambuhan penyakit. e. Pemeriksaan radiografi Pemeriksaan dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor dan mengidentifikasi letaknya. Tes ini mengkin menggambarkan adanya
10
kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi dengan tes ini. Enema barium dilakukan setelah sigmoidoscopy dan colonoscopy. Computer Tomografi (CT) membantu memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest x-ray an liver scan mengkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah metastatis. f. Pemeriksaan diagnosa lainnya Tim medis biasanya melakukan sigmoidoscopy dan colonoscopy untuk mengidentifikasi tumor. Biopsi juga dapat dilakukan dalam prosedur tersebut. 2. Analisis a. Diagnosa keperawatan utama pasien dengan tipe Ca colon mempunyai diagnosa keperawatan seperti dibawah ini: 1. resiko tinggi infeksi luka berhubungan dengan efek dari tumor dan kemungkinan mestase 2. ketidakefektifan koping individu berdasarkan gangguan konsep diri
b. Diagnosa keperawatan tambahan 1. Nyeri berdasarkan obstruksi tumor pada usus besar 2. Gangguan pemeliharan kesehatan berdasarkan kurangannya pengetahuan tentang proses penyakit, program diagnosa dan rencana pengobatan 3. ketidakefektifan koping keluarga: kompromi berdasarkan gangguan pada peran, perubahan gaya hidup, dan ketakutan pasien terhadap kematian 4. Gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berdasarkan program diagnosa 5. Ketakutan proses penyakit 6. ketidakberdayaan berdasarkan penyakit yang mengancam kehidupan dan pengobatannya 7. Gangguan pada seksual berdasarkan konsep diri
3. Perencanaan dan Implementasi a. Resiko tinggi terhadap luka -Perencanaan: tujuan untuk klien adalah: 1. Pengalaman pengobatan atau memperpanjang kelangsungan hidup 2. Pengalaman untuk meningkatkan kualitas hidup 3. Tidak ada pengalaman tentang komplikasi kanker termasuk mestase
11
- Intervensi: Pembedahan biasanya dilakukan untuk pengobatan tumor di colon atau rektal. Tetapi pemberian radiasi da kemoterapi juga dapat digunakan untuk membantu pembedahan, untuk mengontrol dan mencegah kekambuhan kanker. 1. Terapi radiasi Persiapan penggunaaan radiasi dapat diberikan pada pasien yang menderita Ca kolorektal yang besar, walaupun ini tidak dilaksanakan secara rutin. Radiasi dapat digunakan saat post operatif sampai batas mestase. Terapi radiasi mengurangi nyeri, perdarahan, obstruksi usus besar atau mestase ke paru-paru dalam perkembangan penyakit. Perawat menerangkan prosedur terapi radiasi pada klien dan keluarga dan menjelaskan efek samping (contohnya diare dan kelelahan). Perawat melaksanakan tindakan untuk mungurangi efek samping dari terapi. 2. Kemoterapi Obat non sitotoksik memajukan pengobatan terhadap Ca kolorektal. Kemoterapi juga dilakukan sesudh pemebdahan untuk mengontrol gejalagejala mestase dan mengurangi penyebaran mestase. Kemoterapi intrahepatik arterial dengan 5 FU digunakan pada klien dengan mestasis liver. 3. Manajemen Pembedahan Reseksi colon dengan atau tanpa kolostomi dan reseksi perineal abdomen adalah prosedur umum pembedahan terhadap Ca kolorektal 4. Reseksi colon Tipe khusus terhadap reseksi dan keputusan untuk membuat kolostomi sementara atau permanen tergantung pada: 1. Lokasi dan ukuran tumor 2. Tingkat komplikasi (obstruksi atau perforasi) 3. Kondisi klien Reseksi colon melibatkan pemotongan pada bagian colon dengan tumor dengan meninggalkan batas area dengan bersih. 5. Perawatan pre-operatif Perawat membantu klien menyiapkan reseksi kolon terhadap prosedur rencana pembedahan. Jika diperlukan terapi enterostomal dilakukan oleh perawat yang tercatat mempunya latihan spesialisasi yang lengkap dan di sahkan dalam perawatan . Tidak berfungsinya alat seksual adalah suatu masalah yang potensial untuk laki-laki dan perempuan yang mengalami Ca bedah rektal. Pembicaraan dengan dokter tentang resiko dapat membantu klien. Jika usus tidak obstruktif atau perforasi, rncananya adalah bedah elektif. Klien menerima dengan sungguh pembersihan dari usus, atau persiapan pembersihan usus untuk meminimalkan pertumbuhan bakteri dan mencegah terjadinya
12
komplikasi. Untuk pembersihan usus ini klien diinstruksikan untuk diet 1-2 sebelum pembedahan. Pembersihan mekanik akan sempurna dengan pencuci perut dan memasukkan cairan kedalam poros usus dengan melavement seluruh isi perut. 6. Prosedur operatif Ahli bedah membuat insisi dalam perut dan memeriksa rongga abdomen untuk menentukan letak reseksi dari tumor tersebut. 7. Perawatan post operatif Pasien yang mempunyai kolostomi dapat kembali dari pembedahan dengan sebuah sistem kantung ostomi pada tempatnya. Bila tidak ada sistem kantung pada tempatnya, perawat meletakkan pembalut petrolatum tipis pada seluruh setoma untuk menjaganya agar tetap lembab. Kemudian, stoma ditutup dengan pembalut yang steril dan kering. Perpaduan dengan terapi enterostomal (ET), perawat meletakkan sisem kantung sesegera mungkin. Perawat mengobservasi: 1. Nekrosis jaringan 2. Perdarahan yang tidak biasa 3. Warna pucat, yang mengindikasi kurang sirkulasi Stoma yang sehat berwarna kemerah-merahan dan lembab. Pendarahan kecil pada stoma adalah hal biasa tetapi perdarahan lain harus dilaporkan pada dokter bedah. Perawat juga secara frekuensi memeriksa sistem kantung untuk mengetahui kondisinya tetap baik dan tidak ada tanda kebocoran. Aspek lain dari kolostomi adalah perawatan kulit. Barier pada kulit diletakkan padakulit sebelum kantung dipasang. 8. Pemindahan abdominal – parineal Bila ada tumor rektal, struktur pendukung rektum dan rektal dapat perlu dipindahkan. Pemindahan abdominal parineal biasanya membutuhkan kolostomi yang permanen untuk evaluasi. Bagaimanapun dengan improfisasi pada teknik pembedahan, banyak pasien dapat menjalanin pemindahan kolon dengan spincter rektal dibiarkan utuh. Dengan demikian kebutuhan kolostomi dapat dihindari. 9. Perawatan pra operasi Perawat pra operasi yang menjalanin pemindahan A/P sama dengan yang diberikan pada pasien yang menjalanin pemindahan kolon (lihat bagian awal). 10. Prosedur Operasi Dokter bedah membuka kolon sigmoit,kolon rekto sigmoid, rektum dan anus melalui kombinasi irisan pada abdominaldan parineal. Dibuat akiran yang permanen dari kolostomi sigmoid.
13
11. Perawat pasca operasi Perawat pasca operasi setelah pemindahan A/P adalah sama dengan perawatan yang diberikan setelah pemindahan kolon dengan pembuatan kolostomi sigmoid. Perawat berkerja sama dengan dokter ET untuk menyediakan perawatan kolostomi dan pasien serta pendidikan untuk keluarga. Ada 3 metode dalam pembedahan untuk menutup luka: 1) Luka dibiarkan terbuka, kasa diletakan pada luka, dibiarkan pada tempatnya selama 2-5 hari. Bila ahli bedah melakukan pendekatan ini, irigasi luka dan kasa absorben digunakan sampai tahap penyembuhan . 2) Luka dapat sebagian saja ditutup karena penggunaan jahitan luka atau bedah penrose yang diletakan untuk pengeringan cairan terkumpul didalam luka. 3) Luka dapat ditutup seluruhnya, kateter diletakkan melalui luka sayatan sepanjang sisi luka perineal dan dibiarkan selama 4-6 hari. Satu kateter digunakan untuk irigasi luka dengan salin isotoni yang steril dan karakter lain dihubungkan pada pengisapan yang bawah Pengeringan dari luka parineal dan rongga perut adalah penting karena kemungkinan infeksi dan pembentukan abses . Pengeringan copius serosa nguineous dari luka perineal adalah diharapkan penyembuhan luka perineal dapat memerlukan 6-8 bulan. Luka dapat menjadi sumber rasa tidak nyaman pada irisan abdominal dan ostonomi. Dan perlu perawatan yang lebih baik dan intensif. Pasien dapat dihantui rasa sakit pada rektal karena infeksi simpatik untuk kontrol rektal tidak diganggu. Sakit dan rasa gatal kadang-kadang bisa terjadi setelah penyembuhan. Tidak ada penjelasan secara fisiologis untuk rasa ini. Intervensi dapat termasuk pengobatan anti puritis seperti bezocain dan sitz baths. Perawat :
Menjelaskan fisiologi dari sensasi perineal pada pasien Secara berkelanjutan menilai tanda infeksi, nanah atau komplikasi lainnya. Metode pelaksanaan membentuk pengeringan luka dan kenyamanan
Penanggulangan secara individual yang tak efektif Rencana: Tujuan pasien Tujuannya adalah bahwa pasien akan mengidentifikasi, mengembangkan dan menggunakan metode penanggulangan yang efektif dalam persetujuan dengan meluhat perubahan dan takut kehilangan pengalaman. Intervensi :
14
Pasien dan keluarganya dihadapkan dengan isu atau rumor penyakit kanker kemungkinan kehilangan fungsi tubuh. Perawat mengamati dan mengidentifikasi: Metode baru penanggulangan pasien dan keluarganya Sumber dukungan atau semangat yang efektif digunakan pada saat setelah krisis Identifikasi koping negative keluarga Perencanaan Perawatan
Persiapan perawatan rumah Perawat menilai semua pasien mempunyai kemampuan melakukan perawatan insisi dan aktifitas hidup sehari-hari (ADL) dalam batas-batas tertentu.. Untuk pasien yang menjalani kolostomi, perawat menimbang situasi rumah untuk membantu pasien dalam pengaturan perawatan. Jadi ostomi akan berfungsi secara tepat, pasien dan keluarga harus menjaga persediaan ostomi di daerah (kamar mandi lebih disukai) dimana termperatur tidak panas juga tidak dingin (rintangan kulit dapat menjadi keras atau meleleh dalam temperatur ekstrim). Tidak ada perubahan yang dibutuhkan dalam akumodasi tidur. Beberapa pasien pindah keruangan tersendiri/ketempat tidur kembar. Ini dapat menuntun jarak fisik dan emosionil dari suami atau istri dan yang penting lainnya. Penutup karet pada awalnya dapat ditempatkan diatas kasur tempat tidur jika pasien merasa gelisah tentang sistem kantung. Pendidikan kesehatan Pasien yang menjalani reseksi kolon tanpa kolostomi menerima instruksi untuk kebutuhan spesifik di berokan sama pada pasien yang menjalani bedah abdomen. Disamping informasi ini, perawat mengajar semua pasien dengan reseksi untuk melihat dan manifestasi laporan klinik untuk opstruksi khusus dan perforasi. Rehabilitasi sesudah estomi mengharuskan pasien dan keluarga belajar prinsip perawatan kolostomi dan kemempuan psikomotor untuk memudahkan perawatan ini. Memberikan informasi adalah penting, tetapi perawat juga harus memberikan kesempatan yang cukup kepada pasien untuk belajar kemampuan psikomotor yang terlibat dalam perawatan ostomi sebelum pelaksanaan. Waktu latihan yang cukup direncanakan untuk pasien dan keluarga atau yang penting lainnya. Sehingga mereka dapat mengurus, memasang dan menggunakan semua perawatan estomi. Perawat mengajar pasien dan keluarga :
15
Tentang stoma Penggunaan, perawat dan pelaksanaan sistem kantung Pelindung kulit Kontrol diet atau makanan Kontrol gas dan bau Tips bagaiman melanjutkan aktivitas normal, termasuk bekerja, perjalanan dan hubungan seksual. Pasien dengan kolestomi sigmoit mungkin beruntung dari irigasi kolostomi untuk mengatur eleminasi. Perawat mendiskusikan teknik ini dengan pasien dan keluarga bagaimana melakukan irigasi kolostomi. Berbagai macam alat ajar dapat digunakan. Instruksi tertulis menolong sebab clien dapat mengambil contoh ini sebagi acuan untuk waktu yang akan datang. Reposisin sangat diperlukan dalam mengajarkan pada pasien tentang kemampuan ini. Kegelisahan, ketakutan,rasa tidak nyaman dan semua bentuk tekanan mengubah pasien dan kemampuan keluarga pasien untuk belajar dan mengumpulkan informasi. Dalam rangka menginstruksikan pada pasien tentang manifestasi klinis dari gangguan penyumbatan dengan dibuatnya lubang. Perawat juga menyarankan pada pasien dengan kolostomi untuk melaporkan adanya demam ataupun adanya serangan sakit yang timbul mendadak atau pun rasa berdenyut/ bergelombang pada sekitar stoma. Persiapan Psikososial Dengan kanker dapat menghentikan emosional klien dan keluarga atau orang penting lainnya, tetapi pengobatan di sambut sebab itu memberikan harapan dalam mengontrol penyakit. Perawat memeriksa reaksi sakit pasien dan persepsi dari interfensi yang direncanakan. Reaksi pasien terhadap pembedahan ostomi, yang man mungkin termasuk pengrusakan dan melibatkan : Perasaan sakit hati terhadap yang lain Perasaan kotor, dengan penurunan nilai rasa Takut sebagi penolakan Perawat mengijinkan pasien untuk mengungkapkan dengan kata-kata perasaannya. Dengan mengajarkan pasien bagaimana fisiknya mengatur ostomi, perawat membantu pasien dalam memperbaiki harga diri dan meningkatkan body image, yang mana memiliki peranan penting dalam hubungan yang kokoh dengan yang lain. Pemasukan keluarga dan orang lain yang penting dalam
16
proses rehabilitasi, juga menolong mempertahankan persahabatan dan meningkatkan harga diri pasien.
17
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Keperawatan 3.1.1 Informasi Umum 1. Nama Klien : Ny. R 2.
Usia : 31 tahun
3. Tanggal Lahir : 6 Mei 1982 4. Jenis Kelamin : Perempuan 5. Suku Bangsa : Sunda 6. Agama : Islam 7. Tanggal Masuk : 27 Maret 2013 8. Diagnosa Medis : Adenoca. Rektosigmoid T4NXM1 1/3 distal 3.1.2 Anamnesa 1. Keluhan Utama Klien mengatakan tidak nafsu makan, mual (+), muntah (), klien merasa berat badannya menurun. Klien mengatakan kulit di area selangkangan menghitam dan kering, terkadang nyeri di area tersebut. Klien juga mengeluhkan dirinya sering bolak-balik ke kamar mandi untuk BAK, klien bingung mengapa ia menjadi sering BAK. Klien mengeluhkan sering BAB tiba-tiba dengan waktu yang tak teratur melalui lubang kolostominya. Klien saat ini sedang mendapat terapi radiasi hari ke-20 dan kemoterapi oral hari pertama. 2. Alasan Masuk / dirawat di RS Klien merupakan klien rujukan dari rumah sakit lain. Klien mengeluhkan ada benjolan yang pecah pada area bokong hingga keluar nanah dan lendir yang berbau. Klien mengeluhkan BAB campur darah 1 bulan SMRS. 3. Riwayat Penyakit Sebelumnya Klien mengatakan ± 2 bulan SMRS merasakan ada benjolan (polip) pada area bokong dan anus, kemudian atas saran orang tua, dioleskan benjolan tersebut dengan kentang, akhirnya benjolan tersebut pecah. Penyakit penyerta HT, DM, Asma disangkal. Tidak ada keluarga yang menderita sakit tumor atau sejenisnya.
18
Klien sebelum masuk rumah sakit tidak begitu suka mengkonsumsi sayuran dan buah. Klien merasa dulu sering mengalami susah BAB atau konsistensi feses yang terlalu padat, namun tidak sampai nyeri atau tegang pada abdomen. Klien suka mengkonsumsi aneka olahan daging. Klien tidak ada kegemaran terhadap olahraga. 3.1.3 Pengkajian dengan Pendekatan Sistem Tubuh 1. Aktivitas/Istirahat Klien bekerja sebagai guru SD. Klien senang bercakap-cakap. Akktivitas di waktu senggang neliputi membaca, mengobrol dengan orang sekitar. Waktu tidur tidak tentu, klien merasa cukup dengan tidurnya, dan tidak merasa sulit tidur. Namun akhir-akhir ini klien tidak dapat tidur kurang lebih sejak pukul 2 dini hari hingga subuh karena sakit pada area selangkangan. Klien terlihat sedikit lemas, dan sering merasa bosan karena sudah berada di RS sejak lama. Keadaan umum baik, kesadaran compus mentis, rentang gerak baik, deformitas (-), tremor (-), postur saat berdiri kaki agak mengangkang, kekuatan otot. 2. Sirkulasi Tidak ada riwayat hipertensi / sakit jantung pada klien. Edema periorbital (-), edema ekstremitas (-), kesemutan (-), kebas (-). TD: 100/70 mmHg, MAP: 80 mmHg, Frekuensi nadi: 80x/menit, Suhu: 36◦C. Bunyi jantung S1 & S2, murmur (-), gallop (-). Warna kulit pada telapak tangan pink kemerahan, pengisian kapiler <2 detik konjungtiva an anemis, membran mukosa oral pink, sklera an ikterik. 3. Eliminasi Pola BAB 4-5x sehari, tertampung dalam kantong kolostomi pada kuadran kiri bawah abdomen, flatus (+). Karakter feses coklat muda, konsistensi (saat pengkajian) lunak, namun klien mengatakan konsistensi kadang tidak tentu, kadang cair, kadang lunak. Kantong kolostomi diganti hampir setiap ada feses karena klien merasa tidak nyaman. Klien merasa masih belum terbiasa dengan pola BAB saat ini, klien ingin frekuensi BAB seperti orang normal, 1-2x sehari. Klien mengatakan malu terkadang flatusnya keluar tiba-tiba. Kantong kolostomi yang dimiliki klien terdapat 3 jenis, salah satunya adalah buatan klien sendiri dengan menggunakan plastik bening, dibuat lubang sesuai ukuran stoma (40-45mm), kemudian diberi double-tip untuk merekatkan ke abdomen. Kondisi stoma: pink kemerahan, lembap, stoma
19
menonjol ±0,5 cm, tidak terjadi iritasi pada kulit sekitar stoma. Kulit peristomal tampak kering sedikit kehitaman, tidak ada kemerahan, tidak ada benjolan, tidak ada bentukan jaringan scar. Luka pada kulit di pinggir stoma ± 0,3 cm, pus (-), darah (-). Pola BAK 5-6x/hari, dilakukan secara mandiri di kamar mandi. Urin berwarna kuning jernih. Klien mendapat pantangan untuk membasuhkan air di area selangkangan karena klien sedang mendapat terapi radiasi (mengenai area tersebut), namun sering dilanggar karena klien merasa tidak bersih hanya dengan tissue yang dibasahkan. 4. Makanan/Cairan Diet yang diberikan adalah diet Makan Biasa (MB) pantang pedas 1700 kkal/hari. Klien mengatakan jika tidak sedang mual ia dapat menghabiskan seluruh porsi makanannya, namun jika mualnya kambuh, ia bisa tidak makan sama sekali di pagi hari, hanya habis setengah porsi di siang hari, dan 3/4 porsi pada malam hari. Klien mengatakan tidak suka makan yang manis-manis saat ini karena merasa mual. Klien mengatakan dalam satu hari dapat minum ± 1800 hingga 2640 cc air putih (hitungan 1 botol air minum). Berat badan klien SMRS 51 kg, 1 minggu sebelum pengkajian 44 kg, berat saat ini 41 kg. TB: 160 cm. IMT: 16,20kg/m2 . LILA: 20 cm. Klien sedang mendapat terapi radiasi, hari ke 20. 5. Hygiene Klien mandi 2x sehari di kamar mandi, namun hanya mengelap badan (karena area selangkangan dan lateral kanan abdomen tidak boleh dibasuh air). Klien menggunakan pembalut karena terkadang keluar cairan dan lendir dari anusnya. Klien menggosok gigi setiap mandi pagi dan sebelum tidur, serta mengganti pakaiannya setiap hari. 6. Neurosensori Klien tidak mengeluhkan sakit kepala, status mental baik, kesadaran compus mentis, orientasi waktu, tempat dan orang: baik, klien kooperatif, memori saat ini dan masa lalu baik, penggunaan alat bantu baca (-), lensa kontak (-), alat bantu dengar (-), pupil isokor, reaksi pupil 2mm/2mm. 7. Nyeri Klien mengeluhkan nyeri pada area selangkangan, dengan skala 23. Biasanya terasa lebih sakit di malam hari, menyebabkan klien terbangun dini hari. Klien terlihat mengerutkan muka saat nyeri datang.
20
Klien tampak berjalan perlahan dan mengangkang, dan melindungi area yang sakit saat berbaring di tempat tidur. 8. Pernapasan Klien tidak mengeluhkan sesak, tidak ada riwayat merokok. Klien tidak sedang batuk, bunyi napas vesikuler, wheezing (-), ronki (-), krekels (-), RR:18x/menit, tidak ada penggunaan otot bantu napas, klien asianosis. 9. Keamanan Klien tidak memiliki riwayat alergi, suhu badan 36◦C, integritas kulit baik, hanya pada bokong, perut dan selangkangan tampak kering, dan kehitaman. Kulit pada area selangkangan tampak mengelupas dan kemerahan. 10. Interaksi Sosial Klien berinteraksi dengan sesama pasien di kamar rawat dengan baik. Pada saat maghrib (setelah sholat) klien memandu pasien yang ada di kamar untuk mengaji. Pasien yang ada di sebelah Ny. R merasa senang dengan keberadaan Ny. R yang dapat dijadikan teman ngobrol, berbagi cerita serta memberikan support.
3.2 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang pada Ny.R meliputi: 1. Pemeriksaan Laboratorium (4 Mei 2019) Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Laboratoriom Ny. R Jenis Pemeriksaan
Nilai
Keterangan
Hemoglobin
11,5 g/dl
Menurun
Hematokrit
36%
Menurun
Eritrosit
4,3 juta/ul
Normal
Leukosit
4300/ul
Menurun
Trombosit
227.000/ul
Normal
Hematologi:
21
MCV
84fL
Normal
MCH
27 pg
Normal
MCHC
32 g/dl
Normal
SGOT
14 U/L
Normal
SGPT
10 U/L
Normal
Ureum
21 mg/dL
Normal
Kreatinin
0,7 mg/dL
Normal
Na
141 mmol/L
Normal
K
4,3 mmol/L
Normal
Cl
101 mmol/L
Normal
Kimia Klinik
2. Pemeriksaan Histopatologi (27 Maret 2013) Hasil: Rektosigmoid adenocarcinoma poorly differentiated 3. Pemeriksaan MSCT-Scan abdomen (22 Maret 2013) Hasil: Massa isodens inhomogen daerah rectosigmoid yang berbatasan langsung dengan uterus dan memberikan enchancement inhomogen, hepatomegali ringan, suspek metastase ke lien, gambaran ileus obstruktif partial, MSCT-scan gallbladder, pancreas, ginjal dan vesica urinaria dalam batas normal. 3.3 Daftar Terapi Medis Tabel 3.2 Daftar Terapi Medikasi Ny. R Nama Obat (Jam)
Rute
Frekuensi
Waktu Pemberian
Rantin
Oral
2x1
18.00, & 06.00
Tramadol
Oral
3x1
12.00, 18.00, & 06.00
Neurobion
Oral
2x1
18.00, & 06.00
Sangobiad
Oral
2x1
18.00, & 06.00
Meloderm
Topikal
2x1
18.00, & 06.00
22
Radiocare
Topikal
1x1
06.00
Xeloda
Oral
2x2
20.00 & 07.00
3.4 Analisa Data Tabel 3.3 Analisa Data dan Masalah Keperawatan Ny. R No Data Keperawatan 1
Masalah
DS: Klien mengatakan Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh - Mual, tidak nafsu makan - Sering tidak sarapan, makan siang hanya habis 1/2 porsi, makan malam tidak habis satu porsi - Merasa berat badannya menurun, sebelum masuk RS BB 51 kg, seminggu lalu 44 kg DO:
- Klien tampak kurus - BB: 41 kg, TB: 160 cm, IMT: 16,02 kg/m2 - LILA: 20 cm - Klien mengalami penurunan BB sebanyak 3 kg dalam satu minggu (dari 44 kg menjadi 41 kg) - Klien mendapat terapi radiasi, hari ke 20 - Klien mendapat kemoterapi oral, hari ke 1 Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
2. DS: klien menyatakan Kulit
Kerusakan Integritas
- Sakit pada kulit dekat stoma dan selangkangan, kulit juga terasa kering - kadang tetap membasuh selangkangan dengan air karena merasa kurang bersih jika hanya dengan tisu basah
23
DO:
- Kulit pada area perut dan selangkangan tampak kehitaman dan
kering - Tampak luka pada kulit pinggiran stoma berukuran ± 0,3 cm, pus (-), darah (-) - Terdapat kulit yang kemerahan dan mengelupas pada area selangkangan - Kien mendapat terapi radiasi, hari ke 20 Kerusakan Integritas Kulit - Klien tampak berjalan perlahan dan mengangkang 3
DS: Klien mengatakan:
nyeri akut
nyeri pada area selangkangan, serta nyeri pada area luka di pinggiran stoma jika dipegang atau terkena gesekan DO: - Skala nyeri 2 pada selangkangan jika menggerakkan kaki - Skala nyeri 2-3 pada luka di pinggiran stoma jika dipegang, ditekan atau terkena gesekan - Klien tampak berjalan perlahan dan mengangkang - Klien tampak melindungi area yang sakit saat berbaring di tempat tidur 4
DS: Klien mengatakan (Gangguan eliminasi fekal)
Inkontinensia alvi
- Sering BAB tiba-tiba dengan waktu yang tidak tentu - Frekuensi BAB dalam sehari 4-5x - Ingin BAB hanya 1-2x sehari seperti orang normal - Merasa terganggu dengan pola eliminasinya saat ini DO: - Klien memiliki stoma/kolostomi pada abdomen kuadran kiri bawah - Bising usus 5x/menit 5
DS: Klien mengatakan
gangguan eliminasi urin
- Sering bolak balik kamar mandi untuk BAK
24
- Merasa bingung kenapa ia jadi sering BAK - BAK 5-6x sehari DO: - Klien mendapat terapi radiasi di area abdomen bawah, hari ke 20 3.5 Rencana Asuhan Keperawatan 1. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 x 24 jam, klien menunjukkan tanda-tanda: - Klien menghabiskan satu porsi makan pagi, siang dan malam setiap harinya - Klien tidak mengalami penurunan BB - Adanya penambahan BB, IMT target: 16,5 kg/m2 Intervensi mandiri: - Pantau asupan makanan setiap hari. Rasional: mengidentifikasi kekuatan/defisiensi nutrisi berdasarkan asupan makanan - Timbang BB serta hitung IMT berkala. Rasional: Mengidentifikasi status nutrisi klien berdasarkan perhitungan IMT - Awasi anoreksia, mual, muntah dan catat kemungkinan hubungan dengan terapi dan obat. Awasi frekuensi, volume dan konsistensi feses. Rasional: mempengaruhi pilihan diet dan mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan pemasukan nutrisi - Dorong dan berikan periode istirahat yang sering. Rasional: Membantu menghemat tenaga, dan menurunkan kebutuhan metabolik - Motivasi oral hygiene. Rasional: Meningkatkan nafsu makan - Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, makan bersama keluarga yang menunggu / berkunjung, atau pasien lain di ruangan. Rasional: Membuat kondisi makan yang lebih menyenangkan dan dapat meningkatkan masukan nutrisi Intervensi kolaborasi: - Rujuk ke ahli gizi untuk penentuan komposisi diet. Rasional: Memberi bantuan perencanaan diet dengan nutrisi adekuat - Berikan medikasi anti emetic sesuai indikasi. Rasional: mengurangi rasa mual - Awasi pemeriksaan lab seperti BUN, protein serum, albumin. Rasional: nilai yang rendah menunjukkan adanya malnutrisi. 2. Kerusakan Integritas Kulit Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien menunjukkan tanda-tanda: - Integritas kulit membaik: kulit dalam kondisi lembap dan tidak kering, tidak ada kulit yang mengelupas dan kemerahan
25
- Tidak terjadi lecet atau luka baru pada kulit Intervensi mandiri: - Pantau kondisi kulit, area yang terkena terapi radiasi serta kulit di sekitar kantong kolostomi. Rasional: Mengidentifikasi kondisi integritas kulit untuk menentukan terapi yang diberikan. - Beri perawatan kulit dengan sering, minimalkan kelembapan akibat ekskresi dari stoma. Rasional: terlalu kering atau lembap, dapat merusak kulit dan menciptakan kondisi bagi mikroorganisme untuk mempercepat kerusakan (terutama dalam kondisi lembap) - Pantau kondisi stoma, edukasi klien terkait karakteristik stoma yang sehat dan tidak sehat, dan cara membersihkannya. Rasional: Membantu klien mengenali tanda awal luka atau infeksi, infeksi pada stoma akan berpengaruh pada kulit di sekitar stoma Intervensi Kolaborasi: - Beri & oleskan cream radiasi pada kulit yang terkena radiasi serta lotion untuk kulit yang menjadi tempat perekatan dengan katong kolostomi, berikan bedak bila perlu. Rasional: menjaga kelembapan kulit dan mencegah tumbuhnya jamur pada skin barrier kantong kolostomi. 3. Nyeri Akut Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien menunjukkan tanda-tanda: - Skala nyeri berkurang menjadi 0-1 pada area selangkangan, skala 0-1 pada luka di pinggiran stoma - Klien dapat melakukan teknik relaksasi tarik napas dalam dengan baik dan benar Intervensi mandiri: - Observasi dan catat lokasi nyeri, berat (skala 0-10), frekuensi dan presipitasi nyeri. Rasional: Membantu membedakan penyebab nyeri dan memeberikan informasi tentang kemajuan/perbaikan luka, terjadinya komplikasi, dan keefektifan intervensi. - Ciptakan lingkungan yang kondusif untuk relaksasi dengan meredupkan lampu, mengurangi tingkat kebisingan, membatasi pengunjung, anjurkan klien untuk istirahat dengan posisi yang nyaman menurut klien. Rasional: Memberikan rasa nyaman pada klien. - Anjurkan menggunakan teknik relaksasi latihan napas dalam. Rasional: Menggunakan istirahat, memusatkan kembali perhatian dapat meningkatkan koping 4. Inkontinensia Alvi Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien menunjukkan tanda-tanda: - Pengeluaran feses dapat dikendalikan, 1-2x sehari
26
- Terbentuknya kebiasaan defekasi rutin yang teratur Intervensi mandiri: - Kaji pola BAB klien setiap hari. Rasional: mengetahui pola eleminasi klien serta respon klien - Edukasi dan demonstrasi cara irigasi kolostomi sederhana. Rasional: mengajarkan cara melakukan irigasi sederhana, agar klien dapat melakukan irigasi meskipun tidak berada di RS - Evaluasi respon klien setelah dilakukannya irigasi sederhana. Rasional: mengetahui perasaan klien terhadap proses irigasi dan tindak lanjut selanjutnya yang diinginkan klien - Bantu lakukan irigasi kolostomi teratur setiap hari jika memungkinkan. Rasional: membantu klien dalam membiasakan diri melakukan irigasi kolostomi sebelum dirinya mampu secara mandiri 5. Gangguan Eliminasi Urin Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 5 x 24 jam klien menunjukkan tanda-tanda: - Klien tidak mengeluhkan terkait frekuensi BAKnya - Kebutuhan cairan klien terpenuhi dengan baik Intervensi mandiri: - Monitor intake dan output cairan. Rasional: deteksi dini ketidakseimbangan cairan tubuh akibat peningkatan frekuensi BAK - Monitor frekuensi, jumlah dan karakteristik urin saat BAK. Rasional: membantu mengidentifikasi status keseimbangan cairan tubuh klien. - Motivasi klien untuk menekan atau menahan urinasi semampu klien. Rasional: Mempertahankan kemampuan kandung kemih dan sfingter uretra untuk menahan urin - Edukasi klien untuk minimalkan minum sebelum tidur di malam hari. Rasional: Meminimalkan gangguan untuk tidur - Edukasi klien terkait penyebab gangguan pola eliminasi BAK. Rasional: Memberikan ketenangan pada klien, agar klien tidak merasa terganggu dengan kondisi saat ini.
27
BAB IV PEMBAHASAN KASUS Ny. R (31 tahun) menderita kanker kolorektal (berdasarkan pemeriksaan histologi 27 Maret 2019 tampak adenocarcinoma pada kolon sigmoid dan rektum), dan dilakukan tindakan pembedahan loop colostomy pada Ny. R pada tanggal 5 April 2019. Hal ini sejalan dengan fakta yang disampaikan Simanjuntak dan Nurhidayah (2007) bahwa alasan paling sering dilakukan tindakan kolostomi adalah karena adanya karsinoma pada kolon dan rektum. Tindakan pembedahan loop colostomy pada Ny. R untuk memungkinkan feses keluar dari kolon, sementara kanker pada rektum dan sigmoid dihancurkan melalui terapi radiasi dan kemoterapi, dengan harapan jika nanti sel kanker telah mati, kolon akan dikembalikan seperti semula dan Ny. R dapat BAB melalui anus kembali. Tindakan pembedahan reseksi tidak dilakukan karena dari interpretasi MSCT abdomen kanker suspek metastasis ke Klien. Etiologi kanker kolorektal pada Ny. R meliputi adanya riwayat polip yang terdapat pada anal, klien dulu sering mengeluhkan sulit BAB, konsistensi feses yang selalu padat. Klien juga tidak suka mengkonsumsi sayuran, namun suka sekali mengkonsumsi daging. Klien tidak gemar melakukan berolahraga. Black & Hawks (2009) menyebutkan bahwa polip dapat menjadi satu faktor resiko dari terjadinya kanker rektal. Stewart & Kleihues (2003) dalam Ruddon (2007) menyebutkan bahwa kurangnya konsumsi buah dan sayur merupakan faktor utama dari terjadinya kanker rektal. Klien juga sering mengkonsumsi daging, yang dapat menyebabkan feses mengandung banyak lemak dan memicu aktivasi bakteri penghasil asam karsinogen (Newton, 2009). Evakuasi feses yang lama menyebabkan feses tertahan dalam rektum dalam waktu lama, yang dapat menyebabkan keluarnya efek karsinogen dari toksin pada feses (Corwin, 2001). Penatalaksanaan kanker kolorektal secara medis adalah melalui terapi radiasi dan kemoterapi, sedangkan secara bedah adalah dilakukan tindakan reseksi atau pembuatan kolostomi (Smeltzer & Bare, 2002; Zhang, 2008). Ny. R mendapat penatalaksanaan seperti yang disebutkan di atas, yakni pembedahan kolostomi, terapi radiasi, dan kemoterapi. Efek samping dari kemoterapi dan radiasi menurut Zhang (2008) adalah mengganggu metabolisme sel yang sehat, ditunjukkan dengan rambut rontok, stimulasi pusat mual (timbul rasa mual dan muntah) serta mengganggu pembentukan sel darah merah oleh tulang belakang. Dalam kasus ini, Ny. R memang mengeluhkan mual (+), muntah (-). Ny. R sering tidak nafsu makan, bahkan mengalami penurunan berat badan hingga 3kg dalam seminggu terakhir. Ny. R mendapat terapi medikasi anti emetik Ondansentron 8 mg, 2 x 1, pukul 18.00 dan 06.00. Terkait dengan gangguan pembentukan sel darah merah, hal ini juga dialami oleh Ny. R meskipun dari manifestasi klinis tidak sampai
28
terlihat. Pemeriksaan laboratorium pada tanggal 4 Mei 2013 menunjukkan bahwa Hb klien di bawah normal (11,5 g/dL, normalnya 12-16 g/dL), dan Ht di bawah normal (36%, normalnya 37-47%). Penurunan komponen darah ini diimbangi dengan asupan suplemen penambah darah sangobiad 2 x 1 tab (pukul 18.00 dan 06.00). Tjokronagoro (2004) memaparkan bahwa reaksi antara H2O dan pengion dari radiasi akan berefek pada kerusakan sel akibat ion H dan OH yang terionisasi menjadi tidak stabil dan bersifat radikal. Ion H dan OH ini dapat merusak sel dan menyebabkan kematian sel. Oleh karena itu interaksi antara air dan kulit yang terkena radiasi harus dihindari. Namun, pada kasus, Ny. R merasa tidak nyaman bila setelah BAK tidak dibersihkan dengan air, akhirnya kulit pada selangkangan menjadi iritasi, kemerahan dan mudah mengelupas. Edukasi telah diberikan terkait efek air pada kulit, dan cara membersihkan BAK hanya dengan tisu dan minimalisir terkena ke kulit selangkangan. Klien juga diingatkan untuk tidak menggunakan celana yang ketat agar meminimalkan gesekan dengan kulit di selangkangan. Ny. R akhirnya menggunakan celana yang longgar, dan sering tidak menggunakan celana dalam (hingga area di selangkangan tidak terasa nyeri). Klien juga tidak membasuh selangkangan dengan air sehabis BAK, hanya mengelap area perineal dengan tisu. Ny. R menggunakan kantong kolostomi buatan sendiri yang terbuat dari plastic 1/4 kg yang dilubangi untuk letak stoma, kemudian direkatkan menggunakan double-tip. Alasan klien menggunakan kantong buatannya sendiri adalah karena merasa lebih nyaman, dan ia sering mengganti kantong kolostominya (sehari bisa 3 kali ganti) sehingga tidak membutuhkan uang yang mahal untuk mengganti kantong kolostominya. Penulis belum menemukan penelitian terkait kantong kolostomi buatan sendiri. Namun pada aplikasinya, tidak ada masalah yang terjadi pada klien akibat penggunaan kantong kolostomi. Edukasi telah diberikan terkait ukuran lubang kantong kolostomi kepada klien dan keluarga. Ukuran lubang kantong yang dibuat sudah sesuai dengan kriteria stoma Ny. R, yang secara teori, ukuran lubang kolostomi harus sesuai dengan stoma, dapat diberi kelonggaran maksimal 1/8 inci atau sekitar 0,3 cm (Canada Care Medical, n.d). Ny. R mengganti kantong kolostominya hampir setiap ada keluaran feses, jika dalam sehari ia BAB 4-5 kali, ia bisa mengganti kantong kolostominya sebanyak 3 kali. Hal ini sudah sesuai dengan teori, bahwa kantong kolostomi harus dikosongkan atau diganti jika sudah 1/3 atau 1/2 penuh (Truven Health Analytics, 2012). Penggantian kantong kolostomi disertai dengan membersihkan stoma. Stoma cukup dibersihkan dengan air, hindari penggunaan sabun karena dapat mengiritasi (Truven Health Anaytics, 2012). Klien dalam hal ini sudah diberikan edukasi terkait cara membersihkan stoma, klien juga tidak menggunakan sabun saat membersihkan stoma. Klien juga telah mempertahankan kulit di sekitar stoma agar tidak terlalu lembap atau basah.
29
Ny. R kini telah melewati satu bulan pasca pembedahan kolostomi. Truven Health Analytics (2012) menyampaikan bahwa komplikasi stoma paling banyak muncul pada tahun pertama pasca pembedahan. Oleh karena itu Ny. R diberikan edukasi terkait kondisi stoma sehat dan tidak sehat diberikan kepada Ny. R & keluarga agar pasien dapat membantu mengidentifikasi sendiri kondisi stomanya. Evaluasi dari pemberian edukasi ini ialah, Ny. R dapat memahami dan menyebutkan kembali tanda stoma yang sehat dan tidak sehat & dibekali media leaflet (disertai gambar) untuk dibawa pulang. Kondisi stoma Ny. R sendiri saat ini baik, berwarna pink kemerahan, lembap dan mengkilat, tidak mengerut, <5 cm, menonjol produksi feses (+), flatus (+), tidak ada perdarahan. Hal ini sesuai dengan ciri stoma sehat yang disampaikan oleh Borwel (2011), dimana stoma yang normal akan terlihat merah atau pink terang, lembap, tidak mengerut dan tampak seperti membran mukosa oral. Ny. R mengeluhkan terkait pola BAB nya dan menginginkan hanya 1 sampai 2 kali BAB dalam sehari seperti individu lainnya. Dalam hal ini perawat harus membantu klien dalam mengembalikan pola eliminasinya yaitu dengan cara irigasi kolostomi. Klien saat dilakukan irigasi kolostomi sedang dalam kondisi belum BAB sejak 1 hari yang lalu (BU 3x/menit, lemah). Klien merasa tidak nyaman pada perutnya. Saat dilakukan stoma tuse terdapat tahanan di dalam kolon. Irigasi dilakukan sama seperti yang seharusnya, yakni dengan memasukkan sejumlah air dengan suhu yang sama dengan tubuh (hangat) (Putri, 2011). Alat yang dapat digunakan untuk proses irigasi kolostomi meliputi kontainer atau wadah untuk air hangat yang akan dialirkan, tube (selang untuk mengalirkan cairan), cone dan plastic sleeve (Burch, 2013). Namun pada prakteknya, irigasi dilakukan secara sederhana dengan memodifikasi alat. Kontainer yang digunakan diganti dengan plabot NaCl 500cc kosong, kemudian selang yang digunakan diganti dengan selang infus dan foley kateter (disambungkan dan difiksasi dengan plester), kemudian plastic sleeve tidak digunakan karena aliran dari stoma langsung dialirkan ke bengkok besar. Kelemahan lainnya ialah posisi klien seharusnya duduk, agar nanti cairan irigasi dapat mudah keluar dari kolon dan stoma, namun karena klien tidak nyaman duduk maka irigasi dilakukan sambil berbaring dan posisi klien agak miring ke kiri. Air hangat yang dimasukkan ± 100cc dengan selang yang telah masukkan ke dalam stoma sejauh ± 7-8cm. Air tampak langsung mengalir dari stoma ke bengkok, feses (-), lendir (-). flatus (-). Kemudian air dicoba dimasukkan kembali dengan menggunakan spuit 50 cc langsung ke dalam stoma, hal yang sama tetap terjadi. Irigasi kemudian dihentikan karena dirasakan belum efektif dan klien merasa tidak nyaman. Stoma pun dibersihkan, begitu dengan kulit di sekitarnya, kemudian kantong kolostomi yang baru dipasang. Alat pun dibersihkan dan dibereskan. Dua puluh menit setelah proses irigasi, mahasiswa kembali mengevaluasi respon klien. Klien mengatakan telah BAB sekitar 10 menit setelah proses irigasi
30
selesai, saat didatangi klien telah mengganti kantong kolostominya dan terdapat keluaran feses pada stoma dengan konsistensi padat, dan berwarna kehitaman (efek suplemen penambah darah yang dikonsumsi klien). Klien merasa senang dan nyaman dengan perutnya saat ini. Irigasi kolostomi yang telah dilakukan pada klien Ny. R belum dapat membuat pola eliminasi klien menjadi satu hingga dua kali dalam sehari namun telah terbukti dapat mengatasi masalah konstipasi yang dialami klien.
31
BAB 5 PENUTUP
32
DAFTAR PUSTAKA Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika Suratun & Lusianah. 2010. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media LeMone Priscilla, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC