Burung Hantu

  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Burung Hantu as PDF for free.

More details

  • Words: 2,717
  • Pages: 10
BURUNG HANTU, SAHABAT PEKEBUN KELAPA SAWIT DALAM MENGENDALIKAN HAMA TIKUS Friday, 02 May 2008 BURUNG HANTU, SAH AB AT PE KEBUN K ELA PA SA WIT DA LAM MENG ENDALIK AN HAMA TIKUS ole h Heru Tri Widarto

hantu! Baca selengkapnya...

BURUNG HANTU S

Pusing mengatasi serangan tikus di lahan perkebunan kelapa sawit anda? Dalam menghadapi masalah, ada pemeo yang mengatakan “serahkan pada ahlinya”. Lalu, siapa ahli dalam mengendalikan tikus di kebun kelapa sawit? Tentu saja, burung

EBA GAI MU SUH AL AMI TIKUS

Kegiatan budidaya tanaman perkebunan tidak terlepas dari serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Salah satu hama utama pada beberapa komoditas unggulan perkebunan adalah tikus. Beberapa spesies tikus yang sering menjadi hama pada tanaman perkebunan, antara lain adalah Rattus rattus tiomanicus, R. r. exulans, R. r. argentiventer dan R. rattus diardii pada kebun kelapa sawit serta Bandicota indica, R. r. argentiventer, dan R. r. exulans pada kebun tebu. Pengendalian hama tikus secara terpadu umumnya dilakukan dengan memadukan cara-cara mekanis seperti perburuan (gropyokan), kimiawi maupun biologis menggunakan musuh alami. Salah satu musuh alami yang dikenal sangat efektif dalam pengendalian tikus adalah burung hantu putih, Tyto alba. Burung hantu tersebar hampir di seluruh bagian dunia. Di Indonesia sendiri, selain T. alba yang berasal dari Famili Tytonidae, juga terdapat beberapa genus dari Famili Strigidae, seperti: Otus, Bubo, dan Ninox. Walaupun telah dikenal jauh sebelumnya, T. alba baru dideskripsikan secara resmi pada tahun 1769 oleh seorang naturalis berkebangsaan Italia bernama Giovanni Scopoli. Nama spesies alba dipilih berdasarkan warna bulu badannya yang putih. Nama lain dari T.alba antara lain adalah: burung hantu muka monyet, burung hantu kerdil, burung hantu emas, burung hantu perak, burung hantu malam, burung hantu tikus, burung hantu pemekik, burung hantu jerami dan burung hantu cantik.

BIO-E KO LO GI BURUN G HANTU Klasifikasi bio

logi

Kerajaan

:

Animalia

Filum

:

Chordata

Sub Filum

:

Vertebrata

Kelas

:

Aves

Ordo

:

Strigiformes

Famili

:

Tytonidae

Sub Famili

:

Tytoninae

Genus

:

Tyto

Spesies

:

Tyto alba

Sub spesies

:

di seluruh bagian dunia terdapat 35 sub species, dua diantaranya terdapat di Indonesia, yakni : T. alba deliculata di Pulau Timor, T. alba javanica di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, Pulau Jawa dan Pulau Kangean.

Su b spesi es T. al ba lain nya (ti dak ter dapat di Indon esia secara alam i): T. a. alba, T. a. gutata, T. a. ernesti, T. a. affinis, T. a. schmitzi, T. a. gracilirostris, T. a. detorta, T. a. thomensis, T. a. hypermetra, T. a. erlangeri, T. a. stertens, T. a. sumbaensis, T. a. meeki, T. a. crassirostris, T. a. interposita, T. a. lulu, T. a. pratincola, T. a. lucayana, T. a. furcata, T. a. glaucops, T. a. nigrescens, T. a. insularis, T. a. guatemalae, T. a. contempta, T. a. subandeana, T. a. hellmayri, T. a. bargei, T. a. tuidara, T. a. punctatissima, T. a. poensis, T. a. bondi, T. a. niveicauda, T. a. hauchecorni.

Be bera pa sp esies dari Famil i Str igid ae dan seba rannya di Ind

onesia:

Otus angelinae, O. lempiji (Jawa), O. alfredi (Flores), O. magicus (Maluku), O. beccari (Biak), O. manadensis (Sulawesi), O. colari (Sangihe), O. umbra (Simeuleu), O. mentawi (Mentawai), Bubo sumatranus (Sumatera), Ketupa ketupa (Sumatera), Ninox sp. (Sumba), N. squampilia (Maluku).

Pertela an - Morfolo gi umum Badan bagian atas berwarna abu-abu terang dengan garis-garis gelap dan bintik-bintik pucat yang tersebar pada bulu-bulunya. Pada sayap dan punggung terdapat bintik-bintik lusuh. Badan bagian bawah berwarna putih dengan beberapa bintik-bintik hitam (terkadang tidak ada). Bulu-bulu pada kaki bagian bawah biasanya jarang (tipis). Bentuk muka menyerupai jantung berwarna putih dengan tepi berwarna kecoklatan dan pada tepi lingkar mata terdapat bintikbintik berwarna coklat. Iris mata berwarna hitam. Kaki berwarna putih kekuning-kuningan sampai kecoklatan (Gambar 1). Ukuran tubuh jantan dan betina biasanya hampir serupa. Betina dan anakan lebih banyak memiliki bintik-bintik gelap.

- Ukur an tubuh Ukuran tubuh antara jantan dan betina hampir serupa, namun demikian biasanya betina memiliki ukuran tubuh sedikit lebih besar daripada jantan. Ukuran tubuh betina: -

Rentang sayap: ± 110 cm

-

Berat badan: ± 570 gr

Panjang badan: 34 – 40 cm

Ukuran tubuh jantan: -

Panjang badan: 32 – 38 cm

-

Rentang sayap: ± 107 cm

-

Berat badan: ± 470 gr

- Sua ra Suara yang sering dikeluarkan oleh T. alba adalah cicitan serak (parau). Panggilan kawin (cumbuan) dari individu jantan berupa cicitan yang melengking dan berulang-ulang. Pada saat kembali ke sarang, individu dewasa terkadang mengeluarkan suara parau seperti suara katak. Jika dikejutkan, T. alba mengeluarkan desisan, cicitan dan suara gemeretak keras yang dilakukan dengan cara menggerak-gerakkan lidahnya. - Perkem bang biakan Seperti halnya jenis burung yang lain, masa perkembangbiakan adalah masa yang sangat penting bagi burung hantu putih. Tidak seperti jenis-jenis burung yang lain, T. alba merupakan jenis burung yang bersifat monogami. Seekor jantan selalu berpasangan dengan seekor betina yang sama.

Burung hantu dapat berkembang biak sepanjang tahun, tergantung kecukupan suplai makanan. Jika kondisi lingkungan memungkinkan, sepasang T. alba dapat berbiak dua kali dalam setahun. Pada daerah temperata dan sub Artik, perkembangbiakan (perkawinan dan peletakan telur) terjadi pada musim semi. Populasi tikus yang tinggi di suatu daerah dapat memacu perkembangbiakan populasi T. alba secara dramatis. Dalam satu musim, kawin individu betina T. alba dapat menghasilkan telur sebanyak 3 – 6 butir (terkadang dapat mencapai 12 butir) dalam interval 2 hari. Telur berwarna putih dan

berbentuk bulat oval. Panjang telur 38 – 46 mm dengan lebar 30 – 35 mm. Telur dierami segera setelah telur pertama diletakkan dengan lama pengeraman 30 – 34 hari. Karena peletakan telur berlangsung dalam interval beberapa hari, maka penetasannya pun tidak bersamaan. Hal ini menyebabkan terjadinya gradasi ukuran tubuh anakan yang baru menetas. Anakan dengan ukuran tubuh terbesar biasanya memperoleh suplai makanan yang lebih banyak dari induknya. Akibatnya, jarang sekali ditemukan seluruh anakan yang menetas dalam satu sarang pada periode yang sama akan bertahan hidup, kecuali sumber makanan di sekitar sarang sangat banyak. Umumnya, anakan yang paling kecil (yang menetas terakhir) akan mati atau bahkan dibunuh oleh anakan yang lebih besar (lebih tua). Kelihatannya, hal ini merupakan strategi bertahan hidup yang ganjil, namun justru menjamin kelangsungan hidup suatu keluarga T. alba secara keseluruhan. Apapun kondisi ketersediaan makan yang ada di sekitar sarang, beberapa anakan akan bertahan hidup dan menghasilkan keturunan di masa yang akan datang. Jika semua anakan diberi jumlah makanan yang sama, resiko kematian anakan akan semakin besar terutama pada masa paceklik makanan. Anakan T. alba (Gambar 2) berbulu putih dan diasuh oleh induknya selama sekitar 2 minggu dan disapih setelah 50 – 55 hari. Setelah itu, anakan tetap berada di sarang induknya selama lebih kurang satu minggu untuk belajar berburu, kemudian menyebar di areal sekitar sarang induknya itu. T. alba muda dapat berbiak setelah berumur sekitar 10 bulan. - Mortalitas

T. alba merupakan burung berumur pendek. Angka kematian tertinggi terjadi pada tahun pertama kehidupan mereka, dengan rata-rata harapan hidup 1 – 2 tahun. T. alba tertua yang ditemukan di Amerika Utara mencapai umur 11 tahun 6 bulan, sedangkan yang ditemukan di Belanda dapat mencapai umur 17 tahun 10 bulan.

- Habitat dan pe

rilaku

T. alba dapat hidup hampir di semua tipe (jenis) habitat. Namun demikian, biasanya T.

alba ditemukan hidup di lahan-lahan terbuka yang ditumbuhi pepohonan. T. alba sangat jarang ditemukan di hutan yang tertutup. Biasanya, burung hantu aktif pada malam hari. Namun demikian, terkadang aktif pada senja hari dan dini hari, bahkan sesekali bisa dijumpai sedang terbang pada siang hari. Pada siang hari, T. alba biasanya berdiam diri pada lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunan-bangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat. - Distribusi pop

ulasi

T. alba merupakan jenis burung yang tersebar hampir di seluruh bagian dunia (kosmopolitan). Populasi burung ini dapat ditemukan di seluruh benua (kecuali Antartika), termasuk di seluruh wilayah Australia dan Tasmania. T. alba juga dapat ditemukan di sebagian besar wilayah Inggris Raya dan sebagian besar Eropa daratan, sebagian besar wilayah Asia Selatan, Tenggara dan Barat, sebagian besar benua Afrika dan sebagian besar wilayah Amerika Utara. Di Amerika Selatan, T. alba dapat ditemukan di daerah padang rumput dan di kepulauan Oceania, seperti kepulauan Galapagos. Peta penyebaran T. alba dapat dilihat pada Gambar 3. - Jenis mangsa

T. alba mengkhususkan diri untuk memangsa mamalia kecil yang hidup di permukaan tanah. Makanan utama T. alba adalah hewan pengerat (rodentia) kecil. Di Australia, makanan pokok T. alba adalah mencit (Mus musculus), sedangkan di Amerika dan Eropa adalah tikus ladang, cecurut, mencit dan tikus rumah. Mangsa lain dari T. alba adalah kelinci, kelelawar, katak, kadal, beberapa jenis burung lain dan serangga. Jenis-jenis mangsa tersebut biasanya didapatkan pada areal terbuka, terutama pada padang rumput. T. alba seringkali terlihat bertengger pada tempat-tempat yang agak tinggi untuk mengintai mangsanya.

Fisiolo gi Seperti telah disebutkan pada bab sebelumnya, T. alba aktif pada malam hari. Untuk

mendukung perilaku seperti ini, diperlukan indera penglihatan dan pendengaran yang sangat peka. Bagian ini menguraikan keunggulan-keunggulan fisiologis T. alba sebagai predator yang aktif mencari mangsa pada malam hari dan perilakunya. - Kemam puan ter bang Strategi perburuan dari T. alba sangat berbeda dengan jenis-jenis burung predator yang lain. Burung-burung predator lain, mengandalkan kecepatan dan kejutan untuk mendatangi dan menangkap mangsa. Dalam perburuan mangsa, T. alba sangat bergantung pada cara terbangnya yang tanpa suara dan pada pendengarannya yang sangat tajam. Suara yang timbul akibat pergerakan sayap, diredam oleh semacam lapisan yang tampak seperti beludru pada permukaan bulu-bulu sayapnya. Selain itu, tepi sayap T. alba memiliki jumbai-jumbai yang sangat halus yang juga berfungsi untuk meredam bunyi kepakan sayap. Cara terbang yang tanpa suara ini menyebabkan mangsa tidak mampu mendengar pergerakan T. alba dan juga membantu pendengaran T. alba sendiri. - Ind era pe nglih atan Indera penglihatan merupakan sesuatu yang penting bagi T. alba. Mata T. alba sangat peka sehingga dapat melihat pada kegelapan. Namun demikian, hasil penelitian terkini mengatakan bahwa kepekaan mata T. alba tidaklah sehebat yang diduga orang. Untuk mendeteksi lokasi mangsa, mata dan pendengaran T. alba bekerja bersama-sama dalam suatu harmoni yang serasi. Bola mata T. alba diketahui memiliki kedudukan tetap pada tempatnya, menghadap ke depan dan memberikan penglihatan yang bersifat binokuler dan stereoskopik. Kedudukan mata yang tetap memiliki kelemahan, terutama dalam hal mendeteksi lingkungan sekitar. Untuk menanggulangi hal ini, T. alba memiliki leher yang sangat fleksibel sehingga kepalanya dapat diputar 270 derajat dalam empat arah: ke arah kiri, kanan, atas dan bawah. Mata T. alba memiliki adaptasi yang baik untuk melihat pada intensitas cahaya yang sangat rendah. Hal ini ditandai dengan ukuran pupil yang sangat besar dan retina yang tersusun dari sel-sel yang sangat sensitif, yang memberikan efek penglihatan monokromatik. Kemampuan melihat dalam gelap ini dikatakan sekitar 3 – 4 kali kemampuan manusia. Bola mata T. alba dilengkapi dengan lapisan membran penutup yang dapat dibuka dan ditutup. Gerakan buka-tutup dari membran tersebut berfungsi untuk membersihkan bola mata dari debu dan kotoran yang menempel pada permukaan mata. - Inder a pende ngar an

T. alba memiliki susunan letak lubang telinga yang cukup unik, karena tidak simetris di mana letak pada kepala antara satu dengan yang lainnya tidak sama tinggi dan dengan sudut yang berbeda pula. Lubang-lubang telinga tersebut diselubungi oleh suatu lapisan fleksibel yang tersusun dari bulu-bulu pendek seperti bulu-bulu yang menyelimuti lingkar mukanya. Lapisan tersebut berfungsi sebagai keping pemantul (reflektor) suara. Kelengkapan pendengaran seperti itu membuat T. alba memiliki pendengaran yang peka dan bersifat mengarah (direksional) terhadap sumber bunyi, sehingga T. alba mampu mendeteksi lokasi mangsa (dalam arah dan jarak) secara tepat walau dalam keadaan gelap gulita sekalipun. - Kaki da n jari

Sebagaimana umumnya burung hantu, T. alba memiliki kaki-kaki yang panjang dan besar serta dilengkapi dengan jari-jari dan kuku yang kokoh. Keadaan ini membuat T. alba memiliki kemampuan yang baik dalam mencengkeram mangsa. Kokohnya cengkeraman cukup untuk membuat mangsa tidak berdaya (bahkan mati) pada saat ditangkap. Susunan jari-jari T. alba biasanya adalah tiga mengarah ke depan dan satu ke belakang. Susunan ini sewaktuwaktu dapat diubah di mana tiga jari diarahkan ke belakang dan satu ke depan, dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan dalam menangkap mangsa. - Par uh Seperti halnya burung predator yang lain, T. alba memiliki paruh yang besar dan berbentuk melengkung dengan ujung yang runcing dan tajam. Paruh yang kokoh seperti ini berfungsi untuk membunuh mangsa, membawa mangsa pada saat terbang, dan merobek-robek tubuh mangsa sebelum ditelan atau disuapkan kepada anakannya. Paruh tertutupi bulu, sehingga terkadang terlihat kecil. Pada saat dibuka untuk menelan mangsa, paruh akan terlihat sangat besar, cukup untuk menelan seekor mamalia kecil secara langsung. - Per ilaku makan

T. alba memiliki kebiasaan makan yang unik. Tergantung ukuran mangsa yang tertangkap, T. alba dapat menelan utuh mangsanya atau membaginya dalam ukuran yang lebih kecil sebelum ditelan. Daging dan bagian yang lunak dari tubuh mangsa akan dicerna, sementara bulu-bulu dan tulang belulang tidak dicerna dan kemudian secara berkala dimuntahkan kembali dalam bentuk pellet.

Pe rbanyaka n dan Peme liha raan - Sar ang bu atan Kemampuan T. alba dalam mengendalikan hama mamalia kecil, khususnya tikus, sangat mencengangkan, nyaris tanpa biaya, dan bahkan dikatakan lebih baik dari pemerangkapan dan penggunaan umpan beracun. Seekor anakan T. alba membutuhkan makanan setara dengan 12 ekor mencit (M. musculus) setiap malam, sementara T. alba dewasa membutuhkan 2 – 5 ekor tikus, Rattus sp. atau setara dengan ukuran seekor tikus besar, Bandicota sp. Pada habitat yang sesuai, T. alba dapat menghasilkan keturunan yang banyak satu atau dua kali setahun. Untuk itu, diperlukan strategi perbanyakan yang sesuai agar populasi T. alba dapat berkembang baik sehingga upaya pengendalian hama mamalia kecil berhasil dengan baik. Secara alami, T. alba bersarang di lubang-lubang pohon, gua, sumur, bangunanbangunan tua atau pada tajuk pepohonan yang berdaun lebat. Kebiasaan bersarang di lubang pohon misalnya, cukup beresiko terhadap kelangsungan hidup dan perkembangan anakan, jika lubang pohon yang ada tidak cukup memberikan ruang gerak. Sesuai dengan perilakunya, anakan T. alba muda akan mencari sarang di sekitar lokasi

sarang induknya. Karena itu, metode perbanyakan populasi di lapangan yang sesuai untuk T. alba adalah dengan menyediakan sarang buatan di sekitar sarang induknya. Penempatan sarang buatan haruslah memperhatikan luasan kebun yang ingin dicakupi. Sebagai contoh, pada areal kelapa sawit yang berbatasan dengan pemukiman dimana diketahui terdapat burung hantu, dipasang sarang buatan pada jarak 500 – 1000 meter. Apabila sarang buatan (Gambar 4) telah dihuni, maka secara sistematis dipasang sarang buatan dengan jarak kurang lebih 500 meter, sehingga satu sarang buatan mencakupi kurang lebih 25 hektar tanaman. Beberapa pilihan lain dari desain sarang buatan yang dapat dipergunakan sebagai sarana memperbanyak populasi T. alba pada suatu areal kebun, tersaji pada Gambar 5.

-Pe nan gana nceder a

Seringkali, anakan T. alba mengalami cedera karena terjatuh dari sarang. Hal ini tentunya memerlukan perhatian khusus agar kelangsungan hidupnya dapat terjaga. Hal terpenting dalam penanganan T. alba yang cedera adalah menghindari stress. Burung lebih sering mati akibat stress daripada akibat cedera yang diderita. Tindakan yang cepat dan tepat dapat mengurangi stress. Seekor T. alba yang cedera dan mudah untuk ditangkap, kemungkinan justru berada pada kondisi yang parah dan bahkan akan mengalami trauma. Sebaiknya, penanganan cedera dilakukan oleh seorang yang ahli (dokter hewan). Hal lain yang harus dilakukan adalah mencatat tempat ditemukannya T. alba yang cedera tersebut, sehingga setelah sembuh dapat dikembalikan ke tempat asalnya (daerah edar / teritori). Berikut ini disajikan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menangani T. alba yang cedera, sebelum dibawa secepatnya ke dokter hewan: 1.

Selimutilah secara hati-hati, agar tubuh burung tersebut tetap hangat;

2.

Letakkan burung ke dalam kotak ukuran sedang untuk seekor T. alba. Kotak tersebut harus memiliki sirkulasi udara yang baik dan kemudian ditutupi kain berwarna gelap. Dasar kotak tersebut dilapisi handuk atau koran. Jangan gunakan jerami atau serbuk gergaji, dan jangan letakkan air di dalam kotak;

3.

Jangan beri makan burung yang terluka tersebut;

4.

Segera bawa ke dokter hewan terdekat.

BIBLIO GRAFI 1.

Campbell, W. 1994. Axia Wildlife.

2.

Hollands, D. 1991. Birds of the Night. Reed Books

3.

König, Weick dan Becking. 1999. Owls: A Guide to the Owls of the World. Yale University Press

4.

Lewis, D. P. 2005. Barn Owl, Tyto alba. Owlpages, USA .

5.

Mikkola, H. 1983. Owls of Europe. Buteo Books.

6.

Nuraini, S., Widyaningsih, S., Riyatno, Sipayung, A., dan Suhartawan, H. 1996. Pedoman Pengembangbiakan Burung Hantu, Tyto alba sebagai Predator Tikus di Areal Tanaman Perkebunan. Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.

7.

Sipayung, A. 1990. Burung Hantu, Tyto alba. Pemangsa Tikus di Perkebunan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat, Pematang Siantar.

8.

Sterry, P. 2000. Owls: a Portrait of the Animal World. Todri Productions Limited. New York.

Related Documents

Burung Hantu
May 2020 17
Hantu
April 2020 31
Hantu
October 2019 31
Burung
August 2019 36
Burung
May 2020 28
12. Hantu
June 2020 28