Bumdes Campur 4 Unit.pdf

  • Uploaded by: Rakyan Widhowati Tanjung
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bumdes Campur 4 Unit.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 1,516
  • Pages: 8
Sekapur Siri Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT) memprioritaskan empat aspek dalam mendukung perkembangan desa. Empat aspek tersebut adalah Produk Unggulan Desa (Prukades), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Sarana Olah Raga Desa (Ragadesa), serta embung. Melalui Prukades, desa dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi yang dimiliki. Desa diberikan otonomi penuh dalam mengelola Prukadesnya. Sinergi Prukades dan BUMDes, Prukades dapat diorbitkan lebih jauh. Prukades tidak hanya terbatas dikenal oleh masyarakat desa itu sendiri, namun dapat dikenal luas hingga tingkat nasional jika BUMDes dapat mengelola Prukades dengan baik. Kesehatan adalah kebutuhan utama manusia. Manusia yang sehat tentu dapat melakukan pekerjaan dan kegiatan sehari-harinya dengan produktif. Ragadesa hadir untuk mendukung sektor kesehatan desa. Tidak hanya itu, Ragadesa dapat menjadi ruang terbuka publik, dan menghadirkan ruang interaksi antar desa melalui acara olahraga. Mengingat desa di Indonesia didominasi oleh desa pertanian, pengadaan embung menjadi penting. Embung dapat hadir di desa yang memiliki sungai, atau jauh dari sungai sekalipun. Embung dapat mendukung sektor pertanian dan ketahanan pangan nasional dari desa.Melalui Kuliah Kerja Nyata – Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN – PPM) Universitas Gadjah Mada, kami Tim NT-002, berkesempatan menilik empat program prioritas tersebut. Beranggotakan 30 orang, Tim NT-002 dibagi ke dua kecamatan, yakni Biboki Anleu, dan Insana Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara. Di Kecamatan Biboki Anleu, pengabdian difokuskan di Desa Ponu. Desa Humusu Wini dan Humusu Oekolo adalah lokasi pengabdian kami di Kecamatan Insana Utara. Dengan hadirnya empat buku yang merepresentasikan tiap program priotas yang diusung Kemendes PDTT, diharapkan dapat memberikan sedikit pengetahuan dan kondisi desa yang kami tinggali salama hampir dua bulan. Akhir tinta, terima kasih dan selamat membaca.

1

BUMDe : Menciptaka Kemandiria Des Dalam Undang-Undang No 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dalam pasal 78 ayat 1 tentang pembangunan desa, tertulis bahwa pembangunan desa bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), desa diberikan otonomi, yang menjadikan desa bebas untuk mengelola kehidupan perkonomiannya. Tiga tahun belakangan pemerintah pusat mencoba menggerakkan perangkat desa di seluruh wilayah Indonesia, mulai dari pelosok sampai urban, agar dapat mengelola BUMDesnya secara mandiri. Hingga saat ini, pertumbuhan BUMDes telah mencapai 18.446 unit per Maret 2017, di mana jumlah sebelumnya pada tahun 2014 hanya 1.022 unit. Kehadiran BUMDes harus didasarkan asas partisipastif, sehingga seluruh elemen masyarakat dapat terilbat dan muncul rasa kepemilikan akan desa. Kebebasan yang dimiliki desa juga menjadikan desa bebas untuk mengeksplorasi potensi desanya lebih jauh. Namun, perlu diingat bahwa kehadiran BUMDes dalam mengelola suatu jenis usaha tidak boleh mematikan kegiatan ekonomi desa, khususnya usaha diluar ruang lingkup BUMDes.

BUMDes : Kunci Sukses Perekonomian “Sulit air”, kata yang seringkali didengar dari warga Desa Ponu, Kecamatan Biboki Anleu saat ditanya masalah apa yang sering dihadapi oleh warga. Air yang didaptkan warga Desa Ponu biasanya berasal dari sumur galian, tadahan air hujan, atau membeli air dari luar. Namun, tak jarang ditemukan sumur galian yang melahirkan air asin. Sehingga, pilihan menadah air hujan atau membeli air harus ditempuh untuk menyambung hidup. Mata pencaharian masyarakat desa Ponu adalah petani. Mereka mengandalkan air hujan untuk mengairi sawah. Masyarakat menyebutnya adalah sawah tadahan hujan. Saat musim kemarau, para petani terpaksa harus berpangku tangan karena tidak dapat menggarap sawah. Tanaman tidak dapat bertahan lama untuk tumbuh karena tanah yang kering dan panas. Petani lebih memilih meninggalkan lahan pertanian di musim kemarau, karena untuk memenuhi kebutuhan air sehari-hari sudah menjadi permasalahan tersendiri. Pemandangan ladang yang kering dan kosong selama musim kemarau sudah menjadi hal yang biasa. Kecamatan Biboki Anleu memiliki sawah seluas 2.779 ha (BPS,2016). Ini merupakan salah satu potensi desa untuk menyejahterakan masyarakat. Namun, karena sifatnya musiman, sawah tidak dapat diandalkan. Selain lahan yang luas, masih banyak potensipotensi lain yang bisa dikembangkan. Potensi tersebut antara lain adalah tenun ikat, hasil alam berupa mangaan dan asam, serta kawasan pantai dan perbukitan yang dapat menjadi destinasi wisata. Perlu diingat, untuk mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah diperlukan

2

Sumber Daya Manusia yang mampu mengelola SDA tersebut. SDA yang melimpah tanpa disokong oleh SDM yang baik tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Mentoring merupakan salah satu kegiatan yang perlu dilakukan untuk mengelaborasi dua sumber daya tersebut. Disamping itu kerjasama antara mentor dan mentee juga diperlukan untuk mempercepat proses hingga akhirnya mentee dapat lepas landas dan bergerak secara mandiri. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan salah satu media untuk menampung dan mengelola sumber daya alam di Desa Ponu. Dengan hadirnya BUMDes, potensi Desa Ponu akan terkelola dengan baik. Terlebih, warga Desa Ponu belum memiliki kesadaran dalam manajemen bisnis. Hal ini terlihat dari beberapa produk unggulan yang diolah dan dipasarkan seadanya. Oleh karena itu, diperlukan seseorang untuk melakukan inisiasi menggerakan para masyarakat. Menghadirkan BUMDes adalah kuncinya. Pembentukan BUMDes di Ponu akan lebih baik jika banyak melibatkan partisipasi dari warga. Satu orang pemimpin berasal dari pemerintah desa kemudian pengelolaan menggunakan sistem buttom up. Hal ini bertujuan agar masyarakat merasa memiliki dan ikut berpartisipasi dalam kehidupan BUMDes. Langkah awal untuk pendirian BUMDes dapat dilakukan dengan cara sosialisasi dan memberikan pemahaman tentang BUMDes. Setelah masyarakat mengenal BUMDes, dilakukan pendampingan untuk mengelola organisasi dalam jangka panjang. Adanya BUMDes akan memberikan dampak positif bagi roda perekonomian desa. Pendapatan desa akan meningkat sehingga tidak bergantung pada bantuan dana dari pusat. Masyarakat juga tidak perlu bergantung dengan musim untuk mendapatkan penghasilan. Lapangan pekerjaan juga akan semakin bertambah. Dalam jangka panjang, potensi-potensi yang ada di Desa Ponu, baik hasil alam maupun non-hasil alam, akan membawa angin segar untuk perekonomian Desa Ponu.

Potensi BUMDes di Semenanjung Timor, Humusu Wini Desa Humusu Wini merupakan desa yang sedang dalam masa peralihan (definitif) dari kelurahan menjadi desa, dalam dua tahun terakhir. Nomor kode desa masih menunggu surat pengesahan dari Kementerian Dalam Negeri, sehingga keperluan berbagai hal yang berkaitan dengan dana desa dari pemerintah pusat masih terbentur. Saat ini dana desa yang digunakan berasal dari Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara. Kedua hal tersebut menyebabkan tersendatnya keberadaan BUMDes. Padahal, di desa ini terdapat berbagai sektor yang dinilai mampu menjadi cikal bakal berdirinya BUMDes. Berikut adalah potensi BUMDes di Desa Humusu Wini:

Perikanan dan Hasil Olahannya Perikanan merupakan sektor vital bagi Desa Humusu Wini. Selain karena desa ini berada di pesisir pantai utara, terdapat pula perikanan darat yang dapat dikembangkan. Sehingga, dengan adanya siklus musiman pada perikanan laut, dapat ditalangi dengan berbagai tambak ikan bandeng yang terdapat di perikanan darat. Setelah ikan ditangkap oleh nelayan di laut ataupun dipanen di tambak bandeng, biasanya langsung dijual tanpa di-

3

olah menjadi berbagai produk. Misalnya nugget, bakso, sosis, ikan asap, abon ikan, keripik kulit, dan lain sebagainya. Di desa ini telah ada dua kelompok usaha binaan dari Community Resilience and Economic Development (CAREd), yakni Kelompok Cantika, dan Kelompok Anggrek. Kedua kelompok ini mengolah ikan menjadi berbagai produk, misalnya saja abon dan ikan krispi. Sayangnya, manajemen produksi dan pengelolaan sumber daya yang kurang menjadi hambatan bagi kelompok tersebut. Melihat hal ini, potensi BUMDes bisa diarahkan untuk mengakomodir pihak pertama (nelayan dan pemilik tambak) dengan pihak kedua (kelompok pengolahan ikan). Dengan adanya gabungan dari kedua pihak, tentunya dapat didirikan BUMDes agar dapat memajukan produk-produk perikanan dengan nilai jual tinggi.

Gambar 1. Sektor Perikanan

Sektor Keuangan Koperasi simpan pinjam merupakan salah satu unit keuangan yang menaungi para pelaku usaha, baik di sektor pertanian, perikanan, hingga UMKM. Adanya berbagai jenis koperasi swasta yang berada di masyarakat tentunya dapat mengilhami terbentuknya BUMDes di sektor keuangan yang dikelola secara mandiri dengan adanya dana desa.

Sektor Tenun Adanya kelompok tenun di Desa Humusu Wini, yakni Bife Akai Abas, membuat para perajin tenun cukup terwadahi. Bife Akai Abas hanya memiliki anggota sepuluh orang. Kelompok tenun yang dikepalai oleh Maria Sako ini sudah berdiri sejak dua tahun yang lalu. Kendala yang dihadapi adalah terkait sumber daya manusia dan bahan baku untuk membuat kain tenun. Menenun bukan menjadi prioritas masyarakat dalam mencari nafkah. Mereka hanya menenun untuk mengisi waktu senggang, atau hanya saat jika ada pesanan. Pemasarannya juga hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Meskipun demikian, apabila direncanakan dengan baik, kelompok tenun ini bisa dijadikan sebagai potensi BUMDes untuk memajukan perekonomian Desa Humusu Wini.

4

Gambar 2. Sektor Kerajinan Tenun

Sektor Garam Petani garam di Desa Humusu Wini masih mengolah garam dengan sistem tradisional. Pakem yang dipakai sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu tidak mengalami banyak perubahan. Kendala yang ada pada pengolahan garam adalah sanitasi produksi, alat dan sumber bahan bakar memasak, serta pengolahan yang hanya bisa dikerjakan secara musiman

Gambar 3. Sektor Pertanian Garam

5

Sektor Kayu Putih Terdapat sekitar lima hektar kebun kayu putih yang ada di Desa Humusu Wini. Dari jumlah yang ada, tiga hektar kebun merupakan milik pribadi, sisanya adalah pohon yang tumbuh secara alami. Tentunya, banyak petani yang juga mengolah minyak kayu putih untuk dijual. Tetapi, kendala yang muncul berada di proses produksi. Pengolahan secara tradisional dengan alat yang ala kadarnya merupakan salah satu hambatan untuk memproduksi dalam jumlah besar. Misalnya, untuk menghasilkan sebotol minyak kayu putih ukuran 600ml, diperlukan satu drum besar daun kayu putih dari 10 pohon yang harus diolah. Sedangkan dengan keterbatasan alat produksi, pengolahan untuk ukuran tersebut diperlukan persiapan hingga satu minggu. Dengan adanya bantuan peralatan penunjang proses produksi dan pendampingan pada petani kayu putih, tentunya kayu putih dapat menjadi komoditas strategis yang mampu menggerakkan roda perekonomian Desa Humusu Wini.

Gambar 4. Sektor Kayu Putih

6

Related Documents

Bumdes Campur 4 Unit.pdf
November 2019 9
Kisah Air Batu Campur
November 2019 21
Resepi Campur
June 2020 20
Perkahwinan Campur
May 2020 22
Profil Bumdes Lagi.docx
October 2019 6

More Documents from "Maryko Awang Herdian"

Bumdes Campur 4 Unit.pdf
November 2019 9
3.docx
April 2020 19
1.cover Skripsi.docx
November 2019 18