Buku-untuk-indonesia-2014.pdf

  • Uploaded by: Indra Wardhana
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku-untuk-indonesia-2014.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 26,815
  • Pages: 165
UNTUK INDONESIA (Sebuah Kumpulan Tulisan)

KATA PENGANTAR Inggris kini menjadi salah satu negara tujuan favorit bagi pelajar Indonesia untuk melanjutkan studinya. Mutu pendidikan yang baik serta relatif mudahnya adaptasi terutama terkait Bahasa menjadi beberapa keunggulan Inggris sebagai negara tujuan untuk pendidikan lanjutan. Terlebih dengan semakin luasnya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa baik oleh Pemerintah Dalam Negeri ataupun oleh institusi dan universitas tujuan, tidak diragukan lagi bahwa akan semakin banyak pelajar Indonesia yang belajar di Inggris. PPI-UK sebagai wadah perhimpunan seluruh pelajar Indonesia di Inggris Raya (meliputi pelajar di Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara) sangat paham akan hal ini. Diperlukan sebuah cita-cita yang lebih besar untuk meningkatkan peran dan kontribusi diaspora Indonesia di Inggris, terutama pelajar, bagi negara Indonesia. Tahun ini, pada tubuh Divisi Pendidikan sendiri, telah terjadi pengembangan internal yang cukup pesat, dibuktikan dengan ditambahkannya unsur Kajian dalam program kerja selama tahun 2014 kemarin. Salah satu program kerja untuk mendukung sinergi antara akademik dan budaya kritis adalah dengan meluncurkan buku Untuk Indonesia ini. Buku ini diharapkan dapat menjadi wadah bagi mahasiswa Indonesia di Inggris untuk menuangkan pemikirannya bagi beberapa masalah yang sedang dihadapi oleh Indonesia, beserta solusi yang ditawarkan sesuai dengan ranah ilmu yang dikuasai. Pada tahun pertama pembuatan buku ini, Divisi Pendidikan-Kajian berhasil menghimpun sebelas tulisan dari pelajar Indonesia di Inggris dengan topik yang sangat beragam. Tulisan yang masuk kemudian diserahkan ke reviewer untuk diberi masukan. Setelah melewati proses review, sebelas tulisan terkumpul dikembalikan kepada penulisnya masingmasing untuk diperbaiki sesuai dengan feedback konstruktif yang diberikan oleh reviewer. Tulisan pasca-revisi kemudian disunting oleh Divisi Pendidikan-Kajian sebelum dijadikan buku dan naik cetak. Dalam kesempatan kali ini, mewakili Divisi Pendidikan-Kajian PPI-UK secara khusus dan organisasi PPI-UK secara keseluruhan, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya dan memberikan apresiasi sebesarbesarnya kepada Bapak Prof. T.A. Fauzi Soelaiman, Atase Pendidikan di KBRI London yang menjabat sejak Desember 2010 hingga pertengahan 2014 kemarin, atas kesediaannya menjadi reviewer dalam Buku Untuk Indonesia edisi pertama ini. Masukan yang diberikan sangat membantu dalam meningkatkan kualitas tulisan yang dihimpun dalam buku ini. Akhir kata, mewakili Divisi Pendidikan-Kajian PPI-UK, saya juga ingin memohon maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan dalam pembuatan buku ini. Buku Untuk Indonesia ini tentu jauh dari kata sempurna dan oleh karena itu segala masukan dan kritik sangat kami harapkan untuk perbaikan program kerja ini di kepengurusan berikutnya.

Salam, Ketua Divisi Pendidikan-Kajian

Ignasius Ryan Hasim

i

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ i Daftar Isi ..................................................................................................................................... ii

Peringatan dari Data Neraca Pembayaran Indonesia.................................................................. 1 Optimalisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai Perantara Perbankan Industri Mikro di Indonesia ................................................................................................................................. 15 Membangun Ekonomi Indonesia melalui Pemuda dan Usaha Kecil Menengah ........................ 27 Kapabilitas Dinamik Sektor Konstruksi Gedung di Daerah Menuju Keberlanjutan Pembangunan yang Realistis: Pendekatan Studi Kasus Kegagalan Konstruksi dan Bangunan di Jawa ........... 35 Basmi Kemacetan Jalan Raya dengan Transportasi Berbasis Rel ............................................ 51 Akuntansi sebagai Infrastruktur Pembangunan: Peran Pemerintah sebagai Akselerator .......... 73 Pekerja Rumah Tangga/Buruh Migran: Realitas dan Tantangan Indonesia .............................. 85 Beasiswa, Sambil Menyelam Minum Air.................................................................................. 105 Revitalisasi Transjakarta sebagai Tulang Punggung Transportasi Jakarta .............................. 115 Baitul Mal Wa Tamwil sebagai Pusat Pemberdayaan Ekonomi Rakyat ................................... 129 Crowdsourcing Government Programs & Policies: Strategi Meningkatkan Partisipasi Publik/Masyarakat dan Implementasi Demokrasi .................................................................... 143

Profil Penulis ........................................................................................................................... 157

ii

Untuk Indonesia!

Peringatan dari Data Neraca Pembayaran Indonesia Oleh: Rully Prassetya1

1

Graduate student in Economics, University College London. Penulis dapat dihubungi di [email protected]

Untuk Indonesia!

T

ERDAPAT berbagai kemajuan dalam pembangunan ekonomi Indonesia pada sepuluh tahun terakhir. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, berdasarkan purchasing power parity, naik dari sekitar 800 miliar Dollar AS

pada 2004 menjadi sekitar 1,3 triliun Dollar AS pada 2013. Anggaran Pendapatan Belanja Negara juga naik dari sekitar 500 triliun Rupiah pada tahun 2005 menjadi 1.800 triliun pada 2014. Rasio utang negara terhadap PDB juga turun dari 56% pada 2004 menjadi 23% pada 2014.2 Capaian ini sangat patut disyukuri, namun tentu tidak boleh membuat (pemerintah) Indonesia berpuas diri. Terdapat banyak hal yang semakin memburuk pada sepuluh tahun terakhir, namun sepertinya terlupakan oleh pemerintah. Pada esai ini, penulis akan fokus pada peringatan yang terdapat pada data Neraca Pembayaran (Balance of Payment) Indonesia. Pertama, nilai Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia bernilai negatif semenjak tahun 2012 (IMF, 2014). Data menunjukkan bahwa hal ini disebabkan oleh nilai surplus Neraca Perdagangan (Trade Balance) yang semakin kecil serta meningkatnya jumlah pembayaran pendapatan ke luar negeri (negative income account). Kedua, struktur Ekspor dan Impor Indonesia semakin tidak memuaskan (WITS, 2014). Komposisi barang mentah dalam Ekspor semakin besar; di sisi lain, komposisi produk olahan baik berupa peralatan industri maupun bahan bakar kendaraan bermotor dalam Impor semakin besar. Ketiga, meskipun Indonesia menerima penanaman modal luar negeri pada sepuluh tahun terakhir, fakta menunjukkan bahwa pada sepuluh tahun terakhir, justru terdapat aliran uang keluar (financial outflow) yang persistent dan semakin besar (IMF, 2014). Financial inflow ke Indonesia sebagian besar berupa investasi portofio dan foreign direct investment;

2

Data berdasarkan CIA world fact book, Data Pokok APBN 2005-2010 Kementerian Keuangan, dan Info Grafis APBN 2014 Kementerian Keuangan.

2

Untuk Indonesia!

sehingga financial outflow sebagian besar merupakan pendapatan investasi ekuitas dan investasi portofolio. Data menunjukkan bahwa angka pendapatan investasi ini sangat besar bahkan melebihi jumlah investasi yang ditanamkan. Penyebab buruknya neraca perdagangan bisa dilihat dari sisi Ekspor dan Impor. Dari sisi Ekspor, kenaikan nilai Ekspor Indonesia merupakan akibat dari naiknya harga komoditas dunia.3 Meskipun hal ini baik, hal ini juga memberi disinsentif bagi pihak swasta untuk tidak mengembangan industri hilir. Dari sisi Impor, seiring dengan besarnya jumlah penduduk usia muda, nilai konsumsi rumah tangga pun semakin besar. Salah satu efeknya adalah meningkatnya konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Jumlah BBM yang diimpor memberi tekanan pada neraca perdagangan Indonesia. Hal ini menunjukkan banyak perbaikan penting yang perlu dilakukan pemerintahan selanjutnya. Esai ini distruktur sebagai berikut: bagian selanjutnya akan membahas secara lebih rinci aspek perekonomian yang perlu diperbaiki berdasarkan data Neraca Pembayaran. Beberapa solusi terhadap tantangan tersebut akan dibahas; lalu kemudian ditutup dengan kesimpulan dan rekomendasi bagi pemerintahan selanjutnya.

3

Indeks Harga Komoditas Primer yang disusun oleh IMF naik dari tiga kali lipat dari tahun 2004 ke 2013. Hal ini dapat menjelaskan meningkatnya nilai ekspor Indonesia secara signifikan pada sepuluh tahun terakhir.

3

Untuk Indonesia!

PERINGATAN DARI DATA NERACA PEMBAYARAN (BALANCE OF PAYMENT) INDONESIA

Neraca Pembayaran merupakan statistik transaksi ekonomi sebuah negara dengan negara lainnya di dunia. Transaksi ini meliputi transaksi barang, jasa, pendapatan, serta transaksi yang berkaitan dengan financial claim dan transfer antar pemerintah (IMF, 2007). Berikut adalah beberapa indikator perekonomian yang merupakan peringatan atas fundamental ekonomi Indonesia yang perlu segera diperbaiki. 1. Nilai Neraca Transaksi Berjalan yang Negatif (negative Current Account) Secara garis besar Neraca Transaksi Berjalan terdiri dari Neraca Perdagangan dan Income Account. Neraca Perdagangan merupakan selisih antara Ekspor dan Impor; sedangkan Income Account merupakan selisih pembayaran penghasilan penduduk Indonesia di luar negeri dengan penghasilan penduduk luar negeri di Indonesia; baik berupa kompensasi pekerja maupun hasil investasi. Apabila Indonesia mengalami surplus Neraca Perdagangan (i.e. nilai Ekspor lebih besar dari pada Impor) serta terdapat net positif pembayaran penghasilan luar negeri, maka Neraca Transaksi Berjalan akan bernilai posistif. Gambar 1 menunjukkan perkembangan dan komposisi Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia sejak tahun 1981. Gambar 1 menunjukkan terdapat peningkatan signifikan pada angka Current Account semenjak tahun 1997. Hal ini di antaranya disebabkan oleh depresiasi nilai tukar Rupiah serta peningkatan harga komoditas dunia. Angka surplus Neraca Perdagangan ini berubah menjadi negatif pada tahun 2012 dan 2013 disebabkan oleh penurunan harga komoditas dunia serta meningkatnya nilai Impor. Gambar 1 juga menunjukkan jumlah pembayaran income ke luar negeri juga meningkat secara signifikan semenjak tahun 2009. 4

Untuk Indonesia!

Nilai Current Account menjadi negatif semenjak tahun 2012 serta nilai income outflow semakin besar.

Miliar US Dollar

30 20 10 0 1981

1984

1987

1990

1993

1996

1999

2002

2005

2008

2011

-10 -20 -30 -40 TRADE BALANCE

INCOME

CURRENT ACCOUNT

Gambar 1. Perkembangan Neraca Transaksi Berjalan (Current Account) Indonesia (Sumber: Balance of Payment Statistics IMF)

Nilai Current Account yang menjadi negatif sejak tahun 2012 memberi tiga peringatan utama. Pertama, hal ini bisa jadi merupakan awal dari semakin memburuknya Neraca Perdagangan Indonesia pada tahun-tahun selanjutnya. Data jumlah produk yang diekspor dan diimpor merupakan data yang persistent, artinya jumlahnya cenderung untuk mengikuti jumlah pada tahun sebelumnya. Permintaan Ekspor yang rendah pada tahun 2012 dan 2013 dapat berindikasi penurunan permintaan Ekspor pada periode selanjutnya. Kedua, nilai Current Account yang negatif membuat Indonesia semakin beresiko mengalami krisis Neraca Pembayaran (Balance of Payment crisis) sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998. Jika terjadi arus keuangan balik secara tiba-tiba, maka nilai capital outflow (yang sangat volatile) ditambah nilai Current Account yang negatif (hampir 25 miliar Dollar AS pada 2013) dapat dipastikan membuat Indonesia kembali mengalami krisis nilai tukar. Ketiga, sebagai akibat dari nilai Current Account yang negatif, Net International Investment Position (NIIP) Indonesia menjadi semakin negatif. NIIP merupakan akumulasi defisit neraca 5

Untuk Indonesia!

transaksi berjalan (Current Account) ditambah perubahan valuasi aset di dalam dan luar negeri. NIIP juga bisa dilihat sebagai selisih antara aset yang berada di luar negeri yang dimiliki oleh penduduk Indonesia dengan aset yang berada di dalam negeri yang dimiliki oleh penduduk luar negeri. Gambar 2 menunjukkan perkembangan nilai NIIP tersebut.

NIIP Indonesia terus bernilai negatif dengan peningkatan signifikan sejak tahun 2010 300

Miliar US Dollar

200 100 0 -100

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

-200 -300 -400 -500 -600 IIP ASSETS

IIP LIABILITIES

NET IIP

Gambar 2. Perkembangan Nilai NIIP Indonesia Sumber Data: Balance of Payment Statistics IMF (2014)

Kondisi ini merupakan sesuatu yang tidak baik (sustainable). Pada periode sebelumnya, negara-negara yang mengakumulasi hutang luar negeri terhadap PDB dalam jumlah besar mengalami penarikan arus modal yang kemudian diikuti oleh krisis ekonomi dan keuangan (Schmit-Grohe & Uribe, 2013). 2. Komposisi Ekspor dan Impor barang yang tidak memuaskan Sebagaimana dijelaskan di bagian awal, Neraca Transaksi Perdagangan Indonesia semakin memburuk semenjak tahun 2012. Di samping itu, komposisi Ekspor dan

6

Untuk Indonesia!

Impor barang juga tidak sesuai dengan yang diharapkan. Gambar 3 menunjukkan perkembangan komposisi Ekspor dan Impor barang Indonesia. Gambar tersebut menunjukkan bahwa Impor Indonesia meningkat lebih cepat dibandingkan Ekspor. Selain itu, komposisi barang Ekspor didominasi oleh barang mineral dan minyak bumi (chart warna kuning), yang memiliki nilai tambah rendah. Impor barang didominasi oleh mesin dan perlengkapan transportasi (chart warna cokelat) serta minyak bumi dan produk turunannya (chart warna kuning). Hal ini menunjukkan perlunya perbaikan kapasitas manufaktur perekonomian Indonesia.

Impor meningkat lebih cepat dibandingkan Ekspor; Ekspor didominasi oleh barang mentah sedangkan Impor didominasi oleh produk manufaktur 250

Others

200 Miscellaneous manufactured articles

150

Miliar US Dollar

Machinery and transport equipment

100 Manufactured goods classified chiefly by materials Chemicals and related products,n.e.s.

50 0 -50 -100

Export

Import

Export

Import

Export

Import

Export

Import

Export

Import

2001

2001

2004

2004

2007

2007

2010

2010

2013

2013

Animal and vegetable oils,fats and waxes Mineral fuels,lubricants and related materials Crude materials, inedible, except fuel

-150 Beverages and tobacco

-200 Food and live animals

-250

Gambar 3. Perkembangan Komposisi Ekspor dan Impor Indonesia (Sumber: World Integrated Trade Solution (WITS))

3. Arus uang keluar yang besar (negative income account) Peringatan selanjutnya dari Neraca Pembayaran Indonesia adalah nilai arus uang keluar yang besar dan persistent. Secara umum penduduk Indonesia berpikir bahwa Indonesia merupakan penerima modal bersih; namun pada kenyataannya, terdapat 7

Untuk Indonesia!

net financial outflow yang besar setiap tahunnya. Gambar 4 menunjukan perkembangan financial outflow tersebut.

Financial Outflow yang persisten pada periode 2005-2012 40

Miliar US Dollar

30 20 10 0 2005

2006

2007

2008

2009

2010

2011

2012

-10 -20 -30 PRIMARY INCOME

FINANCIAL ACCOUNT

NET CAPITAL (IN/OUT)

Gambar 4. Perkembangan Financial Flow 2005-2012 (Sumber: Balance of Payment Statistics IMF)

Data di atas cukup mengejutkan karena pada sebagian besar tahun, jumlah financial outflow berupa income selalu lebih besar dari pada jumlah investasi yang ditanamkan oleh pihak luar negeri. Hal ini menunjukkan bahwa return investasi yang didapatkan oleh pihak luar negeri di Indonesia sangat besar dan kurangnya insentif re-investasi di Indonesia.

SOLUSI

Beberapa indikator di atas menunjukkan banyak perbaikan mendesak yang perlu dilakukan di Indonesia. Permasalahan ini tidak secara spesifik terjadi pada sepuluh tahun terakhir saja; hal ini mengindikasikan akslerasi implementasi strategi perbaikan 8

Untuk Indonesia!

perlu dilakukan. Secara umum, perbaikan ini dapat dibagi menjadi solusi jangka pendek, yaitu solusi yang perlu dilakukan segera karena kondisi yang mendesak; dan solusi jangka panjang yang bersifat perbaikan struktural. Tabel 1 menunjukkan solusi jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dilakukan pemerintahan selanjutnya.

9

Untuk Indonesia!

Tantangan Nilai Neraca Perdagangan yang negatif

Komposisi Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan (favourable)

Solusi Jangka Pendek Kurangi Impor. Dalam jangka pendek, untuk mengatasi neraca perdagangan yang negatif, peningkatan jumlah Ekspor merupakan sesuatu tidak memungkinkan (feasible); opsi yang tersedia adalah mengurangi jumlah Impor. Sebagaimana ditampilkan pada Gambar 3, Impor saat ini didominasi oleh peralatan industri dan produk bahan bakar minyak. Impor bahan bakar perlu dikurangi; salah satunya melalui pengalihan subsidi BBM menjadi subsidi tepat sasaran (targeted subsidy), seperti transfer dana (cash transfer) pada penduduk kurang mampu. Subsidi sepertinya lebih tepat sasaran dan akan mengurangi distorsi subsidi terhadap perekonomian. Implementasi solusi tentu akan mendapat resistensi dari masyarakat, namun pemerintahan selanjutnya tidak bisa membiarkan kondisi perekonomian menjadi semakin rapuh demi kepentingan jangka pendek. Constraint analysis terhadap kondisi low industrialization. Permerintah perlu melakukan analisis penyebab deindustrialisasi yang terjadi semenjak krisis 1998. Rekomendasi ‘standar’ yang biasa diberikan terhadap permasalahan ini, sebagaimana yang terangkum dalam Washington Consensus adalah perlunya disiplin fiskal, reformasi perpajakan, liberalisasi tingkat suku bunga dan nilai tukar, privatisasi, deregulasi, liberalisasi perdagangan, serta rekomendasi ‘standar’ lainnya. Rekomendasi semacam ini tentu kurang membantu karena apa yang efektif pada negara lain belum tentu juga efektif di Indonesia, serta terbatasnya sumber daya yang dimiliki pemerintah dalam mejalankan reform ini. Oleh karena itu perlu dilakukan constraint analysis atau growth diagnostic yang dapat mengidentifikasi prioritas kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah (Rodrik, 2007). Strategi pembangunan berbasis Ekspor. Negara-negara Asian Tiger, seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Singapura mengadopsi strategi pembangunan berbasis ekspor (export-led development strategy). Pemerintah memberi insentif besar bagi perusahaan luar negeri untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan dalam negeri untuk meningkatkan Ekspor manufaktur. Pembangunan berdasarkan Ekspor manufaktur ini sebaiknya menjadi salah satu tema utama strategi pembangunan nasional dan daerah. Peningkatan kompetisi antar pemerintah daerah. Insentif dan disinsentif perlu diberikan pada pemerintah daerah terkait keberhasilan mereka dalam mendorong Ekspor dari daerah mereka. Salah satu opsi yang tersedia

Lembaga Terkait Kementerian Kordinasi Perekonomian dan Kementerian Koordinasi Kesejahteraan Rakyat.

Bappenas.

Bappenas.

Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri.

Untuk Indonesia!

Arus uang keluar yang besar

Tantangan Nilai Neraca Perdagangan yang negatif Komposisi Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan (favourable) Arus uang keluar yang besar

adalah menerapkan achievement based fiscal transfer, yaitu pemberian dana alokasi yang berdasarkan pada target dan capaian industrialisasi pemerintah daerah. Hanya perusahaan berorientasi Ekspor dapat menerima investasi dan pinjaman luar negeri. Gambar 4 menunjukkan jumlah arus uang keluar yang besar saat ini, didominasi oleh hasil investasi portofolio dan investasi langsung. Pada saat ini, investasi dan pinjaman luar negeri tidak digunakan oleh perusahaan atau industri yang berorientasi Ekspor; dengan kata lain, perusahaan yang mendapat pinjaman atau investasi dari luar negeri ini memfokuskan penjualan mereka dalam luar negeri. Hal ini merupakan hal yang tidak baik terkait pengelolaan cadangan devisa. Bagaimana mungkin pinjaman atau investasi yang diterima dalam mata uang asing namun penjualan/sales berada dalam mata Rupiah. Hal ini tentu memberikan efek negatif pada current account Indonesia. Penerapan insentif re-investasi. Insentif re-investasi seperti pajak yang sangat rendah bagi laba yang diinvestasikan kembali di Indonesia perlu dilakukan untuk mengurangi jumlah laba investasi yang kembali ke luar negeri. Solusi Jangka Panjang Peningkatan daya saing. Perbaikan kualitas pendidikan, terutama pendidikan tinggi (diploma dan sarjana), serta perbaikan kualitas regulator (regulatory quality).

Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Bank Indonesia.

Kementerian Keuangan

Lembaga Terkait Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian BUMN, dan Kemenrian Koordinasi Perekonomian.

Revitalisasi BUMN di sektor-sektor yang belum berkembang, seperti sektor perikanan dan pertambangan. Peningkatan partisipasi swasta. Insentif pajak yang rendah, serta penerapan metode Public Private Partnership dalam proyek infrastruktur perlu ditingkatkan.

11

Untuk Indonesia!

PENUTUP

Kemajuan perekonomian pada sepuluh tahun terakhir perlu disyukuri; namun tidak boleh membuat pemerintah Indonesia merasa berpuas diri. Terdapat banyak hal mendesak yang perlu diperbaiki. Pertama adalah nilai neraca perdagangan yang memburuk pada tahun 2012 dan 2013; kedua, struktur Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan (favourable); dan ketiga, arus uang keluar yang besar setiap tahunnya, bahkan melebihi jumlah investasi yang Indonesia terima. Permasalahan ini merupakan hal fundamental yang perlu diperbaiki untuk memajukan pembangunan Indonesia. Solusi yang perlu dilakukan dapat dibagi pada solusi jangka pendek dan solusi jangka panjang. Dalam jangka pendek, untuk mengurangi nilai Neraca Perdagangan yang negatif, pemerintah perlu mengurangi nilai Impor, terutama Impor komoditas BBM. Subsidi BBM saat ini perlu dialihkan menjadi subsidi tepat sasaran (targeted subsidy). Jika perubahan ini tidak dilakukan, jumlah penduduk usia muda yang semakin banyak akan terus memberi tekanan permintaan Impor BBM. Untuk mengatasi struktur Ekspor dan Impor yang tidak memuaskan (favourable),

pemerintah

perlu

melakukan

analisis

kendala

penyebab

deindustrialisasi semenjak tahun 1998 serta menerapkan strategi pembangunan berbasis ekspor (export oriented development strategy). Pola alokasi transfer ke daerah perlu mengadopsi insentif dan disinsentif terhadap capaian pemerintah daerah dalam mendorong Ekspor. Untuk mengatasi arus uang keluar yang besar, pemerintah dapat menerapkan aturan yang membatasi jenis perusahaan yang dapat menerima investasi dan pinjaman dari luar negeri. Dalam jangka panjang,

Untuk Indonesia!

peningkatan daya saing melalui perbaikan kualitas pendidikan tinggi dan kualitas regulator (regulatory quality) perlu dilakukan. Selain itu, perusahaan BUMN diharapkan dapat menjadi pionir dalam mengembangkan industri yang masih belum berkembang dan kurang mendapat perhatian dari pihak swasta, seperti industri perikanan. Partisipasi pihak swasta, misalnya melalui Public Private Partnership dalam proyek infrastruktur juga perlu ditingkatkan. Nature dari peringatan yang diberikan oleh data Balance of Payment ini adalah bersifat mendesak. Pola kebijakan kicking the can down the road (menunda solusi jangka panjang) sebagaimana yang dilakukan pemerintahan pada sepuluh tahun terakhir akan memperbesar permasalahan saat ini. Pemerintahan selanjutnya diharapkan dapat menampilkan strong leadership dan smart policies dalam menyikapi peringatan ini.

DAFTAR PUSTAKA IMF, 2007. Balance of Payment and International Investment Manual. 6th ed. Washington D.C.: IMF. Rodrik, D., 2007. One economics many recipes. New Jearsey: Princeton University Press. Schmit-Grohe, S. & Uribe, M., 2013. International Macroeconomics. New York: Columbia University. Sumber Data:

13

Untuk Indonesia!

International Monetary Fund (2014): Balance of Payments Statistics (Edition: February

2014).

Mimas,

University

of

Manchester.

DOI:

http://dx.doi.org/10.5257/imf/bops/2014-02 World Integrated Trade Solution [Online]. (April 27th 2014). Available: World Bank.

14

Optimalisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai Perantara Perbankan Industri Mikro di Indonesia Oleh: Dian Kartika Rahajeng1

1

Mahasiswa Doktoral, PhD in Accounting and Finance, University of Essex, Inggris, atas beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tema riset Corporate Governance in BMT Islamic Microfinancing in Indonesia. Alamat Essex Business School, Colchester Campus, University of Essex, Wivenhoe Park, Colchester, Essex, CO4 3SQ, Inggris. Website: dianrahajeng.com, email: [email protected]

Untuk Indonesia!

U

SAHA mikro merupakan komponen industri terbesar di Indonesia dengan prosentase 98,79% dari keseluruhan industri (1,11% industri kecil, 0,09% industri menengah, dan hanya 0,01% industri besar (Badan Pusat Statistik 2014)). Dengan kompleksitas dan cakupan

industri yang masih terbatas, industri mikro cenderung bersifat sederhana dengan motivasi awal sebagai penghidupan utama keluarga. Keterbatasan pengetahuan pelaku usaha mikro dalam mengelola usaha menyebabkan minimnya kepercayaan institusi perbankan khususnya bank komersial. Tidak adanya agunan (collateral) atas kelangsungan usaha menyulitkan industri mikro untuk memperoleh pinjaman modal usaha. Berbagai prasyarat seperti bukti kelangsungan usaha (termasuk sistem akuntansi yang handal) dan izin pengelolaan usaha merupakan bagian dari kerumitan yang dihadapi usaha mikro untuk mengakses jasa perbankan. Keterbatasan akses perbankan ini menyebabkan sektor usaha mikro kecil menengah (UMKM) menjadi unbankable (tidak terfasilitasi perbankan). Keterbatasan perbankan (financial exclusion) ini dikarenakan dua faktor utama yaitu: (1) keterbatasan informasi dan pengetahuan serta (2) keterbatasan sumber daya dan kemampuan. Jika hal ini dibiarkan maka industri mikro yang umumnya dimiliki oleh masyarakat miskin2 tidak berkembang maksimal sehingga angka kemiskinan akan semakin tinggi dan kesenjangan sosial akan semakin lebar. Dengan demikian diperlukan program perluasan akses perbankan (PPAK/financial inclusion) yang berkesinambungan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan

2

Masyarakat miskin adalah masyarakat yang memiliki total pengeluaran per bulan dibawah angka kemiskinan (baik di pedesaan maupun perkotaan). 11,47% merepresentasi angka kemiskinan di Indonesia (Badan Pusat Statistik 2014).

16

Untuk Indonesia!

tujuan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, khususnya yang masih berada dibawah garis kemiskinan. Pada Desember 2010, Bank Indonesia meluncurkan program National Strategy Financial Inclusion (NSFI) yang terdiri dari 23 butir kebijakan yang meliputi lima aspek yakni kebijakan penguatan stabilitas moneter, kebijakan mendorong peran intermediasi perbankan, kebijakan meningkatkan ketahanan perbankan, penguatan kebijakan makroprudensial, serta penguatan fungsi pengawasan (Nasori & Gunarto 2010). Program ini bertujuan untuk mengatasi keterbasan akses perbankan terutama yang dialami oleh UMKM. NSFI menerapkan strategi dasar diantaranya meliputi edukasi keuangan, regulasi pendukung dan reformasi kebijakan perlindungan nasabah.

FENOMENA BMT Minimnya publikasi di jurnal nasional dan internasional serta terbatasnya literatur terkait fenomena BMT menyebabkan lambatnya laju penelitian di bidang ini dibanding perkembangan BMT sendiri yang sangat pesat. Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan solusi praktis atas akses keuangan industri mikro di Indonesia bahkan merupakan salah satu akses perbankan pro UMKM dan rakyat miskin. Jaringannya yang luas mencakup seluruh daerah di tanah air menjadikannya strategis sebagai perantara jasa keuangan perbankan. Perkembangannya yang pesat (sejak 1990 hingga saat ini lebih dari 4000 BMT di seluruh Indonesia) membuat peranan BMT menjadi patut diperhitungkan (Seibel 2004; Masyita & 17

Untuk Indonesia!

Ahmed 2013). Metoda “jemput bola” atau mendatangi nasabah langsung di tempat sering

digunakan

BMT

untuk

memperluas

cakupan

wilayah

sekaligus

mempermudah akses keuangan nasabah. Prasyarat administratif yang mudah serta jaringannya yang luas membuat BMT menjadi pilihan bantuan keuangan yang menjanjikan. Meskipun demikian, pengawasan dan monitoring BMT dibawah OJK (Government of Indonesia 2011) dirasa belum memadai mengingat keterbatasan sumber daya (baik pertimbangan jumlah personel maupun anggaran pengawasan) dibandingkan dengan laju pertumbuhan BMT yang sangat pesat (Masyita & Ahmed 2013). Dengan tata cara pendirian BMT yang tergolong sangat mudah, terkecuali terdaftar sebagai koperasi simpan pinjam, BMT tidak wajib mendaftarkan usaha ke Kementerian Koperasi dan UMKM; hanya kewajiban legal untuk memperoleh izin sebagai badan usaha (Azis 2006; Seibel 2004). Hingga saat ini, BMT tidak memiliki kewajiban pelaporan keuangan tahunan auditan kepada OJK sebagaimana perbankan komersial kepada Bank Indonesia. Pengauditan atas kinerja keuangan BMT pun menjadi kesadaran lembaga itu sendiri sebagai wujud kredibilitas BMT di mata para nasabahnya; selebihnya belum ada kewajiban untuk menyampaikan laporan keuangan auditan kepada publik (Wardiwiyono 2012). Minimnya aktivitas pengawasan atas pertumbuhan BMT ini, menjadikan BMT rentan akan segala bentuk penyelewengan sumber daya (moral hazard) dan penggelapan (fraud) (Seibel 2008; Masyita & Ahmed 2013). Pengetahuan masyarakat yang terbatas akan produk BMT juga menambah potensi masalah. Beberapa kasus penggelapan dan penyalahgunaan peraturan yang terungkap dan masih dalam proses hukum

18

Untuk Indonesia!

diantaranya BMT Bina Sejahtera Mandiri Wonogiri, BMT Perdana Surya Utama Malang, BMT Al Furqon Giritontro, dan BMT Dana Bersama Slogohimo (Joglo Semar 2013; Info Solo Raya 2012). Fokus PPAK sesuai hasil Asia Pasific Financial Inclusion Forum di Tokyo pada tahun 2011 lalu mencakup tiga program utama penguatan sektor mikro yaitu: (1) perluasan sumber pembiayaan kredit mikro, (2) penguatan regulasi, dan (3) pengembangan dukungan sistem informasi pembiayaan mikro (Setiawan 2012). Penguatan sektor mikro tersebut diharapkan juga meminimalisasikan tindakan menyalahi hukum sebagaimana disampaikan di atas. Tindakan optimalisasi BMT ini penting untuk dapat segera diimplementasikan demi keberlangsungan UMKM sekaligus meningkatkan kualitas hidup rakyat miskin.

PROGRAM OPTIMALISASI TERINTEGRASI (POT) Solusi yang dapat dilakukan atas fenomena dan permasalahan yang terjadi pada praktek BMT sejalan dengan NSFI Bank Indonesia adalah dengan Program Optimalisasi Terintegrasi (POT) yang melibatkan berbagai elemen masyarakat dan pemerintah. Program Optimalisasi Terintegrasi tersebut terdiri dari dua program utama, yaitu: (1) Program Monitoring BMT dengan mengefektifkan peranan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah melalui Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk) dan OJK sebagai bentuk penguatan regulator pendukung; (2) Program Edukasi Perbankan dan Keuangan Masyarakat dengan melibatkan seluruh organisasi masyarakat sipil (OMS) seperti Remaja Masjid, Karang Taruna, 19

Untuk Indonesia!

Rukun Warga (seperti kumpulan arisan, dasawisma, pengajian antar Rukun Tetangga), Kelompok Tani, serta kelompok swadaya masyarakat lainnya termasuk pemberdayaan perguruan tinggi di wilayah masing-masing. POT ini merupakan program berkelanjutan dan menyeluruh. Sejalan dengan Haluan BMT 2020 sebagaimana disepakati oleh Perhimpunan BMT Indonesia (PBMT) sebagai sebuah kesamaan visi, misi, dan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Rudjito dalam At (2012)), POT juga merupakan agenda jangka panjang. Adapun rancangan implementasi POT sebagai berikut: 1. Program Monitoring BMT oleh OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM 1.1.

Penambahan Sumber Daya Keterbatasan jumlah dan latar belakang pendidikan personel OJK dan Kementerian

Koperasi

dan

UMKM

yang

terdedikasi

untuk

pengawasan dan monitoring BMT sangatlah terbatas dan belum memungkinkan untuk mencakup seluruh kantor BMT di Indonesia. OJK

berfungsi

menyelenggarakan

sistem

pengaturan

dan

pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan baik perbankan, pasar modal, sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainnya seperti pegadaian (Government of Indonesia 2011). Maka, dengan luasnya tanggung jawab pengaturan dan pengawasan oleh OJK, pertumbuhan BMT yang menjamur menjadi tambahan beban kerja yang jika tidak segera diatasi dengan adanya tambahan 20

Untuk Indonesia!

personel yang handal mustahil dapat dijangkau. Personel yang handal juga harus didukung latar belakang pendidikan baik formal (sekolah tinggi dan/atau universitas) dan non-formal (seperti pelatihan rutin pegawai) yang disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk mengatur dan mengawasi BMT, diperlukan tambahan pegawai yang memahami konsep ekonomika dan perbankan Islami.

1.2.

Sinkronisasi Pendirian BMT BMT selain berbentuk badan hukum koperasi juga wajib melaporkan usahanya ke OJK dengan kewajiban memberikan pelaporan keuangan auditan tahunan. Tidak hanya wajib menerima pelaporan keuangan, OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM juga berkewajiban menganalisis tingkat kesehatan dan kelayakan usaha BMT. Dengan demikian keberadaan sumber daya terdedikasi ke BMT yang memadai mutlak diperlukan untuk menunjang kinerja maksimal OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM sebagai regulator dan pengawas.

1.3.

Pelaporan Keuangan Auditan BMT secara rutin BMT baik dalam bentuk badan hukum koperasi maupun lainnya wajib menyampaikan pelaporan keuangan auditan secara rutin. Pelaporan keuangan tersebut harus terstandardisasi sesuai ketentuan OJK dan/atau Kementerian Koperasi dan UMKM. Saat ini, belum

21

Untuk Indonesia!

ditemukan standar pelaporan keuangan khusus BMT selain adaptasi Pedoman Standar Akuntansi Keuangan/PSAK Syariah nomor 100106 tentang produk dan jasa syariah seperti murabahah, musyarakah, istishna, dan salam. Kementerian Koperasi dan UMKM mendorong pengadopsian

Standar

Akuntansi

Keuangan

Entitas

Tanpa

Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) untuk BMT berbentuk koperasi. Tidak semua pegawai BMT juga memiliki latar belakang pendidikan yang sesuai sehingga hal ini menjadi tantangan internal BMT untuk mampu menyampaikan laporan keuangan yang terstandardisasi. Beberapa pemerhati keuangan syariah seperti Adimarwan Karim, juga mengemukakan standardisasi pengelolaan BMT (Islamic Microfinance Standards/IMS) yang dapat diacu sebagai tambahan wacana tata kelola BMT yang baik. Dengan demikian BMT berkewajiban untuk membuat pelaporan keuangan termasuk pelaporan tata kelola yang mengikuti ketentuan OJK dan/atau Kementerian Koperasi dan UMKM.

1.4.

Publikasi atas Pelaporan Keuangan kepada Masyarakat Pelaporan yang telah dibuat oleh BMT wajib disampaikan kepada publik melalui media baik cetak maupun elektronik. Informasi ini merupakan hak publik sebagai cara pengendalian eksternal atas kinerja BMT. Banyak BMT yang masih tertutup dalam memberikan laporan

keuangannya

kepada

masyarakat

sehingga

kasus

penyelewengan dan penggelapan yang terjadi merupakan wujud

22

Untuk Indonesia!

kurangnya transparansi BMT. Pelaporan keuangan yang rutin disampaikan ke OJK atau Kementerian Koperasi dan UMKM juga wajib disampaikan kepada publik melalui media cetak maupun elektronik termasuk hasil analisis (Rapor Kinerja BMT) di seluruh Indonesia. Dengan demikian masyarakat akan memiliki informasi yang cukup dalam menilai dan memilih BMT yang berprestasi sebagai perantara keuangan mereka.

2. Program Edukasi Perbankan Masyarakat Masyarakat harus dibiasakan melihat (menilai) BMT secara cerdas, bukan dari aspek legal saja namun juga dari sisi substansi. Aspek legal cenderung lebih mudah berubah seiring perubahan peraturan dan situasi politik, sedangkan substansi cenderung tetap karena merupakan identitas lembaga. Sebagian besar nasabah BMT adalah masyarakat miskin dengan tingkat edukasi rendah, sehingga pendekatan untuk program edukasi perbankan masyarakat ini pun harus berbeda. Adopsi “jemput bola” BMT juga dapat diadaptasikan dalam program edukasi perbankan ini. Oleh karena itu melalui kelompok belajar warga seperti Remaja Masjid, Karang Taruna, Rukun Warga (seperti kumpulan arisan, dasawisma, pengajian antar Rukun Tetangga), Kelompok Tani, serta kelompok swadaya masyarakat lainnya (Non-Governmental Organization/NGO); diharapkan mampu menyampaikan informasi lebih efektif (tepat sasaran). Masyarakat harus diberikan pengetahuan yang memadai tentang BMT. Bekerja sama dengan sekolah

23

Untuk Indonesia!

tinggi atau universitas setempat termasuk lembaga pendidikan yang lainnya, pemerintah (OJK dan Kementerian Koperasi dan UMKM) mendorong sosialisasi tentang BMT sebagai perantara keuangan. Program edukasi ini diharapkan

akan

meningkatkan

pengendalian

eksternal

BMT

oleh

masyarakat sebagai pemangku kepentingan sehingga akan meminimalisir tindak penyelewengan dan penggelapan.

KESIMPULAN Sektor UMKM merupakan industri terbesar di Indonesia. BMT sebagai perantara perbankan merupakan solusi atas keterbatasan akses perbankan bagi sektor UMKM. Pertumbuhan BMT yang cukup pesat belum diikuti dengan kesiapan baik regulasi maupun institusi. OJK merupakan lembaga independen pengawas perbankan di Indonesia termasuk perantara perbankan seperti BMT. Kementerian Koperasi dan UMKM (Kementerian Koperasi dan UMKM) merupakan lembaga pemerintah yang salah satunya bertugas mengawasi perkembangan koperasi dan UMKM termasuk BMT yang berbentuk badan hukum koperasi. Keterbatasan sumber daya dan pengetahuan nasabah atas BMT belum mampu menyamai pertumbuhan BMT di Indonesia. Hal ini menyebabkan besarnya potensi penyelewengan penggelapan

dan

pada

penyalahgunaan

BMT.

Dengan

kepercayaan

demikian

nasabah

diperlukan

sebuah

termasuk Program

Optimalisasi Terintegrasi (POT) yang bertujuan memaksimalkan pengawasan atas perkembangan BMT, meningkatkan pengendalian eksternal atas kinerja BMT, serta mengedukasi masyarakat pada umumnya dan nasabah pada khususnya untuk 24

Untuk Indonesia!

memiliki pengetahuan yang cukup untuk memilih BMT yang handal dan terpercaya sebagai perantara perbankan mereka.

REFERENSI

At, Z., 2012. Haluan BMT 2020: Arsitektur Keuangan Syariah Masa Depan. Tamaddun. Available at: http://www.tamzis.com/content/view/261/9/. Azis, A.M., 2006. Tata Cara Pendirian BMT, PKES Publishing. Badan Pusat Statistik, 2014. Statistika Indonesia. Available at: http://bps.go.id/ [Accessed March 4, 2014]. Government of Indonesia, 2011. Act of The Republic of Indonesia No. 21 of 2011 on Financial Services Authority (Otoritas Jasa Keuangan/OJK). Info Solo Raya, 2012. Kasus BMT Bermasalah, Penghargaan Koperasi Terbaik Nasional Ternodai. Info Solo Raya. Available at: http://www.infosoloraya.com/kasus-bmtbermasalah-penghargaan-koperasi-terbaik-nasional-ternodai2/#sthash.Whbql2TA.dpuf [Accessed April 30, 2014]. Joglo Semar, 2013. Dana BMT Jadi Bancakan Pengurus. Joglo Semar. Available at: http://joglosemar.co/2013/05/dana-bmt-jadi-bancakan-pengurus.html [Accessed April 30, 2014]. Masyita, D. & Ahmed, H., 2013. Why Is Growth of Islamic Microfinance Lower Than Its Conventional Counterparts in Indonesia? Islamic Economic Studies, 21(1), pp.35–62. Available at: http://search.proquest.com/docview/1429834243?accountid=11862. Nasori & Gunarto, H., 2010. BI Luncurkan Program Financial Inclusion. Investor Daily. Available at: http://www.investor.co.id/home/bi-luncurkan-program-financialinclusion/2151. Seibel, H.D., 2004. Islamic Microfinance in Indonesia, Eschborn. Seibel, H.D., 2008. Islamic Microfinance in Indonesia: The Challenge of Institutional Diversity, Regulation, and Supervision. Sojourn: Journal of Social Issues in Southeast Asia, 23(1), pp.86–103. Available at: http://www.jstor.org/stable/41220061. Setiawan, S., 2012. Financial Inclusion, Golongan Berpendapatan Rendah dan UKM, Jakarta. Available at: http://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/Financial Inclusion, Golongan Berpendapatan Rendah dan UKM _Sigit Setiawan.pdf.

25

Untuk Indonesia! Wardiwiyono, S., 2012. Internal control system for Islamic micro financing: An exploratory study of Baitul Maal wat Tamwil in the City of Yogyakarta Indonesia. International Journal of Islamic and Middle Eastern Finance and Management, 5(4), pp.340–352. Available at: http://www.emeraldinsight.com/journals.htm?issn=17538394&volume=5&issue=4&articleid=17065608&show=html [Accessed February 24, 2014].

26

Membangun Ekonomi Indonesia melalui Pemuda dan Usaha Kecil Menengah Oleh: Faldo Maldini

Untuk Indonesia!

B

ERDASARKAN data dari Kamar Dagang dan Industri, pertumbuhan buruh setiap tahun di Indonesia mencapai angka 2.9 juta orang, sedangkan angka lapangan kerja yang tersedia di Indonesia hanya

sejumlah 1.6 juta orang. Hal ini menunjukkan bahwa ada 1.3 juta orang yang Indonesia yang akan menjadi pengangguran, dimana 20% dari mereka adalah lulusan Sekolah Dasar (SD). Sementara itu, 22.6% lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP), 40.7% adalah lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), dan 5.7% adalah lulusan sarjana (S1). Data ini seharusnya membuka mata kita semua bahwa pengangguran di Indonesia masih menjadi masalah serius dan lebih diperparah dengan banyaknya anak muda yang akan terancam menganggur. Tentu ini pertanyaan yang seharusnya sama-sama bisa dijawab oleh setiap elemen bangsa Indonesia, khususnya Presiden dan Wakil Presiden Indonesia terpilih melalui pemilu 2014. Pertanyaan-pertanyaan tersebut antara lain: Apakah mereka merupakan orang yang sangat tidak memenuhi prasyarat sehingga tidak bisa mendapatkan pekerjaan? Apa yang salah pada sistem pendidikan kita? Dan apa langkah yang bisa diambil pemerintah untuk mengatasi masalah ini?

PERUBAHAN PARADIGMA PADA KEBIJAKAN PENYEDIAAN LAPANGAN KERJA “Berikan seseorang ikan, maka kau akan memberikannya makan sehari; Ajarkan seseorang cara menangkap ikan dank au akan memberikannya makan seumur hidup” (Peribahasa)

28

Untuk Indonesia!

Dalam perekonomian sebuah bangsa, pengangguran adalah masalah yang sangat signifikan. Setiap orang tahu bahwa pengangguran akan menjadi hambatan dalam laju pertumbuhan ekonomi. Jika pertanyaannya apakah pemerintah harus memprioritaskan lapangan kerja sebagai upaya utama untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi, tentu jawabannya adalah iya. Karena sudah sangat jelas hal itu dibutuhkan dengan kondisi Indonesia hari ini. Kondisi makin buruk akan tercipta jika pemerintah tidak mengambil sebuah tindakan yang jelas untuk menyelamatkan perekonomian. Tapi tentu saja pertanyaan yang dikedepankan seharusnya lebih tinggi daripada itu. Seperti apa jenis lapangan kerja yang seharusnya dibuat oleh pemerintah? Ini yang menarik untuk dibahas. Pemerintah seharusnya melihat masalah pengangguran ini sebagai peluang, terlebih sebagian besar dari mereka adalah pemuda. Masing-masing dari mereka adalah insan yang memiliki kelebihan dan potensi yang bisa dilejitkan. Anak muda adalah insan-insan kreatif yang mampu ciptakan dan dorong hadirnya banyak hal bermanfaat. Pemerintah harus mengubah paradigma yang dimiliki tentang jenis lapangan pekerjaan apa yang seharusnya dibuat. Lapangan kerja yang dibuat pemerintah seharusnya adalah yang juga turut meningkatkan kapasitas sumber daya manusia yang ada. Dengan paradigma seperti ini, pemuda pun akan terasah dirinya ketika berkarya di tempat mereka bekerja. Lebih jauh lagi, kemungkinan membuka lapangan kerja baru dan hasilkan dampak yang menguat dan menyebar bisa terjadi. Pemerintah juga sebaiknya harus membantu dan memberikan dukungan pendanaan untuk generasi muda memulai bisnis yang akan mereka jalankan. 29

Untuk Indonesia!

Bisnis-bisnis ini lahir dari kreativitas pada pemuda yang akan mengeksplorasi wahana-wahana baru dan tentunya membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain. Dengan model kebijakan seperti ini, kita akan segera melihat tumbuhnya lapanganlapangan kerja baru yang dibuat oleh anak muda yang tadinya pengangguran dengan bisnis yang dipunya.

ANAK MUDA DAN USAHA KECIL MENENGAH

Saya coba mengingat bagaiamana pertama kali saya menggunakan Facebook untuk bersosialisasi di dunia maya. Dan hingga hari ini, hampir semua orang menggunakan situs jejaring sosial tersebut. Hampir semua orang pula tahu bahwa bos besar situs pertemanan di dunia maya ini adalah anak muda yang bersinar, Mark Zuckenberg. Mark merupakan seorang pebisnis yang telah mencapai banyak hal di usia mudanya. Dengan kreativitas yang dimilikinya, Mark membuat Facebook sebagai platform baru dalam dunia media sosial. Sekali lagi. anak muda memiliki sebuah keunggulan yang tidak bisa dibantah, yakni kreativitas. Mereka penuh dengan ide-ide segar dan selalu berupaya memperbaiki temuan-temuan mereka dari hari ke hari. Tentu kita masih ingat apa yang disampaikan oleh Presiden pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarno, “Beri aku 10 pemuda maka akan kuguncang dunia”. Ide yang diilhami tentunya dengan karakteristik pemuda itu sendiri, kreatif. Pemuda juga siap menerima perubahan dan segera beradaptasi dengan itu.

30

Untuk Indonesia!

Jika kita mengacu pada data-data tentang pengangguran pada bagian awal esai ini, tentu saja menjadi sebuah hal yang masuk akal dan efektif jika pemerintah menyelesaikan masalah pengangguran dengan menuntaskan permasalahanpermasalahan yang terdapat pada anak muda. Hal ini bisa dimulai dengan perlahan pemerintah

mengubah

kebijakan

membuka

lapangan

kerjanya

dengan

menyediakan lahan-lahan bisnis yang siap digarap oleh para pemuda yang terancam pengangguran ini. Pemerintah harus memberikan dorongan yang sangat kuat, terutama masalah pendanaan. Usaha Kecil Menengah (UKM) berkontribusi dalam laju pertumbuhan ekonomi tidak hanya pada pendapatan dari pajak dan pengurangan pengangguran, namun juga tentang inovasi dan pembangunan berkelanjutan. Walaupun bangsa kita masih tertinggal hari ini, kita masih bisa lakukan akselerasi untuk mengejar. Melihat momentum,

Indonesia

juga

harus

segera

melakukan

perubahan

untuk

mempersiapkan perdagangan bebas di ASEAN yang sudah di depan mata. Perdagangan bebas ini bisa menjadi dua mata pisau yang menguntungkan jika bisa dijalani, namun akan menjadi bencana jika tidak dilakukan persiapan mumpuni. Semua ini pada akhirnya tentu akan tergantung dengan bagaimana pemerintah berhadapan dengan tantangan yang ada untuk melakukan inovasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.

KEBIJAKAN PENDIDIKAN: BISNIS SEBAGAI MATA PELAJARAN DI SEKOLAH “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world” (Mandela) 31

Untuk Indonesia!

Kita perlu mengubah dari sekarang paradigma bagi anak-anak muda Indonesia semenjak dari sekolah dasar hingga lulus sarjana. Mereka berangkat ke sekolah bukan untuk menjadi robot, tapi menjadi manusia seutuhnya. Mereka dididik menggunakan akal pikiran yang dipunya, kreativitas dan passion untuk menciptakan sesuatu. Bagaimana cara mengeksekusi ide ini? Pemerintah bisa melakukan ini dengan langkah sederhana, yaitu dengan mengajarkan bisnis sedari bangku sekolah kepada siswa. Satu hal yang penting untuk dicatat tentang bisnis, ini bisa menjadi kekuatan untuk menciptakan sesuatu. Senada dengan tujuan pendidikan, memanusiakan manusia. Modul yang diberikan tentang bisnis tentu saja bukan hanya menyoal tentang teori, tetapi juga tentang bagaimana praktik bisnis bisa diajarkan melalui proyek dan tugas yang diberikan. Banyak talent pool dan inkubator bisnis yang bisa dibuat di sekolah. Siswa juga didorong untuk membuat bisnis secara langsung dengan ide mereka sendiri. Pemerintah juga bisa menstimulus upaya ini dengan mengadakan kompetisi bisnis rutin agar menjadi media untuk mempertajam dan menguatkan kualitas bisnis yang dibuat oleh para siswa. Sekolah pun juga bisa membangun peluang kerjasama antar siswa, perusahaan dan para ahli untuk memfasilitasi siswa. Proyek bisnis yang dibuat oleh siswa tentu saja diharapkan bisa menjadi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang nyata, berkolaborasi dengan bisnis-bisnis lainnya yang dibuat oleh siswa yang lain sehingga mampu membuka banyak lapangan kerja baru. Laboratorium Kreativitas (Creative Labs), banyak dimiliki oleh sekolahsekolah di luar negeri, yang merupakan media dimana para siswa bisa berbagi 32

Untuk Indonesia!

tentang ide dan gagasan yang mereka punya untuk dikonsultasikan dan dikolaborasikan. Dalam hal ini tentu saja untuk urusan bisnis. Walaupun pada akhirnya siswa akan bertarung satu sama lain, adanya Laboratorium Kreativitas tentu saja bisa meredakan ketegangan dan tetap membuat upaya ini pada langkah dan cita-cita besarnya, membangun pertumbuhan ekonomi bangsa dan membuka lapangan kerja baru. Ini yang harus selalu ada di benak para siswa bersama pemerintah.

BERIKAN KESEMPATAN PADA PEMUDA: SUDUT PANDANG KEBIJAKAN Berbicara tentang kebijakan, hal ini tentu saja tidak akan bekerja dengan baik jika setiap orang tidak peduli dan menyerahkannya pada politisi. Satu hal yang penting dalam politik adalah tentang partisipasi. Bagaimana caranya agar pemerintah mampu mendorong lahirnya partisipasi? Dalam konteks ini, kuncinya ada pada pemuda. Sebagaimana yang telah saya sampaikan di paparan sebelumnya, satu per tiga dari populasi Indonesia adalah pemuda. Sekali lagi saya tekankan, kreativitas pemuda ini adalah modal yang menjanjikan. Pemerintah harus menemukan cara terbaik untuk mengaktivasi partipasi pemuda ini. Pemerintah harus membuat kebijakan dengan berdasarkan pendekatan berbasis manusia (human-centered design). Selain itu, penggunaan teknologi, terlebih media sosial bisa menjadi cara cerdas untuk menyebarkan informasi. Dengan peningkatan jumlah pengguna internet secara signifikan di Indonesia, media sosial seperti Facebook, Twitter, Google+, dan Path akan menjadi penting di masa depan. Tentu saja, dengan saling keterkaitan ancara kumpulan-kumpulan pemuda dan 33

Untuk Indonesia!

masyarakat melalui internet, peran pemuda menjadi vital dan penting. Dengan kuantitas dan kreativitasnya, mereka akan membuat kebijakan ini bekerja.

EPILOG Seringkali kita seakan mati langkah kala melihat ada masalah. Begitu halnya dengan masalah banyaknya penggangguran di negeri ini. Masalah, bukanlah sebenar-benar masalah jika dicarikan jalan lain sebagai alternatif penyelesaiannya. Mulai saat ini baiknya segenap WNI mulai melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda. Perubahan paradigma, itu yang dibutuhkan. Semua perubahan memang diawali dari sana, yakni memandang masalah dan alternatif yang tersedia sebagai upaya penyelesaiannya. Perubahan paradigma memandang pengangguran dan anak muda akan menciptakan alternatif solusi untuk menciptakan paket-paket kebijakan seperti pendidikan, ekonomi serta inovasi seperti yang dipaparkan di atas. Semoga ini menjadi sedikit pemikiran yang berguna untuk membangun bangsa ini ke depan.

34

Kapabilitas Dinamik Sektor Konstruksi Gedung di Daerah Menuju Keberlanjutan Pembangunan yang Realistis: Pendekatan Studi Kasus Kegagalan Konstruksi dan Bangunan di Jawa Oleh: Ferry Hermawan, S.T., M.T., MCIOB

Untuk Indonesia!

PERAN SEKTOR KONSTRUKSI DALAM PEMBANGUNAN

Sektor konstruksi sebagai salah satu kontributor perkembangan sosial-ekonomi Indonesia adalah potensi pembangunan yang harus dijaga keberlanjutannya. Konstruksi gedung sebagai bagian dari denyut nadi pembangunan infrastruktur menggunakan energi sekitar sepertiga penggunaan energi di dunia (Jayan, 2014). Menurut Kirmani (1989), beberapa karakteristik bisnis konstruksi di negara berkembang antara lain, pertama, konstruksi mempunyai tipikal berkontribusi terhadap GDP (Gross Domestic Product) rata-rata sekitar 5-9%. Kedua, dampak konstruksi mempengaruhi value dari distribusi material konstruksi dan serapan tenaga kerja yang mencapai 5% dari total pekerja dan seringkali pekerjaan di sektor ini menjadi batu loncatan bagi industri manufaktur. Keempat, dampak bisnis konstruksi yang cukup luas, dibangun dari perusahaan-perusahaan kecil yang menghasilan kesempatan berwirausaha pada usaha kecil dan memainkan peran penting bagi distribusi pendapatan. Pasca krisis ekonomi, industri konstruksi mulai bangkit sejak 2004 dan relatif meningkat diikuti kondisi perekonomian yang berkembang, ditunjukkan dengan nilai GDP mencapai 6,23% per tahun (Worldbank, 2013). Dari sisi kelembagaan proses pengadaan barang dan jasa baru dimulai efektif sejak 2008 dan sampai November 2013, Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di seluruh tanah air telah mencapai 595 unit (LKPP, 2013)

36

Untuk Indonesia!

KONSTRUKSI DAN DESENTRALISASI

Sektor konstruksi dan otonomi daerah (desentralisasi) adalah satu paket produk pasca

reformasi

bagi

Indonesia.

Sejak

diberlakukannya

undang-undang

pemerintahan daerah No. 22 dan 25 tahun 1999, berbagai diskusi berkembang terutama tentang fenomena sosial yang terjadi di daerah seperti kewenangan pimpinan daerah (gubernur dan walikota/bupati), sistem penganggaran pusat dan daerah serta isu pengelolaan sumber daya alam lintas wilayah dalam suatu kerangka desentralisasi. Begitu pula perubahan di sektor konstruksi yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Tatanan pengadaan konstruksi secara radikal menjadi lebih terbuka meskipun masih muncul penyimpangan yang bertentangan dengan visi akuntabilitas dan komitmen pakta integritas yang bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Berdasarkan hasil studi Hermawan (2013b) terhadap 10 praktisi proyek gedung Non Highrise Building yang berkiprah di Jawa selama kurun waktu 15-25 tahun, terdiri dari insinyur konstruksi sipil, ahli geoteknik, praktisi pengadaan barang dan jasa pemerintah, arsitek dan kontraktor gedung di DKI Jakarta, diperoleh persepsi tentang kendala mengimplementasikan prinsip sustainable buildings yang paling mendasar adalah pengaruh pimpinan daerah (local leader) dan ketersediaan masterplan sebagai acuan pembangunan. Beberapa hal yang perlu kita kritisi yaitu sistem ekonomi kita yang bersifat liberal (Liddle, 1982), telah membawa ideologi pembangunan kita tidak berbasis agraris lagi tapi cenderung untuk menjadi negara industri. Berbagai kebijakan publik yang pernah diterapkan pada negara-negara maju, barangkali sering tidak sesuai dengan 37

Untuk Indonesia!

kondisi di negara berkembang (Todaro, 1977 dalam Mubyarto, 1996), dan indonesia adalah salah satunya. Merujuk pada pernyataan Professor Widjojo Nitisastro tentang bagaimana suatu kebijakan (policies) yang realistis adalah yang mampu menghubungkan teori-teori tentang kebijakan itu sesuai dengan realita (Mubyarto: 1996, p27). Desentralisasi awalnya ditujukan untuk memudahkan pengelolaan sehingga lebih efektif dan efisien. Persoalan kapabilitas sumber daya manusia menjadi

salah satu isu utama pembangunan. Hal inipun juga tertuang dalam

paradigma pembangunan Indonesia sejak 2004 bahwa bangsa kita bertekat melakukan pembangunan yang berkualitas dengan visi ‘pro growth, pro poor dan pro job’. (Mustopadidjaja, 2012).

KEGAGALAN KONSTRUKSI DAN BANGUNAN GEDUNG DI JAWA

Menurut dokumen konstruksi Indonesia 2030 dan Agenda Konstruksi Indonesia 2010-2030, semua cita-cita dan harapan ideal konstruksi indonesia menuju Finest Built Environment. Menurut Mulyo (2013), beberapa langkah yang penting dilakukan untuk mewujudkan Finest Built Environment antara lain, pertama dengan merevisi Undang-undang Jasa Konstruksi yang diimplementasikan tidak hanya pada proyek pemerintah tetapi juga proyek swasta. Kedua, perkuatan lembaga pengembangan jasa konstruksi, ketiga, peningkatan ketrampilan pelaku konstruksi melalui gerakan nasional pelatihan konstruksi. Keempat, penerapan Good Corporate Governance. Kelima, implementasi sistem pengawasan melekat ‘whistle-blower’ dan keenam,

38

Untuk Indonesia!

penerapan sanksi tegas bagi pelanggar kode etik profesi para pelaku jasa konstruksi. Dari studi kegagalan gedung dan bangunan yang didirikan antara tahun 1996-2008 di Jawa Tengah, hasil studi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Daerah (LPJKD) menemukan gejala penyimpangan para penyedia jasa konstruksi gedung rata-rata berkisar 7-8% dari nilai konstruksinya (Hermawan et al., 2013a). Menurut Hermawan et al. (2013a) ditemukan bahwa 34 gedung yang diinvestigasi diperoleh fakta bahwa jenis kegagalan konstruksi dan bangunan yang terjadi di daerah menurut elemen strukturnya, paling tinggi terjadi pada bagian struktur utama gedung (11,91%) dan yang kedua adalah struktur atap (4,68%). Kerisauan kita terhadap konstruksi gedung di daerah karena bangunan-bangunan yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyak kecil kualitasnya cukup memprihatinkan. Misalnya, bangunan seperti puskesmas di tingkat kecamatan, bangunan pasar tradisional dan bangunan sekolah di pedesaan tidak memperhatikan dampak keselamatan manusia lagi. Sektor konstruksi gedung mempunyai kontribusi yang cukup signifikan bagi keberlanjutan pembangunan. Dimensi keberlanjutan di sektor ini meliputi kontribusi sosial, ekonomi dan ekologi. Secara sosial, isu serapan tenaga kerja dan peningkatan kualitas hidup menjadi barometer pertumbuhan di setiap proyek konstruksi dan wilayah yang menjadi basis perkembangannya. Namun kontrakdiksi dampak ekologi menjadi isu yang tidak kalah penting karena bumi sebagai tempat tinggal kita mengalami perubahan perilaku. Pembangunan infrastruktur di perkotaan yang berkaitan dengan hajat hidup orang banyak didominasi oleh bangunan 39

Untuk Indonesia!

gedung. Jumlah penduduk Indonesia sebagai modal pembangunan menjadi alasan utama untuk ketersediaan pemukiman, fasilitas pelayanan kesehatan, rekreasi dan pendidikan, semuanya berbasis pada kebutuhan konstruksi gedung. Oleh karena itu, melalui tulisan ini tertuang gagasan bagaimana sektor konstruksi gedung publik bisa berkelanjutan untuk bangsa Indonesia dalam konteks strategi pembangunan yang realistis sepuluh tahun ke depan. Fenomena bisnis konstruksi gedung di daerah menjadi isu yang saling terkait dengan isu politik dan sistem pemerintahan daerah di Indonesia dalam satu dekade ini. Secara komposisi, jumlah pelaku konstruksi skala kecil, di beberapa daerah menguasai lebih dari 90 persen dan 45,3 persen yang ada di Indonesia merupakan perusahaan konstruksi yang menangani proyek gedung (BPS, 2011). Dan sebagian besar pelaku konstruksi gedung ada di pulau Jawa. Menurut skala bisnisnya jumlah perusahaan konstruksi seperti disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Komposisi dan jumlah perusahaan konstruksi (Jawa dan Luar Jawa) menurut skala bisnisnya (BPS, 2011 diolah) Lokasi Pulau Jawa Sumatera Kalimantan Sulawesi Nusa Tenggara Papua Maluku Maluku Indonesia (total)

Kecil 33% 26% 14% 14% 5% 3% 3% 3% 106,980

Sedang 48% 27% 11% 7% 2% 3% 2% 2% 13,795

Besar 47% 22% 12% 8% 1% 8% 3% 3% 1,836

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMAHNYA BISNIS KONSTRUKSI INDONESIA 40

Untuk Indonesia!

Beberapa faktor yang membuat bisnis konstruksi kita lemah antara lain, pertama adalah tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tidak memadai. Sejak 1999, tenaga kerja konstruksi kita 54% masih berpendidikan SMA, bahkan masih ada 2 % berpendidikan SD dan 5% berpendidikan SMP (BPS, 2011). Jumlah insinyur kita pada tahun 2012 hanya 600.000 dari berbagai bidang keahlian. Jumlah tersebut masih sangat kecil jika dibandingkan jumlah penduduk Indonesia. (Antara, 2012). Kedua, persoalan yang paling mendasar bagi pengaturan sektor konstruksi gedung berawal dari belum lengkapnya perangkat regulasi di daerah. Menurut data Direktorat Penataan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya-Kementrian Pekerjaan Umum, sampai tahun 2013, di daerah masih 182 pemda dari total 536 pemda (tidak termasuk DKI Jakarta) belum mempunyai Peraturan Bangunan Gedung (PBG). Kendala utama di daerah adalah mereka masih belum menganggap penting keberadaan regulasi tersebut (Medan Bisnis Daily, 2013). Hal ini juga termasuk belum semua provinsi mempunyai Masterplan tata ruang, menurut Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, 15 provinsi sedang dalam proses penyelesaian (TRP, 2013: 8). Keempat, masih kuatnya ketergantungan sektor gedung terhadap anggaran pemerintah baik APBN (18 %), APBD (74%) dan Loan Asing (9%). Beberapa bentuk penyimpangan yang terekam dari hasil audit pengadaan barang dan Jasa Pemerintah merupakan faktanya. Meskipun akar permasalahannya

bermuara

pada

tindakan

korupsi.

Hasil

audit

BPK

menggambarkan bentuk-bentuk perilaku di pengadaan barang dan jasa Pemerintah antara

lain

pengurangan

volume

pekerjaan,

kelebihan

pembayaran,

ketidaksesuaian anggaran, tidak sesuainya pelaksanaan dengan spesifikasi dan

41

Untuk Indonesia!

yang paling memprihatinkan adalah pengadaan yang dilakukan fiktif, mark-up harga dan tidak bertanggungjawabnya rekanan menyelesaikan pekerjaan (Journal LKPP: 2011, Hal.89). Kelima, Independensi antara pembuatan keputusan, operator dan pengawas yang saat ini masih di area abu-abu. Independensi fungsi stakeholder di bawah payung regulasi pemerintah yang kredibel merupakan harapan bagi semua pihak jika keberlanjutan sektor konstruksi memang benar penting untuk kehidupan yang lebih baik.

SOLUSI MENUJU KEBERLANJUTAN SEKTOR KONSTRUKSI GEDUNG INDONESIA Karakteristik keberlanjutan di sektor konstruksi pada lima tahun terakhir ini telah mengemuka paradigma ‘from linier to circular’ (Magdani, 2013). Paradigma konsep linier pembangunan hanya melihat suatu proses konstruksi sebagai proses tunggal, dari inisiatif design, proses konstruksi dan menghasilkan waste yang kemudian dibuang. Namun pada proses circular, beberapa material akan didaur ulang sebagai bagian dari konstruksi tersebut. Menurut Sorrell (2003) bahwa meningkatkan praktek keberlanjutan pada konstruksi gedung ada enam komponen yang menentukan yaitu, membuat sistem akuntabilitas performa kinerja penyedia jasa yang terlibat, menerapkan sistem pembiayaan yang menyeluruh (whole-life costing), pengembangan desain yang terintegrasi terutama dengan masterplan yang lebih di level yang lebih tinggi (misalnya tata kota), pembelajaran bagi klien atau pemilik proyek dan selalu mengacu pada standar konstruksi.

42

Untuk Indonesia!

Dynamic Capability Framework (Teece et al.,1997) diusulkan sebagai basis teori yang diadaptasi menjadi analogi framework pada sektor konstruksi gedung. Beberapa studi yang sudah dilakukan antara lain berkaitan dengan pola kegagalan konstruksi dan bangunan di Jawa Tengah. Studi tersebut menggambarkan bentukbentuk pekerjaan konstruksi gedung di beberapa kota/kabupaten pada tahun 19962008 (Hermawan et al., 2013). Dan studi revitalisasi bangunan pasar di Jakarta Utara pada pertengahan 2013. Tidak hanya kegagalan yang dipetakan tetapi juga keberhasilan yang patut menjadi teladan untuk generasi selanjutnya. Analogi Framework yang dikembangkan ini diilhami dari QS An Nahl: 68-71, tentang Komunitas Lebah Madu (Honey Bee) yang juga telah dikembangkan pada bidang micro-electro-mechanical (Lawry, 2006). Analogi kehidupan lebah sebagai bentuk manifestasi masyarakat konstruksi gedung menggunakan prinsip sustainable digambarkan dalam suatu siklus kehidupan (life cycle). Begitu pula proyek gedung sejak inisiatif desain hingga commisioning adalah gambaran satu unit kehidupan konstruksi lengkap dengan sumber daya material, sumberdaya manusia dan sistem yang membentuk suatu rutinitas. Beberapa prinsip dari analogi ini juga membawa pesan moral sebagai ciri ‘sustainable practice’ pada proyek konstruksi gedung. Setidaknya ada tiga konsep yang dikembangkan pada setiap proyek konstruksi, salah satunya konstruksi gedung yaitu tepat waktu-tepat mutu dan tepat biaya. Namun menepati ketiganya memerlukan kapabilitas yang teruji berdasarkan pengalaman kerja penyedia jasa dan pengelola anggaran (local authority). Siklus berkelanjutan yang analog dengan trend konstruksi saat ini menuju circular system mempunyai ciri-ciri dasar bahwa suatu performa konstruksi dibangun oleh 3 43

Untuk Indonesia!

komponen utama yaitu local government sebagai regulator, kontraktor sebagai eksekutor dan masyarakat sebagai user. Hubungan ketiganya merupakan model dasar dinamisnya praktek keberlanjutan suatu proyek gedung. Model ini merupakan solusi mendasar yang harus dibangun untuk industri konstruksi di tanah air kita. Model tersebut diberi nama ‘tension model kapabilitas dinamik’. Idealisasi model tersebut karena sifatnya dinamis maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Independensi terhadap APBN/APBD menjadi awal membangun kerangka kerja

kapabilitas

berkepentingan

dinamik

pada

(stakeholder)

sektor

konstruksi

menjadi aktor

pelaku

gedung.

Pihak

yang

penentu

keberhasilan

implementasinya. Namun sebagai sentral adalah tiga pelaku utama di konstruksi gedung yaitu pemerintah lokal (local authorities), perusahaan kontraktor (construction firms) dan pengguna gedung (user). Pemerintah daerah dalam perannya di tataran kebijakan publik seharusnya mempunyai peran ‘steering’ (menjadi penentu arah kebijakan) daripada sekedar ‘rowing’ (menjalankan kekuasaan) (Osborn and Gaebler, 1992). Pemerintah daerah mempunyai peran utama sebagai regulator tetap harus independen walaupun selalu muncul dilema bagi para pengambil keputusan ketika harus memilih antara mempengaruhi (influence) atau sebagai pelaksana (enforcement) (Steward, 1997). Kedua hal yang disebutkan oleh Steward (1997) merupakan sifat dinamis dan adaptive dari fungsi pemerintah daerah. Pada sektor konstruksi gedung selama kurun waktu 1999-2013 telah mulai berkembang menjadi lebih baik, lebih tertata dan menuju keberlanjutan, baik regulasi maupun kesadaran para pelaku. Kita harus optimis telah cukup drastis perubahan indonesia menjadi lebih realistis. 44

Untuk Indonesia!

Pengelolaan sumber daya alam sebagai landasan inti pembangunan menjadi bagian yang utuh pada sistem birokrasi pemerintahan di daerah. Pembelajaran yang cukup baik telah dibuktikan oleh negara Inggris pada masa pemerintahan Margaret Tatcher pada tahun 1979-1990. Desentralisasi dan merubah sektor industri menjadi sektor jasa adalah bentuk pemikiran realistis berbasis sumber daya yang dipunyai. Walaupun segala konsekuensinya juga direguk bangsa ini saat krisis ekonomi eropa melanda pada 2007. Masih kentalnya disparitas pembangunan adalah tantangan pemerintah untuk mewujudkannya seperti diamanatkan UUD45. Luasnya wilayah tanah air serta perubahan paradigma sistem pemerintahan desentralistik sejak ditetapkannya UU No 32 tahun 2004 (Pemerintah Daerah) dan tuntutan arus globalisasi telah membawa bangsa kita menerapkan mekanisme pasar. Oleh karena itu untuk mewujudkan pemerataan tadi, diperlukan terobosan pembangunan infrastruktur dengan memperluas jaringan antar pusat pertumbuhan melalui transportasi sebagai koridor distribusi barang dan jasa (Kompas, 2014). Tahap selanjutnya adalah memperkuat kapabilitas pemerintah dengan responsive capability dan insentive programme untuk menarik investor infrastruktur dengan kemudahan proses bisnis jangka panjang (prinsip green economy) (Setkab, 2013).

GRAND DESIGN KAPABILITAS DINAMIK YANG BERKELANJUTAN: SUATU KONSEP PRAKTIS Dalam Konteks praktis, diusulkan sebuah Grand Design Sustainable Dynamic Capability untuk Public Building sebagai pendorong konstruksi gedung yang lebih 45

Untuk Indonesia!

kompetitif (Hermawan dan Soetanto, 2014). Berhadasarkan hasil penelitian tentang kapabilitas dinamik pada tiga level otoritas di Jawa (Provinsi, Otoritas Khusus di Institusi Pendidikan dan Kabupaten/Kota), mensyaratkan bahwa setiap tujuan pembangunan gedung harus mengikuti aturan dasar bahwa gedung itu harus punya minimum performance yang sesuai standar konstruksi dan tidak merusak lingkungan, serta harus ada profit yang masuk akal. Dalam hal peran otoritas lokal (Local Authorities), Framework ini mengakomodasi pengaruh peran secara mendasar atau menegakkan fungsi kontrol. Sementara Code of conduct tersebut diubah menjadi kode etik dalam menjalankan kegiatan public building. Selain itu, peran kontraktor ada pada dua faktor dominan, keterampilan dan keahlian serta investasi modal (Capital Investment). Mekanisme praktek berkelanjutan proyek bangunan publik harus dicapai oleh tiga prinsip akuntabilitas: Transparansi, Efisiensi dan Efektivitas. Namun, tujuan akhir dari kemampuan berkelanjutandinamis harus menyadari dalam kebutuhan dasar untuk keuntungan bisnis dan kinerja membangun produk. Ketentuan Berkelanjutan berasal dari roh ramah lingkungan (eco-friendly) tetapi memperoleh pertimbangan yang tepat dari kualitas kinerja minimum (Capaian minimum sesuai spek). Dalam prakteknya, framework kapabilitas dinamik dijabarkan dalam peran-peran strategis sebagaimana disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Peran Stategis Para Pemangku Kepentingan (Implementasi Framework) Pemangku Kepentingan (stakeholder) Otoritas Lokal (Regulator)

Peran strategis dalam praktik Agent of changes dengan kegiatan:  Online service pada implementasinya  Capacity Building untuk staf pemerintahan

46

Untuk Indonesia!

Pemangku Kepentingan (stakeholder)

Peran strategis dalam praktik 

Kontraktor (Executor)

Pengguna Gedung (User)

Information Hub atau pusat Informasi (sumber daya material, perijinan, regulasi, feedback masyarakat, database track record dan standar gedung yang mudah dipahami publik)  Moderasi Tender yang kompetitif dan independent yang terintegrasi dalam Information Hub sehingga mampu mereduksi human-error  Pembuat Kebijakan Harga, tenaga Kerja dan Penataan Wilayah Sebagai eksekutor mempunyai peran strategis:  Specialist provider untuk segmentasi pasar konstruksi yang lebih jelas dan mempermudah sistem licensing tenaga terampil atau tenaga ahli.  Capital investment yang memadai sebagai pelaku pasar konstruksi Peran strategis bisa didorong dengan dua peran:  Smart Meter sebagai implementasi prinsip akuntabilitas dan teknologi informasi, sehingga masalah mendasar energy profile bisa dibangun dari masyarakat pengguna gedung.  Smart User sebagai bentuk interaksi masyarakat yang mempunyai pengetahuan dasar bagaimana menjadi pengguna gedung. Masyarakat yang tanggap terhadap kualitas gedung yang ditempati menjadi bagian dari ‘early warning system’ kelayakan gedung.

Praktek Berkelanjutan berarti dampak jangka panjang tetapi tetap harus tradeable, realistis dan terjangkau bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) bangunan publik dan juga pengguna gedung.

DAFTAR PUSTAKA Antara (2012). Insinyur Indonesia Masih Kalah Jumlah dan Kualitas. Antara – Sen, 26 Nov 2012. Available from [ 3 March 2014] BPS (2011). Statistik Konstruksi Indonesia. Biro Pusat Statistik. Jakarta.

47

Untuk Indonesia!

Hermawan, F; Ludiro, H.L; Wibowo, M.A.; Hatmoko, J.U.D and Soetanto,R.. (2013a). Toward Sustainable PracticeS in Indonesian Building ProjectS: case studIES of Construction Building FailureS and Defects in Central Java. Proceeding The 6th Civil Engineering Conference in Asia Region and Annual HAKI Conference 2013. Jakarta Hermawan, F., Soetanto, R. & Davies, J.W. (2013b). Enabling Sustainable Practices for Building Projects in Indonesian Local Government: An Overview of Practitioners’ Perceptions. Proceeding ISSC 2013, 7 December-Wageningen, The Netherlands Hermawan,F. dan Soetanto,R. (2014). A Strategic Approach for Sustainable Public Buildings: A case study of revitalisation of public market buildings in Jakarta. ICONIC 2014. Germany. [on press] Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2013. Tentang kewajiban 100% penggunaan eprocurement. Jayan, B. (2014). Energy Data Management. BRE Trust Research ConferenceSmart Cities, 25 February. London Kirmani, S.S (1987). A Review of Bank Assistance to the Construction Industry in Developing Countries. World Bank Publication. Kompas (2014). ASEAN 6 Unggulkan Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Available from < www. Kompas.com> [24 February 2014] Lawry, J.V. (2006). The Incredible Shrinking Bee Insects as models for microelectromechanical Devices. Imperial College Press. London. ISBN 1-86094585-6

48

Untuk Indonesia!

Liddle, R.W. (1982) The Politics of Ekonomi Pancasila: Some Reflections on a Recent Debate, Bulletin of Indonesian Economic Studies, 18:1, 96-101 Lkpp.(2013). LKPP Koordinasikan Modernisasi Pengadaan Nasional. Available from <www.lkpp.go.id> [ 6 March 2014] Magdani, N. (2013). Comment: a new direction in sustainability BAM's Nitesh Magdani on squaring the Circular Economy. Magazine of the Chartered Institute of Building. November. Available from <www.construction-manager.co.uk> [14November 2013] Medan Bisnis Daily (2013). PU Kejar Sisa Perda Bangunan Gedung hingga 2015. Available from <www.medanbisnisdaily.com> [16 December 2013] Mubyarto (1996). Paradigma Pembangunan Ekonomi Indonesia. Pidato Dies Natalis Ke-47 Universitas Gadjahmada. Yogyakarta. Mulyo, S.S. (2013). Bisnis konstruksi dihadang banyak persoalan, Dilema di tengah persoalan SDM, Etika dan Praktik KKN. Elex Media Komputindo. Jakarta. ISBN 978-602-02-1060-5 Mustopadidjaja et al. (2012). Bappenas dalam sejarah perencanaan pembangunan Indonesia 1945-2025. LP3ES paguyuban alumni bappenas. Jakarta. ISBN 978979-3330-97-6 Osborn, D. And Gaebler, T. (1992). Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector. Addison-Wesley Publishing, Reading-MA, USA.

49

Untuk Indonesia!

Setkab

(2013).

Pemerintah

Akan

Revisi

MP3EI.

Available

from


l>(4

March 2014) Sorrell (2003). Cited in Hunter,K, Kelly, J. & Trufil,G. (2006). Whole Life Costing of Sustainable Design, p250. Proceeding CIB W092–Procurement Systems. Symposium on Sustainability and Value Through Construction Procurement. CIB Revaluing Construction Theme, November-December University of Salford, UK Stewart, J. (1997). The local authority as regulator. Local Government Policy Making, Pitman Publishing, 23 (4), 16-24. Teece, D. J., Pisano, G., & Shuen, A. (1997). Dynamic capabilities and strategic management. Strategic Management Journal, 18(7), 509-533. TRP (2013). Buletin Tata Ruang dan Pertanahan. Edisi 2. Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementrian PPN/ Bappenas. Jakarta. ISBN: 9772087374046. Undang-Undang No.25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan anatara Pusat dan Daerah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Pengganti UU No. 22 tahun 1999) Worldbank (2013). Gross domestic product ranking table. Available from (26 February 2014)

50

Basmi Kemacetan Jalan Raya dengan Transportasi Berbasis Rel Oleh: Alan Sebastian Chandra

Untuk Indonesia!

PERMASALAHAN TRANSPORTASI DARAT INDONESIA

Dinamika Transportasi Yang sering dikeluhkan masyarakat di kota kecil adalah kurangnya fasilitas transportasi publik sehingga mereka sulit untuk berpindah dan kendaraan pribadi merupakan sesuatu yang terlalu mewah untuk dimiliki. Sedangkan di kota besar, volume kendaraan melebihi kapasitas jalan yang ada sehingga terjadilah kemacetan.

Gambar 1. Ilustrasi kondisi transportasi di pedesaan dan perkotaan

Secara umum, ada dua elemen penting dalam konteks sistem transportasi yakni pra-sarananya (i.e. jalan raya, runway, jalan rel, dll.) dan sarananya (i.e. mobil, kapal, pesawat, kereta api, dll.). Sebelum menentukan sistem transportasi apa yang tepat, beberapa faktor yang harus dipertimbangkan antara lain,  Tujuan pengguna berpindah (purpose of mobility);  Waktu yang pantas dihabiskan untuk berpindah (value of time);  Keamanan dan kenyamanan dalam berpindah (safety and ride comfort); 52

Untuk Indonesia!

 Ketersediaan untuk pengembangan di masa mendatang (future development). Perlu dipahami dulu bahwa sebenarnya kebutuhan manusia untuk berpindah merupakan kebutuhan turunan saja. Misalnya, seseorang berpindah dari rumahnya ke kantor untuk bekerja, bukan bekerja karena ingin berpindah sebab kebutuhan utama orang tersebut ialah bekerja di kantornya.

Mengapa Transportasi Bisa Memberi Dampak Kerugian yang Signifikan? Seperti diuraikan diatas, kebutuhan manusia untuk berpindah hanya merupakan kebutuhan turunan. Oleh sebab itu, tidak tepat bila banyak sumber daya (i.e. waktu, energi, uang, dll.) yang terbuang hanya untuk berpindah. Perpindahan harus dilakukan secara tepat waktu, aman dan ekonomis (timely, safe and economic). Kemacetan dan buruknya kondisi prasarana angkutan darat di klaim memberikan kerugian yang sangat besar kepada masyarakat. Penulis mengambil contoh kemacetan yang terjadi di Jakarta. Berdasar kajian Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabodetabek 2004, Jakarta mengalami kerugian sebesar Rp. 8.3 Triliun akibat kemacetan (BAPPENAS, 2004). Potential loss tersebut berasal dari kerugian akibat BBM yang terbuang, waktu produktif yang terbuang dan eksternalitis polusi ke lingkungan. Lebih lanjut lagi, berikut merupakan kutipan dari hasil studi yang dilakukan JICA berkolaborasi dengan Bappenas “…Jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan pada sistem transportasi Jabodetabek, maka estimasi kerugian ekonomi yang terjadi sebesar Rp. 28,1 Triliun dan kerugian nilai waktu perjalanan yang mencapai Rp.36,9 Triliun…” (jica.go.jp,

53

Untuk Indonesia!

accessed 30 April 14). Tahun 2011, DPR merencanakan renovasi gedung DPR yang menelan dana Rp. 1.1 Triliun. Dana tersebut diklaim setara untuk pembangunan 32,000 gedung sekolah diseluruh Indonesia (kompas.com, accessed 30 April 14). Jadi, jika kemacetan Jakarta saja bisa diselesaikan, Penulis yakin seluruh warga negara Jabodetabek akan punya akses ke dunia pendidikan. Belum lagi kerugian yang ditimbulkan akibat buruknya kondisi prasarana (i.e. jalan berlubang, alinyemen yang buruk, genangan air di jalan, dll.).

Solusi untuk Mengatasi Masalah Mobilitas Tidak ada sistem tranportasi tunggal yang dapat diterapkan untuk mengatasi masalah mobilitas. Pada prisipnya moda transportasi harus dibagi (mode share). Jika seorang ingin berpindah dari A ke B, maka seharusnya ada banyak opsi baginya untuk berpindah mungkin melalui jalur darat, jalur kereta, jalur udara ataupun jalur air. Karena jika perpindahannya hanya dibebankan hanya kepada salah satu moda saja, maka overcapacity pasti terjadi. Faktanya di Indonesia khususnya di kota metropolitan dan megapolitan, kemacetan di jalan raya sudah tidak terelakkan dan kerugian yang dihasilkan sangat besar seperti yang sudah diuraikan sebelumnya. Semua pembangunan infrastruktur dipusatkan di prasarana jalan raya. Padahal di negara-negara maju, ada sebuah sistem

transportasi yang sangat

diandalkan

untuk mendukung mobilitas

penduduknya serta mendukung kegiatan ekonomi negara tersebut yakni sistem transportasi berbasis rel (railway) atau yang kita sebut di Indonesia sebagai

54

Untuk Indonesia!

perkeretaapian. Melalui essay ini Penulis ingin menyampaikan bahwa railway merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah mobilitas di Indonesia.

SISTEM TRANSPORTASI INDONESIA DALAM FAKTA DAN ANGKA

Fakta Geografis Indonesia merupakan negara kepulauan, berbeda dengan banyak negara maju di benua Eropa, Australia atau Amerika. Kondisi geografis juga turut mempengaruhi pemilihan sistem transportasi yang tepat. Indonesia terbagi menjadi 5 pulau besar yang terpisah samudera. Oleh karena itu, untuk berpindah dari satu pulau ke pulau yang lain, transportasi laut dan udara merupakan pilihan yang paling tepat. Walaupun demikian, kegiatan ekonomi di masing-masing pulau harus ditunjang dengan sistem transportasi yang dapat diandalkan. Pada kasus ini pokok bahasannya mengarah pada sarana dan pra-sarana transportasi darat.

Data Statistik Moda Transportasi Darat Gambar 2 dibawah ini menunjukkan perbandingan pertumbuhan moda angkutan darat per kilometer jalan dengan pendapatan domestik bruto suatu negara. Yang dapat kita cermati adalah tingkat pertumbuhan kendaraan di tingkat nasional berpola linear sementara ditingkat perkotaan non-linear. Seiring dengan meningkatnya produktifitas nasional sebuah negara, sarana dan prasarana darat semakin meningkat. Namun, hal tersebut tidak berlaku di tingkat perkotaan terutama di kota besar seperti Bandung, Jakarta dan Surabaya. Ketidakcekatan pemerintah

55

Untuk Indonesia!

daerah dalam membangun transportasi publik mendorong medium class society untuk membeli kendaraan pribadi sementara lahan untuk penambahan sarana jalan tidak tersedia dan terjadilah kemacetan. Terlihat bahwa kota-kota besar di Indonesia memiliki rasio jumlah kendaraan per kilometer jalan yang sama besar dengan kota maju seperti London dan Osaka. Akan tetapi tingkat pendapatan domestik bruto kota-kota di Indonesia jauh lebih kecil. Penulis memiliki hipotesis bahwa kondisi transportasi di sebuah kota (urban transport) dapat menjadi katalis pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2. Perbandingan pendapatan domestik bruto dengan jumlah kendaraan bermotor per kilometer jalan (Sumber: Ingram & Liu, 2014)

56

Untuk Indonesia!

Data Statistik Perkeretaapian Indonesia Sebagai perbandingan, Inggris Raya memiliki luas area daratan sebesar 243,610 km2 dan pada tahun 2010 tercatat total lintasan kereta api (track) sepanjang 15,777 km (railway-technical.com, accessed 30 April 14). Sedangkan, Indonesia dengan total luas daratan 8 kali lebih besar dari Inggris Raya hanya memiliki total panjang lintasan kereta sepanjang 4800 km. Gambar 3 memperlihatkan jumlah pengguna transportasi berbasis rel di beberapa kota besar di Asia.. Hal ini dipandang sebagai prestasi yang buruk bila kita menengok Korea Selatan yang memiliki total area sebesar 100,000 km2 dengan panjang track 3800 km (railwaygazette.com, accessed 30 April 14). Indonesia dan Korea Selatan sama-sama lepas dari penjajahan Jepang dan mendeklarasikan kemerdekaan di tahun 1945. Lantas apa yang menjadikan industri perkeretaapian Korea Selatan lebih maju daripada Indonesia?

57

Untuk Indonesia!

Gambar 3. Jumlah pengguna transportasi berbasis rel di beberapa kota besar di Asia (Sumber: Parikesit & Susantono, 2013 )

Data Statistik Perbandingan Jumlah Pengguna Transportasi Darat dan Transportasi Berbasis Rel Perlu diperhatikan di sini bahwa perbandingan yang dibuat merupakan perbandingan kapasitas transportasi publik dalam satuan penumpang-kilometer 58

Untuk Indonesia!

(passenger-kilometres). Jadi, data statistik untuk mobil pribadi dan motor tidak diikutsertakan. Gambar 4 menunjukkan perbadingan kapasitas angkut moda angkutan darat dan moda angkutan berbasis rel. Jelas terlihat bahwa kapasitas angkutan kereta api jauh lebih besar daripada transportasi darat.

Kapasitas Angkut Transportasi Publik

Passenger-km

25,000,000 20,000,000 15,000,000 Angkutan darat (diluar mobil pribadi)

10,000,000 5,000,000 2008

2009

2010

2011

2012

Year

Gambar 4. Perbandingan pengguna angkutan darat dan kereta api dalam passenger-km (Sumber: Badan Pusat Statistik)

Beberapa orang akan mulai berpikir bagaimana bisa dengan total jalan raya yang jauh lebih panjang daripada rel kereta api hanya mampu memobilisasi sedikit penumpang. Perbedaan yang sangat jelas adalah kereta api memiliki fungsi memindahkan penumpang (dan/atau barang), sedangkan infrastruktur jalan memindahkan kendaraan (i.e. fenomena kelas menengah yang mampu membeli mobil baru hanya untuk memindahkan satu orang saja). Oleh karena itu, pemerintah perlu tegas dan cerdas dalam menentukkan visi sistem transportasi Indonesia, apakah sistem transportasi dipandang sebagai lahan untuk meningkatkan konsumsi

59

Untuk Indonesia!

masyarakat pada belanja kendaraan bermotor, konsumsi bahan bakar minyak, penggunaan lahan yang terbatas sebagai tempat parkir, dan lain sebagainya. Atau pemerintah memandang sistem transportasi sebagai sebuah elemen yang penting dalam menggerakkan aktivitas perekonomian.

SISTEM TRANSPORTASI BERBASIS REL

Kompleksitas Perkeretaapian

Teknologi perkeretaapian Indonesia tidak terlalu berkembang selama 69 tahun merdeka karena railway ini sendiri pada dasarnya sangat kompleks dalam penerapannya. Banyak perguruan tinggi di Indonesia yang menawarkan program studi fisika atom untuk mengembangkan teknologi nuklir, namun tidak ada satupun perguruan tinggi di Indonesia yang menawarkan program studi khusus transportasi rel ini. Gambar 5 menunjukkan level of complexity berdasarkan 6 faktor penentu (determinant) untuk tiga industri berbeda yaitu nuclear, railway dan water.

60

Untuk Indonesia!

Gambar 5. Railway complexity diagram (Sumber: after Schmid)

Dari gambar diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:  Railway memiliki tingkat diversity yang tinggi. Banyak subsystem dan komponen yang diperlukan untuk membangun railway;  Railway memiliki asset dan resources yang tersebar (dispersed) di sepanjang jaringan sehingga sangat sulit dalam pengaturan dan pengawasannya;  Railway memiliki faktor perbedaan yang tinggi (variability). Bisa jadi sebagian rel dibangun diatas batuan, sebagian diatas tanah lunak sebagian dibawah tanah, dll. Hal tersebut membutuhkan perlakuan yang berbeda;

61

Untuk Indonesia!

 Yang menarik adalah railway memiliki peraturan dan standar yang sangat banyak bahkan melebihi regulasi dan standard industri nuklir. Hal tersebut dimaksudkan agar railway dapat melakukan fungsinya dengan tepat;  Interdependence (keterikatan satu sama lain). Ilustrasinya seperti ini, kereta tidak akan bisa berjalan bila tidak ada roda. Kereta dan roda tidak bisa bergerak bila tidak ada tenaga penggerakknya, dlsb;  Determinant terakhir yaitu product life (masa layan). Umumnya beberapa subsystem dari railway hanya memiliki masa layan 50-60 tahun yang kemudian harus dilakukan penggantian atau peremajaan. Ada sebuah kalimat dari seorang railway expert: “Railways are not complex, but the interactions between subsystems are”. Kolaborasi antara riset dan industri harus saling mendukung untuk mengembangkan modern railway di Indonesia.

Tantangan Implementasi Modern Railway di Indonesia

Sebelum memulai menyusun strategi bagaimana membangun modern railway di Indonesia, fungsi dari railway itu sendiri harus dipahami seperti terlihat pada Gambar 6.

62

Untuk Indonesia!

Gambar 6. Diagram fungsi sistem transportasi rel (Sumber: after Schmid)

Keunggulan dari sistem transportasi berbasis rel antara lain,  Waktu tempuh perjalanan yang lebih singkat karena kereta beroperasi di jalur khusus (exclusive right of way) dengan pengontrolan pergerakan yang baik;  Kapasitas angkut yang lebih besar daripada moda angkutan darat;  Tingkat polusi yang rendah pada pengoperasiannya. Kereta dengan tenaga penggerak listrik tidak menghasilkan emisi gas CO2;  Jaringan rel bisa mencapai pusat kota yang padat sekalipun. Berbeda dengan angkutan udara dimana bandara udara dibangun di sisi luar pusat kota sehingga pengguna harus mengeluarkan usaha lebih untuk mencapai tujuan;  Konsumsi energi yang lebih rendah karena rendahnya friksi antara roda besi kreta dengan rel besi. Ditambah lagi teknologi regenerative braking dimana

63

Untuk Indonesia!

kereta bisa mensuplai kembali tenaga listrik ke pusat daya saat motor digunakan untuk mengerem. Di samping keunggulan sistem rel tesebut diatas, Indonesia memiliki populasi terbesar keempat didunia yang sangat berpotensi untuk mendapatkan pengguna railway yang besar. Demand analysis dapat dilakukan menggunakan metoda Gravity Modelling, Stated Preference, Revealed Preference, etc. Market researcher harus dilibatkan dalam perencanaan railway. Railway memerlukan peraturan/perundang-undangan dan juga standar untuk menjamin bahwa sistem railway ini dapat dioperasikan tepat waktu, aman dan ekonomis (timely, safe, economics). Perkeretaapian Indonesia banyak diatur oleh Peraturan Mentri Perhubungan baik untuk masalah teknis dan operasional yang bisa diunduh melalui kemhubri.dephub.go.id. Penulis menganggap peraturan ini cukup untuk diimplementasikan pada sistem perkeretaapian Indonesia yang masih konvensional. Namun untuk perkembangan kedepannya seperti implementasi kereta cepat (high speed train), metro dan modern railway systems lainnya Peraturan Mentri tersebut harus diperbaharui lagi. Bisa saja Indonesia menggunakan referensi dari peraturan/standard internasional yang sudah ada seperti Office of Rail Regulation (orr.gov.uk), International Union of Railway/UIC (www.uic.org) dan lain-lain. Menyadari bahwa railway asset terpencar di sepanjang jaringan, tenaga kerja yang dibutuhkan sangatlah banyak. Dengan mengembangkan railway, maka banyak tenaga kerja yang diserap sehingga jumlah pengangguran (yang menjadi beban

64

Untuk Indonesia!

negara) dapat dikurangi. Untuk pengembangan resources dan equipment pada industri perkeretaapian Indonesia sangatlah sulit dan bisa dibilang terlambat. Dibutuhkan dana pendidikan dan riset yang besar serta waktu yang lama untuk mewujudkannya. Di dunia industri perkeretaapian dunia sendiri sudah dikenal “perusahaan raksasa” yang berperan dalam supply chain seperti Hitachi, Bombardier, Alstom, Siemens, etc. Jadi yang bisa dilakukan Indonesia hanya membeli produk yang sudah teruji dilapangan. Yang menjadi keraguan adalah apakah kita mampu mendanai pembangunan railway? Apakah railway akan memberikan keuntungan sosial-ekonomi? Penulis bisa menjawab “YA” untuk semua pertanyaan tersebut. Memang pembangunan railway memerlukan biaya tetap (fixed cost) yang sangat besar dibanding pembangunan jalan raya (lihat Gambar 7).

Gambar 7. Perbandingan total biaya pada angkutan darat dan angkutan rel (Sumber: after Schmid)

65

Untuk Indonesia!

Biaya tetap yang dimaksud disini adalah gaji pegawai, biaya perawatan asset, dlsb. Sedangkan variable cost seperti biaya bahan bakar minyak/energi. Pada transport quantity tertentu, angkutan darat akan berbiaya lebih besar daripada railway salah satunya diakibatkan oleh konsumsi bahan bakar minyak yang terbuang saat terjebak kemacetan. Lain halnya dengan railway, penambahan kapasitas bisa dilakukan tanpa memberikan dampak kerugian pada keseluruhan sistem. Berikut rincian APBN 2014 yang diambil dari situs kemenkeu.go.id,  Pendapatan negara dari pajak sebesar Rp. 1.100,2 T;  3.8% dari pendapatan pajak digunakan untuk membangun prasarana perkeretaapian sepanjang 98 km dan penambahan armada kereta api;  19% dari pendapatan pajak digunakan untuk subsidi bahan bakar minyak dimana 60% dari subsidi dinikmati oleh kendaraan bermotor pribadi dan sisanya untuk industri. Sungguh ironis karena dengan adanya subsidi BBM ini, pemerintah justru mendukung masyarakatnya untuk mengendarai kendaraan bermotor pribadinya yang malah berujung kemacetan dan menimbulkan kerugian yang besar. Misal, 4% dari subsidi BBM dialihkan pada sektor perkeretaapian, maka jaringan rel dari Jakarta-Bandung bisa ditingkatkan. Sehingga kerugian akibat kemacetan didalam tol kota Jakarta, kemacetan di pintu keluar tol Bandung, dan kemacetan didalam kota Bandung bisa dikurangi. Jadi kerugian yang diakibatkan kemacetan pun bisa diturunkan. Jika skema pendanaan ini ditetapkan untuk lima tahun kedepan atau seterusnya, maka mobilitas masyarakat Indonesia akan lebih baik.

66

Untuk Indonesia!

Dampak Pengembangan Railway Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Gambar 8 menunjukkan siklus dari ekonomi makro sebuah negara pada umumnya. Terlihat disana sebuah indikator aktivitas ekonomi sebuah negara yang biasa disebut Gross Domestic Product (GDP). Semakin aktif sebuah negara dalam memproduksi barang maupun jasa, semakin sehat kondisi ekonomi negara tersebut. Namun, ada salah satu element yang menunjang pertumbuhan GDP tersebut yakni transportasi. Barang dan jasa harus berpindah dari supplier kepada consumer, disinilah peran sistem transportasi.

Gambar 8. Siklus ekonomi makro (Sumber: catalog.flatworldknowledge.com)

67

Untuk Indonesia!

Penulis mengambil studi kasus pada UK Railways karena sejarah yang panjang, keunikan struktur organisasinya dan juga kesuksesan UK Railways dalam meningkatkan socio-economic benefit melalui railway.

Gambar 9. Ridership growth on UK Railways in comparison with economic growth (Sumber: office of rail regulation)

Pada Gambar 9 di atas terlihat bahwa jumlah pengguna railway di UK memiliki trendline yang meningkat semenjak tahun 1986 sampai tahun 2012. Semakin meningkatnya mobilitas masyarakat, semakin produktif mereka dalam melakukan kegiatan ekonomi sehingga pendapatan per kapita nya pun ikut meningkat (tahun 2009 terjadi resesi global). Lalu apa peran pemerintah dalam mendorong masyarakatnya untuk menggunakan transportasi rel? Pemerintah yakin bahwa sistem transportasi berbasis rel lebih bisa diandalkan daripada jalan raya. Oleh

68

Untuk Indonesia!

karena itu, pemerintah terus meningkatkan investasinya disektor perkeretaapian ini seperti terlihat pada Gambar 10.

Government Support on Railways Total Government Support (£m)

7000 6000 5000 4000 3000 2000 1000 0 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014

Year

Gambar 10. UK Government support on railways (Sumber: Office of rail regulation)

Terdapat lonjakan dukungan pemerintah yang sangat signifikan mulai tahun 2001 sampai 2007. Pemerintah mengurangi pendanaan railway pada periode 2008 – 2011 akibat resesi global. Dan sekarang pemerintah mulai meningkatkan pendanaan railway lagi dengan membangun High Speed Train 2 (hs2.org.uk) dan mega proyek lainnya (i.e. elektrifikasi West Coast Main Line, Cross Rail, etc.). Sudah saatnya pemerintah mulai mengambil langkah strategis untuk membagi beban transportasi darat ke transportasi berbasis rel, maka kerugian dijalan dapat diturunkan dan produktifitas masyarakat dapat ditingkatkan. 69

Untuk Indonesia!

KESIMPULAN

Temuan

Sistem transportasi yang benar bukanlah sistem yang hanya mengandalkan satu sistem saja melainkan harus terbagi sesuai dengan kebutuhan (mode share). Gambar 11 menunjukkan proporsi pembagian sistem transportasi di beberapa kota besar Asia.

Gambar 11. Mode share di kota-kota besar Asia (Sumber: Parikesit & Susantono, 2014)

Kemacetan yang terjadi pada angkutan darat ternyata memberikan kerugian yang sangat besar. Di Jakarta saja kerugian yang timbul akibat kemacetan sebesar Rp. 28 Trilliun. Bukankah uang sebesar itu bisa digunakan untuk proyek infrastruktur

70

Untuk Indonesia!

strategis lainnya semisal immersed tunnel untuk penanggulangan banjir, peningkatan mutu pendidikan, ketahanan pangan nasional, dan lain sebagainya. Sistem transportasi berbasis rel merupakan solusi untuk menjawab permasalahan tersebut. Memang pembangunan railway membutuhkan kapital yang sangat besar, tapi bukan berarti Indonesia tidak mampu untuk mendanainya. Jika pemerintah mau mengatur ulang pos-pos APBN dan lebih mendukung pembangunan railway, maka Indonesia pun mampu berdiri dibawah kaki sendiri untuk itu. Terbukti bahwa railway turut mendukung perkembangan sosial-ekonomi di negara maju seperti Inggris Raya. Oleh karena itu, mengapa Indonesia masih tidak segera mengambil langkah berani untuk ini?

Rekomendasi

Market research merupakan kunci awal untuk memprediksi kelayakan dan kesuksesan pembangunan railway. Maka dari itu, demand analysis perlu dilakukan terlebih dahulu secara mendetail sebelum melakukan langkah pendanaan, dan lain sebagainya.

71

Untuk Indonesia!

72

Akuntansi sebagai Infrastruktur Pembangunan: Peran Pemerintah sebagai Akselerator Oleh: Ersa Tri Wahyuni, CA, CPSAK, CPMA, PhD (Cand)i

Untuk Indonesia!

“The job of Accounting is to keep capitalism honest” – Sir David Tweedie, Ketua Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) 2001-2011.

T

ANPA standar akuntansi yang baik dan profesi akuntan yang kuat, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang selalu dibangga-banggakan berisiko menjadi ladang para penjarah ekonomi yang serakah. Tanpa

laporan keuangan perusahaan yang bisa diandalkan, pasar modal Indonesia hanya akan mengundang investor-investor jangka pendek yang senang berakrobatik menantang risiko. Tanpa akuntansi yang kuat, pembangunan di Indonesia seperti balon, mungkin indah berwarna warni dan dapat terbang dengan cepat ke angkasa, namun kosong dan sewaktu-waktu dapat meledak dengan skandal dan krisis. Dan seperti anak kecil yang kecewa memandang balonnya yang pecah, kita bertanya “Ke mana para akuntan?” Kenyataannya, profesi akuntan Indonesia kedodoran bila dibandingkan negaranegara tetangga. Jumlah akuntan publik di Indonesia misalnya, jangankan bertumbuh sesuai dengan pertumbuhan ekonomi yang sekitar 6%, malah kecenderungannya berkurang karena lebih dari 55% akuntan publik berusia di atas 55 tahun1. Kenyataannya bursa efek Indonesia gagal memanfaatkan momentum konvergensi IFRS untuk mengerek jumlah emiten menjadi 500 perusahaan.

1

Presentasi PPAJP: Blueprint Profesi Akuntan dan RPMK tentang Akuntan Beregistrasi Negara (Accounting Profession Blue Print and RPMK for Registered Accountants), Ibnu Khaldun University Ternate, 20 December 2013

74

Untuk Indonesia!

Dibandingkan dengan negara tetangga Malaysia, bukan hanya tim sepak bola kita yang kalah terus, tapi jumlah akuntan publik dan emiten kita kalah telak. Tidak ada satupun kegiatan ekonomi yang luput dari peran seorang akuntan. Akuntan dan standar akuntansi adalah soft infrastructure yang penting untuk menopang transparansi dan akuntabilitas pembangunan. Pemerintah berlombalomba mengembangkan infrastruktur pembangunan seperti jalan, pelabuhan dan bandar udara. Namun perkembangan profesi akuntan dan standar akuntansi tidak mendapat perhatian serius dari Pemerintah. Asosiasi profesi akuntan seperti Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) atau Ikatan Akuntan Publik Indonesia (IAPI) tertatih-tatih mengembangkan profesi dan standar akuntansi di negara besar berpenduduk 250 juta ini.

POTRET DAN TANTANGAN DUNIA AKUNTANSI INDONESIA

Jumlah akuntan di Indonesia yang menjadi anggota asosiasi akuntan sangat tertinggal dari negara-negara ASEAN dan Australia. Akuntan di Indonesia bukan hanya kalah dari sisi jumlah seperti yang tertera dalam tabel 1 tapi juga dari sisi profesionalisme dan “internasionalisme” di mana Indonesia masih tertinggal jauh. Mudah membandingkannya, buka saja lowongan kerja akuntan di koran-koran luar negeri dan di Indonesia. Umumnya para perusahaan di luar negeri meminta para melamar memiliki sertifikasi profesi akuntan, bahkan untuk posisi hanya seorang manajer akuntansi. Di Indonesia? Yang sering saya lihat dalam persyaratan malah

75

Untuk Indonesia!

tinggi badan minimum, seakan ada korelasi antara tinggi badan dan kemampuan akuntansi seseorang. Kemampuan berbahasa inggris para akuntan kita secara umum juga cukup membuat miris. Tidak perlu mencari kambing hitam Indonesia dijajah Belanda dan Malaysia dijajah Inggris, sehingga bahasa inggris mereka lebih bagus. Minimnya kesadaran mahasiswa akuntansi memiliki kemampuan berbahasa inggris yang baik terbawa dalam profesi akuntan. Pengalaman saya menjadi moderator dalam seminar internasional di Indonesia dengan pembicara para akuntan luar negeri, sesi tanya jawab sepi peminat. Dengan kemampuan bahasa inggris yang minim, tidak heran bila akuntan di Indonesia tertatih-tatih memahami standar akuntansi internasional (IFRS) yang sumber ilmunya dalam bahasa inggris. Minimnya minat akuntan menjadi anggota asosiasi membuat banyak akuntan yang bekerja di perusahaan terkungkung dalam rutinitas dan tidak memutakhirkan ilmu dan pengetahuannya. Pengalaman saya sebagai konsultan, banyak akuntan di perusahaan (bahkan di Jakarta) pada tahun 2012 yang tidak tahu bahwa IAI menerbitkan standar akuntansi untuk perusahaan non publik yang disebut SAKETAP. Padahal SAK-ETAP sudah dikeluarkan sejak tahun 2009.

No 1

Country Indonesia

Association IAI (Indonesian Institute of Accountants)

2013 14,735

IAPI (Indonesian Institute of Certified Public 1,511 Accountants) 2

Malaysia

MIA (Malaysia Institute of Accountants)

29,654

76

Untuk Indonesia!

3

Philippines

PICPA (Philippines Institute of Certified Public 21,031 Accountants)

4

Singapore

ISCA

26,572

5

Thailand

FAA

52,805

6

Vietnam

VAA

8,000

Tabel 1. Profesi Akuntan Indonesia dan ASEAN (Sumber: AFA Secretariat, materi Presentasi PPAJP, 2013)

Profesi akuntan harus dikuatkan secara serius oleh pemerintah. Tidak cukup dengan hanya memberikan payung hukum seperti misalnya UU Akuntan Publik nomor 5/2011 atau PMK No 25/2014 tentang akuntan beregister negara. Setumpuk peraturan perundangan bila tidak ditegakkan dengan serius, tidak akan memberikan dampak signifikan. Contoh nyata adalah UU nomor 40/2007 yang mewajibkan perusahaan yang memiliki aset diatas 50 miliar untuk diaudit oleh akuntan publik dan melaporkannya kepada Kementerian Perdagangan. Namun, perusahaan yang menyerahkan laporan keuangan auditannya ke Kementerian Perdagangan hanya sekitar 2,000 laporan, padahal total opini audit yang dihasilkan industri jasa audit di Indonesia konon hampir mencapai 20.000 opini. Tidak usahlah berharap seperti Singapura yang lebih dari 300 ribu perusahaannya mengirimkan data menggunakan XBRL ke ACRA (Accounting and Corporate Regulatory Authority) sehingga bisa mudah ditabulasi. Mencari informasi berapa perusahaan yang menyerahkan LK auditan ke Pemerintah saja, saya harus menelepon staf kementrian karena data tersebut tidak tersedia di situsnya.

77

Untuk Indonesia!

BIAYA KONVERGENSI IFRS: BEBAN SIAPA?

Konvergensi IFRS yang dicanangkan sejak tahun 2008 seharusnya dapat dimanfaatkan pemerintah untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap profesi akuntan. Konvergensi IFRS adalah komitmen pemerintah sebagai anggota G20 dan seharusnya menjadi momentum pemerintah untuk serius membenahi akuntabilitas perusahaan perusahaan di Indonesia. Konvergensi IFRS adalah suatu “project” besar yang terlalu strategik bila hanya di bebankan kepada profesi akuntan. “IFRS convergence is not just an accounting issue, but the main purpose of the IFRS convergence is to improve the quality and transparancy of financial statements of companies in Indonesia” – Pidato Wakil Presiden Boediono di depan 300 peserta dari 21 negara yg menghadiri IFRS Regional Policy Forum, 23 May 2011, Bali. Kenyataannya, IAI seakan sendirian menanggung beban konvergensi IFRS ini. IASB berusaha keras untuk mengundang Indonesia menjadi donatur, bahkan dengan menyurati Wapres Boediono tak lama setelah kegiatan di Bali, Mei 2011 selesai. Perwakilan IASB juga sampai datang ke Indonesia dan menemui petinggi OJK Januari 2014 lalu untuk meminta donasi, namun sampai sekarang, tidak ada nama Indonesia di dalam daftar donatur IASB. Tidak malukah negara sebesar Indonesia dengan Bulgaria dan Kazakhstan yang tertera dalam laporan tahunan IASB sebagai donatur? Biaya konvergensi IFRS tidaklah murah. DSAK bekerja keras menyelesaikan penyusunan standar akuntansi secara sukarela. Tidak ada satupun anggota DSAK 78

Untuk Indonesia!

yang mendapatkan honor atas berjam-jam waktu yang mereka curahkan untuk menyusun standar akuntansi. IAI mencetak buku exposure draft hingga puluhan ribu jumlahnya, menyelenggarakan public hearing di hotel-hotel dan menyelenggarakn focus group discussion untuk meminta masukan. IAI berusaha keras mendidik akuntan dan calon akuntan di Indonesia dengan seminar, workshop, training IFRS. IAI juga yang menanggung beban mengirim DSAK aktif menghadiri rapat-rapat dengan IASB untuk konferensi dewan standar internasional untuk menyuarakan kepentingan Indonesia. IAI juga yang akhirnya membayar royalti ke IASB dari hasil penjualan buku Standar Akuntansi Keuangan yang akhirnya membuat buku ini menjadi mahal harganya. Apakah beban konvergensi IFRS ini akan terus menerus menjadi beban profesi akuntan? Sementara IFRS adalah komitmen pemerintah sebagai anggota G20?

PERAN PEMERINTAH DALAM PEMBENAHAN AKUNTANSI

Bagaimana pemerintah dapat memperkuat pembangunan Indonesia? Dengan memperkuat profesi akuntan. Ahli strategi bisnis mengatakan “You can not manage what you do not measure” dan ini sangat tepat untuk langkah awal pembenahan akuntan. Data-data seputar dunia akuntansi sangat sulit didapatkan. Contoh sebelumnya mengenai ketidaktersediaan data perusahaan yang mengirimkan laporan keuangan auditan ke Kementerian Perdagangan hanya salah satunya. Informasi lain yg tidak tersedia misalnya berapa total pekerja dan angka turnover pekerja dalam industri jasa akuntansi. Kantor akuntan publik (KAP) mana yang

79

Untuk Indonesia!

menikmati pertumbuhan industri paling tinggi? Berapa perusahaan yang memutuskan menggunaan SAK ETAP sejak standar ini berlaku? Berapa besar total pendapatan jasa dari seluruh KAP di Indonesia (bukan hanya pendapatan dari jasa audit)? Bila industri akuntansi tidak terpotret, maka selamanya ia akan menjadi pasar gelap yang sukar untuk dipahami. Bagaimana dapat dikembangkan industri dan profesi ini bila untuk memahaminya saja sulit? Dalam beberapa kegiatan seminar, PPAJP (Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai) sebagai regulator yang mengawasi industri jasa akuntan berulang kali memberikan data mengenai jumlah akuntan publik yang tidak bertambah signifikan dan rata-rata sudah diatas 50 tahun. Apakah sudah pernah dilakukan studi mengapa ribuan akuntan yang bekerja di kantorkantor akuntan enggan mengambil ujian dan menjadi akuntan publik? Sangat sulit membenahi suatu industri tanpa informasi yang akurat. Langkah pertama adalah mengumpulkan data-data. PPAJP, IAI, IAPI, Kemendag dapat bekerjasama untuk memasok data kepada portal informasi terpusat yang dikelola pemerintah. Sehingga semua data mengenai akuntan dan industri akuntansi dapat diakses oleh publik dari satu pintu informasi. Survei dapat dilakukan setiap tahun kepada para pekerja di industri ini, kuosioner bisa dilakukan juga terhadap calon-calon peserta yang akan mengikuti ujian profesi, hasil survei dikumpulkan dan ditabulasi sehingga dapat terkumpul gambaran yang akurat. Kedua adalah pemberdayaan dewan standar akuntansi. Pemerintah sudah sepantasnya ikut menanggung beban konvergensi dengan membayar donasi kepada IASB. Serupa dengan lembaga-lembaga internasional lainnya seperti PBB, 80

Untuk Indonesia!

dan IOSCO yang membiayai pembuatan standar internasional dari iuran atau donasi para anggotanya. IASB adalah lembaga non profit yang memiliki due process penyusunan standar akuntansi internasional sangat baik. Membuat standar akuntansi yang baik adalah pekerjaan yang tidak mudah dan mahal. Hanya Amerika Serikat yang mampu membuat standar akuntansi sendiri. Apakah Indonesia sanggup membiayai pembuatan standar akuntansi seperti FASB di Amerika Serikat dengan anggaran 45 juta dolar setahun2? Langkah ketiga adalah memberikan banyak insentif bagi industri akuntansi. Misalnya kantor akuntan publik yang masih kecil diberi insentif untuk merger dan pemberian software pengauditan kepada para kantor akuntan publik yang kecil agar mereka bisa efisien dalam melakukan perkerjaannya. Sama dengan UKM, kantor publik yang masih kecil ini juga perlu dibina dan diayomi dari sisi kemampuan finansial dan juga profesionalisme mereka bukan hanya ditakut-takuti ijin praktik akan dicabut bila mereka tidak memiliki kertas kerja yang baik. Training-training yang dilakukan untuk mereka seharusnya bukan hanya teknikal mengenai standar akuntansi atau standar audit tapi juga training tentang kewirausahaan, pengelolaan sumber daya manusia, marketing, service excellence, dan lain-lain. Bawa beberapa managing partner kantor akuntan publik kecil ini untuk studi banding bertemu dengan mitra sejajar mereka di Australia atau di Amerika Serikat untuk menjalin jaringan baru dan belajar produk-produk jasa baru yang inovatif. Beri insentif untuk

2

Data laporan keuangan tahunan FASB tahun 2012.

81

Untuk Indonesia!

akuntan yang mau membuka kantor akuntan publik atau kantor jasa akuntan di wilayah Timur Indonesia. Langkah berikutnya adalah pengawasan yang ketat terhadap produk-produk akuntan. OJK harus menjadi regulator yang tangguh karena beberapa riset mengatakan percuma mengadopsi IFRS tanpa penegakan peraturan yang ketat (Ball et al., 2003, Bushman and Piotroski, 2006, Landsman et al., 2012, Lee et al., 2008). Kementerian Perdagangan dengan tegas harus meminta pada laporan keuangan auditan perusahaan lalu dilakukan tabulasi dan analisa dan diumumkan informasinya untuk publik. Bila produk-produk akuntan diawasi dengan baik maka akuntan akan lebih terpacu untuk bekerja hati-hati dan cermat. Terakhir adalah asosiasi profesi seperti IAI dan IAPI harus meneguhkan misi nya untuk melindungi kepentingan publik dan bukan hanya kepentingan golongannya. Bila ada anggotanya yang melanggar kode etik profesional, jangan takut untuk memberikan sanksi. Bila ada akuntan yang tertangkap KPK dan terbukti sebagai koruptor, jangan enggan untuk memberikan pernyataan publik mengecam hal tersebut. Bila ada akuntan publik yang melakukan praktik-praktik usaha yang melanggar standar, atau bahkan melanggar hukum, jangan ragu untuk bekerjasama dengan regulator agar mereka ditindak. Aktifkan budaya whistleblower, karena mereka yang melemahkan citra akuntan hanya akan merugikan profesi. Jadikan profesi akuntan sebagai profesi yang mulia dan bermartabat.

82

Untuk Indonesia!

PENUTUP Praktik akuntansi yang baik akan mendorong pelaporan bisnis yang transparan dan akuntabel. Praktik akuntansi yang baik membutuhkan standar akuntansi dan profesi akuntan yang memadai baik dari jumlah maupun kualitasnya. Tanpa pelaporan bisnis yang akuntabel, pembangunan ekonomi di Indonesia akan dicurigai oleh para investor asing yang berinvestasi. ASEAN Economic Community 2015 akan memaksa Indonesia untuk membuka pintu bagi para akuntan asing untuk masuk. Pemerintah harus menjadi akselerator untuk melejitkan profesi akuntan di Indonesia setara dengan negara-negara lain di ASEAN. Profesi Akuntansi dan Standar Akuntansi adalah infrastruktur penting dalam pembangunan, sudah saatnya Pemerintah lebih banyak berperan.

83

Untuk Indonesia!

i

Penulis adalah mahasiswa program doktor akuntansi di Manchester Business School, University of Manchester dengan riset proses konvergensi IFRS di 6 negara Indonesia, Philippines, Jepang, Brazil, Kanada dan Amerika Serikat. Dosen Akuntansi Universitas Padjadjaran dan anggota Ikatan Akuntan Indonesia.

84

Pekerja Rumah Tangga/Buruh Migran: Realitas dan Tantangan Indonesia Oleh: Maria Pakpahan

Untuk Indonesia!

S

ALAH satu persoalan yang kerap muncul di media di Indonesia adalah masalah buruh migran Indonesia. TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang sering disebut sebagai buruh migran Indonesia memiliki peran penting

dalam perekonomian Indonesia karena remitansi yang didapat TKI tahun 2013 lalu mencapai US$ 7,4 miliar atau Rp 88,6 trilliun, naik dibandingkan tahun sebelumnya (2012) yang mencapai US$ 6, 9 miliar1 . Kontribusi buruh migran ini merupakan sumber income terbesar kedua setelah minyak dan gas. Ada sekitar 6,5 juta TKI yang tersebar di 176 negara2 dimana jika setiap TKI menghidupi 4 orang anggota keluarga, maka selain mengurangi 6,5 juta angka penggaguran di dalam negeri , mereka juga menghidupi sekitar 32.5 juta penduduk Indonesia (termasuk TKI tersebut). Gelar pahlawan devisa sering dianggap pemanis karena banyak hal menyangkut kehidupan dan perlindungan TKI/buruh migran masih jauh panggang dari api. Akses mendapatkan keadilan adalah salah satu cluster issue yang memerlukan penanganan serius. Tidak cukup hanya mengandalkan UU atau perda bahkan konvensi PBB semata. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari beberapa hal yang berhubungan dengan situasi kelompok buruh migran/TKI yang kebanyakan perempuan ini dan bekerja di ranah domestik yang dilihat sebagat ranah privat/pribadi sehingga menambah kompleks persoalan para pekerja ini.

1

http://bisnis.liputan6.com/read/795657/tki-kirim-uang-rp-88-triliun-ke-kampung-halaman. Menurut Jumhur Hidayat kepala BP2NTKI http://news.okezone.com/read/2013/10/23/337/885778/6-5-juta-tenaga-kerja-indonesia-tersebar-di176-negara, diunduh 7 Sep 2014 pukul 19.33 2

86

Untuk Indonesia!

Adapun pekerja domestik yang dikenal sebagai Pekerja Rumah Tangga (PRT) namun kerap dipanggil sebagai Pembantu, si Mbak, Babu, yang diacu dapat didefinisikan sebagai “any person engaged in domestik work within employment relationship”.3 Pekerjaan domestik sendiri berarti melingkupi: “work performed in or out for a household or households”.4 Selain bekerja di ranah privat, ada juga hal-hal yang relevan dan terjadi dalam proses

rekrutmen

maupun

masa

bekerja

para

PRT

dimana

isu

trafficking/perdagangan manusia dan forced labour/kerja paksa cukup lekat dengan realitas perbudakan modern (modern slavery).5 Bagi buruh migran yang bekerja sebagai PRT, kawasan teluk khususnya Saudi Arabia menjadi tujuan utama dimana jika melihat Global Index Perbudakan Modern Saudi Arabia menduduki peringkat 82, jauh dibawah Indonesia (peringkat 114) yang artinya persoalan perbudakan modern dalam negeri jauh lebih baik dibandingkan Saudi dan juga beberapa negara tujuan lainnya seperti Uni Arab Emirat (peringkat

3

Decent Work Country Programme Indonesia 2006-2010. International Labour Organisation (ILO), Jakarta. p. 9 4 Ibid. 5 Indonesia berada di posisi 114 dari 162 negara dalam Global Slavery Index 2013. Diperkirakan ada 29.8 juta manusia di dunia yang terperangkap hidup dalam perbudakan modern. Perbudakan modern /modern slavery dapat didefinisikan melingkupi beberapa karakter dan phenomena yang bisa saling terkait satu sama lain, yakni, “Slavery’ refers to the condition of treating another person as if they were property – something to be bought, sold, traded or even destroyed. Forced labour’ is a related but not identical concept, referring to work taken without consent, by threats or coercion. Human trafficking’ is another related concept, referring to the process through which people are brought, through deception, threats or coercion, into slavery, forced labour or other forms of severe exploitation. Whatever term is used, the significant characteristic of all forms of modern slavery is that it involves one person depriving another people of their freedom: their freedom to leave one job for another, their freedom to leave one workplace for another, their freedom to control their own body”. Global Slavery Index 2013 (2013). Walk Free Foundation. www.globalslaveryindex.org halaman 2 dan 11.

87

Untuk Indonesia!

88), Jordan (87), Yemen (92), Bahrain (96). Oman dan Qatar (99). Data dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat bahwa sebagian besar buruh migran yang bekerja di kawasan Timur Tengah adalah perempuan (95%) dan bekerja di sektor domestik sebagai PRT (Data Kementerian antara 20072009 total 1.051,168 buruh migran disetujui untuk berangkat ke Timur Tengah dan 998,177 adalah perempuan).6 Perlu juga dicatat bahwa Indonesia sebagai negara pengirim buruh migran sudah meratifikasi konvensi ILO nomor 29 mengenai Kerja Paksa sejak tahun 1957. Pada tahun 1958, Indonesia meratifikasi konvensi ILO nomor 105 mengenai penghapusan kerja paksa. Selain ini, di kalangan Asia, Indonesia adalah negara Asia pertama yang telah meratifikasi kedelapan konvensi ILO yang paling utama/fundamental. Hal ini tidak bisa dinafikan bahwa Indonesia memang jauh lebih maju dengan banyak negara-negara tujuan buruh migran, terutama yang di kalangan Timur Tengah. Juga perlu dicatat bahwa konvensi yang berhubungan langsung dengan Perlindungan Hak-Hak Buruh Migran and Anggota Keluarganya yang merupakan konvensi PBB yang dikeluarkan melalui resolusi PBB 45/158 pada tahun 1990 akhirnya setelah melewati perjalanan cukup panjang ditandatangani pemerintah Indonesia tahun 2004 dan diratifikasi tahun 2012. Hal-hal di atas ini bisa dilihat sebagai modal dalam sistem hukum di Indonesia yang juga sudah memiliki UU nomormor 39/2004 mengenai penempatan dan Bassina Farbenblum, Eleanor Taylor-Nicholson, and Sarah H Paoletti (2013). Migrant Workers’ Access to Justice at Home: Indonesia. New York: Open Society Foundations. p. 169. 6

88

Untuk Indonesia!

perlindungan buruh migran dimana dirasakan perlunya revisi UU ini dan sudah dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional 2014. Salah satu daftar inventaris masalah (DIM) yang terekam dalam Dewan Perwakilan Rakyat dimana menjadi salah satu poin yang perlu dikritisi adalah DIM 13 yang berbunyi: “Bahwa penempatan pekerja Indonesia ke luar negeri bukan merupakan solusi tidak adanya lapangan kerja dalam negeri, dan bekerja sebagai pekerja Indonesia di luar negeri adalah upaya pencarian nafkah yang bersifat sementara.”

7

Revisi ini tentunya bisa dikatakan jauh dari realitas kehidupan buruh migran yang bekerja sebagai PRT dimana mereka dianggap sebagai unskilled labour – pekerjaan tanpa perlu keahlian – suatu hal yang juga perlu dibongkar karena hampir semua pekerjaan domestik memerlukan keahlian: mulai dari memasak, mengurus rumah, mengurus anak dan mendidiknya, ini menyebut sebagian kerja-kerja yang banyak dilakukan di ranah domestik dan jelas memerlukan ketrampilan, keahlian. Bagaimana mungkin memasak tanpa tahu bumbu dan juga kebersihan pengelolaan makanan? Bagaimana mungkin mengurus anak dengan baik tanpa memahami safety dan psikologis kembang tumbuh anak misalnya. Revisi UU nomormor 39/2004 ditengarai masih belum tandas mengakui persoalan utama buruh migran yang kebanyakan PRT tersebut. Salah satu masalah utama dalam UU nomor 39/2004 adalah calon tenaga kerja Indonesia (TKI) diwajibkan masuk PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia)

7

yang menyebabkan

migrantstruggle.wordpress.com/2013/05/03/ on 1 May 2014. At. 7.58 AM.

89

Untuk Indonesia!

calon TKI /buruh migran sudah terperangkap dalam hutang biaya ke PJTKI sebelum migrasi dilakukan dan kemudian terperangkap, dililit hutang. Hal yang juga perlu digarisbawahi adalah keengganan menerima fakta bahwa menjadi TKI bagi kebanyakan orang Indonesia yang tidak memiliki pendidikan tinggi dan perlu kerja bukanlah hal yang bersifat sementara. Pengiriman buruh migran yang sudah berlangsung puluhan tahun dan karenanya sulit dinyatakan sebagai sementara (seperti dinyatakan dalam DIM 13 DPR RI) karenanyatanya di dalam negeri sendiri sulit mendapatkan kerja dengan upah yang layak dan juga decent work terminologi yang dipakai International Labour Organisation (ILO) untuk mengacu kepada pekerjaan yang layak. Soal layak tidak layak, bagaimana mendefinisikan layak dan apa yang tidak layak bisa menjadi diskusi dan topic untuk ditulis dalam sebuah karya tulis tersendiri. Ada juga persoalan asuransi yang masih sangat bersifat bisnis dan harus ditanggung oleh si buruh migran, di samping anggapan bahwa perlindungan untuk TKI dalam dariaft revisi ini dinilai TIDAK mengacu pada konvensi PBB 1990 tentang perlindungan Buruh Migran dan keluarganya yang ironisnya sudah diratifikasi oleh Indonesia. Ini merupakan kelemahan besar dalam Revisi UU nomor 39/2004 karena benchmark yang bagusnyatanya dihilangkan. Realitas kehidupan pekerja domestik bukan khas Indonesia saja atau khusus negeara berkembang8 dimana para majikan berharap mendapatkan pekerja rumah

8

Negeri besar seperti China juga mengalamai dimana situasi Pekerja Rumah Tangga (PRT) menajdi semakin lebihkompleks seperti tercakup dalam buku Hairong, Yan (2008) New Master, New Servant: Migration, Development, And Women Workers in China. Durham and London: Duke University Press. 90-107.

90

Untuk Indonesia!

tangga yang masih lugu sehingga bisa lebih mudah diberitahu, dibimbing dan dibentuk sesuai keinginan majikan, terutama majikan perempuan alias nyonya rumah. Diperkirakan ada sekitar 2 juta PRT di Britania Raya. Jumlah ini jauh melebihi zaman Victoria dan sekitar 2.7 juta rumah tangga di negara ini memperkerjakan orang lain untuk membantu dalam ranah domestik.9. Cox10 mengatakan bahwa berkembangnya pekerjaan domestik yang dibayar dan dilakukan oleh PRT bukan sekedar soal kecil karena hal ini melibatkan banyak soal: dari adanya tren yang layaknya dikritisi. Jelas adanya gender inequality, adanya ketimpangan penghasilan, adanya issue rasisme, praktek di tempat kerja yang tidak family friendly dan pengurusan anak yang dianggap urusan perempuan dan berharap perempuan akan tinggal di rumah melakukan kerja ini. Lebih jauh lagi, Anderson dalam bukunya ‘Doing the Dirty Work‘11 menulis bahwa pekerja domestik memenuhi sebuah fungsi krusial yakni mereproduksi fungsi dari ‘majikan perempuannya’ (yang biasanya kelas menengah atau paling tidak kelasnya di’atas’ kelas PRT tersebut dan karenanya dianggap lebih ‘resik’) dibandingkan dengan diri si PRT yang dianggap (kelasnya dibawah, lebih rendah dan kotor). Di sini, Anderson ingin menekankan bila melihatnya dari referensi ‘caring function’ dari

Plat, Edwards. (2001) ‘This is a serious business’, The Business: The Financial Times Magazine, London, 20 October. p.26. 10 Cox, Rosie. (2006) The Servant Problem Domestik Employment in A Global Economy.London, New York: I B Tauris. p. 3 11 Anderson, Bridenganet. (2000) Doing the Dirty Work –The Global Politics of Domestik Workers’ London and New York: Zed Books. p. 2. 9

91

Untuk Indonesia!

PRT tersebut, maka yang ‘pemakai jasa/majikan ‘ merasa sudah punya hak atas ‘kedirian/personhood ‘ PRT tersebut, bukan sekedar tenaga buruhnya yang dibayar.

KONTRIBUSI FEMINISME DALAM MELIHAT PEKERJA RUMAH TANGGA Stanley dan Wise12 mengatakan bahwa feminist ontology (teori tentang ‘realitas’ or being) mengkritik dan menolak cara pandang binary Cartesian (yang dikotomis) dalam memahami hubungan/relasi antara tubuh, pikiran dan emosi. Dimana realitas dilihat dengan ‘maskulin ontology’ yang berasosiasi dengan Cartesian dualisme dan foundationalisme dimana realitas selalu dilhat dalam posisi yang saling bertentangan, misalnya science vs. nature, reason/akal vs emosi, obyektivitas vs subyektivas; dimana hal-hal ini secara prinsipil dan simbiotik saling terkait dan diperlukan keberadaannya satu sama lain dimana stratifikasi super dan subordinasi diperlakukan. Diri/self dilihat sebagai hasil dari interaksi dan kontruksi sosial dan irrevocably social and cultural on its basis. Feminist ontology (FO) menolak cara pandang dengan cara binary dan pertentangan , misalnya bagaimana konsep ‘diri’ dalam hubungannya dengan ‘tubuh’ dan ‘akal/pikiran’. FO melihat dalam isu diri terbentuk secara relasional dan interaksional, dimana terkonstruksi secara historis, secara budaya dan spesifik context. Perlu ditekankan bahwa ini berubah secara haluspelan/subtly di dalam situasi dan interaksi yang berbeda-beda.

12

Stanley Liz and Wise Sue (1993).,Breaking Out Again: Feminist Ontology and Epistemology., London and New York: Routledengane.p.194.

92

Untuk Indonesia!

Artinya ada cara alternatif feminist dalam merespon ontology maskulin mengenai diri dan other/liyan dimana tidak dengan pertentangan namun lebih menekankan kerja sama, kooperasi (gotong royong) yang disebutnya ‘cooperative endeavours’13. Hal lain yang juga bisa berguna dalam memahami tulisan ini adalah penekanan akan pentingnya perasaan/feeling yang selama ini diabaikan oleh ontology maskulin dimana emosi dianggap sebagai anti-tesis dari akal sehat/reason. Emosi/perasaan hasil dari pikiran dimana bisa secara dasar dibagi secara kasar respon tubuh misalnya merasa panas atau dingin atau rasa sakit. Bisa juga rasa jengkel, sayang dan cemburu. Tidak selalu mudah untuk memisahkan perasaan emosi ini semua. Karena bagaimanapun hal–hal ini terkonstruksi dalam lingkup waktu dan dalam berbagai grup sosial . Feminist ontology mencoba melihat tubuh dengan cara pandang alternatif yang mana mungkin bisa membantu kita dalam melihat persoakan PRT yang terus berkepanjangan. FO lebih melihat tubuh sebagai embodiement : “A cultural process by which the physical body becomes a site of culturally ascribed and disputed meanings, experiences, feelings. Here ‘the body’ is positioned within cultural specific-and sometimes competing-discourse of meaning, authority and control. For us ‘the body ‘ is rather to be conceptualised as a becoming, its meaning is never fixed to be particular type of person, rather those different

13

Ibid. p. 195.

93

Untuk Indonesia!

meanings have to be achieved and re-achieved in order to be seen as constituting a particular type of person”.14 Hal ini bukan kemudian artinya tubuh/diri menjadi semata kreasi dari linguistic. Karena bagaimanapun FO mengakui bahwa tubuh secara material memang ada, secara fisik dan berhadapan dengan konsekuensi realitas. Hal yang penting untuk diingat saat melihat para pekerja rumah tangga adalah fakta dislokasi tubuh mereka, baik yang berada di luar negeri maupun bekerja di kota-kota besar Indonesia. Artinya perlu dibongkar cara berpikir Cartesian yang dilahirkan ‘Barat’ bahwa hanya laki-laki yang memiliki arti dan ‘isi’ dan melihat perempuan sebagai hal yang tidak lengkap, kurang dan berbeda. Hal yang kedua, memahami baik perempuan dan laki-laki, keduanya memiliki eksistensi ragawi, badan dan keduanya embodied serta perlu digaris bawahi embodiments laki-laki dan perempuan memang berbeda.15

SOLUSI YANG MUNGKIN

Jika pendekatan dan kontribusi analisa feminisme diterima, maka artinya apa dalam kelompok pekerja rumah tangga? Termasuk PRT Migran? Seperti sudah dinyatakan, saat ada pelanggaran hak pekerja domestik, ada dispute maka diperlukan negosiasi. Hal ini semua memerlukan waktu, biaya dan juga sekaligus melakukan perubahan kesadaran bahwa PRT adalah pekerja, dia bukan milik siapapun, tidak ada yang bisa mengklaim kepemilikan jika ada PRT yang bekerja di

14 15

Ibid.p. 196. Ibid. p. 199.

94

Untuk Indonesia!

dalam rumahnya. Sosok PRT, termasuk tubuhnya bukan sekedar sosok TKI karena tubuh PRT yang mengalami dislokasi dari desanya ke tempat penampungan agen TKI hingga ke suatu rumah di tempat yang mungkin baru petama kali dikunjunginya dan tiada orang yang dikenalnya dan menjadi teman dalam masa kontrak yang ratarata 2 tahun ini. Tubuh TKI ini menjadi tempat/sites dimana perbedaan saling berkonstes, baik mengenai otoritas dan kontrol terhadap sosok/tubuh TKI ini. Di sini diperlukannya suatu refleksi dimana selayaknya persoalan TKI tidak dilihat dengan pendekatan deterministik, cost dan benefit semata. Perlu lebih tajam dan luas karena TKI memang bukan komoditas seperti sumber daya alam yang dijual dan dilego. Sebenarnya, ada juga hal yang mungkin juga berguna untuk ditelaah lebih lanjut yakni persoalan Ethics of Care yang ingin saya ajukan dalam diskusi ini lebih lanjut dimana Ethics of Care sebagai konsep politik yang mana akan bisa mengubah pendekatan kita dalam menghadapi berbagai soal yang dihadapi perempuan, termasuk kelompo PRT dan buru migran. Ethics of Care sebagai praktek maupun sebagai pendekatan.16 Salah satu yang berhubungan dengan Ethics of Care adalah soal moral theory. Salah satu pertanyaan yang valid dari moral theory adalah pertanyan bagaimana memperlakukan orang lain yang jauh dari diri namun kita anggap sama seperti kita, misalnya TKI yang jauh kerja di luar negeri atau di kota-kota besar Indonesia-jauh dari sanak saudaranya. Perlu dicatat bahwa adanya ketimpangan kuasa membuat moral theory menjadi kurang bergigi, seperti juga layaknya pendekatan hukum per

16

Untk diskusi mengenai hal ini silahkan membaca Tronto.C. Joan.(1993) Moral Boundaries- A Political Argument for Ethics of Care, New York: Routledengane.

95

Untuk Indonesia!

se. Moral theory kurang bergigi karena orang lain yang jauh dari kita cenderung tidak membuat diri kita bertindak melakukan aksi moral saat orang tersebut membutuhkan pertologan. Hal kedua adalah asumsi bahwa orang lain seperti diri kita juga bukanlah hal yang tepat dan oleh karenanya tidak bisa dipastikan orang lain akan bertindak seperti diri kita. Di titik inilah negara tetap diperlukan dan dalam kasus PRT TKI Buruh migran dimana dalam kasus yang mendapati hukuman mati di negara tempat bekerja menjadi contoh kasus yang jelas. Opini warga negara Indonesia di tanah air banyak yang terbelah, apakah akan mem-bail out atau membiarkan diri TKI ini di hukum mati dan lebih baik menggunakan uang bail outnya untuk kepentingan umum seperti membangun sekolah, klinik kesehatan, dsbnya. Ethics of Care bisa menjembatani serta melengkapi pendekatan hukum dan juga sekaligus moral theory dalam penanganan persoalan PRT yang banyak menjadi buruh migran ini. Ethics of Care juga melengkapi pendekatan feminist dimana perbedaan dalam feminisme tidak dinafikan, termasuk perbedaan dilemma yang dihadapi kaum perempuan yang berbeda kelas, warna kulit, preferensi seksual, agama dan sebagainya. Mengakui adanya perbedaan dilemma dan kemudian perbedaan prioritas dalam spectrum feminisme, tidak berarti kita tidak care satu sama lain. Ethics of Care dan negara bisa menjadi jembatan dalam mendekati perbedaan dilemma ini, khususnya dalam kasus TKI dimana misalnya soal apakah migrasi TKI masih dibolehkan ke negara-negara yang jelas-jelas masih memaklumi modern slavery? Negara bisa mencoba menjadi katalisator dalam soalsoal pelik dan juga pengalaman–pengalaman moratorium yang pernah dilakukan sehubungan kasus TKI kita.

96

Untuk Indonesia!

Hal ini sangat perlu dipahami oleh kita semua jika kita mau mengerti kenapa persoalan PRT bisa dilihat sebagai perbudakan modern dan oleh karenanya diperlukan pendekatan struktural dan juga perlindungan hukum mengatasi persoalan pekerja rumah tangga, baik yang bekerja sebagai buruh migran di luar negeri maupun pekerja rumah tangga di dalam negeri Indonesia sendiri. Namun kita juga harus memahami bahwa pendekatan hukum bukanlah penyelesaian segala soal, termasuk persoalan buruh migran. Tentunya untuk pekerja rumah tangga yang menjadi buruh migran, memerlukan proteksi baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dalam level ini, diperlukan kerjasama multilateral maupun bilateral dalam mencoba mengatasi berbagai soal yang dialami para buruh migran Indonesia ini. Berbagai forum, mulai dari MDG (Millennium Development Goals) UNDAF (United Nations Development Assistance Framework), Poverty Reductions Strategies (PRSs) dan terbentuknya komunitas ASEAN di 2015 masih belum maksimal dalam memberikan rekomendasi konkrit untuk mengupayakan perlindungan buruh migran, khususnya di kawasan komunitas ASEAN dimana ada Singapore dan Malaysi sebagai negara tujuan TKI dan Indonesia sebagai negara pengirim terbesar kedua buruh migran setelah Phillipina yang juga merupakan negara pengirim buruh migran. Semoga dengan pendekatan yang berbeda, berbagai persoalan PRT yang banyak berlaku sebagai buruh migran bisa diminimalisir dan penanganannya menjadi lebih manusiawi, mulai dari perekrutan, pelatihan, keberangkatan hingga kepulangan ke tanah air, bahkan pasca migrasi, bagaimana menggunakan hasil kerja keras upayanya menjadi suatu kegiatan yang produktif dan tidak melulu

97

Untuk Indonesia!

konsumtif. Banyak soal serius di wilayah pasca migrasi yang juga patut dipikirkan dan perlu penanganan serius, namun bukan berarti mustahil.

REKOMENDASI 1. Segala pendekatan dalam dikursus dan kebijakan buruh migran Indonesia menyertakan feminist perspective dan juga mendudukannya dalam perspektif migration regime. Artinya feminism dan migration menjadi perangkat analisa dalam membuat kebijakan-kebijakan yang menyangkut pekerja domestik, termasuk Pekerja Rumah Tangga, baik yang menjadi migran

di

luar

negeri,

maupun

yang

bekerja

di

kota-kota

besar/menengah/kecil yang juga merupakan bagian dari proses urbanisasi penduduk Indonesia. 2. Akses ke keadlilan. Para pekerja rumah tangga baik yang di dalam negeri maupun di luar negeri dikenalkan dan menjadi bagian dari gerakan untuk bisa menggunakan instrumen hukum yang ada. Seperti banyak diketahui, hukum tidaklah sama dengan keadilan. Hukum hendaknya menjadi instrumen mendapatkan keadilan. Hukum tidak lepas dari budaya yang ada, perangkat hukum dan isi dari hukum itu sendiri. Akses terhadap keadilan sebagai suatu pendekatan lebih luas dari hukum itu sendiri. Aparat pemenrintah, tokohtokoh masyarakat, pemimpin agama, organisasi kemasyarakatan dan adat juga perlu diajak dalam memastikan para TKI dan PRT bisa benar-benar mengakses keadilan dengan tidak rumit dan mahal.

98

Untuk Indonesia!

3. Dilakukannya bridenganing antara pendekatan hukum dan pendekatan moralitas yang mungkin bisa difasilitasi dengan pendekatan Ethics of Care sebagai school of thought dimana perlu ditelusuri dan ditemukan hal-hal yang workable, visible, dan bisa dipahami oleh masyarakat. Misalnya saja, dalam proses rekrutmen TKI, orang tua si TKI tidak bisa menjadi acuan satusatunya dalam pendataan TKI berasal, ada baiknya tetangga dan RT/RW dilibatkan yang menandakan bahwa komunitas peduli dengan TKI tersebut sejak dari awal proses dan mengurangi praktek perdagangan manusia. Misalnya saja, soal umur TKI yang bersangkutan, juga proses seleksi. Termasuk didalam point ini adalah masa training/pelatihan yang dilakukan TKI. Tempat pelatihan TKI tidak boleh lagi semacam camp, tertutup-rahasia dan komunitas setempat tidak tahu jelas apa yang dilatih dalam tempat training tersebut. Bahkan dalam banyak kasus para TKI yang dalam masa ‘penampungan’ ini tidak benar-benar dilatih sementara mereka terus menerus terbelit dalam hutang piutang dalam masa penampungan ini. Para agen tenaga kerja perlu diudit dan diatur benar dan TKI dibolehkan untuk tidak menggunakan agen tenaga kerja jika memang ini hal yang dia ingini. Negara sendiri juga sebaiknya bisa melakukan pemberangkatan langsung para TKI ini dan para agen tenaga kerja tidak memonopoli proses pemberangkatan para TKI. 4. Asuransi TKI yang terus dikutip dari setiap TKI yang berangkat, harus dibuka dan diaudit dan dibuat pertanggung jawabannya secara publik oleh Kementerian Tenaga Kerja dan instansi terkait.

99

Untuk Indonesia!

5. KBRI beserta labour attache di negara negara penempatan TKI perlu pendapatkan training yang serius dalam merespon kepentingan TKI dan juga memonitor keadaan TKI Indonesia. Hal ini sudah dimulai namun belum serius benar dan hendaknya dalam menata aparatur Negara/PNS diberikan link antara

kesuksesan

kerja

dalam

mengurusi

TKI

dengan

kenaikan

level/pangkat seorang pejabat/pegawai negeri. Ada reward dan punishment system. 6. Rancangan Undang-Undang Pelindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Republik Indonesia sendiri harus segera ditandatangani dan masuk ke dalam Program Legislasi Nasional 2015 untuk dibuat menjadi Undang Undang Perlindungan PRT. Hal ini sangatlah urgen dan menjadi acuan bagi keseriusan pemerintah dan Negara dalam memberikan perlindungan bagi para PRT, sehingga saat pemerintah mengadvokasi TKI di luar negeri, ada juga referensi perangkat hukum dalam negeri yang bisa diajukan bahwa pemerintah Indonesia serius dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja domestik dan di dalam negeri hal ini sudah dilakukan dengan adanya UU ini. 7. Pekerja Domestik, termasuk banyak yang menjadi TKI dilepaskan dari diskriminasi yang sejak awal hingga pulang tercermin dari pemberangkatan hingga kepulangan dimana mereka dikhususkan dan hanya bisa melewati terminal keberangkatan dan kepulangan tertentu. Terminal khusus seperti ini sudah seharusnya ditutup dan pemerintah harus segera memotong keterlibatan dirinya baik secara institusi maupun perseorangan dengan

100

Untuk Indonesia!

upaya-upaya mengkriminalkan TKI dengan berbagai ‘perlakuan khusus’, seperti terminal khusus, jemputan khusus, money changer, travel biro khusus dan berbagai khusus lain yang tidak lebih dari pada melihat TKI sebagai obyek bahkan mungkin seperti sapi perah. 8. Pengiriman remitansi para TKI hendaknya dibuat semudah dan semurah mungkin karena bagaimanapun sumbangan devisa mereka sudah sangat membantu perekonomian dan stabilitas Negara Indonesia. Berbagai bank yang menawarkan jasa pengelolaan remitansi, pengiriman dan sebagainya patut terus dimonitor dan dikenakan sanksi keras jika pendekatan institusi finasial ini tidak lebih baik dari para penganut ekonomi rente. TKI tidak dan jangan diperlakukan sebagai obyek ekonomi semata karena memang selain mereka bukan obyek, mereka juga subyek, manusia yang sudah berjasa dan berjuang dalam mencari pendapatan. 9. Masa migrasi dan post-migrasi merupakan hal yang kurang ditangani. Periode kerja seorang TKI maksimal tidak melebihi 20 tahun kerja (masa produktif kerja, dan biasanya pemakai jasa tidak mau menerima TKI yang berumur diatas 40 tahun karena sudah dianggap terlalu tua dan kurang produktivitasnya) dalam banyak kasus tidak sampai 20 tahun kerja, ada yang hanya beberapa tahun saja . Menjadi soal adalah gap years dimana saat TKI ini bekerja, ada peran yang biasanya dilakukan seperti sebagai ibu, istri, anak, adik, kakak yang kosong dan banyak dari TKI ini yang misalnya sebagai ibu, terpaksa meninggalkan anak-anaknya. Bagaimana dengan anak-anak yang ditinggalkan? Selama ini hal ini diselesaikan dengan cara

101

Untuk Indonesia!

masing-masing keluarga. Sudah saatnya negara ikut mengambil tanggung jawab terhadap anak-anak yang ditinggalkan para ibu yang menjadi TKI. Child care, salah satu ide yang bisa ditelusuri kemungkinannya. Juga pendidikan dan mengenalkan para bapak, para suami untuk lebih hand on dalam pengurusan anak-anak. Pemerintah Daerah masing-masing dimana TKI banyak berasal, sebaiknya memikirkan hal ini. Adapun untuk para TKI sendiri selama masa migrasi, sejak mendarat diwajibkan untuk melapor ke KBRI setempat (3 x 24 jam) untuk keamanan dan kebaikan dirinya sendiri. Artinya TKI yang bersangkutan melapor dan harus datang bersama pemakai jasanya/majikannya agar pihak KBRI dan atase tenaga kerja bisa mendata para pemakai jasa. 10. Untuk Para TKI yang selesai dengan kerjanya dan kembali ke tanah air (postmigrasi) sebaiknya dikenalkan dengan berbagai training yang mungkin dibutuhkan untuk bisa menggunakan hasil keringatnya/uang yang diperoleh dari kerjanya lewat usaha-usaha kreatif dan productive lainnya yang bisa juga mendatangkan penghasilan baginya dan keluarganya. Hendaknya hasil penghasilan TKI bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan dasar dan usaha produktif dan tidak habis – lenyap termakan konsumerisme pasar. Memang ini hak para TKI dan upaya yang dimaksud tentunya tidak bernada patronising dan top down namun lewat memperlihatkan best practises dan role model yang jelas bagi para TKI ini. Para pemerindah daerah dimana merupakan daerah yang banyak TKI berasal bisa saling membantu dan

102

Untuk Indonesia!

mengenalkan best practises dan role model ini kedaerah lain dan memotivasi para TKI lainnya. 11. Media dan pekerja media juga dikenalkan dengan migration regime, feminist theory dan labour regime, agar saat bekerja melakukan pemberitaan suatu kasus mengenai TKI dan Pekerja Rumah Tangga, mereka punya empati terhadap kasus TKI tersebut. Departemen Informasi Pemerintah dan juga organisasi kewartawanan bisa menjadi fasilitator dalam upaya ini. 12. Untuk Serikat Pekerja di Indonesia (Labour Unions) juga perlu membuka dirinya dan seperti para pekerja media untuk memahami migration regime dan feminism sehingga para serikat buruh ini bisa memahami berbagai dimensi yang ada dalam persoalan buruh migran Indonesia yang banyak bekerja sebagai pekerja domestik dna juga mengakui pekerja rumah tangga adalah pekerjaan dan bukan pembantu yang bisa diartikan sebagai ‘bantuan’ ada unsur ketidak jelasan jam kerja, jenis pekerjaan, hak-hak PRT sebagai pekerja, dan sebagainya. Serikat Pekerja harus serius menuntut dibuatnya UU Perlindungan PRT di dalam negeri. 13. Untuk pihak/organisasi pendidikan/institusi sekolah, sebaiknya anak didik dikenalkan untuk ranah privat dimana ada pekerja yang bekerja di ranah tersebut yakni PRT bukan bararti mereka menjadi ‘milik’ dan punya hak lebih sedikit daripada yang kerja di kantoran atau di pabrik, di toko. Anak-anak didik sudah dikenalkan untuk menghargai kontribusi yang diberikan PRT di ranah kerjanya, di rumah anak-anak ini. Mengubah budaya kelas menengah Indonesia tidaklah mudah dan harapan untuk mengubah para ibu /bapak

103

Untuk Indonesia!

yang sudah memasuki usia paruh baya lebih resistant terhadap perubahan (sulit berubah). Anak-anak para orang tua kelas menengah Indonesia sendirilah yang akan menegur orang tuanya bila keterlaluan dan melanggar hak-hak PRT di rumah mereka. Anak-anak inilah yang diharapkan mengenalkan konsep tabu dan malu pada orang tuanya jika dalam mempekerjakan PRT-nya mereka tidak memiliki kontrak kerja yang jelas. Adapun Kementerian Tenaga Kerja perlu untuk mengaudit berbagai agen PRT yang bertebaran di banyak kota dan memastikan para PRT ini bukan usia anak-anak (pekerja anak) dan tidak diperlakukan melanggar UUD dan UU yang berlaku.

104

Beasiswa, Sambil Menyelam Minum Air Oleh: Eva Fajar Ripanti

Untuk Indonesia!

B

EASISWA jangan hanya dipandang sebagai alat untuk memperbesar keran kesempatan – berupa dana, fasilitas dan material lain (AAMC, 2009) – bagi anak bangsa dalam rangka berpendidikan yang lebih baik

saja, yang tentu akan berimbas baik pula pada negara di masa-masa yang akan datang; namun, beasiswa – dengan nilai positif yang dimilikinya (Brew, 1999) – harus juga digunakan sebagai ajang penyampai nilai-nilai positif yang dapat dititipkan bangsa ini untuk generasi penerusnya. Saya sangat yakin, siapa pun dia, para penerima beasiswa, akan sangat senang jika ada tuntutan lebih dari apa yang mereka telah lakukan selama ini. Selama ini, beasiswa hanya digunakan sebagai ajang memperbesar kesempatan, dan hanya itu. Alih-alih memperbesar kesempatan, kadang beasiswa berubah makna menjadi hanya sebagai titik kulminasi prestasi. Beasiswa dianggap – oleh sebagian orang – sebagai titik puncak prestasi yang harus diperjuangkan dengan sangat; padahal, beasiswa hanyalah sebagai salah satu – dari banyak – titik awal dan kunci untuk membuka kesempatan lain dalam rangka memberi terbaik bagi bangsa dan negara. Kadang beasiswa diposisikan pada letak yang salah. Beasiswa diposisikan sebagai sesuatu yang harus didapat, sehingga mengkebiri makna niatan awal menuntut ilmu. Pertanyaan sederhana kadang muncul, ‘sebenarnya niat kuliah atau niat mencari beasiswa’? Pertanyaan yang kadang ambigu untuk dapat dijawab. Jelas – seharusnya – jika kita sadar, ada ribuan jalan menuju ‘Roma-nya’ tempat belajar. Jika memang niat lurus kita, para calon mahasiswa, untuk belajar; pastilah kita akan sampai pada tempat yang kita tuju tersebut.

106

Untuk Indonesia!

SEMANGAT MENUNTUT ILMU Pengkebirian makna niat belajar dan mununtut ilmu ini pun muncul – salah satunya disebabkan – karena sebuah persepsi yang salah pada kaprahnya. Persepsi tersebut – sebenarnya – sangatlah mengganggu, dan sangat mereduksi semangat belajar dan menuntut ilmu. Bahwa jumlah penduduk indonesia yang bergelar S3 yang sangat kecil tersebut (1 juta penduduk: 98 orang bergelar doktor; Suaramerdeka.com, 2013), pun mungkin – bisa jadi – salah satu penyebabnya adalah karena semua orang berpersepsi sama, berpersepsi atas persepsi yang salah ini. Persepsi tersebut adalah bahwa ‘kuliah diluar negeri sulit dan mahal’; dimana harus dibiayai melalui beasiswa yang juga dianggap sangat sulit untuk didapat. Padahal, persepsi demikian tidaklah selamanya benar. Jelas, persepsi ‘pengganggu’ ini harus – sesegera mungkin – diubah. Bahwa tidak ada sekolah yang tanpa proses, itu yang harus dipahami sangat pada akhirnya. Bukan kata ‘sulit’ yang dikedepankan, namun sekolah adalah proses pematangan intelektual diri, itu yang harus ditekankan. Lalu ‘mahal’? Persepsi ini pun – yang kadang – membuat sebagian

masyarakat

selalu

mengandalkan

beasiswa

untuk

melanjutkan

pendidikannya. Padalah, orang-orang yang mampu berdiri tegak di atas kakinya sendiri untuk bersusah payah mendanai segalanya selama menuntut ilmu, mereka akan lebih menghargai setiap peluh keringan proses menuntut ilmu tersebut. Banyak sudah cerita para pengembara dan penuntut ilmu sejati, yang sejatinya mereka menuntut ilmu tanpa memindahkan sedikit pun beban di pundak mereka ke pundak pihak lain. Mereka memilih mengisi waktu luang – selain belajar – untuk bekerja part-time atau apa pun itu. Bahkan, tidak semua negara tujuan belajar luar 107

Untuk Indonesia!

negeri pun memiliki biaya kuliah dan living cost yang segunung – bahkan biaya kuliahnya gratis – (selain Australia, Amerika dan Inggris), seperti Jerman; walaupun tidak nir cost juga, namun setidaknya ada celah ‘mungkin dan logis’ untuk digapai. Pesan yang ingin ditekankan disini adalah bahwa semangat menuntut ilmu janganlah lebih kecil jika dibanding dengan semangat mencari beasiswa. Tentu ini akan memutar balik paradigma yang seharusnya. Sehingga – celakannya – semangat berjuang dalam menuntut ilmu dan spirit mengabdi kepada negara selepas menuntut ilmu pun ikut terkikis habis.

BEASISWA BUKANLAH SEGALANYA Kembali, sebuah catatan penting yang harus diberi tanda kutip, bahwa ‘beasiswa bukanlah segalanya’. Ada ribuan aktifitas benar yang harus dilakukan, ketika kita telah mendapatkan beasiswa. Proses belajar yang dilakukan, haruslah sebuah etos belajar yang tidak boleh dianggap sebelah mata. Bahkan, jika para pemilik beasiswa yang telah berhasil terbang ribuan kilo meter dari Indonesia ke negara lain, untuk menuntut ilmu, jelas memiliki embanan misi lain. Mereka akan menjadi duta bangsa (tanpa definitif) yang harus mengharumkan bangsanya di negara orang. Bahkan, lebih lanjut, selepas pemanfaatan beasiswa (selepas kembali dari proses belajar), itulah baru segalanya. Artinya, harusnya ada sebuah pertanyaan kunci yang musti kita jawab bersama, ‘apa yang bisa diberikan kepada negara selepas para mahasiswa mendapat beasiswa’? Itu merupakan hal penting yang harus dijawab dan direalisasikan. Bukan hanya sebuah besaran 2n+1 saja sebagai waktu abdi

108

Untuk Indonesia!

pada negara, namun seharusnya negara harus mampu menggiring para lulusan pengguna ‘uang rakyat’ tersebut ke arah yang rel pengambdiannya telah didesain sedemikian rupa, terarah sesuai dengan kapasitas ilmu yang telah didapat oleh para penerima beasiswa, terarah pada manfaat besar bagi bangsa. Sehingga, di titik inilah beasiswa memiliki manfaat lebih. Karena beasiswa pun akan menjadi alat penyampai ‘nilai-nilai’ bangsa yang telah dicanangkan para pemangku kekuasaan bangsa ini. Tentu, ketika beasiswa bermakna ganda, sebagai pembuka keran kesempatan dan juga sebagai alat penitip nilai-nilai; aspek manajemen yang dilakukan haruslah bukan hanya manajemen tingkat rendah atau asal jadi. Beasiswa haruslah dikelola dalam sebuah manajemen mumpuni dan melibatkan orang-orang yang paham sangat atas esensi pendidikan; termasuk orang-orang yang paham bahwa uang ini adalah uang rakyat yang harus secara eskplisit ataupun implisit mampu memberi manfaat positif kepada rakyat. Tentulah, seperti yang kita ketahui bersama, orangorang yang berhasil mendapat beasiswa, bukanlah orang-orang yang biasa-biasa saja. Minimal, ada sebuah passing-grade yang telah mereka lewati sebagai barometer nilainya. Sehingga ada sebuah kewajaran yang sangat wajar, ketika bangsa ini menuntut lebih terhadap peran mereka selepas mereka kembali dari menuntut ilmu. Bukan tuntutan hanya sekedar menuntut, namun sebuah tuntutan dimana harus ada usaha dalam rangka berprogram nyata merubah nilai uang yang digunakan menjadi nilai manfaat terhadap berkehidupan bangsa. Target jelas harus menjadi sebuah keharusan yang lain.

109

Untuk Indonesia!

MANAJEMEN BEASISWA MUMPUNI Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk memaksimal dan bagaimana mengelola beasiswa secara ideal, agar tujuan yang ingin dicapai tidak melulu memenuhi syarat jumlah, namun juga kualitas. Sistem pengelolaan beasiswa yang mumpuni harus dibangun sedini mungkin, agar pengguna beasiswa dapat benar-benar mampu berkontribusi kepada negara. Semua aspek, mulai dari proses seleksi, proses belajar dari si pemegang beasiswa atau yang disebut proses monitoring, hingga selesai dan pada masa pengabdian pasca lulus; harus mampu dan dapat dipetakan dan terpantau secara transparan. Pada proses monitoring ada proses penilaian terhadap kemajuan belajar, yang bukan hanya sekedar memberikan laporan dan selesai; namun harus dibuat sebuah mekanisme penilaian tentang keberhasilan proses belajar. Ataupun jika ditemukan sebuah kendala, maka ada sebuah mekanisme bantuan yang dapat diberikan; karena seperti diketahui bahwa dalam proses belajar banyak faktor yang dapat terjadi baik teknis maupun non-teknis. Disinilah dibutuhkan – sangat – sebuah sistem dan sumber daya yang dapat menilai secara tepat; sehingga – bahwa proses penyaluran beasiswa – tidak lagi hanya sebuah pemenuhan kelengkapan yang sifatnya administratif saja. Selain itu, pada waktu setelah mahasiswa penerima beasiswa lulus, seluruh track record penerima beasiswa haruslah dapat dipetakan berdasarkan angka kebutuhan dan arah pembangunan Indonesia, sehingga keselarasan dan kemerataan pembangunan – di seluruh area Indonesia – dapat dipenuhi. Satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan klasifikasi bidang ilmu, tempat, serta sasaran pemanfaatan untuk kemaslahatan masyarakat luas. Sehingga, jika kemudian 110

Untuk Indonesia!

dibutuhkan resourse sharing pada bidang-bidang keahlian mereka, mereka harus siap membantu. Misal saja, pada provinsi yang tingkat angka partisipasi kasar (APK)-nya masih rendah. Hal ini harus dibuatkan langkah nyata, bukan lagi hanya sekedar seminar dan sejenisnya; namun berkiprah nyata, sehingga peningkatan atau kontribusinya dapat dirasakan. Atau dapat saja dibuat program-program sederhana sesuai bidang keahliannya, seperti ‘satu doktor satu desa’ atau ‘satu master satu desa’. Dimana doktor atau master tersebut diminta untuk memikirkan dan – tentu – difasilitasi kontribusi apa yang dapat diberikan pada satu desa tersebut, hingga desa tersebut dapat menjadi maju dan mandiri. Atau dapat juga dibuat program ‘village laboratory’. Sebuah program untuk memanfaatkan ‘desa tertinggal’ sebagai inkubator laboratorium para doktor dan master di dalam mengimplemantasikan ilmu mereka pada sekala sesungguhnya. Tentu, manfaatnya akan langsung dapat dirasakan oleh desa setempat. Sekali lagi, spesifikasi per bidang ilmu, dapat disesuaikan dengan kondisi desanya. Sebut saja misal, bahwa pemerintah – seharusnya – mampu dan memiliki wewenang yang sah untuk menempatkan para ilmuan-ilmuannya untuk memaksimalkan sumberdaya panas bumi dengan membangun ‘village laboratory’ di beberapa tempat di sepanjang jalur gunung api yang membentang mulai dari ujung barat sampat ke timur Indonesia. Daerah jalur ini potensinya sangat luar biasa untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi; bahkan panjang jalur gunung apinya sajaadalah sekitar 7.500 kilometer dengan lebar 50-200 km. Sehingga, tidak pelak lagi bahwa keadaan ini mampu menjadikan negara kita – Indonesia – sebagai pemilik potensi energi panas bumi terbesar di dunia; kemampuannya mencapai 28.617 megawatt (MW)

111

Untuk Indonesia!

atau sekitar 40% dari total potensi dunia (WWF – Indonesia, 2013). Jelas ini celah yang dapat dimanfaatkan secara nyata untuk mensejahterakan bangsa. Bahkan, bumi, air dan segala yang terkandung di dalamnya akan benar-benar dikuasai sebesar-besarnya oleh negara; bukan oleh negara asing, namun oleh negara Indonesia, oleh para peneliti dan ilmuan Indonesia. Tentu saja, kolaborasi dan kerjasama antar departemen tidak dapat dielakan lagi utuk dilakukan dan disinergikan. ‘Triangle program’, mungkin sebuah ide solusi lain yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi beasiswa menjadi sebuah fungsi manfaat yang dapat dirasakan pada radius lingkaran orang yang menggunakannya menjadi lebih luas. ‘Triangle program’ merupakan sebuah program segitiga antara tiga stakeholder yang keberadaannya sangat memiliki peran penting bagi negara, khususnya di Indonesia. Ketiga stakeholder yang dimaksud adalah masyarakat, perusahaan dan pemerintah. Si penerima beasiswa yang telah kembali dari menuntut ilmu dapat dioptimalkan keberadaannya di dalam masyarakat dengan melibatkan program corporate social responsibility (CSR)-nya perusahaan-perusahaan. Selain program sosialnya perusahaan, CSR ditengarai mampu meningkatkan persepsi baik – dari masyarakat– terhadap perusahaan, yang tentu dapat digunakan sebagai kontibusi positif jangka panjang bagi perusahaan itu sendiri (Sharma et al. 2009). Lebih lanjut, di dalam hal ini, pemerintah sebagai pihak negara yang memiliki wewenang yang sah, tentulah dapat menjadi triggeruntuk dapat menjalankan ‘triangle program’ ini. Sehingga, pencapaian tujuan serta penyampaian nilai-nilainya pun semakin luas dan melibatkan pihak yang lebih banyak.

112

Untuk Indonesia!

Disinilah peran penting pengelola beasiswa. Pengelola beasiswa, bukan hanya sebagai pihak yang mengelola dana saja, namun lebih dari itu; bahwa diperlukan integritas yang tinggi agar dana yang sudah dikelola secara baik mampu menghasilkan faedah dan manfaat skala ganda bagi seluas-luasnya kemajuan bangsa dan negara. Sehingga, Indonesia – secara bangsa – pun akan semakin pintar dan kaya ilmu, selaras dengan keberpulangan ribuan orang penuntut ilmu – peraih beasiswa– dari kawah candra dimukanya menuntut ilmu mereka, kembali ke negara yang mereka cintai, Indonesia.

KESIMPULAN Itulah beasiswa yang seharusnya; selain sebagai program tunjangan pendanaan pendidikan bagi para anak bangsa (Depdikbud, 1990), dapat juga dimanfaatkan sebagai media fasilitas ibadah dan karya nyata bagi para penggunanya selepas mereka menuntut ilmu. Itulah beasiswa yang seharusnya; selain sebagai program meningkatkan kualitas pendidikan para penerus bangsa, juga akan menjadi inisiator positif untuk menjadikan Indonesia menjadi lebih baik pada tataran nyata dan realitas. Itulah beasiswa yang seharusnya, sambil menyelam minum air.

113

Untuk Indonesia!

DAFTAR PUSTAKA AAMC. (2009). Educational Scholarship Guides. Washington DC: Association of American Medical Colleges & MedEdPortal. Brew A. (1999). The Value of Scholarship. HERDSA Annual International Conference, Melbourne, 1999: 1 – 14. Depdikbud – Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1990). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Sharma S, Sharma J, Devi A. (2009). Corporate Social Responsibility: The Key Role of Human Resources Management. Business Intelligence Journal, January: 205 – 213. Suaramerdeka.com.

2013.

LPDP

Kemenkeu



IAIN

Walisongo

Jalin

Kerja

Sama.

http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/news/2013/12/27/184825 [access date: 31 March 2014]. WWF – Indonesia. (2013). Panduan Kelestarian Ekosistem untuk Pemanfaatan Panas Bumi. Jakarta: WWF Indonesia dan Keduataan Besar Inggris.

114

Revitalisasi Transjakarta sebagai Tulang Punggung Transportasi Jakarta Oleh: Gandrie Ramadhan Apriandito

Untuk Indonesia!

J

AKARTA berada di titik nadir kebutuhan transportasi massal yang ideal. Jakarta butuh cepat. Penduduk Jakarta dan sekitarnya sudah gerah harus menghabiskan energi, waktu, dan uang dalam menghadapi lalu lintas setiap

harinya. Saat ini Jakarta memiliki koridor BRT terpanjang di dunia (ITDP, 2014), tetapi pemanfaatannya belum menjadi primadona karena kondisinya kian terpuruk. BRT adalah MRT. Saat ini kapasitas angkut BRT di Jakarta adalah 6.600 penumpang per arah per jam (koridor 1). Angka ini masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan Guangzhou (28.000) dan Bogota (45.000) (ITDP, 2014). Rencana kapasitas PT. MRT Jakarta hanya berada di angka 412.000 penumpang per hari atau sekitar 25.000 penumpang per arah per jam (MRT Jakarta, 2014). Transjakarta memiliki potensi untuk dikembangkan berkapasitas tinggi melebihi Guangzhou. Dengan batasan waktu dan anggaran yang ada, pengembangan BRT menjadi angkutan massal sudah sepatutnya menjadi prioritas utama perbaikan transportasi Jakarta. Saat ini Transjakarta memiliki 12 koridor beroperasi dengan panjang total 134 km (ITDP, 2014). MRT di Jakarta sepanjang 14 km (Lebak Bulus - Bundaran HI) memerlukan dana sebesar 16 triliun rupiah. Dengan biaya yang sama dapat terbangun hingga 426 kilometer jalur BRT (ITDP, 2012). Perbedaan mendasar terletak pada biaya infrastruktur. Biaya pembangunan angkutan massal berbasis rel berada pada kisaran $20-200 juta per kilometer sedangkan BRT hanya $1-10 juta per kilometer (Wright, 2013). Selain itu, durasi konstruksi BRT memakan waktu 1218 bulan, relatif singkat jika dibandingkan dengan MRT yang masa konstruksinya bisa lebih dari 3 tahun. 116

Untuk Indonesia!

Revitalisasi Transjakarta meniru sistem BRT di Guangzhou (direct service) harus dilakukan secara menyeluruh. Integrasi Transjakarta dengan Kopaja dan Metromini adalah bentuk simbiosis mutualisme yang juga harus menguntungkan penumpang. Peningkatan operasional harus diiringi dengan pengembangan infrastruktur berupa aksesibilitas yang baik, substops dan jalur menyusul.

LATAR BELAKANG

Jakarta sebagai ibukota negara Indonesia berperan besar dalam perputaran roda perekonomian bangsa. Setiap paginya jutaan orang yang mayoritas berasal dari daerah pinggiran kota berlomba-lomba masuk ke dalam tengah kota dan pergerakan arah sebaliknya terjadi pada waktu sore hari. Pergerakan pada waktu yang bersamaan dan bersifat masif ini belum ditunjang oleh transportasi publik yang mumpuni. Pola pikir mayoritas negara berkembang masih berupa pemfasilitasan penggunaan kendaraan pribadi. Padahal, banyak negara maju yang telah insaf dan beralih ke pola

pikir

bagaimana

mengurangi

penggunaan

kendaraan

pribadi

lewat

pembatasan parkir dan jalan berbayar (ERP/electronic road pricing). Tantangan terbesar transportasi perkotaan adalah bagaimana memindahkan orang secara efisien. Solusinya sebenarnya telah ditemukan: angkutan umum massal. Saat ini Jakarta sudah punya hal tersebut. Jakarta memiliki jaringan BRT (Bus Rapid Transit) yang dikenal dengan nama Transjakarta. Sistem yang mulai beroperasi pada tahun 2004 ini memiliki jaringan terpanjang di seluruh dunia (134 km). Jika 117

Untuk Indonesia!

jaringan ini dilihat secara makro, Transjakarta memiliki potensi sebagai tulang punggung transportasi ibukota karena jalurnya sudah mencakup hampir seluruh jalan utama di Jakarta (Adiwinarto, 2012). Oleh karena itu, akan lebih bijak jika mengoptimalkan sistem yang sudah ada daripada membangun sistem baru yang lebih mahal. Selain itu, proses konstruksi memakan waktu lebih lama dan justru menambah simpul kemacetan. Pengoptimalan Transjakarta berupa peningkatan kapasitas dan kualitas pelayanan. Walaupun terpanjang di dunia, saat ini kondisi Transjakarta masih sangat terpuruk. BRT di Guangzhou yang hanya 23 km mampu mengangkut hingga 28.000 penumpang/jam/arah, sedangkan Transjakarta hanya 3.400 penumpang/jam/arah. Selain itu, BRT di Guangzhou lewat setiap 10 detik saat jam sibuk, sedangkan Transjakarta tercatat (paling baik) di koridor satu (Blok M – Kota) dengan lewat setiap satu menit (Szasz, 2012).

Gambar 1. Peta Jaringan Transjakarta

118

Untuk Indonesia!

Warna merah menunjukkan busway atau jalur Transjakarta. Terlihat bahwa hampir semua jalan protokol ibukota sudah dilalui oleh Transjakarta yang menunjukkan potensi menjadi tulang punggung transportasi Jakarta.

SISTEM BRT DI DUNIA Pada saat awal diresmikan hingga sekarang, Transjakarta menganut sistem ‘Trunk only’. Sistem ini hanya memungkinkan bus Transjakarta beroperasi sepanjang rute di koridor dari terminal satu ke terminal lainnya tanpa adanya integrasi dengan moda atau angkutan umum lain (ITDP, 2007). Hal ini tidak cocok diterapkan di Jakarta karena sebagian besar masyarakat justru tinggal di daerah pinggiran dan harus mendapatkan akses tambahan ke terminal terlebih dahulu untuk menggunakan Transjakarta. Akses tambahan berarti biaya transportasi tambahan.

119

Untuk Indonesia!

Gambar 2. Tiga Jenis Sistem BRT (Sumber: Adiwinarto, 2013)

Transmillenio di Bogota menerapkan sistem ‘Trunk & Feeder’. Sistem ini mengakomodasi penumpang yang berada di luar rute utama BRT. Kelemahan sistem ini adalah dibutuhkan terminal transfer yang luas agar tidak terjadi penumpukan penumpang (ITDP, 2013). Bogota sadar akan hal ini sehingga terminal ujung dibuat sangat besar dan bersatu dengan depo untuk meminimalisasi perpindahan bus yang melakukan pengisian bahan bakar, pencucian, dan perbaikan (Adiwinarto, 2013). Koridor BRT di Guangzhou yang hanya sepanjang 23 km menduduki nomor dua setelah Bogota dalam hal kapasitas penumpang.

120

Untuk Indonesia!

Tabel 1. Perbandingan Volume Jam Puncak (satuan: penumpang/jam/arah) (Sumber: chinabrt.org dan ITDP, 2014)

DIRECT SERVICE GBRT (Guangzhou BRT) menerapkan sistem direct service atau sistem pelayanan langsung. Keuntungan yang didapatkan adalah: 1. Frekuensi armada (bus) di koridor BRT bertambah.

121

Untuk Indonesia!

2. Cakupan rute bertambah karena sistem tidak hanya melayani di dalam koridor, tetapi juga di luar koridor. 3. Meminimalisasi waktu transfer penumpang secara signifikan. 4. Penumpang cukup membayar sekali dengan adanya integrasi BRT dengan moda lain.

Gambar 3. Jaringan BRT di Guangzhou (Sumber: Fjellstrom, 2010)

Walaupun panjang koridor BRT di Guangzhou hanya 23 km, dengan direct service dan 31 rute dapat mencakup hingga 273 km jaringan jalan.

IMPLEMENTASI DIRECT SERVICE DI JAKARTA Mewujudkan BRT berkapasitas tinggi di Jakarta adalah salah satu cara mengurai benang kusut kemacetan ibukota. Implementasi direct service di Jakarta dilakukan 122

Untuk Indonesia!

dengan mengintegrasikan sistem Transjakarta dengan moda angkutan eksisting lain yang juga seringkali menjadi pilihan masyarakat. Angkutan non-Transjakarta seperti Kopaja dan Metromini (dan juga angkot seperti Mikrolet dan KWK) adalah moda yang tepat untuk diintegrasikan karena memiliki frekuensi yang tinggi, potensi pasar yang besar, dan rutenya beririsan dengan koridor Transjakarta. Pada dasarnya, pengaplikasian sistem ini juga mendorong operator angkutan umum yang sudah ada untuk berbenah dan mengutamakan kepentingan masyarakat. Angkutan publik yang sudah ada bukan untuk dieliminasi, melainkan harus diremajakan dan harus tetap berada di bawah kendali pemerintah agar tercipta integrasi layanan yang terpadu. Penerapan direct service untuk tahap awal disarankan dilakukan pada koridor satu (1) dan enam (6) dengan beberapa pertimbangan sebagai berikut: 

Saturasi atau tingkat kepadatan stasiun Koridor 1 memiliki jumlah penumpang terbanyak dari dan menuju pusat kota. Begitu pula koridor 6 yang merupakan koridor utama dan pusat bisnis.



Pilihan politis Untuk para pemegang kebijakan, kedua koridor utama ini tentunya dapat dibanggakan apa direct service berhasil diterapkan.

123

Untuk Indonesia!

PEMILIHAN RUTE Pemilihan rute Kopaja dan Metromini berdasarkan frekuensi saat jam puncak dan persentase irisan dengan jalur Transjakarta. Penambahan frekuensi akan memaksimalkan penggunaan jalur eksisting dan pemanfaatan stasiun yang juga akan dikembangkan. Kunci sterilisasi adalah frekuensi. Dengan bertambahnya frekuensi bus dalam jumlah yang besar, pengemudi kendaraan pribadi secara psikis akan enggan untuk melanggar menggunakan jalur Transjakarta (Adiwinarto, 2013).

Gambar 4. Pemilihan Kandidat Rute (Sumber: Survei ITDP, 2013)

Kandidat rute terbaik berada di kuadran kanan atas (irisan > 40% dan frekuensi > 12).

124

Untuk Indonesia!

No

Trayek

Rute

Koridor

Frekuensi/Jam

Irisan

1

MM S640

Ps. Minggu - Tn Abang

1

33

62%

2

MM S75

Ps. Minggu - Blok M

6

33

45%

3

KPJ P19

Ragunan - Tn Abang

1

42

50%

4

KPJ S66

Manggarai - Blok M

6

19

88%

5

KPJ P20

Lebak Bulus - Senen

6

19

49%

6

KPJ T57

Kp. Rambutan - Blok M

6

18

67%

7

MM P15

Semanggi – Senen

1

11

78%

8

KPJ S620

Manggarai – Blok M

6

13

42%

9

KPJ S612

Ragunan – Melayu

6

10

41%

Tabel 2. Daftar Calon Rute Terintegrasi (Sumber: Survei ITDP, 2013)

MODEL OPERASIONAL Pengalihan Kopaja-Metromini ke dalam jalur Transjakarta tidak bisa serta merta dilakukan. Jika asal dilakukan, bukannya memperbaiki transportasi, justru memperparah keadaan. Ada tiga syarat integrasi yang harus dipenuhi agar direct service dapat berjalan sepenuhnya (Adiwinarto, 2013). 1. Integrasi Sistem Kopaja dan Metromini menjadi operator Transjakarta dan bekerja sama dengan Transjakarta.

2. Integrasi Fisik

125

Untuk Indonesia!

Kopaja dan Metromini dapat menggunakan halte dan jalur Transjakarta. Penumpang dapat melakukan transfer tanpa dikenai biaya tambahan.

3. Integrasi Pembayaran Transjakarta menjamin pembayaran ke Kopaja dan Metromini sesuai dengan ritase yang telah disepakati.

BENTUK KERJA SAMA Transjakarta dan operator sepakat untuk menandatangi kontrak kerja sama dalam satu layanan. Kewajiban Transjakarta: 1. Membayar operator dalam bentuk rupiah per kilometer. 2. Menanggung semua pendapatan dari tiket penumpang. 3. Pengoperasian halte. Kewajiban operator: 1. Membeli armada yang sesuai dengan standar. 2. Menjalankan operasional bus. 3. Melakukan standardisasi pramudi. 4. Menyediakan depo untuk perawatan bus. Bentuk kerja sama seperti ini akan menguntungkan operator dan pengguna: 1. Dengan sistem penggajian per bulan, pramudi tidak lagi kejar setoran. 126

Untuk Indonesia!

2. Ugal-ugalan pramudi dapat terdeteksi dan diminimalisasi. 3. Kemudahan pengurusan STNK dan KIR. 4. Ritase yang tetap sehingga pendapatan bisa diestmasi dengan akurat.

127

Untuk Indonesia!

DAFTAR PUSTAKA Adiwinarto, Yoga. 2012. BRT Presentation - Teknoidea. Jakarta. Adiwinarto, Yoga. 2012. Mewujudkan High Capacity BRT System. Jakarta. Adiwinarto, Yoga. 2013. Paparan ITDP Diskusi Revitalisasi. Jakarta. Adiwinarto, Yoga. 2013. Transjakarta Investment Plan for Station DRAFT. Jakarta. Fjellstrom, Karl. 2010. High capacity BRT planning, implementation and operation: Case study of the Guangzhou BRT. Bangkok. ITDP. 2007. Bus Rapid Transit Planning Guide. New York: Institute for Transportation and Development Policy. ITDP. 2013. The BRT Standard 2013. New York: Institute for Transportation and Development Policy. ITDP. 2014. http://www.chinabrt.org/en/cities/param-quan.aspx?param=2 (peak throughput passengers/hr/direction). ITDP. 2014. http://www.chinabrt.org/en/cities/param-quan.aspx?param=6 (total length of dedicated busway). MRT Jakarta. 2014. http://www.jakartamrt.com/informasi-mrt/pertanyaan-umum/. Szasz, Pedro. 2011. Final Report Jakarta Busway. Jakarta. Wright, Lloyd. 2013. Planning for Bus Rapid Transit. Institute for Transportation and Development Policy.

128

BAITUL MAL WA TAMWIL SEBAGAI PUSAT PEMBERDAYAAN EKONOMI RAKYAT Oleh: Jaesa Rahmanialdy

Untuk Indonesia!

RISIS keuangan yang dimulai Agustus 2007 telah dianggap banyak

K

pihak sebagai kondisi terburuk setelah perang dunia kedua. Diikuti dengan merosotnya triliunan dolar kredit derivatif dan menurunnya pertumbuhan kredit yang tidak terkendali, hasilnya dalam beberapa

kurun waktu kondisi keuangan kita berada di garis degradasi. International Monetary Fund (IMF) menyebutnya sebagai ‘largest financial shock since Great Depression’ di mana menandakan betapa dalam krisis yang telah terjadi.

Gejolak tersebut telah melumpuhkan sistem keuangan negara-negara maju dan telah dinyatakan sebagai korban klasik lembaga keuangan yang dianggap “too big to fail”. Dana bantuan yang cukup besar jumlahnya oleh pemerintah dan suntikan likuiditas oleh bank dunia itu hanya seperti meniupkan angin di kobaran api. Menurut lembaga riset terkemuka di AS Center for Responsible Lending, bila pada tahun 1994 besarnya baru sekitar 35 miliar dollar, kemudian tahun 2005 menjadi 665 miliar dollar. Kebanyakan biaya Subprime Mortgage tersebut hanya untuk membiayai kembali perumahan bukan untuk fasilitas rumah baru

Yang lebih mengerikan lagi dari krisis keuangan adalah lambatnya pertumbuhan ekonomi di beberapa negara industri yang meningkatkan angka pengangguran dalam waktu 25 tahun dan akhirnya terjadi kekurangan pangan di mana bisa mengancam nyawa lebih dari 100 juta orang di seluruh dunia. Kondisi ekonomi dunia mulai dari tahun tersebut telah benar-benar menghadapi krisis keuangan global serta memperlihatkan betapa kapitalisme sebagai sebuah sistem, menyebabkan persoalan bagi ekonomi dunia (Hamid, 2009)

130

Untuk Indonesia!

Di Indonesia sendiri juga terjadi permasalahan krisis moneter yang membuat rakyat banyak mengeluh terhadap lonjakan harga barang. Dimulai dengan depresiasinya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing (US Dollar) menyebabkan hampir semua barang yang dijual di dalam negeri meningkat. Akhirnya menyebabkan tingginya angka inflasi tanpa diikuti oleh peningkatan pendapatan masyarakat. Selanjutnya berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilakukan BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2009 tercatat sekitar 32,5 juta jiwa atau 14, 2 persen. Pada umumnya penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan ini menderita kekurangan gizi, tingkat kesehatan yang buruk, tidak terjamah akses infrastruktur atau layanan publik, hingga buta huruf.

SAATNYA SISTEM KEUANGAN INDONESIA BERTRANSFORMASI

Sejarah modern keuangan Islam dimulai dari awal tahun 1960-an dengan proyek kecil simpan pinjam di Mesir yang telah berkembang menjadi industri bernilai miliaran dolar di tahun 2008. Selama 10 tahun terakhir, industri berbasis syariah telah tumbuh pesat pada tingkat 15 – 20 % per tahun meskipun umurnya masih muda. Keuangan Islam kini melalui masa pertumbuhan yang luar biasa.

Keuangan Islam masuk ke Inggris pada tahun 1980 dengan transaksi pertama adalah Murabahah sebelum meluncurkan bank Islam pertama Al Baraka International di tahun 1982. Selama tahun 1980-an, sejumlah bank investasi menawarkan pesanan produk syariah kepada klien mereka dari Negara-negara

131

Untuk Indonesia!

Timur Tengah, kebanyakan di ruang lingkup transaksi keuangan, leasing, dan pembiayaan proyek karena paling digemari. Sampai pada tahun 2000, sebuah tim kerja keuangan Islam berdiri di bawah kepemimpinan Andrew Buxton, mantan chairman Barclays Bank, dan Eddie George dari Bank of England mengangkat isu ini ke pemerintah Inggris. Dari situlah mulai semakin banyak bank syariah di Inggris bermunculan. Pada tahun 2012, Inggris menjadi urutan ke-9 negara terbesar dengan aset Syariah di mana lebih dari 20 institusi menawarkan keuangan Islam dan terdapat 6 bank syariah. Di samping itu tercatat 100,000 mahasiswa internasional yang belajar di universitas di Inggris. Lalu timbul pertanyaan ‘masihkah kita menggunakan sistem keuangan Negara Barat padahal 90 persen mayoritas beragama Islam?’

BICARA SOLUSI

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Noer Soetrisno (2003), terdapat 97 usaha kecil di Indonesia yang mendapatkan omzet di bawah Rp. 50 juta/tahun, padahal sebenarnya batas omzet usaha kecil adalah sampai Rp. 1 Miliar. Kalau dilihat dari sub-sektor perdagangan umum misalnya, terdapat sekitar 80% usaha pedagang eceran yang tidak memiliki badan hukum, dan terdapat sekitar 5,2 juta unit usaha hanya mempunyai omzet di bawah Rp. 5 juta/tahun. Disebabkan oleh beberapa faktor seperti biaya transaksi kredit UKM relatif tinggi, produk bank tidak sesuai dengan kebutuhan UKM, persyaratan bank teknis kurang dipenuhi, pengawasan

132

Untuk Indonesia!

dan koleksi kredit UKM yang tidak efisien menghasilkan hanya 12 % UKM yang bisa mengakses kepada kredit bank. Sejatinya, negara Indonesia memiliki berbagai ragam pembiayaan mikro. Pengertiannya pun juga bermacam-macam, dikarenakan produk kredit mikro sendiri tidak homogen dan tergantung terhadap sifat dan status hukumnya. Pada dasarnya, lembaga perkreditan mikro di Indonesia dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu Bank dan Koperasi. Bank yang beroperasi sampai ke seluruh pelosok tanah air, dan koperasi yang melakukan simpan pinjam khusus untuk melayani jasa keuangan maupun usaha simpan pinjam. Jika diamati dengan lebih seksama, lembaga keuangan mikro lainnya yang akhir-akhir ini tumbuh pesat adalah lembaga keuangan syariah yang terdiri dari bank dan BPR-S, sedangkan yang berbentuk bukan bank, terdiri dari Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). BMT ini berada di bawah pembinaan Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) dan dikembangkan oleh beberapa organisasi seperti Baitul Mal Muhammadiyah dan Koperasi Syirkah Muawanah. Indonesia memiliki banyak potensi jika dibandingkan dengan Banglades. Dengan keberhasilannya mendirikan Grameen Bank di Tahun 2006, Prof. Muhammad Yunus mengentaskan kemiskinan dengan melebur konsep perbankan konvensional yang hanya berpihak kepada pemodal. Peneliti dari Universitas Manchester yang dijuluki sebagai “banker of the poor” tersebut, tidak menyangka bahwa konsep kredit mikronya berhasil menghimpun nasabah hingga mencapai 7,4 juta kaum miskin di seluruh Banglades.

133

Untuk Indonesia!

Informasi yang didapat dari situs Pemerintah Kabupaten Tanah Bumbu, memperlihatkan keberhasilan konsep Grameen Bank di Indonesia. Dengan modal sebesar Rp. 13 juta, delapan orang lulusan SMA daerah ini menjual selembar saham sebesar Rp 100.000 di mana pembelinya adalah orang-orang desa sekitar. Dengan cara tersebut mereka berhasil menghimpun dana hingga Rp 1 Miliar, dan sekarang Bank Desa yang ada di Kabupaten tersebut mempunyai 850 pegawai bank yang memiliki pendapatan sekitar Rp 500 ribu – Rp 1,5 juta.

KEBERHASILAN BAITUL MAL WA TAMWIL Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan mikro yang hadir di tengah kondisi masyarakat Indonesia, sebagai representasi lembaga mikro berbasis syariah. Zarida (2004) dalam penelitiannya, mengatakan bahwa kerja sama yang ditawarkan BMT bagi usaha kecil dan menengah mampu melayani usaha kecil dengan skala pinjaman secara efisien, baik bagi BMT maupun peminjam. Di samping itu, hubungan antara nasabah dan pengurus BMT bersifat personal

sehingga

untuk

tumbuh

dan

berkembang,

BMT

membutuhkan

kepercayaan dari nasabah. Sedangkan, untuk badan hukumnya telah diatur dalam ketentuan perbankan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah pasal 1 butir 7, yang mendefinisikan Bank Syariah sebagai bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah. BMT sendiri termasuk lembaga keuangan non-bank dan juga berlandaskan syariah dalam operasionalnya. 134

Untuk Indonesia!

Terdapat tiga bentuk modal yang ada di masyarakat yaitu: modal ekonomi, modal kultural, dan modal sosial. Dan satu-satunya modal terbaik yang didapat dari sistem BMT dan tidak dimiliki institusi keuangan manapun adalah modal sosial. Karena pada lembaga keuangan ini menggunakan prinsip profit/loss sharing khususnya menggunakan akad syariah. Menurut Hasbullah (2006) terdapat enam kategori dalam pokok modal sosial yaitu: 1. Partisipasi dalam satu jaringan. Modal sosial akan kuat tergantung pada kapasitas yang ada dalam kelompok masyarakat untuk membangun jaringannya. 2. Hubungan

timbal

balik.

Modal

sosial

senantiasa

diwarnai

oleh

kecenderungan saling tukar kebaikan antar individu dalam suatu kelompok atau antar kelompok itu sendiri. Hematnya, semangat untuk membantu dan mementingkan kepentingan orang lain. 3. Kepercayaan. Suatu bentuk keinginan untuk mengambil risiko dalam hubungan sosial yang didasari oleh perasaan yakin bahwa yang lain akan melakukan sesuatu seperti yang diharapkan dan akan senantiasa bertindak dalam suatu pola tindakan yang saling mendukung. 4. Norma sosial. Sangat berperan dalam mengontrol bentuk-bentuk prilaku yang tumbuh dalam masyarakat. Pengertian norma itu sendiri adalah sekumpulan aturan yang diharapkan untuk dipatuhi dan diikuti oleh anggota masyarakat pada suatu entitas sosial tertentu.

135

Untuk Indonesia!

5. Nilai. Sesuatu ide yang telah turun temurun dianggap benar dan penting oleh anggota kelompok masyarakat. Misalnya, nilai harmoni, prestasi, kerja keras, kompetisi dan lainnya.

6. Tindakan proaktif. Saat anggota pada satu komunitas berusaha melibatkan diri dan mencari kesempatan yang dapat memperkaya hubungan sosial dan menguntungkan kelompok, tanpa merugikan orang lain, secara bersamasama.

Berikut adalah beberapa contoh sukses dari BMT yang ada di Indonesia: -

BMT Berkah Madani Cimanggis

BMT yang mencakup daerah Sumedang ini merupakan anggota dari Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah). Inkopsyah telah berhasil meningkatkan investasi BMT Cimanggis ini dari Rp 669.987.876 sampai Rp 957.427.530 antara tahun 2008 dan 2009 (tabel 2). Kemudian jika dilihat dari grafik tabel 1, terjadi kenaikan dari nilai simpanan, investasi, dan pembiayaan selama 3 Tahun. Ini menunjukkan reputasi yang bagus dan kesuksesan dari BMT mengelola dengan baik mulai dari manajemen, karakter nasabah, hingga informasi teknologi.

136

Untuk Indonesia!

Tabel 1. Pertumbuhan Simpanan, investasi, dan pembiayaan BMT Berkah Madani Cimanggis (Sumber: Laporan Kinerja BMT Berkah Madani Cimanggis 2009)

Investasi Berkah Periode

615.687.771 669.987.876 957.427.530 42,9

1 Bulan

311.882.000 122.137.101 215.943.775 76,8

3 Bulan

47.525.980

6 Bulan

152.579.791 197.700.000 222.312.608 12,45

12 Bulan

103.700.000 313.650.775 473.330.514 50,91

2007

2008

36.500.000

2009

45.840.156

(%)

25,59

Tabel 2. Investasi BMT Berkah Madani Cimanggis per periode (Sumber: Laporan Kinerja Tahunan BMT Cimanggis 2009)

-

BMT Lathifah Sumedang

BMT Lathifah berdiri pada akhir tahun 2009 untuk mengatasi masalah keuangan dalam bidang pertanian di desa Cibeureumwetan, Sumedang. Ruang lingkup utamanya adalah daerah desa Cibeureumwetan dalam ukuran pasar yang kecil. Pendiri BMT ini telah menerima berbagai macam penghargaan karena menghimpun dana untuk masyarakat dan mampu mengembangkan sektor kecil dan menengah. 137

Untuk Indonesia!

Pada awalnya BMT ini hanya fokus untuk keuangan mikro di komunitas lokal, akan tetapi terus berkembang seiring berjalannya waktu. Bisa dilihat pada Tabel 3 bahwa setiap tahunnya masyarakat mulai menyimpan dan meminjam, sehingga bermanfaat karena aliran pendanaan terus berputar. Bahkan lebih dari itu, sistem Qard Hasan atau pinjaman tanpa bunga, zakat, infaq, dan shadaqoh (ZIS) juga meningkat setiap tahunnya.

Item Total Saving Financing Asset Income Cost Profit/loss Qard Hasan ZIS

2010 31,409,952 61,207,232 89,479,521 46,127,838 45,876,430 251,408 312,500 11,500

Year 2011 52,960,606 64,586,706 101,270,218 22,529,911 23,893,099 (1,371,188) 2,616,000 253,05

2012 74,351,456 81,573,103 125,267,853 18,656,976 19,127,659 (470,683) 3,077,000 1,207,150

Tabel 3. Arus Kas BMT Lathifah Periode 2010- 2012 (Sumber: BMT Lathifah, 2012)

-

BMT Al-Ikhlas, Bina Ummah, Dana Syariah, Yogyakarta

BMT Al-ikhlas, Bina Ummah, dan Dana syariah merupakan usaha mikro yang berbasis prinsip Syariah di daerah Yogyakarta. BMT Al-Ikhlas berdiri dengan dukungan dari Manajemen Zakat Ekonomi Syariah dan Dompet Dhuafa Republika. BMT Bina Ummah berdiri dengan dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia bersama Prof. Dr. Ing B.J. Habibie. Sedangkan BMT Dana 138

Untuk Indonesia!

Syariah berawal dari riset Muamalat Center Indonesia cabang Yogyakarta. Dapat disimpulkan ketiganya mendapatkan minimum profit rate dalam kontrak Murabahah setiap tahunnya mencapai 24-30% dari total pembiayaan, di mana lebih besar dibandingkan perbankan konvensional (17-20% per tahun). Kontrak Murabahah adalah sistem pembiayaan berbasis aset riil dengan prinsip Syariah yang sangat populer selain Mudharabah dan Musyarakah.

Nama BMT BMT al-Ikhlas BMT Bina Ummah BMT Dana Syariah

Minimum profit margin limit per bulan 2.55 % per bulan 2 - 2.5 % per bulan 2 % per bulan

Tabel 4. Semua transaksi Murabahah dari ketiga BMT di Yogyakarta

REKOMENDASI DAN PENERAPAN SOLUSI Kesimpulannya, langkah nyata untuk menjalankan BMT ini secara maksimal, selain melalui dukungan penuh dari pemerintah, adalah dengan menerapkan strategi manajemen risiko pada penjaminan dan menerapkan strategi untuk penghimpunan dana. Yang pertama, BMT harus mampu memberikan syarat garansi kepada individu untuk setiap pembiayaan yang diberikan. Harus ada seseorang yang bertanggung jawab secara finansial dan tentu telah mengenal karakter terhadap kapasitas pihak yang dijamin. BMT membuat kebijakan bahwa karyawannya menjadi personal guarantor bagi nasabah yang mendapatkan pembiayaan. BMT harus melakukan proses pencarian informasi agar bisa menilai apakah calon debitur 139

Untuk Indonesia!

layak untuk mendapatkan pembiayaan. Tentunya proses ini akan lebih mudah dan reliabel dibandingkan sistem perbankan konvensional karena bersifat personal dan mengandalkan kedekatan religius. Kedua, BMT harus bisa menghimpun dana dengan mudah, misalnya dengan mempermudah persyaratan yang bersifat administratif sehingga nasabah akan merasa lebih nyaman untuk menyimpan dana, misalnya melalui penghapusan pajak. Selain itu, dapat juga menjalin hubungan secara personal, seperti aktif mendatangi kegiatan yang bersifat religius di dalam sebuah komunitas. Bisa juga dengan memberikan pelayanan lebih selain penjaminan nasabah seperti merencanakan hadiah umrah bagi nasabah yang setia. Pada akhirnya, dengan melaksanakan kedua hal yang sederhana tersebut konsep BMT ini akan sangat bermanfaat sebagai pusat pemberdayaan ekonomi rakyat.

140

Untuk Indonesia!

DAFTAR PUSTAKA Atmadja, S. Adwin (1999). Inflasi di Indonesia: Sumber-Sumber Penyebab dan Pengendaliannya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 1, No.1: 54-67. Data Kabupaten Tanah Bumbu (2010). Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 dari http://www.tanahbumbukab.go.id/. Hamid, ES. (2009). Akar Krisis Ekonomi Global dan Dampaknya Terhadap Indonesia. Jurnal Ekonomi Islam La Riba: UII. Hasbullah, Jousairi. (2006). Social Capital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. MR-United Press: Jakarta. Jonaidi, A (2012). Analsis Pertumbuhan Ekonomi dan kemiskinan di Indonesia. Jurnal Kajian Ekonomi, Vol. 1, No. 1. P2KP. (2010). Belajar dari keberhasilan Grameen Bank. Di akses pada tanggal 3 Maret 2014 dari http://www.p2kp.org/wartaarsipdetil.asp?mid=3062&catid=2&. Soetrisno, N (2003). Lembaga Keuangan Mikro, Energi Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Bogor: Business Innovation Centre of Indonesia. Zarida. (2004). Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah model Baitul Mal Wa Tamwil. Diakses tanggal 25 maret 2010 dari www.katalog.pdii.lipi.go.id/index.php/searchkatalog/.../4796/4797.pdf.

141

Untuk Indonesia!

142

CROWDSOURCING GOVERNMENT PROGRAMS & POLICIES: STRATEGI MENINGKATKAN PARTISIPASI PUBLIK/MASYARAKAT DAN IMPLEMENTASI DEMOKRASI Oleh: Arif Hartono

Untuk Indonesia!

LATAR BELAKANG

B

AGIAN latar belakang penulisan membahas dua hal yaitu permasalahan aktual yang terjadi di Indonesia sehingga melatarbelakangi penulisan artikel ini dan beberapa penyebab munculnya permasalahan tersebut. Namun sebelum menjelaskan kedua hal tersebut, Penulis mengajukan

sebuah pertanyaan sebagai berikut: “Pernahkah Anda mengikuti atau setidaknya pembaca di media mengenai inisiatif pemerintah Indonesia untuk menjaring ide dan solusi inovatif ke publik/masyarakat dalam bentuk ‘beauty contest’ mengenai perencanaan program dan kebijakan pemerintah?”

Berdasarkan pencarian Penulis melalui media internet, hanya terdapat satu situs resmi pemerintah Indonesia yaitu lapor.ukp.go.id yang dirancang untuk menampung aspirasi dan pengaduan masyarakat terhadap berbagai layanan resmi pemerintah untuk masyarakat, yaitu program LAPOR. Gambar 1 menampilkan laman muka dari situs lapor. Namun, situs tersebut tidak menampung aspirasi ide dan solusi inovatif publik/masyarakat dalam bentuk ‘beauty contest’ mengenai perencanaan program dan kebijakan pemerintah. Jika mengacu pendekatan dari program crowdsourcing, sesungguhnya pemerintah Indonesia dapat mengembangkan fungsi program LAPOR untuk menjaring ide atau solusi inovatif dalam penciptaan atau pengembangan berbagai program layanan untuk publik/masyarakat. Boudreau and Lakhani (2013) berpendapat bahwa pendekatan langsung dari crowdsourcing adalah dengan melibatkan publik/masyarakat dalam sebuah kontes untuk memecahkan

masalah.

Mekanisme

kontes

tersebut

adalah

organisasi

144

Untuk Indonesia!

mengidentifikasi masalah yang dihadapi, menawarkan imbalan atau hadiah uang bagi pemenang, dan mengumumkan undangan partisipasi publik/masyarakat dalam ide atau solusi inovatif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa permasalahan faktual yang

terjadi

di

Indonesia

adalah

minimnya

keterlibatan/partisipasi

publik/masyarakat dalam perencanaan pembuatan program pemerintah karena tidak adanya program yang dapat menampung atau mengakomodir aspirasi publik/masyarakat yang dibuat oleh pemerintah. Lalu, muncullah pertanyaan mengapa hal tersebut dapat terjadi. Terdapat beberapa alasan yang mungkin dapat menjawab pertanyaan tersebut, antara lain tidak adanya inisiatif dari pemerintah atau ketergantungan dan kepercayaan terhadap jasa konsultan dalam pengerjaan berbagai program pemerintah yang mungkin memakan biaya mahal. Boudreau and Lakhani (2013) menyebutkan alasan utama mengapa banyak perusahaan tidak melakukan crowdsourcing. Mereka berpendapa para manajer dalam perusahaan tidak memahami secara benar penggunaan, manfaat, dan proses dari crowdsourcing. Sehingga muncullah beberapa pertanyaan yang meragukan program crowdsourcing seperti kerahasiaan intellectual property (IP), pengintegrasian crowdsourcing dalam operasional perusahaan, masalah biaya, dan keraguan bahwa crowdsourcing menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah (Boudreau and Lakhani, 2013).

145

Untuk Indonesia!

Gambar 1. Laman Muka Situs LAPOR

APA ITU CROWDSOURCING? Dalam bukunya yang berjudul crowdsourcing, Brabham (2013a, p. xix) mendefinisikan crowdsourcing sebagai berikut: “Crowdsourcing as an online, distributed problem-solving and production model that leverages the collective of intelligence of online communities to serve specific organizational goals.”

Mengacu kepada definisi tersebut, crowdsourcing adalah sebuah model yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah (a problem solving model) dalam bentuk akumulasi ide atau solusi inovatif (collective intelligence) yang bersumber dari publik/masyarkat dengan menggunakan internet sebagai media. Beberapa contoh program crowdsourcing dalam bidang bisnis yang telah berhasil diterapkan oleh 146

Untuk Indonesia!

beberapa perusahaan di luar negeri antara lain Threadless, iStockphoto, InnoCentive, the Goldcorp Challenge dan kontes/lomba iklan produk makanan Doritos dengan peserta pengguna atau konsumen produk tersebut (Brabham, 2008). Gambar 2 menunjukkan laman muka dari situs threadless.com, perusahaan penjual kaos oblong yang berkantor pusat di Chicago, Amerika Serikat. Perusahaan melakukan kontes terbuka desain kaos dan pemenang perancang desain terbaik ditentukan oleh konsumen. Desain terbaik akan dicetak dan dijual oleh perusahaan dan pemenang akan mendapatkan hadiah uang dan kartu diskon belanja.

Gambar 2. Laman Muka Situs Threadless

Mengacu program crowdsourcing yang diterapkan oleh threadless, maka dengan melakukan modifikasi dapat juga diterapkan dalam perancangan program dan kebijakan pemerintah. Terkait dengan perencanaan program dan kebijakan pemerintah, crowdsourcing telah populer dan dikenal lama sebagai model yang 147

Untuk Indonesia!

digunakan untuk menjaring ide dan opini publik/masyarakat di beberapa negara maju (Brabham, 2013a). Sebagai contoh pada tahun 1970 dan 1980 di Amerika crowdsourcing telah digunakan dalam proyek pengerjaan Boston Southwest Corridor. Program crowdsourcing juga telah dilaksanakan oleh pemerintah Malaysia dalam menentukan anggaran nasional yang tepat dengan mengundang berbagai ide dari publik/masyarakat. Gambar 3 menunjukkan program tersebut yang ditampilkan dalam laman muka dari situs www.1malaysia.com.

Gambar 3. Crowdsourcing Program Anggaran Pemerintah Malaysia

Berbagai contoh aplikasi program crowdsourcing dapat dilihat dan dipelajari dari situs www.crowdsourcing.org. Gambar 4 menampilkan laman utama dari situs tersebut.

148

Untuk Indonesia!

Gambar 4. Tampilan Situs Crowdsourcing

PARTISIPASI PUBLIK, SOLUSI KREATIF, DAN DEMOKRASI Bagian ini membahas jawaban terhadap pertanyaan apakah manfaat atau urgensi penggunaan crowdsourcing dalam perencaan berbagai program dan kebijakan pemerintah. Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, terlebih dahulu akan dijelaskan bentuk dari partisipasi publik/masyarakat dalam program crowdsourcing. Partisipasi/keterlibatan publik dalam perencanaan program dan kebijakan pemerintah dapat diwujudkan dalam bentuk penciptaan ide atau pengetahuan baru (new knowledge), pemikiran baru (new perspective), dan penyebarluasan ide, pengetahuan dan pemahaman baru kepada khalayak umum (diffusion) (Hanna, 2000).

149

Untuk Indonesia!

Tema pembahasan mengenai crowdsourcing telah banyak dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional, termasuk pembahasan mengenai manfaat program crowdsourcing. Adapun manfaat dari program crowdsourcing adalah sebagai berikut: 

Terdapatnya akumulasi dari berbagai ide inovatif atau sering diistilahkan dengan collective intelligence yang dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan yang beragam dan kompleks (problem solving) (Brabham, 2008);



Keterlibatan publik/masyarakat dalam perencanaan berbagai program dan kebijakan pemerintah artinya menjamin terlaksananya proses demokrasi (Pimbert and Wakeford, 2001);



Keterlibatan publik/masyarakat dalam perencanaan berbagai program dan kebijakan pemerintah membantu terjaminnya program dan kebijakan tersebut diterima secara luas oleh publik/masyarakat (Burby, 2003; Brody et al., 2003);



Efisiensi dari sisi perbandingan biaya dan output yang dihasilkan, jika crowdsourcing dibandingkan dengan output yang dihasilkan rata-rata pekerja dalam perusahaan (Boudreau and Lakhani, 2013);



Efektif karena dapat menjangkau wilayah geografis yang luas tanpa dibatasi ruang dan waktu karena dilakukan secara online dengan menggunakan media internet.

150

Untuk Indonesia!

TAHAPAN PROGRAM CROWDSOURCING Secara garis besar Brabham (2013b) membagi aplikasi crowdsourcing ke dalam tiga tahapan yang meliputi perencanaan, implementasi, dan paska implementasi. Untuk memberikan gambaran yang lebih nyata mengenai program crowdsourcing, bagian ini memberikan sebuah contoh ilustrasi bagaimana pemerintah dapat menjaring ide dan solusi inovatif dari publik/masyarakat melalui mekanisme crowdsourcing. Contoh tahapan pelaksanaan program crowdsourcing yang dikembangkan oleh Penulis pada bagian ini merupakan pengembangan konsep dari Boudreau and Lakhani (2013) dan Brabham (2013b). Pemerintahan Provinsi (Pemprov) X di Indonesia akan melakukan penataan ruang publik di wilayah kotanya. Kesadaran bahwa publik/masyarakat adalah pengguna dan calon pengguna di masa depan dari runag publik mendorong Pemprov X berinisiasi menjalankan mekanisme crowdsourcing untuk menjaring ide dan solusi inovatif dari publik/masyarakat. Berikut beberapa contoh tahapan untuk mejalankan program tersebut. Tahapan-tahapan tersebut hanyalah berupa contoh dan bersifat fleksibel yang memungkinkan untuk dilakukannya penyesuaian dan modifikasi. Tahap 1. Pembentukan Panitia Pada tahap ini pihak Pemprov X harus membentuk tim panitia pelaksana proyek penataan ruang publik yang idealnya terdiri dari lintas departemen dan lintas bidang keahlian seperti arsitektur, teknik sipil, tata kota, keuangan dan komunikasi.

151

Untuk Indonesia!

Tahap 2. Pembuatan Media Crowdsourcing Setelah tim pelaksana terbentuk, maka tim tersebut harus mendesain dan membuat laman khusus sebagai media crowdsourcing pada situs resmi Pemprov X. Tim pelaksana selanjutnya melengkapi isi laman tersebut mengenai penjelasan program, syarat dan ketentuan bagi publik/masyarakat agar dapat mengikuti program tersebut. Tim pelaksana juga harus merumuskan secara jelas permasalahan apa yang harus dipecahkan berikut parameter ide dan solusi inovatif untuk menjawab permasalahan tersebut. Sebagai contoh tim pelaksana dapat memberikan panduan pertanyaan spesifik dalam situs crowdsourcing sebagai berikut: “Menurut Anda bagaimanakah layout dan fasilitas yang harus ada pada taman ABC untuk publik/masyarakat yang akan dibangun di kota X pada bulan Januari 2015?”

Mengacu pada contoh pertanyaan di atas, maka tim pelaksana harus membuat parameter ide dan solusi inovatif tentang layout dan fasilitas taman ABC yang nantinya akan dijadikan patokan untuk menentukan pemenang kontes.

Tahap 3. Pengumuman Program Setelah laman crowdsourcing terbentuk dan aktif, maka tugas bagi tim pelaksana selanjutnya adalah pembuatan pengumuman sekaligus undangan terbuka untuk publik/masyarakat melalui media massa berikut jadwal dan tahapan dari program penataan ruang publik.

152

Untuk Indonesia!

Tahap 4. Seleksi Penentuan Ide Terbaik Setelah masa penjaringan ide dari publik/masyarakat berakhir, maka tim panitia melakukan seleksi dan menentukan ide terbaik sesuai dengan persyaratan, ketentuan dan parameter yang telah ditetapkan. Peserta dengan ide dan solusi paling inovatif akan diberikan imbalan atau hadiah dalam bentuk uang dan/atau kesempatan untuk terlibat dalam tim pelaksana proyek penataan kota.

Tahap 5. Pelaksanaan Program Pada tahapan ini ide dan solusi paling inovatif yang terpilih diimplementasikan dalam proyek penataan ruang terbuka kota X.

Tahap 6. Evaluasi Crowdsourcing dan Program Pemerintah Tahap terakhir adalah evaluasi yang dalam hal ini dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) proses pelaksanaan program crowdsourcing; dan (2) keberhasilan atau realisasi proyek penataan ruang terbuka kota X dengan kesesuaian ide dan solusi inovatif yang bersumber dari publik/masyarakat yang sekaligus sebagai pengguna masa depan ruang terbuka tersebut.

Menganut konsep open innovation (Chesbrough, 2003a; Chesbrough, 2003b), ide inovatif tidak harus berasal dari pihak internal organisasi namun juga dapat berasal dari pihak eksternal organisasi serta penggabungannya. Sehingga jika dikaitkan dengan ilustrasi crowdsourcing pada proyek penataan ruang terbuka Pemprov X, berbagai ide dan solusi inovatif dapat berasal dari pihak internal (tim pelaksana), 153

Untuk Indonesia!

eksternal

(publik/masyarakat)

dan

gabungannya

(tim

pelaksana

dan

publik/masyarakat). Terlepas dari banyaknya program crowdsourcing yang telah berhasil dijalankan terdapat beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam menjalankan program tersebut seperti kode etik, hak cipta dan intellectual property (IP) karena program tersebut terkait dengan penciptaan karya baru manusia. Sebagai penutup, ide program crowdsourcing untuk pemerintah Indonesia ini sangat relevan dan aplikatif diterapkan pada semua lembaga baik departemen maupun BUMN serta semua lembaga baik yang berorientasi pada penciptaan laba maupun nirlaba. Contoh aplikasi lain dari program crowdsourcing yang terkait dengan kondisi terkini di Indonesia adalah tim transisi pemerintahan baru dapat menggali berbagai ide dan masukan dari publik/masyarakat untuk mendukung perencanaan berbagai program dan kebijakan yang akan di terapkan di masa mendatang. Selain itu, anggota DPR baru terpilih dan partai politik di Indonesia dapat menggunakan program crowdsourcing sebagai alat untuk melengkapi program “blusukan” yang dijalankan secara virtual, sehingga aspirasi publik/masyarakat dapat diserap tanpa harus bertatap muka.

KESIMPULAN Program crowdsourcing memiliki kemanfaatan besar sebagai alat untuk membantu terlaksananya berbagai pembuatan program dan kebijakan pemerintah dengan menyertakan partisipasi publik/masyarakat sebagai calon pengguna dan sasaran 154

Untuk Indonesia!

dari berbagai program dan kebijakan tersebut.

Program crowdsourcing dapat

memberikan kemanfaatan seperti penjaringan ide kreatif dan inovatif secara massive,

terwujudnya

publik/masyarakat,

dan

pelaksanaan demokrasi dengan efisiensi

penghematan

biaya.

adanya

partisipasi

Sebagai

penutup,

keberhasilan pelaksanaan program crowdsourcing pada sektor publik sangat dipengaruhi oleh political will dari pemerintah yang mungkin pada masa lalu dipengaruhi paradigma dan pola lama dalam merencanakan dan membuat program dan kebijakan sangat bergantung pada tim kerja internal dan konsultan, mengubahnya dengan melibatkan partisipasi publik/masyarakat.

155

Untuk Indonesia!

DAFTAR PUSTAKA Boudreau, K. J. & Lakhani, K. R. 2013. Using the Crowd as an Innovation Partner. Harvard Business Review, April, pp. 61-69. Brabham, D. C. 2008. Crowdsourcing as a Model for Problem Solving. An Introduction and Cases. Convergence: The International Journal of Research Into New Media Technologies, 14(1), pp. 75-90. Brabham, D. C. 2013a. Crowdsourcing, Cambridge, Massachussetts. Brabham, D. C. 2013b. Using Crowdsourcing in Government. Collaboration Across Boundaries Series. IBM Center for The Business of Government. Brody, S. D., Godschalk, D. R. & Burby, R. J. 2003. Mandating Citizen Participation in Plan Making: Six Strategic Planning Choices. Journal of the American Planning Association, 69(3), pp. 245–264. Burby, R. J. 2003. Making Plans that Matter: Citizen Involvement and Government Action. Journal of the American Planning Association, 69(1), pp. 33-49. Chesbrough, H. W. 2003a. Open Innovation: The New Imperative for Creating and Profiting from Technology, Boston, Massachusetts, Harvard Business School Press. Chesbrough, H. W. 2003b. The Era of Open Innovation. MIT Sloan Management Review, 44(3), pp. 35-38. Hanna, K. S. 2000. The Paradox of Participation and the Hidden Role of Information: A Case Study. Journal of the American Planning Association, 66(4), pp. 398-410. Pimbert, M. & Wakeford, T. 2001. Overview: Deliberative Democracy and Citizen Empowerment. PLA Notes, 40, pp. 23-28.

156

PROFIL PENULIS

Nama:

Rully Prassetya

Judul Tulisan:

Peringatan dari Data Neraca Pembayaran Indonesia

“Rully Prassetya memiliki ketertarikan dalam bidang makroekonomi, ekonomi pembangunan, dan keuangan negara. Pada tahun 2012, Rully mewakili Indonesia pada G20 Youth Summit di Washington DC sebagai Minister of Economy. Rully memperoleh Master of Public Policy dari NUS, Singapura dan the University of Tokyo pada 2013 serta MSc in Economics dari UCL pada 2014. Pada tahun 2011 dan 2013, Rully mendapat penghargaan mahasiswa berprestasi dari Universitas Indonesia dan the University of Tokyo.”

Nama:

Dian Kartika Rahajeng

Judul Tulisan: Optimalisasi Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai Perantara Perbankan Industri Mikro di Indonesia

“Saat ini Dian sedang mengambil studi doktor, PhD Accounting and Finance, di University of Essex, Inggris, dengan beasiswa penuh dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Tema risetnya adalah tata kelola (good corporate governance) institusi perbankan mikro khususnya mengenai perkembangan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia. Dian adalah salah satu dosen dan peneliti muda di Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia. Dian dapat dihubungi via Linkedin atau twitter di @dkrahajeng.”

Nama:

Faldo Maldini

Judul Tulisan: Membangun Ekonomi Indonesia melalui Pemuda dan Usaha Kecil Menengah

“Faldo Maldini merupakan mahasiswa postgraduate di jurusan Plastic Electronic Materials Imperial College London. Selain menjadi mahasiswa Faldo juga terlibat sebagai peneliti dan tergabung dalam grup Experimental and Solid State Physics (EXSS) dengan penelitian tentang optics, materials and photonics. Untuk mengenal Faldo lebih dekat bisa membuka tautan http://about.me/faldo_maldini”

157

Nama:

Ferry Hermawan

Judul Tulisan: Kapabilitas Dinamik Sektor Konstruksi Gedung di Daerah Menuju Keberlanjutan Pembangunan yang Realistis: Pendekatan Studi Kasus Kegagalan Konstruksi dan Bangunan di Jawa

“Ferry tercatat sebagai staf Pengajar di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Diponegoro untuk Kelompok bidang keahlian Manajemen Konstruksi. Hobinya membaca dan travelling membawanya pada dunia riset sejak di bangku S1. Kandidat doktor di bidang Built Environment di Coventry University, UK sedang mengembangkan riset tentang manajemen strategik pada bangunan publik di tingkat otoritas lokal. Ferry juga terlibat dalam publikasi ilmiah dan pendampingan teknis di daerah, seperti perencanaan, investigasi dan advokasi permasalahan gedung publik.

Nama:

Alan Sebastian Chandra

Judul Tulisan: Berbasis Rel

Basmi Kemacetan Jalan Raya dengan Transportasi

“Alan adalah sarjana Teknik Sipil ITB dan kini baru saja menyelesaikan studi pascasarjana pada program MSc in Railway Systems Engineering and Integration, University of Birmingham. Meyakini bahwa hidup adalah sebuah misi. Temukan misimu dan selesaikan!”

Nama:

Ersa Tri Wahyuni

Judul Tulisan: Akuntansi sebagai Infrastruktur Pembangunan: Peran Pemerintah sebagai Akselerator

“Ersa Tri Wahyuni adalah dosen akuntansi Universitas Padjadjaran, Bandung yang saat ini sedang menempuh program doktoral akuntansi di University of Manchester, Inggris. Riset beliau berfokus pada proses adopsi standar akuntansi internasional di beberapa negara. Beliau aktif menulis artikel di majalah Akuntan Indonesia dan juga di situs web IFRS.WILEY.COM. Tulisantulisan Ersa lainnya dapat dinikmati di situs beliau: etw-accountant.com.”

158

Nama:

Maria Pakpahan

Judul Tulisan: Pekerja Rumah Tangga/Buruh Migran: Realitas dan Tantangan Indonesia “Maria Pakpahan.MA. MSc saat ini sedang menyelesaikan Phd di Universitas Edinburgh UK. Berangkat dari jurusan Antropologi UGM Maria menyelesaikan MA nya TAHUN 1994 di Den Haag - Belanda di bidang Study Pembangunan di Institute Social Studies (ISS) Erasmus University dan kemudian tahun 2000 mendapatkan Chevening Scholarship dari pemerintah Inggris dan menekuni study Masa Pencerahan Perancis. Pernah juga bekerja sebagai Kordinator Nasional untuk Proyek Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) dari Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa di International Labour Organisation (ILO) Jakarta dan juga sebagai staf ahli komisi IX DPR RI yang menangani issue perburuhan dan kesehatan.”

Nama:

Eva Fajar Ripanti

Judul Tulisan:

Beasiswa, Sambil Menyelam Minum Air

“Eva Faja Ripanti, saat ini sedang menempuh pendidikan Program Doktoral di School of Applied Sciences, Cranfield University, United Kingdom. Sehari-hari menjadi tenaga pengajar di Program Studi Teknik Informatika Universitas Tanjungpura, Indonesia.”

Nama:

Gandrie Ramadhan

Judul Tulisan: Revitalisasi Transportasi Jakarta

Transjakarta

sebagai

Tulang

Punggung

“Gandrie Ramadhan (lahir di Jakarta, 1 April 1990) adalah seorang yang tertarik dengan bidang transportasi dan sosial perkotaan. Setelah lulus dari Teknik Sipil ITB pada tahun 2012, ia memulai kariernya di Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Indonesia sebagai transport assistant. Ia melanjutkan pendidikan pascasarjana di Institute for Transport Studies (ITS), University of Leeds untuk gelar master di bidang perencanaan transportasi. Ia memiliki hobi bersepeda dan fotografi. ”

159

Nama:

Jaesa Rahmannialdy

Judul Tulisan: Ekonomi Rakyat

Baitul Mal Wa Tamwil sebagai Pusat Pemberdayaan

“Penulis lulus sebagai sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta jurusan akuntansi pada Tahun 2011 kemudian lulus sebagai Master of Science bidang Islamic Banking and Finance dari Salford University, UK tahun 2014. Setahun sebelumya pemilik akun twitter @jaesarahman ini pernah berkesempatan magang di Ansar Finance Group, salah satu institusi keuangan non-bank yang berbasis di kota Manchester. Selain sedang merintis usaha dalam bidang properti dan travel penulis juga beraktifitas menjadi asisten dosen di FEB UGM.” ”

Nama:

Arif Hartono

Judul Tulisan: Crowdsourcing Government Programs & Policies: Strategi Meningkatkan Partisipasi Publik/Masyarakat dan Implementasi Demokrasi “Menamatkan gelar Sarjana Manajemen di Fakultas Ekonomi & Bisnis, UGM pada tahun 2002. Memiliki pengalaman kerja sebagai profesional di perusahaan multi nasional, Bank BNI dan Perum Bulog. Pada tahun 2006 menempuh sMaster of Management & Marketing di University of New England Business School, Australia dengan beasiswa Australia Partnership Scholarship (APS). Tahun 2008 memulai karir sebagai staf akademik di bidang manajemen strategi dan pemasaran, Prodi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia. Pada bulan September 2013 mendapatkan beasiswa LPDP untuk menempuh studi PhD bidang Strategy & International Business di Warwick Business School, The University of Warwick, UK.”

160

More Documents from "Indra Wardhana"