Buku Posbindu Ptm 2016.pdf

  • Uploaded by: handry
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Buku Posbindu Ptm 2016.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 39,845
  • Pages: 278
KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) BAGI PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM

KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2016

i

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

ii

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas ijin-Nya, Kurikulum dan Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM telah selesai disusun. Buku ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak yang akan menyelenggarakan pelatihan Posbindu PTM di masyarakat. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyebab kematian tertinggi di dunia maupun di Indonesia. Upaya pengendalian PTM harus dilakukan mulai dari upaya promotif, pencegahan, deteksi dini, pengobatan dan rehabilitatif. Untuk mengembangkan upaya pengendalian PTM di Indonesia, diperlukan sumber daya manusia yang memadai. Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu PTM) adalah peran serta masyarakat dalam melakukan deteksi dini dan pemantauan terhadap faktor risiko PTM serta tindak lanjutnya yang dilaksanakan secara terpadu, rutin dan periodik. Pelaksana Posbindu PTM diharapkan mampu berperan aktif dalam masyarakat sebagai motor penggerak dalam pengendalian PTM. Kurikulum dan Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM ini bertujuan untuk menjadi pedoman bagi narasumber/ fasilitator dalam melaksanakan proses pembelajaran serta sebagai petunjuk bagi peserta latih dalam mengikuti pelatihan. Kurikulum dan Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM ini telah didusun oleh Direktorat Pencegahan dan Pengendalian PTM secara sistematis dengan melibatkan lintas program dan lintar setor yang berkaitan. Akhir kata, kepada tim penyusunan, saya sampaikan penghargaan dan terima kasih atas kerja kerasnya sehingga buku ini dapat terselesaikan dengan baik. Agar buku ini semakin sempurna, maka segala saran dan masukan sangat diharapkan. Jakarta, Januari 2016 Direktur Pencegahan dan Pengendalian & Penyakit Tidak Mular Kementerian Kesehatan RI

dr. Lily S. Sulistyowati, MM NIP 195801131988032001

i

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

ii

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

KATA SAMBUTAN Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas ijin-Nya, Kurikulum dan Modul Pelatihan Posbindu PTM Bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM yang telah selesai disusun. Saat ini, Indonesia menghadapi tiga beban penyakit dalam pembangunan kesehatan yaitu disatu pihak masih banyaknya penyakit infeksi yang harus ditangani, penyakit menular baru dan penyakit menular yang sudah lama hilang muncul kembali, sementara itu Penyakit Tidak Menular (PTM) semakin meningkat. PTM merupakan penyakit yang seringkali tidak terdeteksi karena tidak bergejala dan tidak ada keluhan. Biasanya ditemukan dalam tahap lanjut sehingga sulit disembuhkan dan berakhir dengan kecacatan atau kematian dini. Keadaan ini menimbulkan beban pembiayaan yang besar bagi penderita, keluarga dan negara. PTM ini dapat dicegah melalui pengendalian faktor risiko, yaitu merokok, kurang aktifitas fisik, diet yang tidak sehat, dan konsumsi alkohol. Peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat terhadap faktor risiko PTM sangat penting dalam pengendalian PTM. Untuk itu diperlukan pemberdayaan dan peran serta masyarakat yang dikenal dengan kegiatan pembinaan terpadu (Posbindu) PTM. Buku ini disusun sebagai panduan bagi tenaga kesehatan di Provinsi dalam menyelenggarakan pelatihan berjenjang kepada kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi dalam penyusunan buku ini. Semoga kontribusi yang diberikan merupakan bagian dari amal kebaikan. Demikian, semoga buku ini dapat digunakan dengan sebaik-baiknya dan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi semua pihak. Jakarta, Maret 2016 Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit

dr. H. Mohammad Subuh, MPPM NIP 196201191989021001

iii

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

iv

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................

i

KATA SAMBUTAN .......................................................................

iii

DAFTAR ISI ..................................................................................

v

BAGIAN 1 KURIKULUM PELATIHAN POSBINDU PTM BAB I

PENDAHULUAN ....................................................... A. Latar Belakang ................................................... B. Filosofi Pelatihan .................................................

3 3 7

BAB II

PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI ..................... A. Peran .................................................................. B. Fungsi ................................................................ C. Kompetensi .........................................................

7 7 7 7

BAB III

TUJUAN PELATIHAN ............................................... A. Tujuan Umum .................................................... B. Tujuan Khusus ...................................................

8 8 8

BAB IV

STRUKTUR PROGRAM ...........................................

8

BAB V

GARIS BESAR PROSES PEMBELAJARAN ............

10

BAB VI

DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN ..........

22

BAB VII

PESERTA DAN FASILITATOR ..................................

23

BAB VIII

PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN .............................................

24

BAB IX

EVALUASI ................................................................

25

BAB X

SERTIFIKAT ..............................................................

27

BAGIAN 2 MATERI PELATIHAN POSBINDU PTM Materi Dasar 1 : Kebijakan dan Strategi Pencegahan dan Pengendalian PTM ..................................

33

Materi Dasar 2

43

: Konsep Posbindu PTM .............................

v

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Materi Inti 1

: Penyakit Tidak Menular ............................

Materi Inti 2

: Pengukuran dan Pemeriksaan Fakor Risiko PTM ...............................................

55 73

Materi Inti 3

: Upaya Pengendalian FR PTM .................. 103

Materi Inti 4

: Penanggulangan Gangguan Indera dan Fungsional ................................................ 139

Materi Inti 5

: Surveilans FR PTM Berbasis Posbindu PTM .......................................................... 161

Materi Inti 6

: Pemanatauan dan Penilaian .................... 169

Materi Penunjang 1 : Membangun Komitmen Belajar (BLC) ..... 181 Materi Penunjang 2 : Rencana Tindak Lanjut (RTL) .................. 193 Materi Penunjang 3 : Anti Korupsi .............................................. 199 LAMPIRAN SKENARIO POSBINDU PTM ................................... 255 AKREDITASI PELATIHAN POSBINDU PTM BAGI PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM ................................................... 266

vi

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

KURIKULUM PELATIHAN POSBINDU PTM BAGI PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM

KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2016

1

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit Tidak Menular (PTM) utama (kardiovaskuler, kanker, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronik) terutama di negara berkembang telah mengalami peningkatan kejadian PTM dengan cepat sehingga berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian. Global status report on NCD World Health Organization (WHO) tahun 2010 melaporkan bahwa 60% penyebab kematian semua umur di dunia adalah karena PTM. Diabetes Melitus menduduki peringkat ke-6 sebagai penyebab kematian. International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa lebih dari 371 juta orang di dunia yang berumur 20-79 tahun memiliki diabetes. Sedangkan Indonesia merupakan negara urutan ke-7 dengan prevalensi diabetes tertinggi, di bawah China, India, USA, Brazil, Rusia dan Mexico. Diperkirakan pada tahun 2020 PTM akan menyebabkan 60% kematian dan 43% dari seluruh angka kesakitan di dunia.Di wilayah Asia Tenggara pada tahun 2003 tercatat 51% penyebab kematian diakibatkan oleh PTM sehingga menimbulkan 44% Disability Adjusted Life Years (DALYs). Dalam kurun waktu tahun 1995-2007, kematian akibat PTM mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner 1,5%, Gagal Jantung 0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per 1000, Penyakit Paru Kronik Obstruktif 3,7%. Lebih lanjut dinyatakan bahwa prevalensi merokok 36,3%, dimana prevalensi perokok laki-laki 68,8% dan perempuan 6,9%, kurang aktivitas fisik 26,1%, kurang konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti makanan manis 53,1%, Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

3

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan berpenyedap 77,3%, gangguan mental emosional 6,0%, obesitas umum 15,4%,dan obesitas sentral 26,6%. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 dan 2013, menunjukkan peningkatan prevalensi beberapa penyakit tidak menular seperti penyakit stroke sebesar 0,83 per mil menjadi 12, 1 permil. Diabetes Melitus dari 1,1 persen menjadi 2,1 persen, dan Penyakit Asma 3,5 persen menjadi 4,5 persen. Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013 menunjukan bahwa Prevalensi penduduk Indonesia usia 5 tahun keatas mengalami gangguan pendengaran 2,6%; ketulian 0,09%; serumen prop 18,8% dan sekret di liang telinga 2,4%. Prevalensi katarak penduduk semua umur mencapai 1,8%, sedangkan prevalensi kebutaan penduduk umur ≥6 tahun sebesar 0,4%. Prevalensi disabilitas penduduk lebih dari 15 tahun sebesar 11.0 %. Peningkatan prevalensi PTM berdampak terhadap peningkatan beban pembiayaan kesehatan yang harus ditanggung negara dan masyarakat. Penyandang PTM memerlukan biaya yang relatif mahal, terlebih bila kondisinya berkembang semakin lama (menahun) dan terjadi komplikasi hingga terjadi kondisi disabilitas. Data Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2012 memperlihatkan bahwa PTM menghabiskan biaya pengobatan yang cukup besar bila dibandingkan dengan biaya pengobatan tertinggi dari seluruh penyakit menular. Pembiayaan Hemodialisis pada kasus Gagal Ginjal Kronik sebesar Rp. 227.493.526.119,00 dan pada penyakit kanker sebesarRp. 144.689.231.240,00 sementara pembiayaan untuk TBC sebesar Rp. 106.502.636.171,00. Berdasarkan kondisi tersebut, maka diperlukan strategi pengendalian PTM yang melibatkan peran serta masyarakat. Bentuk pemberdayaan masyarakat adalah melalui kegiatan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Selanjutnya untuk Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

4

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

terlaksananya kegiatan Posbindu PTM tersebut diperlukan pelatihan bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM. Pelatihan Posbindu PTM ini perlu dilaksanakan untuk meningkatkan petugas Posbindu PTM agar dapat menyelenggarakan Posbindu PTM antara lain melakukan deteksi dini faktor risiko PTM dan tindak lanjutnya secara mandiri. Adapun untuk memperoleh suatu pelatihan yang bermutu dan terstandarisasi maka diperlukan sebuah kurikulum terakreditasi guna mencapai kompetensi sesuai dengan yang diinginkan, maka untuk dapat menyelenggarakan pelatihan tersebut, perlu disusun suatu Kurikulum Pelatihan Posbindu PTM bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM sesuai dengan kaidah kediklatan. Pada penyelenggaraan Pelatihan Posbindu PTM bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM, kurikulum ini dapat dipergunakan sebagai acuan dan pedoman sesuai dengan standar pelatihan yang berlaku. B. Filosofi Pelatihan Pelatihan Posbindu PTM bagi Petugas Pelaksana Posbindu PTM diselenggarakan dengan memperhatikan : 1.

Prinsip Andragogy, yaitu bahwa selama pelatihan peserta berhak : a.

b. c.

Didengarkan dan dihargai pengalamannya mengenai kegiatan dalam program pengendalian penyakit tidak menular Dipertimbangkan setiap ide dan pendapat, sejauh berada di dalam konteks pelatihan. Dihargai keberadaannya dengan tidak dipermalukan, dilecehkan maupun diabaikan.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

5

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

Berorientasi kepada peserta, dimana peserta berhak untuk : a. b.

c. d.

e. f.

3.

Berbasis kompetensi (Competency memungkinkan peserta untuk : a.

b. 4.

Mendapatkan bahan belajar tentang pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular (PTM) Mendapatkan kelompok masyarakat peduli penyakit tidak menular yang mempunyai relevansi dengan pelatihan ini, dapat melakukan pengendalian faktor risiko PTM pada masyarakat di sekitarnya Belajar sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki baik secara visual, auditorial, lisan maupun keterampilan Belajar dengan modal pengetahuan yang dimiliki masing-masing tentang pencegahan dan pengendalian PTM Melakukan refleksi dan memberikan umpan balik secara terbuka. Melakukan evaluasi (bagi penyelenggara maupun fasilitator) dan evaluasi tingkat pemahaman dan kemampuan dalam pencegahan dan pengendalian PTM. Based)

yang

Mengembangkan ketrampilan langkah demi langkah dalam memperoleh kompetensi yang diharapkan dalam menyelenggarakan pengendalian PTM Memperoleh sertifikat setelah dinyatakan berhasil mendapatkan kompetensi pada akhir pelatihan.

Belajar sambil berbuat (Learning By Doing) yang memungkinkan peserta untuk : a. Mempunyai kesempatan membahas tentang faktor risiko PTM b. Melakukan pengulangan ataupun perbaikan yang dirasa perlu.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

6

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB II PERAN, FUNGSI DAN KOMPETENSI A. Peran Setelah mengikuti pelatihan, peserta berperan sebagai penyelenggara Posbindu PTM di masyarakat. B. Fungsi 1. 2. 3. 4. 5.

Dalam melaksanakan perannya, peserta berfungsi dalam: Menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di masyarakat Menjelaskan upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat Menjelaskan upaya pengendalian gangguan indera dan fungsional di masyarakat Melakukan surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM di masyarakat Melakukan pemantauan dan penilaian penyelenggaraan Posbindu PTM di masyarakat.

C. Kompetensi Untuk menjalankan fungsinya, peserta memiliki kompetensi dalam: 1. Menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di masyarakat. 2. Menjelaskan upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat 3. Menjelaskan penanggulangan gangguan Indera dan identifikasi gangguan fungsional di masyarakat 4. Melakukan surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM di masyarakat 5. Melakukan pemantauan dan penilaian Posbindu PTM di masyarakat. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

7

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB III TUJUAN PELATIHAN A. Tujuan Umum Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menyelenggarakan Posbindu PTM di masyarakat sesuai dengan pedoman umum dan petunjuk teknis Posbindu PTM.

B. Tujuan Khusus Setelah mengikuti pelatihan, peserta dapat : 1.

Menjelaskan Penyakit Tidak Menular (PTM) di masyarakat

2.

Menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di masyarakat

3.

Menjelaskan upaya di masyarakat

4.

Melakukan upaya penanggulangan gangguan Indera dan identifikasi gangguan fungsional di masyarakat

5.

Melakukan surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM di masyarakat

6.

Melakukan pemantauan dan penilaian menyelenggarakan Posbindu PTM di masyarakat.

pengendalian

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

8

faktor

risiko

PTM

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB IV STRUKTUR PROGRAM WAKTU NO A

MATERI PELATIHAN

JML T

P

PL

2

0

0

2

2

0

0

2

4

0

0

4

2

0

0

2

1

3

0

4

2

4

0

6

2

3

0

5

2

8

0

10

1

1

0

2

Sub total “B”

10

19

0

29

MATERI PENUNJANG 1. Membangun Komitmen Belajar (BLC) 2. Rencana Tindak Lanjut (RTL) 3. Budaya Anti Korupsi

0 1 3

2 1 0

0 0 0

2 2 3

Sub total “C”

4

3

0

7

JUMLAH

18

22

0

40

MATERI DASAR 1. Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian PTM di Masyarakat 2. Konsep Posbindu PTM di Masyarakat Sub total “A” :

B

C

MATERI INTI 1. Penyakit Tidak Menular (PTM) di Masyarakat 2. Pengukuran dan Pemeriksaan Faktor Risiko PTM di Masyarakat 3. Upaya Pengendalian Faktor Risko PTM di Masyarakat 4. Penanggulangan Gangguan Indera dan Identifikasi Gangguan Fungsional di Masyarakat 5. Surveilans Faktor Risiko PTM Berbasis Posbindu PTM di Masyarakat 6. Pemantauan dan Penilaian Penyelenggaraan Posbindu PTM di Masyarakat

Keterangan : T = Teori, P = Penugasan, PL = Pratik Lapangan 1 JPL adalah 45 menit. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

9

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan 1. Situasi pencegahan dan pengendalian PTM 2. Strategi pencegahan dan pengendalian PTM 3. Kegiaan pokok pencegahan dan pengendalian PTM

Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan kebijakan pencegahan dan pengendalian PTM di Mayarakat

• Curah pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab)

Metode • Bahan Tayang • Modul

Media • • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014

Referensi

MATERI DASAR Materi Dasar 1 : Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian PTM di Masyarakat Alokasi Waktu : 2 jpl (T=2, P=0, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami kebijakan pencegahan dan pengendalian PTM di Masyarakat

Tujuan Pembelajaran Khusus

1.

BAB V GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

10

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Konsep Posbindu PTM: 1. Konsep Dasar Posbindu PTM 2. Langkah-langkah penyelenggaraan Posbindu PTM 3. Pelaksanaan Posbindu PTM

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan konsep Posbindu PTM di masyarakat

• Curah pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab)

Metode • Bahan Tayang • Modul

Media • • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 1, Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014

Referensi

Materi Dasar 2 : Konsep Posbindu PTM di Masyarakat Alokasi Waktu : 2 jpl (T=2, P=0, PL =0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami konsep Posbindu PTM di Masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

11

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Faktor risiko PTM : 1. Faktor Risiko yang tidak dapat di ubah 2. Faktor Risiko yang dapat di ubah Jenis PTM : 1. Penyakit Jantung : - Penyakit Jantung Koroner - Stroke - Hipertensi 2. Kanker : - Kanker Payudara - Kanker Leher Rahim 3. Penyakit Diabetes Melitus 4. Penyakit Paru Menahun : - Obstruktif Kronik - Asma Bronkhiale 5. Peanggulangan Gangguan Indera dan Identifikasi gangguan fungsional

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu: 1. Menjelaskan Faktor Risiko PTM di Masyarakat

2. Menjelaskan Jenis PTM di Masyarakat

12 • Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Pemutaran video

• Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Pemutaran Video

Metode Laptop LCD Flipchart Spidol Video player Laptop LCD Flipchart Spidol Video player

• • • • • • • • • •

• Bahan Tayang • Modul • Video PTM

Alat Bantu

• Ban Tayang • Modul • Video PTM

Media

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 2, Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 4. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 4, Upaya Pengendalian Faktor Risiko, Kemenkes RI, Tahun 2014 5. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 6 Upaya Pengendalian, Penyakit Kanker, Kemenkes RI, Tahun 2014

Referensi

MATERI INTI Materi inti 1 : Penyakit Tidak Menular (PTM) di Masyarakat Alokasi Waktu : 4 jpl (T=1, P=3, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah selesai mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan penyakit tidak menular (PTM) di masyarakat.

Tujuan Pembelajaran Khusus

2.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di Masyarakat

Tujuan Pembelajaran Khusus Pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM : 1. Wawancara 2. Tinggi Badan 3. Berat Badan 4. Lingkar Perut 5. Tekanan Darah 6. Kadar Gula Darah 7. Kadar Kolesterol 8. Arus Puncak Ekspirasi 9. Pemeriksaan Sadari 10. Pemeriksaan IVA 11. Pemeriksaan gangguan indera & fungsional

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Media • Bahan Tayang • Modul • Buku Monitoring FR PTM • Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM • Panduan Demonstrasi • Panduan Bermain Peran

Metode • Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Demonstrasi • Bermain Peran

13

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

• • • • • •

• • • • •

• • • • • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol Meja Kursi Alat Ukur Tinggi Badan Timbangan BB Pita Ukur Tensi Digital Glukometer Alat Ukur Lipid Darah Peakflow Meter IVA kit Kartu E Chart Occluder Pin Hole Tali 6 meter

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 2, Penyelenggaraan Posbindu PTM, , Kemenkes RI, Tahun 2014 4. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 3, Pengukuran Faktor Risiko PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014

Referensi

Materi inti 2 : Pengukuran dan Pemeriksaan Faktor Risiko PTM di Masyarakat Alokasi Waktu : 4 jpl (T=2, P=3, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Pengertian dan tahapan upaya pengendalian FR PTM: a. Pengertian b. Tahapan c. Teknik Upaya pengendalian faktor risiko PTM : a. Upaya Berhenti Merokok b. Aktivitas fisik c. Diet Sehat Gizi Seimbang d. Pengendalian Stress e. Pengobatan Tradisional

2. Melakukan upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu: 1. Menjelaskan pengertian dan tahapan upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat

Tujuan Pembelajaran Khusus

• Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Demonstrasi

• Curah pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab)

Metode

• Bahan tayang • Buku saku upaya berhenti merokok • Modul • Lembar/leaflet KIE • Pedoman Angka Kecukupan Gizi Food Model • Lembar Status mini rokok • Kuesioner Adiksi Nikotin (Fagerstorm) • Buku Monitoring FR PTM • Buku Pencatatan Hasil • Panduan Demonstrasi • Panduan Bermain Peran

• Bahan tayang • Modul • Pemutaran Video

Media

14

• • • • •

• • • • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol Food model

Laptop LCD Flipchart Spidol Video PTM Video player

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 4, Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014

Referensi

Materi inti 3 : Upaya Pengendalian Faktor Risiko PTM di Masyarakat Alokasi Waktu : 6 jpl (T=2, P=4, P=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan Gangguan Indera: 1. Pengertian Gangguan indera 2. Upaya penanggulangan Gangguan Indera 3. Pengertian Gangguan Fungsional 4. Upaya Penanggulangan GangguanFungsional

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan Upaya Penanggulangan Gangguan Indera dan Identifikasi Gangguan Fungsional di Masyarakat.

• Curah Pendapat • Ceramah • Tanya Jawab • Demontrasi

Metode • Bahan tayang • Modul • Panduan simlasi

Media Laptop LCD Flipchart Spidol Poster PERMADI • Snellen chart/ Tumbling E

• • • • •

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Saku Gangguan Pnglihatan, Kemenkes RI, Tahun 2016 4. Pedoman Penanggulangan Gangguan Penglihatan dan Kebutaan, Kemenkes RI, Tahun 2016 5. Buku Saku Gangguan Pendengaran dan Ketulian, Kemenkes, Tahun 2016 6. Pedoman Penanggulan Gangguan dan Ketulian, Kemenkes RI, Tahun 2016

Referensi

: Upaya Penanggulangan Gangguan Indera dan Identifikasi Gangguan Fungsional di Masyarakat. Alokasi Waktu : 5 jpl (T=2, P=3, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan upaya penanggulangan gangguan indera dan fungsional di masyarakat

Materi inti 4

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

15

16

2. Melakukan Pengisian Instrumen Posbindu PTM di masyarakat

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu: 1. Menjelaskan Surveilans Faktor Risiko PTM di masyarakat

Tujuan Pembelajaran Khusus

Pengisian Instrumen Posbindu PTM : 1. Web Portal PTM 2. Aplikasi Surveilans Posbindu PTM 3. Penggunaan Aplikasi Surveilans Posbindu PTM

Surveilans Faktor Risiko PTM : 1. Pengertian 2. Sumber Data 3. Langkah-langkah

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

• Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Simulasi

• Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab

Metode

• Bahan tayang • Modul • Buku Monitoring FR PTM • Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM • Formulir Rekapitulasi FR PTM • Aplikasi Sistem Informasi Posbindu PTM • Skenario simulasi

• Bahan tayang • Modul

Media

• • • • • •

• • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol Internet Alat Pencatatan dan Pelaporan PTM (Android)

Laptop LCD Flipchart Spidol

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 5, Respon Cepat PTM dan Cedera, Kemenkes RI, Tahun 2014 4. Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, 2014 5. Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu, Depkes RI 2014 6. Buku Pedoman Surveilans PTM, Kemenkes RI, 2014

Referensi

Materi inti 5 : Survelians Faktor Risiko PTM Berbasis Posbindu PTM di masyarakat Alokasi Waktu : 10 jpl (T=2, P=8, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM di masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan 1. Pemantauan dan penilaian hasil penyelenggaraan Posbindu PTM 2. Pengisian instrumen pemantauan hasil kegiatan Posbindu PTM

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu: 1. Menjelaskan pemantauan dan penilaian penyelenggaraaan Posbindu PTM 2. Mengisi instrumen pemantauan hasil kegiatan Posbindu PTM

• Curah Pendapat • CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Latihan pengisian instrumen hasil kegiatan Posbindu PTM

Metode • Bahan tayang • Buku pintar • Buku pencatatan posbindu PTM • Instrumen pemantauan hasil kegiatan Posbindu PTM • Petunjuk latihan pengisian instrumen hasil kegiatan Posbidu PTM

Media • • • •

Laptop LCD Flipchart Spidol

Alat Bantu

1. Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 2. Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 3. Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, 2003 4. Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu, Depkes RI 2003 5. Buku Pedoman Surveilans PTM, Kemenkes RI, 2014

Referensi

Materi inti 6 : Pemantauan dan Penilaian penyelenggaraan Posbindu PTM di masyarakat Alokasi Waktu : 2 jpl (T=1, P=1, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu melakukan pemantauan dan penilaian penyelenggaraan Posbindu PTM di masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

17

Tujuan Pembelajaran Khusus

18 2. Kesepakatan tentang harapan peserta terhadap nilai, norma, kekhawatiran mencapai harapan dan kontrol kolektif yang disepakati bersama sebagai komitmen belajar

3. Organisas kelas

2. Merumuskan kesepakatan tentang harapan peserta terhadap pelatihan, nilai, norma, kekhawatiran mencapai harapan dan kontrol kolekif yang disepakati bersama sebagai komitmen belajar

3. Menetapkan organisasi kelas

1. Perkenalan dan pencairan diantara peserta, fasilitator dan panitia

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

• Curah pendapat • Permainan • Diskusi kelompok

Metode

• • • • • • • • • •

Modul Bahan tayang Laptop LCD Flipchart Spidol Meta plan Jadwal dan alur pelatihan Norma/tata tertib standar pelatihan Panduan permainan

Media dan Alat Bantu

• Buku Panduan Dinamika Kelompok (LAN 2010 dan Pusdiklat Aparatur) • Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, 2004, Kumpuan Games dan Energizer, Jakarta. • Munir, Baderal, 2001, Dinamika Kelompok, Penerapannya Dalam Laboratorium Ilmu Perilaku, Jakarta

Alat Bantu Referensi

MATERI PENUNJANG Materi Penunjang 1 : Membangun Komitmen Belajar/Building Learning Commitmen (BLC) Alokasi Waktu : 2 jpl (T=0, P=2, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu membangun komitmen belajar di kelas sesuai dengan pedoman kediklatan:

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu: 1. Melakukan perkenalan dan pencairan diantara peserta, fasilator dan panitia

3.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

1. RTL : a.Pengertian RTL b.Tujuan penyusunan RTL 2. Format penyusunan RTL 3. Penyusunan RTL

2. Menjelaskan format penyusunan RTL

3. Menyusun RTL

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

1. Menjelaskan pengertian dan tujuan penyusunan RTL

Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu:

Tujuan Pembelajaran Khusus

• CTJ (Ceramah Tanya Jawab) • Curah Pendapat • Latihan menyusun RTL

Metode

• • • • • • • • •

Flipchart Spidol Mata plan Kain tempel LCD Projector Presentasi Presentasi Lembar/Format RTL Panduan latihan

Media dan Alat Bantu

• Kebijakan Daerah dalam mengembangkan RPAM • Pusdiklat SDM Kesehatan, BPPSDM, bekerja sama dengan Direktorat Komunitas, Depkes RI, Modul Pelatihan Manajemen Puskesmas, 2008 • Pusdiklat SDM kesehatan, BPPSDM Depkes RI, bekerjasama dengan Pusat P2JK Depkes RI, Modul Pelatihan Veritikator Jamkesmas, 2007

Referensi

Materi Penunjang 2 : Rencana Tindak Lanjut Alokasi Waktu : 2 jpl (T=1, P=1, PL=0) Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu merumuskan kegiatan tentang pelaksanaan Posbindu PTM di masyarakat.

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

19

20 2. Konsep anti Korupsi a. Definisi anti korupsi b. Nilai-nilai Anti Korupsi c. Prinsip-prinsip Anti Korupsi 3. Upaya Pencegahan Korupsi dan Pemberantasan Korupsi a. Upaya pencegahan korupsi b. Upaya pemberantasan korupsi c. Prinsip-prinsip anti korupsi

3. Upaya pencegahan korupsi dan pemberantasan korupsi

1. Konsep Korupsi a. Definisi Korupsi b. Ciri-ciri Korupsi c. Bentuk/Jenis Korupsi d. Tingkatan Korupsi e. Penyebab Korupsi f. Dasar Hukum tentang Korupsi

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

• Ceramah tanya jawab • Curah pendapat • Pemutaran film

Metode

• Modul • Bahan tayang • Komputer/ laptop • LCD • Flip chart • White board • Spidol (ATK) • Sound system • Film dokumenter/ kartun animalsi

Media dan Alat Bantu

1. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 3. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 232/MENKES/SK/ VI/2013 tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi

Referensi

: Budaya Anti Korupsi : 3 jpl (T=3, P=0, PL=0) : Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami Anti Korupsi

2. Konsep anti korupasi

Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu menjelaskan : 1. Konsep Korupsi

Tujuan Pembelajaran Khusus

Materi Penunjang 3 Alokasi Waktu Tujuan Pembelajaran Umum

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

5. Gratifikasi a. Pengertian gratifikasi b. Aspek hukum c. Gratifikasi dikatakan sebagai tindak pidana korupsi d. Contoh gratifikasi e. Sanksi gratifikasi

4. Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Korupsi a. Laporan penyelesaian hasil penanganan pengaduan masyarakat b. Tatacara penyampaian pengaduan masyarakat c. Tim penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kemenkes d. Pencacatan pengaduan

4. Tatacara pelaporan dugaan pelanggaran tindak pidana korupsi

5. Gratifikasi

Pokok Bahasan / Sub Pokok Bahasan

Tujuan Pembelajaran Khusus Metode

Media dan Alat Bantu

Referensi KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

21

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB VI DIAGRAM ALIR PROSES PEMBELAJARAN

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

22

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB VII PESERTA DAN FASILITATOR A. KRITERIA 1. Kriteria peserta : Penyelenggara posbindu PTM yang berlatar belakang pendidikan kesehatan (min D3) Berasal dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Puskesmas 2.

Jumlah peserta dalam 1 kelas: 25 - 30 orang.

B. Pelatih/Fasilitator Kriteria Fasilitator: 1. Menguasai substansi materi yang akan diajarkan. 2. Mempunyai latar belakang pendidikan Minimal S1 Kesehatan 3. Diutamakan pernah mengikuti pelatihan TOT / TPPK 4. Widyaiswara 5. Tim PPTM Dinas Kesehatan Provinsi.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

23

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB VIII PENYELENGGARA DAN TEMPAT PENYELENGGARAAN A. Penyelenggara Penyelenggara pelatihan ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota, Puskesmas, dan institusi lain yang bersedia menyelenggarakan.

B. Tempat Penyelenggaraan Tempat penyelenggaraan pelatihan dapat dilakukan di aula desa, gedung pertemuan, balai desa, dan tempat lainnya yang mendukung pelatihan.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

24

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB IX EVALUASI i.

Evaluasi Terhadap Peserta Evaluasi peserta melalui : pre dan post test

ii.

Evaluasi Terhadap Pelatih Evaluasi terhadap pelatih dilakukan untuk mengetahui keberhasilan pelatih dalam menyampaikan materi. Evaluasi dilakukan oleh peserta. Aspek yang dinilai adalah: Penguasaan materi Ketepatan waktu Sistematika pembelajaran Penggunaan metoda dan alat bantu Empati, gaya dan sikap terhadap peserta Penggunaan bahasa dan volume suara Pemberian motivasi belajar kepada peserta Pencapaian tujuan pembelajaran umum Kesempatan tanya jawab Kemampuan menyajikan Kerapihan pakaian Kerjasama antar tim pengajar.

iii. Evaluasi Terhadap Penyelenggaraan Evaluasi dilakukan oleh peserta terhadap penyelenggaraan pelatihan meliputi : Efektifitas penyelenggaraan Relevansi program diklat dengan pelaksanaan tugas Persiapan dan ketersediaan sarana diklat Hubungan peserta dengan penyelengara pelatihan Hubungan antar peserta Pelayanan kesekretariatan Kebersihan dan kenyamanan ruang kelas Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

25

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

Kebersihan dan kenyamanan auditorium Kebersihan dan kenyamanan ruang makan Kebersihan dan kenyaman asrama Kebersihan toilet Kebersihan halaman Pelayanan petugas resepsionis Pelayanan petugas ruang kelas Pelayanan petugas auditorium Pelayanan petugas ruang makan Pelayanan petugas asrama Pelayanan petugas keamanan Ketersediaan fasilitas olah raga, ibadah, kesehatan

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

26

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BAB X SERTIFIKASI

Peserta yang telah mengikuti pelatihan ini sekurang-kurangnya 95% dari alokasi waktu pelatihan (JPL) dan dinyatakan berhasil menurut hasil evaluasi belajar, mendapatkan 1 (satu) Angka Kredit untuk waktu pelatihan 40 jam pelajaran, dan ditanda tangani oleh Kepala Pusat Pelatihan SDM Kesehatan.

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular

27

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

TIM PENYUSUN KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POSBINDU PTM BAGI PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM PENGARAH Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit TIM PENYUSUN dr. Lily S. Sulistyowati, MM Dr. Ekowati Rahajeng, SKM, M.Kes drg. Dyah Erti Mustikawati, MPH Titi Sari Renowati, SKM, MScPH dr. Lily Banonah Rivai, MEpid dr. Niken Wastu Palupi, MKM dr. Aries Hamzah, MKM dr. Sylviana Andinisari, MSc Robert Meison Saragih, M.Kes dr. Rainy Fathiyah Merry Natalia Panjaitan, M.Kes drg. Sri Sugiharti, M.Kes drg. Siti Nur Anisah, MPH Mujayanto, MPH Ir. Dunanty RK Sianipar, MPH dr. M. Nur Rahmad R dr. Sorta Rosniuli, MSc dr. Agung S, MARS dr. Rezavitawanti dr. Tristiyenny P, M.Kes Rindu Rachmiaty, SKM Resti Dwi Hasriani, SKM Aisyah, S.Si KONTRIBUTOR dr. Tiersa Vera Junita dr. Uswatun Hasanah dr. Masitah Sari Dewi Punto Dewo, SKM, M.Kes Devi Suhailin, SKM Lili Lusiana, SKM PROVINSI Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara

28

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) BAGI PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM

KEMENTERIAN KESEHATAN RI DIREKTORAT JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TAHUN 2016

29

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

30

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

DASAR 1

MATERI DASAR 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

31

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

32

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI DASAR 1 KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

I.

DESKRIPSI SINGKAT Dengan terbentuknya Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) di Kementerian Kesehatan pada tahun 2005, maka Kebijakan Nasional diterapkan dengan penekanan pada pengendalian faktor risiko, pencegahan penyakit, deteksi dini, dan tindakan promosi kesehatan. Pendekatan utama yang dipilih dalam melakukan Pencegahan dan pengendalian PTM didasarkan pada pelayanan kesehatan dasar yang melibatkan multisektor dan profesional/ peran serta masyarakat. Program pokok mengacu pada kebijakan pemerintah tentang kesehatan, jejaring, sosialisasi, advokasi, dan pencegahan dan pengendalian PTM yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, surveilans penyakit tidak menular, serta deteksi dini.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan ini peserta latih mampu memahami kebijakan dan strategi dalam pencegahan dan pengendalian PTM B. Tujuan Pembelajaran khusus: 1. Peserta latih mampu menjelaskan kebijakan pencegahan dan pengendalian PTM 2. Peserta latih mampu menjelaskan strategi pencegahan dan pengendalian PTM 3. Peserta latih mampu menjelaskan kegiatan pokok pencegahan dan pengendalian PTM

33

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN: A. Kebijakan pencegahan dan pengendalian PTM B. Strategi pencegahan dan pengendalian pengendalian PTM C. Kegiatan pokok pencegahan dan pengendalian PTM IV. BAHAN BELAJAR Buku Pedoman Umum V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan (5 menit) 2. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan power point (5 menit) 3. Fasilitator menjelaskan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan power point (60 menit) 4. Fasilitator memandu peserta untuk curah pendapat masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan power point (20 menit) B. METODE Curah pendapat Ceramah tanya jawab C. MEDIA Bahan tayang Modul D. ALAT BANTU 1. Laptop 2. LCD

34

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3. 4.

Flipchart Spidol

E. DURASI: 90 menit

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PTM Pembangunan bidang kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada Triple Burden Disease yaitu penyakit menular, penyakit tidak menular dan re-emerging disease. Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit menular bergeser ke penyakit tidak menular (PTM), sekaligus menghadapi tantangan penyakit-penyakit yang muncul kembali seperti HIV/ AIDS, TB dan malaria. Perubahan pola penyakit tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan yang selaras pula dengan perubahan perilaku masyarakat, transisi demografi, sosial ekonomi, dan budaya. PTM menjadi salah satu tantangan dalam pembangunan bidang kesehatan, dimana kelompok masyarakat yang terpapar mayoritas adalah usia produktif, mereka yang diperlukan oleh keluarga, masyarakat, bangsa dan negara sebagai sumber daya manusia yang menanggung beban pembiayaan hidup dan generasi penerus yang pada usia tumbuh kembang. PTM berpotensi besar menghambat pertumbuhan ekonomi dan pencapaian target MDGs karena tingginya biaya yang harus dikeluarkan negara untuk mengobati PTM. PTM adalah isu kedua setelah HIV/ AIDS (tahun 2002) yang akan diangkat pada level global di PBB agar mendapat perhatian dan komitmen politik dari Pemerintah, untuk menanggulanginya. Karena PTM dapat

35

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dicegah, setiap daerah dihimbau agar memprioritaskan program pencegahannya. Ancaman PTM dan beban yang diakibatkannya dianggap sebagai “salah satu tantangan terbesar pembangunan dalam abad ke-21”. Kebijakan dan Strategi Pengendalian PTM tergantung dari kebijakan dan strategi masing-masing daerah, begitu juga dengan penerapannya tergantung pada daerah kerja masing-masing dengan didasari mencakup seperti dibawah ini : 1.

Mengembangkan dan memperkuat program pengendalian faktor risiko PTM.

2.

Mengembangkan dan memperkuat deteksi dini faktor risiko PTM

3.

Meningkatkan dan memperkuat manajemen, dan kualitas peralatan untuk deteksi dini faktor risiko PTM

4.

Meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia dalam pengendalian faktor risiko PTM.

5.

Mengembangkan dan memperkuat epidemiologi faktor risiko PTM.

6.

Meningkatkan pemantauan program pengendalian faktor risiko PTM.

7.

Mengembangkan dan memperkuat pengelolaan sistem informasi PTM

8.

Mengembangkan dan memperkuat pengendalian faktor risiko PTM.

9.

Meningkatkan advokasi dan diseminasi pengendalian faktor risiko PTM.

10. Mengembangkan dan memperkuat pengendalian faktor risiko PTM.

36

sistem

surveilans

jaringan

sistem

untuk

pendanaan

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

POKOK BAHASAN 2 STRATEGI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PTM 1.

Memobilisasi dan memberdayakan masyarakat dalam pengendalian faktor risiko PTM melalui program yang berbasis masyarakat, seperti Posbindu PTM.

2.

Meningkatkan akses yang berkualitas kepada masyarakat untuk deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM.

3.

Meningkatkan tatalaksana PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien.

4.

Memperkuat jejaring kerja dan kemitraan pengendalian PTM.

5.

Mengembangkan penelitian dan pengembangan kesehatan terkait PTM.

6.

Mengembangkan dan memperkuat sistem surveilans epidemiologi faktor risiko PTM termasuk monitoring dan sistem informasi. Dioptimalkan untuk surveilans faktor risiko PTM berbasis masyarakat dan registri PTM.

7.

Meningkatkan dukungan dana yang efektif untuk pengendalian PTM berdasarkan kebutuhan dan prioritas.

POKOK BAHASAN 3 KEGIATAN POKOK PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PTM 1.

Melaksanakan review dan memperkuat aspek legal pengendalian Penyakit Tidak Menular di Unit Pelaksana Teknis (UPT), Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota, dan Puskesmas.

2.

Advokasi PPTM kepada Pemerintah (pusat dan daerah) secara intensif dan efektif dengan fokus pesan “Dampak PTM (ancaman) terhadap pertumbuhan ekonomi negara/ daerah”.

3.

Surveilans faktor risiko dan registri PTM yang mampu laksana dan didukung regulasi memadai dan menjamin ketersediaan

37

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

“evidence based” untuk advokasi kepada penentu kebijakan, perencanaan, dan pelaksanaan program PTM prioritas. 4.

Promosi kesehatan dan perlindungan “population at risk” PTM yang efektif dan didukung regulasi memadai melalui “Health in All Policy” untuk menjamin pelaksanaannya secara terintegratif melalui “Triple Acs” (active cities, active community and active citizens) dengan kerja sama lintas program, kemitraan lintas sektor, pemberdayaan swasta/ industri dan kelompok masyarakat madani.

5.

Deteksi dan tindak lanjut dini PTM secara terintegrasi dan fokus pada faktor risikonya, melalui “Community Base Intervension and Development”, yang didukung oleh sistim rujukan dan regulasi memadai, dengan kerja sama lintas profesi dan keilmuan, lintas program, kemitraan, lintas sektor, pemberdayaan swasta/industri, dan kelompok masyarakat madani.

6.

Tatalaksana pasien PTM (kuratif-rehabilitatif) yang efektif dan efisien, yang didukung kecukupan obat, ketenagaan, sarana/ prasarana, sistem rujukan, jaminan pembiayaan dan regulasi memadai, untuk menjamin akses pasien PTM dan faktor risiko terhadap tatalaksana pengobatan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer, sekunder, maupun tersier.

7.

Jejaring kerja dan kemitraan pengendalian PTM yang terdiri sub jejaring surveilans, promosi kesehatan, dan manajemen upaya kesehatan, baik di tingkat pusat maupun daerah.

8.

Penelitian dan pengembangan kesehatan yang menjamin ketersediaan informasi, insidensi, dan prevalensi PTM dan determinannya, yang menghasilkan teknologi intervensi kesehatan masyarakat/ pengobatan/ rehabilitasi dalam bentuk “Best Practice”, dan intervensi kebijakan yang diperlukan.

38

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII. REFERENSI 1.

PP 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

2.

Permenkes No. 30 tahun 2013 tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula Garam dan Lemak serta Pesan Kesehatan pada Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji

3.

Pedoman Umum PPTM, 2006

4.

Riskesdas 2007, Riskesdas 2010, Riskesdas 2013

5.

Stranas Penerapan Pola Konsumsi Makanan dan Aktivitas Fisik, 2011

6.

Pedoman Advokasi PPTM, 2011

7.

Pedoman Puskesmas Pelayanan PTM, 2012

8.

Pedoman Umum Pengendalian DM, Depkes RI, 2010

9.

Pedoman Umum Pengendalian Asma, 2006

10. Pedoman Umum Pengendalian PPOK, 2008 11. Pedoman Umum Pengendalian Jantung dan Pembuluh Darah, 2007 12. Pedoman Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2013 13. Pedoman Umum Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI, 2012 14. Pedoman Umum Penanggulangan Kemenkes RI, 2016.

39

Gangguan

Indera,

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VIII. EVALUASI: 1)

Jelaskan mengapa pengendalian PTM diperlukan?

2)

Jelaskan bagaimana langkah-langkah kegiatan pengendalian PTM dapat dilakukan?

40

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

DASAR 2

MATERI DASAR 2 KONSEP POSBINDU PTM

41

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

42

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI DASAR 2 KONSEP POSBINDU PTM

I.

DESKRIPSI SINGKAT Salah satu strategi dalam meningkatkan pembangunan kesehatan adalah pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat termasuk dunia usaha. Masyarakat diberi fasilitas dan bimbingan dalam mengembangkan wadah untuk berperan, dibekali pengetahuan dan keterampilan untuk mengenali masalah di wilayahnya, mengidentifikasi, merumuskan dan menyelesaikan permasalahannya sendiri berdasarkan prioritas dan potensi yang ada. Dalam menentukan prioritas masalah, merencanakan, melaksanakan, memantau, dan menilai kegiatan, masyarakat perlu dilibatkan sejak awal. Potensi dan partisipasi masyarakat dapat digali dengan maksimal, sehingga solusi masalah lebih efektif dan dapat menjamin kesinambungan kegiatan. Upaya pengendalian PTM dibangun berdasarkan komitmen bersama dari seluruh elemen masyarakat yang peduli terhadap ancaman PTM melalui Posbindu PTM. Pengembangan Posbindu PTM merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan, berdasarkan persoalan PTM yang ada di masyarakat, dan mencakup berbagai upaya promotif dan preventif serta pola rujukannya.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan pembelajaran umum : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu menyelenggarakan Posbindu PTM. B. Tujuan pembelajaran khusus : 1. Peserta mengetahui konsep Posbindu PTM

43

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2. 3.

Peserta mengetahui langkah-langkah penyelengaraan Posbindu PTM Peserta mampu melaksanakan Posbindu PTM

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Konsep Posbindu PTM B. Langkah-langkah Penyelenggaraan Posbindu PTM C. Pelaksanaan Posbindu PTM IV. LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan. 2. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan powerpoint. Diskusi Kelompok Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk secara aktif berdiskusi dan tanya jawab mengenai pokok bahasan. Simulasi 1. Fasilitator mengajak peserta untuk simulasi Posbindu PTM. 2. Diskusi, sharing B. METODE : 1. Curah Pendapat 2. Ceramah Tanya Jawab C. MEDIA : 1. Buku Pintar 2. Bahan Tayang

44

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. ALAT BANTU : 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol E. Durasi : 90 menit V.

URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 KONSEP DASAR POSBINDU PTM A.

Pengertian Posbindu PTM merupakan wujud peran serta masyarakat dalam kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini faktor risiko PTM secara mandiri dan berkesinambungan. Kegiatan ini dikembangkan sebagai bentuk kewaspadaan dini terhadap PTM mengingat hampir semua faktor risiko PTM pada awalnya tidak memberikan gejala. Posbindu PTM menjadi salah satu bentuk upaya kesehatan masyarakat atau UKM yang selanjutnya berkembang menjadi upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) dalam pengendalian faktor risiko PTM dibawah pembinaan puskesmas.

B. Tujuan Meningkatkan kewaspadaan dini masyarakat terhadap faktor risiko PTM melalui pemberdayaan dan peran serta dalam deteksi dini, pemantauan faktor risiko PTM dan tindak lanjut dini C. Sasaran Kegiatan Sasaran utama adalah kelompok masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas.

45

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. Wadah Kegiatan Penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM dapat dilakukan di lingkungan tempat tinggal dalam wadah desa / kelurahan ataupun fasilitas publik lainnya seperti sekolah dan perguruan tinggi, tempat kerja, tempat ibadah, pasar, terminal dan lain sebagainya. Kegiatan ini dapat berlangsung secara bersama-sama atau terintegrasi dengan kegiatan masyarakat yang sudah aktif dan secara rutin berkumpul atau berkelompok seperti majelis taklim, karang taruna, Persatuan Diabetesi Indonesia (PERSADIA), Klub Jantung Sehat, kelompok kebaktian, dan lain-lain. Kegiatan ini juga dapat dikembangkan pada kelompok masyarakat khusus seperti kelompok Jemaah Haji, anak sekolah, pekerja/karyawan, pengemudi di perusahaan angkutan/ Perusahaan Otobus (PO) di terminal, kelompok masyarakat adat, kelompok masyarakat keagamaan, petani/ nelayan, masyarakat binaan negara di lembaga pemasyarakatan dan lain-lain E. Pelaku Kegiatan Penyelenggaraan Posbindu PTM dilakukan oleh petugas pelaksana posbindu PTM yang berasal dari kader kesehatan yang telah ada atau beberapa orang dari masing-masing kelompok/ organisasi/ lembaga/ tempat kerja yang bersedia menyelenggarakan posbindu PTM, yang dilatih secara khusus, dibina atau difasilitasi untuk melakukan pemantauan faktor risiko PTM di masing-masing kelompok atau organisasinya. Pelaksanaan Posbindu PTM dibina oleh Puskesmas penanggung jawab wilayah tersebut dan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat. Petugas Pelaksana Posbindu PTM memiliki kriteria antara lain, mau dan mampu melakukan kegiatan Posbindu PTM minimal bisa membaca dan menulis, lebih diutamakan berpendidikan minimal SLTA atau sederajat.

46

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

F.

Klasifikasi Posbindu PTM Berdasarkan jenis kegiatan deteksi dini, pemantauan dan tindak lanjut dini yang dapat dilakukan oleh Posbindu PTM, maka dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok Posbindu PTM, yaitu : a.

Posbindu PTM Dasar meliputi pemeriksaan deteksi dini faktor risiko yang dilakukan dengan wawancara terarah melalui penggunaan instrumen atau formulir untuk mengidentifikasi riwayat penyakit tidak menular dalam keluarga dan yang telah diderita sebelumnya, pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, Indeks Massa Tubuh (IMT), analisa lemak tubuh, pemeriksaan tekanan darah, serta penyuluhan, pemeriksaan gangguan indera penglihatan dan pendengaran.

b.

Posbindu PTM Utama meliputi kegiatan Posbindu PTM Dasar ditambah dengan pemeriksaan gula darah, kolesterol total, trigliserida, pengukuran arus puncak ekspirasi (APE), konseling dan pemeriksaan IVA serta pemeriksaan klinis payudara, yang dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (Dokter, Bidan, perawat kesehatan / tenaga analis laboratorium / lainnya)

G. Kemitraan Dalam penyelenggaraan Posbindu PTM pada tatanan desa/kelurahan perlu dilakukan kemitraan dengan forum desa/kelurahan siaga untuk mendapatkan dukungan dari pemerintah daerah. Selain itu kemitraan dengan pos kesehatan desa/kelurahan, industri, dan klinik swasta perlu dilakukan untuk mendukung implementasi dan pengembangan kegiatan. Kemitraan dengan pihak swasta sebaiknya menggunakan pola kesetaraan, keterbukaan dan saling menguntungkan melalui fasilitasi Puskesmas.

47

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

POKOK BAHASAN 2 LANGKAH-LANGKAH PENYELENGGARAAN POSBINDU PTM A. Identifikasi Kelompok Potensial yang ada di Masyarakat Langkah persiapan untuk mengindentifikasi kebutuhan masyarakat diawali dengan pengumpulan data dan informasi besaran masalah PTM yang ada, sarana-prasarana pendukung dan sumber daya manusia yang tersedia dalam kelompok tersebut. Informasi ini didapat secara langsung dari masyarakat melalui berbagai metode sebagai berikut wawancara, pengamatan, angket, teknik Participatory Rural Appraisal (PRA) atau Pemahaman Partisipatif Pedesaan dan fokus diskusi kelompok terarah. Selain itu, informasi juga didapatkan dari data RS Kabupaten / Kota, Puskesmas, Profil Kesehatan Daerah, Riskesdas, atau hasil survei lainnya. Informasi ini dapat berupa besaran masalah penyakit tidak menular dan dampaknya terhadap pembiayaan kesehatan. B. Sosialisasi dan Advokasi Sosialisasi dan advokasi dilakukan kepada kelompok masyarakat potensial terpilih tentang besarnya permasalahan PTM yang ada, dampaknya bagi masyarakat dan dunia usaha, strategi pencegahan dan pengendalian serta tujuan dan manfaat kegiatan deteksi dini dan pemantauan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM. Kegiatan ini lakukan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat agar diperoleh dukungan dan komitmen dalam menyelenggarakan Posbindu PTM. Pertemuan sosial¬isasi dan advokasi dapat dilakukan beberapa kali. Pada pertemuan sosialisasi dan advokasi tersebut akan teridentifikasi kelompok/ lembaga/ organisasi yang bersedia menyelenggarakan Posbindu PTM.

48

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. Pelatihan Tenaga Pelaksana Posbindu PTM Pelatihan bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang PTM faktor risiko, dampak, dan upaya yang diperlukan dalam pencegahan dan pengendalian PTM, memberikan pengetahuan tentang Posbindu PTM, memberikan kemampuan dan keterampilan dalam memantau faktor risiko PTM dan memberikan ketrampilan dalam melakukan konseling serta tindak lanjut lainnya, kepada Petugas Pelaksana Posbindu PTM, dengan lama pelatihan 3 (tiga) hari. D. Pengorganisasian dan Pembagian Peran Setelah Petugas Pelaksana Posbindu PTM langkah yang dilakukan :

dilatih,

1.

Melaporkan kepada pimpinan organisasi/lembaga atau pimpinan wilayah. 2. Mempersiapkan dan melengkapi sarana yang dibutuhkan. 3. Menyusun rencana kerja. 4. Memberikan informasi kepada sasaran. 5. Melaksanakan wawancara, pengukuran, pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan serta rujukan bila diperlukan setiap bulan. 6. Melaksanakan konseling. 7. Melaksanakan penyuluhan berkala. 8. Melaksanakan kegiatan aktifitas fisik bersama. 9. Membangun jejaring kerja. 10. Melakukan konsultasi dengan petugas bila diperlukan. Petugas pelaksana Posbindu PTM harus memahami semua peranan dan kriteria sebagai koordinator, penggerak, pemantau, edukator dan pencatat E. Pembiayaan Dalam menyelenggarakan Posbindu PTM agar dapat berlangsung secara berkelanjutan, diperlukan pembiayaan

49

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

yang memadai. Pembiayaan dapat berasal dari pemerintah, swasta, kelompok masyarakat/lembaga atau pihak lain yang peduli terhadap persoalan penyakit tidak menular. POKOK BAHASAN 3 PELAKSANAAN POSBINDU PTM A. Waktu Posbindu PTM diselenggarakan dalam sebulan sekali, bila diperlukan dapat lebih dari satu kali dalam sebulan untuk kegiatan pengendalian faktor risiko PTM lainnya, misalnya olahraga bersama, sarasehan dan lainnya. Hari dan waktu yang dipilih sesuai dengan kesepakatan serta disesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat. B. Tempat Tempat pelaksanaan adalah tempat yang sudah disepakati dan menjadi tempat rutin kelompok tersebut melaksanakan kegiatan. Khusus pemeriksaan IVA dan CBE memerlukan tempat yang tertutup. Posbindu PTM dapat dilaksanakan di rumah warga pada lingkungan pemukiman, balai desa/kelurahan, ruang perkantoran/klinik perusahaan, ruangan khusus di sekolah, ruangan di lingkungan tempat ibadah, polindes, poskesdes, poskestren atau tempat tertentu yang disediakan oleh masyarakat secara swadaya. C. Pelaksanaan Kegiatan Posbindu PTM dilaksanakan dengan 5 (lima) kegiatan, namun dalam situasi-kondisi tertentu dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan kesepakatan bersama. Kegiatan tersebut berupa pelayanan deteksi dini dan tindak lanjut sederhana terhadap faktor risiko penyakit tidak menular, termasuk rujukan ke Puskesmas. Adapun kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

50

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM



 



Meja 1 : Registrasi, yaitu kegiatan mencatat data individu pasien sesuai buku monitoring FR PTM yang ada. Pada pelaksanaan monitoring, kondisi faktor risiko PTM harus diketahui oleh yang diperiksa maupun yang memeriksa. Masing-masing peserta harus mempunyai alat pantau individu berupa Kartu Monitoring faktor Risiko PTM , untuk mencatat kondisi faktor risiko PTM. Kartu ini disimpan oleh masing-masing peserta, dan harus selalu dibawa ketika berkunjung ke Posbindu dan ketika melakukan perjalanan. Tujuannya agar setiap individu dapat melakukan mawas diri dan petugas dapat melakukan/ memberi saran tindak lanjut yang diperlukan sesuai dengan kondisi yang dialami/ditemukan. Format buku monitoring FR PTM mencakup identitas, waktu kunjungan, jenis faktor risiko PTM dan tindak lanjut. Pada buku monitoring FR PTM ditambahkan keterangan golongan darah dan status pasien PTM yang berguna sebagai informasi medis jika pemegang kartu mengalami kondisi darurat di perjalanan. Hasil dari setiap jenis pengukuran/ pemeriksaan faktor risiko PTM pada setiap kunjungan peserta ke Posbindu dicatat pada buku monitoring FR PTM oleh masing-masing petugas pelaksana posbindu monitor faktor risiko. Bila positif hasilnya ditandai dengan contreng (v) pada kolom yang tersedia. Demikian pula tindak lanjut yang dilakukan oleh petugas pelaksana posbindu konselor/edukator Meja 2 : Wawancara, menggunakan teknik wawancara yang terlatih. Meja 3 : Pengukuran, yaitu kegiatan yang mengukur TB, BB, IMT, Lingkar Perut, pemeriksaan indera penglihatan dan pendengaran. Meja 4 : Pemeriksaan, yaitu kegiatan yang memeriksa tekanan darah, kadar glukosa darah, kadar kolesterol dan

51

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM



kadar trigliserida darah, pemeriksaan klinis payudara, fungsi paru sederhana. Meja 5: Konseling dan edukasi.

VI. REFERENSI A. Buku Pedoman Pengendalian DM, Depkes RI, 2009 B. Buku Kurikulum dan Modul DM, Depkes RI, 2006 C. Buku Petunjuk Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI, 2012 D. Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 E. Buku Petunjuk TeknisPenyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 F. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 1, Kemenkes RI, 2014 VII. EVALUASI Memantapkan pemahaman materi : a.

Fasilitator menuliskan pada kertas HVS tentang konsep dasar Posbindu PTM meliputi pengertian, tujuan, bentuk kegiatan, sasaran kegiatan, dan langkah pengembangan Posbindu PTM di tempat masing-masing.

b.

Kertas yang telah tertulis dibagikan kepada seluruh peserta.

c.

Setiap peserta diminta menulis apa yang diketahuinya berdasarkan pemahaman masing-masing. Selanjutnya setiap peserta diminta ke depan untuk menempelkan kertas yang telah dibagikan, kemudian mencari padanan yang sesuai untuk ditempelkan dalam kelompok yang sama.

d.

Fasilitator memandu peserta bersama-sama mencocokkan sudah betul atau belum pengelompokan tersebut dan minta untuk mendiskusikan sesama peserta.

52

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 1

MATERI INTI 1 PENYAKIT TIDAK MENULAR

53

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

54

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 1 PENYAKIT TIDAK MENULAR I.

DESKRIPSI SINGKAT Saat ini, Penyakit Tidak Menular (PTM) menjadi penyebab kematian utama sebesar 36 juta (63%) dari seluruh kasus kematian yang terjadi di seluruh dunia, di mana sekitar 29 juta (80%) justru terjadi di negara yang sedang berkembang (WHO, 2010). Peningkatan kematian akibat PTM di masa mendatang diproyeksikan akan terus terjadi sebesar 15% (44 juta kematian) dengan rentang waktu antara tahun 2010 dan 2020. Kondisi ini timbul akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan usia harapan hidup, terutama pada negara-negara berkembang. Selain itu, perubahan perilaku manusia dan lingkungan yang cenderung tidak sehat ikut berpengaruh terhadap peningkatan terjadinya PTM. Di Indonesia, telah terjadi transisi epidemiologi penyakit, di mana penyebab kematian akibat Penyakit Menular mengalami penurunan dalam kurun waktu tahun 1995 -2007 dari 44,2% menjadi 28,1%, namun sebaliknya kematian akibat PTM mengalami peningkatan dari 41,7% menjadi 59,5%. Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukkan prevalensi PTM antara lain Penyakit Stroke 12,1 per 1000, Penyakit Jantung Koroner 1,5%, Gagal Jantung 0,3%, Diabetes Melitus 6,9%, Gagal Ginjal 0,2%, Kanker 1,4 per 1000, Penyakit Paru Kronik Obstruktif 3,7% dan gangguan pendengaran 2,6%; ketulian 0,09%; serumen prop 18,8% dan sekret di liang telinga 2,4%. Prevalensi katarak penduduk semua umur mencapai 1,8%, sedangkan prevalensi kebutaan penduduk umur ≥6 tahun sebesar 0,4%. Prevalensi disabilitas penduduk lebih dari 15 tahun sebesar 11.0 %. Pada awal perjalanan PTM seringkali tidak bergejala dan tidak menunjukkan tanda klinis secara khusus sehingga menyebabkan setiap individu tidak mengetahui dan menyadari kondisi kelainan

55

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

yang terjadi pada dirinya. Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 menunjukan bahwa 69,6% dari Diabetes Melitus dan 63,2% dari Hipertensi masih belum terdiagnosis. Di sisi lain, masyarakat yang memiliki kesadaran untuk memeriksakan kesehatannya secara rutin masih jauh dari harapan. Hal ini berimplikasi terhadap keterlambatan dalam penanganan dan menimbulkan komplikasi PTM, bahkan berakibat kematian lebih dini. Pengetahuan tentang PTM perlu diberikan agar dapat meningkatkan pengetahuan dan kewaspadaan masyarakat terhadap PTM melalui penyebarluasan informasi secara efektif. Dengan adanya buku ini diharapkan tingkat pengetahuan petugas pelaksana Posbindu PTM semakin bertambah dan menjadi bekal dalam melakukan promosi kesehatan sesuai dengan kemampuannya. II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan pembelajaran umum : Setelah mengikuti materi ini peserta mengetahui dan mampu menjelaskan PTM. B. Tujuan pembelajaran khusus : 1. Peserta mampu menjelaskan faktor risiko PTM 2. Peserta mampu menjelaskan jenis-jenis PTM III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Faktor Risiko PTM B. Jenis-jenis PTM IV. BAHAN BELAJAR A. Modul Pelatihan Posbindu PTM 2014 B. Buku Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 C. Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014

56

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 2, 2014 E. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 6, 2014 V.

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan powerpoint. Curah Pendapat Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk secara aktif berdiskusi dan tanya jawab mengenai PTM. B. METODE : 1. Curah pendapat 2. Ceramah Tanya Jawab 3. Pemutaran Video C. MEDIA : 1. Buku pintar 2. Power point 3. Video PTM D. ALAT BANTU : 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol 5. Video player E. Durasi : 135 menit

57

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR Faktor risiko Penyakit Tidak Menular adalah suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya penyakit tidak menular pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko Penyakit Tidak menular dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1.

Faktor risiko yang tidak dapat diubah, antara lain: umur, jenis kelamin dan penyakit keturunan (genetik)

2.

Faktor risiko yang dapat diubah, antara lain : a.

Faktor risiko perilaku, seperti : merokok, diet rendah serat, konsumsi garam berlebih, kurang aktifitas fisik, dan stress

b.

Faktor risiko lingkungan : polusi udara, jalan raya dan kendaraan yang tidak layak jalan, infrastuktur yang tidak mendukung untuk pengendalian PTM serta stress sosial

c.

Faktor risiko fisiologis, seperti : obesitas, gangguan metabolisme kolesterol dan tekanan darah tinggi

Jika faktor risiko PTM yang dapat dirubah tidak dikendalikan, maka secara alami penyakit akan berjalan menjadi fase akhir PTM seperti penyakit Jantung koroner, stroke, Diabetes Mellitus, PPOK, kanker, asma, gangguan cidera dan fungsional. Sebelum menjadi fase akhir, PTM dapat dideteksi secara dini dengan menemukan adanya faktor fisiologis seperti : obesitas, tekanan darah tinggi, gula darah tinggi, lemak darah tinggi, benjolan payudara, lesi prakanker dan lain-lain.

58

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

POKOK BAHASAN 2 JENIS-JENIS PENYAKIT TIDAK MENULAR 1.

PENYAKIT JANTUNG : a.

Penyakit Jantung Koroner (PJK) Pengertian : Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung yang terjadi akibat penyempitan pembuluh darah koroner dan dapat menyebabkan serangan jantung. Gejala dan Tanda : Rasa tertekan seperti ditimpa beban berat , rasa sakit, terjepit, atau terbakar di dada. Nyeri ini menjalar ke seluruh dada, bahu kiri, lengan kiri, punggung (di antara kedua belikat), leher dan rahang bawah ,terkadang di ulu hati sehingga dianggap sakit maag Dirasakan seperti tercekik atau rasa sesak Lamanya 20 menit bahkan lebih. Disertai keringat dingin, rasa lemah, berdebar, terkadang sampai pingsan.

b.

Stroke Pengertian : Stroke adalah kejadian sakit tiba-tiba yang ditandai dengan adanya lumpuh pada sebagian sisi tubuh, bicara pelo dan dapat disertai turunnya kesadaran yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah ke otak akibat sumbatan atau pecahnya pembuluh darah otak. Aliran darah ke daerah otak terputus karena gumpalan darah, endapan plak atau karena pecahnya pembuluh darah otak sehingga sel-sel otak mengalami kekurangan oksigen serta energi dan menyebabkan kerusakan otak permanen yang berakibat kecacatan-kematian dini.

59

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Gejala dan Tanda : Penilaian Serangan Stroke dengan “SEGERA KE RS” yaitu: Senyum yang tidak simetris Gerak anggota tubuh yang melemah atau tidak dapat digerakkan secara tiba-tiba Suara yang pelo, parau atau menghilang Keseimbangan dan Kesadaran Terganggu Rabun atau Gangguan Penglihatan tiba-tiba Sakit Kepala c.

Hipertensi Pengertian : Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 90 mmmHg. Seringkali hipertensi terjadi tanpa gejala, sehingga pasien tidak merasa sakit Gejala dan Tanda : -

Sakit kepala Kelelahan Mual dan muntah Sesak napas Napas pendek (terengah-engah) Gelisah Pandangan menjadi kabur Mata berkunang-kunang Mudah marah Telinga berdengung Sulit tidur Rasa berat di tengkuk

60

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

KANKER : a. Kanker Payudara Pengertian : Kanker payudara adalah keganasan sel yang berasal dari sel kelenjar dan jaringan penunjang payudara, namun tidak termasuk kulit payudara. Gejala dan Tanda : Adanya perubahan ukuran dan bentuk payudara Adanya lipatan atau cekungan pada kulit payudara Keluar cairan nanah atau darah dari putting susu Benjolan atau penebalan di dalam payudara atau bawah lengan. Jika ada benjolan dan dapat digerakkan seperti karet dan bergerak ketika ditekan dengan jari, tidak perlu khawatir, tetapi jika benjolan keras, bentuk tidak rata dan tidak terasa sakit dan tidak bergerak ketika ditekan. b.

Kanker Leher Rahim Pengertian : Keganasan yang terjadi dan berasal dari sel leher rahim. Gejala dan Tanda : Perdarahan saat berhubungan intim Perdarahan diluar masa menstruasi Keputihan yang berbau busuk Keputihan bercampur darah Nyeri saat berhubungan intim Nyeri panggul Gangguan saat Buang Air Kecil atau Besar

3.

PENYAKIT DIABETES MELITUS Pengertian : Suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula dalam darah melebihi nilai normal, yaitu hasil pemeriksaan

61

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

gula darah vena sewaktu (GDS) ≥ 200 mg/dL dan gula darah vena puasa (GDP) ≤ 126 mg/dL. Gejala dan Tanda : Gejala klasiknya adalah : Banyak minum (polidipsi) Banyak makan (polifagi) Banyak kencing (poliuri) Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas. Seringkali disertai dengan gejala penyerta, seperti : Gatal-gatal Mengantuk Kesemutan Mata kabur Impotensi Keputihan pada wanita. 4.

PENYAKIT PARU MENAHUN : a.

Penyakit Paro Obstruktif Kronik (PPOK) Pengertian : Penyakit kronik saluran napas yang ditandai dengan hambatan aliran udara ke dalam paru-paru (khususnya udara ekspirasi). Penyakit ini tidak sepenuhnya reversibel (dapat kembali normal), bersifat progresif (semakin lama semakin memburuk). Gejala dan Tanda : Sesak napas Batuk berdahak kronik Gejala bersifat progresif lambat (semakin lama semakin memburuk).

62

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

b.

Asma Bronchiale Pengertian : Suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus, sehingga menyebabkan gejala episodik berulang berupa mengi, sesak napas, rasa berat di dada, dan batuk terutama malam atau dini hari. Gejala episodik tersebut timbul sangat bervariasi dan bersifat reversibel (dapat kembali normal baik dengan atau tanpa pengobatan). Tanda dan Gejala : Batuk berdahak Sesak napas dan berbunyi (mengi) Ditemukan riwayat keluarga dengan asma dan alergi

5.

GANGGUAN INDERA PENGLIHATAN DAN PENDENGARAN Gangguan Penglihatan dan Kebutaan a.

KATARAK Pengertian : Katarak menurut World Health Organization (WHO) adalah kekeruhan yang terjadi pada lensa mata yang menghalangi sinar masuk ke dalam mata. Katarak terjadi karena faktor usia namun dapat juga terjadi pada anak – anak yang lahir dengan kondisi tersebut. Katarak juga dapat terjadi setelah trauma, inflamasi atau penyakit lainnya. Jenis Katarak berdasarkan Patogenesis /Penyebab : • Katarak Senilis, yaitu katarak akibat proses degenerasi ketuaan, 90% dari kasus katarak • Katarak Traumatika, yaitu akibat ruda paksa pada lensa

63

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM





Katarak Komplikasi , yaitu katarak akibat penyakit mata dan penyakit system sistemik seperti diabetes, obat-obatan, gangguan metabolism dan lain-lain Katarak Kongenital, yaitu katarak sejak lahir

Gejala dan Tanda : • Penglihatan/ pandangan mata kabur, suram atau seperti ada bayangan awan atau asap • Sulit untuk melihat pada malam hari • Mata menjadi sangat sensitif terhadap cahaya • Ada lingkaran putih saat memandang sinar • Lensa kacamata sering tidak menjadi jelas atau harus lebih sering berganti. • Penglihatan mata menjadi ganda • Membutuhkan cahaya terang untuk membaca atau ketika beraktifitas • Sering mengganti kacamata atau lensa kontak karena ketidaknyamanan • Warna memudar atau cenderung menguning saat melihat • Pandangan ganda jika melihat dengan satu mata b.

GLAUKOMA Pengertian : Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan bola mata meningkat sehingga mengakibatkan kerusakan syaraf penglihatan. Glaukoma merupakan penyakit bawaan dan/atau degeneratif yang umumnya pada usia 40 (empat puluh) tahunan serta menduduki peringkat kedua penyebab kebutaan. Gejala dan Tanda : Rasa sakit hebat yang menjalar ke kepala disertai mual dan muntah, mata merah dan bengkak, tajam penglihatan

64

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

sangat menurun dan melihat lingkaran-lingkaran seperti pelangi. Deteksi Dini Glaukoma • Melakukan pengukuran tekanan bola mata secara rutin setiap 3 tahun, terutama bagi orang yang usianya di atas 40 tahun. • Faktor risiko lain yang perlu diwaspadai adalah mereka yang memiliki riwayat keluarga penderita glaukoma, Myopia tinggi dgn DM atau Hipertensi • Pemeriksaan mata rutin yang disarankan adalah setiap enam bulan sekali, khususnya bagi orang dengan risiko tinggi. Untuk mengukur tekanan bola mata kerusakan mata yang diderita dilakukan tes lapang pandang mata. • Periksakan tekanan bola mata bila mata kemerahan dan sakit kepala berat. c.

KELAINAN REFRAKSI Pengertian : Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca atau panjang bola mata, sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat di daerah makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Faktor genetik menyumbang 30% peluang terhadap kejadian gangguan refraksi. Disamping itu kelainan refraksi disebakan oleh pola hidup dan pola diet yang tidak sehat, seperti perilaku penggunaan gadget berlebihan, kebiasaan membaca yang salah (penerangan kurang, membaca sambil berbaring, huruf tulisan terlalu kecil, dll), dan pola makan yang kurang mencukupi nutrisi untuk mata.

65

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Ada 4 macam kelainan refraksi : a) Hipermetropia, yaitu keadaan kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang masuk ke mata tanpa akomodasi (dalam keadaan instirahat) dibias di belakang retina, sehingga tajam penglihtan tidak terfokus dengan baik. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata/lensa sferis plus (+). b) Miopi, yaitu kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata tanpa akomodasi akan dibiaskan di depan retina, sehingga tajam penglihatan menurun. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kaca mata/lensa sferis minus (-). c) Astigmatisme, yaitu suatu keadaan dimana meridien komponen refraksi kurvaturanya tidak sama sehingga sinar yang masuk bola mata tidak dapat difokuskan pada satu titik di retina. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan menggunakan kacamata lensa silindris. d) Presbiopia, yaitu suatu perubahan fisiologis pada usia 40 tahun atau lebih dimana daya akomodasi berkurang sehingga kemampuan untuk melihat dekat/membaca berkurang. Keadaan ini dapat dikoreksi dengan pemberian kacamata untuk jauh (bila perlu) dengan tambahan lensa sferis (+) untuk membaca. Gangguan Pendengaran dan Ketulian d.

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK (OMSK) Pengertian : Yang dimaksud dengan Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi ditelinga tengah, disertai robekan (perforasi) membran timpani dan keluarganya sekret ke telinga luar terus menerus atau hilang timbul.

66

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Gejala dan Tanda : OMA (Otitis Media Akut) Bisul dibelakang telinga Didahului ISPA (Pilek/rhinitis, faringitis, dll) e.

GANGGUAN (NIHL)

PENDENGARAN

AKIBAT

BISING

Pengertian : Tuli akibat bising adalah kurang pendengaran atau tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu yang cukup lama, biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja. Gejala dan Tanda : Riwayat bekerja di lingkungan bising (bandara, pelabuhan laut, pabrik, bengkel, ruang praktek SMK Teknik mesin, jalan raya dan lain-lain) terjadi ketulian secara perlahanlahan akibat pajanan bising, biasanya pada kedua telinga. f.

SUMBATAN SERUMEN Pengertian : Serumen adalah hasil produksi kelenjar sebasea dan kelenjar serumenosa bercampur epitel skuamosa yang terdapat di kulit sepertiga luar liang telinga Gejala dan tanda : Terdapat cairan di liang telinga Pendengaran berkurang jika daun telinga ditarik Telinga berdengung Rasa nyeri bila serumen menekan telinga

67

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

g.

PRESBIKUSIS (GANGGUAN PENDENGARAN PADA LANSIA) Pengertian : Tuli saraf jenis sensorineural (saraf) frekuensi tinggi terutama diatas 2000 Hz. Umumnya terjadi pada usia lanjut, simetris pada kedua telinga. Gejala dan tanda : Berkurangnya kemampuan mendengar Berkurangnya kemampuan mengerti percakapan

VII. REFERENSI A. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. B. Petunjuk Teknis Pengendalian Diabetes Melitus di Puskesmas, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2012. C. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2010. D. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. E. Kurikulum dan Modul Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2008. F.

Practical Approach to Lung Health (PAL), 2010.MPOWER, WHO.

G. Pedoman Pengendalian PPOK, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2011. H. Pedoman Pengendalian DM, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. I.

Buku Pintar Posbindu PTM Seri 2, Kemenkes RI, 2014

J.

Buku Pintar Posbindu PTM Seri 6, Kemenkes RI, 2014.

68

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

K. Pedoman Teknis Penanggulangan Gangguan Penglihatan & Kebutaan, Direktorat P2PTN, Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016. M. Pedoman Teknis Penanggulangan Gangguan Pendengaran & Ketulian, Direktorat P2PTN, Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2016.

VIII. EVALUASI PETUNJUK : a. b.

Diskusikan secara kelompok. Fasilitator membagi 3 kelompok dan memberikan soal sebagai berikut : SOAL: a. Apakah yang anda ketahui tentang Faktor Risiko PTM ? b. Apa saja jenis-jenis Penyakit Tidak Menular (PTM) yang diketahui ?

Fasilitator menjelaskan perbaikan.

dan

69

memberikan

masukan

untuk

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

70

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

71

MATERI INTI 2

MATERI INTI 2 PENGUKURAN DAN PEMERIKSAAN FAKTOR RISIKO PTM

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

72

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 2 PENGUKURAN DAN PEMERIKSAAN FAKTOR RISIKO PTM

I.

DESKRIPSI SINGKAT Dalam melaksanakan pengendalian penyakit tidak menular diperlukan cara pengukuran faktor risiko PTM pada seseorang yang benar sehingga diperoleh informasi faktor risiko PTM yang dimilikinya. Cara pengukuran tersebut diperoleh melalui wawancara dan pemeriksaan sederhana yang dapat dilakukan oleh kader pelaksana Posbindu PTM, kemudian apabila didapatkan faktor risiko yang mengarah kepada PTM disarankan agar melakukan konfirmasi lanjutan berupa pemeriksaan dan penanganan di fasilitas kesehatan.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti materi ini peserta mampu melaksanakan pengukuran faktor risiko PTM B. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah sesi ini selesai, peserta mampu : 1. Menjelaskan tahapan pengukuran faktor risiko PTM 2. Menjelaskan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Tahapan pengukuran faktor risiko PTM B. Pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM IV. BAHAN BELAJAR 1. Modul Pelatihan Posbindu PTM 2. Bahan Belajar (buku-buku yang berhubungan dengan materi ini)

73

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

V.

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN a.

LANGKAH-LANGKAH: Presentasi Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan (5 menit). Fasilitator menjelaskan dan mendemonstrasikan pokok bahasan 2 :Pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM secara garis besar tentang 1. Wawancara 2. Tinggi Badan 3. Berat Badan 4. Lingkar Perut 5. Tekanan Darah 6. Kadar Gula Darah 7. Kadar Kolesterol 8. Gangguan indera penglihatan dan pendengaran 9. Arus Puncak Ekspirasi 10. Pemeriksaan Sadari dan IVA dengan menggunakan bahan tayang (70 menit) Bermain peran (105 menit) Fasilitator membagi peserta menjadi 6 kelompok, masingmasing kelompok mendapat satu kasus untuk menyusun skenario bermain peran (5 menit) Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk bermain peran (10 menit) Masing-masing kelompok bermain peran sesuai dengan skenario (90 menit, @15 menit)

b.

METODE : 1. Curah Pendapat 2. Ceramah Tanya Jawab

74

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3. 4.

Demonstrasi Bermain peran

c.

MEDIA : 1. Modul 2. Bahan Tayang 3. Buku Monitoring FR PTM 4. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM 5. Skenario

d.

ALAT BANTU : 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol 5. Meja 6. Kursi 7. Pita Ukur 8. Tensi Digital 9. Alat Ukur Tinggi Badan 10. Timbangan Berat Badan 11. Glukometer 12. Alat Ukur Lipid Darah 13. Peakflow meter 14. CO Analyzer 15. IVA Kit 16. Kartu E-Chart 17. Occluder atau penutup mata dengan pinhole 18. Tali pengukur, ukuran 6 meter DURASI : 180 menit

75

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN PENGUKURAN FAKTOR RISIKO PTM PENGUKURAN FAKTOR RISIKO PTM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM NON KESEHATAN : A. CARA PENGUKURAN 1.

Pengukuran dengan wawancara Hal-hal yang perlu diwawancara berkaitan dengan faktor risiko PTM antara lain : riwayat merokok, kebiasaan minum minuman manis, kopi dan beralkohol, kegiatan aktifitas fisik/olah raga, kebiasaan makan sayur dan buah, kebiasaan makan dengan kandungan tinggi karbohidrat, lemak tinggi dan asin, tekanan darah tinggi, sering mengalami stres, riwayat penyakit dahulu dan riwayat penyakit keluarga berkaitan dengan penyakit tidak menular. Pada saat wawancara perlu memperhatikan tata cara pelaksanaan wawancara berikut: a) Perkenalkan diri Anda kepada narasumber sebelum wawancara dimulai dan kemukakan tujuan wawancara. b) Mulai wawancara dengan pertanyaan yang ringan dan bersifat umum. Lakukanlah pendekatan tidak langsung pada persoalan, misalnya lebih baik tanyakan dulu soal kesenangan atau kebiasaan/ hobinya. Jika dia sudah asyik berbicara, baru hubungkan dengan persoalan yang menjadi topik Anda. c) Dengarkan pendapat dan informasi secara saksama, usahakan tidak menyela agar keterangan tidak terputus. Jangan meminta pengulangan jawaban dari narasumber. d) Hindari pertanyaan yang berbelit-belit.

76

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

e)

f) g) h) i) 2.

Harus tetap menjaga suasana agar tetap informatif. Hindari pertanyaan yang menyinggung dan menyudutkan narasumber. Harus pandai mengambil kesimpulan, artinya tidak semua jawaban dicatat. Hasil dicatat pada kartu hasil. Beri kesan yang baik setelah wawancara. Jangan lupa ucapkan terima kasih.

Pengukuran dengan menggunakan alat Pengukuran Kegemukan/ Obesitas Untuk menentukan kegemukan/ obesitas diperlukan data berat badan (BB), tinggi badan (TB), dan lingkar perut. Dengan mengetahui BB dan TB, maka dihitung Indek Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : BB (kg) IMT = TB2 (m) a)

Pengukuran Berat Badan Timbangan berat badan sangat sederhana penggunaannya, namun diperlukan pelatihan oleh petugas kesehatan agar masyarakat/kader kesehatan mengerti dan dapat menggunakannya secara baik. Pedoman penggunaan timbangan berat badan ini harus dipelajari dengan benar untuk hasil yang optimal. Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menggunakan timbangan: 1). Persiapan : (a) Ambil timbangan dari kotak karton dan keluarkan dari bungkus plastiknya. (b) Letakan alat timbang pada lantai yang keras dan datar.

77

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

(c) Responden yang akan ditimbang diminta membuka alas kaki dan jaket serta mengeluarkan isi kantong yang berat seperti kunci. (d) Pastikan timbangan pada nilai pengukuran pada angka 0. 2). Prosedur penimbangan : (a) Responden diminta naik ke alat timbang dengan posisi kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak menutupi jendela baca. (b) Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah alat timbang, sikap tenang (JANGAN BERGERAK-GERAK) dan kepala tidak menunduk (memandang lurus kedepan). (c) Jarum di kaca jendela alat timbang akan bergerak dan tunggu sampai diam/ tidak berubah (STATIS). (d) Catat angka yang ditunjuk oleh jarum berhenti dan isikan pada Kartu Hasil berat badan (e) Minta responden turun dari alat timbang. (f) Jarum pada alat timbang akan berada pada posisi 0 secara otomatis. (g) Untuk menimbang responden berikutnya, ulangi prosedur a s/d f (h) Demikian pula untuk responden berikutnya. b) Pengukuran Tinggi Badan Pengukuran tinggi badan (cm) dimaksudkan untuk mendapatkan data tinggi badan semua kelompok umur. (1) Alat Pengukur tinggi badan : microtoise dengan kapasitas ukur 2 meter dan ketelitian 0,1 cm. (2) Prosedur Pengukuran Tinggi Badan

78

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

(a) Minta responden melepaskan alas kaki (sandal/sepatu), topi (penutup kepala). (b) Pastikan alat geser berada diposisi atas. (c) Responden diminta berdiri tegak, persis di bawah alat geser. (d) Posisi kepala dan bahu bagian belakang, lengan, pantat dan tumit menempel pada dinding tempat microtoise di pasang. (e) Pandangan lurus ke depan, dan tangan dalam posisi tergantung bebas. (f) Gerakan alat geser sampai menyentuh bagian atas kepala responden. Pastikan alat geser berada tepat di tengah kepala. Dalam keadaan ini bagian belakang alat geser harus tetap menempel pada dinding. (g) Baca angka tinggi badan pada jendela baca ke arah angka yang lebih besar (ke bawah). Pembacaan dilakukan tepat di depan angka (skala) pada garis merah, sejajar dengan mata petugas. (h) Apabila pengukur lebih rendah dari yang diukur, pengukur harus berdiri di atas bangku agar hasil pembacaannya benar. (i) Pencatatan dilakukan dengan ketelitian sampai satu angka dibelakang koma (0,1 cm). Contoh 157,3 cm; 160,0 cm; 163,9 cm. Isikan ke dalam Buku Monitoring FR PTM.

79

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tabel 1. Cara Pengukuran Tinggi Badan dengan Microtoise

Yang perlu diperhatikan : 1. Keterbatasan microtoise adalah memerlukan tempat dengan permukaan lantai dan dinding

80

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

c)

yang rata, serta tegak lurus tanpa tonjolan atau lengkungan di dinding. Bila tidak ditemukan dinding yang rata dan tegak lurus setinggi 2 meter, cari tiang rumah atau papan yang dapat digunakan untuk menempelkan microtoise.

Menghitung IMT (Indeks Massa Tubuh) dan BB Ideal BB (kg) IMT = TB2 (m) Contoh : BB = 50kg, TB = 160cm;1,60m IMT = 50/(1,60)2=50/2,56=19,53 Tabel 2. Nilai IMT dan Risiko Penyakit No. Nilai IMT 1. 2. 3. 4. 5.

*

Klasifikasi

≤ 18,5 BB Kurang 18,5 - 22,9 BB Normal 23 - 24,9 Gemuk dengan risiko 25,0 - 29,9 Obesitas Tingkat I ≥30 Obesitas Tingkat II

Risiko Penyakit Rendah Rata-rata Meningkat Sedang Berbahaya

Mengacu pada standar WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective : Redefining Obesity and its Treatment, dan diadop Perkeni 2006.

81

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

Pengukuran lingkar perut Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/ sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus. 1) Alat yang dibutuhkan: a) Ruangan yang tertutup dari pandangan umum. Jika tidak ada gunakan tirai pembatas. b) Pita pengukur c) Spidol atau pulpen 2) Cara Pengukuran Lingkar Perut : Tabel 3. Cara Pengukuran Lingkar Perut

1 Jelaskan pada responden tujuan pengukuran lingkar perut dan tindakan apa saja yang akan dilakukan dalam pengukuran.

2 Untuk pengukuran ini responden diminta dengan cara yang santun untuk membuka pakaian bagian atas atau menyingkapkan pakaian bagian atas dan raba tulang rusuk terakhir responden untuk menetapkan titik pengukuran 3

Tetapkan titik batas tepi tulang rusuk paling bawah

82

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

4 Tetapkan titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul

5 Tetapkan titik tengah di antara di antara titik tulang rusuk terakhir titik ujung lengkung tulang pangkal paha/panggul dan tandai titik tengah tersebut dengan alat tulis. 6 Minta responden untuk berdiri tegak dan bernafas dengan normal (ekspirasi normal). 7 Lakukan pengukuran lingkar perut dimulai/diambil dari titik tengah kemudian secara sejajar horizontal melingkari pinggang dan perut kembali menuju titik tengah diawal pengukuran. 8 Apabila responden mempunyai perut yang gendut ke bawah, pengukuran mengambil bagian yang paling buncit lalu berakhir pada titik tengah tersebut lagi. 9

Pita pengukur tidak boleh melipat dan ukur lingkar pinggang mendekati angka 0,1 cm.

83

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Hal yang perlu diperhatikan: 1) Pengukuran lingkar perut yang benar dilakukan dengan menempelkan pita pengukur diatas kulit langsung. Pengukuran diatas pakaian sangat tidak dibenarkan 2) Apabila responden tidak bersedia membuka/ menyingkap pakaian bagian atasnya, pengukuran dengan menggunakan pakaian yang sangat tipis (kain nilon, silk dll) diperbolehkan dan beri catatan pada kuesioner 3) Apabila responden tetap menolak untuk diukur, pengukuran lingkar perut tidak boleh dipaksakan dan beri catatan pada kuesioner. Tabel 4. Lingkar Perut dan Risiko Penyakit

4.

No.

Lingkar Perut

1. 2. 3. 4.

≥ 90 cm ≥ 102 cm ≥ 80 cm ≥ 88 cm

Jenis kelamin

Risiko Penyakit

Laki-laki Laki-laki Perempuan Perempuan

Meningkat Sangat meningkat Meningkat Sangat meningkat

Tekanan darah a. Pengukuran Tekanan Darah dengan Tensimeter Digital Pengukuran ini untuk mendapatkan data tekanan darah pada penduduk. 1) Alat dan Bahan: a) Tensimeter Digital b) Mancet besar c) Batu baterai AA 2) Cara Pengukuran: a) Prosedur sebelum pengukuran 1) Pemasangan baterai

84

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

(a) Balikkan alat, hingga bagian bawah menghadap keatas. (b) Buka tutup baterai sesuai tanda panah. (c) Masukkan 4 buah baterai “AA” sesuai dengan arah yang benar.

Gambar 3. Pemasangan Baterai Pada Tensimeter Digital 2)

Penggantian baterai (a) Matikan alat sebelum mengganti baterai. (b) Keluarkan baterai jika alat tidak akan digunakan selama lebih dari 3 bulan. (c) Jika baterai dikeluarkan >30 detik, maka tanggal/ waktu perlu disetting kembali. (d) Buang baterai yang sudah tidak terpakai pada tempat yang sesuai. (e) Jika tanda baterai bersilang muncul, segera ganti baterai dengan yang baru. (f) Walaupun tanda baterai bergaris muncul, saat masih dapat digunakan untuk mengukur sebentar, akan tetapi baterai harus segera diganti.

85

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3)

Prosedur pengukuran a) Tekan tombol “START/STOP” mengaktifkan alat.

untuk

Gambar 4. Cara Mengaktifkan Tensimeter Digital b)

c)

d)

e)

Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah, responden sebaiknya menghindar kegiatan aktivitas fisik seperti olah raga, merokok, dan makan, minimal 30 menit sebelum pengukuran. Dan juga duduk beristirahat setidaknya 5- 15 menit sebelum pengukuran. Hindari melakukan pengukuran dalam kondisi stres. Pengukuran sebaiknya dilakukan dalam ruangan yang tenang dan dalam kondisi tenang dan posisi duduk. Pastikan responden duduk dengan posisi kaki tidak menyilang tetapi kedua telapak kaki datar menyentuh lantai. Letakkan lengan kanan responden di atas meja sehinga mancet yang sudah terpasang sejajar dengan jantung responden. Singsingkan lengan baju pada lengan bagian kanan responden dan memintanya untuk tetap duduk tanpa banyak gerak, dan tidak berbicara pada saat pengukuran. Apabila responden menggunakan baju berlengan panjang, singsingkan lengan baju ke atas tetapi pastikan lipatan baju tidak terlalu ketat

86

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

f)

g)

sehingga tidak menghambat aliran darah di lengan. Biarkan lengan dalam posisi tidak tegang dengan telapak tangan terbuka ke atas. Pastikan tidak ada lekukan pada pipa mancet. Ikuti posisi tubuh, lihat gambar dibawah.

Gambar 5. Posisi Pengukuran Tekanan Darah h)

i)

4)

Jika pengukuran selesai, manset akan mengempis kembali dan hasil pengukuran akan muncul. Alat akan menyimpan hasil pengukuran secara otomatis. Tekan “START/STOP” untuk mematikan alat. Jika Anda lupa untuk mematikan alat, maka alat akan mati dengan sendirinya dalam 5 menit.

Prosedur penggunaan manset a) Masukkan ujung pipa manset pada bagian alat. b) Perhatikan arah masuknya perekat manset. c) Pakai manset, perhatikan arah selang.

Gambar 6. Cara Pemasangan Manset Pada Tensimeter Digital

87

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

d)

Perhatikan jarak manset dengan garis siku lengan ± 1 ~ 2 cm.

Gambar 7. Cara Pemasangan Manset Pada Lengan e) f) g)

h)

Pastikan selang sejajar dengan jari tengah, dan posisi lengan terbuka keatas. Jika manset sudah terpasang dengan benar, rekatkan manset. Pastikan cara menggunakan manset dengan baik dan benar, sehingga menghasilkan pengukuran yang akurat. Catat angka sistolik, diastolik dan denyut nadi hasil pengukuran tersebut pada formulir hasil pengukuran dan pemeriksaan.

Gambar 8. Contoh Angka Hasil Pengukuran Tensimeter Digital i)

j)

Pengukuran dilakukan dua kali, jarak antara dua pengukuran sebaiknya antara 2 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. Apabila hasil pengukuran satu dan kedua terdapat selisih > 10 mmHg, ulangi pengukuran ketiga setelah istirahat selama

88

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

10 menit dengan melepaskan mancet pada lengan. Apabila responden tidak bisa duduk, pengukuran dapat dilakukan dengan posisi berbaring, dan catat kondisi tersebut di lembar catatan.

k)

Tabel 5. Interpretasi Hasil Pengukuran Tekanan Darah No.

Tekanan Darah

Klasifikasi

1.

< 120/<80 mm/Hg

Normal

2.

120-139/80-90 mm/Hg

Prehipertensi

3.

140-150/90-99 mm/Hg

Hipertensi derajat 1

4.

>160/>100 mm/Hg

Hipertensi derajat 2

(JNC VII, 2003)

PENGUKURAN FAKTOR RISIKO PTM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PETUGAS PELAKSANA POSBINDU PTM KESEHATAN : 1.

Pemeriksaan Kadar Gula Darah Sewaktu, Kolesterol Total dan Trigliserida Cara menggunakan peralatan : a. Cek kondisi alat dan bahan strip. Sesuaikan kode yang tertera dalam pot penyimpanan strip dengan Kode yang muncul di layar alat. Bila tidak sesuai tampilan segera lakukan penyetelan agar kode alat dapat sesuai dengan yang tertera dalam pot penyimpanan bahan strip. b. Masukkan tes strip bila gambar strip tes muncul. c. Bersihkan ujung jari (jari manis/tengah/telunjuk) dengan kapas yang telah dibersihkan dengan alkohol, keringkan. d. Tusukkan lancet/autoclix pada ujung jari secara tegak

89

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

e. f.

lurus, cepat dan tidak terlalu dalam setelah dilakukan pengusapan ujung jari dengan alkohol. Usap dengan kapas steril kering setelah darah keluar dari ujunng jari. Tekan ujung jari ke arah luar. Sentuhkan satu/dua tetes darah sampai memenuhi tengah medan test. Baca hasil yang muncul dilayar monitor.

Sampel darah : Kapiler Pengelolaan Sampah Infeksius: Setelah dilakukan pengukuran, seluruh bahan habis pakai dibuang dalam tempat sampah yang disediakan khusus dan dapat ditanam/dikubur dalam lubang yang cukup dalam ataupun dapat dikirimkan ke Puskesmas setempat untuk dimusnahkan. 2.

Peak Flow Meter Peak flow meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan seseorang mengeluarkan udara dari paru secara maksimal (arus puncak ekspirasi/ APE). Pengukuran arus puncak ekspirasi ini bermanfaat untuk : 1. Deteksi dini gangguan saluran pernapasan (asma, PPOK) 2. Menilai ada tidaknya sumbatan pada saluran pernapasan Pengukuran arus puncak ekspirasi dilakukan pada pasien usia ≥ 35 tahun dengan kriteria : 1. Perokok / mantan perokok (perokok yang telah berhenti merokok minimal satu bulan, sebelum penilaian dilakukan) 2. Terpapar dengan polutan di tempat kerja, bahan kimia, asap kayu bakar di dalam rumah 3. Mempunyai gejala atau keluhan : infeksi saluran pernafasan berulang, keluhan batuk kronik berulang

90

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dengan atau tanpa dahak, sesak nafas dengan atau tanpa mengi, gejala pernapasan bersifat progresif. Kelompok berisiko : 1. Usia pertengahan 2. Perokok, mantan perokok 3. Mempunyai gejala pernapasan (batuk, sesak) Kelompok masyarakat yang bekerja di wilayah pertambangan (batu bara, asbes), pabrik (asbes, baja, mesin, perkakas logam, tekstil, kapas, semen dan bahan kimia) penggergajian kayu, daerah pasca erupsi gunung berapi, daerah kebakaran hutan, pekerja khusus (salon, cat, foto copy), polantas, petugas penjaga pintu tol. Peak Flow Meter Fitur 1. Sensor a. Mengukur arus puncak ekspirasi b. Unit sensor dapat dipisahkan dari mesin dan dicuci dengan tangan jika kotor c. Tiriskan dan diamkan sehingga kering, sebelum memasukkannya kembali 2. Bagian Utama a. Menampilkan dan menyimpan hasil pengukuran b. Jangan mencucinya 3. Tombol kontrol a. M/F : ukur / fungsi b. < : teruskan ke kiri c. > : teruskan ke kanan d. Save / Enter : simpan / masuk 4. Baterai / kompartemen Menggunakan 3 (tiga) buah baterai AAA (1,5 Volt)

91

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Petunjuk Penggunaan Alat 1.

Untuk pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) Untuk mendapatkan nilai terbaik, dilakukan pengukuran APE 3 (tiga) kali berturut-turut. a. b. c. d. e. f. g.

h. i. j. k.

2.

Pasang mouth piece di bagian input dari Peak Flow Meter Tekan tombol M/F Tanda “L / MIN” disamping kanan angka 000 akan berkedip Setelah mengambil napas dalam, tahan napas selama 2 – 5 detik Tempatkan mulut pada mouth piece Kemudian tiup dengan mulut sekeras dan secepat mungkin (± 2 detik) Unit akan berbunyi dalam 2 (dua) detik dan hasil pengukuran akan muncul di layar, misal : 536 liter/ menit Ulangi langkah b – g untuk pengukuran kedua dan atau ketiga Peak flow meter tidak akan mencatat hasil pengukuran bila meniupnya pelan atau lebih dari 4 (empat) detik Alat akan mengeluarkan bunyi beep 3 (tiga) kali sebagai peringatan Tekan tombol save / enter selama 2 (dua) detik, alat akan mengeluarkan bunyi beep 3 (tiga) kali, dan menyimpan secara otomatis nilai hasil pengukuran

Untuk mencari data yang disimpan a.

Tekan < untuk data lama, tekan > untuk data berikutnya

b.

Jika sudah tidak ada data berikutnya, maka akan muncul “FFF” di layar

92

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

Fungsi tombol a. Kembali ke fungsi pengukuran :  Tekan M / F selama 2 (dua) detik  Lalu tekan save / enter untuk kembali ke fungsi pengukuran b. Menghapus rekaman data:  Tekan M/F selama ± 2 (dua) detik, “Clr” akan muncul di layar  Tekan save / enter untuk konfirmasi menghapus semua rekaman data

Tabel 6 : Nilai APE yang normal pada laki-laki (liter/ menit)

93

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tabel 7 : Nilai APE yang normal pada perempuan (liter/menit)

3.

PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN Definisi : Prosedur ini digunakan untuk mengukur ketajaman penglihatan individu. Alat yang diperlukan : Kit Ophtalmologi Komunitas, yang terdiri dari : 1.

Kartu E yang telah disederhanakan atau Tumbling E

94

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

Occluder atau penutup mata dengan pinhole flexible

3.

Tali pengukur 6 meter dengan penanda/multiple cincin di kedua ujungnya dan penanda pada 1 meter & 3 meter

Tujuan pemeriksaan yaitu untuk mengukur ketajaman penglihatan seseorang. Ketajaman penglihatan diukur dengan ‘E’ Snellen optotypes ukuran 12 (VA 6/12), 18 (VA 6/18) dan 60 (VA 6/60) di 6 meter. Ukuran 60 juga dapat digunakan pada jarak 3 atau 1 meter untuk mengukur VA dari 3/60 dan 1/60 masing-masing. VA pengukuran terbaik dilakukan di siang hari, di halaman atau di jalan. Jarak diukur dengan tali/pita khusus dengan panjang 6 meter, dengan sebuah cincin / simpul pada kedua ujungnya dan satu di tengah-tengah (3 meter). Metode Pengukuran Tajam Penglihatan a)

Perkenalkan diri dan berikan penjelasan singkat cara pemeriksaan serta cara penggunaan occluder atau penutup mata dan pinhole pada responden. Responden diminta untuk menunjuk arah kaki huruf E yang terlihat (arah ke atas, ke bawah, kanan,

95

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

atau kiri). Dapat dijawab dengan isyarat arah tangan sesuai arah kaki huruf E. b)

Pemeriksa menempatkan satu cincin di jari sebagai penanda, terperiksa/responden melakukan hal yang sama dengan cincin di ujung pita lainnya.

c)

Pemeriksaan dimulai dari mata kanan dengan mata kiri tertutup tanpa menggunakan pinhole. Upayakan mata tidak tertekan. Catatan : Ketika tes dilakukan upayakan mata responden tidak memicing saat huruf tidak terlihat. Sarankan untuk mengedipkan mata sebentar dengan tujuan membasahi mata, karena kemungkinan mata kering sehingga pandangan kabur

d)

Pemeriksaan dimulai dari jarak 6 meter. Responden diminta untuk menunjukkan arah kaki E, dimulai dari huruf E yang paling besar terlebih dahulu. Tekniknya adalah optotype atau kartu E diputar-putar sebelum responden membaca, pemeriksa mengubah arah dari ujung terbuka. Rotasi ini harus dalam berbagai arah untuk menghindari responden menghafal. Kriteria untuk visi pada tingkat tertentu 4 jawaban berturutturut yang benar, atau benar 4 dari 5 pemeriksaan.

e)

Tes dilakukan sebanyak 4 kali, apabila jawaban benar semua maka dilanjutkan pada tes yang lebih sulit yaitu huruf yang lebih kecil.

f)

Apabila terdapat kesalahan saat menjawab, ulangi terlebih dahulu sampai dengan 5 kali. Minimal 4 dari 5 jawaban benar. Apabila kurang dari 3 jawaban yang benar dari jarak 6 meter, catat di kartu pemeriksaan pada kolom “tanpa pinhole” untuk hasil pemeriksaan terakhir pada 6/60 (untuk huruf yang paling besar),

96

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

6/18 (untuk huruf ukuran sedang), atau 6/12 (untuk huruf ukuran paling kecil). g)

Ulangi pemeriksaan pada jarak 3 meter dengan teknik diatas apabila semua jawaban benar di jarak 6 meter. Apabila responden dapat menjawab benar minimal 4 kali dari 5 tes, maka pemeriksaan dilakukan di jarak 1 meter dan pada kartu pemeriksaan di kolom “tanpa pinhole” ditulis hasil pemeriksaan terakhir pada 3/60 (untuk huruf yang paling besar), 3/18 (untuk huruf ukuran sedang), atau 3/12 (untuk huruf ukuran paling kecil).

h)

Ulangi pemeriksaan pada jarak 1 meter dengan teknik diatas apabila semua jawaban benar di jarak 3 meter. Apabila responden tidak dapat menjawab benar minimal 4 kali dari 5 tes, maka pada kartu pemeriksaan di kolom “tanpa pinhole” ditulis hasil pemeriksaan terakhir pada 1/60 (untuk huruf yang paling besar), 1/18 (untuk huruf ukuran sedang), atau 1/12 (untuk huruf ukuran paling kecil).

i)

Mata dengan tajam penglihatan lebih baik daripada 6/12 tidak perlu diperiksa menggunakan pinhole. Setiap mata dengan tajam penglihatan kurang dari 6/12 harus diperiksa untuk ketajaman dengan menggunakan pinhole. Jika orang tersebut memakai kacamata, tempatkan pinhole di depan kacamata.

j)

Catat hasil pengukuran terakhir pada kolom dengan pinhole, kemudian lakukan pemeriksaan dengan pinhole yang dimulai dari besar huruf terakhir yang dapat dilihat responden. Misalkan tes terakhir berhenti di jarak 3 meter dengan ukuran huruf paling besar (3/60), maka pemeriksaan dengan pinhole dimulai dari jarak 6 meter dengan huruf yang paling kecil (6/12).

97

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

k)

Lakukan tes dengan pinhole sesuai tahapan sebelumnya.

l)

Lakukan pemeriksaan yang sama untuk mata kiri.

m) Apabila ditemukan hasil pemeriksaan ≤ 3/60, disarankan agar responden dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan. Angka 3/60 menunjukkan bahwa responden mengalami gangguan penglihatan. Klasifikasi gangguan penglihatan yang digunakan sesuai dengan International Classification of Diseases (ICD-10), 1992 dan revisi yang diusulkan oleh WHO (lihat Tabel 1): Tajam penglihatan 6/12 atau lebih baik dianggap sebagai penglihatan normal Gangguan penglihatan Awal, tajam penglihatan kurang dari 6/12 tapi setidaknya 6/18. Gangguan penglihatan Moderat, tajam penglihatan kurang dari 6/18 tapi setidaknya 6/60. Gangguan penglihatan berat, tajam penglihatan kurang dari 6/60 tapi setidaknya 3/60. ‘Kebutaan’ mengacu pada ketajaman visual kurang dari 3/60.

98

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tabel 1 Definisi berdasarkan World Health Organization (WHO – ICD10) Kebutaan (WHO – ICD 10) Early visual impairment (EVI)

: Tajam penglihatan < 6/12 – 6/18 pada mata terbaik dengan koreksi yang ada atau dengan koreksi terbaik atau pinhole

Moderate visual impairment

: Tajam penglihatan < 6/18 – 6/60 pada

(MVI) Severe visual impairment (SVI)

mata terbaik dengan koreksi yang ada atau dengan koreksi terbaik atau pinhole : Tajam penglihatan < 6/60 – 3/60 pada mata terbaik dengan koreksi yang ada atau dengan koreksi terbaik atau pinhole

Blindness

: Tajam penglihatan < 3/60 pada mata terbaik dengan koreksi yang ada atau dengan koreksi terbaik atau pinhole

Visual impairment :

Tajam penglihatan < 6/18 pada mata terbaik dengan koreksi yang ada atau dengan koreksi terbaik atau pinhole

Functional Low Vision

: Seseorang dengan low vision adalah yang memiliki gangguan pada fungsi visual walaupun telah dilakukan terapi dan/atau koreksi refraksi, dan tajam penglihatan kurang dari 6/18 hingga persepsi cahaya, atau lapang pandang kurang dari 10 derajat dari titik fiksasi, yang menggunakan, atau potensial menggunakan penglihatannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari.*

* Kondisi lapang pandang tidak dipertimbangkan pada survei ini

99

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

FORM PEMERIKSAAN TAJAM PENGLIHATAN Tulis jawaban pada kolom yang tersedia, sedangkan beri tanda centang ( √ ) pada lingkaran yang tersedia sesuai dengan hasil pemeriksaan.

Sumber : Rif’ati, dr. Lutfah. Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) versi 6 di Indonesia Tahun 20152016. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015.

100

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

4.

Pemeriksa Klinis Payudara 1. Pertama-tama, perhatikan payudara sendiri. Berdirilah didepan cermin dengan tangan disisi tubuh dan lihat apakah ada perubahan pada payudara. Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau warna kulit, atau jika ada kerutan atau ceruk pada kulit. 2.

Perhatikan kembali kedua payudara, pertama dengan kedua tangan diangkat di atas kepala, kemudian dengan kedua tangan menekan pinggang agar otot dada berkontraksi. Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara menggantung seimbang.

3.

Tekan dengan lembut masingmasing puting dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk melihat apakah ada cairan yang keluar.

4.

Kemudian, lakukan perabaan payudara, dapat dilakukan sambil berdiri atau berbaring. Jika memeriksa payudara sambil berbaring, akan lebih membantu bila meletakkan sebuah bantal di bawah pundak sisi payudara yang akan diperiksa. Angkat lengan kiri ke atas kepala. Gunakan tangan kanan untuk menekan payudara kiri

101

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

5.

6.

dengan ketiga jari tengah (telunjuk, tengah, manis). Mulailah dari daerah puting susu dan gerakkan jari-jari dengan gerakan memutar di seluruh permukaan payudara. Rasakan apakah terdapat benjolan atau penebalan. Pastikan untuk memeriksa area di antara payudara, di bawah lengan dan di bawah tulang selangka. Angkat lengan kanan ke atas kepala dan ulangi pemeriksaan untuk payudara sebelah kanan menggunakan tangan kiri. Jika payudara memiliki benjolan, harus diketahui berapa banyak benjolan yang teraba dan lokasinya. Bulan berikutnya, harus diperhatikan apakah terdapat perubahan ukuran maupun bentuk dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pemeriksaan Kanker Leher Rahim dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat (IVA)

Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan oleh dokter/bidan terlatih dengan mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5 % dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang). Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal. Hasil positif jika ditemukan bercak putih seperti sariawan setelah 1 menit dioleskan asam cuka tersebut.

102

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Pemeriksaan ini juga bisa mendeteksi secara awal kelainan mulut rahim, seperti servisitis, cervical wart, cairan keputihan abnormal, polip, serviks oedema, hipertropi, pertumbuhan atau adanya tukak. Temuan dicatat, juga sebaiknya digambar skematik. Empat Langkah Pemeriksaan IVA

Untuk memudahkan memahami, dapat dilakukan singkatan 1. Kanker 2. SSK 3. IVA 4. Krioterapi

103

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII REFERENSI A. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. B. Petunjuk Teknis Pengendalian Diabetes Melitus di Puskesmas, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2012. C. Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2010. D. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. E. Kurikulum dan Modul Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2008. F. Practical Approach to Lung Health (PAL), 2010. G. MPOWER, WHO. H. Pedoman Pengendalian PPOK, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2011. I. Pedoman Pengendalian DM, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. J. High blood pressure, http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/ fact_sheets/ fs_bloodpressure.htm (diakses 13 Agustus 2014) K. Heart attack, http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_ sheets/docs/ fs_heartattack.pdf (diakses 13 Agustus 2014) L. Stroke, http://www.cdc.gov/dhdsp/data_statistics/fact_sheets/fs_ stroke.htm (diakses 13 Agustus 2014) M. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 3, 2014 N. Rif’ati, dr. Lutfah. Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) versi 6 di Indonesia Tahun 2015-2016. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan. 2015. VIII EVALUASI Evaluasi pelatihan dilaksanakan dengan memainkan peran penyelenggaraan Posbindu PTM.

104

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

105

MATERI INTI 3

MATERI INTI 3 UPAYA PENGENDALIAN FAKTOR RISIKO PENYAKIT TIDAK MENULAR

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

106

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 3 KONSELING FAKTOR RISIKO PTM

I.

DESKRIPSI SINGKAT Dalam pemantauan faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM, petugas pelaksana Posbindu PTM akan menemukan warga sehat tanpa faktor risiko, berisiko dan penyandang PTM. Masingmasing memerlukan informasi dan konseling sesuai kondisi yang dialaminya. Oleh karena itu, petugas pelaksana Posbindu PTM harus mampu melaksanakan konseling faktor risiko PTM dengan tepat dan benar. Konseling faktor risiko PTM adalah upaya untuk membantu para warga menemukan masalah yang berkaitan dengan faktor risiko dan cara mengatasi sesuai kemampuan yang dimiliki.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN 1. Tujuan pembelajaran umum : Setelah mengikuti materi ini petugas pelaksana Posbindu PTM mampu melakukan konseling faktor risiko PTM. 2. Tujuan pembelajaran khusus : a. Pelaksana Posbindu PTM mengetahui tahapan dan kegiatan konseling faktor risiko PTM b. Petugas pelaksana Posbindu PTM mampu melakukan kegiatan konseling faktor risiko PTM

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN: 1. Pengertian, Tahapan dan Teknik Konseling Faktor Risiko PTM 2. Konseling Faktor Risiko PTM: a. Upaya Berhenti Merokok b. Aktivitas Fisik c. Diet Sehat Gizi Seimbang

107

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

d. e.

Pengendalian Stress Pengobatan Tradisional

IV. BAHAN BELAJAR 1. Modul Pelatihan Posbindu PTM 2. Bahan Belajar (buku-buku yang berhubungan dengan materi ini) V.

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH: Presentasi • Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan • Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan powerpoint. Diskusi Kelompok Fasilitator memandu dan memfasilitasi warga untuk secara aktif berdiskusi dan tanya jawab mengenai pokok bahasan. Roleplay Fasilitator memandu dan memfasilitasi warga untuk secara aktif melakukan praktek konseling Faktor Risiko PTM. B. METODE : 1. Curah pendapat 2. CTJ (Ceramah Tanya Jawab) 3. Demonstrasi 4. Role play C. MEDIA : 1. Buku Pintar Posbindu PTM 2. Bahan tayang (slide powerpoint) 3. KIE 4. Angka Kecukupan Gizi

108

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

5. 6. 7.

Status Mini Rokok Kuesioner Adiksi Nikotin (Fagerstorm) Skenario

D. ALAT BANTU : 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol 5. Video player 6. Food model E. DURASI : 225 menit

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 PENGERTIAN, TAHAPAN DAN TEKNIK KONSELING FAKTOR RISIKO PTM Pada kegiatan ke-5 dari Posbindu PTM, warga yang ditemukan mempunyai faktor risiko harus mendapatkan konseling. Konseling ditujukan untuk membantu menemukan masalah yang berkaitan dengan faktor risiko yang dialami warga dan membantu mencari jalan keluar untuk mengendalikan faktor risiko yang mungkin dialaminya. Konseling adalah pemberian bimbingan oleh yang ahli (konselor) kepada seseorang (konseli) dengan menggunakan metode psikologis dsb; pengarahan; atau pemberian bantuan oleh konselor kepada konseli sedemikian rupa sehingga pemahaman terhadap kemampuan diri sendiri meningkat dalam memecahkan berbagai masalah; penyuluhan.

109

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tahapan Konseling dalam melaksanakan Posbindu PTM : a. Memahami faktor risiko PTM; b. Lebih banyak mendengarkan dan tidak mengarahkan atau mengambil keputusan; c. Menyapa dan menjalin hubungan dengan warga posbindu PTM; d. Menggali permasalahan mengapa terjadi faktor risiko pada warga. Misalnya faktor risiko kegemukan biasanya terjadi karena asupan berlebih, malas bergerak, makanan selingan yang banyak kalori; e. Membantu mencari cara mengatasi masalah yang dihadapi; f. Membantu menetapkan tindak lanjut yang harus dilakukan warga agar faktor risiko PTM dapat dikendalikan. Langkah-Langkah Teknik Konseling : Secara umum dan sederhana langkah-langkah disingkat dengan “SATU TUJU”, yaitu Sambut, Tanyakan, Uraikan, banTU, Jelaskan dan Ulangi. SA : Sambut kedatangan warga dengan memberi salam dan berikan perhatian (mulai menciptakan hubungan yang baik). Teknik konseling :  Sampaikan assalamualaikum, atau selamat pagi, apa kabar dengan pandangan mata yang tertuju pada warga, wajah tersenyum dan bersahabat  Untuk anak remaja pakai bahasa yang sesuai  Segera persilakan masuk dan duduk. T :Tanyakan kepada warga untuk menjajagi pengetahuan, perasaan dan kebutuhan warga terkait dengan bahaya merokok bagi kesehatan

110

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Teknik konseling :  Mulailah dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat terbuka agar warga berbicara banyak  Jadilah pendengar yang baik dan aktif, tunjukkan perhatian sepenuhnya kepada warga, tatap matanya dan kemudian lakukan refleksi isi, refleksi perasaan atau kombinasi  Fokuskan pembicaraan pada topik bahasan, jangan menggurui dan jangan menghakimi  Pakai bahasa verbal dan non verbal. U : Uraian informasi yang sesuai dengan masalah warga Teknik konseling :  Jelaskan pada warga tentang bahaya merokok bagi dirinya maupun orang lain. Jelaskan pula keuntungan apabila berhenti merokok  Gunakan media KIE (komunikasi informasi dan edukasi) misalnya: lembar balik, poster, leaflet, dan lain-lain agar informasi yang disampaikan dapat dengan mudah dipahami warga  Gunakan bahasa yang sederhana, jelas, singkat, nada suara yang lembut dan jangan sekali-sekali mengambang. TU : Bantu warga untuk memahami keadaan dirinya serta permasalahannya dan menetapkan alternatif pemecahan masalah. Teknik konseling :  Ajak warga dengan ramah melakukan kajian tentang kondisi dan kehendaknya  Bila anda mempunyai keterbatasan dalam menguasai materi, tawarkan pada warga untuk melakukan konseling pada orang yang lebih berkompeten. Lakukan rujukan pada petugas konseling lain yang jelas nama dan alamatnya.

111

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

J : Jelaskan lebih rinci konsekuensi dan keuntungan dari setiap alternatif pemecahan masalah. Teknik konseling :  Jelaskan pada warga secara singkat tentang bahaya merokok bagi dirinya maupun orang lain. Jelaskan pula keputusan yang sudah ditetapkan warga dengan kesadarannya sendiri  Katakan kapan akan datang lagi dan ingatkan bahwa anda akan menghubunginya pada waktu yang akan datang  Ucapkan terima kasih atas kedatangannya dan sampaikan salam kepada warga sebelum berpisah. U : Ulangi beberapa informasi penting dan ingatkan bila warga harus melakukan kunjungan ulang atau rujuk ke tempat pelayanan lain bila diperlukan. Teknik konseling :  Ajak warga melakukan kajian konsekuensi dan penetapan keputusan  Tumbuhkan niat dan rasa percaya diri warga untuk melakukan keputusannya  Jelaskan pada warga bahwa anda selalu membantu warga apabila ada kesulitan

112

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

POKOK BAHASAN 2 KEGIATAN KONSELING FAKTOR RISIKO PTM SUB POKOK BAHASAN 1 UPAYA BERHENTI MEROKOK a.

Dampak Merokok Rokok dan produk tembakau yang dikonsumsi manusia umumnya merupakan daun tanaman (Nicotiana tabacum, nicotiana rustica dan spesies lainnya ) yang dibakar, dihisap, dihirup atau dikunyah. Terdapat 2550 bahan kimia dalam daun tembakau olahan.Beberapa bahan kimia cepat menimbulkan gangguan kesehatan, kerusakan paru dan melemahnya stamina. Bila dibakar, asap rokok mengandung sekitar 4000 zat kimia, 43 di antaranya beracunseperti nikotin (pestisida), CO (gas beracun), tar (pelapis aspal), arsen (racun semut), DDT (insektisida), HCN (gas racun), formalin (pengawet mayat), ammonia (pembersih lantai), cadmium (batubaterai), dan sejumlah bahan radioaktif. Produk tembakau apapun bentuknya berbahaya untuk kesehatan perorangan dan kesehatan masyarakat.Bahaya terhadap kesehatan perorangan dibedakan atas perokok aktif dan perokok pasif. Pada perokok aktif, bahaya mengancam segenap organ tubuh sebagaimana terlihat pada gambar di bawah ini, dengan gangguan fungsi hingga kanker, seperti pada jantung dan pembuluh darah (penyakit jantung koroner dan stroke), saluran pernafasan (PPOK, asma dan kanker paru), saluran cerna (kanker mulut, kanker lidah dan kanker nasofaring), dan gangguan sistem reproduksi dan kehamilan (kecacatan janin, keguguran, infeksi panggul dan kanker serviks) serta organ lainnya. Perokok pasif terancam mengalami gangguan fungsi hingga timbulnya kanker pada organ-organ tubuh perokok pasif dewasa dan anak.

113

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Gambar 8. Risiko Penyakit AKibat Merokok b.

Manfaat berhenti merokok

c.

Manfaat Upaya Berhenti Merokok 1) Kesehatan Risiko kematian akan jauh lebih berkurang dengan menghentikan perilaku merokok, sejak 20 menit pertama manfaat berhenti merokok sudah mulai ada, sehingga makin cepat seseorang berhenti merokok akan mendapatkan banyak manfaat serta memberikan usia harapan hidup yang lebih panjang, secara umum dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

114

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tabel 1. Manfaat Berhenti Merokok

2)

Mental dan Sosial Hasil penelitian di Inggris dan Amerika menunjukkan bahwa seorang mantan perokok akan lebih dihormati dibanding orang yang masih merokok. Mantan perokok perempuan akan dipandang lebih bijak, lebih berdisipin diri, dan lebih menarik. Di Indonesia, Walikota Padang Panjang, Sumatera Barat memberikan sertifikat penghargaan kepada warganya sebagai apresiasi terhadap keberhasilan berhenti merokok dan bagi rumah bebas asap rokok. Walikota Bogor, Jawa Barat memberikan PIN penghargaan dengan beberapa tingkatan menurut durasi berhenti merokok. Walikota

115

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Balikpapan, Kalimantan Timur memberikan penghargaan berupa plakat kepada mantan perokok dan Ketua RT yang mengembangkan lingkungan bebas asap rokok. 3)

d.

Ekonomi Di Indonesia terdapat lebih dari 50 juta orang yang membelanjakan uangnya secara rutin untuk membeli rokok. Data tahun 2010 memperlihatkan keluarga termiskin membelanjakan 12%, sementara keluarga terkaya sebesar 7% pengeluaran bulanannya untuk membeli rokok. Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa kebiasaan merokok akan menurunkan kemampuan ekonomi keluarga miskin yang banyak terdapat di negara berkembang. Berhenti merokok akan memberikan peluang lebih besar dalam mengalokasikan sumber daya keuangan untuk menyediakan makanan bergizi bagi keluarga, pendidikan dan upaya memperoleh pelayanan kesehatan

Kecanduan/ Adiksi Nikotin Adiksi/ kecanduhan nikotin merupakan salah satu faktor kendala berhenti merokok dari aspek biologis atau fisiologis. Nikotin menempati ranking pertama yang menyebabkan kematian, adiksi, dan tingkat kesulitan untuk tidak menggunakan lagi dibandingkan dengan 4 zat lain seperti kokain, morfin, kafein dan alkohol. Adiksi nikotin dapat membuat klien kembali merokok meskipun telah mengalami berbagai penyakit.Hal ini ditunjukkan oleh terjadinya kekambuhan merokok. Nikotin mempengaruhi perasaan, pikiran, dan fungsi pada tingkat seluler. Dalam waktu 4-10 detik setelah seorang perokok menghisap sebatang rokok, nikotin pada asap rokok dapat mencapai otak. Konsentrasi nikotin meningkat 10 kali lipat dalam sirkulasi arteri sistemik setiap hisapan rokok.Saat seseorang menghisap asap rokok, nikotin terekstraksi dari tembakau, terbawa masuk ke dalam sirkulasi arteri dan sampai ke otak. Nikotin berdifusi cepat

116

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

ke dalam jaringan otak dan terikat dengan reseptor asetilkolin nikotinik (nAChRs) subtipe α4β2 dan melepaskan dopamin yang memberikan rasa nyaman. Efek fisiologis ini yang seringkali membuat seorang perokok ingin kembali merokok seperti pada gambar dibawah ini: Gambar . Siklus Adiksi Nikotin

Berhenti merokok bagi perokok merupakan pengalaman yang tidak menyenangkan atau lebih ekstrim menyengsarakan secara psikologis. Bagian paling sulit dari berhenti merokok adalah kemampuan untuk menahan diri dari kebiasaan yang dilakukan karena telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka seperti merokok setelah bangun pagi, sebelum sarapan dan selama mereka istirahat di tempat kerja dan lain-lain. Perilaku merokok ini terbentuk dari waktu/jam tertentu, jumlah rokok dan jenis rokok. Gejala yang timbul saat berhenti merokok sangat erat kaitannya dengan faktor perilaku dan psikologis sehingga menjadi penting melakukan pendekatan psikologis dan terapi perilaku. Tidak adanya dukungan orang terdekat seperti teman atau keluarga dapat menurunkan motivasi seseorang untuk berhenti merokok.

117

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Klien akan mencoba kembali merokok setelah berhasil berhenti untuk sementara waktu atau tidak juga berhasil mengurangi jumlah rokok yang dihisapnya tiap hari menjelang tanggal berhenti yang telah ditetapkan. Pada keadaan ini perlu dipertimbangkan peran teman-teman dan keluarganya yang mungkin masih bisa membantu. Lingkungan yang tidak mendukung untuk berhenti merokok akan memberikan stimulasi untuk tetap merokok sehingga klien akan sulit untuk melepaskan merokok. Gambar . Tips Berhenti Merokok

118

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

a.

Teknik Konseling Pendekatan 3T dalam Upaya Berhenti Merokok Untuk membantu seseorang dalam upaya berhenti merokok, di Posbindu PTM diperkenalkan dengan istilah Pendekatan 3 T yaitu: (1T) Tanyakan, (2T) Telaah, (3T) Tolong dan Nasehati, hal ini penting dan sangat diperlukan oleh tenaga pelaksana Posbindu PTM. Pelaksana posbindu PTM bertanya kepada peserta Posbindu apakah yang bersangkutan perokok atau bukan, tanyakan apakah ada anggota keluarga yang merokok di rumah. Apabila merokok dilanjutkan Telaah, apakah ada keinginan untuk berhenti merokok, lalu Tolong dan nasehati untuk berhenti merokok dan mewujudkan lingkungan rumah bebas asap rokok. Langkah 2T pertama ini dilakukan untuk memastikan, apakah peserta Posbindu perokok dan mengkaitkannya agar perokok tersebut dapat berupaya untuk berhenti merokok. Jika perokok berkeinginan untuk berhenti merokok maka sebagai pelaksana posbindu harus membantu (Tolong) untuk

119

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

merujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas), guna dilakukan pengukuran kadar CO pernapasan, arus puncak ekspirasi/APE, kadar nikotin dalam urine, dan konseling berhenti merokok. Jika tidak ada keinginan untuk berhenti merokok, perlu diberikan motivasi.

SUB POKOK BAHASAN 2 AKTIVITAS FISIK Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh dengan tujuan meningkatkan dan mengeluarkan tenaga dan energi. Kurangnya aktivitas fisik dapat menentukan kebugaran jasmani sedangkan kebugaran jasmani dapat menggambarkan kondisi fisik seseorang untuk mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari. Makin tinggi tingkat kebugaran jasmani seseorang makin tinggi kemampuan fisik dan produktivitas kerjanya, misalnya seseorang masih sanggup melakukan aktivitas fisik rutin dan mengisi waktu senggangnya serta masih memiliki cukup tenaga untuk menghadapi hal-hal yang bersifat mendadak. Selain itu masih mampu mengatasi stres lingkungan yang dapat menganggu kesehatannya. Dalam kegiatan sehari-hari contoh aktivitas fisik yang dapat meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi adalah mencuci, menyetrika, memasak, berkebun, mencuci mobil, dan lain-lain. Sedangk an contoh aktivitas fisik yang dilakukan secara terukur dan teratur dan mudah untuk dilakukan sehari-hari adalah berjalan kaki, jogging, senam, bersepeda, renang, dan lain-lain. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 5 kali 30 menit dalam seminggu atau 3 kali 50 menit dalam seminggu. Bagaimana beraktivitas fisik yang baik ? Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan secara baik, benar, teratur dan terukur, serta pilihlah olahraga yang aman, mudah, murah dan diminati agar terhindar dari risiko cidera dan gangguan kesehatan

120

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

lainnya, seperti jalan cepat, jogging / lari, senam, renang, bersepeda, bulu tangkis, dan lain-lain sebagai contoh : 

Membersihkan rumah selama 10 menit, dua kali dalam sehari ditambah 10 menit bersepeda atau jalan cepat



Turun dari bus lebih awal menuju tempat kerja dan melanjutkan jalan kaki sampai 20 menit, dan pada saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki



Membatasi kegiatan yang menghabiskan waktu tanpa aktivitas fisik, seperti menonton TV, main komputer dan Game terlalu lama.

SUB POKOK BAHASAN 3 DIET SEHAT GIZI SEIMBANG Gizi seimbang adalah susunan hidangan sehari-hari yang mengandung berbagai zat gizi dalam jumlah dan kualitas yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, untuk dapat hidup secara optimal. Kebutuhan gizi seseorang ditentukan berdasarkan umur, jenis kelamin, aktivitas fisik serta kondisi khusus (hamil dan menyusui). Angka kebutuhan gizi adalah banyaknya zat-zat gizi yang dibutuhkan seseorang (individu) untuk mencapai dan mempertahankan status gizi adekuat. Berbeda dengan angka kecukupan gizi atau Angka Kecukupan Gizi yang dianjurkan (AKG), yaitu tingkat konsumsi zat-zat gizi esensial yang dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi hampir semua orang sehat di suatu negara atau kecukupan gizi untuk rata-rata penduduk. Untuk memenuhi kebutuhan gizi dalam sehari, anda perlu mengetahui : 

Kebutuhan energi (kalori)



Daftar bahan makanan penukar



Kebutuhan bahan makan sehari anda dalam penukar

121

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Diet Sehat dan Gizi Seimbang  Makan makanan yang bervariasi (sumber tepung-tepungan laukpauk, sayuran dan buah-buahan). Jumlah dan jenis makanan yang dianjurkan sehari-hari adalah 3 makan utama (pagi, siang dan malam) yang terdiri dari : 1 piring nasi atau penukarnya 1 potong ikan/ ayam/ daging atau penukarnya 1 potong tempe/ tahu atau penukarnya 1 mangkok sayuran atau penukarnya Buah-buahan     

Diantara waktu makan utama dapat ditambah dengan 2 kali makanan selingan pada waktu siang dan sore. Batasi makan makanan berlemak, maksimal 5 sendok makan minyak dalam sehari Batasi makan makanan manis/ gula, maksimal 4 sendok makan gula dalam sehari Batasi makan makanan asin/ garam, maksimal 1 sendok teh garam dalam sehari Minum air putih minimal 10 gelas per hari

Cara Menghitung Kebutuhan Kalori Sehari 1. Ketahui Berat Badan (dalam kg) dan Tinggi Badan (dalam m) 2. Hitung status gizi atau Indeks Massa Tubuh (IMT) IMT = BB (kg) TB (m) 2 3.

Hitung Berat Badan Ideal (BBI) BBIdeal = (Tinggi Badan – 100) – 10% (Tinggi Badan – 100) Bila Pria TB < 160 cm dan perempuan < 150 cm tidak perlu dikurangi 10%, sehingga rumusnya menjadi : BBI = ( Tinggi Badan – 100)

122

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

4.

Ketahui kebutuhan kalori per Kg BB Ideal berdasarkan jenis kelamin Tabel. Kebutuhan Kalori per Kg BBI Berdasarkan Jenis Aktivitas Fisik Status Gizi Jenis Kelamin

5.

Kalori per Kg BB

Laki-laki

30

Perempuan

25

Ketahui Jenis Aktivitas Tabel. Pengelompokan Aktivitas pada Perempuan dan Laki-laki

Contoh perhitungan : Seorang laki-laki berusia 30 tahun memiliki tinggi badan 170 cm dan berat badan 70 kg bekerja sebagai pegawai kantor. IMT = 70 (1,7)2 = 24,2 pre obesitas

123

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

BB Ideal

= ( 170 – 100 ) – 10% ( 170 – 100 ) = 70 – 10% (70) = 70 – 7 = 63 kg Kebutuhan kalori sehari = 63 kg x 30 kalori x 1,58 = 2986,2kalori Daftar Bahan Makanan Penukar Daftar Bahan Makanan Penukar (DBMP) adalah penggolongan bahan makanan berdasarkan nilai gizi yang setara.Penggunaan DBMP dimaksudkan untuk memudahkan dalam menyusun menu yang bervariasi dan sesuai dengan kebutuhan energi dan zat gizi.Pengelompokkan bahan makanan pada DBMP berdasarkan pada peranannya dalam pola menu makanan seimbang dan zat gizi yang dikandungnya. Untuk memudahkan penggunaan, bahan makanan dalam daftar ini juga dinyatakan dengan alat ukuran dalam rumah tangga. Di bawah ini dicantumkan keterangan singkatan ukuran rumah tangga. bh = buah g = gram bj = biji kcl = kecil btg = batang ptg = potong btr = butir sdg = sedang bsr = besar sdm = sendok makan gls = gelas sdt = sendok the

124

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Penukar 1 : Sumber Karbohidrat 1 satuan penukar mengandung 175 kkal, 4 g protein, 40 g karbohidrat

125

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Penukar 2 : Sumber Protein Hewani a. Rendah Lemak 1 satuan penukar mengandung 50 kkal, 7 g protein, 2 g lemak

b.

Lemak Sedang 1 satuan penukar mengandung 75 kkal, 7 g protein, 5 g lemak

126

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

c.

Tinggi Lemak 1 satuan penukar mengandung 150 kkal, 7 g protein, 5 g lemak

Penukar 3 : Sumber Protein Nabati 1 satuan penukar mengandung 75 kkal, 5 g protein, 3 g lemak, 7 g karbohidrat

Penukar 4 : Sayuran Sayuran A Bebas dimakan, kandungan energi dapat diabaikan Baligo, gambas (oyong), jamur kuping segar, ketimun, labu air, lobak, selada air, selada, tomat

127

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Sayuran B 1 satuan penukar – 1 gls (100 g) mengandung 25 kkal, 1 g protein, 5 g karbohidrat Bayam, bit, buncis, brokoli, caisim, daun pukis, daun wuluh, genjer, jagung muda, jantung pisang, kol, kembang kol, kapri muda, kangkung, kucai, kacang panjang, kecipir, labu siam, labu wuluh, pare, pepaya muda, rebung, sawi, tauge kacang hijau, terong, wortel. Sayuran C 1 satuan penukar – 1 gls (100 g) mengandung 50 kkal, 3 g protein, 10 g karbohidrat Bayam merah, daun katuk, daun melinjo, daun pepaya, daun singkong, daun talas, kacang kapri, kluwih, melinjo, nangka muda, tauge kacang kedelei. Penukar 5 : Buah 1 satuan penukar mengandung 50 kkal, 5 g protein, 12 g karbohidrat

128

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

*gula tidak mengandung vitamin dan mineral, sedangkan buah merupakan sumber vitamin dan mineral

Penukar 6 : Susu a. Susu tanpa lemak 1 satuan penukar mengandung 75 kkal, 7 g protein, 6 g lemak, 10 g karbohidrat

b.

Bahan Makanan

urt

Berat (g)

Susu skim cair Susu skim bubuk Yoghurt non fat

1 gls 4 sdm 2/3 gls

200 20 120

Susu rendah lemak 1 satuan penukar mengandung 125 kkal, 7 g protein, 6 g lemak, 10 g karbohidrat Bahan Makanan Keju Susu kambing Susu sapi Susu kental tak manis Youghurt susu penuh

c.

urt

Berat (g)

1 ptg kcl ¾ gls 1 gls ½ gls 1 gls

35 165 200 100 200

Susu tinggi lemak 1 satuan penukar mengandung 150 kkal, 7 g protein, 10 g lemak, 10 g karbohidrat Bahan Makanan Susu kerbau Susu penuh bubuk

129

urt

Berat (g)

½ gls 6 sdm

100 30

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Penukar 7 : Lemak 1 satuan penukar mengandung 50 kkal, 7 g protein, 5 g lemak a. Lemak tidak jenuh Bahan Makanan Avokad Kacang almon Margarin jagung Minyak bunga matahari Minyak jagung Minyak kacang tanah Minyak kedelai Minyak zaitun b.

urt

Berat (g)

½ bh bsr 7 bj 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1 sdt

60 10 5 5 5 5 5 5

Lemak jenuh Bahan Makanan Kelapa Kelapa parut Lemak babi / sapi Mentega Minyak kelapa Minyak inti kelapa sawit Santan

urt

Berat (g)

1 ptg kcl 2 ½ sdm 1 ptg kcl 1 sdt 1 sdt 1 sdt 1/3 gls

15 15 5 5 5 5 40

Penukar 8 : Makanan Tanpa Energi Agar-agar, air kaldu, air mineral, cuka, gelatin, gula alternatif (aspartam, sakarin), kecap, kopi, teh.

130

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Kebutuhan Bahan Makan Sehari Dalam Penukar A. Menu 1200 kkal

Keterangan :* Ukuran Rumah Tangga

131

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

B. Menu 1500 kkal

Keterangan :* Ukuran Rumah Tangga

132

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. Menu 1700 kkal

Keterangan :* Ukuran Rumah Tangga

133

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. Menu 1900 kkal

Keterangan :* Ukuran Rumah Tangga

134

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Food Model Dalam melakukan penyuluhan dan konseling diet sehat gizi seimbang diperlukan sarana untuk membantu menerangkan kepada peserta Posbindu PTM agar dapat lebih mengerti, lebih memahami dan mau melakukan apa yang dianjurkan dalam memilih, mengolah dan mengonsumsi makanan berupa alat tiruan/model bahan makanan/ makanan yang disebut dengan food model. Gambar 5. Food Model

Diet pada Obesitas Bila ada warga Posbindu PTM dengan obesitas, maka disarankan untuk : • Makan teratur dengan gizi seimbang • Kurangi makan makanan sumber energi atau makanan yang mengandung energi tinggi seperti : o Makanan berminyak, berlemak dan bersantan o Makanan manis o Minuman beralkohol • Makan banyak sayuran dan buah-buahan, minimal 5 porsi sehari • Menurunkan berat badan tidak lebih dari 2 kg per bulan • Meningkatkan aktivitas fisik secara teratur dan terukur, minimal 5 kali 30 menit dalam seminggu

135

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Diet pada Hipertensi Tujuan diet pada hipertensi : • Menurunkan atau mempertahankan tekanan darah sehingga mencapai batas normal • Mencegah / menghilangkan penimbunan garam Cara pengaturan makan : 1. Batasi bahan makanan sumber natrium (garam) 2. Batasi makanan yang diawetkan 3. Cukup makan sayuran dan buah-buahan 4. Dalam memasak sebaiknya gunakan mentega yang tidak mengandung garam 5. Gunakan bumbu-bumbu alami, seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, daun salam, asam, dan lain-lain. Tabel. Bahan Makanan Dengan Kandungan Garam

136

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Diet pada Diabetes Melitus Tujuan diet pada Diabetes Melitus adalah untuk mempertahankan kadar gula darah sampai batas normal. Cara pengaturan makan : 1. Batasi penggunaan karbohidrat kompleks, seperti nasi, lontong, roti, ketan, jagung, kentang dan lain-lain 2. Hindari konsumsi sumber karbohidrat yang mudah diserap seperti: • gula pasir, gula jawa, • sirup, selai, manisan buah, susu kental manis, minuman ringan, es krim, • kue-kue manis, dodol, cake, bolu, abon 3. Penggunaan gula murni dalam minuman dan makanan tidak diperbolehkan kecuali jumlahnya sedikit sebagai bumbu. 4. Penggunaan gula alternative dalam jumlah terbatas. Diet pada Hiperkolesterol Tujuan diet hiperkolesterol adalah untuk menurunkan asupan kolesterol makanan serta menurunkan berat badan bila kegemukan. Cara pengaturan makan : 1. Bila kegemukan, lebih dulu dilakukan penurunan berat badan dan meningkatkan aktivitas fisik. 2. Makan makanan tinggi serat, terutama beras merah, havermout dan kacang-kacangan. 3. Hindari bahan makanan seperti : • Produk makanan jadi : cake, biscuit, krakers berlemak, dan kue-kue berlemak • Daging kambing, jeroan, otak, sosis, sarden, kuning telur (maksimal 3 butir/minggu), susu kental manis, susu full cream,keju, es krim • Makanan yang dimasak dengan santan dan digoreng • Buah-buahan yang diawetkan seperti buah kaleng dan buah kering • Mentega, mayones, krim, santan kental

137

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

SUB POKOK BAHASAN 4 PENGENDALIAN STRES Kita sering mendengar tentang stres sebagai suatu akibat yang negatif dalam kehidupan yang modern ini. Stres merupakan suatu respon adaptif individu terhadap situasi yang diterima seseorang sebagai suatu tantangan atau ancaman keberadaannya. Secara umum orang yang mengalami stres merasakan perasaan khawatir, tekanan, letih, ketakutan, elated, depresi, cemas dan marah. Terdapat tiga aspek gangguan seseorang yang mengalami stres yaitu gangguan dari aspek fisik, aspek kognitif (pemikiran) dan aspek emosi. Gejala fisik yang dialami seseorang yang stress ditandai dengan denyut jantung yang tinggi dan tangan berkeringat, sakit kepala, sesak napas, nause or upset tummy, constipation, sakit punggung atau pundak, rushing around, bekerja lama-lama, tidak ada kontak dengan rekan, fatique, gangguan tidur dan perubahan berat badan yang drastis. Secara aspek kognitif atau pikiran, stress ditandai dengan lupa akan sesuatu, sulit berkonsentrasi, cemas mengenai sesuatu hal, sulit untuk memproses informasi, dan mengemukakan pernyataan-pernyataan negatif terhadap diri sendiri. Dari aspek emosi, stres ditandai dengan sikap mudah marah, cemas, dan cepat panik, ketakutan dan sering menangis, dan mengalami peningkatan konflik interpersonal. Hal-hal yang dapat menimbulkan stres disebut stressor, termasuk banyaknya lingkungan organisasi yang menempatkan permintaan fisik dan emosi seseorang. Pengelolaan stres yang baik adalah melakukan perencanaan untuk setiap kegiatan, antara lain: tertawa, beristirahat untuk memulihkan energi, latihan relaksasi pada lingkungan yang damai. Teknik untuk mengelola stress antara lain: signal breath (peningkatan kualitas udara), mendengarkan musik untuk berelaksasi, visualisasi, dan stretching.

138

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

SUB POKOK BAHASAN 5 PENGOBATAN TRADISIONAL Beberapa jenis tanaman obat tradisional yang berkhasiat dalam pencegahan dan penanggulangan PTM. Dari Jenis tanaman tersebut telah teruji secara manfaat dan juga berdasarkan tradisi warisan nenek moyang, namun dalam penggunaannya sebaiknya berkonsultasi dengan petugas kesehatan demi keamanan pengguna. Tanaman obat terpilih yang berasal dari resep-resep empirik masyarakat Indonesia dan telah digunakan lebih dari 3 generasi, dan sudah diseleksi yaitu mempunyai data pendukung ilmiah, uji praklinik (uji toksisitas dan uji manfaat) atau uji farmakologi sehingga aman dan bermanfaat untuk mengatasi gangguan kesehatan. Informasi ini diberikan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam pemanfaatan tanaman tradisional sesuai dengan kondisi PTM yang terjadi. Kondisi PTM yaitu penyakit asma, hipertensi, diabetes melitus, gangguan indera penglihatan dan pendengaran.

139

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII. REFERENSI A. Pedoman Pengendalian Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. B. Petunjuk Teknis Pengendalian Diabetes Melitus di Puskesmas, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2012. C. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Diabetes Melitus, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2009. D. Practical Approach to Lung Health (PAL), MPOWER, WHO, 2010 E. Pedoman Pengendalian PPOK, Direktorat PPTM, Ditjen PP dan PL, 2011. F. Pedoman Kader Pemanfaatan Tanaman Obat untuk Kesehatan edisi VII, Kementerian Kesehatan, 2012

VII. EVALUASI Setelah selesai pembahasan, mintalah warga untuk latihan melakukan konseling secara bergantian.Fasilitator mengamati dan memberikan masukan untuk perbaikan.

140

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 4 PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA DAN FUNGSIONAL

MATERI INTI 4

141

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

142

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 4 PENANGGULANGAN GANGGUAN INDERA DAN FUNGSIONAL I.

DESKRIPSI SINGKAT Indera penglihatan sangat menentukan kualitas sumber daya manusia, karena 83% informasi sehari-hari masuknya melalui jalur penglihatan sedangkan melalui pendengaran 11%, penciuman 3,5%, peraba 1,5% dan pengecap 1,0%. Pada Global Data on Visual Impairment dari World Health Organization (WHO) tahun 2010 menunjukkan bahwa penyebab utama gangguan penglihatan yang dapat dicegah adalah gangguan refraksi yang tidak terkoreksi (42%) dan katarak (33%), sedangkan penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah adalah katarak (51%) dan glaukoma (8%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi kebutaan pada penduduk Indonesia mencapai 0,4%. Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa sekitar 80% dari para penyandang gangguan penglihatan dan kebutaan ini seharusnya dapat dicegah atau diobati. Oleh karena itu, upaya promotifpreventif sangat penting untuk dilakukan. Data tersebut menjadi dasar untuk memfokuskan Program Pengendalian Gangguan Penglihatan dan Kebutaan: katarak, gangguan refraktif, dan glaukoma. Prioritas Penanggulangan Gangguan pendengaran dan ketulian meliputi: OMSK (Otitis Media Superatif Frank), NIHL (Gangguangan Pendengaran Akibat Bising), Presbituris (Gangguangan Pendengaran pada Lansia) dan serumen.

II. TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan pembelajaran umum : Setelah mengikuti materi ini peserta mengetahui dan mampu melakukan deteksi dini gangguan penglihatan dan kebutaan dan gangguan pendengaran dan ketulian.

143

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Tujuan pembelajaran khusus : 1. Melakukukan peran dan fungsinya sebagai petugas pelaksana posbindu dalam program kesehatan indera penglihatan dan pendengaran. 2. Melakukukan pemeriksaan mata dan telinga sederhana 3. Melakukan pertolongan pertama pada kegawatdaruratan mata dan telinga. 4. Melakukan identifikasi gangguan fungsional/disabilitas III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN Indera Penglihatan 1. Anatomi Mata 2. Pemeriksaan Mata Dasar dan Deteksi Dini Katarak, Glaukoma, dan Kelainan Refraksi 3. Pertolongan pertama pada trauma mata Indera Pendengaran : 1. Anatomi Telinga 2. Pemeriksaan Telinga Sederhana 3. Pertolongan pertama pada kegawatdaruratan telinga IV. BAHAN BELAJAR A. Modul Pelatihan Posbindu PTM 2014 B. Buku Seri Kader Posbindu PTM V.

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan dan metode yang digunakan.

144

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan powerpoint.

Curah Pendapat Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk secara aktif berdiskusi dan tanya jawab mengenai Gangguan Indera Mata Penglihatan dan Pendengaran. B. METODE : 1. Curah pendapat 2. Ceramah Tanya Jawab 3. Simulasi C. MEDIA : 1. Buku Seri 2. Power point 3. Skenario D. ALAT BANTU : 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol 5. Penggaris 6. Kartu E-Chart 7. Occluder 8. Pinhole 9. Tali pengukur sepanjang 6 meter 10. Lampu senter 11. Arloji E.

Durasi : 225 menit

145

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN A. INDERA PENGLIHATAN 1.

ANATOMI MATA Anatomi dan fisiologi Mata merupakan materi yang harus diajarkan kepada petugas pelaksana posbindu PTM untuk menetukan penatalaksanaan penyakit mata dan gangguan penglihatan. Struktur mata terletak dalam satu rongga orbita yang berbentuk pyramid dengan puncaknya menuju ke belakang.

Alis Mata (Super Cilia) Sederetan bulu-bulu yang terletak paling atas dari organ mata. Berfungsi untuk menahan kotoran/keringat yang berasal dari atas juga berfungsi untuk kecantikan (kosmetik). Kelopak Mata (Palpebra) Terdiri dari kelopak mata atas (palpebra superior) dan kelopak mata bawah (palpebra inferior). Bagian Iuar dari kelopak adalah kulit yang halus dan tipis yang mudah digerakkan dari dasarnya.

146

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Konjungtiva Merupakan lapisan tipis yang berada di mata yang berguna melindungi sklera (area putih dari mata). Kornea Merupakan bagian depan dari bola mata yang bentuknya menyerupai mangkok dan transparan karena tak mengandung pembuluh darah. Kornea ini mendapat nutrisi makanan dari daerah limbus yang mengandung pembuluh darah. Sklera Sklera adalah Iisan terluar yang membungkus 4/5 bagian bola mata. Retina Retina melapisi 2/3 bagian dalam posterior bola mata. Retina terdiri dari lapisan jaringan saraf ( sensoris retina) dan jaringan pigmen retina. 2.

PEMERIKSAAN MATA DASAR Langkah awal perlu dilakukan anamnesa pada peserta posbindu yang meliputi : 1) Keluhan Utama 2) Riwayat penyakit sekarang 3) Riwayat penyakit dahulu yang berhubungnan dengan penyakit sekarang 4) Riwayat pemakaian obat-obatan 5) Riwayat penyakit keluarga Kelainan penampilan mata Mata merah, perubahan lokal dari mata seperti ptosis, bola mata menonjol, pertumbuhan tidak normal.

147

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Kelainan sensasi mata (nyeri, gatal, panas, berair, mengganjal) Sakit, mata lelah, dan iritasi mata. Keluhan-keluhan ini mungkin dijumpai keluhan-keluhan tambahan yang lain seperti melihat benda melayang, melihat kilat, sakit kepala, dan rasa sakit pada mata. Bila anamnesis yang kita lakukan cukup baik dan teliti, sehingga pemeriksaan yang kita lakukan dapat lebih terarah. Pemeriksaan visus (tajam penglihatan) Tumbling E a. Pemeriksaan dilakukan menggunakan Kartu E-Chart dengan jarak 6 meter antara responden dengan optotip. b. Periksa mata kanan penderita, penderita menutup mata kiri dengan telapak tangan (palmar) tanpa tekanan dilanjutkan dengan mata kiri. Lakukan pemeriksaan dari baris atas sampai baris akhir. Catat urutan baris akhir yang bisa di baca penderita. c. Jika huruf paling atas tidak bisa dibaca penderita maka lakukan tes jari tangan (finger tes). Cara melakukan finger tes : Acungkan satu atau lebih jari tangan kanan/kiri kamu didepan penderita dari jarak 3 meter, 2 meter atau 1 meter. Setelah itu penderita disuruh menebak berapa jumlah jari yang diacungkan. Apabila pada jarak 3 meter penderita bisa menebak/melihat jari yang diacungkan maka visusnya 3/60 (orang normal bisa melihat acungan jari pada jarak 60 meter, sedangkan pasien hanya bisa melihat pada jarak 3 meter). Apabila pasien tidak bisa menebak/melihat acungan jari pada jarak 1 meter lakukan tes goyangan tangan (waving hand tes). Deteksi Dini Katarak Katarak pada dasarnya merupakan kondisi mata yang serius yang dapat menghalangi pandangan dan

148

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

akhirnya menyebabkan kebutaan. Salah satu jalan untuk menyembuhkannya hanyalah dengan operasi. Oleh karenanya, lebih baik mendeteksi katarak sebelum benarbenar terkena. Katarak biasanya terjadi akibat penuaan lensa mata. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat membantu mendeteksi katarak sejak dini, seperti dilansir Boldsky. 1.

Pandangan kabur Ada dua alasan penting yang menandai pandangan kabur. Salah satunya adalah minus kacamata yang perlu ditingkatkan atau terjadi pembentukan katarak di mata. Ini adalah dua penyebab utama dari pandangan kabur.

2.

Diabetes Jika memiliki diabetes, harus melakukan pemeriksaan katarak setiap 3 bulan. Hal ini dikarenakan kadar gula darah bisa mempengaruhi pembentukan katarak di mata.

3.

Usia Kebanyakan orang mengembangkan masalah katarak karena usia. Sebenarnya ini adalah salah satu masalah mata yang paling umum di alami banyak manula. Kelompok usia 60-an dan di atas ada pada kategori risiko tinggi katarak.

4.

Keturunan Keluarga memiliki sejarah buruk tentang mata, Jika keluarga ada yang terkena katarak, harus lebih berhati-hati karena berisiko besar menderita masalah yang sama.

149

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Deteksi Dini Glaukoma Glaukoma adalah kerusakan penglihatan yang biasanya disebabkan oleh meningkatnya tekanan bola mata. akibat ketidak seimbangan antara produksi dan pembuangan cairan dalam bola mata. Hal ini merusak jaringan-jaringan syaraf halus yang ada di retina dan di belakang bola mata. Glaukoma adalah penyebab kebutaan kedua terbesar di dunia setelah katarak. Kebutaan karena Glaukoma tidak disembuhkan, tetapi pada kebanyakan kasus Glaukoma dapat dikendalikan. Glaukoma disebut sebagai ‘pencuri penglihatan’ karena sering berkembang tanpa gejala yang nyata. Penderita Glaukoma sering tidak menyadari adanya gangguan penglihatan sampai terjadi kerusakan penglihatan yang sudah lanjut. Diperkirakan 50% penderita Glaukoma tidak menyadari bahwa mereka menderita penyakit tersebut. Karena kerusakan yang disebabkan oleh Glaukoma tidak dapat diperbaiki, maka deteksi, diagnosa dan penanganan harus dilakukan sedini mungkin. Secara umum, masyarakat awam sering menyamakan gangguan glaokuma dengan katarak. Padahal pada gangguan glaukoma ini penyempitan tepi penglihatan terjadi secara perlahan. Sedangkan pada katarak, penyempitannya langsung terasa karena penglihatan sentralnya yang kabur. Sebelum menutup uraian ini, yang patut menjadi catatan kita adalah orang dengan riwayat diabetes mellitus, rabun jauh ataupun dekat sangat potensial terserang gangguan gluokoma ini. Deteksi Dini Kelainan Refraksi Kelainan refraksi mata adalah adanya ketidaknormalan mencakup bentuk mata yang bisa memicu terjadinya

150

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

minimnya daya tangkap mengaburkan pandangan.

terhadap

bisa

sehingga

Jenis kelainan refraksi mata ini bisa mencakup rabun dekat, rabun jauh dan silinder. Gejala yang ditunjukkan adalah seringnya menyipitkan mata ketika menatap objek dari jarak dekat dan jarak yang jauh. Beberapa penyebab terjadi kelainan refraksi ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor termasuk faktor genetik dan kebiasaan-kebiasaan buruk. 3.

PERTOLONGAN PERTAMA PADA TRAUMA MATA Pertolongan pertama pada trauma mata ada beberapa jenis, tergantung penyebabnya, sebagai berikut : a. Pertolongan Pertama pada Trauma Mata (Benda Asing) Saat benda asing masuk ke dalam mata, cobalah untuk mengedip untuk beberapa detik agar air mata mendorong partikel benda asing keluar dari sudut mata.Jika berkedip tidak berhasil, partikel mungkin menempel di dalam kelopak mata. Tarik kelopak mata atas ke bagian bawah lalu lepaskan kembali perlahan hingga sampai ke tempatnya semula agar kelebihan air mata juga ikut keluar, kemudian kediplah dengan cepat. Jika partikel masih belum dapat terlihat, mintalah bantuan orang lain untuk membalik kelopak mata bagian atas, sementara korban melihat ke bawah atau sebaliknya korban melihat ke atas dan penolong membalik kelopak mata bawah. Pindahkan partikel dengan menggunakan ujung tisu lembab atau sapu tangan. Sapukan ke arah ujung mata dengan sangat perlahan.

151

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

-

-

-

JANGAN gunakan kapas atau kain wol. Jika hal diatas tidak berhasil, basuh mata dengan air mengalir atau rendam seluruhnya dan kedipkan mata. Tutup mata dengan penutup kering dan bersih Bila mata masih terasa tidak nyaman setelah beberapa jam, atau bila partikel benda asing tidak dapat ditemukan, segera periksakan ke dokter. JANGAN menggaruk mata untuk mengeluarkan partikel benda asing karena akan menyebabkan kerusakan lebih lanjut. JANGAN memasukkan atau memakai instrumen apapun ke dalam mata PENTING: Bila serpihan logam atau kaca masuk ke dalam mata, walau hanya menyebabkan nyeri ringan hingga sedang, segera bawa ke petugas medis.

b.

Pertolongan Pertama pada Trauma Mata (Luka Sekitar Mata) Perdarahan masif dapat terjadi dari luka sekitar mata sehingga harus segera ditangani Tutup mata dengan perban atau kassa steril Bebat secara ringan (tidak terlalu kencang) Jika luka serius, atau bila luka dicurigai terjadi pada mata itu sendiri, segera bawa ke dokter.

c.

Pertolongan Pertama pada Trauma Mata (Perdarahan pada Mata) Hempasan pada bola mata itu sendiri dapat menyebabkan perdarahan pada bagian depan mata di belakang kornea (bagian transparan di depan iris dan pupil) dan keadaan ini serius.

152

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

d.

Segera tutup mata dengan perban atau kassa steril Segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.

Pertolongan Pertama pada Trauma Mata (Luka bakar api atau cairan panas pada Mata) Gunakan air dalam jumlah banyak untuk mencuci benda panas yang masuk ke mata Rendam mata pada air dengan kelopak terbuka. Hal ini akan membantu Cuci mata atau rendam mata seluruhnya untuk minmal 5 menit Segera bawa ke dokter atau rumah sakit terdekat.

B. INDERA PENDENGARAN 1.

ANATOMI TELINGA

Telinga terdiri dari tiga bagian, yaitu: 1. Telinga luar, terdiri dari : - Daun telinga - Liang telinga - Membran timpani/gendang telinga.

153

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

2.

Telinga tengah, terdiri dari : - Rongga telinga tengah - Tuba Eustchius - Rongga Mastoid

3.

Telinga dalam, terdiri dari 2 bagian: Bagian depan : bagian pendengaran disebut koklea Bagian belakang : vestibulum dan kanalis semisirkularis merupakan organ keseimbangan.

PEMERIKSAAN SEDERHANA TELINGA Pemeriksaan pendengaran dilakukan untuk mengetahui fungsi telinga. Secara sederhana dapat diperiksa dengan suara bisikan. Pendengaran yang baik akan dengan mudah mengetahui adanya bisikan a.

b.

Cara pemeriksaan pendengaran dengan bisikan 1. Atur posisi pasien berdiri membelakangi anda pada jarak sekitar 4,5-6 meter 2. Anjurkan peserta posbindu untuk menutup salah satu telinga yang diperiksa 3. Bisikkan sesuatu bilangan (misalnya, tujuh enam) 4. Beri tahu peserta posbindu utnuk mengulangi bilangan yang didengarkan 5. Periksa telinga sebelahnya dengan cara yang sama 6. Bandingkan kemampuan mendengar pada telinga kanan dan kiri peserta posbindu. Cara pemeriksaan pendengaran dengan menggunakan arloji 1. Pegang sebuah arloji disamping telinga peserta posbindu 2. Minta peserta posbindu menyatakan apakah mendengar detak arloji

154

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

4. 3.

Pindah posisi arloji perlahan - lahan menjauhi telinga dan minta peserta posbindu menyatakan bila tidak dapat mendengar lagi detak arloji Normalnya detak arloji masih dapat di dengar sampai jarak 30 cm dari telinga Bandingkan telinga kanan dan kiri

PERTOLONGAN PERTAMA PADA TELINGA SAAT KEMASUKAN BENDA ASING Kecelakaan bisa terjadi dimana saja. Saat mandi, bermain atau makan sekalipun. Tanpa di duga bisa mengeluh karena telinganya kemasukan air, kemasukan benda padat, atau kemasukan serangga. 1)

Kemasukan air, dapat dilakukan: Keringkan daun telinga dan miringkan, agar air dapat keluar. Lanjutkan dengan daun telinga ditarik ke bawah lalu gerakkan ke depan dan kebelakang. Minta melompat dengan memiringkan kepala pada sisi telinga yang kemasukan air. Hal itu akan membantu air keluar dengan pengaruh gravitasi. Menguap atau mengunyah permen karet juga akan membantu mengeluarkan air. Meniup telinga atau menggunakan angin dari hair dryer bisa membantu evaporasi (penguapan) air yang terjebak dalam ruang telinga. Menambahkan air ke dalam telinga yang kemasukan air, lalu memiringkannya secepat mungkin juga cukup membantu. Namun hati-hati bila terdapat robekan pada gendang telinga karena dapat menimbulkan infeksi.

155

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2)

Kemasukan benda padat Jangan sekali – kali mendorong dengan cutton bud atau benda lain karena beresiko membuat benda asing tersebut masuk lebih jauh ke liang telinga tengah. Usahakan mengambil benda asing bila terlihat jelas dengan menggunakan pinset secara perlahan. Miringkan telinga yang kemasukan benda padat agar pengaruh gravitasi bisa membantu benda asing keluar.

3)

Kemasukan serangga Khusus serangga hidup, teteskan baby oil atau minyak sayur secukupnya. Sebaiknya pada suhu hangat di liang telinga agar serangga mati. Lalu tarik daun telinga ke belakang bawah dan ke depan bawah dengan maksud agar serangga tenggelam dalam larutan cairan kemudian dapat dikeluarkan dengan memiringkan kepala. Hati – hati bila curiga gendang telinga sudah berlubang sebelumnya.

Catatan ! Segera bawa ke dokter jika terdapat perdarahan, keluar cairan dari gendang telinga, sakit telinga hebat, gangguan pendengaran dan tidak yakin bila benda asing sudah keluar. C. GANGGUAN FUNGSIONAL/DISABILITAS 1.

Pengertian Penyandang disabilitas ialah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan

156

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

lingkungan dan sikap masyarakat, dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpatisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang No 19 tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-hak Penyandang Disabilitas) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 139 menyatakan bahwa (1) Upaya pemeliharaan kesehatan penyandang disabilitas harus ditujukan untuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial, ekonomis, dan bermartabat, dan (2) Pemerintah wajib menjamin ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan memfasilitasi penyandang disabilitas untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif secara sosial dan ekonomis. Selain itu untuk menyesuaikan dengan kondisi aktual dan perkembangan internasional, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat diganti menjadi Undang-Undang Penyandang Disabilitas yang telah disahkan DPR pada tanggal 17 Maret Tahun 2016. Jenis-jenis / Ragam disabilitas sesuai Undang-Undang Penyandang Disabilitas antara lain :  Disabilitas Fisik  Disabilitas mental  Disabilitas Intelektual  Disabilitas Sensorik Data menunjukkan bahwa 15 dari 100 orang di dunia merupakan penyandang disabilitas. Sekitar 2 – 4 dari 100 orang tersebut termasuk dalam kategori penyandang disabilitas berat. Data Riskesdas menunjukkan menurut provinsi, prevalensi penduduk dengan disabilitas tertinggi adalah Sulawesi Selatan (23,8%) dan terendah adalah Papua Barat (4,6%). Penyebab disabilitas tertinggi di Indonesia (kelompok umur 24 – 59 bulan) yaitu Tuna

157

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Netra, Tuna Wicara, Down Syndrome, Tuna daksa, Bibir Sumbing, Tuna Rungu, Tuna Grahita dan Cerebral Palsy. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, maka semakin bertambah kecenderungan penyandang disabilitas disebabkan karena proses degeneratif. Beberapa penyakit dan kondisi kesehatan dapat berimplikasi menjadi gangguan fungsional/disabilitas, demikian juga kejadian bencana alam, kecelakaan lalu lintas serta konflik, dll. Selain itu, permasalahan aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan masih menjadi penghalang bagi penyandang disabilitas. 2.

Upaya Pengendalian Gangguan Fungsional/Disabilitas a.

Pelayanan Posbindu untuk Penyandang Disabilitas Sesuai amanat UU Penyandang Disabilitas, Pemerintah, Pemerintah daerah dan swasta wajib menyediakan pelayanan kesehatan untuk Penyandang Disabilitas tanpa diskriminasi sesuai dengan standar dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Upaya-upaya yang dilakukan dalam pengendalian disabilitas, diantaranya : • Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan penyandang disabilitas • Meningkatkan potensi penyandang disabilitas. • Meningkatkan jangkauan masyarakat penyandang disabilitas pada pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. • Menghapuskan stigma dan diskriminasi pada penyandang disabilitas. Di dalam menyediakan pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas terlebih dahulu harus dipahami bahwa keterbatasan pada penyandang

158

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

disabilitas dapat diatasi jika diupayakan aksesibilitas fisik dan non-fisik dan mengakomodir prinsip-prinsip sebagai berikut a. Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individual, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan; b. Non diskriminasi; c. Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat; d. Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan; e. Kesetaraan kesempatan; f. Aksesibilitas; g. Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan; Untuk itu, pelayanan Posbindu juga wajib menyediakan layanan untuk penyandang disabilitas tanpa adanya stigma maupun diskriminasi. b.

Deteksi Penyandang Disabilitas di Posbindu Deteksi penyandang disabilitas dan penemuan kasus dapat diketahui dengan melakukan wawancara pada peserta Posbindu. Riwayat disabilitas dapat digali baik yang dialami peserta sendiri maupun keluarganya. Melalui wawancara dapat diketahui permasalahan disabilitas di wilayah kerja Posbindu. Hasil wawancara tersebut dapat digunakan untuk : -

Mengetahui besaran masalah penyandang disabilitas di wilayah tersebut Mengetahui kebutuhan penyandang disabilitas Merujuk kasus-kasus disabilitas yang perlu penanganan lanjut

159

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

c.

Rehabilitasi Bersumberdaya Masyarakat (RBM) RBM merupakan program pembinaan wilayah dalam hal pencegahan kedisabilitasan, deteksi dan rehabilitasi/habilitasi segala aspek kehidupan (PSIKI, 2007). Program ini bertujuan untuk memberdayakan penyandang disabilitas dalam segala aspek kehidupan, keluarga dan masyarakat. Melalui Posbindu PTM dapat menjadi modalitas untuk pembentukan RBM, manakala di wilayah kerja Posbindu tersebut memang memiliki permasalahan disabilitas yang memerlukan penanganan khusus, terutama upaya pemberdayaan penyandang disabilitas dan keluarganya. Pembentukan RBM lebih lanjut dapat merujuk pada buku Manual RBM.

VII. REFERENSI A. Buku Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama. Edisi 2. Jakarta:EGC B. Buku Pedoman Pelayanan Kesehatan Indera Penglihatan di Puskesmas, Kemenkes RI, 2010 C. Buku Kurikulum dan Modul Pelatihan Kesehatan Indera untuk Perawat Puskesmas, Kemenkes RI 2012 D. Buku Manual Program Rehabilitasi Masyarakat, Depkes RI, 1997.

Bersumberdaya

VIII. EVALUASI PETUNJUK : a.

Diskusikan secara kelompok.

b.

Fasilitator membagi 3 kelompok dan memberikan soal sebagai berikut :

160

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

SOAL: a.

Apakah yang anda ketahui tentang Indera Mata dan telinga ?

b.

Apa saja jenis-jenis kegawatdaruratan/trauma pada Indera Penglihatan dan Pendengaran yang diketahui ?

Fasilitator menjelaskan dan memberikan masukan untuk perbaikan.

161

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

162

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 5

MATERI INTI 5 SURVEILANS FAKTOR RISIKO PTM BERBASIS POSBINDU PTM

163

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

164

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 5 SURVEILANS FAKTOR RISIKO PTM BERBASIS POSBINDU PTM I.

DESKRIPSI SINGKAT Pembangunan kesehatan di Indonesia saat ini mempunyai beban ganda. Penyakit infeksi dan menular masih memerlukan perhatian besar, sementara itu terjadi peningkatan penyakit tidak menular. Tingginya permasalahan PTM di Indonesia memerlukan upaya pengendalian melalui promosi, deteksi dini, pengobatan dan rehabilitasi. Upaya tersebut didukung oleh penyediaan data dan informasi yang tepat dan akurat. Oleh karena itu perlu dibuat suatu sistem surveilans tentang faktor risiko PTM.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan ini peserta mampu melakukan surveilans faktor risiko PTM berbasis Posbindu PTM B. Tujuan Pembelajaran khusus : 1. Peserta mampu menjelaskan Surveilans Faktor Risiko 2. Peserta mampu melakukan Surveilans Faktor Risiko PTM Di Posbindu PTM.

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Surveilans Faktor Risiko PTM B. Pengisian Instrumen Posbindu PTM IV. BAHAN BELAJAR A. Modul Pelatihan Posbindu PTM B. Bahan Belajar (buku-buku yang berhubungan dengan materi ini)

165

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan 2. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan powerpoint.’ Pengantar Diskusi Kelompok Fasilitator memandu dan memfasilitasi warga untuk secara aktif berdiskusi dan tanya jawab mengenai pokok bahasan. Diskusi 1. Fasilitator mengajak warga untuk simulasi pokok bahasan di wilayah kerja masing-masing 2. Fasilitator memandu warga untuk diskusi, curah pendapat. B.

METODE 1. Curah pendapat 2. Ceramah tanya jawab 3. Simulasi

C.

MEDIA 1. Buku Pintar 2. Power Point 3. Buku Monitoring FR PTM 4. Buku Pencatatan Hasil Kegiatan Posbindu PTM

D.

ALAT BANTU 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol

166

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

E. DURASI: xxxx menit VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 SURVEILANS FAKTOR RISIKO PTM Pengertian Menurut WHO, surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk mengambil tindakan. Surveilans epidemiologi tidak menular merupakan analisis terus menerus dan sistematis terhadap penyakit tidak menular dan faktor risiko untuk mendukung upaya pemberantasan penyakit tidak menular.

Gambar 1. Konsep Dasar Surveilans Sumber Data a. Survei berkala b. Pencatatan faktor risiko PTM di Posbindu PTM c. Pencatatan faktor risiko PTM di Puskesmas d. Pencatatan faktor risiko PTM di Rumah Sakit e. Laboratorium

167

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Langkah – Langkah Surveilans a. Pengumpulan Data b. Pengolahan Data dan Analisis Data c. Interpretasi Data d. Diseminasi Informasi

POKOK BAHASAN 2 PENGISIAN INSTRUMEN POSBINDU PTM Web Portal PTM Portal Web PTM, adalah sebuah media komunikasi dan informasi berbasis web sebagai tempat untuk berinteraksi antara Dit. PPTM dengan masyarakat serta instansi terkait. -

Pengenalan tentang struktur menu yang ada di portal Web PTM

-

Langkah-langkah pendaftaran sebagai pengguna biasa di portal Web PTM

-

Langkah-langkah melakukan login di portal Web PTM (frontend)

-

Langkah-langkah berdiskusi/membuat topik pada forum

-

Langkah-langkah melakukan login di portal Web PTM (backend)

-

Langkah-langkah mengelola konten: artikel, media.

Aplikasi Surveilans Posbindu PTM Aplikasi Surveilans PTM adalah aplikasi berbasis web (online) yang berkaitan pendataan warga melalui layanan dengan untuk menemukan kasus secara dini dan memberikan perlakuan tepat guna dan tepat sasaran. -

Login sebagai kader Posbindu Membuat warga Posbindu baru Memasukkan data pemeriksaan warga Posbindu

168

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

Membuat rujukan untuk warga Posbindu Menampilkan grafik tingkat posbindu Login sebagai pengguna lanjut: puskesmas dan kab/kota Membuat pengguna baru (kader Posbindu dan atau Puskesmas) Membuat Posbindu baru Menampilkan grafik tingkat puskesmas dan kab/kota Mencoba aplikasi surveilans berbasis Android

VII. REFERENSI A. Buku Pedoman Pengendalian DM, Depkes RI, 2006 B. Buku Kurikulum dan Modul DM, Depkes RI, 2006 C. Buku Petunjuk Teknis Pengendalian Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI, 2012 D. Buku Petunjuk Teknis Kecelakaan Lalu lintas, Kemenkes RI, 2012 E. Buku Petunjuk Teknis Cedera dan Tindak Kekerasan, Kemenkes RI 2012 F.

Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014

G. Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 H. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 1, Kemenkes RI, 2014 I.

Buku Kader Se Pintar Posbindu PTM Seri 1, Kemenkes RI, 2014

169

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII. EVALUASI Petunjuk Praktik : a.

Peserta dibagi kelompok.

b.

Kepada setiap kelompok diberikan tugas untuk melakukan pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM secara bergantian.

c.

Peserta diminta untuk mengisi hasil pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di buku monitoring FR PTM dan buku pencatatan hasil kegiatan Posbindu PTM

d.

Peserta diminta untuk mengisi hasil pengukuran dan pemeriksaan faktor risiko PTM di aplikasi surveilans berbasis Android

Fasilitator mengamati dan memberikan masukan perbaikan.

170

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 6

MATERI INTI 6 PAMANTAUAN DAN PENILAIAN

171

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

172

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI INTI 6 PEMANTAUAN DAN PENILAIAN I.

DESKRIPSI SINGKAT Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana dan target yang diharapkan agar dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah dan hambatan yang dihadapi serta menentukan alternatif pemecahan masalah. Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap berbagai aspek dimulai dari awal kegiatan, selama pelaksanaan kegiatan, hasil kegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat perkembangan kegiatan posbindu PTM dalam penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan. Hasil pencatatan dan pelaporan kegiatan posbindu PTM merupakan sumber data penting dalam upaya pemantauan dan penilaian perkembangan kegiatan posbindu PTM. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali dan penilaian indikator dilakukan setiap 1 (satu) tahun sekali. Hasil pemantauan dan penilaian sebagai bahan informasi untuk menilai kinerja kegiatan posbindu PTM dan bahan untuk menyusun rencana kegiatan berikutnya.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mengikuti pelatihan ini warga latih mampu melakukan pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan posbindu PTM. B. Tujuan Pembelajaran khusus : 1. Peserta latih mampu memantau dan menilai hasil kegiatan posbindu PTM 2. Peserta mampu membuat target jumlah peserta posbindu

173

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3. 4.

Peserta mampu menilai kinerja layanan posbindu melalui cakupan kegiatan posbindu PTM Paserta mampu menilai besaran masalah berdasarkan besaran faktor risiko di suatu wilayah.

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Pemantauan dan penilaian hasil penyelenggaraan posbindu PTM B. Pengisian instrumen pemantauan dan penilaian hasil kegiatan PTM IV. BAHAN BELAJAR Pedoman Umum dan Petunjuk Teknis Posbindu PTM V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Presentasi 1. Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan (5 menit) 2. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang (15 menit) 3. Fasilitator memandu peserta untuk curah pendapat masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang (20 menit) Latihan Pengisian Instrumen 1. Fasilitator memandu dan memfasilitasi pesertaa untuk pengisian pemantauan hasil kegiatan Posbindu PTM (45 menit) B. METODE 1. Curah pendapat 2. Ceramah tanya jawab 3. Latihan

174

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. MEDIA 1. Buku Pintar 2. Bahan Tayang 3. Buku pencatatan posbindu PTM 4. Instrumen Pemantauan hasil kegiatan posbindu D. ALAT BANTU 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol E. DURASI : 90 menit

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 Pemantauan bertujuan untuk mengetahui apakah kegiatan sudah dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, apakah hasil kegiatan sudah sesuai dengan target yang diharapkan dan identifikasi masalah serta hambatan yang dihadapi, untuk menentukan alternatif pemecahan masalah, Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan, proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan kegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat perkemban¬gan kegiatan Posbindu PTM dalam penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan. Pemantauan dilakukan dengan cara : a. Analisis laporan hasil kegiatan Posbindu PTM b. Kunjungan Lapangan pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM c. Sistim Informasi Manajemen PTM. d. Surveilans Faktor risiko PTM

175

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM dilakukan sebagai berikut: 1. Pelaksana pemantauan dan penilaian adalah petugas Puskesmas. 2. Sasaran pemantauan dan penilaian adalah para petugas pelaksana Posbindu PTM. 3. Pemantauan kegiatan dilakukan setiap 1 (satu) bulan sekali dan penilaian indikator dilakukan setiap 1 tahun sekali. 4. Hasil pemantauan dan penilaian ini dipergunakan sebagai bahan peni¬laian kegiatan yang lalu dan sebagai bahan informasi besaran faktor risiko PTM di masyarakat serta tingkat perkembangan kinerja Kegiatan Posbindu PTM disamping untuk bahan menyusun perencanaan pengendalian PTM pada tahun berikutnya. 5. Hasil pemantauan dan penilaian kegiatan Posbindu PTM disosialisasikan kepada lintas program, lintas sektor terkait dan masyarakat untuk mengambil langkah-langkah upaya tindak lanjut. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian hasil pelaksanaan Kegiatan Posbindu PTM di masyarakat/lembaga/institusi, Provinsi maupun Kabupaten/Kota, dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : 1. Obyektif dan profesional Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara profesional berdasarkan analisis data yang lengkap dan akurat agar menghasilkan penilaian secara obyektif dan masukan yang tepat terhadap pelaksa¬naan kebijakan pengendalian PTM. 2. Terbuka/Transparan Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara terbuka/transparan dan dilaporkan secara luas melalui berbagai media yang ada agar masyarakat dapat mengakses dengan mudah tentang informasi dan hasil kegiatan pemantauan dan penilaian Kegiatan Posbindu PTM.

176

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

4.

5.

6.

7.

Partisipatif Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan penilaian dilakukan dengan melibatkan secara aktif dan interaktif para pelaku program PTM. Akuntabel Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dapat dipertanggungjawabkan secara internal maupun eksternal. Tepat waktu Pelaksanaan pemantauan dan penilaian harus dilakukan sesuai dengan waktu yang dijadwalkan. Berkesinambungan. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan secara berkesinambungan agar dapat dimanfaatkan sebagai umpan balik bagi penyempurnaan kebijakan. Berbasis indikator kinerja. Pelaksanaan pemantauan dan penilaian dilakukan berdasarkan kriteria kinerja, baik indikator masukan, proses, luaran, manfaat maupun dampak.

Pemantauan dan penilaian keberhasilan dari penyelenggaraan kegiatan Posbindu PTM harus dilakukan dengan membandingkan indikator yang telah ditetapkan sejak awal dan dibandingkan dengan hasil pencapaiannya. Penilaian Tingkat Perkembangan Posbindu PTM berdasarkan penilaian terhadap tingkat perkembangan Posbindu yang dilakukan sebagai bahan dasar perencanaan dan pengembangan kegiatan serta intervensi pembinaan dalam dukungan penguatan kapasitas Posbindu PTM terhadap upaya pengendalian faktor risiko PTM di masyarakat. Beberapa target hasil deteksi dini faktor risiko menjadi indikator untuk perkembangan kegiatan Posbindu PTM yaitu merokok, konsumsi buah dan sayur, aktivitas fisik, Konsumsi

177

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

minuman beralkohol, IMT, lingkar perut, tekanan darah, gula darah, kolesterol total, trigliserida, pemeriksaan klinis payudara, IVA, pemeriksaan fungsi paru (arus puncak ekspirasi), kadar alkohol dalam darah, dan tes amfetamine urin. Tingkat perkembangan Posbindu PTM dapat dilihat berdasarkan indikator: 1. Cakupan kegiatan posbindu PTM dan 2. Proporsi faktor risiko PTM. Cakupan Kegiatan Posbindu PTM Indikator ini untuk menilai kinerja pelayanan posbindu melalui cakupan kegiatan Posbindu PTM terhadap masyarakat di tingkat desa/kelurahan. Puskesmas, kab/kota dan provinsi. Cakupan kegiatan Posbindu PTM adalah prosentase penduduk > 15 tahun yang melakukan pemeriksa faktor risiko PTM dibagi dengan jumlah penduduk berusia ≥ 15 tahun. Cakupan posbindu: pddk > 15 tahun yang melakukan pemeriksaan faktor risiko PTM x 100 %  jumlah penduduk berusia ≥ 15 tahun Dengan indikator tersebut, maka diketahui sejauh mana kegiatan Posbindu PTM pada suatu wilayah telah menjangkau masyarakat sehingga dengan demikian pengelola program PTM dapat melakukan pembinaan dan tindak lanjut terkait hal ini. Hasil cakupan akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari desa / kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional dengan 2 kategori yaitu hijau jika melebihi nilai yang

178

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

ditetapkan dan merah bila kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan Proporsi Faktor Risiko PTM. Indikator proporsi digunakan untuk menilai besaran masalah berdasarkan faktor risiko di suatu wilayah. Proporsi faktor risiko ini untuk kewaspadaan masyarakat dan pengelola program PTM terhadap suatu faktor risiko di waktu tertentu dan prediksi atau proyeksi PTM di masa datang, serta intervensi yang diperlukan. Proporsi Faktor Risiko PTM adalah prosentase hasil faktor risiko dari peserta Posbindu PTM yang melakukan pemeriksaan Proporsi Faktor Risiko PTM:  positif faktor risiko PTM x 100 %  peserta yang melakukan pemeriksaan pada posbindu PTM Hasil proporsi akan dikompilasi disetiap tingkatan mulai dari desa/ kelurahan, puskemas, kabupaten/kota dan provinsi serta nasional dengan 2 kategori yaitu merah jika melebihi nilai yang ditetapkan dan hijau bila kurang atau sama dengan nilai yang ditetapkan. POKOK BAHASAN 2 PENGISIAN INSTRUMEN PEMANTAUAN DAN PENILAIAN HASIL KEGIATAN PTM Penilaian dilakukan secara menyeluruh terhadap aspek masukan, proses, keluaran atau output termasuk kontribusinya terhadap tujuan kegiatan. Tujuan penilaian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat perkemban¬gan kegiatan Posbindu PTM dalam penyelenggaraannya, sehingga dapat dilakukan pembinaan.

179

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

No.

Indikator

Satuan Pemantauan

Pencapaian

1

Frekuensi Penyelenggaraan Kegiatan

Kali/bulan

………………..

2

Cakupan Pemeriksaan Obesitas

% sasaran

………………..

3

Cakupan Pemeriksaan Tekanan Darah

% sasaran

………………..

4

Cakupan Pemeriksaan Glukosa Darah

% sasaran

………………..

5

Cakupan Pemeriksaan Lemak Darah

% sasaran

………………..

6

Cakupan Konseling IVA dan CBE

% sasaran

………………..

7

Cakupan IVA dan CBE

% sasaran

………………..

8

Cakupan Pemeriksaan Fungsi Paru Sederhana

% sasaran

………………..

Cakupan aktifitas fisik bersama setiap minggu

Kali/bulan

………………..

10

Cakupan kegiatanpenyuluhan

% sasaran

………………..

11

Frekuensi Penyuluhan

Kali/bulan

………………..

12

Pelaksana kegiatan

% masyarakat

………………..

13

Cakupan pesertapenyuluhan

% sasaran

………………..

14

Pembiayaan kesehatan

% masyarakat

………………..

15

Peserta mandiri

% sasaran

………………..

16

Frekuensi Kerja sama dan Kemitraan

Kal/bulan

………………..

17

Cakupan deteksi dini gangguan penglihatan

% sasaran

………………..

Cakupan deteksi dini gangguan pendengaran

% sasaran

………………..

9

18

180

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII.REFERENSI 1.

Pedoman Umum Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014

2.

Petunjuk Teknis Posbindu PTM, Kemenkes RI, Tahun 2014 (lampiran 7)

3.

Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Epidemiologi Kesehatan, Depkes RI, 2003

4.

Buku Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu, Depkes RI 2003

5.

Buku Pedoman Surveilans PTM, Kemenkes RI, 2014

Surveilans

VII. EVALUASI Petunjuk Praktik : a.

Peserta dibagi kelompok.

b.

Kepada setiap kelompok diberikan tugas untuk menghitung cakupan posbindu

c.

Peserta diminta untuk mengisi format pengisian hasil pemantauan dan penilaian pada lampiran 7 pada buku PeV tunjuk Teknis Posbindu.

d.

Fasilitator mengamati dan memberikan masukan perbaikan.

181

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

182

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

183

PENUNJANG 1

MATERI PENUNJANG 1 MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

184

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI PENUNJANG 1 MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR I.

DESKRIPSI SINGKAT

Pada orientasi yang diselenggarakan unit utama, antara satu peserta dengan peserta lainnya, dan antara peserta dengan panitia biasanya belum saling mengenal, karena mereka berasal dari tempat yang berbeda, dengan latar belakang sosial budaya, pendidikan, pengetahuan, pengalaman, serta sikap dan perilaku yang berbeda. Pertama kali berada dalam kelas, terlihat suasana kebekuan (freezing) menyelimuti pikiran peserta. Ada kalanya perhatian peserta belum fokus pada pelatihan, atensi mereka masih terpecah mengingat keluarga yang ditinggal dan tuntutan pekerjaan ditempat tugas. Demikian pula dengan pandangan terhadap panitia, ada kalanya peserta latih segan berkomunikasi dengan panitia, kecuali terkait dengan masalah administrasi serta hal-hal yang bersifat resmi. Kondisi seperti itu akan menguras sebagian energi, yang jelas konsentrasi terhadap kesiapan menerima materi pelatihan belum fokus. Pada keadaan ekstrim, dapat terjadi apa yang disebut dengan “prustation gestures”, yaitu sikap dan gerak gerik peserta yang konfrontasi, yang ditandai dengan menggaruk-garuk belakang leher, nafas tersengal, mengetok-ngetok meja, bercanda dengan teman, dan sering tidak masuk kelas serta pulang sebelum pelatihan berakhir. Oleh karena itu, panitia penyelenggara perlu merancang suasana rileks, saling percaya, terbuka dikalangan peserta, tapi saling menghargai, kemudian dibutuhkan suasana santai, tetapi tetap konsentrasi menerima pelajaran serta menjaga nilai dan etika dalam berkomunikasi serta senantiasa menyenangi kegiatan pelatihan. Salah satu upaya pembelajaran menjadi kondusif, adalah pemberian materi Membangun Komitmen Belajar diawal pelatihan, yaitu metoda belajar mengajar dengan pencairan kelas (unfreezing), kemudian disusul dengan permainan yang menggiring peserta mengenal dirinya,

185

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dan mengenal teman-temannya, menyadari dan mengingat kembali hakekat nilai yang baik, untuk kemudian menyepakati norma kelas serta memilih pengurus kelas sehingga tercipta komitmen kelas dalam mewujudkan proses belajar yang efektif. II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan pembelajaran umum Setelah mengikuti sesi ini peserta latih mampu menampilkan norma kelas yang disepakati bersama. B. Tujuan pembelajaran khusus Setelah mengikuti sesi ini peserta mampu : a. Menampilkan suasana kelas yang rilek dan cair b. Mengenal dirinya dan orang lain c. Menyadari dan memilih nilai yang baik dalam pelajaran yang efektif d. Berpegang teguh pada norma kelas dalam proses pembelajaran e. Menyatakan setuju dengan kontrol kolektif f. Menyepakati pengurus kelas

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN A. Pengertian Membangun Komitmen Belajar B. Pencairan (unfreezing/ice breaker) C. Mengenal diri sendiri dan orang lain D. Nilai-nilai dan norma harapan E. Komitmen norma kelas F. Kontrol efektif G. Pemilihan pengurus kelas IV. BAHAN BELAJAR A. Departemen Kesehatan RI : Kumpulan Instrumen Diklat (pegangan fasilitator), Pusdiklat, BPP-SDM Kesehatan, Jakarta 2002

186

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

B. Instrumen panduan pencairan kelas, pengenalan diri dan orang lain dan penciptaan norma kelas C. Bahan belajar (buku-buku yang berhubungan dengan materi ini)

V.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH 1.

Fasilitator memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan sesi ini.

2.

Fasilitator memandu peserta untuk aktif mengenai sesi ini.

B. METODE 1. Games 2. Diskusi Kelompok C. MEDIA Skenario D. ALAT BANTU 1. Laptop 2. LCD 3. Flipchart 4. Spidol/ pena 5. HVS 6. Sedotan/ pipet 7. Kertas E. DURASI : 90 menit

187

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 PENGERTIAN MEMBANGUN KOMITMEN BELAJAR Membangun komitmen belajar artinya membangun/ menyiapkan cara belajar yang baik. Pada beberapa pelatihan, materi pembelajaran lain yang hampir sama dengan tujuannya adalah dinamika kelompok, yakni suatu materi yang bertujuan untuk mendinamisasi kelompok atau kelas sehingga peserta dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Beberapa definisi dan pengertian Membangun Komitmen Belajar dikemukakan sebagai berikut : a.

Pusdiklat Badan PPSDM Kesehatan, 2004, memberikan pengertian sebagai berikut : “Suatu proses mempersiapkan peserta diklat untuk mengikuti proses belajar, baik secara individual, kelompok maupun menyeluruh dan mengubah dirinya ke arah yang positif. Setiap individu harus senantiasa melibatkan dirinya untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan belajarnya.

b.

Keputusan LAN RI, dimaksudkan agar peserta menciptakan komitmen tentang kebiasaan dan berperilaku yang positif dan menghindari kebiasaan dan perilaku negatif, agar tercipta suasana pembelajaran yang kondusif dan semua peserta akan memperoleh manfaat yang maksimal dari proses pembelajaran yang diikutinya.

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa Membangun Komitmen Belajar adalah bahan ajar yang menguraikan cara-cara mempersiapkan peserta latih untuk mengikuti proses belajar yang efektif sehingga tercipta suasana pembelajaran yang kondusif. Pembelajaran materi ini dilaksanakan dimulai dengan pencairan kelas, kemudian disusul dengan permainan yang menggiring peserta saling mengenal dirinya, dan mengenal teman-temannya, menyadari dan mengingat kembali hakekat

188

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

nilai yang baik, untuk kemudian menyepakati norma kelas serta memilih pengurus kelas sehingga tercipta komitmen kelas dalam mewujudkan proses belajar yang efektif.

POKOK BAHASAN 2 PENCAIRAN KELAS Menurut Havelock / pakar pembelajaran orang dewasa, dikemukakan 3 (tiga) komponen yang harus ada dalam proses pembelajaran, yaitu : a. Litbangbar (penelitian, pengembangan dan penyebaran ilmu pengetahuan dan teknologi) b. Proses pemecahan masalah c. Interaksi sosial Dalam hubungannya dengan pelatihan sebagai suatu proses pembelajaran, maka suasana kelas sebagai media interaksi antara peserta latih dengan lingkungannya perlu diciptakan sedemikian rupa sehingga kondisi peserta menghadapi situasi baru dapat berjalan dengan baik. Kegiatan pencairan kelas merupakan langkah awal menciptakan hubungan yang intensif dan rileks tersebut, yakni kegiatan memecah kebekuan suasana baru yang dalam bahasa inggrisnya disebut unfreezing atau ice breaker. Singkatnya tujuan permainan adalah mengolah raga atau denyut jantung yang memunculkan aliran darah/oksigen ke otak sehingga masingmasing individu lebih segar lalu kemudian mereka lebih bebas dan lebih terbuka dilingkungannya. Banyak sekali permainan untuk pencairan kelas, seperti : keranjang buah, seni menerka gado-gado dan menyusun barisan. Berikut dikemukakan permainan menyusun barisan. Prosedur Kerja : a. Peserta dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing terdiri dari 10 orang.

189

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

b.

c.

d.

e. f. g. h. i.

j.

k.

Masing-masing kelompok menyusun satu barisan lurus dari depan ke belakang menjadi barisan yang sejajar, siap mengikuti aba-aba fasilitator dan mengikuti aturan permainan. Fasilitator memerintahkan semua sub kelompok menyusun barisan berdasarkan kriteria tertentu, misalnya : Berdasarkan tinggi badan : yang paling tinggi di depan, yang paling rendah di belakang atau sebaliknya. Berdasarkan berat badan, yang paling berat dibelakang dan yang paling ringan di depan atau sebaliknya. Berdasarkan nomor sepatu : yang paling besar di depan dan ukuran yang paling kecil di belakang, atau sebaliknya Berdasarkan tanggal lahir L: tanggal lahir yang paling awal di depan, yang paling akhir di belakan Barisan yang merasa telah memenuhi kriteria berdasarkan aba-aba fasilitator diharuskan jongkok, maka barisan yang keseluruhan anggotanya jongkok terlebih dahulu adalah calon pemenang, namun harus di cek lagi apakah sudah betul urutannya Barisan yang jongkok lebih dulu dan betul diberi nilai 100 Barisan yang jongkok selanjutnya (kedua) dan betul diberi nilai 50 Barisan yang jongkok berikutnya (ketiga) dan betul, diberi nilai 25 Barisan yang salah menyusun urutannya, diberi nilai nol Kriteria barisan digelar berganti-ganti, sehingga setiap kali berganti kriteria akan terjadi gerakan-gerakan peserta dari seluruh barisan untuk menyesuaikan barisan dengan kriteria terbaru yang diberikan fasilitator Fasilitator mencatat perolehan nilai setiap barisan dari setiap kriteria, kemudian dijumlah untuk memilih barisan pemenangnya. Kepada barisan yang kalah diberi hukuman berupa nyanyi bersama sambil berjoget atau hukuman lainnya.

190

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Refleksi : a. Bagaiman perasaan Anda setelah menyelesaikan permainan ini? b. Apa yang bisa dipelajari dari peristiwa yang terjadi ketika proses menyusun barisan berlangsung? c. Perilaku apa yang sempat diamati oleh setiap peserta yang ditampilkan oleh sesama peserta selama proses berlangsung?

POKOK BAHASAN 3 MENGENAL DIRI SENDIRI DAN ORANG LAIN Pengenalan diri sendiri biasanya dikaitkan dengan status yang disandang (jabatan/strata sosial), jenjang pendidikan yang diraih, keadaan ekonomi, dan lain-lain. Padahal status tersebut harus ditanggalkan begitu memasuki pembelajaran di kelas dan masing-masing peserta berbaur, dalam suatu kedudukan yang setara, saling kerjasama, saling isi mengisi, saling terbuka dan saling percaya. Biasanya mengenal diri adalah dengan mengetahui hasil/ jawaban atas pertanyaan/tes yang telah disiapkan psikolog, kemudian jawaban tersebut disesuaikan dengan kategori kepribadian yang standar (potensi kepemimpinan, tingkat kejujuran, tingkat kebertanggungjawaban, kecendrugan bersahabat dan lain sebagainya). Pengenalan diri dilakukan dengan permainan. Fasilitator memberi tugas kepada peserta untuk melaksanakan kegiatan atau untuk menjawab kuis/pertanyaan, dengan maksud untuk melihat sikap dan perilaku sewaktu melaksanakan tugas tersebut dan juga untuk mengetahui jawaban tes/kuis yang benar telah mereka kerjakan. Kemudian peserta yang menilai dirinya melakukan evaluasi terhadap proses dan hasil/jawaban benar atas tes/kuis selanjutnya membandingkannya dengan peserta lainnya. Proses pelaksanaan mengerjakan tes/kuis bekerjasama,

191

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

patuh aturan dan beberapa sifat dan sikap lain akan menampak, sedangkan jawaban tes/kuis yang benar akan memperlihatkan tingkat kecerdasan, daya ingat, wawasan dan lain sebagainya.

MEMBANGUN KERJA SAMA TIM Kerjasama dalam tim bearti melakukan aktivitas kerja bersama lebih dari 1 (satu) orang dalam sebuah tim untuk mencapai satu tujuan. Kerjasama dapat dikatakan sebagai sekumpulan orang yang memiliki tujuan sama saling berinteraksi dalam kinerja membentuk kolaborasi usaha pada setiap anggota kelompok masing-masing. Satu aspek dinamika tim adalah peran dan cara para anggotanya berinteraksi dalam melaksanakan tugas. Anggota tim berperan dalam memberi informasi, memprakarsai, menetapkan standar atau aturan, menjelaskan, merangkum dan menguji kesepakatan. Karena itu kerjasama tim (team work) mutlak diperlukan. Kerjasama tim tidak akan terjadi bila anggota tim tidak mampu dan tidak mau bekerjasama seperti: a. b. c. d.

menghargai orang lain memperluas wawasan pengetahuan mengungkapkan ide, pendapat dan tanggapan bernegosiasi

Berikut ini merupakan cara untuk membangun kerjasama tim yang solid : 

Terbuka Sebuah tim yang solid harus saling terbuka satu sama lain sehingga antar sesama anggota bisa saling mengkritik (kritik membangun tentunya) dan mengevaluasi hasil kerja tim. Bersifat terbuka antar sesama anggota tim juga dapat meningkatkan kreatifitas dan produktifitas kerja asalkan semuanya terarah dan terkontrol dengan baik.

192

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM



Toleransi Toleransi antar sesama anggota harus dimiliki oleh setiap tim yang solid sebab tanpa toleransi, sekuat apapun tim yang dibangun pasti tidak akan bertahan lama.



Saling Menghormati Seperti sikap toleransi, sikap saling menghormati juga sangat dibutuhkan dalam membangun sebuah kerjasama tim yang kokoh, tidak ada tim yang dapat bertahan jika sesama anggotanya tidak saling menghormati. Saling menghormati juga dapat dilihat pada saat mengeluarkan pendapat atau ide, yaitu pada saat ide atau pendapat salah satu anggota tim dikritik (dapat dilihat dari cara penyampaian kritik).



Mengutamakan Kepentingan Tim Setiap hal yang dilakukan oleh anggota tim harus berdasarkan kepentingan tim, tidak boleh ada unsur pribadi dalam melaksanakan pekerjaan.



Mengadakan Acara Sesekali adakan acara berkumpul bersama untuk meningkatkan kekompakan tim, sehingga hubungan antar sesama anggota menjadi semakin kuat. Setiap acara yang dibuat harus melibatkan setiap anggota tim, tujuannya adalah menjalin hubungan interpersonal dan memperkuat kerjasama tim.

VII. REFERENSI A. Depkes RI, Pusdiklat Kesehatan, 2002, Kumpulan Instrumen Diklat, Energizer dan Game Diklat, Jakarta. B. Handayani, MM, dkk, Efektifitas Pelatihan Pengenalan Diri Terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri, Jurnal Psikologi No. 2, 1998, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

193

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. Munir, Baderel, 2001, Dinamika Kelompok : Penerapannya Dalam Laboratorium IlmuPerilaku, Penerbit Universitas Sriwijaya, Palembang. D. Aunul, S. M.Si, Modul Etik UMB, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana, Jakarta.

VIII. EVALUASI Buatlah kelompok yang terdiri dari 10 orang, kemudian diskusikan siapa yang akan menjadi ketua. Setiap kelompok diminta untuk memilih salah satu topik materi sebagai fokus pada saat praktik, dan didiskusikan selama 20 menit. Selanjutnya materi tersebut akan dibahas secara umum per masing-masing kelompok.

194

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI PENUNJANG 2 RENCANA TINDAK LANJUT PENUNJANG 2

195

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

196

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI PENUNJANG 2 RENCANA TINDAK LANJUT

I.

DESKRIPSI SINGKAT Penyusunan rencana tindak lanjut dilakukan setiap proses pelatihan berakhir. Dengan adanya rencana tindak lanjut diharapkan setiap peserta dapat memulai kegiatan secara terarah dan terstruktur dengan baik. Yang paling baik rencana tindak lanjut ini dibuat berdasarkan masalah yang ingin ditangani di wilayah asal peserta berada.

II.

TUJUAN PEMBELAJARAN Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah sesi ini selesai, peserta mampu melakukan Rencana Tindak Lanjut Pelatihan. Tujuan Pembelajaran Khusus : Setelah sesi ini selesai, peserta mampu : A. Memahami arti Rencana Tindak Lanjut pelatihan B. Membuat instrumen Rencana Tindak Lanjut pelatihan C. Menerapkan Rencana Tindak Lanjut pelatihan di daerah masing-masing

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN: A. Pengertian RTL pelatihan B. Penyusunan RTL pelatihan IV. BAHAN BELAJAR A. Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 B. Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 C. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 1 – 6, Kemenkes RI, 2014

197

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

V.

LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH: Presentasi ( 15 menit ) Fasilitator menjelaskan secara singkat tujuan pembelajaran, pokok bahasan, dan metode yang digunakan. Fasilitator menyampaikan masing-masing pokok bahasan dengan menggunakan tayangan power point. Diskusi Kelompok ( 60 menit ) Fasilitator memandu dan memfasilitasi peserta untuk aktif dalam diskusi kelompok. Simulasi ( 45 menit )  Fasilitator memandu peserta untuk simulasi pokok bahasan di wilayah kerja masing-masing.   Diskusi, sharing. B. METODE 1. Presentasi dan diskusi kelompok 2. Simulasi C. MEDIA 1. Kertas kerja RTL 2. Flipchart 3. Spidol 4. LCD 5. Laptop D. DURASI : 90 menit

VI. URAIAN MATERI Pokok Bahasan 1 Pengertian RTL Pelatihan Rencana tindak lanjut adalah rencana kegiatan yang harus dilakukan pada tahap berikutnya, harus dinyatakan dalam satu

198

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

rangkaian kegiatan yang berkelanjutan. Termasuk didalamnya adalah perubahan-perubahan yang perlu dilakukan, selaras dengan perubahan kebutuhan dan masalah yang akan dihadapi dilokasi asal peserta. Pokok Bahasan 2 Penyusunan RTL Pelatihan Komponen yang harus dicantumkan dalam rencana tindak lanjut adalah sebagai berikut:  Kegiatan yang akan dilakukan  Kapan waktu pelaksanaannya  Tempat pelaksanaan kegiatan  Besar biaya yang diperlukan  Penanggung jawab kegiatan Kerangka laporan RTL adalah :  Cover ditulis “Rencana Tindak Lanjut”  Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang B. Identifikasi Masalah C. Tujuan  Rencana Tindak Lanjut  Penutup VII. REFERENSI A. Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 B. Buku Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posbindu PTM, Kemenkes RI, 2014 C. Buku Pintar Posbindu PTM Seri 1 – 6, Kemenkes RI, 2014

199

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII. EVALUASI Buatlah Matriks No

Kegiatan

Tujuan

Sasaran

Waktu

Pelaksana

Jelaskan cara pengisian: Kegiatan : Diisi dengan topik/masalah yang akan ditangani (misalnya; melakukan sosialisasi dengan Para Tokoh masyarakat, dll). Tujuan : Maksud/keinginan/harapan yang akan dicapai melalui kegiatan tertentu. Sasaran : Bisa perorangan, kelompok dan massa yang menjadi tujuan kegiatan. Waktu : Menunjukan kapan dan berapa lama kegiatan dapat dilakukan. Pelaksana : Penanggung jawab kegiatan dan yang akan melakukannya.

200

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI PENUNJANG 3 ANTI KORUPSI

PENUNJANG 3

201

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

202

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

MATERI PENUNJANG 3 ANTI KORUPSI I.

DESKRIPSI SINGKAT Korupsi yang terjadi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dan berdampak buruk luar biasa pada hampir seluruh sendi kehidupan. Korupsi telah menghancurkan sistem perekonomian, sistem demokrasi, sistem politik, sistem hukum, sistem pemerintahan, dan tatanan sosial kemasyarakatan di negeri ini. Upaya pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini belum menunjukkan hasil yang optimal. Korupsi dalam berbagai tingkatan tetap saja banyak terjadi seolah-olah telah menjadi bagian dari kehidupan kita yang bahkan sudah dianggap sebagai hal yang biasa. Jika kondisi ini tetap kita biarkan berlangsung maka cepat atau lambat korupsi akan menghancurkan negeri ini. Korupsi harus dipandang sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang oleh karena itu memerlukan upaya luar biasa pula untuk memberantasnya. Upaya pemberantasan korupsi– yang terdiri dari dua bagian besar, yaitu (1) penindakan, dan (2) pencegahan–tidak akan pernah berhasil optimal jika hanya dilakukan oleh pemerintah saja tanpa melibatkan peran serta masyarakat. Dalam rangka mempercepat pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2013 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi perlu disusun Strategi Komunikasi Pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kementerian Kesehatan sebagai salah satu kegiatan reformasi birokrasi yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan agar para Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kementerian Kesehatan terhindar dari perbuatan korupsi.

203

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Salah satu upaya yang dilakukan dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi adalah dengan memberikan pengertian dan kesadaran melalui pemahaman terhadap konsep serta penanaman nilai-nilai anti korupsi yang selanjutnya dapat menjadi budaya dalam bekerja. Agar muatan tentang anti korupsi dapat tersampaikan secara standar pada setiap pelatihan bagi para PNS di lingkungan Kementerian Kesehatan maka perlu disusun modul anti korupsi sebagai pegangan fasilitator dalam menyampaikan materi. II.

TUJUAN PEMBELAJARAN A. Tujuan Pembelajaran Umum : Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu memahami anti korupsi di lingkungan kerjanya B. Tujuan Pembelajaran khusus: Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu: 1. Menjelaskan Konsep Korupsi 2. Menjelaskan Anti Korupsi 3. Menjelaskan Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi 4. Menjelaskan Tata Cara Pelaporan Dugaan Pelanggaran Tindakan Pidana Korupsi (TPK) 5. Menjelaskan Gratifikasi

III. POKOK BAHASAN DAN ATAU SUB POKOK BAHASAN: Modul ini menguraikan tentang Anti Korupsi dengan pokok bahasan dan sub pokok bahasan di bawah ini 1. Konsep korupsi a. Definisi korupsi b. Ciri-ciri korupsi c. Bentuk/ jenis korupsi d. Tingkatan korupsi e. Penyebab Korupsi f. Dasar Hukum

204

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

3.

4.

5.

Anti Korupsi a. Konsep Anti Korupsi b. Nilai-nilai anti korupsi c. Prinsip-prinsip anti korupsi Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi a. Upaya pencegahan korupsi b. Upaya Pemberantasan Korupsi c. Strategi Komunikasi Anti Korupsi Tata cara pelaporan dugaan pelanggaran TPK a. Laporan b. Pengaduan c. Tata Cara Penyampaian Pengaduan Gratifikasi a. Pengertian Gratifikasi b. Aspek Hukum c. Gratifikasi merupakan Tindak Pidana Korupsi d. Contoh Gratifikasi e. Sanksi Gratifikasi

IV. BAHAN BELAJAR 1.

2. 3. 4. 5.

6. 7.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembe rantasan Tindak Pidana Korupsi Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 Permenpan Nomor 5 tahun 2009 Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013

205

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

8.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi Komunikasi Pekerjaan dan Budaya Anti Korupsi 9. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan 10. Modul Anti Korupsi V. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN A. LANGKAH-LANGKAH : Berikut merupakan langkah-langkah kegiatan pembelajaran: Langkah 1: Pengkondisian peserta Langkah pembelajaran: 1. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan sesi di kelas, mulailah dengan perkenalan. Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, instansi tempat bekerja, materi yang akan disampaikan. 2. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang. Langkah 2. Penyampaian Materi Langkah pembelajaran: Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan metode curah pendapat,ceramah dan tanya jawab. Langkah 3. Latihan Kasus Langkah pembelajaran: 1. Fasilitator menyampaikan paparan kasus korupsi yang sering terjadi

206

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

3. 4.

5.

Fasilitator membagi peserta menjadi beberapa kelompok tiap kelompok terdiri dari 5 atau 6 orang peserta, untuk kasus yang sama dikerjakan oleh 2 atau 3 kelompok Peserta berdiskusi didalam tiap kelompok Fasilitator meminta wakil dari setiap kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi kelompoknya (hanya satu kelompok untuk satu kasus) dan kelompok lainnya dengan kasus yang sama dapat memberikan komentar atau sebagai penyanggah. Fasilitator mengulas hasil diskusi yang terjadi di dalam tiap penyajian hasil untuk tiap jenis kasus

Langkah 4. Rangkuman dan Kesimpulan Langkah pembelajaran: 1. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran. 2. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang disampaikan. 3. Fasilitator membuat kesimpulan B. METODE Curah pendapat Ceramah tanya jawab Pemutaran Film C. MEDIA DAN ALAT BANTU Bahan tayang Papan dan kertas flipchart LCD projector Laptop White board Spidol Film dokumenter/ kartun animasi

207

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. DURASI: 90 menit VI. URAIAN MATERI POKOK BAHASAN 1 KORUPSI

Kapan korupsi itu mulai ada? Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikaitkan pemaknaannya dengan politik. Dasar atau landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Pada bagian ini dibahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi umum dan pendapat para pakar. A. Definisi Korupsi Apa Arti kata “korupsi? Kata “korupsi” berasal dari bahasa Latin “corruptio” (Fockema Andrea: 1951) atau “corruptus” (Webster Student Dictionary: 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa “corruptio” berasal dari kata “corrumpere”, suatu bahasa Latin yang lebih tua. Dari bahasa Latin tersebut kemudian dikenal istilah “corruption, corrupt” (Inggris), “corruption” (Perancis) dan “corruptie/ korruptie” (Belanda).

208

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian. Ada banyak pengertian tentang korupsi, di antaranya adalah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan “penyelewengan atau penggelapan uang negara atau perusahaan, dan sebagainya untuk keperluan pribadi”. Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali: 1998): 1. Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/ sogok, memakai kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya; 2. Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya; dan 3. Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi. Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut: sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur pemerintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, menyangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan. B. Ciri-Ciri Korupsi Seperti apa ciri-ciri korupsi? Ada 6 ciri korupsi adalah sebagai berikut: 1. dilakukan oleh lebih dari satu orang; 2. merahasiakan motif; ada keuntungan yang ingin diraih; 3. berhubungan dengan kekuasaan/ kewenangan tertentu; 4. berlindung di balik pembenaran hukum; 5. melanggar kaidah kejujuran dan norma hukum 6. mengkhianati kepercayaan

209

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. Jenis/ Bentuk Korupsi Anda perlu tahu jenis atau bentuk korupsi

210

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Berikut ini adalah berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2006) Berikut ini adalah beberapa bentuk korupsi dan perbuatan korupsi:

211

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

D. Tingkatan Korupsi Ada 3 (tiga) tingkatan korupsi seperti uraian di bawah ini 1. Materi Benefit Penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik bagi dirinya sendiri maupun orang kain. Korupsi pada level ini merupakan tingkat paling membahayakan karena melibatkan kekuasaan dan keuntungan material. Ini merupakan bentuk korupsi yang paling banyak terjadi di Indonesia

2.

3.

Penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) Abuse of power merupakan korupsi tingkat menengah Merupakan segala bentuk penyimpangan yang dilakukan melalui struktur kekuasaan, baik pada tingkat negara maupun lembaga-lembaga struktural lainnya termasuk lembaga pendidikan tanpa mendapatkan keuntungan materi. Pengkhianatan terhadap kepercayaan (betrayal of trust) Pengkhianatan merupakan korupsi paling sederhana Orang yang berkhianat atau mengkhianati

212

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

kepercayaan atau amanat yang diterimanya adalah koruptor. Amanat dapat berupa apapun, baik materi maupun non materi Anggota DPR yang tidak menyampaikan aspirasi rakyat atau memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi merupakan bentuk korupsi

E. Faktor Penyebab Korupsi Agar dapat dilakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi maka perlu diketahui faktor penyebab korupsi. Secara umum ada dua penyebab korupsi yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Berikut adalah faktor-faktor penyebab korupsi: 1. Penegakan hukum tidak konsisten: penegakan hukum hanya sebagai make-up politik, sifatnya sementara, selalu berubah setiap berganti pemerintahan. 2. Penyalahgunaan kekuasaan/ wewenang, takut dianggap bodoh kalau tidak menggunakan kesempatan.

213

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3. 4.

5.

6. 7.

8.

Langkanya lingkungan yang antikorup: sistem dan pedoman antikorupsi hanya dilakukan sebatas formalitas. Rendahnya pendapatan penyelenggara negara. Pendapatan yang diperoleh harus mampu memenuhi kebutuhan penyelenggara negara, mampu mendorong penyelenggara negara untuk berprestasi dan memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Kemiskinan, keserakahan: masyarakat kurang mampu melakukan korupsi karena kesulitan ekonomi. Sedangkan mereka yang berkecukupan melakukan korupsi karena serakah, tidak pernah puas dan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keuntungan. Budaya memberi upeti, imbalan jasa, dan hadiah. Konsekuensi bila ditangkap lebih rendah daripada keuntungan korupsi: saat tertangkap bisa menyuap penegak hukum sehingga dibebaskan atau setidaknya diringankan hukumannya. Budaya permisif/ serba membolehkan; tidak mau tahu: menganggap biasa bila ada korupsi, karena sering terjadi. Tidak peduli orang lain, asal kepentingannya sendiri terlindungi

Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia mengidentifikasi beberapa sebab terjadinya korupsi, yaitu: aspek individu pelaku korupsi, aspek organisasi, aspek masyarakat tempat individu, dan korupsi yang disebabkan oleh sistem yang buruk 1.

Aspek Individu Pelaku Korupsi Korupsi yang disebabkan oleh individu, yaitu sifat tamak, moral kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi untuk kebutuhan yang wajar, kebutuhan yang mendesak, gaya hidup konsumtif, malas atau tidak mau bekerja keras, serta ajaran-ajaran agama kurang diterapkan secara benar.

214

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Aspek-aspek individu tersebut perlu mendapatkan perhatian bersama. Sangatlah ironis, bangsa kita yang mengakui dan memberikan ruang yang leluasa untuk menjalankan ibadat menurut agamanya masing-masing, ternyata tidak banyak membawa implikasi positif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Demikian pula dengan hidup konsumtif dan sikap malas. Perilaku konsumtif tidak saja mendorong untuk melakukan tindakan kurupsi, tetapi menggambarkan rendahnya sikap solidaritas sosial, karena terdapat pemandangan yang kontradiktif antara gaya hidup mewah di satu sisi dan kondisi kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokok bagi masyarakat miskin pada sisi lainnya. 2.

Aspek Organisasi Pada aspek organisasi, korupsi terjadi karena kurang adanya keteladanan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di pemerintah kurang memadai, kelemahan sistem pengendalian manajemen, serta manajemen yang lebih mengutamakan hirarki kekuasaan dan jabatan cenderung akan menutupi korupsi yang terjadi di dalam organisasi. Hal tersebut ditandai dengan adanya resistensi atau penolakan secara kelembagaan terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi. Manajemen yang demikian, menutup rapat bagi siapa pun untuk membuka praktik korkupsi kepada publik.

3.

Aspek Masyarakat Tempat Individu dan Organisasi Berada Aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada juga turut menentukan, yaitu nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat yang kondusif untuk melakukan korupsi.

215

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Masyarakat seringkali tidak menyadari bahwa akibat tindakannya atau kebiasaan dalam organisasinya secara langsung maupun tidak langsung telah menanamkan dan menumbuhkan perilaku koruptif pada dirinya, organisasi bahkan orang lain. `Secara sistematis lambat laun perilaku sosial yang koruptif akan berkembang menjadi budaya korupsi sehingga masyarakat terbiasa hidup dalam kondisi ketidaknyamanan dan kurang berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi. 4.

Korupsi yang Disebabkan oleh Sistem yang Buruk Sebab-sebab terjadinya korupsi menggambarkan bahwa perbuatan korupsi tidak saja ditentukan oleh perilaku dan sebab-sebab yang sifatnya individu atau perilaku pribadi yang koruptif, tetapi disebabkan pula oleh sistem yang koruptif, yang kondusif bagi setiap individu untuk melakukan tindakan korupsi. Sedangkan perilaku korupsi, sebagaimana yang umum telah diketahui adalah korupsi banyak dilakukan oleh pegawai negeri dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, sarana jabatan, atau kedudukan. Tetapi korupsi dalam artian memberi suap, juga banyak dilakukan oleh pengusaha dan kaum profesional bahkan termasuk Advokat. Lemahnya tata-kelola birokrasi di Indonesia dan maraknya tindak korupsi baik ilegal maupun yang ”dilegalkan” dengan aturan-aturan yang dibuat oleh penyelenggara negara, merupakan tantangan besar yang masih harus dihadapi negara ini. Kualitas tata kelola yang buruk ini tidak saja telah menurunkan kualitas kehidkupan bangsa dan bernegara, tetapi juga telah banyak memakan korban jiwa dan bahkan ancaman akan terjadinya lost generation bagi Indonesia. Dalam kaitannya dengan korupsi oleh

216

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

lembaga birokrasi pemerintah, beberapa faktor yang perlu mendapatkan perhatian adalah menyangkut manajemen Sumber Daya Manusia (SDM) dan penggajian pegawai yang ditandai dengan kurangnya penghasilan, sistem penilaian prestasi kerja yang tidak dievaluasi, serta tidak terkaitnya antara prestasi kerja dengan penghasilan. Korupsi yang disebabkan oleh sistem yang koruptif inilah yang pada akhirnya akan menghambat tercapainya clean and good governance. Jika kita ingin mencapai pada tujuan clean and good governance, maka perlu dilakukan reformasi birokrasi yang terkait dengan pembenahan sistem birokrasi tersebut. Jika awalnya kepentingan bertahan hidup menjadi motif seseorang atau sejumlah orang melakukan tindak pidana korupsi, pada tahap berikutnya korupsi dimotivasi oleh bangunan sistem, yang hanya bisa terjadi karena dukungan kerjasama antar sejumlah pelaku korkupsi, pada berbagai birokrasi sebagai bentuk korupsi berjamaah. F.

Dasar Hukum tentang Korupsi Beberapa peraturan perundangan yang berkaitan dengan korupsi adalah sebagai berikut: 1.

Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (1);

2.

Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

3.

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme;

4.

UU no. 28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme

217

tentang

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 5.

UU no. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3874); sebagaimana telah diubah dengan UU no. 20 Th. 2001;

Tugas/ Latihan 1. Menurut Anda, apakah ciri-ciri korupsi seperti yang telah Anda baca pada pokon bahasan ini sudah menggambarkan kondisi yang Anda pernah ketahui di lingkungan kerja Anda maupun di luar lingkungan kerja Anda? Diskusikan dengan teman kelompok Anda! 2. Anda sudah menguasai konsep tentang korupsi dan anti korupsi, silahkan Anda nilai apakah bentuk korupsi dan perbuatan korupsi yang sudah Anda pelajari, sesuai dengan konsep tersebut? Diskusikan kembali dengan kelompok Anda POKOK BAHASAN 2 ANTI KORUPSI A. Anti Korupsi Apa yang dimaksud “anti korupsi”? Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Anti korupsi adalah pencegahan. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistem (sistem hukum, sistem kelembagaan) dan perbaikan manusianya (moral dan kesejahteraan).

218

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

B. Nilai- nilai Anti Korupsi Nilai-nilai anti korupsi yang akan dibahas meliputi kejujuran, kepedulian, kemandirian, kedisiplinan, pertanggung-jawaban, kerja keras, kesederhanaan, keberanian, dan keadilan. Nilainilai inilah yang akan mendukung prinsip-prinsip anti korupsi untuk dapat dijalankan dengan baik. Ada sembilan nilai anti korupsi yang cara gampangnya untuk mengingatnya dengan jembatan keledai “Jupe mandi tangker sebedil” sebagaimana digambarkan pada bagan di bawah ini

Berikut ini adalah uraian secara rinci untuk tiap nilai anti korupsi 1.

Kejujuran Menurut Sugono kata jujur dapat didefinisikan sebagai lurus hati, tidak berbohong, dan tidak curang. Jujur adalah salah satu sifat yang sangat penting bagi kehidupan pegawai, tanpa sifat jujur pegawai tidak akan dipercaya dalam kehidupan sosialnya (Sugono: 2008).

219

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Nilai kejujuran dalam kehidupan dunia kerja yang diwarnai dengan budaya kerja sangat-lah diperlukan. Nilai kejujuran ibaratnya seperti mata uang yang berlaku dimana-mana termasuk dalam kehidupan di dunia kerja. Jika pegawai terbukti melakukan tindakan yang tidak jujur, baik pada lingkup kerja maupun sosial, maka selamanya orang lain akan selalu merasa ragu untuk mempercayai pegawai tersebut. Sebagai akibatnya pegawai akan selalu mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Hal ini juga akan menyebabkan ketidaknyamanan bagi orang lain karena selalu merasa curiga terhadap pegawai tersebut yang terlihat selalu berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka pegawai ter-sebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut. Prinsip kejujuran harus dapat dipegang teguh oleh setiap pegawai sejak masa-masa ini untuk memupuk dan membentuk karakter mulia di dalam setiap pribadi pegawai. 2.

Kepedulian Menurut Sugono definisi kata peduli adalah mengindahkan, memperhatikan dan menghiraukan (Sugono: 2008). Nilai kepedulian sangat penting bagi seorang pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di masyarakat. Sebagai calon pemimpin masa depan, seorang pegawai perlu memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungannya, baik lingkungan di dalam dunia kerja maupun lingkungan di luar dunia kerja.

220

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Rasa kepedulian seorang pegawai harus mulai ditumbuhkan sejak berada di dunia kerja. Oleh karena itu upaya untuk mengembangkan sikap peduli di kalangan pegawai sebagai subjek kerja sangat penting. Seorang pegawai dituntut untuk peduli terhadap proses belajar mengajar di dunia kerja, terhadap pengelolalaan sumber daya di dunia kerja secara efektif dan efisien, serta terhadap berbagai hal yang berkembang di dalam dunia kerja. pegawai juga dituntut untuk peduli terhadap lingkungan di luar dunia kerja. Beberapa upaya yang bisa dilakukan sebagai wujud kepedulian di antaranya adalah dengan menciptakan. Sikap tidak berbuat curang atau tidak jujur. Selain itu jika seorang pegawai pernah melakukan kecurangan ataupun kebohongan, akan sulit untuk dapat memperoleh kembali kepercayaan dari pegawai lainnya. Sebaliknya jika terbukti bahwa pegawai tersebut tidak pernah melakukan tindakan kecurangan maupun kebohongan maka pegawai tersebut tidak akan mengalami kesulitan yang disebabkan tindakan tercela tersebut. 3.

Kemandirian Kondisi mandiri bagi pegawai dapat diartikan sebagai proses mendewasakan diri yaitu dengan tidak bergantung pada orang lain untuk mengerjakan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini penting untuk masa depannya dimana pegawai tersebut harus mengatur kehidupannya dan orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya sebab tidak mungkin orang yang tidak dapat mandiri (mengatur dirinya sendiri) akan mampu mengatur hidup orang lain. Dengan karakter kemandirian tersebut pegawai dituntut untuk mengerjakan semua tanggung jawab dengan usahanya sendiri dan bukan orang lain (Supardi: 2004).

221

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

4.

Kedisiplinan Menurut Sugono definisi kata disiplin adalah ketaatan (kepatuhan) kepada peraturan (Sugono: 2008). Dalam mengatur kehidupan dunia kerja baik kerja maupun sosial pegawai perlu hidup disiplin. Hidup disiplin tidak berarti harus hidup seperti pola militer di barak militier namun hidup disiplin bagi pegawai adalah dapat mengatur dan mengelola waktu yang ada untuk dipergunakan dengan sebaik-baiknya untuk menyelesaikan tugas baik dalam lingkup kerja maupun sosial dunia kerja. Manfaat dari hidup yang disiplin adalah pegawai dapat mencapai tujuan hidupnya dengan waktu yang lebih efisien. Disiplin juga membuat orang lain percaya dalam mengelola suatu kepercayaan. Nilai kedisiplinan dapat diwujudkan antara lain dalam bentuk kemampuan mengatur waktu dengan baik, kepatuhan pada seluruh peraturan dan ketentuan yang berlaku di dunia kerja, mengerjakan segala sesuatunya tepat waktu, dan fokus pada pekerjaan.

5.

Tanggung Jawab Menurut Sugono definisi kata tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan dan diperkarakan) (Sugono: 2008). Pegawai adalah sebuah status yang ada pada diri seseorang yang telah lulus dari penkerjaan terakhirnya yang melanjutkan pekerjaan dalam sebuah lembaga yang bernama organisasi. Pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan memiliki kecenderungan menyelesaikan tugas lebih baik dibanding pegawai yang tidak memiliki rasa tanggung jawab. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab akan mengerjakan tugas dengan sepenuh hati karena berpikir bahwa jika

222

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

suatu tugas tidak dapat diselesaikan dengan baik dapat merusak citra namanya di depan orang lain. pegawai yang dapat diberikan tanggung jawab yang kecil dan berhasil melaksanakannya dengan baik berhak untuk mendapatkan tanggung jawab yang lebih besar lagi sebagai hasil dari kepercayaan orang lain terhadap pegawai tersebut. pegawai yang memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi mudah untuk dipercaya orang lain dalam masyarakat misalkan dalam memimpin suatu kepanitiaan yang diadakan di dunia kerja. Tanggung jawab adalah menerima segala sesuatu dari sebuah perbuatan yang salah, baik itu disengaja maupun tidak disengaja. Tanggung jawab tersebut berupa perwujudan kesadaran akan kewajiban menerina dan menyelesaikan semua masalah yang telah di lakukan. Tanggung jawab juga merupakan suatu pengabdian dan pengorbanan. 6.

Kerja keras Bekerja keras didasari dengan adanya kemauan. Kata ”kemauan” menimbulkan asosiasi dengan ketekadan, ketekunan, daya tahan, tujuan jelas, daya kerja, pendirian, pengendalian diri, keberanian, ketabahan, keteguhan, tenaga, kekuatan, kelaki-lakian dan pantang mundur. Adalah penting sekali bahwa kemauan pegawai harus berkembang ke taraf yang lebih tinggi karena harus menguasai diri sepenuhnya lebih dulu untuk bisa menguasai orang lain. Setiap kali seseorang penuh dengan harapan dan percaya, maka akan menjadi lebih kuat dalam melaksanakan pekerjaannya. Jika interaksi antara individu pegawai dapat dicapai bersama dengan usaha kerja keras maka hasil yang akan dicapai akan semakin optimum. Bekerja keras merupakan hal yang penting guna tercapainya hasil yang sesuai dengan target. Akan tetapi

223

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

bekerja keras akan menjadi tidak berguna jika tanpa adanya pengetahuan. Di dalam dunia kerja, para pegawai diperlengkapi dengan berbagai ilmu pengetahuan. 7.

Sederhana Gaya hidup pegawai merupakan hal yang penting dalam interaksi dengan masyarakat di sekitarnya. Gaya hidup sederhana sebaiknya perlu dikembangkan sejak pegawai me-ngenyam masa penkerjaannya. Dengan gaya hidup sederhana, setiap pegawai dibiasakan untuk tidak hidup boros, hidup sesuai dengan kemampuannya dan dapat memenuhi semua kebutuhannya. Kerap kali kebutuhan diidentikkan dengan keinginan semata, padahal tidak selalu kebutuhan sesuai dengan keinginan dan sebaliknya. Dengan menerapkan prinsip hidup sederhana, pegawai dibina untuk memprioritaskan kebutuhan di atas keinginannya. Prinsip hidup sederhana ini merupakan parameter penting dalam menjalin hubungan antara sesama pegawai karena prinsip ini akan mengatasi permasalahan kesenjangan sosial, iri, dengki, tamak, egois, dan yang sikap-sikap negatif lainnya lainnya. Prinsip hidup sederhana juga menghindari seseorang dari keinginan yang berlebihan.

8.

Keberanian Jika kita temui di dalam dunia kerja, ada banyak pegawai yang sedang mengalami kesulitan dan kekecewaan. Meskipun demikian, untuk menumbuhkan sikap keberanian demi mempertahankan pendirian dan keyakinan pegawai, terutama sekali pegawai harus mempertimbangkan berbagai masalah dengan sebaikbaiknya.

224

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Nilai keberanian dapat dikembangkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja dan di luar dunia kerja. Antara lain dapat diwujudkan dalam bentuk berani mengatakan dan membela kebenaran, berani mengakui kesalahan, berani bertanggung jawab, dan lain sebagainya Prinsip akuntabilitas dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan sehari-hari sebagai pegawai Misalnya program-program kegiatan arus dibuat dengan mengindahkan aturan yang berlaku di dunia kerja dan dijalankan sesuai dengan aturan. 9.

Keadilan Berdasarkan arti katanya, adil adalah sama berat, tidak berat sebelah, tidak memihak. Bagi pegawai karakter adil ini perlu sekali dibina agar pegawai dapat belajar mempertimbangkan dan mengambil keputusan secara adil dan benar.

C. Prinsip-Prinsip Anti Korupsi Setelah memahami nilai-nilai anti korupsi yang penting untuk mencegah faktor internal terjadinya korupsi, berikut akan dibahas prinsip-prinsip Anti-korupsi yang meliputi akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan, untuk mencegah faktor eksternal penyebab korupsi.

225

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Ada 5 (lima) prinsip anti korupsi seperti diilustrasikan pada bagan di bawah ini 1. Akuntabilitas Akuntabilitas adalah kesesuaian antara aturan dan pelaksanaan kerja. Semua lembaga mempertanggung jawabkan kinerjanya sesuai aturan main baik dalam bentuk konvensi (de facto) maupun konstitusi (de jure), baik pada level budaya (individu dengan individu) maupun pada level lembaga (Bappenas: 2002). Lembaga-lembaga tersebut berperan dalam sektor bisnis, masyarakat, publik, maupun interaksi antara ketiga sektor. Akuntabilitas publik secara tradisional dipahami sebagai alat yang digunakan untuk mengawasi dan mengarahkan perilaku administrasi dengan cara memberikan kewajiban untuk dapat memberikan jawaban (answerability) kepada sejumlah otoritas eksternal (Dubnik: 2005). Selain itu akuntabilitas publik dalam arti yang paling fundamental merujuk kepada kemampuan menjawab kepada seseorang terkait dengan kinerja yang diharapkan (Pierre: 2007). Seseorang yang diberikan jawaban ini haruslah seseorang yang memiliki legitimasi untuk melakukan pengawasan dan mengharapkan kinerja (Prasojo: 2005). Akuntabilitas publik memiliki pola-pola tertentu dalam mekanismenya, antara lain adalah akuntabilitas program, akuntabilitas proses, akuntabilitas keuangan, akuntabilitas outcome, akuntabilitas hukum, dan akuntabilitas politik (Puslitbang, 2001). Dalam pelaksanaannya, akuntabilitas harus dapat diukur dan dipertanggungjawabkan melalui mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban atas semua kegiatan yang dilakukan. Evaluasi atas kinerja administrasi, proses pelaksanaan, dampak dan manfaat yang diperoleh masyarakat baik secara langsung maupun manfaat jangka panjang dari sebuah kegiatan.

226

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

2.

Transparansi Adalah satu prinsip penting anti korupsi lainnya adalah transparansi. Prinsip transparansi ini penting karena pemberantasan korupsi dimulai dari transparansi dan mengharuskan semua proses kebijakan dilakukan secara terbuka, sehingga segala bentuk penyimpangan dapat diketahui oleh publik (Prasojo: 2007). Selain itu transparansi menjadi pintu masuk sekaligus kontrol bagi seluruh proses dinamika struktural kelembagaan. Dalam bentuk yang paling sederhana, transparansi mengacu pada keterbukaan dan kejujuran untuk saling menjunjung tinggi kepercayaan (trust) karena kepercayaan, keterbukaan, dan kejujuran ini merupakan modal awal yang sangat berharga bagi para pegawai untuk dapat melanjutkan tugas dan tanggungjawabnya pada masa kini dan masa mendatang (Kurniawan: 2010). Dalam prosesnya, transparansi dibagi menjadi lima yaitu 1) proses penganggaran, 2) proses penyusunan kegiatan, 3) proses pembahasan, 4) proses pengawasan, dan 5) proses evaluasi. Proses penganggaran bersifat bottom up, mulai dari perencanaan, implementasi, laporan pertanggungjawaban dan penilaian (evaluasi) terhadap kinerja anggaran. Proses penyusunan kegiatan atau proyek pembangunan terkait dengan proses pembahasan tentang sumbersumber pendanaan (anggaran pendapatan) dan alokasi anggaran (anggaran belanja). Proses pembahasan membahas tentang pembuatan rancangan peraturan yang berkaitan dengan strategi penggalangan (pemungutan) dana, mekanisme pengelolaan proyek mulai dari pelaksanaan

227

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

tender, pengerjaan teknis, pelaporan finansial dan pertanggungjawaban secara teknis. Proses pengawasan dalam pelaksanaan program dan proyek pembangunan berkaitan dengan kepentingan publik dan yang lebih khusus lagi adalah proyek-proyek yang diusulkan oleh masyarakat sendiri. Proses lainnya yang penting adalah proses evaluasi. Proses evaluasi ini berlaku terhadap penyelenggaraan proyek dijalankan secara terbuka dan bukan hanya pertanggungjawaban secara administratif, tapi juga secara teknis dan fisik dari setiap out put kerja-kerja pembangunan. Hal-hal tersebut merupakan panduan bagi pegawai untuk dapat melaksanakan kegiatannya agar lebih baik. Setelah pembahasan prinsip ini, pegawai sebagai individu dan juga bagian dari masyarakat/ organisasi/ institusi diharapkan dapat mengimplementasikan prinsip transparansi di dalam kehidupan keseharian pegawai. 3.

Kewajaran Prinsip anti korupsi lainnya adalah prinsip kewajaran. Prinsip fairness atau kewajaran ini ditujukan untuk mencegah terjadinya manipulasi (ketidakwajaran) dalam penganggaran, baik dalam bentuk mark up maupun ketidakwajaran lainnya. Sifat-sifat prinsip kewajaran ini terdiri dari lima hal penting yaitu komprehensif dan disiplin, fleksibilitas, terprediksi, kejujuran, dan informatif. Komprehensif dan disiplin berarti mempertimbangkan keseluruhan aspek, berkesinam-bungan, taat asas, prinsip pembebanan, pengeluaran dan tidak melampaui batas (off budget), sedangkan fleksibilitas artinya adalah adanya kebijakan tertentu untuk mencapai efisiensi dan

228

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

efektifitas. Terprediksi berarti adanya ketetapan dalam perencanaan atas dasar asas value for money untuk menghindari defisit dalam tahun anggaran berjalan. Anggaran yang terprediksi merupakan cerminan dari adanya prinsip fairness. Prinsip kewajaran dapat mulai diterapkan oleh pegawai dalam kehidupan di dunia kerja. Misalnya, dalam penyusunan anggaran program kegiatan kepegawaian harus dilakukan secara wajar. Demikian pula dalam menyusun Laporan pertanggung-jawaban, harus disusun dengan penuh tanggung-jawab. 4.

Kebijakan Prinsip anti korupsi yang keempat adalah prinsip kebijakan. Pembahasan mengenai prinsip ini ditujukan agar pegawai dapat mengetahui dan memahami kebijakan anti korupsi. Kebijakan ini berperan untuk mengatur tata interaksi agar tidak terjadi penyimpangan yang dapat merugikan negara dan masyarakat. Kebijakan anti korupsi ini tidak selalu identik dengan undang-undang antikorupsi, namun bisa berupa undang-undang kebebasan mengakses informasi, undang-undang desentralisasi, undang-undang anti-monopoli, maupun lainnya yang dapat memudahkan masyarakat mengetahui sekaligus mengontrol terhadap kinerja dan penggunaan anggaran negara oleh para pejabat negara. Aspek-aspek kebijakan terdiri dari isi kebijakan, pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan, kultur kebijakan. Kebijakan anti-korupsi akan efektif apabila di dalamnya terkandung unsur-unsur yang terkait dengan persoalan korupsi dan kualitas dari isi kebijakan tergantung pada kualitas dan integritas pembuatnya.

229

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Kebijakan yang telah dibuat dapat berfungsi apabila didukung oleh aktor-aktor penegak kebijakan yaitu keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan, pengacara, dan lembaga pemasyarakatan. Eksistensi sebuah kebijakan tersebut terkait dengan nilai-nilai, pemahaman, sikap, persepsi, dan kesadaran masyarakat terhadap hukum atau undang-undang anti korupsi. Lebih jauh lagi, kultur kebijakan ini akan menentukan tingkat partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi. 5.

Kontrol Kebijakan Prinsip terakhir anti korupsi adalah kontrol kebijakan. Kontrol kebijakan merupakan upaya agar kebijakan yang dibuat betul-betul efektif dan mengeliminasi semua bentuk korupsi. Pada prinsip ini, akan dibahas mengenai lembaga-lembaga pengawasan di Indonesia, selfevaluating organization, reformasi sistem pengawasan di Indonesia, problematika pengawasan di Indonesia. Bentuk kontrol kebijakan berupa partisipasi, evolusi dan reformasi. Kontrol kebijakan berupa partisipasi yaitu melakukan kontrol terhadap kebijakan dengan ikut serta dalam penyusunan dan pelaksanaannya dan kontrol kebijakan berupa oposisi.

Tugas/ Latihan: Setelah Anda mempelajari modul ini, diskusikan di dalam kelompok Anda tentang: Dampak pendidikan budaya anti korupsi

230

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

POKOK BAHASAN 3 UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN KORUPSI Uraian Materi Korupsi masih terjadi secara masif dan sistematis. Praktiknya bisa berlangsung dimanapun, di lembaga negara, lembaga privat, hingga di kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi seperti itu, maka pencegahan menjadi layak didudukkan sebagai strategi perdananya. Pada bab sebelumnya telah dijelaskan pengertian korupsi, faktorfaktor penyebab korupsi, nilai-nilai yang perlu dikembangkan untuk mencegah seseorang melakukan korupsi atau perbuatanperbuatan koruptif. dan prinsip-prinsip upaya pemberantasan korupsi. Ada yang mengatakan bahwa upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah menghukum seberat-beratnya pelaku korupsi. Dengan demikian, bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi merupakan sebuah realita bahwa kita sudah memiliki berbagai perangkat hukum untuk memberantas korupsi yaitu peraturan perundang-undangan. Kita memiliki lembaga serta aparat hukum yang mengabdi untuk menjalankan peraturan tersebut baik keKemenkesan, kejaksaan, dan pengadilan. Kita bahkan memiliki sebuah lembaga independen yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang kesemuanya dibentuk salah satunya untuk memberantas korupsi. Namun apa yang terjadi? Korupsi tetap tumbuh subur dan berkembang dengan pesat. Sedihnya lagi, dalam realita ternyata lembaga dan aparat yang telah ditunjuk tersebut dalam beberapa kasus justru ikut menumbuhsuburkan korupsi yang terjadi di Indonesia. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa bekal penkerjaan (termasuk Pekerjaan Agama) memegang peranan yang sangat penting untuk mencegah korupsi. Benarkah demikian? Yang cukup

231

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

mengejutkan, negara-negara yang tingkat korupsinya cenderung tinggi, justru adalah negara-negara yang masyarakatnya dapat dikatakan cukup taat beragama. Ada yang mengatakan bahwa untuk memberantas korupsi, sistem dan lembaga pemerintahan serta lembaga-lembaga negara harus direformasi. Apa saja yang harus direformasi? Reformasi ini meliputi reformasi terhadap: sistem kelembagaan maupun pejabat publiknya ruang untuk korupi harus diperkecil transparansi dan akuntabilitas serta akses untuk mempertanyakan apa yang dilakukan pejabat publik harus ditingkatkan Pada bagian atau bab ini, akan dipaparkan berbagai upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dapat dan telah dipraktikkan di berbagai negara. Ada beberapa bahan menarik yang dapat didiskusikan dan digali bersama untuk melihat upaya yang dapat kita lakukan untuk memberantas korupsi. A. Upaya Pencegahan Korupsi Berikut akan dipaparkan berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan oleh United Nations yang dinamakan the Global Program Against Corruption dan dibuat dalam bentuk United Nations Anti-Corruption Toolkit (UNODC: 2004). 1.

Pembentukan Lembaga Anti-Korupsi Salah satu cara untuk memberantas korupsi adalah dengan membentuk lembaga yang independen yang khusus menangani korupsi. Sebagai contoh di beberapa negara di-dirikan lembaga yang dinamakan Ombudsman. Peran lembaga ombudsman--yang kemudian berkembang pula di negara lain-- antara lain menyediakan sarana bagi

232

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

masyarakat yang hendak mengkomplain apa yang dilakukan oleh Lembaga Pemerintah dan pegawainya. Selain itu lembaga ini juga mem-berikan edukasi pada pemerintah dan masyarakat serta mengembangkan standar perilaku serta code of conduct bagi lembaga pemerintah maupun lembaga hukum yang membutuhkan. Salah satu peran dari ombudsman adalah mengembangkan kepedulian serta pengetahuan masyarakat mengenai hak mereka untuk mendapat perlakuan yang baik, jujur dan efisien dari pegawai pemerintah (UNODC: 2004). Bagaimana dengan Indonesia? Kita sudah memiliki Lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi. Lembaga tersebut adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memperbaiki kinerja lembaga peradilan. Apa saja yang sudah dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mencegah dan memberantas korupsi? Adakah yang masih harus diperbaiki dari kinerja KPK yang merupakan lembaga independen anti-korupsi yang ada di Indonesia? Ada beberapa negara yang tidak memiliki lembaga khusus yang memiliki kewenangan seperti KPK Namun tingkat korupsi di negara-negara tersebut sangat rendah. Mengapa? Salah satu jawabannya adalah lembaga peradilannya telah berfungsi dengan baik dan aparat penegak hukumnya bekerja dengan penuh integritas. Bagaimana dengan Indonesia? Tingkat keKemenkesan, kejaksaan, pengadilan dan Lembaga Pemasyarakatan. Pengadilan adalah

233

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

jantungnya penegakan hukum yang harus bersikap imparsial (tidak memihak), jujur dan adil. Banyak kasus korupsi yang tidak terjerat oleh hukum karena kinerja lembaga peradilan yang sangat buruk. Bila kinerjanya buruk karena tidak mampu (unable), mungkin masih dapat dimaklumi. Ini berarti pengetahuan serta ketrampilan aparat penegak hukum harus ditingkatkan. Yang menjadi masalah adalah bila mereka tidak mau (unwilling) atau tidak memiliki keinginan yang kuat (strong political will) untuk memberantas korupsi, atau justru terlibat dalam berbagai perkara korupsi. Di tingkat departemen, kinerja lembaga-lembaga audit seperti Inspektorat Jenderal harus ditingkatkan. Selama ini ada kesan bahwa lembaga ini sama sekali ‘tidak punya gigi’ ketika berhadapan dengan korupsi yang melibatkan pejabat tinggi. Reformasi birokrasi dan reformasi pelayanan publik adalah salah satu cara untuk mencegah korupsi. Semakin banyak meja yang harus dilewati untuk mengurus suatu hal, semakin banyak pula kemungkinan untuk terjadinya korupsi. Salah satu cara untuk menghindari praktik suap menyuap dalam rangka pelayanan publik adalah dengan mengumumkan secara resmi biaya yang harus dikeluarkan oleh seseorang untuk mengurus suatu hal seperti mengurus paspor, mengurus SIM, mengurus ijin usaha atau Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dsb. Salah satu hal yang juga cukup krusial untuk mengurangi risiko korupsi adalah dengan memperbaiki dan memantau kinerja Pemerintah Daerah. Sebelum Otonomi Daerah diberlakukan, umumnya semua kebijakan diambil oleh Pemerintah Pusat. Dengan demikian korupsi besar-

234

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

besaran umumnya terjadi di Ibukota negara atau di Jakarta. Dengan otonomi yang diberikan kepada Pemerintah Daerah, kantong korupsi tidak terpusat hanya di ibukota negara saja tetapi berkembang di berbagai daerah. Untuk itu kinerja dari aparat pemerintahan di daerah juga perlu diperbaiki dan dipantau atau diawasi terbukti melakukan korupsi Selain sistem perekruitan, sistem penilaian kinerja pegawai negeri yang menitikberatkan pada pada proses (proccess oriented) dan hasil kerja akhir (result oriented) perlu dikembangkan. Untuk meningkatkan budaya kerja dan motivasi kerja pegawai negeri, bagi pegawai negeri yang berprestasi perlu diberi insentif yang sifatnya positif. Pujian dari atasan, penghargaan, bonus atau jenis insentif lainnya dapat memacu kinerja pegawai negeri. 2.

Pencegahan Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Salah satu upaya pencegahan korupsi adalah memberi hak pada masyarakat untuk mendapatkan akses terhadap informasi (access to information). Sebuah sistem harus dibangun di mana kepada masyarakat (termasuk media) diberikan hak meminta segala informasi yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak. Hak ini dapat meningkatkan keinginan pemerintah untuk membuat kebijakan dan menjalankannya secara transparan. Pemerintah memiliki kewajiban melakukan sosialisasi atau diseminasi berbagai kebijakan yang dibuat dan akan dijalankan. Isu mengenai public awareness atau kesadaran serta kepedulian publik terhadap bahaya korupsi dan isu pemberdayaan masyarakat adalah salah satu bagian.

235

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

Pencegahan Korupsi di Sektor Publik Salah satu cara untuk mencegah korupsi adalah dengan mewajibkan pejabat publik untuk melaporkan dan mengumumkan jumlah kekayaan yang dimiliki baik sebelum maupun sesudah menjabat. Dengan demikian masyarakat dapat memantau tingkat kewajaran peningkatan jumlah kekayaan yang dimiliki khususnya apabila ada peningkatan jumlah kekayaan setelah selesai menjabat. Untuk kontrak pekerjaan atau pengadaan barang baik di pemerintahan pusat, daerah maupun militer, salah satu cara untuk memperkecil potensi korupsi adalah dengan melakukan lelang atau penawaran secara terbuka. Masyarakat harus diberi otoritas atau akses untuk dapat memantau dan memonitor hasil dari pelelangan atau penawaran tersebut. Untuk itu harus dikembangkan sistem yang dapat memberi kemudahan bagi masyarakat untuk ikut memantau ataupun memonitor hal ini yang sangat penting dari upaya memberantas korupsi. Salah satu cara untuk meningkatkan public awareness adalah dengan melakukan kampanye tentang bahaya korupsi. Sosialisasi serta diseminasi di ruang publik mengenai apa itu korupsi, dampak korupsi dan bagaimana memerangi korupsi harus diintensifkan. Kampanye tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan media massa (baik cetak maupun tertulis), melakukan seminar dan diskusi. Spanduk dan poster yang berisi ajakan untuk menolak segala bentuk korupsi ‘harus’ dipasang di kantor-kantor pemerintahan sebagai media kampanye tentang bahaya korupsi bahkan memasukkan materi budaya anti korupsi menajdi bagian dari pembelajaran pada pelatihan bagi aparatur sipil negara. Salah satu cara untuk ikut memberdayakan masyarakat

236

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dalam mencegah dan memberantas korupsi adalah dengan menyediakan sarana bagi masyarakat untuk melaporkan kasus korupsi. Sebuah mekanisme harus dikembangkan dimana masyarakat dapat dengan mudah dan bertanggung-jawab melaporkan kasus korupsi yang diketahuinya. Mekanisme tersebut harus dipermudah atau disederhanakan misalnya via telepon, surat atau telex. Di beberapa Negara, pasal mengenai ‘fitnah’ dan “pencemaran nama baik” tidak dapat diberlakukan untuk mereka yang melaporkan kasus korupsi dengan pemikiran bahwa bahaya korupsi dianggap lebih besar dari pada kepentingan individu. Pers yang bebas adalah salah satu pilar dari demokrasi. Semakin banyak informasi yang diterima oleh masyarakat, semakin paham mereka akan bahaya korupsi. Media memiliki fungsi yang efektif untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGOs baik tingat lokal atau internasional juga memiliki peranan penting untuk mencegah dan memberantas korupsi. Mereka adalah bagian dari masyarakat sipil (civil society) yang keberadaannya tidak dapat diremehkan begitu saja. Sejak era reformasi, LSM baru yang bergerak di bidang Anti-Korupsi banyak bermunculan. Sama seperti pers yang bebas, LSM memiliki fungsi untuk melakukan pengawasan atas perilaku pejabat publik. Mengacu pada berbagai aspek yang dapat menjadi penyebab terjadinya korupsi sebagaimana telah dipaparkan dalam bab sebelumnya, dapat dikatakan bahwa penyebab korupsi terdiri atas faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan penyebab korupsi yang datangnya dari diri pribadi atau individu, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan atau sistem.

237

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Upaya pencegahan korupsi pada dasarnya dapat dilakukan dengan menghilangkan, atau setidaknya mengurangi, kedua faktor penyebab korupsi tersebut. Faktor internal sangat ditentukan oleh kuat tidaknya nilai-nilai anti korupsi tertanam dalam diri setiap individu. Nilai-nilai anti korupsi tersebut antara lain meliputi kejujuran, kemandirian, kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, keberanian, dan keadilan. Nilai-nilai anti korupsi itu perlu diterapkan oleh setiap individu untuk dapat mengatasi faktor eksternal agar korupsi tidak terjadi. Untuk mencegah terjadinya faktor eksternal, selain memiliki nilai-nilai anti korupsi, setiap individu perlu memahami dengan mendalam prinsip-prinsip anti korupsi yaitu akuntabilitas, transparansi, kewajaran, kebijakan, dan kontrol kebijakan dalam suatu organisasi/ institusi/ masyarakat. Oleh karena itu hubungan antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai anti korupsi merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. B. Upaya Pemberantasan Korupsi Tidak ada jawaban yang tunggal dan sederhana untuk menjawab mengapa korupsi timbul dan berkembang demikian masif di suatu negara. Ada yang menyatakan bahwa korupsi ibarat penyakit ‘kanker ganas’ yang sifatnya tidak hanya kronis tapi juga akut. Ia menggerogoti perekonomian sebuah negara secara perlahan, namun pasti. Penyakit ini menempel pada semua aspek bidang kehidupan masyarakat sehingga sangat sulit untuk diberantas. Perlu dipahami bahwa dimanapun dan sampai pada tingkatan tertentu, korupsi memang akan selalu ada dalam suatu negara atau masyarakat. Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi

238

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Tidak ada jawaban, konsep atau program tunggal untuk setiap negara atau organisasi. Upaya yang paling tepat untuk memberantas korupsi adalah dengan memberikan pidana atau menghukum seberatberatnya pelaku korupsi. Dengan demikian bidang hukum khususnya hukum pidana akan dianggap sebagai jawaban yang paling tepat untuk memberantas korupsi. Benarkah demikian? Untuk memberantas korupsi tidak dapat hanya mengandalkan hukum (pidana) saja dalam memberantas korupsi. Padahal beberapa kalangan mengatakan bahwa cara untuk memberantas korupsi yang paling ampuh adalah dengan memberikan hukuman yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi. Kepada pelaku yang terbukti telah melakukan korupsi memang tetap harus dihukum (diberi pidana), namun berbagai upaya lain harus tetap terus dikembangkan baik untuk mencegah korupsi maupun untuk menghukum pelakunya. Adakah gunanya berbagai macam peraturan perundangundangan, lembaga serta sistem yang dibangun untuk menghukum pelaku korupsi bila hasilnya tidak ada?. Jawabannya adalah: jangan hanya mengandalkan satu cara, satu sarana atau satu strategi saja yakni dengan menggunakan sarana penal, karena ia tidak akan mempan dan tidak dapat bekerja secara efektif. Belum lagi kalau kita lihat bahwa ternyata lembaga serta aparat yang seharusnya memberantas korupsi justru ikut bermain dan menjadi aktor yang ikut menumbuhsuburkan praktik korupsi.

239

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

C. Strategi Komunikasi Pemberantasan Korupsi (PK) 1. Adanya Regulasi KEPMENKES No: 232 Menkes/Sk/VI/2013, Tentang Strategi Komunikasi Pemberantasan Budaya Anti Korupsi Kementerian Kesehatan Tahun 2013. Penyusunan dan sosialisasai Buku panduan Penggunaan fasilitas kantor Penyusunan dan sosialisasi Buku Panduan Memahami Gratifikasi Workshop/ pertemuan peningkatan pemahaman tentang antikorupsi dengan topik tentang gaya hidup PNS, kesederhanaan, perencanaan keuangan keluarga sesuai dengan kemampuan lokuS Penyebarluasan nilai-nilai anti korupsi (disiplin dan tanggung jawab) berkaitan dengan kebutuhan pribadi dan persepsi gratifikasi Penyebarluasan informasi tentang peran penting dan manfaat whistle blower dan justice collaborator 2.

Perbaikan Sistem Memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum. Memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simpel dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi. Memisahkan secara tegas kepemilikan negara dan kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi. Menegakkan etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas.

240

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

3.

Penerapan prinsip-prinsip Good Governance. Mengoptimalkan pemanfaatan eknologi, memperkecil terjadinya human error.

Perbaikan manusianya KPK terus berusaha melakukan pencegahan korupsi sejak dini. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam menanamkan nilai anti korupsi. Berdasarkan kajian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa ada peran penting keluarga dalam proses pencegahan korupsi. Keluarga batih menjadi pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi saat anak dalam proses pertumbuhan. “Keluarga batih itu adalah pihak pertama yang bisa menanamkan nilai anti korupsi ke anak. Seiring anak tumbuh, nilai anti korupsi itu semakin mantap. KPK menekankan pencegahan korupsi sejak dini. Sebabnya, ketika seseorang sudah beranjak dewasa dan memiliki pemahaman sendiri, penanaman nilai anti korupsi akan susah ditanamkan. Ketika orang sudah dewasa, apalagi dia adalah orang yang pandai dan cerdas, sangat susah menanamkan nilai anti korupsi karena mereka sudah punya pemahaman sendiri. Memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi. Memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada

241

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

bangsa. Menolak korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/ memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003). Meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan penkerjaan anti korupsi. Mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan. Memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan.

Bagaimana cara penanggulangan korupsi? Cara penaggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaankebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial,dan pendidikan dapat menjadi instrumen penting bila dilakukan dengan tepat bagi upaya pencegahan tumbuh dan berkembangnya korupsi. Sementara itu untuk tindakan represif penegakan hukum dan hukuman yang berat perlu dilaksanakan dan apabila terkait dengan implementasinya maka aspek individu penegak hukum menjadi dominan, dalam perspektif ini pendidikan juga akan berperan penting di dalamnya. Tugas/ Latihan: Setelah Anda mempelajari modul ini bagaimana komentar Anda terhadap:

242

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

1.

2.

Berbagai upaya atau strategi yang dilakukan untuk memberantas korupsi yang dikembangkan dalam Upaya Pencegahan Korupsi secara tepat dan benar seperti yang Anda pelajari pada modul ini, bagaimana pandangan Anda terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh Indenesia? Dalam pemberantasan korupsi sangat penting untuk menghubungkan strategi atau upaya pemberantasan korupsi dengan melihat karakteristik dari berbagai pihak yang terlibat serta lingkungan di mana mereka bekerja atau beroperasi. Bagaimana komentar Anda terhadap pernyataan tersebut terkait dengan upaya Pemberantasan Korupsi dengan benar.

Apakah Stra8tegi Komunikasi Pemberantasan Anti Korupsi (PAK) seperti yang Anda pelajari pada pokok bahasan tersebut yaitu dengan adanya regulasi, perbaikan sistem, dan perbaikan manusianya, merupakan cara yang efektif untuk memberantas korupsi. Diskusikan di dalam kelompok Anda! POKOK BAHASAN IV TATA CARA PELAPORAN DUGAAN PELANGGARAN TINDAK PIDANA KORUPSI Dalam menjalani aktivitas sehari-hari dilingkup perusahaan mungkin kita melihat ada beberapa “oknum” pejabat yang melakukan tindak pidana korupsi namun kita binggung bagaimana cara melaporkan kasus tersebut.. Pengertian Laporan/ pengaduan dapat kita temukan didalam Pasal 1 angka 24 dan 25 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana.(Pasal 1 angka 24 KUHAP) Sedangkan yang dimaksud dengan pengaduan adalah:

243

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Pengaduan adalah pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum seorang yang telah melakukan tindak pidana aduan yang merugikannya.(Pasal 1 angka 25 KUHAP) A. Laporan Dari pengertian di atas, laporan merupakan suatu bentuk pemberitahuan kepada pejabat yang berwenang bahwa telah ada atau sedang atau diduga akan terjadinya sebuah peristiwa pidana/ kejahatan. Artinya, peristiwa yang dilaporkan belum tentu perbuatan pidana, sehingga dibutuhkan sebuah tindakan penyelidikan oleh pejabat yang berwenang terlebih dahulu untuk menentukan perbuatan tersebut merupakan tindak pidana atau bukan. Kita sebagai orang yang melihat suatu tidak kejahatan memiliki kewajiban untuk melaporkan tindakan tersebut. Selanjutnya, di mana kita melapor? Dalam hal jika Anda ingin melaporkan suatu tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan kementerian Kesehatan, saat ini kementerian Kesehatan melalui Inspektorat jenderal sudah mempunyai mekanisme pengaduan tindak pidana korupsi. Mekanisme Pelaporan 1.

Tim Dumasdu pada unit Eselon 1 setiap bulan menyampaikan laporan penanganan pengaduan masyarakat dalam bentuk surat kepada Sekretariat Tim Dumasdu. Laporan tersebut minimal memuat informasi tentang nomor dan tanggal pengaduan, isi ringkas pengaduan, posisi penanganan dan hasilnya penanganan.

2.

Sekretariat Tim Dumasdu menyusun laporan triwulanan dan semesteran untuk disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur

244

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Negara dan Reformasi Birokrasi dan pihak-pihak terkait lainnya. B. Pengaduan Pengaduan yang dapat bersumber dari berbagai pihak dengan berbagai jenis pengaduan, perlu diproses ke dalam suatu sistem yang memungkinkan adanya penanganan dan solusi terbaik dan dapat memuaskan keinginan publik terhadap akuntabilitas pemerintahan.Ruang lingkup materi dalam pengaduan adalah adanya kepastian telah terjadi sebuah tindak pidana yang termasuk dalam delik aduan, dimana tindakan seorang pengadu yang mengadukan permasalahan pidana delik aduan harus segera ditindak lanjuti dengan sebuah tindakan hukum berupa serangkaian tindakan penyidikan berdasarkan peraturan perundangundangan. Artinya dalam proses penerimaan pengaduan dari masyarakat, seorang pejabat yang berwenang dalam hal ini internal di Kementerian Kesehatan khususnya Inspektorat Jenderal, harus bisa menentukan apakah sebuah peristiwa yang dilaporkan oleh seorang pengadu merupakan sebuah tindak pidana delik aduan ataukah bukan. Penyelesaian Hasil Penanganan Pengaduan Masyarakat Sekretariat Tim Dumasdu secara periodik melakukan monitoring dan evaluasi (money) terhadap hasil ADTT/ Investigasi, berkoordinasi dengan Bagian Analisis Pelaporan dan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan (APTLHP). Pelaksanaan money dan penyusunan laporan hasil money dilakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku pada Inspektorat Jenderal. Penyelesaian hasil penanganan dumas agar ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, berupa:

245

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

1. 2. 3. 4. 5.

Tindakan administratif; Tuntutan perbendaharaan dan ganti rugi; Tindakan perbuatan pidana; Tindakan pidana; Perbaikan manajemen.

C. Tata Cara Penyampaian Pengaduan Prosedur Penerimaan Laporan kepada Kemenkes adalah Berdasarkan Permenkes Nomor 49 tahun 2012 tentang Pengaduan kasus korupsi, beberapa hal penting yang perlu diketahui antaranya. Pengaduan masyarakat di Lingkungan Kementerian Kesehatan dikelompokkan dalam: 1. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan; dan 2. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan adalah: mengandung informasi atau adanya indikasi terjadinya penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh aparatur Kementerian Kesehatan sehingga mengakibatkan kerugian masyarakat atau negara. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan merupakan pengaduan masyarakat yang isinya mengandung informasi berupa sumbang saran, kritik yang konstruktif, dan lain sebagainya, sehingga bermanfaat bagi perbaikan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. Masyarakat terdiri atas orang perorangan, organisasi masyarakat, partai politik, institusi, kementerian/lembaga pemerintah, dan pemerintah daerah. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan dapat disampaikan secara langsung melalui tatap muka, atau secara tertulis/surat, media elektronik, dan media cetak kepada pimpinan atau pejabat Kerrienterian Kesehatan. Pengaduan masyarakat berkadar pengawasan

246

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

dapat disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada Sekretariat Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat tidak berkadar pengawasan dapat disampaikan secara langsung oleh masyarakat kepada sekretariat unit utama dilingkungan Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan harus ditanggapi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pengaduan diterima. Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kemenkes Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan, sehingga dalam rangka melaksanakan fungsi tersebut perlu suatu pedoman penanganan pengaduan masyarakat yang juga merupakan bentuk pengawasan. Selain itu untuk penanganan pengaduan masyarakat secara terkoordinasi di lingkungan Kementerian Kesehatan telah dibentuk Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 134/ Menkes/ SK/ III/ 2012 tentang Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan (Tim Dumasdu) yang anggotanya para Kepala bagian Hukormas yang ada pada masingmasing Unit Eselon I di Kementerian Kesehatan. Pengaduan masyarakat di lingkungan Kementerian Kesehatan ditangani oleh Tim Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan yang dibentuk oleh Menteri berdasarkan kewenangan masing-masing. Penanganan pengaduan masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan harus dilakukan secara cepat, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan Penanganan pengaduan masyarakat meliputi pencatatan, penelaahan, penanganan

247

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

lebih lanjut, pelaporan, dan pengarsipan. Penanganan lebih lanjut berupa tanggapan secara langsung melalui klarifikasi atau memberi jawaban, dan penyaluran/ penerusan kepada unit terkait yang berwenang menangani. Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengaduan masyarakat tercantum dalam Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat Terpadu di Lingkungan Kementerian Kesehatan Pencatatan Pengaduan Pada dasarnya pengaduan disampaikan secara tertulis. Walaupun peraturan yang ada menyebutkan bahwa pengaduan dapat dilakukan secara lisan, tetapi untuk lebih meningkatkan efektifitas tindak lanjut atas suatu perkara, maka pengaduan yang diterima masyarakat hanya berupa pengaduan tertulis. Pencatatan pengaduan masyarakat oleh Tim Dumasdu dilakukan sebagai berikut: 1. Pengaduan masyarakat (dumas) yang diterima oleh Tim Dumasdu pada Unit Eselon I berasal dari organisasi masyarakat, partai politik, perorangan atau penerusan pengaduan oleh Kementerian/ Lembaga/ Komisi Negara dalam bentuk surat, fax, atau email, dicatat dalam agenda surat masuk secara manual atau menggunakan aplikasi sesuai dengan prosedur pengadministrasian/ tata persuratan yang berlaku. Pengaduan yang disampaikan secara lisan agar dituangkan ke dalam formulir yang disediakan. 2. Pencatatan dumas tersebut sekurang-kurangnya memuat informasi tentang nomor dan tanggal surat pengaduan, tanggal diterima, identitas pengadu, identitas terlapor, dan inti pengaduan.

248

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3. Pengaduan yang alamatnya jelas, segera dijawab secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak surat pengaduan diterima, dengan tembusan disampaikan kepada Sekretariat Tim Dumasdu pada Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan. Latihan: Setelah Anda mempelajari pokok bahasan tersebut di atas, ada dua hal penting yang perlu didiskusikan lebih lanjut di dalam kelompok masing2, yaitu: perihal laporan dan pengaduan. Apa beda yang prinsip antara laporan dan pengaduan dan bagaimana tatacara untuk laporan dan pengaduan. POKOK BAHASAN V GRATIFIKASI A. Pengertian Grafitasi APA itu GRATIFIKASI ? Bagi sebagian orang mungkin sudah mengetahui apa yang dimaksud dengan kata Gratifikasi. Tapi Saya lebih senang menafsirkan kata tersebut dengan kata yang mendefinisikan sesuatu yang berarti “gratis di kasih”. Gratifikasi menurut kamus hukum berasal dari Bahasa Belanda, “Gratificatie”, atau Bahasa Inggrisnya “Gratification“ yang diartikan hadiah uang. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,1998) Gratifikasi diartikan pemberian hadiah uang kepada pegawai di luar gaji yang telah ditentukan. Menurut UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Penjelasan Pasal 12 b ayat (1), Gratifikasi adalah Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

249

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Ada beberapa contoh penerimaan gratifikasi, diantaranya yakni: Seorang pejabat negara menerima “uang terima kasih” dari pemenang lelang; Suami/ Istri/ anak pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis istrinya/ suaminya; Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya; Seorang petugas perijinan memperoleh uang “terima kasih” dari pemohon ijin yang sudah dilayani. Pemberian bantuan fasilitas kepada pejabat Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif tertentu, seperti: Bantuan Perjalanan + penginapan, Honor-honor yang tinggi kepada pejabat-pejabat walaupun dituangkan dalam SK yang resmi), Memberikan fasilitas Olah Raga (misal, Golf, dll); Memberikan hadiah pada event-event tertentu (misal, bingkisan hari raya, pernikahan, khitanan dll). Pemberian gratifikasi tersebut umumnya banyak memanfaatkan momen-momen ataupun peristawa-peristiwa yang cukup baik, seperti: Pada hari-hari besar keagamaan (hadiah hari raya tertentu), hadiah perkawinan, hari ulang tahun, keuntungan bisnis, dan pengaruh jabatan Pengertian Gratifikasi menurut penjelasan Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001 Pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.

250

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Pengecualian Undang-Undang No. 20 Tahun 2001 Pasal 12 C ayat (1) : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. B. Landasan Hukum Aspek hukum gratifikasi meliputi tiga unsur yaitu: (1) dasar hukum, (2) subyek hukum, (3) Obyek Hukum Ada dua Dasar Hukum dalam gratifikasi yaitu: (1) Undangundang Nomor 30 Tahun 2002 dan (2) Undang2-undang No 20 Tahun 2001. Menurut undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pasal 16: “ setiap PNS atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada KPK”. Undang-undang nomor 20 tahun 2001, menurut UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak korupsi pasal 12 C Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Ayat 2 penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 wajib dilakukan oleh penerima gratifikasi paling lambat 30 hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima. Subyek hukum terdiri dari: (1) penyelenggara negara, dan (2) pegawai negeri Penyelenggara negara meliputi: pejabat negara pada lembaga tertinggi negara, pejabata negara pada lembaga tinggi negara, menteri, gubernur, hakim, pejabat lain yang memiliki fungsi startegis dalam kaitannya dalam penyelenggaraan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku

251

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Pegawai Negeri Sipil meliputi pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam undang-undang kepegawaian, pegawai negeri spil sebagaimana yang dimaksud dalam kitab undangundang hukum pidana, orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah, orang yang menerima gaji atau upah dari suatu korporasi yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah; orang yang menerima gaji atau upah dari korporasi lain yang mempergunakan modal atau fasilitas negara atau rakyat Obyek Hukum gratifikasi meliputi: (1) uang (2) barang dan (3) fasilitas C. Gratifikasi Dikatakan Sebagai Tindak Pidana Korupsi Gratifikasi dikatakan sebagai pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannnya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut: Suatu gratifikasi atau pemberian hadiah berubah menjadi suatu yang perbuatan pidana suap khsuusnya pada seorang penyelenggara negara atau pegawai negeri adalah pada saat penyelenggara negara atau pegawai negeri tersebut melakukan tindakan menerima suatu gratifikasi atau pemberian hadiah dari pihak manapun sepanjang pemberian tersebut diberikan berhubungan dengan jabatan ataupun pekerjaannya. Bentuknya: Pemberian tanda terima kasih atas jasa yang telah diberikan oleh petugas, dalam bentuk barang, uang, fasilitas D. Contoh Gratifikasi Contoh pemberian yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi,antara lain:

252

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

-

Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantu; Hadiah atau sumbangan dari rekanan yang diterima pejabat pada saat perkawinan anaknya; Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat/ pegawai negeri atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-cuma; Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat/ pegawai negeri untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan; Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat/pegawai negeri; Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan; Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat/pegawai negeri pada saat kunjungan kerja; Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat/pegawai negeri pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya. Berdasarkan contoh diatas, maka pemberian yang dapat dikategorikan sebagai gratifikasi adalah pemberian atau janji yang mempunyai kaitan dengan hubungan kerja atau kedinasan dan/ atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat/ pegawai negeri dengan sipemberi.

E. Sanksi Gratifikasi Sanksi pidana yang menerima gratifikasi dapat dijatuhkan bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang: 1. Menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya; 2. Menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk

253

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

4.

5.

6.

7

8

menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; Menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya; Dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri; Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; Pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang; Pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolaholah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau Baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya Dari banyaknya proyek di Kemenkes, ada beberapa yang disorot aparat penegak hukum karena diduga sarat dengan

254

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

praktik korupsi. Mulai dari kasus korupsi pengadaan alat kesehatan untuk penanggulangan flu burung tahun kemudian bertambah dengan kasus pengadaan alat kesehatan untuk pusat penanggulangan krisis di Kementerian Kesehatan, kasus pengadaan alat rontgen portable dan kasus pengadaan alat bantu belajar mengajar pendidikan dokter. Mengapa hal tersebut terjadi adalah akibat kesalahan prosedur dalam pengadaan barang dengan menggunakan metoda penunjukkan langsung yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kasus lainnya yang juga terjadi di lingkungan Kementerian Kesehatan khususnya tahun 2010 ke bawah adalah kasus perjalanann dinas (perjadin). Banyak kecurangan yang dilakukan pada kegiatan perjadin, pengurangan jumlah hari, ketidaksesuaian antara pertanggungjawaban perjadin dengan riil yang dikeluarkan, hingga perjadin fiktif. Kegiatan lainnya yang juga menjadi perhatian adalah paket meeting dan pelatihan berupa pengurangan jumlah hari, pengurangan jumlah orang, volume pertemuan. Hal lainnya yang juga sangat penting adalah tidak sesuainya antara kegiatan yang diusulkan dengan rencana program yang sudah disusun selama lima tahun Pada modul ini akan dibahas secara detail tentang kasus pengadaan barang dan jasa yang merupakan kasus terbanyak. Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) pemerintahan merupakan salah satu sektor yang rentan penyimpangan,Kasus yang ditangani KPK, 60 persen sampai 70 persennya terkait dengan pengadaan barang dan jasa. Jadi, pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadinya korupsi. salah satunya dalam bentuk tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu faktor penyebab memungkinkan terjadinya

255

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

penyimpangan, masih lemahnya sistem pengawasan yang dilakukan terhadap keseluruhan tahap dan proses PBJ tersebut, sehingga menimbulkan kerugian negara yang sangat besar. Upaya pembenahan sistem PBJ sudah dilakukan dimulai dari aspek normatif/ regulasi maupun teknis. Namun tentu saja perbaikan sistem tersebut tidak dibarengi dengan perbaikan pada aspek pengawasan. Ini tentu saja menjadi kerugian bagi masyarakat sebagai penerima hasil proses PBJ. Sistem pengawasan yang ada, baik di tingkat pusat (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah/ LKPBJP), maupun yang ada diinternal pemerintah belum sepenuhnya berfungsi dengan baik. Sehingga sangat dimungkinkan terjadinya penyimpangan. Sistem pengadaan barang dan jasa yang saat ini berlaku di Indonesia, masih memiliki kelemahan dan belum secara efektif mampu mencegah terjadinya korupsi. Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah sebagaimana diatur dalam Kepres maupun Perpres, masih memungkinkan Panitia Pengadaan dan Penyedia Barang/Jasa untuk melakukan korupsi di setiap tahapannya. Kelemahan tersebut terbukti dengan begitu besarnya kasus korupsi yang terkait dengan pengadaan barang dan jasa pemerintah yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam laporan tahunan KPK hingga tahun 2012, kasus korupsi di sektor PBJ menjadi kasus terbesar yang ditangani KPK tidak hanya di Kemenkes saja namun di beberapa kementerian dan di daerah. Beberapa hal yang sering terjadi di antaranya: 1.

kegiatan pengadaan sering tidak tepat sasaran

2. 3.

Kemahalan harga versus kewajaran harga Kekurangan kuantitas (volume kegiatan) program versus volume kegiatan fisik Kekurangan kualitas

4.

256

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

VII. REFERENSI A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi B. Undang-undang Nomor 14 tahun 2008 Keterbukaan Informasi Publik C. Instruksi Presiden nomor 1 tahun 2013 D. Peraturan Pemerintah No 61 tahun 2010 Pelaksanaan Undangundang Nomor 14 Tahun 2008 E. Permenpan Nomor 5 tahun 2009 F.

Permenkes No 49 tahun 2012 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan Masyarakat terpadu di lingkungan Kementerian Kesehatan.

G. Permenkes nomor 134 tahun 2012 tentang Tim Pengaduan Masyarakat H. Permenkes Nomor 14 tahun 2014 Kebijakan tentang Gratifikasi bidang Kesehatan I.

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 232/ Menkes/ SK/ VI/ 2013 Tentang Strategi Komunikasi Penkerjaan dan Budaya Anti Korupsi

J.

Dr. Uhar Suharsaputra, M.Pd Budaya Korupsi dan Pendidikan Tantangan bagi Dunia Pendidikan K. KPK, Buku Saku Gratifikasi VIII. EVALUASI

257

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

258

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

LAMPIRAN SKENARIO POSBINDU : Di RT 03 Kelurahan GALUR Kecamatan JOHAR BARU direncanakan akan membentuk Posbindu PTM baru. Pak Laksana, ketua RT 03 mengundang warganya untuk menghadiri rapat dalam rangka pembentukan Posbindu PTM baru di wilayah RT 03 Kelurahan GALUR Kecamatan JOHAR BARU. Pada hari yang sudah ditentukan warga RT 03 berkumpul untuk Rapat pembentukan Posbindu PTM, jumlah warga yang hadir kurang lebih 35 0rang. Dalam rapat tersebut disepakati untuk membentuk POSBINDU PTM di RT 03, dan terpilih : Ketua : Laksana Sekretaris : Jelita Bendahara : Slalu Sabar Anggota Pokja 1 : Siti Maemunah Anggota Pokja 2 : Maesaroh Anggota Pokja 3 : Musdalifah Anggota Pokja 4 : Clara Dewi Anggota Pokja 5 : Bunga Lestari Rencananya kegiatan akan di laksanakan minggu ke 3 tiap bulan setiap hari Sabtu jam 11.00 di Sekretariat RT 03. Sasaran yang diutamakan adalah semua warga yang berusia 15 tahun keatas diharapkan hadir dalam tiap kegiatan Posbindu PTM. Jenis Kegiatan yang dilaksanakan pada Posbindu PTM sesuai dengan Juklak/ Juknis Posbindu dan Kemenkes. Untuk pendanaan dari kas RT/ Iuran warga/ Donatur tetap /Mencari sponsor. Pada hari pelaksanaan kegiatan Posbindu PTM semua warga berkumpul di sekretariat RT 03, di Ruangan yang sudah disiapkan. Petugas pelaksana Posbindu adalah :

259

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

1.

Meja 1 :

2.

Meja 2 :

3.

Meja 3 :

4.

Meja 4 :

5.

Meja 5 :

Ibu Siti Maemunah dengan tugas sebagai administrasi pasien Ibu Maesaroh dengan tugas mewawancarai pasien untuk mendapatkan data-data tentang kesehatan pasien Ibu Musdalifah bertugas melakukan pengukuran BB, TB, IMT dan Lingkar Perut, Gangguan Penglihatan dan Gangguan Pendengaran Ibu Clara Dewi yang melakukan pemeriksaan Tekanan darah , gula darah, dan Cholesterol total dengan didampingi oleh Bidan Yuli dari Puskesmas Galur dalam pemeriksaan tersebut. Ibu Bunga Lestari yang melakukan Edukasi mengenai bahaya penyakit PTM seperti : Jantung, Diabetes, Hipertensi, Stroke dan PPOK, Gangguan penglihatan dan pendengaran, serta konseling tentang faktor risiko yang dimiliknya. Setelah selesai melewati 5 meja, ibu Bunga menyarankan agar kartu monitoring dibawa kembali ke meja 1 untuk pencatatan dan kartu monitoring dibawa pulang pasien.

Pada hari pelaksanaan tanggal 18 Januari 2014, seorang warga bernama ibu Melati pertama kali berkunjung ke Posbindu PTM RT 03 Kelurahan Galur, Johar Baru. Pertama kali datang ibu Melati menuju ke meja 1 : 1. Meja 1 : Petugas pelaksana (ibu Siti) terlebih dahulu mengisi nomor urut pendaftaran dan tanggal kunjungan pertama, kemudian menanyakan data individu Ibu Melati, didapatkan bahwa : Nama Lengkap : Melati Mekarwangi Nomor KTP : 32745421678764353 Tanggal lahir : 1 Juni 1972 (41 tahun) Jenis kelamin : Perempuan Suku : Betawi Agama : Islam

260

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Alamat

: Jalan Kebon, No.55 Rt.03 Galur, Johar Baru Pendidikan terakhir : SMA Status perkawinan : Menikah Golongan darah : Tidak tahu Data tersebut dicatat di buku monitoring FR PTM, setelah itu ibu Melati diarahkan menuju meja 2. 2.

Meja 2 :

Petugas pelaksana (ibu Maesaroh) mewawancari faktor risiko penyakit tidak menular yang ada pada ibu Melati dengan menanyakan riwayat PTM apa saja yang ada pada keluarga dan pada diri sendiri yang telah di diagnosa oleh dokter, serta faktor risiko perilaku. Hasil wawancara diketahui bahwa ibu melati: • Memiliki riwayat asma, hipertensi dan kolesterol tinggi pada keluarga • Memiliki riwayat hipertensi dan kolesterol tinggi pada diri sendiri • Memiliki riwayat gangguan penglihatan pada diri sendiri • Tidak merokok, tetapi suami perokok berat dan sering merokok di rumah (isi pada kolom hijau di bulan 1) • Suka minum yang manis-manis • Kurang makan sayur dan buah (isi pada kolom merah di bulan 1) • Sering mengkonsumsi jeroan baik kambing maupun sapi, sering makan goreng2an, • Kurang berolah raga dan pekerja keras. (isi pada kolom merah di bulan 1) Hasil wawancara tersebut dicatat dalam buku monitoring FR PTM, kemudian ibu melati diarahkan menuju meja 3.

261

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

3.

Meja 3 :

petugas pelaksana (ibu Musdalifah) melakukan pengukuran FR PTM, hasilnya didapatkan : • Berat Badan : 63 kg (angka diisi pada kolom bulan 1) • Tinggi Badan : 150 cm • IMT : 63 = 28  Obesitas (angka (1,5)2 diisi pada kolom merah di bulan 1) •

Lingkar perut : 83 cm (angka diisi pada kolom merah di bulan 1) Hasil pengukuran tersebut dicatat dalam buku monitoring FR PTM, kemudian ibu Melati diarahkan untuk ke meja 4.

262

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

4.

Meja 4 :

petugas pelaksana (ibu Clara) melakukan pemeriksaan FR PTM didampingi Bidan Yuli, hasilnya didapatkan : • Tekanan darah









: 140/100 mmHg (angka diisi pada kolom merah di bulan 1) GDS : 180 mg/dl (angka diisi pada kolom hijau di bulan 1) Kolesterol total : 250 mg/dl (angka diisi pada kolom merah di bulan 1) Trigliserida : 121 mg/dl (angka diisi pada kolom hijau di bulan 1) Gangguan penglihatan : hasil wawancara menunjukkan ibu melati memiliki indikasi gangguan penglihatan

263

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

264

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

5.

Meja 5 :

petugas pelaksana (ibu Bunga) melakukan edukasi dan konseling kepada ibu Melati, dari hasil wawancara, pengukuran dan pemeriksaan FR PTM didapatkan bahwa ibu Melati FR PTM yaitu kurang makan sayur/ buah, kurang aktivitas fisik, obesitas, tekanan darah tinggi dan kolesterol tinggi. Selain itu ibu melati memiliki indikasi gangguan penglihatan. Pertama-tama ibu Bunga melakukan perhitungan kebutuhan kalori untuk ibu Melati sebagai berikut : Disarankan pada Ibu Melati untuk melakukan : • Penurunan berat badan, dengan mengurangi 500 kalori dari kebutuhan kalori sehari, sebagai berikut:  BB Ideal = ( 150 – 100 ) – 10% ( 150 – 100 ) = 50 – 5 = 45 kg  Ibu Melati adalah pekerja keras, jenis aktivitasnya adalah 1,75.  Kebutuhan kalori sehari = 45 kg x 25 kalori x 1,75 = 1968.75 kalori – 500 kalori = 1468.75 kalori • Ibu Bunga, memberikan contoh menu sehari 1500 kalori menggunakan food model :

265

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

266

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM





• •

Diet sehat gizi seimbang dengan : o mengurangi konsumsi minuman manis, o mengurangi konsumsi goreng-gorengan, makanan berlemak dan berkolesterol tinggi, diganti dengan makanan yang direbus atau dipanggang o Konsumsi makanan berserat tinggi, minimal 5 porsi sayur/buah per hari. Lakukan latihan fisik secara teratur minimal 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 30-50 menit tiap kali latihan fisik.  konseling rokok untuk suami / perokok pasif ibu Melati Konseling mengenai pencegahan dan pengendalian gangguan penglihatan

267

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Hasil konseling ibu Melati kemudian dicatat dalam buku monitoring FR PTM :

268

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

Disini dimotivasi untuk dirujuk sesuai dengan criteria pengendalian PTM. Selesai konseling ibu Melati diarahkan kembali ke meja 1 untuk pencatatan hasil kegiatan Posbindu dalam buku pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan Posbindu PPTM.

269

KURIKULUM DAN MODUL PELATIHAN POS PEMBINAAN TERPADU (POSBINDU) PTM

270

Related Documents


More Documents from "Yunita Dwi Herwati"