HANDOUT ILMU UKUR TANAH
OLEH : TIM PENGAJAR ILMU PENGUKUR TANAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN TINGGI POLITEKNIK NEGERI BALI JURUSAN TEKNIK SIPIL SMT I 2005
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ...............................................................................
i
DAFTAR ISI ...........................................................................................
ii
BAB 1
PENDAHULUAN ................................................................
1
1.1 Arti dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah ..................................
1
1.2 Pengertian dan Jenis Peta ...............................................
1
1.3 Penggunaan
Praktis
ilmu
Ukur
Tanah
Dalam
Pembangunan ................................................................. BAB 2
3
MEMBUAT GARIS LURUS DAN SUDUT SIKU
LAPANGAN DENGAN ALAT SEDERHANA ....................................
4
2.1 Membuat Garis Lurus ...................................................
4
2.2 Membuat Sudut Siku .....................................................
6
PENGUKURAN WATERPASS ..........................................
9
3.1 Istilah-Istilah ..................................................................
9
3.2 Metode Pengukuran Beda Tinggi ..................................
10
3.3 Sifat Datar Sederhana ...................................................
10
3.4 Alat Ukur Waterpass .....................................................
12
3.5 Rambu Ukur ..................................................................
13
3.6 Cara Cara Pengukuran Dengan Alat Sipat Datar ...........
15
3.7 Ketelitian Dalam Pengukuran Waterpass .......................
19
POTONGAN MEMANJANG DAN MELINTANG ...........
20
BAB 3
BAB 4
ii
4.1 Pengukuran Profil / Potongan Memanjang .....................
20
4.2 Pengukuran Profil / Potongan Melintang ........................
26
BAB 5
ALAT UKUR THEODOLITE .............................................
35
BAB 6
POLIGON, AZIMUTH DAN KOORDINAT .....................
38
6.1 Poligon ...........................................................................
38
6.2 Azimuth ..........................................................................
40
6.3 Menghitung Koordinat ...................................................
43
PEMETAAN ........................................................................
44
7.1 Pembuatan Titik Detail ...................................................
45
7.2 Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi Secara Optis ..........
46
7.3 Penggambaran Peta ........................................................
47
BAB 8
GARIS KETINGGIAN (KONTUR) ....................................
51
BAB 9
PERHITUNGAN LUAS ......................................................
64
BAB 7
9.1 Menghitung Luas Dengan Membagi-Bagi Luas Tanah Menjadi
BAB 10
Beberapa
Bentuk
Segitiga,
Metode
Trapesium Dan Metode Simpson .................................
64
9.2 Menghitung Luas Dengan Cara Koordinat ....................
70
9.3Menghitung Luas Dengan Alat Planimeter .....................
72
PERHITUNGAN VOLUME ...............................................
78
10.1 Perhitungan Volume Dengan Kaidah Simpson ............
78
10.2 Perhitungan Volume Dengan Kaidah Prismoida .........
80
10.3 Volume Pekerjaan Tanah Skala Besar .........................
83
iii
BAB 11
LENGKUNG MENDATAR SEDERHANA .......................
94
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
111
iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Arti dan Tujuan Ilmu Ukur Tanah Ilmu Ukur Tanah
adalah ilmu yang berhubungan dengan bentuk
permukaan bumi ( topografi ). Artinya ilmu yang bertujuan ; menggambarkan bentuk topografi muka bumi dalam suatu peta / bidang datar, dengan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi seperti kota, sungai, jalan, danau, bangunan, dll. Penggambaran tersebut kedalam peta dibuat dengan skala tertentu, sehingga dengan mempelajari peta kita dapat menghetahui jarak, arah dan posisi tempat yang akan inginkan. Dengan demikian tujuan dari ilmu ukur tanah yang paling utama adalah pembuatan peta. Disamping untuk pembuatan peta juga dipakai untuk tujuan-tujuan : -
Penentuan elevasi dan arah ( letak suatu titik ) di lapangan.
-
Pengontrolan letak dan elevasi bangunan yang sedang dibuat, agar sesuai dengan rencana.
-
Dll.
1.2. Pengertian dan Jenis Peta Peta adalah proyeksi vertikal sebagian permukaan bumi pada suatu bidang dengan skala tertentu. Pada peta digambarkan segala sesuatu yang ada pada permukaan bumi yang dipetakan, seperti kampung, kota, jalan, sungai, bangunanbangunan, dll. Suatu peta harus dilengkapi dengan : -
Skala peta
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
1
-
Petunjuk arah
-
Keterangan atau legenda
Dengan demikian sebuah peta dapat dipakai untuk menentukan letak, arah, jarak dan posisi suatu titik atau tempat yand diinginkan.
Ada berjenis-jenis peta yang dikenal antara lain : A. Untuk Tujuan Teknis -
Peta topografi teliti, digunakan untuk keperluan perencanaan jaringan irigasi,
jaringan
jalan,
permukiman
transmigrasi,
pembangunan
perumahan, dll -
Biasanya berskala 1 : 10.000 , 1 : 5000, 1 : 2000, 1 : 500
-
Peta topografi kasar, umumnya untuk keperluan militer, survey pendahuluan,dll. Peta ini dikenal dengan Peta Top Dam Angkatan Darat, karena dibuat oleh militer untuk keperluan perang. Peta ini dipublikasikan oleh Direktorat Geologi (Bandung), sedang data koordinat dan elevasi titik-titik Triangulasinya oleh Angkatan Darat (Dinas Top Dam). Peta ini umumnya berskala 1 : 50.000, 1 : 100.000, 1 : 200.000, 1 : 250.000, 1 : 500.000. Peta atlas adalah peta secara global untuk pelajaran ilmu bumi di SD, SMP dan SMA, skala umumnya 1 : 1.000.000 atau lebih kecil lagi.
B. Untuk Tujuan Non Teknis -
Peta pariwisata ( peta perjalanan ), disini hanya ditekankan pada hal-hal yang berhubungan dengan pariwisata seperti tempat rekreasi, kesenian, dll.
-
Peta masalah sosial, seperti kependudukan, tata guna tanah, dll.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
2
1.3. Penggunaan Praktis Ilmu Ukur Tanah dalam Pembangunan Pembangunan dan ilmu ukur tanah sangat erat hubungannya, karena setiap rencana pembangunan pasti memerlukan peta. Diantaranya yang terpenting adalah : 1. Pemetaan situasi untuk keperluan perencanaan jaringan irigasi, jalan raya, jaringan air minum, bangunan, dlll. 2. Pemetaan trace/ profil untuk pembangunan saluran, profil jalan, dll. 3. Penentuan elevasi dan letak bangunan yang akan dibangun di lapangan (uitzet) 4. Pengontrolan elevasi bangunan yang sedang dibangun agar sesuai dengan rencana.
BAB II MEMBUAT GARIS LURUS DAN SUDUT SIKU DI LAPANGAN DENGAN ALAT SEDERHANA
2.1. Membuat garis lurus. Membuat garis lurus merupakan pekerjaan yang sering dilakukan di dalam pekerjaan pengukuran, misalnya dalam hal mengukur jarak maupun membuat atau menentukan sumbu jalan, sumbu saluran maupun untuk keperluan pembuatan bangunan gedung.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
3
Alat sederhana yang dapat digunakan untuk membuat garis lurus adalah Yalon (anjir) seperti tampak pada gambar (2.a). Alat ini berbentuk seperti tongkat dari bahan pipa baja, aluminium maupun batang dari kayu. Penggunaan yalon didapat dengan cara dipegang dengan posisi tegak ataupun dapat didirikan dan ditopang dengan alat kaki tiga
Yalon
Gambar 2.a. Yalon
C'
A
B
C
D
E
Gambar 2. b. Membuat garis lurus
Pelaksanaan membuat garis lurus (lihat gambar 2.b), mula-mula titik A dan B ditentukan dan diletakkan Yalon di kedua titik tersebut. Seorang berada di belakang yalon A sambil menyipat arah dari A ke B. Seorang yang lain meletakkan yalon di C’, Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
4
yang ternyata bila disipat dari A ke tiga yalon tersebut belum terletak dalam satu garis lurus. Dengan aba-aba dari penyipat yalon di A, maka yalon ketiga digeser ke titik C yang merupakan perpanjangan garis AB. Dengan cara yang sama garis lurus tersebut dapat ditambah lagi dengan titik D, E dan seterusnya.
A
C
B
D
C' D' B'
Gambar 2.c.Membuat garis lurus dimana ada halangan
Pada gambar 2.c. akan dibuat garis lurus yang menghubungkan A dan B, dimana antara titik A dan titik B terdapat halangan sehingga tidak dimungkinkan untuk melihat untuk melihat langsung dari A ke B. Cara yang dapat dikerjakan adalah dengan membuat garis pertolongan A – C’ – D’ – B’ dimana AB’ tegak lurus garis BB’. Membuat garis tegak lurus ini dapat dilakukan dengan menggunakan prisma. Tentukanlah titik-titik C’ dan D’ pada garis AB’, dan ukurlah jarak-jarak AC’, AD’, AB’ dan BB’. Dengan menggunakan rumus perbandingan segitiga didapatkan panjang sisi : C’C = BB’ x (AC’ / AB’) D’D = BB’ x (AD’ / AB’) Dari hitungan di atas, C’C dan D’D dapat dicari panjangnya. Untuk menentukan titik C dan D, dapat dikerjakan dengan membuat garis tegak lurus C’C ⊥ AB’ dan D’D ⊥ AB’ dan diukur C’C dan D’D yang telah dihitung di atas. Dengan demikian didapatkan arah garis A – C – D – B yang telah terletak pada satu garis lurus AB. Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
5
Bila dikehendaki pembuatan garis lurus secara teliti, maka harus dikerjakan dengan alat theodolite.
2.2. Membuat sudut siku Untuk membuat sudut siku di lapangan dapat dilakukan dengan bermacammacam alat, adalah dengan pita ukur, prisma ataupun dengan alat theodolite. 2.2.1. Membuat sudut siku dengan pita ukur
C''
C' C
5
4 3
A (a)
D (b)
B
Gambar 2.d. Membuat sudut siku dengan pita ukur
Cara membuat sudut siku yang paling sederhana adalah dengan menggunakan pita ukur seperti terlihat pada gambar 2.d. Gambar 2.d.a adalah cara membuat sudut siku-siku dengan menggunakan perbandingan panjang sisi segitiga 3 : 4 : 5 (dalil phytagoras = 32 + 42 = 52). Membuat sudut siku dengan pita ukur pada gambar 2.d.b adalah dengan cara membagi dua sama besar garis AB sehingga AD = DB. Dari titik A dan dari titik B direntangkan pita ukur dengan panjang yang sama (AC’ = BC’). Ujung-ujung pita
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
6
ukur C’ diimpitkan dengan C”, sehingga didapat titik C. Bila titik C dan D dihubungkan maka akan terbentuk garis CD yang tegak lurus garis AB.
2.2.2. Membuat sudut siku dengan cermin sudut atau dengan prisma
Gambar 2.e. Cermin sudut
Selain cermin sudut, ada pula alat yang berbentuk prisma dengan bentuk segitiga atau prisma segilima (pentagon). Prisma-prisma tersebut dibuat rangkap dua (double) atas dan bawah, sehingga dengan alat tersebut kita dapat membuat sudut 900 dan 1800.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
7
BAB III PENGUKURAN WATERPASS (LEVELLING)
Pengukuran
waterpass
adalah
pengukuran
untuk
menentukan
ketinggian atau beda tinggi antara dua titik. Pengukuran waterpass ini sangat penting gunanya untuk mendapatkan data untuk keperluan pemetaan, perencanaan maupun untuk pekerjaan pelaksanaan. Hasil-hasil dari pengukuran waterpass diantaranya digunakan untuk perencanaan jalan/ jalan kereta api, saluran, penentuan letak bangunan gedung yang didasarkan atas elevasi tanah yang ada, perhitungan urugan dan galian tanah, penelitian terhadap saluran-saluran yang sudah ada dan lain-lain.
3.1. Istilah-istilah Dalam pengukuran tinggi ada beberapa istilah/ definisi yang perlu dibicarakan di sini, yaitu : -
Garis vertikal : adalah garis yang menuju ke pusat bumi, yang umumnya dianggap sama dengan garis unting-unting (plumb line).
-
Bidang mendatar : adalah bidang yang tegak lurus pada garis vertikal pada setiap titik. Dengan demikian bidang horisontal ini akan berbentuk melengkung mengikuti bentuk permukaan laut.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
8
-
Datum : adalah bidang yang digunakan sebagai bidang referensi untuk ketinggian, misalnya permukaan laut rata-rata.
-
Mean Sea Level (MSL) : atau muka laut rata-rata, adalah hasil rata-rata dari pengukuran permukaan laut tiap-tiap jam selama jangka waktu yang lama (contoh di USA untuk Mean Sea Level diadakan pengukuran selama 19 tahun).
-
Elevasi : adalah jarak vertikal (ketinggian) yang diukur terhadap bidang datum.
3.2. Metode Pengukuran Beda Tinggi Bila beda tinggi (h) antara dua buah titik A dan B diketahui (hasil pengukuran) sedangkan tinggi titik A adalah H B = H A + h Beda tinggi antara dua titik dapat ditentukan dengan cara-cara antara lain sebagai berikut 1. Cara Sipat Datar 2. Cara Trigonometris 3. Cara Barometris Ketiga cara di atas, masing- masing mempunyai ciri tersendiri yang perlu dipertimbangkan di dalam penggunaannya. Cara sipat datar akan memberikan hasil lebih teliti dibandingkan dengan kedua cara lainnya. Cara trigonometris akan memberikan hasil lebih teliti dari pada cara barometris.
3.3. Sipat Datar Sederhana a. Alat penyipat datar sederhana terdiri dari dua tabung gelas berdiri yang dihubungkan dengan tabung mendatar terbuat dari logam dan dipasang pada statip.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
9
Tabung-tabung tersebut diisi dengan dengan zat cair berwarna. Di dalam kedua tabung gelas, permukaan zat cair pada kedua tabung adalah merupakan garis lurus mendatar. Garis lurus mendatar ini merupakan garis bidik.
a
b
garis mendatar
B
h
h=a-b
A
Gambar 3.a
b. Alat penyipat datar sederhana yang terdiri dari slang yang berisi air. Bila kedua ujung slang dipasang tegak lurus di kedua titik yang akan diukur beda tingginya, maka selisih pembacaan skala pada mistar ukur yang dipasang tegak di kedua titik tersebut menunjukkan perbedaan tingginya.
Slang berisi air
a
b
garis mendatar
B
h
h=a-b
A
Gambar 3.b
c. Cara menyipat datar dengan bantuan dua batang ukur. Batang ukur yang ditempatkan tegak di titik A mempunyai skala, batang ukur lainnya dipasang
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
10
mendatar dengan bantuan nivo tabung yang diletakkan di atasnya. Dengan demikian beda tinggi antara A dan B diketahui.
Batang mendatar
Nivo/ waterpass tukang
a B
h
h=a
A
Gambar 3.c
3.4. Alat Ukur Waterpass
Nivo Garis arah nivo Sumbu teropong Skrup pendatar
Gambar 3.d. Alat Waterpass
Prinsip cara kerja dari alat ukur waterpass adalah : membuat garis sumbu teropong horisontal. Bagian yang membuat kedudukan menjadi horisontal ini adalah nivo, yang berbentuk sebagai tabung berisi cairan dengan gelembung di dalamnya. Dalam penggunaan alat waterpass harus dipenuhi persyaratan bahwa : Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
11
-
Garis sumbu teropong harus sejajar dengan garis arah nivo.
-
Garis arah nivo harus tegak lurus sumbu I
-
Benang silang horisontal harus tegak lurus sumbu I
3.5. Rambu Ukur Pada penggunaan alat ukur waterpass selalu harus disertai dengan rambu ukur ( levelling rod, bak). Rambu ukur ini terbuat dari bahan kayu atau aluminium. Panjangnya 3 m, 4 m atau 5 m. Yang penting dari rambu ukur ini adalah pembagian skalanya harus betul-betul teliti untuk dapat menghasilkan hasil pengukuran yang baik. Disamping itu cara memegangnyapun harus betul-betul tegak (vertikal). Untuk mendapatkan kedudukan rambu yang baik, sebaiknya rambu diletakkan di atas base-plate bila rambu kebetulan berada di titik antara ( tidak pada patok permanen ).
Gambar.3.e. Rambu ukur dan base plate
3.5.1. Cara pembacaan rambu ukur Pada saat rambu dibidik dengan teropong (waterpas), maka akan tampak pada bayangan ada benang silang horisontal atas, tengah dan bawah yang jatuh pada skala dari rambu tersebut. Misalnya pembacaan rambu : Bacaan benang atas
BA = 1,842
Bacaan benang tengah Bacaan benang bawah
BT = 1,531 BB = 1,220
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
12
BA BT BB
Gambar.3.f. Pembacaan rambu
Harus selalu dicek pada saat pembacaan rambu, apakah sudah dipenuhi bahwa 2 x BT = BA + BB
Sebagai contoh kita cek hasil pembacaan di atas : 2 x 1,531
= 3,062
1,842 + 1,220 = 3,062
Jadi hasilnya cocok !
Bila hal di atas tidak dapat dipenuhi, maka kemungkinan salah pembacaannya atau pembagian skala pada rambu tersebut tidak betul, Jarak dari alat waterpas ke rambu ukur dapat dihitung dengan rumus : D datar = 100 x (Benang atas – Benang bawah)
Dari contoh di atas didapat : Jarak (D)
= 100x (1,842 – 1,220) = 62,20 meter.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
13
3.6. Cara-cara pengukuran dengan alat sipat datar 3.6.1. Cara Tinggi Garis Bidik Alat sipat datar ditempatkan di stasion yang diketahui ketinggiannya. Dengan mengukur tinggi alat, tinggi garis bidik dapat dihitung. Apabila pembacaan rambu di stasion lain diketahui, maka tinggi stasion ini dapat pula dihitung.
b ta A h AB = ta - b HA
T B Bidang referensi
HB
Gambar.3.g. Cara Tinggi Garis Bidik
Keterangan : ta
= tinggi alat di A
T
= tinggi garis bidik
HA
= tinggi stasion A
b
= bacaan rambu di B
HB
= tinggi stasion di B
h AB
= beda tinggi dari A ke B = ta – b
Untuk menghitung tinggi stasion B digunakan rumus sbb : HB = T – b H B = H A + ta – b H B = H A + h AB Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
14
Cara demikian disebut cara tinggi garis bidik Catatan : -
ta dapat dianggap hasil pengukuran ke belakang, karena stasion A diketahui tingginya. Dengan demikian beda tinggi dari A ke B yaitu h AB = ta – b. Hasil ini menunjukkan bahwa h AB adalah negatif (karena ta < b) sesuai dengan keadaan dimana stasion B lebih rendah dari stasion A.
-
Beda tinggi dari B ke A yaitu h BA = b – ta. Hasilnya adalah positif. Jadi apabila H B dihitung dengan rumus H B = H A + h AB hasilnya tidak sesuai dengan keadaan dimana B harus lebih rendah dari A.
-
Dari catatan di atas dapat simpulkan bahwa h BA = -h AB agar diperoleh hasil sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
3.6.2. Alat Sipat Datar ditempatkan di antara dua stasion (tidak perlu segaris)
b
a h AB = a - b HA
B A
T
HB
Bidang referensi
Gambar.3.h. Cara di tengah-tengah
h AB = a – b
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
15
h BA = b – a Bila tinggi stasion A adalah H, maka tinggi stasion adalah : H B = H A + h AB = H A + a – b = T – b Bila tinggi stasion B adalah H, maka tinggi stasion adalah : H A = H B + h BA = H B + b – a = T – a
3.6.3. Alat sipat datar tidak ditempatkan di antara atau di stasion
b
a
a h
B
C
HB
HC
T
A HA Bidang referensi
Gambar.3.i. Cara ketiga
h AB = a – b h BA = b – a Bila tinggi stasion C diketahui H, maka : HB = HC+ tC – b = T – b HA = HC+ tC – a = T – a Bila tinggi stasion A diketahui, maka : H B = H A + h AB Bila tinggi stasion B diketahui, maka : H A = H B + h BA
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
16
Dari ketiga cara di atas, maka cara kedua akan mendapatkan hasil lebih teliti dibandingkan kedua cara lainnya.
3.7. Ketelitian dalam pengukuran waterpass. Dalam pengukuran waterpass kesalahan yang diijinkan tergantung dari tingkat pengukurannya. Kesalahan yang diijinkan dirumuskan sebagai : S=C L
mm
Dimana : S = Kesalahan (antara pergi dan pulang) C = Konstanta yang tergantung dari tingkat (orde) pengukuran L = Jarak pengukuran dalam kilometer Untuk pengukuran
Orde I
=S<3
L
mm
Orde II
=S<6
L
mm
Orde III
= S < 10 L
mm
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
17
BAB IV POTONGAN MEMANJANG DAN MELINTANG
4.1. Pengukuran profil / potongan memanjang (long section) Maksud dan tujuan pengukuran profil memanjang adalah : untuk menentukan ketinggian titik-titik sepanjang suatu garis rencana proyek sehingga dapat digambarkan irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek tersebut. Gambar irisan tegak keadaan lapangan sepanjang garis rencana proyek disebut profil memanjang.
Jalan B A 3 1
2 Rencana jalan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
18
Di lapangannya, sepanjang garis rencana proyek dipasang patok-patok dari kayu atau beton yang menyatakan sumbu proyek. Patok-patok ini digunakan untuk pengukuran profil memanjang. Sebagai contoh lihat gambar di bawah ini :
: garis rencana proyek (jalan baru) A,1,2,3,B
: patok-patok sepanjang garis rencana proyek
A
: patok awal, diketahui tingginya
B
: patok akhir
Sepanjang garis rencana proyek dari A ke B akan digambarkan irisan tegak permukaan tanahnya. Terlebih dahulu dipasang patok-patok sepanjang garis proyek misalnya titik 1, 2, 3. Jarak masing-masing seksi misalnya 50 m. Dengan sipat datar memanjang tentukanlah ketinggian titik-titik 1, 2, 3 dan B dari titik A. Setelah itu baru dilakukan pengukuran profil memanjangnya. Untuk perosedur pengukurannya lihat gambar di bawah ini :
A
1
2
3
B
Prosedur pengukuran :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
19
1. Pengukuran pergi Pengukuran ini dilakukan dari titik A ke titik B, meliputi : a. Seksi1: alat diletakkan di antara titik A dan titik 1, rambu ukur diletakkan di titik A dan 1. Baca bacaan belakang pada rambu di A, kemudian baca benang tengah (Bt), baca benang atas (Ba) dan benang bawah (Bb). Alat diputar ke arah titik 1( bacaan muka), baca Bt , Ba, Bb. a. Seksi 2 : alat diletakkan di antara titik 1 dan titik 2, rambu ukur diletakkan di titik 1 dan 2. Baca bacaan belakang pada rambu di 1, kemudian baca Bt, Ba, Bb. Alat diputar ke arah titik 2 (bacaan muka), baca Bt, Ba, Bb. b. Seksi 3 : alat diletakkan di antara titik 2 dan titik 3, rambu ukur diletakkan di titik 2 dan 3. Baca bacaan belakang pada rambu di 2, kemudian baca Bt, Ba, Bb. Alat diputar ke arah titik 3 (bacaan muka), baca Bt, Ba, Bb. c. Seksi 4 : Alat diletakkan di antara titik 3 dan B, rambu ukur diletakkan di titik 3 dan titik B. Baca bacaan belakang pada rambu di titik 3, kemudian baca Bt, Ba, Bb. Alat diputar ke arah titik B (bacaan muka), baca Bt, Ba, Bb. 2. Pengukuran pulang Pengukuran dilakukan dari titik B ke A meliputi : a. Seksi 1 : Alat diletakkan di antara titik B dan 3, rambu ukur diletakkan di titik B dan titik 3. Baca bacaan belakang pada rambu di titik B, kemudian baca Bt, Ba, Bb. Alat diputar ke arah titik 3 (bacaan muka), baca Bt, Ba, Bb.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
20
b. Dan seterusnya sampai seksi 4 (alat diantara titik 1 dan A).
Dari hasil pengukuran pergi dan pulang ini beda tinggi masing-masing titik dicari rata-ratanya dan untuk tandanya (positif atau negatif) dipakai tanda yang pergi. Catatan : -
Sebaiknya rambu yang digunakan lebih dari satu agar tercapai efisiensi waktu.
-
Titik-titik hendaknya terletak pada garis proyek.
-
Semua data ukuran dicatat di dalam buku ukur.
Prosedur penghitungan menggunakan tabel : No
Pergi
Pulang
Beda tinggi
Titik
Blk
Muka Blk
Muka Pergi
Bt
Bt
Bt
Bt
Ba
Ba
Ba
Ba
Bb
Bb
Bb
Bb
(m)
Pulang
Rata-
(m)
rata
1,320
1,343
1,546
-
-
-
-
-
-
-
-
0,201
-0,203
1,295
1,308
1,487
-
-
-
-
-
-
-
-
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
(m)
titik
13,425
A
13,627
1
0,202
1 1,471
No
(m)
A 1,521
Elevasi
0,176
-0,179
0,178
21
2 1,672
1,156
1,170
1,686
-
-
-
-
-
-
-
-
0,516
-0,516
0,997
0,986
1,810
-
-
-
-
-
-
-
-
0,824
-0,824
B
2
14,321
3
15,145
B
0,516
3 1,821
13,805
0,824
Prosedur penggambaran : Untuk menggambarkan profil memanjang terlebih dahulu harus ditentukan skala untuk jarak dan tinggi, atau umumnya disebut skala horisontal dan skala vertikal. Karena jarak akan lebih panjang dari tinggi, maka skala untuk jarak dan tinggi diambil berbeda. Skala jarak lebih kecil dari skala tinggi. Misalnya skala jarak / horisontal 1 : 1000 sedangkan skala tinggi / vertikal 1 : 100.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
22
Bid.Pers = 10,00
50 13,805
50
50
B
3 50
15,145
2
14,321
1
13,627
Elevasi (m)
A
13,425
Sta Jarak (m)
Untuk menghemat penggunaan kertas gambar, sebaiknya ketinggian titiktitik ditranslasikan terhadap bidang persamaan ketinggian, sehingga tinggi titik-titik terhadap bidang persamaan akan menjadi lebih kecil. Dari contoh hasil ukuran di atas, misalkan bidang persamaan mempunyai ketinggian + 10 m. Ini berarti, tinggi setiap titik dari bidang persamaan harus dikurangi dengan 10 m. Penggambaran : -
Sediakan kertas gambar. Penggambaran akan lebih cepat apabila digunakan kertas milimeter.
-
Tarik 4 garis mendatar. Garis pertama akan merupakan bidang persamaan. Pada garis kedua tentukan titik-titik yang diukur disesuaikan dengan jarak dan skala jarak. Diantara garis kedua dan ketiga tuliskan jarak pada garis tegak di titik-titik yang diukur. Diantara garis ketiga dan keempat tuliskan angka ketinggian yang sesungguhnya untuk setiap titik.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
23
4.2. Pengukuran profil / potongan melintang (cross section) Profil melintang diperlukan untuk mengetahui profil lapangan pada arah tegak lurus garis rencana. Atau untuk mengetahui profil lapangan ke arah yang membagi sudut sama besar antara dua garis rencana yang berpotongan. Gambar :
Garis potongan melintang Jalan
B
A Kiri 1
Kanan
3 2 Rencana jalan
Pada gambar di atas, profil melintang dibuat di titik A, 1, 2, 3, dan B. Profil melintang di A dan B tegak lurus garis rencana. Sedangkan di titik 1, 2, 3 membagi sudut antar garis rencana sama besar. Apabila profil melintang yang dibuat, mempunyai jarak pendek (± 120 m), maka pengukurannya dapat dilakukan dengan cara tinggi garis bidik. Apabila panjang dilakukan seperti profil memanjang.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
24
Contoh pengukuran potongan melintang :
b c
a
A
d e f
Prosedur pengukurannya : 1. Alat diletakkan di titik A, kemudian ukur tinggi alat (Ta) a. rambu ukur diletakkan di titik a. Baca Bt, Ba, Bb. Cari jarak dari titik A ke titik a dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur. b. rambu ukur diletakkan di titik b. Baca Bt,Ba,Bb. Cari jarak dari titik A ke titik b dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur. c. rambu ukur diletakkan di titik c. Baca Bt, Ba, Bb. Cari jarak dari titik A ke titik c dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur. d. rambu ukur diletakkan di titik d. Baca Bt, Ba, Bb. Cari jarak dari titik A ke titik d dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
25
e. rambu ukur diletakkan di titik e. Baca Bt, Ba, Bb. Cari jarak dari titik A ke titik e dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur. f. rambu ukur diletakkan di titik f. Baca Bt, Ba, Bb. Cari jarak dari titik A ke titik f dengan meteran atau jarak didapat dari perhitungan bacaan rambu ukur. 2. Alat diletakkan di titik 1, 2, 3 dan B. Prosedur pengukurannya sama seperti di atas. Catatan : -
Bt = Benang tengah
-
Ba = Benang atas
-
Bb = Benang bawah
-
titik a, b, c disebut titik kiri
-
titik d, e, f disebut titik kanan
Prosedur penghitungan dengan menggunakan tabel : Posisi
Tinggi
Titik
Alat
Alat
Bidik
Bacaan Benang
Ba A
Bt
Jarak
Beda
(m)
(m)
Bb
+
tinggi Elevasi (m) -
1,435
13,425 A
-
1.673
-
5
0,238
13,187
B
-
2,459
-
5
1,024
12,401
C
-
2,894
-
5
1,459
11,966
D
-
2,031
-
5
0,596
12,829
E
-
2,987
-
5
1,552
11,873
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
26
F
-
3,218
-
5
1,783
11,642
Prosedur penggambaran : Pada profil melintang biasanya skala jarak / horisontal dan skala tinggi / vertikal dibuat sama. Pada contoh di atas skala horisontal = 1 : 100, skala vertikal = 1
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
f
e 5
5
12,829
13,187
d 5
11,642
5
11,873
A
a 5
13,425
b 5
12,401
Elevasi (m)
11,966
Bid.Pers.+ 8,0 m Sta c Jarak (m)
27
: 100. Contoh potongan memanjang dan melintang dalam pekerjaan teknik sipil : Di dalam pekerjaan teknik sipil ada pekerjaan yang menyangkut penggalian, penimbunan dan pemindahan tanah. Untuk keperluan tersebut diperlukan pekerjaan pengukuran profil memanjang dan melintang untuk mengetahui besarnya volume tanah yang akan digali maupun penimbunan. Sebagai contoh, misalnya dalam pembuatan jalan. Dari A ke B jaraknya adalah 100 m akan dibuat jalan. Maka untuk pekerjaan tanah diperlukan pengukuran pengukuran profil memanjang dari A ke B serta beberapa profil melintang dengan lebar sesuai dengan lebar jalan yang direncanakan. Misalkan jarak antara profil melintang dibuat 25 m. Maka jumlah profil melintang yang diperlukan adalah 5 buah. Gambar :
A
Potongan melintang
B
3 2 Rencana jalan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
28
Setelah gambar profil memanjang dan melintang selesai dibuat, kemudian ditarik garis-garis rencana jalan. Dari sini nantinya dapat diketahui dimana diperlukan penggalian, penimbunan dan volume tanahnya.
Gambar :
Rencana jalan
Tanah asli
A
3'
2'
1'
B
3
2
1
B'
A'
A Ga
Ta
A'
1 G1
T1
1'
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
29
2 G2
T2
2’ 3 G3
T3
3'
B Gb
Tb
B'
= garis rencana Gi
= luas rencana galian dalam m″
Ti
= luas rencana timbunan dalam m″
Volume galian antara titik A dan 1 = V1 =
GA + G1 x (25) m≥ 2
G1 + G2 Volume galian antara titik 1 dan 2 = V2 =
x (25) m≥ 2 G2 + G3
Volume galian antara titik 2 dan 3 = V3 =
x (25) m≥ 2
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
30
Volume galian antara titik 3 dan B = V4 =
G3 + GB x (25) m≥ 2
Volume timbunan antara titik A dan 1 = V1’ =
TA + T1 x (25) m≥ 2
Volume timbunan antara titik 1 dan 2 = V2’ =
T1 + T2 x (25) m≥ 2
Volume timbunan antara titik 2 dan 3 = V3’ =
T2 + T3 x (25) m≥ 2
Volume timbunan antara titik 3 dan B = V4’ =
T3 + TB x (25) m≥ 2
Jadi :
Jumlah volume galian
= Σ V = V1 + V2 + V3 + V4
Jumlah volume timbunan
= Σ V’ = V1’ + V2’ + V3’ + V4’
Keterangan : -
Luas Gi dan Ti dapat ditentukan secara grafis atau menggunakan alat pengukur luas yang disebut planimeter,
-
Untuk pekerjaan penggalian, pada patok-patok A, 1, 2, 3, dan B dituliskan angka yang menunjukkan dalamnya penggalian. (untuk mendapatkan titik-titik A’, 1’, 2’, 3’, dan B’). Sedangkan untuk ketinggian timbunan, biasanya diukur kemudian disesuaikan dengan tinggi rencana.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
31
BAB V ALAT UKUR THEODOLITE
Theodolite adalah : alat untuk mengukur sudut dan arah. Sudut yang diukur adalah sudut horisontal maupun sudut vertikal, karena theodolite dilengkapi dengan piringan dengan pembacaan sudut baik piringan horisontal maupun vertikal. Theodolite dilengkapi dengan sumbu I (vertikal) dan sumbu II (horisontal), dengan demikian sumbu teropong dapat diarahkan ke segala arah. ST
Sb I
PV v Sb II
h PH
Gambar.5.a. Theodolite secara sederhana
Keterangan : ST
= sumbu teropong
Sb I
= sumbu I
Sb II
= sumbu II
V
= pembacaan skala vertikal
H
= pembacaan skala horisontal
PV
= Piringan vertikal
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
32
PH
= Piringan horisontal
Untuk membuat sumbu I vertikal digunakan nivo, yang dapat berbentuk nivo kotak maupun nivo tabung
Nivo kotak
Nivo tabung
Gambar 5.b. Gambar Nivo
Sedangkan untuk mengatur index penunjuk sudut vertikal betul-betul vertikal, dapat digunakan nivo tabung maupun dengan sistem suspension dimana prisma untuk pembaca sudut vertikal digantungkan pada benang-benang baja.
Bagian-bagian dari alat theodolite : Pada umumnya alat theodolite terdiri dari bagian-bagian : -
Lensa dan teropong
-
Alat visir
-
Nivo
-
Konstruksi sumbu-sumbu dan alat penggerak halus
-
Alat-alat pembacaan
-
Statif
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
33
Pembacaan sudut :
89 V 210
20' 0" 20'20"
H V = 89°20'10" H = 210°20'10"
Gambar 5.c.Gambar pembacaan sudut horisontal dan vertikal
BAB VI POLIGON, AZIMUTH DAN KOORDINAT
6.1. Poligon Poligon adalah : kerangka dasar dalam pemetaan, yang mana titik-titik poligon tersebut menjadi acuan di dalam pengukuran situasi dan elevasi.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
34
Macam poligon ada dua yaitu : 6.1.1. Poligon tertutup β1’
β6’
β2’ β2
β1
β6
β3 β5
β3’
β4
β5’
β4’
Gambar 6.a. Poligon tertutup
Rumus koreksi sudut poligon tertutup : - Untuk sudut dalam (β) Σ β + fx = (n – 2).180
- Untuk sudut luar (β’) Σ β’ -+ fx = (n + 2).180
Keterangan : Σ β, Σ β’
= Jumlah sudut dalam, jumlah sudut luar
fx
= besarnya kesalahan
n
= jumlah titik
6.1.2. Poligon Terbuka U
U
β2 2
β4
β3
1
4 3 5
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
35
Gambar 6.b. Poligon terbuka
Rumus koreksi sudut poligon terbuka Σ β + fx = (α akhir – α awal) + n.180
Keterangan :
Σβ
= jumlah sudut
fx
= besarnya kesalahan
n
= jumlah titik atau sudut, pilih salah satu yang paling
mendekati α akhir = azimuth akhir α awal = azimuth awal
6.2. Azimuth Azimuth adalah : Sudut mendatar yang dihitung dari arah Utara, searah jarum jam sampai ke arah yang dimaksud Arah utara dapat diperoleh dengan cara : -
Dengan jarum magnet/ kompass
-
Dengan pengukuran benda langit (bintang/ matahari)
-
Dengan alat theodolite giroskop
U C Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
B 36
αab αab = azimuth dari a ke b αac = azimuth dari a ke c A
αac
Gambar 6.c. Azimuth
6.2.1. Menghitung azimuth dari dua titik tetap Y+
Xb-Xa
Yb-Ya
B (Xb,Yb)
αab
A (Xa,Ya)
X+ 0 (0,0)
Gambar. 6.d. azimuth dari dua titik tetap
Pada gambar di atas diketahui koordinat titik-titik tetap A (Xa, Ya) dan B (Xb, yb), sedangkan sudut α ab adalah sudut azimuth yang akan dicari besarnya. Tg α ab = Xb - Xa Yb - Ya Atau : α ab = arc.tg. Xb - Xa Yb - Ya
D ab =
(Xb – Xa)2 + (Yb – Ya) 2
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
37
Azimuth berharga antara 00 s/d 3600, maka untuk mencari besarnya azimuth dipakai cara seperti pada tabel di bawah ini : Kwadrat
(Xb – Xa)
(Yb – Ya)
Azimuth (α)
I
+
+
α ab
II
+
-
1800 - | α ab|
III
-
-
1800 +| α ab |
IV
-
+
3600 - | α ab|
Azimuth dari B ke A bila kita hitung akan berharga : α ba = α ab ± 1800
6.2.2. Menghitung azimuth dari azimuth awal dan sudut-sudut yang diukur
U αab U β αab
αbc
B αba = αab + 180°
A
C
Gambar 6.e. Menghitung azimuth
Di dalam perhitungan kedudukan titik (koordinat) seperti pada perhitungan poligon selalu dicari besarnya azimuth tiap-tiap sisi (course), yang dihitung secara berantai
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
38
mulai dari azimuth awal berturut-turut dihitung berdasarkan besarnya sudut pada setiap titik sudut. Pada gambar 6.b azimuth dari A ke B adalah azimuth α ab yang telah diketahui (azimuth awal) sedangkan sudut di titik B adalah = β. Sudut ini berdasarkan hasil pengukuran di lapangan. Dari dua besaran (azimuth α ab dan β) yang diketahui ini dapat dicari besarnya azimuth dari B ke C, dengan rumus : α bc = α ab ± 1800 ± β
Rumus tersebut di atas berlaku umum, dengan ketentuan bahwa tanda plus minus (±) ditentukan sebagai berikut : -
Untuk ± 1800 dapat dipakai plus (+) atau minus (-), pilih salah satu.
-
Untuk ± β dipakai tanda plus (+) bila sudut β berada di sebelah kiri arah jurusan (di sebelah kiri dari A – B – C), dan dipakai tanda minus (-) bila sudut β berada di sebelah kanan arah jurusan (di sebelah kanan dari arah A – B – C).
-
Bila hasil akhir α bc < 00
-
Bila hasil akhir α bc > 3600, harus dikurangi dengan kelipatan dari 3600.
6.3. Menghitung Koordinat Dari azimuth-azimuth yang dihitung, selanjutnya akan digunakan untuk menghitung koordinat. Besaran yang diperlukan disamping azimuth, harus diukur jarak antara dua titik, dan harus diketahui pula koordinat awalnya Y+ Dab Sin αab
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
B
39
Yb Dab Cos αab
αab
Ya A (Xa,Ya) X+ Xa
Ya Gambar. 6.f. koordinat
Pada gambar di atas diketahui koordinat titik A (Xa, Ya), azimuth dari A ke B = α ab dan jarak dari A ke B = d ab. Koordinat titik B dapat dihitung dengan rumus : Xb = Xa + d ab . Sin α ab Yb = Ya + d ab . Cos α ab
BAB VII PEMETAAN
Pemetaan adalah : pengukuran dan penyelidikan yamg dilaksanakan baik langsung maupun tidak langsung mengenai hal-hal yang bersangkutan dengan permukaan bumi. Di dalam pembuatan peta, pengukuran titik-titik detail untuk penggambaran datanya haruslah didasarkan atas posisi yang tetap baik arah horisontal maupun arah vertikal. Titik-titik yang digunakan sebagai dasar pemetaan tersebut dinamakan titik kontrol horisontal dan titik kontrol vertikal. Titik kontrol horisontal diadakan dua atau lebih di atas tanah dimana posisinya ditentukan secara teliti secara horisontal dengan diukur jarak dan arahnya. Titik kontrol horisontal didapat dengan cara pengukuran poligon, jaring segitiga
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
40
(triangulasi) atau trilaterasi. Untuk daerah yang kecil biasanya digunakan jaringan poligon. Titik kontrol vertikal berupa titik-titik yang diukur elevasinya secara teliti dengan pengukuran waterpass. Elevasi dari jaringan kontrol vertikal ini didasarkan atas elevasi pada titik Bench Mark (BM) yang telah ada di dalam atau di dekat daerah pengukuran. Bila di daerah tersebut belum diketahui/ belum ada titik BM yang elevasinya diketahui, elevasi BM dapat ditentukan secara lokal (dimisalkan : 0,000 m, 100,00 m, 1000 m, dsb). Demikian pula untuk jaringan kontrol horisontal, koordinat dapat dinyatakan dengan sistem koordinat setempat bila di daerah tersebut belum ada titiktitik triangulasi.
7.1. Pembuatan Titik Detail Dari titik jaringan poligon yang telah diukur baik horisontal maupun vertikalnya dan telah memenuhi syarat ketelitian yang diminta, barulah dapat diukur titik-titik detailnya. Pengukuran titik detail dilakukan dengan alat theodolite, dimana unsur-unsur yang diukur adalah : -
Pembacaan rambu ukur (bacaan benang atas, benang tengah dan benang bawah)
-
Sudut vertikal (sudut zenith atau sudut lereng)
-
Sudut jurusan (azimuth)
Dari pembacaan data di atas, maka posisi titik detail dapat ditentukan.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
41
11
10
3
12 5
4
2 1
A 7
B
6 9
8
Gambar 7.a. Pengukuran titik detail
Pengukuran titik detail seperti gambar di atas, titik-titik yang diukur dipilih sedemikian
rupa
menggambarkan
sehingga posisi
nantinya
bangunan/
tidak
jalan
kekurangan
dan
data,
sebagainya,
baik
untuk
maupun
untuk
menggambarkan garis kontur. Pengukuran jarak dapat juga dilakukan dengan menggunakan pita ukur untuk titik-titik yang dekat dengan pesawat atau titik-titik yang posisinya akan dicari secara teliti.
7.2. Pengukuran Jarak dan Beda Tinggi secara Optis
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
42
0°0'0" Sudut vertikal ng miri k a r Ja
Bt B h AB
ta A
Jarak datar
Gambar 7.b. Pegukuran Jarak dan Beda Tinggi
Rumus : Jarak langsung/ miring = 100 x (Ba-Bb)
Jarak datar = Jarak langsung x Sin2 α
D Langsung. Sin 2 α HAB =
+ Ta - Bt 2
Dimana : - H AB
= Beda tinggi
-D
= Jarak
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
43
-α
= Sudut vertikal
- Ta
= Tinggi alat
- Ba
= Benang atas
- Bt
= Benang tengah
- Bb
= Benang bawah
7.3. Penggambaran Peta Menggambar peta dilaksanakan dalam empat tahap yaitu : 1. Menggambar titik-titik poligon 2. Menggambar titik-titik detail 3. Menggambar garis tinggi (kontur) 4. Finishing
7.3.1. Menggambar titik-titik poligon dan titik detail Sebelum titik poligon di plot di atas kertas gambar, terlebih dahulu harus diperiksa apakah kesalahan yang terjadi (error) telah memenuhi syarat. Apabila ternyata kesalahan terlalu besar, maka kita berusaha untuk melokalisir letak kesalahan tersebut dan mengadakan pengukuran ulang. Mengeplot titik poligon ke atas kertas gambar dapat dilakukan dengan dua cara : 1. Dengan koordinat 2. Dengan cara grafis Pada penggambaran titik poligon dengan cara koordinat akan menghasilkan posisi yang lebih teliti dibanding dengan cara grafis. Penggambaran titik detail dapat dilakukan dengan menggambarkan busur derajat dan mistar skala seperti pada gambar 7.c.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
44
Pusat busur diletakkan tepat pada titik tempat pesawat (P.1) dan skala busur 0 diarahkan ke sumbu Y (utara) bila sudut dibaca adalah sudah berupa azimuth, maka bacaan ke titik poligon harus disesuaikan dengan skala sudut pada busur derajat. Sedangkan titik detail yang lain dapat diplot sesuai dengan pembacaan sudut horisontal dan jaraknya.
0° " 1 0'0 3 ° 60 m 40 = d
270°
90°
12
d=
0°
35
40 m
'0" 2
180°
Gambar 7.c. Penggambaran dengan busur derajat
7.3.2. Menggambar garis kontur Garis tinggi (garis kontur) adalah garis yang menghubungkan titik-titik yang sama elevasinya. Dari garis kontur ini kita dapat mrmbayangkan keadaan medan yang sebenarnya. Jarak vertikal antara dua garis kontur disebut interval kontur, seperti contoh di gambar (gambar 7.d) interval konturnya adalah 100 m.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
45
400 300 200 100
400 300 200 100
Gambar 7.d. Menggambar kontur
Untuk menggambarkan garis kontur, harus dicari dulu titik-titik yang elevasinya sama. Dalam kenyataannya tidak pernah ada titik-titik yang tersedia sesuai dengan yang kita inginkan (misal 100 m, 200 m, 300 m, dsb), untuk itu perlu diadakan interpolasi dari titik-titik yang tersedia dengan menggunakan perbandingan jarak.
BAB VIII GARIS KETINGGIAN ( KONTUR )
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
46
Pada waktu merencanakan tanah perumahan, pendiri bangunan akan selalu mencoba memanfaatkan kemiringan alamiah tanahnya. Rumah yang dibangun pada ketinggian yang berbeda-beda akan tampak lebih menarik dan lebih indah. Karena itu denah lokasi harus dapat menunjukkan turun naiknya permukaan tanah atau relief permukaan tanah. Caranya bermacam-macam, misalnya dengan tinggi bintik, pengarsiran bukit, penandaan dengan garis pendek-pendek dan pembuatan garis kontur. Cara yang terakhir ini adalah cara yang paling lazim dipakai. Garis kontur adalah : sebuah garis yang digambarkan pada denah, yang menghubungkan semua titik yang ketinggiannya sama, di atas atau di bawah datum tertentu. Konsep garis kontur tersebut dapat dengan mudah dipahami jika kita membayangkan sebuah kolam. Jika air benar-benar dalam keadaan tenang tepi air akan berada pada ketinggian yang sama di sekeliling kolam, membentuk sebuah garis kontur. Jika ketinggian air diturunkan, katakanlah 5 meter, tepi air akan membentuk garis kontur kedua. Penurunan ketinggian air selanjutnya akan menghasilkan lagi pembentukan garis kontur.
Beberapa sifat ketinggian/ kontur yang perlu diketahui antara lain : 1. Selalu merupakan garis / lengkung yang tertutup. 2. Tidak akan pernah berpotongan dan tidak bercabang.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
47
3. Untuk gambaran daerah yang terjal, jarak antar kontur cenderung semakin rapat. 4. Untuk gambaran daerah yang landai, jarak antar kontur cenderung semakin renggang. 5. Perpotongan garis kontur dengan jalan ( raya ) akan cenderung cembung ke arah bagian yang lebih rendah atau jalan yang menurun. 6. Perpotongan garis kontur dengan sungai, saluran, parit, akan cembung ke arah hulu sungai. 7. Garis kontur yang menggunakan suatu tanjung / semenanjung akan berbentuk cembung ke arah laut. 8. Garis kontur yang menggambarkan bukit akan berbentuk cembung ke arah rendahnya bukit atau lereng yang menurun.
Beberapa contoh gambar garis ketinggian / kontur :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
48
100 99 98 97
100 99 98
100 99 98
Gambar 8.a. Contoh kontur
Penentuan Interval kontur Pengertian interval kontur adalah : harga mutlak dari selisih nilai-nilai kontur yang digambarkan berurutan dari peta kontur. Dalam penentuan ketelitian pembuatan
peta kontur, penentuan intervalnya
bergantung beberapa hal, antara lain : 1. Skala peta yang direncanakan 2. Keperluan teknis atau kegunaan dari pengukuran itu 3. Luas daerah dan bentuk relief tanahnya Rumus : Interval kontur = 1/2000 x skala peta Contoh :
-
Skala 1 : 2000, maka interval konturnya = 1 m
-
Skala 1 : 1000, maka interval konturnya = 0,5 m
-
Skala 1 : 5000, maka interval konturnya = 2,5 m
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
49
Penentuan titik tinggi untuk pembuatan kontur : Pemilihan titik-titik tinggi pada lokasi yang akan diukur diatur / diperkirakan kerapatannya sesuai dengan kebutuhan dan keadaan ( relief ) daerahnya. Secara umum, semakin rapat atau semakin banyak gambaran permukaan tanah yang lebih baik dan jelas; artinya penyajian gambar peta dapat mendekati atau sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bentuk permukaan tanah itu akan dapat dilukiskan oleh garis-garis yang menghubungkan titik-titik yang ( idealnya ) mempunyai nilai ketinggian sama, sehingga diperoleh suatu peta kontur dengan skala tertentu.
Tahapan Pelaksanaan dan pembuatan peta kontur Secara umum tahapan pengukuran tanah guna pembuatan peta situasi dengan skala tertentu sebagai berikut : 1. Peninjauan lapangan / lokasi pengukuran sesuai dengan peta kerja. 2. Perencanaan penempatan titik / patok-patok di lapangan dan persiapan segala peralatan / perlengkapan pengukuran. 3. Pemasangan patok di lapangan sebagai titik poligon yang digunakan untuk acuan / titik ikat pengukuran detail / obyek dan titik-titik tinggi. 4. Pengukuran poligon sebagai kerangka dasar horisontal yang meliputi pengambilan data jarak mendatar di lapangan dan sudut mendatar sesuai prosedur. 5. Pengukuran waterpass / sipat datar sebagai kerangka dasar vertikal yang meliputi pengambilan data jarak
vertikal atau beda tinggi antar titik
poligon.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
50
6. Pengukuran detail situasi / obyek ( termasuk titik-titik tinggi ) dengan metode Tacheometry, yaitu dengan alat theodolite dan rambu ukur. Langkah kerjanya adalah : a. Menyetel alat theodolite di atas titik poligon. b. Mengukur tinggi alat. c. Memasang rambu ukur pada setiap detail dan obyek yang dipilih ( mencakup seluruh areal pemetaan ). d. Membaca skala ukur, meliputi bacaan benang atas (Ba), benang tengah (Bt) dan benang bawah (Bb). e. Membaca sudut horisontal antar sisi poligon dengan posisi obyek. f. Membaca sudut vertikal (sudut zenith ataupun sudut miring) sesuai dengan kedudukan alat tersebut. g. Memindahkan posisi alat pada titik poligon berikutnya dan melakukan langkah-langkah kerja a sampai dengan f.
Khususnya untuk penggambaran kontur, ditinjau dari proses penentuannya ada dua cara pelaksanaan, yaitu : 1. Cara langsung ( metode garis telusur ). 2. Cara tidak langsung ( metode titik ikat ).
Melakukan kontur secara langsung ( metode garis telusur ) Prosedur pengukuran 1. Melakukan pengukuran tinggi garis bidik (TGB), misalnya dengan alat waterpass yang dipasang di luar titik ikat, yaitu dengan jalan / cara membidikkan alat ke
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
51
rambu ukur yang ditempatkan di atas titik ikat (titik tetap atau BM) yang telah diketahui tingginya ( elevasi titik ), dari tempat berdirinya alat ukur. Contoh : Tinggi titik R
: H (R) = 475,305 meter
Bacaan BT rambu di R
: t (R) = 1,630
Maka TGB
= H (R) + t (R) = 475,305 + 1,360 = 476,935 meter
2. Apabila diinginkan penggambaran garis ketinggian bernilai 475,305 m, maka gerakan pemegang rambu memilih tempat-tempat pada lokasi tersebut dengan mempertahankan / mengusahakan bacaan skala rambu (t) sebesar 1,630. 3. Pada umumnya nilai garis ketinggian / kontur maupun interval konturnya dipilih angka yang bulat atau mudah sesuai dengan keadaan lokasinya. Dari kondisi daerah seperti pada contoh tersebut di atas, bila akan dibuat garis kontur 475,00 meter, maka dapat dihitung bacaan rambu (t) yang seharusnya dipertahankan pada saat memilih tempat-tempat untuk berdirinya rambu. Bacaan skala rambu (t) untuk nilai kontur 475,00 meter tersebut : TGB = h (kontur) + t 476,945 = 475,00 + t t = 1,935
bacaan skala rambu
Batasan kesalahan bergantung pada keadaan permukaan tanah, kegunaan serta ketelitian yang disyaratkan. Jika ditentukan interval konturnya 1,00 meter, maka bacaan skala rambu untuk : a. Garis kontur 476,00 adalah t = 0.935 b. Garis kontur 475,00 adalah t = 1,935 c. Garis kontur 474,00 adalah t = 2,935
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
52
Apabila dari lokasi daerah yang lebih tinggi atau lebih rendah konturnya, maka untuk bacaan skala rambu yang tidak dapat terjangkau diperlukan pengukuran TGB yang baru dengan titik referensi yang lain. 4. Pengukuran jarak dan sudut mendatar terhadap referensi tertentu diukur dari titik / tempat kedudukan alat ke titik tempat berdirinya rambu tersebut. 5. Seluruh data pengukuran dicatat dan dilengkapi skets lokasi yang akan membantu / mempermudah proses selanjutnya.
Prosedur penggambaran garis ketinggian 1. Jarak dan sudut mendatar yang telah diukur diplot / digambar sesuai dengan skala, sehingga diperoleh kedudukan titik tingginya. 2. Titik-titik tinggi yang sudah ditentukan berdasarkan bacaan skala rambu untuk masing-masing posisi dihubungkan sesuai dengan nilai-nilai ketinggian yang sama. Selain itu perlu juga diperhatikan skets untuk membantu penarikan garis kontur pada tempat-tempat yang tidak diduduki rambu tetapi diperkirakan tingginya sama.
Penentuan kontur secara tidak langsung (metode titik ikat) Dalam penentuan letak / posisi garis ketinggian (kontur) dengan cara ini ada dua macam sistem pelaksanaan yang dapat dilakukan yaitu : 1. Berdasarkan pola petak bujur sangkar 2. Berdasarkan pola sebaran titik / arah radial
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
53
Pada dasarnya kedua pola tersebut adalah sama dalam rangka penentuan letak / posisi garis ketinggian maupun penggambaran peta konturnya, sedangkan perbedaannya hanya dalam pelaksanaan pengukurannya.
1. Pola petak bujur sangkar ( sipat datar luas ) Dengan sistem ini, pada dasarnya juga menggunakan metode TGB untuk pengukuran titik-titik tingginya, sedangkan letak / posisi titik tersebut telah direncanakan sebelumnya. Posisi titik-titik tinggi tersebut terletak pada setiap petak bujur sangkar yang direncanakan. Penggunaan sistem ini pada umumnya digunakan untuk daerah-daerah yang relatif datar.
Nilai y
Prosedur pengukuran :
60 50 40 30 20 0
20
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
30
40
50
60
70
80
Nilai x
54
Penentuan grid (petak bujur sangkar) Buat rencana petak-petak grid dengan ukuran tertentu, bebas, tetapi pada umumnya bergantung / disesuaikan dengan interval kontur yang akan digambarkan dan luas daerahnya. d. Pasang tanda-tanda di lapangan pada lokasi yang akan dipetakan dengan jarakjarak tertentu sesuai grid yang direncanakan, diawali dari garis basis. Misalnya tiap 5 meter atau 20 meter.
Penentuan titik tinggi grid Dalam pelaksanaannya, setiap titk-titik grid diukur tingginya dengan metode TGB menggunakan referensi titik ikat yang ada pada lokasi pemetaan atau memanfaatkan salah satu titik grid sebagai titik acuan / referensi lokal.
Prosedur penghitungan dan penggambaran Sebelum dilakukan penggambaran garis ketinggian / kontur dengan metode ini, data tinggi yang diperoleh tersebut diproses dengan hitungan interpolasi linier. Posisi dari titik yang akan dilalui garis kontur dapat diinterpolasikan secara matematis dari titik-titik yang telah diketahui / dihitung tingginya. Hal ini merupakan salah satu menyederhanakan dengan asumsi kemiringan tanah tersebut linier di sekitar titik tinggi itu. Rumus : E dicari 1. Posisi diukur dari = Elevasi terendah
– E terendah x jarak E tertinggi – E terendah
E tertinggi – E dicari Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
55
2. Posisi diukur dari = Elevasi tertinggi
x jarak E tertinggi – E terendah
Contoh interpolasi kontur : Jika ditentukan jarak setiap petak (antara 2 titik tinggi) 10 meter, tinggi kedua titik tersebut dari hasil pengukuran 197,5 dan 195,7, maka secara pendekatan matematis dapat ditentukan letak / posisi kontur 197,0 sebagai berikut : 197,5
195,7 10 meter
Posisi kontur 197,0 : (197,0 - 195,7) : (197,5 - 195,7) x 10 meter = 7,2 meter artinya : 7,2 meter dari titik tinggi 195,7 meter atau : (197,5 – 197,0) : (197,5 – 195,7) x 10 meter = 2,8 meter artinya : 2,8 meter dari titik tinggi 197,5 meter
2. Pola sebaran titik / arah radial Pengukuran titik-titik tinggi dengan pola ini lebih bebas dan leluasa dalam memilih detail atau tempat-tempat yang akan diukur tingginya. Oleh karena itu, pola sebaran titik / arah radial ini dapat digunakan untuk pengukuran daerah yang datar maupun yang terjal dan bervariasi ketinggiannya. Metode pengukurannya disamping menggunakan TGB, dapat juga menggunakan metode lain, yaitu tacheometry.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
56
Konsep sebaran titik / arah radial ini dapat digambarkan sebagai berikut :
3 2 4
P.1 5
1
7
6
Prosedur pengukuran : Pada dasarnya prosedur pengukurannya sama dengan pola petak bujur sangkar, yaitu terlebih dahulu menentukan yang akan diukur ketinggiannya. Apabila menggunakan metode TGB, maka harus ditentukan dulu besarnya nilai TGB pada suatu kedudukan alat. Jarak titik-titik tinggi terhadap alat pada umumnya diukur secara optis. Dengan metode tacheometry ini, jarak dan beda tinggi antara titik dapat diukur secara bersamaan. Hitungan dan gambar garis ketinggian atau kontur dengan pola ini, pada prinsipnya adalah sama dengan pola petak grid, yaitu menggunakan interpolasi linier. Peralatan dan bahan 1. Peta kerja atau lokasi yang diperoleh 2. Theodolite 3. Sipat datar (waterpass)
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
57
4. Statif 5. Rambu ukur 6. Roll meter 7. Patok kayu 8. Paku payung 9. Paku 10. Cat dan kuas 11. Alat hitung (kalkulator) 12. Formulir pengukuran 13. Perlengkapan gambar 14. Kertas milimeter 15. Kertas kalkir
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
58
BAB IX PERHITUNGAN LUAS
Pengukuran tanah yang ada hubungannya dengan hak milik maupun rencana pekerjaan lainnya selalu diikuti dengan menghitung luas dari tanah yang diukur tersebut. Satuan yang digunakan adalah meter persegi atau hektar ( untuk daerah yang luas ). Luas tanah dapat kita hitung baik dari gambar peta maupun diukur langsung di lapangan.
9.1. Menghitung luas dengan membagi-bagi luas tanah menjadi beberapa bentuk segitiga, metode trapesium dan metode Simpson
A
B
I II
C
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
III
D
E
59
Bentuk tanah seperti gambar di atas dibagi menjadi 3 buah segitiga, yaitu I, II, III. masing-masing segitiga diukur sisinya, dan masing-masing segitiga dihitung luasnya dengan rumus :
Luas segitiga =
S ( S-a )( S-b )(S-c)
dimana : S = ½ keliling segitiga = a + b + c
a, b, c = sisi-sisi segitiga
2 Dapat pula luas segitiga dihitung dengan rumus : C
b
a
A c Luas segitiga
B
= ½ a b Sin C = ½ b c Sin A = ½ a c Sin B
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
60
Contoh :
5 2, 70
4,5
5 4, 60
2 9, 5 9,
5,1
20
40
lan Ja
50
10
1 7,
tan Hu
6,5
30
30
10
6,3
20
8
40 87
7,0
72
4,5
4,5
8,0
55
5,1
60
R
38
50
19
4,0
3
10
P 4 7
104,6
4
Q
Sungai
Gambar di atas ini menunjukkan suatu sigi sederhana dengan rantai ukur, terdiri atas satu segitiga PQR, dengan panjang sisinya : PQ = 60,0 m QR = 104,6 m RP = 70,0 m
Luas PQR ditemukan sbb : a. Dalam segitiga PQR, PQ = r = 60,0 m QR = p = 104,6 m RP = q = 70,0 m Keliling PQR = 234,6 m Maka setengah keliling s = 117,3 m
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
61
b. s - r = 57,3 s - p = 12,7 s - q = 47,3 Pengecekan
= 117,3 = s
c. Luas segitiga PQR
=
[ s (s-r) (s-p)(s-q) ]
=
(117,3 x 57,3 x 12,7 x 47,3)
= 2009,3 m² Batas suatu sigi yang diukur dengan rantai ukur ditentukan dengan pengukuran ofset dari garis-garis rantai ukur. Pada gambar luas diantara garis sigi dan sungai terdiri atas serangkaian trapesium dan segitiga. Luas setiap bentuk harus dihitung terpisah sebagai berikut : Pada garis RQ, Luas segitiga (1) = ½ x 19 x 4
= 38,0 m²
Trapesium (2) = ½ (4 + 8) x (38-19) = 114,0 m² Trapesium (3) = ½ (8 + 4,5) x (55 - 38)
= 106,25 m²
Trapesium (4) = 4,5 x (72 - 55)
= 76,5 m²
Trapesium (5) = ½ (4,5 + 7) x (87 - 72)
= 86,25 m²
Segitiga (6) = ½ (104,6 - 87) x7 Total
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
= 61,6 m² = 482,6 m²
62
Luas antara garis sigi PQ dan jalan juga terdiri atas serangkaian bentuk yang terpisah-pisah. Tetapi perlu diperhatikan bahwa ofset adalah pada selang teratur 10 meter dalam contoh ini. Dengan menyebut setiap ofset dengan y, maka luas antara setiap dua ofset dihitung sbb : Luas antara penjarak 20 m dan penjarak 30 m = ½ (y 20 + y 30) x 10 Maka luas seluruhnya : = ½ (y0 + y10) x 10 + ½ (y10 + y20) x 10 + ½ (y20 + y30) x 10 + ... + ½ (y50 + y60) x 10 = ½ x 10 (y0 + y10 + y10 + y20 + y20 + ... + y50 + y60) = ½ x 10 ( y0 + y60 + 2y10 + 2y20 +2y30 + 2y40 + 2y50)
y0 + y60 + y10 + y20 + y30 + y40 + y50
= 10 2
Ini adalah kaidah trapesium dan biasanya dinyatakan sbb :
Luas = lebar bidang x (rata-rata ofset pertama dan terakhir + jumlah lainnya
d. Pada gambar luasnya adalah sbb : 4+4 Luas = 10
+ 4,5 + 5,1 + 6,5 + 6,3 + 5,1 2
= 315,0 m²
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
63
Luas dapat ditemukan secara agak lebih akurat dengan kaidah Simpson. Pengetahuan tentang kalkulus integral diperlukan untuk membuktikan kaidah tersebut, tetapi dapat ditunjukkan sbb : Luas = 1/3 lebar bidang (ofset pertama + ofset terakhir + dua kali ofset ganjil + empat kali jumlah ofset genap) Catatan : (i)
Jumlah ofset harus ganjil
(ii)
Selang ofset harus teratur
Dengan menggunakan kaidah simpson, luas antara garis PQ dan jalan adalah sbb : Luas
= 10/3 [ y0 + y60 + 2(y20 + y40) + 4 (y10 + y30 + y50) ] = 10/3 [ 4 + 4 + 2 (5,1 + 6,3) + 4 (4,5 + 6,5 + 5,1) ] = 10/3 [ 8 + 2 (11,4) + 4 (16,1) ] = 317,3 m²
e. Yang terakhir, luas antara garis RP dan hutan dihitung Pertanyaan : yang manakah bila ada dari dua kaidah tersebut dapat digunakan untuk menghitung luas ? Jawab : Kaidah trapesium – jumlah ofsetnya genap antara R dan P pada selang yang teratur, 10 meter. Luas antara penjarak 70 m dan 74 m dihitung terpisah,yaitu : Luas = ½ (4 x 2,5) m2 = 5,0 m2 Luas antara garis RP dan hutan adalah sbb : 3 + 2,5 Luas
= 10
+ 8 + 10 + 9,5 + 9,2 + 7,1 +4,5
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
64
2 = 510,5 + 5,0 = 515,5 m²
Luas seluruh sigi dengan rantai ukur : = 2009,3 + 482,6 + 317,3 + 515,5 = 3324,7 m²
9.2.
Menghitung luas dengan cara koordinat
n-1 5 n 4
1
3
2
Gambar di atas adalah luasan yang dibatasi oleh titik-titik 1, 2, 3, ..., n-1, n dengan koordinat : 1 ( x1 , y1 ) 2 ( x2 , y2 ) . . n-1 ( xn-1 , yn-1 ) n
( xn , yn )
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
65
Luas dari bentuk tersebut dapat dirumuskan sbb :
2 x luas
=
( x1y2 + x2y3 + x3y4 + ..... + xn-1yn + xny1 ) – ( x2y1 + x3y2 + x4y3 + ..... + xn yn-1 + x1yn )
Untuk memudahkan cara mengingat rumus tersebut, maka koordinat titik-titik kita tulis berderet ke bawah sbb : x1
y1
x2
y2
x3
y3
x4
y4
.
.
.
.
dst
dst
.
.
.
.
xn-2
yn-2
xn-1
yn-1
xn
yn
x1
y1
Luas = ½ ( Σ
- Σ
)
9.3. Menghitung luas dengan alat planimeter
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
66
Planimeter adalah instrumen pengukuran luas yang dilengkapi dengan ujung pelacak untuk mengukur luas suatu areal pada peta. Adapun caranya adalah dengan menelusuri garis batas areal dengan ujung pelacak instrumen tersebut. Pada instrumen terdapat sebuah roda yang dapat berputar bersamaan dengan gerakan dari ujung pelacak. Dari jumlah putaran yang diperoleh dikalikan dengan konstanta tertentu, maka dengan mudah dapat diketahui luas areal tersebut. Ada dua jenis planimeter : model indeks tetap model batang geser Konstruksi kedua model pada hakikatnya sama, terdiri atas : 1. Suatu batang yang panjangnya tetap, dinamakan lengan kutub. Lengan kutub terletak di dalam kotak kutub, yang terletak di atas denah dalam posisi stationer. 2. Suatu lengan perunut membawa jarum perunut T yang dapat digerakkan ke segala jurusan pada denah. 3. Tertempel pada kedua lengan tersebut alat pengukur M yang tak lain adalh roda gelinding. Sementara jarum perunut bergerak, roda gelinding berputar. Roda dibagi dalam sepuluh bagian, masing-masing dibagi lagi dalam sepuluh bagian. Maka teromol membaca langsung sampai seperseratus putaran dan pembacaan nonius terhadap teromol memungkinkan untuk mengukur sampai seperseribu putaran. Roda penghitung horisontal dihubungkan langsung pada roda gelinding dan mencatat banyaknya putaran penuh. Roda penghitung dapat disetel menjadi nol hanya dengan menekan tombol penyetel nol.
Penggunaan planimeter 9.3.1. Model indeks tetap
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
67
Jika hanya luas kecil yang harus diukur, prosedur berikut dilakukan : a. Tempatkan kotak kutub di luar daerah yang akan diukur b. Letakkan jarum perunut di atas suatu tanda yang jelas, misalnya titik potong antara dua pagar c. Tekanlah tombol penyetel nol. Perkakas tentu menunjukkan putaran 0,000 d. Gerakkan jarum perunut dengan hati-hati mengikuti batas daerah yang diukur sampai kembali pada titik awal e. Catatlah bacaan, misalnya 3,250 putaran f. Ulangilah seluruh prosedur ini dua kali lagi dan dapatkan nilai rata-rata dari jumlah putaran roda Model khusus planimeter Stanley Allbrit ini membaca luas dalam sentimeter persegi. Setiap putaran roda pengukur setara dengan luas 100 cm ″. Dalam contoh, luasnya adalah : (100 x 3,250) cm″ = 325,0 cm″ Jika skala denah berukuran penuh, luas sebenarnya yang terukur adalah 325 cm″. Bila skala lebih kecil, misalnya 1 : 500, luas sebenarnya didapat dari hitungan. Pada skala 1 : 500, 1 cm = 500 cm maka 1 cm″ = (500 x 500) cm″ = 500 x 500 100 x 100
m″
= 25 m″
Maka 325 cm″ = ( 25 x 325) m″ = 8,125 m″
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
68
Bila daerah besar yang akan diukur, harus diperhitungkan ‘lingkaran nol’ perkakas. Setiap planimeter mempunyai lingkaran nol. Bila lengan kutub dan lengan perunut membentuk suatu sudut, katakanlah 90°, dan sudut dipertahankan pada saat jarum perunut bergerak melingkar, teromol tidak mau berputar dan luas lingkaran yang dijalani di atas denah oleh lengan kutub akan menjadi nol. Pembuat perkakas menyediakan luas sebenarnya lingkaran nol dalam bentuk tetapan yang ditambahkan pada jumlah putaran, yang terhitung pada teromol.
P
Lingkaran nol
Luas yang diukur T
M
Bila gambar yang mempunyai batas seperti di atas, berskala 1 : 2500 dan luasnya akan ditentukan ditentukan maka kotak kutub ditempatkan di dalam gambar tersebut dan jarum perunut digerakkan mengikuti batas seperti yang terdahulu. Jumlah rata-rata putaran sesudah mengitari batas tiga kali, misalkan 5,290 Banyaknya putaran = 5,290 Tambahkan tetapan Lingkaran nol = 22,300 Putaran total
= 27,590
Total cm″
= 27,59 x 100 = 2759 cm″
Pada skala 1 : 2500, 1 cm″
=
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
2500 x 2500
m″ 69
100 x 100 = 625 m″ Maka luas total daerah
= 2759 x 625 = 1.724.375 m″ = 172,438 hektar
Kita harus sangat berhati-hati bila menggunakan planimeter dengan kotak kutub di dalam gambar. Mungkin sekali lingkaran nol lebih luas daripada persil tanah yang diukur (lihat gambar di bawah ini) Luas yang terukur
Dalam hal demikian, teromol gelinding sebenarnya bergerak ke belakang dan bacaan kedua dikurangkan dari yang pertama untuk mendapatkan luas dalam sentimeter persegi. Jika bacaan pertama dihilangkan 10,000 dan bukan 0,000 pengurangannya sederhana, misalnya : Bacaan pertama
= 10,000
Bacaan kedua = 7,535 Banyaknya putaran
= 2,465
Tetapi luas ini adalah luas bagian yang di luar , dan luas sebenarnya didapat dari : Banyaknya putaran
= 22,300 – 2,465 = 19,835 = 1983,5 cm″
Jika skala denah adalah 1 : 100 maka luas sebenarnya = 1983,5 m″
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
70
9.3.2. Metode batang geser Pada planimeter batang geser Allbrit, lengan perunut dapat bergeser melalui alat pengukur dan dapat diklem (dikempa) pada setiap posisi. Lengan berskala dan setiap penyetelan dapat dibuat terhadap markah indeks, yang tertempel pada alat pengukur. Sebuah tabel pada dasar perkakas menyajikan bacaan skala untuk berbagai skala yang umum digunakan. Banyaknya putaran didapat dengan cara yang telah dijelaskan sebelumnya,dan luas sebenarnya dihitung dengan mengalikannya dengan faktor konversi yang sesuai, yang disediakan oleh pembuat perkakas, untuk skala yang digunakan. Misalnya, bila penyetelan untuk skala 1 : 2500 adalah 9,92 maka satu putaran roda sesuai dengan luas sebenarnya sebesar 4 hektar. Jika kotak kutub ditempatkan di dalam gambar dan bacaan rata-rata untuk tempat pengukuran adalah : Bacaan pertama
0,000
0,000
0,000
0,000
Bacaan kedua
4,320
4,320
4,321
4,323
Luas sebenarnya didapat sbb : Rata-rata empat pengukuran
= 4,321
Tetapan untuk lingkaran nol
= 25,730 30,051
Jadi luas sebenarnya
= 30,051 x 4 hektar = 120,204 hektar
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
71
BAB X PENGHITUNGAN VOLUME
10.1.
Penghitungan volume dengan kaidah Simpson
Kaidah ini sama dengan kaidah untuk luas, kecuali bahwa luas penampang
400 300
y
200
A5
100
A4
0
A3 6m A2 x A1
c
1
da
2c 2c 6m Penampang melintang yang khas
lam
2
melintang diganti oleh ordinat dalam rumus.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
72
Volume = d/3 [ A1 + A5 + 2 x A3 + 4 x (A2 + A4) ] m″ atau : Volume = d/3 [ A awal + A akhir + 2 Σ ganjil + 4 Σ genap ] Contoh : Pada gambar di atas, ketinggian diambil sepanjang garis sumbu xy dari ketinggian terencana dengan selang 100 m, dan tinggi sentral tanggul ternyata adalah : Penjarak ( m)
0
100
Tinggi sentral c (m)
200
300
400
2,2 2,3
4,4
1,3
0,9
Lebar jalan harus 6 meter dan tanggul mempunyai kemiringan sisi samping 1 berbanding 2. Volumenya dihitung sbb : Lebar dasar tanggul
= (6 + 2c + 2c) meter
Pada setiap penjarak = (6 + 4c) meter xc
Maka luas penampang= (6 + 4c) + 6 2 Melintang pada setiap
= (6 + 2c) c meter
Penjarak (trapesium)
Luas pada :
Volume
0m
= (6 + 2 x 2,2)x 2,2
= 22,88 m″
100 m
= (6 + 2 x 2,3)x 2,3
= 24,38 m″
200 m
= (6 + 2 x 4,4)x 4,4
= 65,12 m″
300 m
= (6 + 2 x 1,3)x 1,3
= 11,18 m″
400 m
= (6 + 2 x 0,9)x 0,9
= 7,02 m″
= 100/3 [ 22,88 + 7,02 + (2 x 65,12) + 4 (24,38 + 11,18) ]
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
73
= 10.079,3 m≥
Kesimpulan : V = d/3 ( A1 + 4 A2 + 2 A3 + 4 A4 + A5 ) atau : V = d/3 ( A awal + A akhir + 2 Σ ganjil + 4 Σ genap)
10.2.
Perhitungan volume dengan kaidah prismoida Prismoida didefinisikan sebagai benda padat yang mempunyai dua
permukaan datar yang sejajar, bentuknya teratur atau tidak teratur yang dapat dihubungkan dengan permukaan baik datar maupun melengkung yang padanya dapat ditarik garis lurus dari salah satu ujung sejajar lainnya. Gambar :
A1 Am A2
d/2
d/2 d
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
74
Untuk menentukan volume dengan kaidah Simpson, bentuk perlu dibagi sedemikian rupa sehingga terdapat penampang-penampang melintang berjarak sama dan jumlahnya ganjil. Jumlah yang memenuhi kondisi ini minimum tiga. Jika penampang tengah kita beri nama M, menurut kaidah Simpson volumenya adalah :
Volume
= (1/3 d/2) [ A1 + A2 + 2 (nol) + 4 AM ] = (d/6) [ A1 + A2 + 4M ]
Ini adalah kaidah Prismoida Simpson yang dapat digunakan untuk menghitung volume setiap prismoida, asalkan luas M penampang sentral ditentukan. Perhatikan bahwa luas M bukan luas rata-rata A1 dan A2 Contoh :
Pada gambar menunjukkan galian terencana dengan informasi yang diketahui sebagai berikut :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
75
- panjang galian
= 30 m
- Lebar formasi
= 8m
- Kedalaman pada permukaan = 8 m - Kedalaman pada akhir
= 5m
- Kemiringan sisi
= 1 berbanding 1
Menggunakan rumus prismoida, hitunglah volume material yang harus dipindahkan. Penyelesaian : a. Penampang A1 Lebar formasi
=8m
Lebar puncak
= (8 + 2c) m
Kedalaman sentral c = 8 m Maka lebar puncak
= (8 + 16) m = 24 m
b. Penampang A2 Lebar formasi
=8m
Lebar puncak
= (8 + 2c) m
Kedalaman sentral c = 5 m Maka lebar puncak
= (8 + 10) m = 18 m
c. Penampang sentral M Lebar formasi
=8m
Lebar puncak
= (8 + 2c) m
Kedalaman sentral
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
= Kedalaman rata-rata A1 dan A2
76
= ½ (8 + 5) m = 6,5 m Maka lebar puncak
= (8 + 13) m = 21 m = lebar rata-rata A1 dan A2
d. Luas penampang melintang (trapesium) A1 = ½ (8 + 24) x 8 = 128 m″ A2 = ½ (8 + 18) x 5 = 65 m″ M = ½ (8 + 21) x 6,5 = 94,25 m″
e. Volume
= 30/6 [ 128 + 65 + (4 x 94,25) ] m≥ = 2850 m≥
10.3.
Volume pekerjaan tanah skala besar Bila volume pekerjaan tanah skala besar harus ditentukan , misalnya
formasi lapangan olah raga, waduk, pabrik besar, pekerjaan lapangan terdiri atas membagi lahan dalam anyaman bujur sangkar dan mengukur ketinggian tereduksi. Selanjutnya volume ditentukan baik dari ketinggian kisi itu sendiri maupun dari kontur yang digambar darinya.
a. Volume dari tinggi bintik Gambar di di bawah ini menunjukkan bagian yang kecil dari suatu kisi. Luas total yang harus digali sampai ketinggian formasi 90,000 m untuk membuat tempat parkir mobil. Sisi-sisi galian harus vertikal.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
77
Bagian yang dibentuk oleh setiap bujur sangkar kisi adalah prisma terpancung vertikal, yaitu prisma yang permukaan ujung-ujungnya tidak sejajar.
Volume masing-masing prisma = tinggi rata-rata x luas dasar Tinggi rata-rata masing-masing prisma terpancung di atas ketinggian 90,00 m adalah : Prisma 1
= (1,0 + 3,0 + 2,0 + 2,0) : 4 = 2,0 m
Prisma 2
= (3,0 + 4,0 + 3,0 + 2,0) : 4 = 3,0 m
Prisma 3
= (2,0 + 3,0 + 2,0 + 1,0) : 4 = 2,0 m
Prisma 4
= (2,0 + 2,0 + 1,0 + 3,0) : 4 = 2,0 m
Luas daerah masing-masing prisma terpancung = 10 x 10 = 100 m″
Maka : Volume 1
= 100 x 2,0 = 200 m≥
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
78
Volume 2
= 100 x 3,0 = 300 m≥
Volume 3
= 100 x 2,0 = 200 m≥
Volume 4
= 100 x 2,0 = 200 m≥
Volume total galian
= 900 m≥
Volume dapat juga dihitung sbb : Volume = tinggi rata-rata galian x luas total Tinggi rata-rata galian adalah rata-rata dari tinggi rata-rata prisma-prisma terpancung. Ini bukan rata-rata tinggi bintik. Tinggi rata-rata galian = (2,0 + 3,0 + 2,0 + 2,0) : 4 = 2,25 m Luas total lokasi
= 20 x 20 = 400 m″
Maka volume total
= 2,25 x 400 = 900 m≥
Bila diperiksa lebih teliti, terlihat bahwa secara keseluruhan tinggi bintik A hanya dipakai sekali untuk memperoleh tinggi rata-rata galian, tinggi bintik B dua kali, sedangkan tinggi bintik E empat kali. Tinggi rata-rata ini, dan dengan demikian volumenya dapat secara mudah ditemukan dengan penyelesaian tabel seperti di bawah ini :
Stasiun Kisi
Tinggi di atas ketinggian Berapa
kali Hasil kali
formasi
digunakan
A
1,0
1
1,0
B
3,0
2
6,0
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
79
C
4,0
1
4,0
D
2,0
2
4,0
E
2,0
4
8,0
F
3,0
2
6,0
G
3,0
1
3,0
H
1,0
2
2,0
I
2,0
1
2,0
16
36,0
Jumlah Tinggi rata-rata galian = 36,0 / 16 m
= 2,25 m seperti sebelumnya
Berbagai tinggi bintik ditabelkan dalam lajur 2 dan banyaknya penggunaan dalam lajur 3. Lajur 4 adalah hasil kali kolom 2 dan 3. Tinggi rata-rata galian didapat dengan membagi jumlah lajur 4 dengan lajur 3. Contoh :
Gambar di atas menunjukkan tinggi bintik pada selang 20 m di atas lokasi yang harus digali sampai 47,00 m untuk pembuatan tiga lapangan tenis.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
80
Hitunglah volume dari material yang harus dipindahkan dengan menganggap bahwa galian mempunyai sisi-sisi vertikal.
Tinggi di atas ketinggian Banyak kali digunakan
Hasil kali
formasi -0,9
1
-0,9
0,4
2
0,8
1,4
2
2,8
0,2
1
0,2
0,8
2
1,6
3,1
4
12,4
0,7
4
2,8
-0,9
2
-1,8
2,5
1
2,5
3,1
2
6,2
0,3
2
0,6
-2,2
1
-2,2
Jumlah
24
25,0
Tinggi rata-rata galian =
25 m = 1,042 m 24
Luas total lokasi
= 60 x 40 = 2400 m″
Maka volume galian
= 1,042 x 2400 = 2500 m≥
b. Volume dari kontur
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
81
Gambar di bawah ini menunjukkan bukit yang telah dikonturkan.
Jika bukit harus dipindahkan, volume material dapat dihitung dengan menganggap bukit tersebut dipotong sepanjang kontur dalam serangkaian prismoida. Volume dapat dihitung dengan penerapan berturut-turut kaidah prismoida, atau jika keadaan menguntungkan, dengan penerapan langsung kaidah Simpson. Dengan menggunakan kaidah prismoida tiga kontur diambil sekaligus dan yang sentral digunakan sebagai luas tengah. Ketelitian volume pada dasarnya tergantung kepada selang vertikal kontur. Umumnya makin dekat selang kontur lebih akurat volumenya. Dengan mengambil prismoida yang dibentuk oleh kontur-kontur 110 m dan 130 m, luas yang terdapat dalam kontur-kontur ditentukan dari denah dengan planimeter. Luas tengah yang terletak dalam kontur 120 m ditentukan dan volume prismoida adalah :
Volume = 2h / 6 [ A1 + 4 A2 + A3 ]
Demikian juga volume antara kontur 130 m dan 150 m adalah :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
82
Volume = 2h / 6 [ A3 + 4 A4 + A5 ]
Dengan menjumlahkan hasil-hasil ini didapat volume antara kontur 110 m dan 150 m
Volume = 2h / 6 [ A1 + 4 A4 + A3 ] + 2h / 6 [ A3 + 4 A4 + A5 ]
Volume = h / 3 [ A1 + A5 + 2 A3 + 4 (A2 + A4) ]
atau : V = h / 3 ( A awal + A akhir + 2 Σ A ganjil + 4 Σ A genap )
dimana A = Luas daerah Rumus ini merupakan volume dengan kaidah Simpson. Bagian bukit yang terletak di atas kontur 150 m tidak termasuk dalam perhitungan di atas . Harus didekati dengan bentuk geomerti yang terdekat dan dihitung tersendiri. Umumnya bentuk teratur yang terdekat adalah kerucut atau piramida yang volumenya = 1/3 luas dasar x tinggi Contoh :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
83
Gambar di atas ini menunjukkan kontur tanah pada selang vertikal 1 m. ABCD adalah bangunan pabrik yang terencana, yang ketinggian lantainya 32,00 m. Diperlukan volume material yang harus digali. Lereng samping setiap pekerjaan tanah adalah 1 berbanding 2 (i).
Kontur-kontur pekerjaan tanah digambarkan pada selang vertikal 1 meter,
(ii)
jadi terpisah 2 meter secara horisontal.
Irisan permukaan didapat dan garis bentuk galian digambar (garis putus-putus)
(iii)
Luas di dalam masing-masing kontur didapat dengan planimeter. Kontur 32 meter dibatasi oleh A1CD, kontur 33 m oleh semua titiktitik dengan nomor 2, kontur 34 m oleh titik-titik dengan nomor 3, kontur 35 m oleh titik-titik dengan nomor 4, sedangkan kontur 36 m ( titik 5) tidak mempunyai luas.
(iv)
Luasnya masing-masing adalah : Kontur
(v)
32
33
34
35
36
315
294,5
125,0
30,0
0,0
Volume dengan kaidah Simpson ;
V
= 1/3 [ 315,0 + 0,0 + (2 x 125,0) + 4 (294,5 + 30,0) ] m≥
= 621,0 m≥
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
84
Contoh : Hitung volume air yang dapat disimpan dalam waduk, kedalaman 23,3 m, jika diketahui informasi sebagai berikut : Nilai Kontur
130,0 (waduk penuh) 120,0
110,0
Luas kontur yang dibatasi oleh kontur (m″)
610.000
150.000
1.100
Catatan : 1 m≥ = 1000 liter
Penyelesaian : (i).
Volume antara kontur 130 m dan 110 m (kaidah prismoida) = 20/6 [ 610.000 + 4 (150.000) + 1.100] = 4.037.000 m≥
(ii).
Kedalaman waduk = 23,3 m Maka kedalaman di bawah kontur 110,0 m = 3,3 m Jadi volume antara kontur 110 dan dasar (kerucut) = 1/3 x 1.100 x 3,3 = 1.210,0 m≥
(iii).
Kapasitas total = 4.038.210 m≥ = 4,038 x 10 9 liter
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
85
BAB XI LENGKUNG MENDATAR SEDERHANA
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
86
Dalam teknik sipil, konstruksi lengkungan digunakan pada bangunan jalan raya, sungai, saluran, jalan kereta api dan lain sebagainya.
R
= jari-jari
α
= sudut pusat
β
= sudut depleksi
T1=T2
= Titik singgung
S – T1
= S – T2
S – T2
= Jarak singgung
S–M
= Jarak luar
M–D
= Ordinat tengah
T1 – M – T2
= Panjang lengkung (busur)
T1 – D – T2
= Tali busur
S – T1 S – T2
= r tg ½ α 1
S–M=-R
=
-1 Cos α/2
M – D = R ( 1 – Cos α/2 ) α
πR
T1 – M – T2 = 180
0
T1 – D – T2 = 2 R Sin ½ α
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
87
Titik-titik perantara dari lengkungan : 1. Titik-titik perantara dengan titik singgung perantara.
Diketahui titik-titik T1, M, T2, D dan S. Tentukan panjang tali busur T1M dan T2M. Ukur dengan hati-hati panjangnya. Buat sudut siku-siku dipertengahan panjang tali busur pada titik D1 dan D2. Ukur panjang D1M1 = D2M2 = R (1 – Cos α/4)
Titik-titik perantara dari garis singgung S1 dan S2 dapat ditentukan dengan rumus : 1 S1M1 = S2M2 = R
-1 Cos α/4
Langkah Kerja :
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
88
a. Jika besarnya sudut defleksi (β) dan jari-jari (R) diketahui maka tangen dapat ditentukan. b. Tentukan suatu titik tetap (misal titik S) dan titik-titik yang penting dari suatu lengkung antara lain T1 dan T2 dengan T1 = titik awal lengkung, T2 = titik akhir lengkung.
c. Tentukan panjang arah tangen (ST1) dan (ST2). α = 1800 - β ST1 = ST2 = R Tan α/2 dimana
:
α = sudut dalam lengkung β = sudut defleksi lengkung R = jari-jari lengkung
Dalam Menentukan arah tangennya perlu bantuan titik-titik segitiga siku-siku yaitu titik E,F,S dan sudut E = 90. Kemudian letakkan titik E pada garis ST1 sedemikian rupa sehingga titik F tegak lurus ST1 melalui titik E dengan bantuan alat pentaprisma, sehingga : EF = ES tan α
dan kontrol dengan
FS 2 = SE 2 + EF 2 d. Perpanjang garis FS untuk menentukan ST2 sejauh R tan α/2 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
89
e. Bagilah sudut defleksi (β) menjadi dua bagian sama besar, tentukan titik M dan D pada garis bagi tersebut dimana : 1 SM = R
-1
MD = R (1-Cos α/2)
Cos α/2 Periksa keadaan titik T1, D dan T2 harus segaris lurus dan garis T1DT2 garis bagi atau T1DT2 SD
f. Melalui pertengahan T1M dan T2M dibuat garis tegak lurus pada T1M dan T2M yaitu titik D1 dan D2 sehingga memotong ST1 dan ST2 di titik S1 dan S2. S1D1 T1M dan S2D2 T2M. g. Tentukan titik M1 pada S1D2 dan M2 pada S2D2 dimana besarnya : 1 D1M1 = D2M2 = R (1-Cos α/4) dan S1M1 = S2M2 = R
-1 Cos - α/4
Titik M1 dan M2 adalah titik-titik yang akan dilalui lengkung. h. Demikian juga untuk titik-titik bantu yang lain yaitu titik-titik M3, M4, M5, M6 dan seterusnya sesuai kebutuhan. i. Hubungkan titik-titik T1, M3, M1, M4, M, M5, M2, M6, T2, maka lengkung sederhana dapat diperoleh : Panjang lengkung = (α / 180 0 ) π R
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
90
2. Titik-titik perantara koordinat
Sebelum melakukan pengukuran dengan cara ini, tetapkan dulu titik-titik perantara dengan beberapa teori.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
91
Sin Q = X/R
X = R Sin Q
R-Y Cos Q = R R Cos Q = R – Y R Cos Q – R = - Y Y = R (1 – Cos Q)
Langkah kerja : a. Jika besarnya sudut defleksi dan jari-jari R diketahui maka arah tangen dapat ditentukan (dapat juga titik tetap S dan titik bantu F dan E ditentukan seperti langkah lengkung sederhana dengan titik singgung perantara). b. Ukurlah panjang ST1 = ST2 = R tan ½ α c. Buatlah garis perpanjangan melalui salah satu arah tangennya, misal melalui ST1, sebagai dasar absis dan ordinat dalam perhitungan.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
92
d. Tentukan titik-titik perantara (misal : titik t1, t2, t3 ... tn) yang terletak sepanjang garis T1S dengan T1 sebagai titik tetap, jarak titik-titik perantara besarnya bergantung dari pembagian sudut pusat lengkung. Misal : koordinat titik lengkung absis
ordinat
x1 = T1t1 = R sin (α/n)
y1 = t1m1 = R (1-cos α/n)
x2 = T1t2 = R sin (2α/n)
y2 = t2m2 = R (1-cos 2α/n)
x3 = ................
y2 = .................
xn = T1tn = R sin (nα/n)
yn = tnmn = R (1-cos (nα/n)
e. Titik-titik T1, m1, m2, m3, .....T2 jika dihubungkan akan terbentuk lengkung mendatar dengan sistem koordinat.
3. Titik-titik perantara dengan cara seperempat bagian.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
93
Untuk pekerjaan-pekerjaan yang tidak begitu penting, misalnya pembuatan jalon-jalon kelas sedang atau berkekuatan rendah, sehingga tidak diperlukan ketelitian yang tinggi, maka pembuatan garis lengkung dengan titik-titik perantara yang menggunakan cara seperempat bagian ini dapat digunakan atau dipakai. Bila pada lengkungan diketahui titik-titik T1, M dan T2, sehingga MD dapat dihitung atau diukur. Kemudian dibuat m1d1 = ½ MD dan m2d2 = m2d2
Langkah kerja : a. Tentukan arah tangen di lapangan dengan bantuan titik-titik segitiga F, E, S dan siku di titik E. b. Melalui titik S, ukurlah panjang ST1 = ST2 = R tan α/2 c. Bagilah sudut defleksi (β) menjadi dua bagian sama besar. Melalui garis bagi ukurlah SM dan MD sesuai perhitungan 1 SM = R
-1 cos ½ α
MD = R (1-cos α/2)
d. Buat garis tegak lurus dan ukurlah D1M1 = D2M2 = ½ DM. Melalui T1M dan T2M pada pertengahannya D1 dan D2. e. Tentukanlah titik D3, D4, D5, D6, ....Dn yang merupakan pertengahan dari T1M1, M1M, M2M, T2M2 kemudian dibuat garis tegak lurus seperti langkah ke 4. Ukurlah ..........D3M3 = D4M4 = D5M5 = D6M6 = D1M1. Hubungkan titik T1, M3, M1, Mα, M, M5, M2, M6, T2, maka lengkung dengan cara seperempat bagian dapat diperoleh.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
94
Alat dan bahan : 1. Jalon 2. Patok 3. Pita ukur 4. Penta prisma 5. Unting-unting 6. Waterpas tukang 7. Kampak 8. Palu 9. Alat tulis
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
95
BAB XII SURVAI DENGAN GPS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem yang terdiri atas 24 satelit ini dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca, serta didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Saat ini GPS sudah banyak digunakan orang di seluruh dunia, dalam berbagai bidang aplikasi yang memerlukan informasi tentang posisi, kecepatan, percepatan ataupun waktu. GPS adalah sisitem navigasi dan penentuan posisi yang kemungkinan besar paling populer saat ini. Di Indonesia pun, GPS mulai banyak diaplikasikan terutama yang terkait dengan
aplikasi-aplikasi yang menuntut informasi tentang
posisi. Survei penentuan posisi dengan GPS umumnya dilaksanakan untuk menentukan koordinat dari titik-titik yang membentuk suatu jaringan tertentu, dengan melakukan pengamatan terhadap sinyal-sinyal yang dipancarkan oleh sistem satelit navigasi GPS. Jaringan titik-titik GPS ini dapat digunakan sebagai jaringan titik-titik kontrol (control network) untuk keperluan pemetaan topografi, pemetaan kadaster, pekerjaan rekayasa, pemetaan fotogrametri, dan lain-lainnya; maupun sebagai jaringan pemantau (monitoring network) untuk keperluan pemantauan deformasi (bendungan, gunung api, dll) dan studi geodinamika.
1. Posisi dan Sistem Koordinat
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
96
Posisi suatu titik biasanya dinyatakan dengan koordinat (dua dimensi atau tiga dimensi) yang mengacu pada suatu sistem koordinat tertentu. Sistem koordinat itu sendiri didefinisikan dengan menspesifikasikan tiga parameter berikut, yaitu : a. Lokasi titik nol dari sistem koordinat b. Orientasi dari sumbu-sumbu koordinat c. Parameter-parameter (kartesian, curvilinier) yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik dalam sistem koordinat tersebut.
Posisi suatu titik di permukaan bumi umumnya ditetapkan dalam / terhadap suatu sistem koordinat terestris. Titik nol dari sistem koordinat terestris ini dapat berlokasi di titik pusat massa bumi (sistem koordinat geosentrik), maupun di salah satu titik di permukaan bumi (sistem koordinat toposentrik). Posisi tiga dimensi (3 D) suatu titik di permukaan bumi umumnya dinyatakan dalam suatu sistem koordinat geosentrik. Bergantung pada parameter-parameter pendefenisi koordinat yang digunakan, dikenal dua sistem koordinat yang umum digunakan, yaitu sistem koordinat kartesian ( X, Y, Z) dan sistem koordinat Geodetik (L, B, h). Koordinat 3 D suatu titik juga bisa dinyatakan dalam suatu sistem koordinat toposentrik, yaitu umumnya dalam bentuk sistem koordinat kartesian (N, E, U). Posisi suatu titik juga dapat dinyatakan dalam dua dimensi (2 D). Posisi 2 D umumnya dinyatakan dalam (L, B), ataupun dalam suatu sistem proyeksi tertentu (x, y) seperti Polyeder, Traverse Mercator (TM), dan Universal Traverse Mercator (UTM).
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
97
2. Survei Penentuan Posisi Survei untuk penentuan posisi dari suatu jaringan titik di permukaan bumi dapat dilakukan secara terestris maupun ekstra-terestris. Pada survei dengan metode terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan terhadap target atau obyek yang terletak di permukaan bumi. Metode penentuan posisi yang umum digunakan adalah metode poligon, metode pengikatan ke muka (intersection), metode pengikatan ke belakang (resection) atau kombinasi antara metode-metode tersebut. Perlu juga dicatat di sini bahwa ada beberapa lagi metode penentuan posisi terestris, seperti triangulasi, trilaterasi dan
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
98
triangulaterasi. Tetapi metode-metode ini sudah tidak banyak lagi digunakan, terutama setelah adanya metode penentuan posisi yang berbasiskan satelit.
Pada survei metode penentuan posisi secara ekstra terestris, penentuan posisi titik-titik dilakukan dengan melakukan pengamatan atau pengukuran terhadap benda atau obyek di angkasa, baik berupa benda-benda, seperti bintang, bulan, dan quasar, maupun terhadap benda atau obyek buatan manusia, seperti satelit. Beberapa metode atau sistem penentuan posisi secara ekstra terestris antara lain adalah : astronomi geodesi, fotografi satelit, SLR (Satellite Laser Ranging), LLR (Lunar Laser Ranging), VLBI (Very Long Baseline Interferometry), Transit (Doppler) dan GPS (Global Positioning System). Dari beberapa metode dan sistem penentuan posisi ekstra terestris tersebut, GPS adalah sistem yang saat ini paling banyak digunakan untuk keperluan survei penentuan posisi. Survei dengan GPS bahkan dapat diperkirakan akan dapat menggeser penggunaan survei terestris di banyak bidang aplikasi, meskipun tidak seluruhnya di masa-masa mendatang.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
99
Kalau kita bandingkan survei secara terestris dan survei dengan GPS, maka ada beberapa perbedaan yang perlu dicatat, yaitu antara lain : a. Pada survei dengan GPS tidak diperlukan saling keterlihatan antar titik seperti halnya pada survei terestris; yang diperlukan adalah saling keterlihatan antara titik dengan satelit GPS. b. Karena tidak memerlukan saling keterlihatan antar titik, maka titik-titik dalam jaringan GPS bisa mempunyai spasi jarak yang relatif jauh sampai puluhan maupun ratusan km; tidak seperti halnya pada survei terestris yang biasanya hanya terbatas pada spasi titik sampai beberapa ratus meter saja. c. Pelaksanaan survei GPS dapat dilakukan siang maupun malam hari serta dalam segala kondisi cuaca, tidak seperti halnya survei terestris yang umumnya hanya bisa dilaksanakan pada siang hari dan dalam kondisi cuaca yang relatif baik.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
100
d. Pada survei dengan GPS koordinat titik-titik ditentukan dalam tiga dimensi (posisi horisontal dan vertikal), tidak seperti halnya survei terestris yang umumnya dalam dua dimensi (posisi horisontal).
Ketelitian Data : Kualitas data GPS pada dasarnya akan begantung pada tiga faktor yaitu : jenis data (pseudorange atau fase), kualitas dari receiver GPS yang digunakan pada saat pengamatan. Karena pada survei dengan GPS data yang umum digunakan adalah data fase, maka hanya dua faktor terakhir yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
101
DAFTAR PUSTAKA
Irvine, William. 1980. Survey for Construction. England : Mc Graw – Hill Book Company. Sosrodarsono, Suyono dan Masayoshi Takasaki. 1981. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan. Jakarta : Pradnya Paramita. Wongsotjitro, Soetomo.1977.Ilmu Ukur Tanah. Jakarta : Swada. Abidin, Hasanuddin Z DR ;Jones, Andrew MsurvSc,MBA dan Kahar ,JoenilProf.DR. 1995.Survei Dengan GPS. Jakarta : Pradnya Paramita. Purworaharjo,Umaryono U. 1986. Ilmu Ukur Tanah Seri B, Pengukuran Tinggi. Bandung. Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung. Muhamadi,Mansur Ir,Msc. Ilmu Ukur Tanah. Surabaya. Pasca Sarjana Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Frick,Heinz Ir. Ilmu dan Alat Ukur Tanah. 1979. Yogyakarta. Kanisius.
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
102
Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali Ilmu Ukur Tanah
103