GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI UNTUK MINUM OBAT AMLODIPIN DI PUSKESMAS TELUK DALAM BANJARMASIN
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh : BUDIWINARTI NIM. 11023182009
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI D3 FARMASI BANJARMASIN, 2018
GAMBARAN KEPATUHAN PASIEN HIPERTENSI UNTUK MINUM OBAT AMLODIPIN DI PUSKESMAS TELUK DALAM BANJARMASIN
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Kelulusan Pada Program Studi D.3 Farmasi
Oleh : BUDIWINARTI NIM. 11023182009
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN FAKULTAS FARMASI PROGRAM STUDI D3 FARMASI KELAS REKOGNISI PEMBELAJARAN LAMPAU (RPL) ANGKATAN II BANJARMASIN 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi dikenal secara luas sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah di atas normal. Penyakit ini diperkirakan telah menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5%, dan prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab gangguan jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat juga berakibat terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular, Penyakit ini seringkali disebut silent killer karena tidak adanya gejala dan tanpa disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital. Penyakit ini memerlukan biaya pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan seringnya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan penggunaan obat jangka panjang (Depkes, 2006). Prevalensi hipertensi di seluruh dunia diperkirakan sekitar 15 – 20 %, sedang hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8 – 18 % (Hadi H, 2005). Dari brrbagai peneltian epidemiologi yang dilakukan di Indonesia menunjukkan 18 – 28,6 % penduduk yang berusia diatas 20 tahun menderita hipertensi (Darmojo B, 2001). Hipertensi pada orang dewasa berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan darah pada masa anak-anak, akan lebih efektif mencegah peningkatan risiko hipertensi pada masa remaja (Ariani A et all,2003). Perubahan pola makanan yang menjurus ke konsumsi makanan siap santap yang mengandung lemak, protein dan garam tinggi, tetapi rendah serat pangan, membawaq konsekuensi terhadap berkembangnya penyakit degenerative seperti jantung, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis, obesitas dan hipertensi (Astawan IM, 2005). Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistol lebih dari atau sama dengan 140 mmHg dan tekanan darah diastol lebih dari atau sama dengan 90 mmHg (Alhalaiqa, et al., 2012).
Hipertensi diperkirakan menjadi penyebab kematian sekitar 7,1 juta orang diseluruh dunia, yaitu sekitar 13% dari total kematian. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2005, dan di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus hipertensi di tahun 2025 (Rahajeng, 2016). Prevalensi hipertensi meningkat sejalan dengan perubahan gaya hidup seperti, merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psiko sosial. Hipertensi sudahmenjadi masalah kesehatan masyarakat dan akan menjadi masalah yang lebih besar jika tidak ditanggulangi sejak dini (Giles, et al., 2009). Kalimantan Selatan penderita hipertensi mencapai 32,67 % dan termasuk dalam 10 daerah yang prevalensi penderita hipertensinya tertinggi.
Saat ini
penderita hipertensi di Kalimantan Selatan mengalami pergeseran usia diatas 40 tahun, saat ini hipertensi banyak menyerang usia lebih muda, kurang dari 30 tahun. Pada tahun 2016 Kalimantan Selatan khususnya kota Banjarmasin jumlah penderita hipertensi berjumlah 11.710 penderita dan pada tahun 2012 berjumlah 16.234 penderita. Data yang diperoleh menunjukan bahwa Puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin termasuk dalam 10 besar distribusi kasus hipertensi per puskesmas di Banjarmasin pada tahun 2016 yang menempati urutan ke 6 dengan jumlah kasus 780 (data DinKes, 2016) Berdasarkan data dari puskesmas Teluk Dalam bahwa pada tahun 2017 penyakit Hipertensi menduduki urutan pertama dari 10 penyakit yang di derita oleh pasien yang datang untuk berobat, yaitu sebanyak 3.466 orang, keadaan ini meningkat sedikit pada tahun 2018, yaitu sebanyak 3.507 orang dan hipertensi tetap menduduki urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak. (Laporan tahunan Pusesmas Teluk Dalam kota Banjarmasin tahun 2017 dan 2018). Kepatuhan pasien merupakan faktor utama penentu keberhasilan terapi. Kepatuhan serta pemahaman yang baik dalam menjalankan terapi dapat mempengaruhi tekanan darah dan secara terhadap mencegah terjadi komplikasi (Depkes, 2006). Kepatuhan terhadap penggobatan diartikan secara umum sebagai tingkatan perilaku dimana pasien menggunakan obat, menaati semua aturan dan nasihat serta dilanjutkan oleh tenaga kesehatan. Beberapa alasan pasien tidak
menggunakan obat antihipertensi dikarenakan sifat penyakit yang secara alami tidak menimbulkan gejala, terapi jangka panjang, efek samping obat, regimen terapi yang kompleks, pemahaman yang kurang tentang pengelolaan dan risiko hipertensi serta biaya pengobatan yang relatif tinggi (Osterberg & Blaschke, 2005). Ketidakpatuhan pasien menjadi masalah serius yang dihadapi para tenaga kesehatan profesional. Hal ini disebabkan karena hipertensi merupakan penyakit yang paling banyak dialami oleh masyarakat tanpa ada gejala yang signifikan dan juga merupakan penyakit yang menimbulkan penyakit lain yang berbahaya bila tidak diobati secepatnya (Niven, 2002). Berdasarkan hal di atas maka tingkat kepatuhan pasien hipertensi dapat diteliti dan menjadi salah satu alasan peneliti mengambil judul penelitian tentang “Gambaran Kepatuhan Pasien Hipertensi untuk Minum Obat Amlodipin Di Puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin”. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Gambaran Kepatuhan Pasien Hipertensi untuk minum Obat Amlodipin Di Puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin?” 1.3 Tujuan Penelitian Mengetahui Gambaran Kepatuhan Pasien Hipertensi untuk minum Obat Amlodipin Di Puskesmas Teluk Dalam Banjarmasin. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Masyarakat Sebagai informasi bagi pasien hipertensi tentang pentingnya disiplin dan kepatuhan minum Obat Amlodipin. 1.4.2 Bagi Pasien Sebagai
informasi
tentang
cara
informasi
dan
minum
obat
Obat
Amlodipin yang tepat 1.4.3 Bagi Institusi Sebagai
bahan
sumber
berikutnya bagi mahasiswa Program Studi D3 Farmasi.
penelitian
1.4.4 Bagi Peneliti Dapat dijadikan sarana belajar dalam rangka menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pentingnya kepatuhan minum obat bagi pasien hipertensi. 1.5 Penelitian Terkait Peneliti sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian ini namun perbedaan judul, variabel, dan waktu penelitiannya adalah: 1.5.1
Pesan
singkat
pengingat
untuk
meningkatkan
kepatuhan
dan menurunkan tekanan darah pasien hipertensi di RSUD dr. H. Moch Ansari Berdasarkan
Saleh
Banjarmasin
oleh
Alfian
(2014).
hal penelitian, sebelum diberikan pesan singkat
hanya sebesar 4,17% (2 pasien) yang memiliki kepatuhan tinggi. Akan tetapi setelah diberikan pesan singkat
kepatuhan pasien
meningkat menjadi sebesar 54.17% (26 pasien). 15.2
Pengukur kepatuhan pasien hipertensi menggunakan metode Pill Count di Puskesmas Kenjeran Surabaya Utara oleh Machfud (2015). Berdasarkan hasil data penelitian dapat disimpulkan bahwa dari total 47 pasien, hanya sebanyak 38,3% (18 pasien) yang dikategorikan patuh, dan sebanyak 61,7% (29 pasien) yang dikategorikan tidak patuh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian tersebut adalah penelitian
ini memilih tentang gambaran kepatuhan pasien hipertensi dalam minum obat Amlodipin yang mempunyai metode yang berbeda dari penelitian diatas.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kepatuhan 2.1.1 Pengertian Kepatuhan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) patuh adalah suka
menurut (perintah, dan sebagainya); taat (kepada perintah,
aturan dan sebagainya) dan berdisiplin. Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai tingkat ketepatan perilaku seorang individu dengan nasihat medis atau kesehatan. Istilah ketidakpatuhan pasien memberi kesan bahwa pasien bersalah karena penggunaan obat yang tidak tepat (Siregar, 2006). Kepatuhan pasien dalam minum obat atau medication adherence didefinisikan sebagai tingkat ketaatan pasien untuk mengikuti anjuran pengobatan yang diberikan. Kepatuhan minum obat
sangat
penting terutama
Kepatuhan
minum
demografi,
faktor
obat pasien,
bagi
pasien
penyakit
dapat dipengaruhi faktor
terapi
oleh
kronis. faktor
dan hubungan pasien
dengan tenaga kesehatan. Salah satu indikator dari kepatuhan pasien minum obat antihipertensi adalah pengendalian tekanan darah (Anhony J, 2011). Faktor–faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat hipertensi (Nurocmah, 2009) : 2.1.1.1
Pengaruh obat Sebagian besar informan yang mendapat captropil mengeluh terhadap dampak obat antara lain batuk, serak. Sehingga dokter menggantikannya obat amlodipin.
2.1.1.2
Akses informasi Menurut
beberapa
informan
mereka
mendapatkan
informasi dari petugas apotik dan dokter. 2.1.1.3
Dukungan keluarga Semua informan mendapatkan dukungan dalam minum obat seperti, suami, istri dan anak. Mereka selalu mengigatkan untuk minum obat.
2.1.1.4
Keyakinan Menurut sebagian informan yang patuh minum obat hipertensi efektif untuk menurunkan tekanan darah dari
pengukuran
tensimeter. Informan patuh minum
obat
dari
banjar
suku
karena
mereka
tidak bisa
menghindari diit hipertensi dimana informan dari suku banjar lebih memilih makan seperti santan dan garam tetapi dibarengi dengan patuh minum obat karena yakin dengan patuh minum obat bisa membuat stabil tekanan darahnya. 2.1.1.5
Harapan minum obat Semua informan berharap dengan minum obat hipertensi maka tekanan darahnya akan stabil, serta tidak sampai terkena stroke.
2.2
Tablet 2.2.1 Pengertian Tablet Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan pengisi. Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih/gepeng, bundar, segitiga, lonjong, dan sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari, mencegah atau mempersulit pemalsuan dan agar mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya berwarna putih. Tablet yang berwarna kemungkinan karena zat aktifnya memang berwarna, tetapi ada juga tablet yang sengaja diberi warna agar tampak lebih menarik, mencegah pemalsuan, dan untuk membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain (Syamsuni, 2007).
2.3 Hipertensi 2.3.1 Pengertian Hipertensi Hipertensi
berarti
tekanan
(ketegangan)
yang
tinggi
dalam arteri. Tekanan darah tinggi pada umumnya didefinisikan
sebagai tingkat yang melebihi 140/90 mmHg yang dikonfirmasikan pada berbagai kesempatan.Hipertensi tidak berarti ketegangan emosi yang berlebihan,
meskipun
ketegangan
emosi
dan
stress
dapat meningkatkan tekanan darah saat itu juga. (Gardner, 2007) Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah diatas 140/90 mmHg.Diagnosis hipertensi ditegakkan jika tekanan darah meningkat diatas
140/90
mmHg
pada
setidaknya
tiga
kali
pengukuran atau diatas 125/80 pada pemantauan tekanan darah 24 jam. Keadaan ini dapat
merusak
pembuluh
darah
dan
organ
serta
meningkatkan mortalitas (O'Challaghan, 2009) .Menurut Kartikasari Wijaya Ningsih dalam (standar asuhan keperawatan, 2013) Hipertensi yang sistoliknya
di
atas
normal
adalah >140
tekanan
mmHg
dan
darah tekanan
darah diastoliknya melebihi >90 mmHg. Hipertensi
adalah
dimana
seseorang
mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang di tunjukan oleh angka sistolik dan angka diastol padapemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah ( Wahdah 2011). Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang di tandai dengan peningkatan tekanan darah. Vonis sebagai pengidap takanan darah tinggi datang begitu saja,
karena
tidak
kerap mengabaikannya.
mengirimkan
Hipertensi
kini
alarm di
bahaya, tengarai
orang sebagai
penyebab utama jantung dan stroke. Tekanan darah yaitu jumlah gaya yang diberikan oleh darah di bagian dalam arteri saat darah dipompa ke seluruh sistem peredaran darah. Tekanan darah tidak pernah konstan, tekanan darah dapat berubah drastis dalam hitungan detik, menyesuaikan diri dengan tuntutan pada saat itu (Herbert Benson, dkk, 2012). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan
dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi
berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada
arterial sistemik, baik diastolik maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus -menerus (Sutanto,2010)
2.4
Amlodipin 2.4.1 Pengertian Amlodipine Amlodipine (nama generik), atau dijual dengan nama komersialnya Norvasc, adalah obat untuk darah tinggi dan penyakit arteri koroner berjenis calcium channel blocker. Meskipun obat jenis calcium channel blocker tidak disarankan untuk gagal jantung, namun penggunaannya masih ditemui jika obat jenis lain tidak tersedia atau tidak cukup efektif untuk mengobati gejala tekanan darah tinggi atau sakit pada dada yang berhubungan dengan jantung. Amlodipine digunakan oral dan bereaksi setidaknya dalam satu hari. Amlodipine sulit dibuang oleh tubuh sehingga efeknya bertahan lama. Sebagai calcium channel blocker, amlodipine bekerja dengan membuat pembuluh darah membesar sehingga tekanan darah menurun. Namun efek sampingnya denyut jantung bisa jadi bertambah cepat. Penggunaan amlodipine tidak boleh dihentikan tiba-tiba karena bisa menyebabkan kembalinya tekanan darah yang lebih tinggi sehingga malah membahayakan. (Wikipedia, 2008). 2.4.2 Efek samping amlodipine (ISO, 2010). Efek samping amlodipine yang bisa terjadi adalah jantung berdebar agak cepat, edema di tungkai, mata kaki, kemerahan di muka, leher, dada bagian atas, agak sesak, dan sebagainya. Beberapa pengguna melaporkan depresi setelah penggunaan. Penggunanya juga cenderung mengantuk dan merasa lelah. Juga memungkinkan terjadinya impotensi. 2.4.3 Dosis Penggunaaan
Amlodipine biasanya hanya diberikan satu kali sehari dengan dosis 2,5 mg, 5mg atau 10mg, sehingga sebenarnya jarang sekali terjadi overdosis. Namun overdosis bisa terjadi dengan tanda pelebaran pembuluh darah, tekanan darah terlalu rendah, dan detak jantung terlalu cepat. Kasus bunuh diri dengan mengkonsumsi amlodipine dalam jumlah berlebihan juga tercatat pernah terjadi. Keracunan biasanya diatasi dengan penggantian cairan, monitorin ECG, tanda kehidupan, sistem pernapasan, level gula darah, fungsi ginjal, level elektrolit, dan urin. Vassopressor bisa dilakukan saat tekanan darah terlalu rendah dan tindakan resusitasi cairan tidak membantu.
2.5 Kerangka Konsep Kepatuhan Pasien
Penggunaan Tablet Amlodipin
Yang mempengaruhi kepatuhan minum obat : 1.Pengaruh obat 2.Akses informasi 3.Dukungan keluarga 4.Keyakinan 5.Harapan minum obat.
Patuh
Tidak Patuh
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Metode Penelitian 3.1 Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian observasional (non eksperimental) dengan pendekatan yang bersifat prospektif dan dianalisis menggunakan metode analisis deskriptif.
3.2 Subyek Penelitian Kriteria subyek penelitian meliputi: 1. Pasien yang telah diagnosa menderita hipertensi dengan atau tanpa penyerta di Instalasi Rawat Jalan di Puskesmas Teluk Dalam pada tahun 2018. 2. Umur antara 18-65 tahun. 3. Subyek bersedia mengikuti wawancara 4. Mendapatkan obat antihipertensi 5. Lama menderita penyakit hipertensi minimal 2 bulan 3.3 Alat dan Bahan Bahan penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien hipertensi serta pencatatan data-data rekam medis yang meliputi: Nomor rekam medik, jenis kelamin, usia, tekanan darah pada kontrol terakhir dan saat pengambilan data, obat antihipertensi yang digunakan pengobatan di Instalasi Rawat Jalan di Puskesmas Teluk Dalam pada tahun 2018. 3.4 Analisis Data Skala guttman merupakan skala kumulatif dan skala yang digunakan untuk mengukur satu dimensi saja dan satu variable yang multi dimensi, sehingga skala ini termasuk mempunyai undimensional. Skala ini juga disebut dengan metode scalogram atau analisa skala (scale analysis). skala guttman dapat di buat dalam bentuk pilihan ganda atau checklist. Untuk jawaban positif seperti benar, ya, tinggi, baik,
dan
semacamnya di beri skor 1. Sedangkan untuk jawaban negatif seperti salah, tidak, buruk, dan semacamnya diberi nilai 0 Penilaian skor kepatuhan dari kuesioner skor nilai kepatuhan didapat dari jumlah seluruh skor pasien dari pertanyaan nomer 1-5. Dengan range skor 0-5
Pertanyaan Skoring kuesioner tingkat kepatuhan 1. Apakah dengan minum obat amlodipin secara teratur sesuai dosis terjadi efek samping seperti batuk dan serak ?. a. Ya
b. Tidak 2. Dari mana anda mendapat informasi menggunakan Obat Amlodipin sebagai obat Hipertensi anda ? a. petugas apotik dan dokter b. keinginan sendiri 3. apakah suami, istri dan anak atau keluarga anda selalu mengingatkan untuk minum obat secara teratur ? a. Ya. b. tidak 4. apakah dengan patuh minum obat hipertensi efektif untuk tekanan darah dari pengukuran tensimeter. a. Ya b. Tidak
menurunkan
5. apakah dengan minum obat hipertensi Amlodipin anda berharap maka tekanan darah akan stabil serta tidak sampai terkena stroke. a. Ya b. Tidak
DAFTAR ACUAN Atlanta,
GA, 2008, Assessment of Postmenopausal Women, 51:952
Cardiovascular
Risk
Factors
in
Alhaiqa,
F., Deane, K.H.O., Nawafleh, A.H., Clark, A., Gray, R., (2012). Adherence therpy for medication non compliant patients with hypertension:arandomised controlled trial, Journal of Human Hypertension 26, 177-126.
Alimul Hidayat, A.Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Keperawatan, Jilid 1 . Jakarta: Salemba Medika.Anonim, ( 2010). Burnier M, Schneider MP, Chiolero A, Stubi CL, Brunner HR. (2001), Electronic Compliance Monitoring in Resistant Hypertension: the Basis for Rationa ltherapeutic Decisions. Journal of Hypertension. Coylewright M, Keith C. Ferdinand, MD, 2008, Clinical Professor, Cardiology Division Emory University Chief Science Officer Association of Black Cardiologists, Inc. Departemen Kesehatan R.I., (2006), Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi, Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia Gunawan., (2008), Farmakologi dan Terapi, Edisi 5, Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakutas Kedokteran UI, Jakarta Laporan Tahunan Puskesmas Teluk Dalam tahun 2016 Laporan Bulanan Puskesmas Teluk Dalam tahun 2018
Morisky., Donald E, Ang., Alfonso, Krousel-Wood, J. Ward., Harry. (2008), Predictive Validity of a Medication Adherence Measure in an Outpatient Setting.The Journal of Clinical Hypertension (ISSN 1524-6175).Vol.10 No.5. Niven, N., (2002), Psikologi Kesehatan, Edisi 2, EGC, Jakarta. Osterberg., Lars, Blashke., Terrence. (2005), Adherence to edication. The New England Journal of Medecine, 97, 353-487 WHO, (2003), Adherence To Long-term Therapies: Evidence for action, 13, Prancis, World Health Organization.
Hipertensi Terkontrol, Cegah Kerusakan ginjal. (Internet).< http://www.ikcc.or.id >. (Diakses tanggal 27 Oktober 2018). Armilawaty. 2007. Hipertensi dan Faktor Resiko Dalam Kajian Epidemiologi .Bagian Epidemiologi FKM UNHAS Niven, N. (2008). Psikologi Kesehatan Untuk Perawat Dan Profesional Kesehatan Lain . Jakarta: EGC. Notoadmodjo, Soekidjo. (2007). Jakarta: Renika Cipta.
Promosi Kesehatan
Ilmu Dan Seni .
Notoadmodjo, S. (2010). Metode Penelitian Kesehatan . Jakarta: Rineka Cipta. Osterberg, L. Dan Blaschke, T. (2005) .Adherence to medication. New England Journal of Medicine.353: 487-497. Palmer, Anna dan Williams, Bryan. (2007). Tekanan Darah Tinggi. Jakarta: Erlangga. Rahajeng.(2016). Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Rostyaningsih, Dewi. (2018). Konsep Gender.Termuat dalam :
Wahdah, Nurul 2011, Menaklukan hipertensi dan diabetes, Multi Solusindo, Yogyakarta
https://id.wikipedia.org/wiki/Amlodipine
2.3.3 Tanda dan Gejala Hipertensi Beberapa tanda dan gejala hipertensi yang perlu diketahui adalah sebagai berikut (Saputra, 2014): a) Keadaan mudah lelah ( fatigue ) yang kronis b) Sakit kepala c) Rasa pening / pusing atau vertigo d) Sesak napas / dispnea pada saat istirahat atau pada saat melakukan aktivitas fisik
e) Nyeri dada d an palpitasi 2.3.4 Faktor faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi Pada umumnya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer. Namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi (Sarasaty, 2012). 1. Genetik Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu mempunyai risiko menderita hipertensi. 2. Obesitas Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada kebanyakan kelompok etnik di semua umur. 3. Jenis kelamin Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause salah satunya adalah penyakit jantung koroner. Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Proses ini terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai dengan umur wanita secara alami, ya ng umumnya mulai terjadi pada wanita umur 45 55 tahun. 9
4. Stres Stres dapat meningkatkan tekanah darah sewaktu. Hormon adrenalin akan meningkat sewaktu kita stres, dan itu bisa mengakibatkan jantung memompa darah lebih cepat sehingga tekanan darah pun meningk at. 5. Kurang olahraga Olahraga banyak dihubungkan dengan pengelolaan penyakit tidak menular, karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah (untuk hipertensi) dan melatih otot jantung sehingga menja di terbiasa apabila jantung harus melakukan pekerjaan yang lebih berat karena adanya kondisi tertentu. 6. Pola asupan garam dalam diet 7. Kebiasaan Merokok Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah.Perokok berat dapat dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis (Armilawaty et al. , 2007). 2.3.5 Terapi Farmakologi Hipertensi. 2.3.5.1 Diuretik a) Tiazid Mekanisme kerja Efek : : Menghambat pengangkut Na/Cl ditubulus kontortus distal ginjal. Mengurangi volume darah dan efek
efek vaskular yang tidak dipahami. b) Loop diuretic : Menghambat pengangkutan Na/K/2Cl diansa henle ginjal. 10 c) Spironolakton dan eplesenon Mekanisme kerja : Menghambat reseptor aldosteron ditubulus koligentes ginjal. Efek : Meningkatkan ekskresi Na dan menurunkan ekskresi K dan pengurangan angka kematian jantung oleh mekanisme yang belum dipahami. 2.3.5.2 Simpatoplegik, kerja sentral Mekanisme kerja : Mengaktifkan adrenoseptor α 2. Efek : Meng urangi impuls simpatis sentral dan mengurangi norepinefrin dari ujung saraf adhenergik. 2.3.5.3 Penghambat ujung saraf simpatis Mekanisme kerja : Menghambat pengangkut amina vesikular disaraf noradhenergik 2.3.5.4 Penghambat reseptor α Mekanisme kerja : Secara selektif dan menghambat Adrenoseptor α. Efek : Mencegah vasokontriksi simpatis
Dan mengurangin tonus otot polos prostat. 2.3.5.5 Penghambat reseptor β Mekanisme kerja : Menghambat reseptor β 1. Efek : Mencegah stimulasi jantung oleh Saraf simpatis dan mengurangi sekresi rennin. 2.3.5.6 Vasodilator a) Verapamil dan diltiazem Mekanisme kerja : Menghambat saluran kalsium tipe L secara nonselektif. 11 Efek : Mengurangi kecepatan jantung dan mengurangi resistensi vaskular. b) Nifedipin Mekanisme kerja Efek : : Menghambat saluran kalsium vaskular lebih dari saluran kalsium jantung. Mengurangi resistensi vaskular. c) Hidralazin Mekanisme kerja Efek d) Minoksidil Mekanisme kerja e) Inhibitor ACE
Mekanisme kerja Efek : : : : : Menyebabkan pengeluaran nitrat oksida. Mengurangi resistensi vaskular. Metabolit membuka saluran K di otot polos vaskular. Menghambat angiotensin converting enzim. Mengurangi kadar angiotensin II, mengurangi vasokontriksi dan sekresi aldosteron dan meningkatkan bradakinin. f) Penghambatan Reseptor Angiotensin Receptor Blocker, ARBs) Mekanisme kerja Efek : : Menghambat reseptor angiotensin AT 1 . Sama seperti inhibitor ACE tetapi tanpa peningkatan bradakinin. 12
(Angiotensin
g) Inhibitor rennin Mekanisme kerja Efek (Katzung, 2016) : : Menghambat aktifitas enzimatik rennin. Mengurangi angiotensin I dan II secara aldosteron. 2.4 Kepatuhan Kepatuhan didefinisikan sebagai aktif, sukarela, dan keterlibatan pasien secara kolaboratif yang bentuk penerimaan yang mempengaruhi terhadap hasil terapi. Kepatuhan pengobatan juga t ermasuk dalam suatu konsep ke sediaan dalam penggunaan terapi obat yang diresepkan selama terapi obat. Kepatuhan merupakan perilaku yang komplek dan sangat dipengaruhi oleh lingkungan, tempat tinggal pasien, tenaga kesehatan rumah sakit (Osterberg dan Blaschke , 2005). Beberapa faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan: 1. Jenis Kelamin Perbedaan jenis kelamin yang ditentukan secara biologis, yang secara fisik melekat pada masing masing jenis kelamin, laki laki dan perempuan (Rostyaningsih, 2018). Jenis kelamin berkaitan dengan pera n kehidupan dan perilaku yang berbeda antara laki laki dan perempuan dalam
masyarakat. Dalam hal menjaga kesehatan, biasanya kaum perempuan lebih memperhatikan kesehatanya dibandingkan dengan laki laki. Perbedaan pola perilaku sakit juga dipengaruhi oleh j enis kelamin, perempuan lebih sering mengobatkan dirinya dibandingkan dengan laki laki (Notoatmodjo, 2010). 2. Tingkat Pendidikan Terakhir Pendidikan menuntut manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupanya yang dapat digunakan untuk mendapatkan informasi sehin gga meningkatkan kualitas hidup. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka 13 akan memudahkan seseorang menerima informasi sehingga meningkatkan kualitas hidup dan menambah luaspengetahuan. Pengetahuan yang baik akan berdampak pada penggunaankomunikasi secara efektif (A. Aziz Alimul Hidayat, 2006). 3. Pekerjaan P ekerjaan adalah sesuatu yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan keluarga. Orang yang bekerja cenderung memiliki sedikit waktu untuk mengunjungi fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 200 7). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Su Jin Cho (2014) pekerjaan memiliki hubungan yang signifikan dengan kepatuhan pasien hipertensi dalam menjalani pengobatan. Dimana pasien yang bekerja cenderung tidak patuh dalam menjalani pengobatan dibanding de ngan mereka yang tidak bekerja. 4. Usia
Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, m asyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang (Notoatmodjo, 2007). 5. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman teman, kelompok kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program pengobatan seperti pengurangan berat badan, berhenti merok ok dan menurunkan konsumsi alkohol (Niven, 2008). 6. Dukungan keluarga Keluarga merupakan kesatuan dari orang orang yang terkait dalam perkawinan, ada hubungan darah, atau adopsi dan tinggal satu rumah.Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam 14 melakukan keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga menemukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima. 2.4.1 Modify Morisky Adherence Scale (MMAS) Modify Morisky Adherence Scale (MMAS) adalah kuesioner y ang digunakan untuk menilai kepa tuha n penggunaan obat MMAS dengan 8 item pertayaan mempunyai rentang nilai 0 sampai 8 dan dikategorikan me
njadi 3 tingkat kepatuhan obat: kepatuhan tinggi (nilai 8), kepatuhan nilai sedang (nilai 6 7 ), dan kepatuhan rendah (nilai <6). MMAS dapat meningkatkan sen sitifitas pengukuran kepatuhan p engg unakan obat pada pasien (Morisky et al., 2008). Kelebihan dari kue sioner ini yaitu lebih spesifik untuk melihat tingkat kepatuhan dari pasien. Skor dari setiap pertanyaan dinilai 0 untuk jawab ‘’ya’’ dan nilai 1 untuk j awaban ‘’tidak’’. Di kategorikan ke dalam 3 kategori tingkat kepatuhan yaitu; kepatuhan rendah (skor <6), sedang (6 <8) dan tinggi (8). Kuesioner MMAS mempunyai keuntungan antara lain singkat, mudah dihitung dan sesuai untuk beberapa jenis pengobatan, sedangkan kerugiannya adalah bisa dimanipulasi oleh pasien (Osterberg dan Blashke, 2005). 2.4.2 Metode Penilaian Kepatuhan Pengobatan Sebagai sebuah perilaku, aspek aspek kepatuhan pas ien dalam mengkonsumsi obat dapat diketahui dari metode yang digunakan untuk mengukurnya. Osterberg dan Blaschke (2005)
merangkum beberapa metode untuk mengukur kepatuhan dalam menkonsumsi obat, sepe rti yang terdapat pada Tabel 2.2 . 15 Tabel 2.2 Met ode U ntuk Mengukur Kepatuhan Pasien (Osterberg dan Blaschke , 2005). Metode Kelebihan Kekurangan Observasi secara langsung Paling akurat Pasien bisa menyembunyikan pil (obat) di mulut kemudian membuangnya, tidak dapat dijalankan untuk penggunaan rutin. Mengukur tingkat metabolisme dalam tubuh Objektif Variasi metabolisme (cepat atau lambat) yang dapat member kesalahan pada hasil, memerlukan biaya mahal. Kuesioner pasien, laporan kesehatan pasien Sederhana, tidak mahal, berguna dalam keadaan klinis. Rentan terhadap kesalahan
dengan peningkatan waktu diantara kunjungan, hasil m udah menyimpang oleh pasien. Menghitung jumlah pil (Pill count) Mudah untuk dilakukan,mudah dihitung. Data dapat diubah dengan mudah oleh pasien. Pengukuran respon klinis pasi en Sederhana, mudah dilakukan Faktor lain di luar kepatuhan pasien dapat mempengaruhi respon. Buku harian pasien Membantu untuk ingatan yang buruk. Mudah diubah oleh pasien. Kalender pengobatan harian Membantu untuk pengingat minum obat Mudah diubah oleh pasien 2.5 Daily Medication Log ( Kalender Pengobatan Harian) Daily medication Log (Kalender Pengobatan Harian) didesain untuk diisi
setiap hari oleh pasien sesuai dengan pengobatan yang diresepkan oleh dokter.Alat pengingat minum obat ini cocok digunakan pada pasien hipertensi yang umumnya mendapatkan regimen pengobatan yang kompleks d an mengatasi permasalahan pasien yang sering lupa minum obat (AACP, 2018). Informasi yang tercantum pada Daily Medication Log (Kalender pengobat an harian) lengkap dan mudah di mengerti oleh pasien yaitu, terdiri dari tanggal, 16 nama obat, dosis atau aturan pa kai. Serta dapat digunakan oleh pasien kapan saja dan dimana saja. Buku kalender pengobatan ( Daily Medication Log ) pada penelitian ini adalah suatu media yang dapat digunakan sebagai pengingat meminum obat untuk pasien hipertensi. Kalender ini didesain dalam bentuk buku saku yang memuat informasi penting mengenai hari yang harus dilewati maupun hari yang sudah terlewati pada masa pengobatan.Serta dap at digunakan sebagai bukti bahwa penderita telah meminum obat antihipertensi tepat waktu ketika mereka datang ke dokter untuk check up . Di dalam media ini terdapat kotak check list yang diisi setelah penderitahipertensi selesai minum obat. Media ini diranca ng dengan tujuan agar dapat dikembangkan menjadi sebuah alat bagi pasien maupun keluarga mereka untuk secara teratur mengontrol yang telah dijalani pasien. 17 2.6 Kerangka Konsep sssssssss
Gambar 2.3 Kerangka Konsep