Bu Manik - Dari Katalis Hingga Korosi.pdf

  • Uploaded by: YOEL
  • 0
  • 0
  • July 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bu Manik - Dari Katalis Hingga Korosi.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 24,234
  • Pages: 220
Dari Katalis Hingga Korosi Seri Manajemen Pengetahuan

Manik Priandani

Departemen Pengendalian Proses Kompartemen Pengendalian dan Pengawasan Pabrik Direktorat Produksi PT Pupuk Kalimantan Timur

Diterbitkan untuk kalangan internal PT Pupuk Kalimantan Timur

iii

Undang-Undang Republik Indonesia No 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta Lingkup Hak Cipta Pasal 2: 1. Hak cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Ketentuan Pidana Pasal 72: 1. Barangsiapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah). 2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

iv

Dari Katalis Hingga Korosi Seri Manajemen Pengetahuan

Bontang, Desember 2012 v

Dari Katalis Hingga Korosi Seri Manajemen Pengetahuan

Pertama kali diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh PT Pupuk Kalimantan Timur Jl James Simanjuntak No.1 Bontang Utara, Kaltim Penulis: Manik Priandani Editor: Kabamedia, Tathit Surya Arjanggi, Suwito Pengarah: Wien Hartono, Lola Karmila Desain sampul & isi: Suwito, Kabamedia Penata letak: Suwito, Kabamedia Photo: Manik Priandani, Departemen Humas PT. Pupuk Kaltim

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian Atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari penerbit

Dari Katalis Hingga Korosi (Seri Manajemen Pengetahuan) Judul, cet.1 Bontang: PT Pupuk Kalimantan Timur, 2012 xiv+ 204 hlm; 105 mm x 149 mm

Isi di luar tanggung jawab percetakan vi

KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum. Wr. Wb., Salam Sejahtera bagi kita semua, Kepada banyak pihak saya ucapkan terima kasih sehubungan dengan penerbitan buku ini. Secara khusus, saya ucapkan terima kasih kepada suami saya, Rochan Syamsul Hadi, dan putri saya Tara yang telah dengan ikhlas memberikan kebebasan kepada saya untuk menulis sehingga banyak mengambil waktu mereka. Kepada Bapak saya, Gatot Luhbandjono yang selalu mengingatkan untuk terus membaca, menulis dan berkarya agar ilmu yang saya peroleh bermanfaat dan tidak hilang. Dan terima kasih juga saya sampaikan untuk Ibu tercinta, Soeprapti yang selalu mendo’akan saya siang dan malam. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman anggota Club Buku 33 dan Studio Kata yang mendorong saya untuk selalu menulis; Direksi PT Pupuk Kaltim, General Manager Dalwaspab, General Manager SDM, Manager Departemen Pengendalian Proses, Manager Departemen Diklat dan Manajemen Pengetahuan, Kabag Manajemen Pengetahuan, Pak Tathit SA beserta staff pengelola Knowledge Management PKT, Bapak Suwito, yang telah memfasilitasi dan membantu penerbitan buku yang berjudul DARI KATALIS HINGGA KOROSI ini. Tim Knowledge Management tak lelah mengingatkan saya untuk segera mengirimkan Kata Pengantar yang baru saya

vii

selesaikan satu bulan kemudian, dan juga terima kasih kepada seluruh karyawan Pupuk Kaltim maupun temanteman yang membaca buku ini. Seluruh tulisan dalam buku ini terinspirasi oleh segala hal yang saya temui saat bekerja di Pabrik, dan semuanya sesuai dengan profesi saya sebagai Process Engineer dan latar belakang keilmuan tambahan yang saya peroleh kemudian: Rekayasa Korosi. Buku ini adalah buku ilmiah non fiksi pertama saya, dan alhamdulillah diterbitkan oleh PT Pupuk Kalimantan Timur, Perusahaan tempat saya bekerja dan berkarya. Semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin ya robbal alamin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb. Bontang, 07 Desember 2012

Manik Priandani Departemen Pengendalian Proses Kompartemen Pengendalian dan Pengawasan Pabrik Direktorat Produksi PT Pupuk Kalimantan Timur

viii

KATA SAMBUTAN Buku berjudul DARI KATALIS HINGGA KOROSI ini berisi tulisan tentang teori praktis, kejadian dan kegiatan di Pabrik yang berhubungan dengan proses, katalis, korosi, maupun lingkungan hidup. Hal ini sesuai dengan bidang yang digeluti oleh Sdri. Manik Priandani sebagai karyawan di Departemen Pengendalian Proses, Kompartemen Pengendalian dan Pengawasan Pabrik (Dalwaspab) PT Pupuk Kaltim. Kompartemen Pengendalian dan Pengawasan Pabrik membawahi enam unit kerja yaitu Departemen Pengendalian Proses, Departemen Inspeksi Teknik I, Departemen Istek II, Departemen Laboratorium, Departemen K3 dan Departemen Lingkungan Hidup. Keenamnya mempunyai hubungan erat dalam pengendalian dan pengawasan pabrik. Tulisan-tulisan di buku ini sesuai dengan bidang kerja dan kompetensi karyawan di Kompartemen Dalwaspab khususnya dan Direktorat Produksi pada umumnya. Diharapkan dengan diterbitkan buku yang berisi pengetahuan perihal pekerjaan dan aplikasinya di lapangan yang ditulis oleh karyawan / pelaku, menjadi salah satu sarana transfer knowledge antara karyawan baru atau junior dengan karyawan senior atau sebaliknya. Dengan adanya tulisan-tulisan seperti ini, estafet pengetahuan dan kepemimpinan akan berjalan dengan baik dan lancar, yang ix

akhirnya akan menguntungkan dan memajukan Perusahaan. Kemajuan Perusahaan akan mensejahterakan karyawan dan masyarakat di sekitarnya. Semoga buku-buku yang diterbitkan oleh PT Pupuk Kaltim akan semakin banyak dan bermanfaat bagi Perusahaan maupun Pembaca.

Bontang, 06 Desember 2012. General Manager Kompartemen Dalwaspab,

(Ir. Lastyo Winarso, MSi)

x

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ………………………………………………………….

vii

Kata Sambutan ………………………………………………………….

ix

Daftar Isi …………………………………………………………………..

xi

Sekilas Tentang Penulis ……………………………………………… xiii Mengapa Katalis Harus direduksi?

…………………………… 1

Bagaimana Katalis Beraksi ( Mekanisme Kerja Katalis )…

7

Apa Saja Isi Katalis Itu …….................................................

15

Leher Jerapah di Tube Katalis Primary Reformer ………...

21

Kegiatan Screening Katalis …………………………………………

29

Pengantongan Katalis Primary Reformer ……………………

37

Memperpanjang Umur Katalis Reaktor Formaldehide Kaltim-2 ………………………………………………

43

Berteori Tentang Korosi ……………………………………………..

61

Korosi oleh Air Pendingin …………………………………………..

69

Corrosion Under Insulation (CUI) ………………………………. 73 Korosi di Lingkungan Boiler ……………………………………… 85 Korosi di Unit Sintesa Amoniak ………………………………….. 95 Tumbal Untuk Menangkis Korosi ……………………………….. 101 Inhibitor (Penghambat ) Korosi ………………………………….. 111 Korosi Akuatik dan Pencegahannya …………………………….. 119

xi

Sulphate Reduction Bacteria (SRB) Si Imut Penyebab Korosi ……………………………………………. 131 Si Hitam Carbon Aktif ………………………………………………..

141

Metal Dusting (Fenomena Karburisasi Dalam Bentuk Sumuran dan atau Penipisan Logam) …………………………

149

Mencuci / Membersihkan Peralatan Pabrik Memakai Bahan Kimia (Chemical Cleaning) ……………….. 157 Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material …………..

163

Unit Desalinasi Baru Berteknologi (RO) Reverse Osmosis ……………………………………………………….

173

Pressure Safety Valve (PSV) Dkk, Penyelamat Pabrik Dari “Stress” …………………………………………………………….

179

Anak Cucu Pabrik Amoniak ……………………………………….

189

CO2 Terbuang Atmosferku Sayang

197

xii

…………………………..

Sekilas Tentang Penulis

Manik Priandani lahir di Temanggung, 30 Januari 1965 merupakan anak ke dua dari enam bersaudara pasangan Bapak Drs. Gatot Luhbandjono dan Ibu Soeprapti yang mempunyai hobby menulis sejak di Sekolah Dasar. Bersama penulis lain, karya tulis nyonya Rochan Syamsul Hadi dan ibu dari Tamara Qonita Mahadi ini, Antologi Puisi: Balada Manusia Industri diterbitkan ETAM Media Press, Januari 2008 dan Kehamilan Yang Menakjubkan, diterbitkan Leutika Prio, Desember 2011. Beberapa karya tulisnya yang lain perihal katalis, korosi dan proses pabrik pernah pula penulis sampaikan dalam Seminar Teknik Kimia Nasional di Bandung tahun 2003. Selain karya tulis semi ilmiah wanita karier yang aktif di Club Buku-33 Pupuk Kaltim dan Studio Kata Bontang ini juga menulis non fiksi yang dapat anda baca di blog kampoengmanik.multifly.com, manik.blogspot.com, manikalste.blogspot.com, manikpriandani.wordpress.com dan KampoengManik.blogspot.com Karyawati yang akrab dipanggil Bunda Manik oleh juniornya ini sebagai Process Engineer di Departemen Pengendalian Proses PT. Pupuk Kaltim menyelesaikan pendidikan formalnya TK s/d SMA (1983) di Semarang, S1 (1990) lulus dari Jurusan Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang dan S2 (2001) lulus dari Jurusan Rekayasa Korosi, Rekayasa Pertambangan ITB Bandung. xiii

Baginya menulis dan membaca selain travelling adalah kegiatan yang paling menyenangkan dan bagai telaga yang menyegarkan di sela-sela langkahnya menapaki kehidupan yang penuh kesibukan ini. Buku Dari Katalis Hingga Korosi ini adalah merupakan salah satu kumpulan tulisan wanita bertitel Ir, MT dan IP (Insinyur Profesional) ini yang dikirim secara teratur ke Portal Knowledge Management Pupuk Kaltim. Penulis yang juga aktif sebagai pengurus Badan Pembina Manajemen Mutu Terpadu (BPMMT) Pupuk Kaltim ini sudah mengelilingi berbagai kota di Indonesia, negeri Paman Sam, negeri-negeri para pelaut Viking, serta negeri indah di kaki Mahameru ini dapat dihubungi melalui e-mail: [email protected] dan [email protected] atau melalui HP: 081347121621.

xiv

Mengapa Katalis Harus di Reduksi?

1

Manik Priandani

K

atalis adalah bahan yang meningkatkan kecepatan reaksi di mana suatu reaksi kimia mencapai kesetimbangan. Sedangkan Aktivitas Katalis didefinisikan sebagai kemampuan katalis untuk mengubah bahan mentah menjadi produk, dan dinyatakan dalam kg reaktan yang terkonversi per kg (atau per lt) katalis per jam atau persen reaktan yang berubah (konversi); atau jumlah molekul yang bereaksi per detik, atau memakai satuan yang lain. Sebelum digunakan katalis akan berada dalam kondisi stabil berupa senyawa oksida, selayaknya semua senyawa logam yang berada secara “natural” di bumi ini. Misalnya katalis reforming dalam bentuk senyawa NiO. Agar katalis tersebut aktif, perlu dilakukan reduksi (melepaskan Oksigen-nya). Misalnya di Primary Reformer, Secondary Refomer, Methanator, pabrik Ammonia, maka katalis NiO perlu diubah ke senyawa Ni. Reaksi pengubahan NiO ke Ni itulah yang disebut Reduksi. Mengapa dalam bentuk senyawa Ni, katalis baru disebut aktif? Sebenarnya analog dengan fenomenafenomena alam dan kehidupan di dunia ini, seseorang yang tidak mempunyai pasangan akan berusaha mencarinya untuk menggenapi hidupnya. Demikian pula dengan Ni yang pada kodisi sendirian kekurangan elektron, sehingga Ni akan ”aktif” mencari ”pengisi” elektron tersebut. Dalam teori semi konduktor (ilmu metalurgi dan korosi) gambaran elektron untuk Nikel adalah sebagai berikut: Contoh Semikonduktor tipe positip (tipe p), metal defisit

2

Mengapa Katalis Harus di Reduksi?

(1)

1) 2) 3) 4)

(2)

Adsorption: ½ O2 (g) = O (ad) Chemisorption: O (ad) = O-(chem) + h• Ionisasi: O-(chem) = O0 + V”Ni + h• Overal reaction: ½ O2 ⇔ O0 + V”Ni + 2h•

Teori di atas dapat menjelaskan mengapa dalam bentuk Nikel-lah aktif sebagai katalis (karena dia dalam kondisi tidak stabil), bukan dalam bentuk senyawa oksidanya (kondisirelatif stabil).

Gambar-1 Katalis Secondary Reformer berbasis Ni type multi hole yang belum tereduksi (masih dalam bentuk oksida NiO)

3

Manik Priandani Reaksi reduksi dapat dilakukan dengan menggunakan H2. Reaksi reduksi katalis Reforming, antara lain: - NiO + H2 ⇔ Ni + H2O Prosedur reduksi umumnya tergantung type katalis. Beberapa hal yang berhubungan dengan kegiatan reduksi adalah:  Reaktivasi Katalis - Katalis yang mengalami oksidasi perlu direduksi kembali. • Decoking - Proses penghilangan karbon (coke) pada katalis. - Dapat dilakukan dengan: • Steam: Reaksi berjalan lambat. •

Udara (O2): Reaksi cepat, perlu hati-hati karena reaksi sangat eksotermis atau kenaikan T tinggi. Selain Reduksi untuk katalis yang baru (karena katalis masih dalam kondisi stabil sesuai dengan kondisi logam pada umumnya dalam bentuk oksida logam), tahapan reduksi juga dilakukan pada saat reaktivasi katalis. Reaktivasi Katalis adalah mengembalikan keaktifan katalis, dari kondisi tidak / kurang aktif, menjadi aktif. Biasanya diakibatkan oleh Deaktivasi Katalis. Deaktivasi artinya berkurangnya keaktifan katalis. Dapat terjadi secara kimiawi dan secara fisik (hal ini akan diterangkan di tulisan selanjutnya). Contoh: Reduksi Katalis Primary Reformer di Pabrik Ammonia. - Katalis belum aktif dalam bentuk senyawa NiO - Katalis aktif adalah Ni

4

Mengapa Katalis Harus di Reduksi? -

-

Proses Reduksi: Reduksi NiO menjadi Ni memakai umpan Steam dan Gas Alam dengan perbandingan S/C 5-10% dan H2 Recycle 5% dari umpan. Reaksi Reduksi: NiO + H2 ⇔ Ni + H2O ∆H = 0.602 kcal/mol

-

NiO + CO ⇔ Ni + CO2 ∆H = -30.3 kJ/mol Reaktivasi: Decoking: C + O2 ⇔ CO2 (T: 600 – 700 oC) -

Dilanjutkan reduksi ulang. Keterangan: Ni stabil pada 0.3 – 0.6 %-v H2 dalam steam

Reduksi katalis sebaiknya dilakukan dengan hatihati, dengan kenaikan temperatur yang diatur secara bertahap. Untuk reduksi katalis NiO, pada saat heating up, kenaikan temperatur dijaga ± 50°C / jam. Reduksi dapat memakai gas H2, Natural Gas, NH3, Methanol. Demikian pula untuk katalis-katalis yang lain, diperlukan waktu yang cukup untuk melakukan reduksi, sehingga reduksi berlangsung sempurna. Bila reduksi dilakukan secara tergesa-gesa, dimungkinkan akan terjadi over heating yang secara langsung berpengaruh pada aktivitas katalis maupun material (logam) sebagai penyangga maupun wadahnya.

5

Manik Priandani Daftar Pustaka: 1. Twigg, M.V., Catalyst Handbook, 2nd ed. 1989, Wolfe Publishing Ltd. 2. Rostrup-Nielsen, J.R., Catalytic steam reforming, 1984, Springer-Verlag 3. ICI Primary Steam Reforming. 4. CCIFE Catalyst Handbook. 5. Materi Pelatihan Karyawan Baru PT Pupuk Kaltim, 2008.

6

Bagaimana Katalis Beraksi ( Mekanisme Kerja Katalis )

7

Manik Priandani

M

enurut definisi, katalis adalah bahan meningkatkan kecepatan suatu reaksi sehingga mencapai kesetimbangan. Apa disebut kesetimbangan? Pastinya berasal dari setimbang. Namun setimbang seperti apa?

yang kimia yang kata

Sebelumnya, perlu kita ketahui bahwa reaksi dapat dibagi menjadi beberapa katagori. Katagori berdasarkan arah reaksi, panas reaksi, dsb-nya. Berdasarkankan arah reaksinya terbagi menjadi 2 macam, yaitu Reaksi Searah (Irreversible) dan Reaksi Kesetimbangan (Reversible / Bolak-balik). Reaksi searah adalah reaksi yang berlangsung hanya satu arah. Reaksi ini umumnya bersifat spontan dan konversinya mencapai 100%. Sedangkan reaksi kesetimbangan (reversible) adalah reaksi yang dapat berlangsung dua arah yaitu reaktan menjadi produk dan produk dapat bereaksi menjadi reaktan. Konversi reaktan tidak mencapai 100% karena dibatasi oleh kesetimbangannya. Dalam kehidupan nyata (dan lagi-lagi sesuai hukum alam), hampir semua reaksi bersifat reversible atau mengikuti reaksi kesetimbangan. Reaksi juga dapat dibagi berdasarkan panas reaksi yaitu Reaksi Endotermis dan Reaksi Eksotermis. Reaksi Endotermis adalah reaksi yang membutuhkan panas, sedangkan reaksi Eksotermis adalah reaksi yang menghasilkan panas.

8

Bagaimana Katalis Beraksi ( Mekanisme Kerja Katalis ) Faktor-faktor utama yang mempengaruhi kesetimbangan reaksi adalah Temperatur dan Tekanan. Bila temperatur naik, kesetimbangan akan bergeser ke arah endotermis, dan bila tekanan turun akan bergeser ke jumlah mol yang besar; begitu pula sebaliknya. Contoh reaksi kesetimbangan: 3H2 + 3 mol

N2 1 mol



2 NH3 + Q (Eksoterm) 2 mol

Secara sederhana dapat diterangkan sbb: Gas Hydrogen bereaksi dengan gas Nitrogen akan membentuk Gas Amoniak pada kondisi tertentu (Temperatur dan Tekanan tertentu). Pada kondisi yang tepat, Amoniak akan terbentuk dalam jumlah banyak, namun pada kondisi yang berbeda, misalnya temperatur tinggi; Amoniak akan terurai kembali menjadi gas Hidrogen dan gas Nitrogen. Bila tekanan diturunkan, akan terbentuk Amoniak dengan jumlah sedikit dan kandungan Gas Hidrogen dan Nitrogen yang lebih banyak. Dengan demikian agar reaksi bergeser ke arah kanan (menghasilkan produk Amoniak), maka temperatur dijaga ke arah reaksi eksotermis (dengan menurunkan temperatur) dan menaikan tekanan (reaksi ke arah mol rendah). Reaksi kimia yang menggunakan katalis berlangsung lebih cepat karena katalis berperan dalam pembentukan senyawa antara dari reaktan-reaktan yang bereaksi dan berfungsi menurunkan energi aktivasi dan meningkatkan faktor frekuensi reaksi. Lalu bagaimana caranya katalis beraksi (berunjuk kerja) sehingga mempercepat reaksi?

9

Manik Priandani Aksi katalis ini biasanya kita sebut sebagai mekanisme reaksi katalis. Secara garis besar, mekanisme reaksi katalis terbagi menjadi 5 step, yaitu Diffusi molekul ke dalam bulk fase gas; Diffusi molekul melalui film gas ; Diffusi melewati pori-pori katalis ; Adsorpsi molekul-molekul ke dalam Ni sites ; dan tahap Reaksi kimia memproduksi senyawa yang dimaksud. Contoh berikut adalah katalis berbasis Nikel, dengan menggunakan inti aktif logam Ni yang bersifat sangat aktif, maka reaksi Steam Reforming di Reaktor Primary Reformer akan berlangsung dengan lebih cepat. Bila dibayangkan mata kita mampu melihat permukaan katalis dan juga gas-gas yang terbentuk di sekelilingnya, kita coba simak ilustrasi (gambar-2) di bawah dari arah kanan ke kiri dengan keterangan sebagai berikut:

Gambar-2 Ilustrasi permukaan katalis 1. Gambar yang diarsir (paling kanan) dengan permukaan tidak beraturan adalah katalis penyangga (Al2O3, dsb-nya) yang di permukaannya terdapat

10

Bagaimana Katalis Beraksi ( Mekanisme Kerja Katalis ) inti aktif (active sites) Nikel yang menempel pada permukaan penyangga katalis, seperti butiran coklat yang menempel di permukaan kue cookies. 2. Wilayah tengah adalah area gas yang membentuk lapisan film tipis, disebut ”Gas Film”, 3. Area paling kiri adalah Lapisan campuran Gas Alam (kandungan senyawa terbesarnya adalah CH4) dan Steam (H2O) yang mengalir / masuk ke dalam tube Reformer, disebut “Bulk Gas”. Mekanisme Kinerja Katalis (5 tahapan): Tahapan ini dimulai dari kiri ke kanan gambar, dari sisi gas masuk kemudian menuju ke inti aktif Nikel secara rinci sebagai berikut: 1. Diffusi molekul ke dalam bulk fase gas: Adalah proses berpindahnya gas CH4 dalam gas Alam dan juga Steam dari luar masuk ke ”Bulk Gas” yang berada di dalam tube katalis. Proses ini berlangsung cepat. (Catatan: definisi umum difusi menurut Wikipedia adalah peristiwa mengalirnya / berpindahnya suatu zat dalam pelarut dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah).

2. Diffusi molekul melalui film gas: Proses berpindahnya gas CH4 dalam gas Alam dan juga Steam dari area ”Bulk Gas” masuk ke area tipis ”Gas Film”. Proses ini berlangsung lambat. 3. Diffusi melewati pori-pori katalis: Selanjutnya dari “Gas Film”, gas CH4 dan Steam terdifusi melewati pori-pori katalis (digambarkan dengan permukaan yang tidak beraturan), dan reaksi berlangsung lambat. 11

Manik Priandani 4. Adsorpsi molekul-molekul ke dalam Ni sites: Setelah itu Gas CH4 dan Steam berbareng teradsopsi ke dalam Nikel sites (inti aktif) dengan reaksi yang cepat. (Catatan: Definisi umum Adsorpsi atau penyerapan menurut Wikipedia adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida, cairan maupun gas, terikat kepada suatu padatan atau cairan (zat penyerap, adsorben) dan akhirnya membentuk suatu lapisan tipis atau film (zat terserap, adsorbat) pada permukaannya. Berbeda dengan absorpsi yang merupakan penyerapan fluida oleh fluida lainnya dengan membentuk suatu larutan).

5. Reaksi kimia memproduksi CO2 dan H2 (via CO + H2O): Kemudian di inti aktif Nikel ini reaksi antara CH4 + H2O (reaksi Steam Reforming) terjadi, dan membentuk CO + H2O, yang selanjutnya membentuk CO2 dan H2. Proses ini berlangsung dengan cepat. Secara teoritis, yang menentukan kecepatan reaksi adalah reaksi yang berlangsung lambat, yaitu Reaksi Diffusi molekul melalui film gas dan Diffusi melewati pori-pori katalis. Mekanisme kinerja katalis padatan terhadap reaksi antara material yang berbentuk Gas/Vapour tidak jauh berbeda dengan penjabaran di atas. Dan Mekanisme Katalis dapat dianalogikan seperti proses bertamu seseorang ke rumah kerabat/rekanan/kolega, bahwa step 1 adalah mengetuk pintu rumah dan dipersilahkan masuk oleh tuan rumah (berlangsung cepat), kemudian dipersilahkan duduk, dilanjutkan berbincang-bincang (step 2), pastinya kegiatan ini berjalan lambat. Step 3 adalah dijamu dan dipersilahkan

12

Bagaimana Katalis Beraksi ( Mekanisme Kerja Katalis ) makan; kegiatan ini juga berlangsung lambat. Selanjutnya step 4 adalah berpamitan, kemudian step 5 bersalaman dan pulang. Kedua-duanya berlangsung cepat. Saat berbincang di ruang tamu dan perjamuan makan (yang berlangsung lambat / memerlukan waktu yang lama dibandingkan step yang lain) merupakan penentu apakah kegiatan bertamu (silaturahmi) tersebut berkualitas atau tidak?.

13

Manik Priandani Daftar Pustaka: 1. Twigg, M.V., Catalyst Handbook, 2nd ed. 1989, Wolfe Publishing Ltd. 2. Rostrup-Nielsen, J.R., Catalytic Steam Reforming, 1984, Springer-Verlag 3. ICI Primary Steam Reforming Catalyst p.15 4. CCIFE Catalyst Handbook. 5. Brosur-brosur tentang Katalis.

14

Apa Saja Isi Katalis Itu?

15

Manik Priandani

K

atalis adalah suatu bahan yang membantu meningkatkan kecepatan suatu reaksi sehingga mencapai kesetimbangan. Katalis pada umumnya lebih stabil bila dalam bentuk padatan. Pembuatan katalis padatan hampir mirip dengan membuat adonan kue kering. Bahan-bahan atau campuran di dalam katalis ini harus mengandung:

1. Bahan Utama 2. Bahan Penyangga (Support) 3. Bahan Aktivator Bahan Utama: Unsur logam yang mampu untuk mereaksikan suatu reaksi yang dikehendaki, jadi misalnya untuk reaksi Steam Reforming diperlukan bahan atau unsur utama yang cocok dan sangat bagus dalam mempercepat reaksi Steam Reforming, antara lain Ni dan Co; atau unsur Fe untuk reaksi di Ammonia Converter. Campuran berikutnya adalah: Senyawa pendukung: yakni senyawa yang membantu agar bahan utama dapat terdistribusi dengan baik, antara lain Al2O3, CaO, MgO. Fungsi-fungsi lain dari senyawa pendukung ini adalah menjaga kestabilan fisik katalis, menginhibisi katalis dari sintering (seperti Cr2O3 yang dikombinasikan dengan magnetite (Fe3O4), dan juga menangkap racun sehingga tidak mencapai “active sites” dari katalis. Tambahan lain adalah Bahan Aktivator: Yakni unsur logam untuk meningkatkan kemampuan bahan utama, antara lain K, Ce, La.

16

Apa Saja Isi Katalis Itu Kalium berfungsi mengurangi pembentukan carbon pada permukaan Nikel. Komposisi katalis: tergantung pabrik pembuatnya. Pada umumnya, untuk katalis Steam Refoming mempunyai komposisi sebagai berikut: 

NiO: 10 % – 34 %, Aktivator: 0 – 5 %, Sisanya support.

Katalis Reaktor Primary Reformer Single hole berbasis Nikel (Bahan utama Nikel (Ni); senyawa pendukung Al2O3, CaO; Bahan Aktivator: TiO2, SiO2). Secara umum, active catalyst agent harus disiapkan melalui satu atau lebih step proses kimia, seperti precipitation, leaching, thermal decomposition, dan thermal fusion. Bentuk Geometri berpengaruh terhadap luas permukaan katalis dan pressure drop, sehingga ada yang berbentuk single hole, multi hole, tak beraturan, dsb-nya. Ukuran katalis juga berpengaruh terhadap luas permukaan katalis dan pressure drop. Untuk katalis yang memerlukan support, agent ini diproses agar mengendap pada support dengan cara disemprot (spraying atau soaking), kemudian diikuti pengeringan, kalsinasi, dan bila diperlukan dilanjutkan dengan aktivasi dengan metoda seperti reduksi dan oksidasi. Produk-produk yang familiar terhadap kehidupan manusia dan dalam pembuatannya memerlukan bantuan katalis antara lain adalah: pupuk anorganik, sabun, obatobatan, makanan, dsb-nya.

17

Manik Priandani Begitulah, pembuatan katalis memang cukup ribet. Namun dengan kemampuan dan kemauan manusia yang telah dinobatkan sebagai kalifatullah di bumi dan dikarunia oleh Yang Maha Pandai kemampuan berpikir dan beradaptasi, maka manusia mampu merekayasa apa saja yang diciptakanNYA di dunia ini untuk kesejahteraan hidupnya. Seperti tercantum dalam Al Qur’an, antara lain: "Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". (azZumar 39: 9). "…Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia...." (Al Hadiid, 57:25)

18

Apa Saja Isi Katalis Itu Daftar Pustaka 1. Twigg, M.V., Catalyst Handbook, 2nd ed. 1989, Wolfe Publishing Ltd. 2. CCIFE Catalyst Handbook, 3. Bahan Pelatihan Korosi, Koleksi Pribadi, Tidak dipublikasikan.

19

Manik Priandani

20

Leher Jerapah di Tube Katalis Primary Reformer

21

Manik Priandani

R

eformer adalah reaktor tempat terjadinya reaksi “steam reforming”. Yakni reaksi yang melibatkan gas bumi dengan steam atau air, dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

CnHm + n H2O ⇔ n CO + (n + m/2) H2 (-ΔHo298<0) CH4 + H2O ⇔ CO + 3H2 (-ΔHo298 = -49.27 kcal/mol) CO + H2O ⇔ CO2 + H2 (-ΔHo298 = 9.84 kcal/mol)

Reaksi steam reforming membutuhkan panas karena reaksinya endotermis. Kebutuhan panasnya sangat besar sehingga dibutuhkan perpindahan panas yang baik. Untuk mendapatkan perpindahan panas yang baik dibutuhkan luas permukaan yang besar. Oleh karena itu reaktor reformer dibuat dalam bentuk buluh (tubular / tube-tube). Yang dimaksud tubular reformer adalah reaktor (tempat terjadinya reaksi reforming) di mana katalis dimasukkan ke dalam tube kemudian ditempatkan dalam furnace yang dilengkapi dengan burner lalu dibakar dengan menggunakan fuel gas / gas bumi pada umumnya. Pada suatu kondisi tertentu, secara visual tube katalis ini dapat mengalami “penyimpangan” dari seharusnya; seharusnya berwarna hitam merata dari atas ke bawah; namun muncul warna merah belang-belang hitam (Girrafe Necking), atau belang-belang merah-hitam melingkar seperti ekor harimau, atau merata berwarna merah sepanjang tube (hot spot). Hot spot-hot spot seperti ini sangat dihindari, karena akan menurunkan kinerja Primary Reformer maupun

22

Leher Jerapah di Tube Katalis Primary Reformer Pabrik Amoniak secara keseluruhan. Hot spot secara umum dikenal sebagai overheating material akibat lingkungannya. Bagaimana hal ini bisa terjadi? Kasus terbentuknya pola Leher Jerapah (Girrafe Necking) dan pola-pola lain seperti Tiger Tailing (Ekor Harimau), Hot Band, dan Hot Tube di Tube Katalis Reformer disebabkan oleh terbentuknya Carbon dan/atau terikutnya Sulfur yang terkandung dalam Gas Proses. Sehingga, untuk menyerap (menghilangkan) Sulfur, Gas Alam perlu dilewatkan Desulfurizer (Reaktor pengambil sulfur) terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam Primary Reformer.

Gambar-3.1 Pola Girrafe Necking di Tube Primary Reformer Pabrik K-2 di bulan September 2004. Mengapa Sulfur menjadi racun katalis Steam Reforming? Sebagian besar katalis yang dipakai di Steam Reforming berbasis Nikel. Nikel merupakan sulfur absorbent yang sangat baik. Sulfur dalam jumlah sedikit saja akan menyebabkan deaktivasi katalis, karena inti aktif katalis tertutup oleh Sulfur, sehingga reaksi reforming tidak berjalan sempurna. Ketidak sempurnaan reaksi reforming,

23

Manik Priandani akan menyebabkan terbentuknya Carbon (Karbonisasi) sehingga selain tertutup oleh sulfur (sebagai “racun” awal), katalispun akan tertutupi Carbon yang berasal dari reaksi yang tidak sempurna tersebut. Dengan terdapatnya karbon, maka Carbon akan menutupi jalannya gas (dan menghambat reaksi reforming yang seharusnya terjadi dengan sempurna), sehingga menimbulkan overheating di katalis maupun di tube, mengakibatkan terjadinya hot spot dengan berbagai pola tersebut di atas. Temperatur tinggi juga memicu terjadinya Hidrogen Cracking sehingga Carbon-pun akan lebih banyak lagi terbentuk. Ratio S/C di Primary Refomer meningkatkan kecenderungan terbentuk Carbon. Karbonisasi dikatagorikan sebagai deaktivasi secara fisik, sedangkan peracunan katalis oleh senyawa Sulfur membentuk senyawa NiS, dsb-nya dikatagorikan sebagai deaktivasi secara kimiawi. Hal-hal yang perlu diperhatikan agar hal tersebut tidak terjadi adalah: •





24

Ratio S/C ( steam to carbon ratio), Pressure drop, Temperatur outlet gas, CH4 leak dijaga dalam kisaran yang dianjurkan. T approach (Tapch) yaitu selisih Tout gas dengan T kesetimbangan, Tapch <40°C (performance katalis masih baik). Kandungan Sulfur gas proses yang masuk ke Reformer harus < 0,01 ppm. Adanya sulfur, akan menutupi inti aktif katalis, sehingga reaksi reforming tidak berjalan sempurna.

Leher Jerapah di Tube Katalis Primary Reformer Bila kejadian tersebut terlanjur terjadi, maka tindakan yang dilakukan disebut mereaktivasi katalis. Prinsip dari Reaktivasi Katalis yaitu mereduksi kembali katalis yang telah teroksidasi atau teracuni secara tidak permanen. Reaktivasi katalis Reformer antara lain adalah dengan metode: a. Decoking: Proses penghilangan karbon (coke) pada katalis. Dapat dilakukan dengan menggunakan: # Steam: Reaksi berjalan lambat. # Udara (O2): Reaksi cepat, perlu hati-hati karena reaksi sangat eksotermis atau kenaikan T tinggi. b. Sulfur Removal / Regenerasi: Proses penghilangan racun Sulfur dari katalis. Dengan cara steaming atau reaksi dengan udara (O2). Dengan tindakan di atas, diharapkan kinerja katalis akan membaik, karena Carbon dan Sulfur yang “menempel” telah hilang / berkurang sehingga reaksi Steam Reforming berlangsung dengan baik, dan selanjutnya tube katalis bebas dari hot spot atau overheating dan sejenisnya karena biang penyebab hot spot telah dihilangkan. Berikut reaksi sederhana dari istilah tersebut di atas:

25

Manik Priandani Reduksi / Pengaktifan Katalis: NiO + H2 ⇔ Ni + H2O Deaktivasi oleh Sulfur: Ni + S ⇔ NiS Regenerasi Katalis (dari Sulfur): NiS + H2O ⇔ NiO + H2S H2S + 2H2O ⇔ SO2 + 3H2 NiO + H2 ⇔ Ni + H2O Selamat mempelajari, mengamati, dan memanfaatkan fenomena alam ciptaan Yang Maha Kuasa demi kesejahteraan kita.

26

Leher Jerapah di Tube Katalis Primary Reformer Daftar Pustaka: 1. Twigg, M.V., Catalyst Handbook, 2nd ed. 1989, Wolfe Publishing Ltd. 2. Rostrup-Nielsen, J.R., Catalytic Steam Reforming, 1984, Springer-Verlag 3. ICI Primary Steam Reforming Catalyst 4. CCIFE Catalyst Handbook. 5. Brosur-brosur tentang Katalis. 6. Dokumentasi kegiatan katalis.

27

Manik Priandani

28

Kegiatan Screening Katalis

29

Manik Priandani

D

alam setiap Turn Around Pabrik, selain melaksanakan chemical cleaning, crew Departemen Pengendalian Proses biasanya melakukan unload dan loading katalis.

Pelaksanaan unload dan loading katalis hampir selalu dilakukan pada setiap Turn Around (TA), mengingat jumlah Reaktor Katalitik, terutama di pabrik Amoniak yang cukup banyak. Pelaksanaan unload dan loading katalis dipimpin dan dilaksanakan langsung oleh karyawan Dalpros, hampir semua kegiatan tersebut tanpa supervisi ataupun dilakukan “outsourcing” oleh pihak luar. Hal ini telah dilakukan sejak TA pertama di PT. Pupuk Kaltim. Bahkan kompetensi ini diakui oleh Perusahaan lain (JVC, dsb-nya), sehingga sering karyawan Dalpros dikirim untuk melakukan pekerjaan unload dan loading katalis di Perusahaan lain (sebagai tenaga outsourcing). Sebelum katalis dipakai atau dimasukkan ke dalam Reaktor, ada perlakuan untuk memperoleh katalis yang layak di”loading” yang dikenal dengan istilah Screening Katalis. Screening katalis adalah kegiatan memisahkan katalis yang utuh dari pecahanpecahan katalis, debu, maupun benda-benda asing yang lain, sehingga katalis siap diloading atau dipakai. Banyaknya debu katalis dan kotoran dalam katalis akan meningkatkan pressure drop reaktor, dan mempengaruhi kondisi dan menurunkan kinerja proses pabrik secara keseluruhan. Screening katalis dilakukan untuk katalis yang “benar-benar” perlu discreening. Bila secara visual, katalis tidak banyak yang hancur dan tidak mengandung banyak

30

Kegiatan Screening Katalis debu, katalis dapat langsung discreening terlebih dahulu.

dipakai,

tanpa

harus

Kegiatan screening ini dapat kita bayangkan seperti kegiatan “menampi beras”, salah satu kegiatan masa kecil dulu saat membantu Ibu, sebelum menanak nasi. Yaitu memisahkan beras utuh (yang biasanya hasil ditumbuk) dari “menir / beras halus / beras pecah-pecah”, kulit padi, debudebu dari beras halus, maupun kerikil-kerikil yang tercampur di dalamnya dengan alat yang disebut nyiru (jawa: tampah). Biasanya untuk membantu debu-debu agar terpisah, sambil memutar-mutar, menggoyang-goyang dan menghentak-hentakkan nyiru, kita akan meniup-niupkan udara dengan harapan debu-debunya beterbangan (terpisah). Tidak berbeda dengan “kegiatan tradisional” kita dahulu, maka kegiatan screening katalis ini membutuhkan peralatan, bahan pembantu, dan hal-hal yang perlu diperhatikan sebagai berikut: a. Menggunakan udara kering untuk meniup kotoran dan debu, b. Memakai ayakan yang dipasang miring, agar katalis yang utuh dapat menggelinding dengan baik menuju drum penampung. c. Diusahakan katalis tidak pecah, bila sampai ke drum penampung.

Sejak tahun 1999, Departemen Dalpros (dahulu biasa disebut PE/Process Engineering) sudah menggunakan metoda secreening katalis yang dilakukan di dalam ruang yang permanen dengan cara membuat bangunan khusus yang dilengkapi dengan peralatan pembantu yang lebih baik dibandingkan dengan system screening katalis yang masih

31

Manik Priandani konvensional beberapa tahun sebelumnya. Gedung serta rangkaian peralatan tersebut dirancang oleh Team Screening, Unload, dan Loading Katalis Process Engineering, Departemen Pengendalian Proses. Tahuntahun sebelumnya, drum katalis diangkat dengan bantuan forklift kecil dan katalis masih dituang secara manual dengan mengangkatnya bersama-sama ke atas “panggung” (dari rangkaian beberapa scaffolding) dan dilakukan di lingkungan terbuka (di mana ada tempat yang lapang dan jauh dari keramaian) dan memakai tenda (biru) yang selalu dibongkar pasang sebagai atapnya. Sedangkan udara penghembus berasal dari kompressor udara yang sering “on / off”.

Gambar-4.1 Proses Screening Katalis Setelah dilakukan modifikasi untuk system dan peralatan screening katalis, pelaksanaan screening dirasakan lebih ringan dan efektif. Walaupun pelaksanaan screening katalis saat ini dirasakan lebih baik, namun kendala debu selama screening katalis masih dirasakan cukup mengganggu pekerja atau 32

Kegiatan Screening Katalis pelaksana screening katalis. Debu-debu tersebut masih berhamburan dan beterbangan di sekitar ruangan maupun di luar ruangan, walaupun telah dibantu oleh alat vaccum penyedot debu.

Gambar-4.2 Screening Katalis di Ruang Screening Departemen Pengendalian Proses (dekat Gudang Bahan Kimia) Pekerja / pelaksana screening katalis selama ini memakai peralatan safety berupa sarung tangan karet / kulit, helm, sepatu safety, wear pack, goggle, masker debu, dan sebagian ada yang memakai respirator. Namun debu tersebut terhitung cukup berbahaya bagi tubuh manusia. Seperti diketahui bahwa debu katalis dikategorikan dalam limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) karena bersifat racun bila termakan dan mengganggu pernapasan bila terhirup oleh manusia. Hal ini terjadi karena katalis mengandung unsur logam berat misalnya Ni, Cr, Pb, beserta senyawa oksidanya.

33

Manik Priandani Sehingga dalam pelaksanaan screening katalis; pekerja / pelaksana screening katalis (baik itu karyawan Pupuk Kaltim maupun tenaga perbantuan, misalnya KNE, dsb) harus dilengkapi dengan alat-alat keselamatan kerja yang sesuai dan dijamin “safe” serta ekstra fooding yang memadai untuk memberikan tenaga dan daya tahan karena melakukan pekerjaan yang cukup riskan, terutama berhubungan dengan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).

34

Kegiatan Screening Katalis Daftar Pustaka 1. Azis, Ezrinal (2004), “ Kapita Selekta Aspek Lingkungan Hidup dan Kesehatan Kerja pada Industri Kimia “, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk., Bontang, Tidak dipublikasikan. 2. Twigg, Martyn V., (1989), “ Catalyst Handbook “, Wolfe Publishing Ltd., Cleveland, England. 3. Foto-foto Dokumentasi Process Engineering, Biro Teknologi, (2004).

35

Manik Priandani

36

Pengantongan Katalis Primary Reformer

37

Manik Priandani

S

etiap menjelang pelaksanaan TA (Turn Around Pabrik), masing-masing unit kerja yang terlibat akan sibuk mempersiapkan diri untuk menyambut TA tersebut. Menyambut dalam arti telah melakukan pekerjaan sebelum TA sehingga pada saat TA sesungguhnya, pekerjaan berjalan lancar tanpa tertunda karena beberap hal yang belum siap. Salah satu kegiatan yang masuk dalam persiapan TA di Unit Kerja Pengendalian Proses adalah pelaksanaan screening katalis (bila terdapat banyak debu dan pecahan katalis) dan pengantongan katalis Primary Reformer (bila ada kegiatan penggantian katalis Primary Reformer). Perihal Screening Katalis sudah diketahui secara umum sebagai kegiatan pemisahan katalis yang utuh dari pecahan-pecahan katalis, debu, maupun benda-benda asing yang lain sehingga tidak terbawa masuk ke dalam vessel Reaktor atau tube Reformer yang dapat mengganggu berlangsungnya proses produksi. Adapun Pengantongan Katalis merupakan tindakan khusus untuk Katalis Primary Reformer untuk menjamin terdistribusinya secara merata katalis ke dalam tube katalis yang biasanya berjumlah lebih dari seratus (100) buah tube. Ketidakmerataan distribusi akan mempengaruhi kinerja katalis Primary Refomer yang akhirnya juga berpengaruh kepada Konsumsi Energi maupun Relialibity Pabrik setelah pabrik beroperasi. Ketidakmerataan “jumlah” atau lebih tepat disebut volume katalis di dalam masing-masing tube, salah satunya akan ditunjukkan oleh tingginya deviasi pressure drop tube individual terhadap pressure drop ratarata seluruh tube yang ada. Bila deviasi tube mencapai > +5 % maka katalis harus diunload kembali, sedangkan bila < -5 % katalis perlu ditambah dan dilakukan vibrasi sehingga 38

Pengantongan Katalis Primary Reformer tercapai angka yang diinginkan. Dari hasil perbaikan mutu SSG Permesproen dengan penemuan alat delta pressure test tube katalis reformer (yang telah dipatentkan), deviasi bisa turun hingga ± 3 % dari keseluruhan. Sepertinya Pengantongan katalis terlihat merupakan pekerjaan yang mudah, namun beberapa hal penting perlu diperhatikan dalam melakukan pekerjaan “pengantongan” ini. Tindakan “Pengantongan katalis” ini bukan sekedar untuk menimbang berat, namun untuk memperkirakan “volume katalis” yang masuk ke dalam masing-masing tube secara lebih tepat. Perlu diketahui bahwa Bulk Density katalis tidak selalu = 1 kg/liter, bahkan biasanya kurang dari 1 kg/liter karena struktur katalis sebenarnya adalah berpori. Dasar penimbangan dan adalah sebagai berikut:

pengantongan katalis

1)

Menghitung kebutuhan katalis (dalam kg) untuk setiap tahap loading, disesuaikan dengan volume reaktor per tube maupun keseluruhan. 2) Kebutuhan Katalis (kg) per tube = Bulk Density katalis x Volume reaktor per tube. 3) Kebutuhan katalis (kg) satu unit PR = Bulk Density katalis x Volume tube X Jumlah tube. Kantong katalis beberapa tahun yang lalu masih menggunakan “kantong kresek” biasa, yang mempunyai banyak kelemahan antara lain mudah sobek, memungkinkan volume katalis yang tidak seragam pada setiap kantongnya, dan mempunyai peluang yang cukup besar terjadi kesalahan perhitungan jumlah katalis saat dituang ke dalam setiap tube. Kekurangan-kekurangan ini

39

Manik Priandani mengurangi efisiensi dan efektifitas kerja pada saat loading katalis Primary Reformer. Akhirnya dilakukan perbaikan oleh teman-teman dari Departemen Pengendalian Proses (PE) untuk prosedur pengantongan dengan cara membuat “pilot tube” dengan ketinggian tertentu yang terbuat dari pralon bekas yang mempunyai diameter hampir sama dengan tube yang akan diloading. Kemudian dilakukan uji coba untuk menuang katalis dengan beberapa kali vibrasi untuk meyakinkan Bulk Density dari katalis (walau dari manufacture telah mencantumkan Buk Density katalis). Kemudian menghitung kebutuhan katalis untuk tiap tube (dengan data-data yang sudah diperoleh). Berat katalis ditentukan. Kemudian dilakukan penimbangan dilanjutkan dengan mengantonginya di dalam kantong plastik (polyethilene) silinder transparan dengan diameter tertentu yang cukup kuat (tidak mudah sobek) dengan panjang tertentu sehingga mudah diangkat. Beberapa kantong dengan “berat” (volume) yang sama disiapkan, kemudian kantong-kantong ini dijadikan acuan untuk pengantongan katalis-katalis berikutnya.

Gambar-5.1 Pengantongan Katalis dengan “Kantong Kresek” (cara lama)

40

Pengantongan Katalis Primary Reformer

Gambar-5.2 Menimbang dan memasukkan katalis dalam kantong plastik silinder

Gambar-5.3 “Guling-guling” katalis berukuran sama (cara baru) Plastik-plastik berbentuk seperti lontong atau guling katalis ini disimpan dalam jumbo bag sehingga mudah dibawa ke lokasi (lapangan) saat diperlukan. Karena kebutuhan seberapa banyak kantong plastik untuk setiap tube diketahui, sehingga di lapangan tinggal disiapkan seberapa banyak “guling” katalis yang akan diloading ke dalam setiap tube pada saat loading tahap pertama dan selanjutnya.

41

Manik Priandani Dengan metode pengantongan katalis yang baru, pelaksanaan loading katalis Primary Reformer berjalan lancar, mudah, cepat, dan lebih akurat (tepat), hal ini terbukti di kegiatan loading katalis Primary Reformer Kaltim-3 saat TA tahun 2010 maupun di Pabrik Amoniak yang lain. Bila segala tindakan dan pekerjaan disiapkan dengan baik dan dengan prosedur yang tepat, akan didapatkan hasil yang optimal.

Daftar Pustaka 1. Twigg, Martyn V., (1989), “ Catalyst Handbook “, Wolfe Publishing Ltd., Cleveland, England. 2. Foto-foto Dokumentasi Process Engineering, Departemen Pengendalian Proses (2004-2012). 3. Laporan TA Kaltim-3, 2010, tidak dipublikasikan.

42

Memperpanjang Umur Katalis Reaktor Formaldehide Kaltim-2

43

Manik Priandani 1. Pendahuluan

P

abrik UFC Kaltim-2 didesain untuk memproduksi Urea Formaldehid Consentrat (UFC) 85 % berat sebanyak 40 Ton/hari dan Aqueous Formaldehid (AF) 37 % berat sebanyak 64 Ton per/hari. Produk UFC dipakai sebagai coated untuk urea prill maupun urea granul agar tidak terjadi caking. Sedangkan Aqueous Formaldehyde-37 (AF-37) digunakan sebagai bahan dasar pembuatan Hexamine. Bahan dasar pembuatan UF-85 dan AF-37 adalah gas formaldehyde yang berasal dari Methanol yang dioksidasi dengan udara menggunakan katalis Mo (Molybdat) dalam reaktor Formaldehid R-101. Reaksi yang terjadi sangat eksotermis, dengan reaksi sebagai berikut: Reaksi Utama: CH3OH + ½ O2 → HCHO + H2O ΔH = -156 kJ Sebagian kecil formaldehid selanjutnya akan teroksidasi menjadi formic acid, dan sebagian lagi akan terurai menjadi karbon monoksida dan air, dengan reaksi sebagai berikut: HCHO + ½ O2 → HCOOH → CO + H2O Sedikit Dimethyl ether juga akan terbentuk dalam reaksi lanjutan ini. Reaksi utama di atas adalah reaksi yang sangat eksotermal, sehingga untuk menjaga kondisi temperatur optimum dan membatasi pembentukan hasil samping, panas reaksi harus diambil selama reaksi berlangsung. Caranya yaitu dengan mentransfer panas dari tube katalis ke suatu bak/shell side yang berisi oil (dipakai Dowtherm A)

44

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 penukar panas yang mengelilingi tube-tube katalis. Setelah keluar reaktor ada kecenderungan pembentukan asam formiat pada seluruh permukaan logam yang dilalui. Kemungkinan ini dapat dikurangi dengan cara antara lain menggunakan material stainless steel, meminimalkan area permukaan, dan meminimalkan temperatur permukaan gas yang berasal dari Reaktor dari temperatur 285°C (didinginkan) menjadi 130°C dalam Waste Heat Boiler E103 yang beroperasi pada tekanan steam 0,09 kg/cm2g dan temperatur 110°C. Proses penguapan umpan dan persiapan gas proses meliputi pemompaan cairan methanol dari tangki methanol T-101 ke dalam Methanol Evaporator E-101 yang bertipe Kettle Heat Exchanger (methanol diuapkan oleh steam terkondensasi). Dari Methanol Evaporator, gas methanol dicampur dengan udara dan recycle gas yang disirkulasikan oleh blower K-101. Campuran udara, recycle gas dan uap methanol diatur sedemikian rupa untuk mendapatkan kandungan methanol 4,5 % mol dan kandungan oksigen 10 % mol. Campuran gas proses tersebut, sebelumnya dipanaskan menjadi 200°C dalam Proses gas Heater E-102 dengan mengkondensasikan Heat Transfer Oil sebelum memasuki Formaldehyde Reactor R-101. Kemudian gas formaldehid yang dihasilkan dari Reaktor Formaldehid R-101, dialirkan ke Absorber UF F101, kemudian diserap oleh larutan urea 70 % berat untuk membentuk UF-85. Sedangkan untuk mendapatkan AF-37, gas formaldehid dialirkan ke Absorber AF F-102, kemudian diserap dengan menggunakan demin water. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

45

Manik Priandani A. Di Absorber UF F-101 terjadi 3 (tiga) reaksi: 1. CHOH + 2NH2CONH2 → H2CONH.CO.NHCONH2 (Methyloldiurea) 2. CHOH + NH2CONH2 → HOCH2.NHCONH2 (Methylol Urea) 3. 2CHOH + NH2CONH2 → HOCH2.NHCONH.CH2OH (Dimethylol Urea) Pada bagian bawah kolom Absorber UF F-101, reaksi yang terjadi adalah reaksi no.3, karena formaldehid lebih dominan. Sebaliknya di bagian “tray” dari kolom, komponen Urea yang lebih dominan, maka yang terjadi adalah reaksi no.1. B. Di Absorber AF F-102 terjadi reaksi: CHOH + H2O → CH2 (OH) 2 + Q Kedua produk dapat dihasilkan bersamaan dengan turn down rate masing-masing sebesar 40 % untuk UFC (28 Ton/hari) dan 30 % untuk AF (23 Ton/hari). Skema Pabrik UFC adalah sebagai berikut:

Gambar-6.1 Skema Pabrik UFC

46

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 2. Permasalahan Sejak pabrik UFC Kaltim-2 dioperasikan sekitar bulan Oktober 1991 hingga saat ini telah dilakukan penggantian katalis sebanyak 7 (tujuh) kali atau rata-rata kurang dari 2 (dua) tahun dilakukan penggantian katalis. Penggantian tersebut dilakukan oleh berbagai sebab.

No

01

Tgl Penggantian Oktober 1991

Jumlah Hari Operasi

Alasan Penggantian

200

Overheating katalis

02

Oktober 1992

738

Sudah mencapai lifetime (aktifitas katalis sudah menurun)

03

Juli 1996

240

Katalis terbakar

04

Mei 1997

294

Overheating katalis dan terjadi ledakan

05

06

07

April 1998 (Maret 52 % dan Mei 48 %) Agustus 1999

Mei 2002

182

734

Berlangsung

Terjadi kebocoran pada tube katalis dan oil heater 8 buah tube WHB E-103 mengalami kebocoran, sehingga katalis rusak karena terendam air Belum diganti (hingga bulan Juli 2003, jam operasi sudah mencapai 296 hari operasi.

Tabel 1. Data-data penggantian katalis serta alasan penggantian(6)(7) .

47

Manik Priandani Desain umur katalis reactor formaldehid adalah 18 bulan (dioperasikan terus menerus), sehingga diharapkan penggantian katalis baru dilakukan pada waktu lebih dari 18 bulan (540 hari). Dari enam kali penggantian, hanya dua kali penggantian dengan umur katalis > 540 hari (tabel 1). Sehingga perlu dilakukan evaluasi dan kajian agar umur katalis sehingga dapat lebih dari 18 bulan. 3. Data-data dan Perhitungan Diketahui spesifikasi katalis dan porcelain rings Reaktor Formaldehid K-2 adalah sebagai berikut: No

Item

01

Manufacture

02

Type

03

04 05 06

07

Komposisi: - MoO3 (%wt) - Fe2O3 (%wt) - Cr2O3 (%wt) Ukuran Partikel (mm) Volume (lt) Bulk Density (kg/lt) Konfigurasi dalam Reaktor: a. 500 mm pada lapisan teratas b. 500 mm pada lapisan terbawah

Katalis

Porcelain Rings

Haldor Topsoe A/S FK2 80 – 81 14 – 15 4–5 4,5 / 4 x 1,7 1340 0.9

5

335 11.0

(a) Campuran katalis dan porcelain ring (b) Katalis

Tabel 2.a. Spesifikasi katalis dan porcelain rings Reaktor Formaldehid K-2(2)(3)(9)

48

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 Spesifikasi katalis telah disebutkan dalam pendahuluan. Adapun spesifikasi Reaktor adalah sebagai berikut: -

Jumlah tubes = 4.755 buah Diameter dalam tube = 21,18 mm Panjang tube = 120 cm

Spesifikasi katalis yang diloading tercantum dalam tabel 2.b berikut: Item Top Inert Layer Diluted Catalyst Layer Main Catalys Layer Bottom Inert Layer

Height (cm) -

-

Size (mm) -

50

FK2

4,5

0,9

50

FK2

4,5

0,9

-

-

-

-

Type

Filling Density -

Catatan: % inert yang dtambahkan dalam “diluted catalyst layer” = 40 % v/v

Tabel 2.b. Spesifikasi katalis yang diloading ke Reaktor Formaldehid(2)(3)(9) Start Up / Cooling Medium: -

Type = Dowtherm A Fluid temperatur, min/max = 257/400°C

Kajian untuk memperoleh kondisi operasi yang tepat dapat dilihat pada saat reaktor beroperasi dari bulan Agustus 1999 hingga Mei 2002, dengan data-data operasional sebagai berikut.

49

Manik Priandani

No

Item

01

Konsumsi Methanol (kg/jam) Produksi HCHO 75 % w/w (MTPD) Flow udara proses (Nm3/jam) Relatif Humidity udara inlet (%) Flow gas proses masuk Reaktor (Nm3/jam) Temperatur (°C) Tekanan (atm) Flow gas proses keluar Reaktor (Nm3/jam) Temperatur (°C) Tekanan (atm) Flow off-gas (after 1 st Absorber) (Nm3/jam) Flow gas Recycle (Nm3/jam)

02

03

04

05

06

07

Design/ Existing

SOR (15-29 September 1999)

EOR (31 Januari 2002)

1.159

608,32

805,75

40,06

32,40

29

8.213 34

7510 34

8.225 34

9.027 200 0,29

8.107 203 0,34

9.044 192,5 0,43

9.445 290 0,19

7.963 280,5 0,2

6.881 283,9 0,2

2.773

2.467,35

3.221

5.838

3.063,5

3.377

Tabel 3. Data bahan baku yang masuk dan keluar Reaktor(4)(9)

50

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 Komposisi Gas (% mol) No

Item

MeOH

01

O2

HCHO

CO

CO2

N2+Ar

0,83 1,17

0,11 0,13

84,68 88,34

Data Desain/Eksisting - Inlet Reaktor

- Outlet Reaktor

3,12 0,40

10,99 7,76

0,27 2,20

Data SOR 02

- Inlet Reaktor

- Outlet Reaktor

2,80 0,10

12,93 8,97

0,31 2,12

1,49 1,91

0,10 0,11

82,37 86,79

2,69 0,04

12,37 8,63

0,14 2,62

1,01 1,41

0,24 0,28

-

Data EOR 03

- Inlet Reaktor

- Outlet Reaktor

Tabel 4. Analisa komposisi gas masuk dan keluar Reaktor(4)(5)(9)

51

Manik Priandani Desain/ Existing

SOR

EOR

200,8

,85

192,5

251

282,80

256,5

- Jarak 450 mm

313,5

263,15

272,6

- Jarak 600 mm

289,3

287,95

296,6

- Jarak 800 mm

260,73

287,35

304,9

281,2

280,65

283,9

Bath temperatur (°C)

266,9

266

268,7

Konversi Methanol#

98,56

99,64

91,99

Yield Formaldehid##

89,18

66,87

61,25

No

Item Temperatur Reaktor (°C): - Inlet - Jarak 300 mm (dari bagian atas Reaktor)

01

- Outlet 02 03 04

# Konversi = ((MeOH total – MeOH sisa)/(MeOH total)) * 100 % ##Yield =( (mol HCHO produk )/(mol MeOH masuk – mol MeOH sisa)) * 100 %

Tabel 5. Profil temperatur bed reactor formaldehid R-101(4)(5)

52

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 Berikut data dan hasil perhitungan total produksi dan spesifik yield dari Formaldehid (CH2O) 75 % wt. No

Tgl Penggantian

01

Oktober 1991

02

Oktober 1992

03

Juli 1996

04

Mei 1997

05

Apri 1998

06

Agustus 1999

07

Mei 2002

Produksi Total CH2O 75 % wt (ton)

Specific Yield CH2O (tons/kg catalyst)

2041,58

1,047

18962,00

9,724

8117,79 8698,77 7759,26 19171,9 -

4,162 4,461 3,979 3,832 -

Tabel 6. Hasil perhitungan Total Produksi dan Spesific Yield Formaldehid(5)(7)(8)

4. Pembahasan

Dari tabel 6. Terlihat bahwa spesific yield formaldehid yang terbesar adalah pada perioda antara bulan Agustus 1999 hingga bulan Mei 2002, yakni sebesar 9,832 tons /kg produk. Dengan waktu beroperasinya katalis yang hampir sama dengan pada saat perioda Oktober 1992 – Juli 1996, terlihat bahwa aktivitas katalis sebenarnya masih cukup baik, hanya karena terjadi kebocoran tube WHB mengakibatkan terjadinya carry over air menuju katalis sehingga katalis rusak dan sebagian terbakar. Berbeda

53

Manik Priandani dengan alasan penggantian katalis pada perioda Oktober 1992 s/d Juli 1996 karena aktivitasnya sudah berkurang (tabel 6). Meningkatnya atau menurunnya kinerja katalis dapat ditinjau dari beberapa hal antara lain oleh: a. Penyebab Kerusakan Katalis Salah satu alasan mengapa katalis harus diganti, selain life timenya yang telah mencapai 18 bulan serta aktivitas mengalami penurunan adalah kerusakan katalis akibat overheating baik pada saat strat up pabrik maupun pada saat pabrik beroperasi. Penyebab overheating pada saat start up maupun pabrik beroperasi normal antara lain adalah tidak sesuainya perbandingan antara % mol CH3OH dan % mol O2 pada inlet Reaktor, sehingga memasuki area bakar (inflamation area) mengingat reaksi antara CH3OH dan O2 tersebut sangat eksoterm. Perbandingan yang sesuai terutama sulit dicapai pada saat strat up pabrik, karena kondisi pabrik belum stabil. Konsentrasi maupun laju alir oksigen sebagai gas pengoksidasi harus sesuai dengan perbandingan reaksi di atas. Sehingga indikasi untuk konsentrasi oksigen maupun methanol harus akurat, bila tidak sesuai memungkinkan terjadi overheating dalam reaktor formaldehid. Perbandingan antara oksigen dan methanol ini berpengaruh langsung pada konversi methanol yang dapat diubah menjadi formaldehid (tabel 5, nomor 3). Penyebab kerusakan katalis yang lain dapat disebabkan oleh kebocoran oil (Dowtherm A) maupun air dari WHB E-102 (akibat kualitas serta pemeliharaan peralatan yang kurang sempurna), yang menyebabkan oil maupun air akan terbawa masuk ke dalam reaktor formaldehid 54

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 dan merusak katalis di dalamnya (tabel 1. No. 5 dan 6). Ketergantungan tenaga listrik dari pabrik lain (salah satunya adalah untuk menggerakkan Recirculation Blower K-101) juga berpengaruh pada kinerja dari katalis reaktor Formaldehid Kaltim-2, karena pada saat terjadi “Power Failure” Pabrik Kaltim-3; pabrik UFC Kaltim-2 akan mati mendadak, sehingga tidak sempat melakukan blowing system dan cooling down katalis maupun dowtherm oil, yang pada saat tersebut memungkinkan katalis berada pada kondisi overheating. b. Profil Temperatur Katalis Temperatur indikasi di sepanjang reaktor akan menunjukkan aktivitas katalis formaldehid. Untuk kondisi existing, terlihat bahwa aktivitas reaksi berlangsung pada bed katalis atas, sedangkan katalis pada bed tengah maupun bawah masih belum menunjukkan keaktifannya (gambar-6.2).

Gambar-6.2 Kurva Hubungan Temperatur Katalis (°C) Vs Kedalaman Temperatur Indikasi (mm) pada kondisi existing.

55

Manik Priandani

Gambar-6.3 Kurva Hubungan Temperatur Katalis (°C) Vs Kedalaman Temperatur Indikasi (mm) pada SOR.

Hampir seperti kondisi existing, pada saat SOR (saat mulai beroperasi) di awal bulan September 1999, terlihat bahwa aktivitas reaksi berlangsung pada bed atas, sedangkan katalis pada bed tengah masih belum menunjukkan keaktifan, namun pada bed bawah katalis sudah mulai aktif (gambar-6.3).

Gambar-6.4 Kurva Hubungan Temperatur Katalis (°C) Vs Kedalaman Temperatur Indikasi (mm) pada EOR

56

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 Kondisi pada saat EOR (akhir operasi) menunjukkan bahwa katalis pada bagian atas telah mengalami penurunan, dan aktivitas katalis beralih ke bed bagian tengah sampai ke bawah, hingga temperatur mencapai ± 305°C. Kondisi ini sangat bagus untuk katalis yang telah melewati life timenya. Kondisi ini dapat dicapai karena pengoperasian pabrik yang cukup bagus, baik pada saat start up maupun pada saat pabrik beroperasi. c. Specific Yield Formaldehid Specific Yield Formaldehid dihitung dengan produk formaldehid dengan katalis formaldehid yang diloading ke dalam reaktor. Pada perioda Oktober 1992 hingga Juli 1996 serta perioda Agustus 1999 sampai Mei 2002 nilai specific yield formaldehid cukup tinggi dibandingkan dengan perioda yang lain, karena pada saat itu dilakukan pengontrolan yang baik untuk kualitas umpan maupun produk serta pengoperasian pabrik yang cukup baik. Pemeliharaan serta pengecekan peralatan secara rutin juga perlu dilakukan, karena kondisi peralatan secara tidak langsung mempengaruhi kinerja katalis, seperti yang terjadi pada perioda Agustus 1999 hingga Mei 2002. d. Kebutuhan Methanol per Produk UF ataupun AF Konversi methanol, yield formaldehid, serta kebutuhan methanol per produk UFC dan AF berpengaruh dalam menentukan kinerja reactor formaldehid, karena pabrik UFC merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi, karena adanya recycle gas yang kembali ke sistem.

57

Manik Priandani Konversi methanol dan yield formaldehid telah tercantum dalam tabel di atas, sedangkan kebutuhan methanol per produk UFC dan AF adalah sebagai berikut. Perlu diketahui bahwa sejak akhir bulan Maret 2000 hingga saat ini, pabrik ini tidak lagi memproduksi AF sehubungan dengan tidak beroperasinya Pabrik Hexamine untuk sementara waktu. SOR

EOR

Desain No

01

02

/Existing

Memprodu ksi UF dan AF

Mempro duksi UF saja

Jan. 2002

April 2002

0,725

0,741

0,687

0,753

0,571

0,469

0,532

-

-

-

Item

Kebutuhan Methanol per ton UF75 Kebutuhan Methanol per ton AF37

Tabel 7. Tabel Kebutuhan Methanol per ton Produk.

5. Kesimpulan

Dari evaluasi dan pembahasan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa untuk memperpanjang umur katalis formaldehid perlu: 1. Pada saat start up maupun operasi normal perbandingan konsentrasi methanol dan oksigen dalam inlet reaktor selalu dijaga antara ± 4,5 % mol methanol dan ± 10 % mol oksigen.

58

Memperpanjang Umur Katalis Formaldehide Kaltim-2 2. Indikasi instrumentasi dan analizer harus sering dilakukan kalibrasi untuk menjamin perbandingan reaksi methanol dan oksigen yang tepat. 3. Menjaga sistem proses secara keseluruhan agar pabrik berjalan normal dan stabil (tidak sering mati), karena frekuensi maupun penyebab shut down sangat berpengaruh pada kinerja katalis selanjutnya. 4. Pemeliharaan peralatan harus dilakukan secara intensif, karena kerusakan /kebocoran peralatan dapat berpengaruh langsung terhadap umur katalis. 5. Selalu dilakukan pemantauan indikasi temperatur (profil temperatur) dari Reaktor Formaldehid, perhitungan spesific yield dan perhitungan kebutuhan methanol per produk UF untuk memprediksi aktivitas maupun umur katalis.

Ucapan Terima kasih Terima kasih kepada teman-teman crew pabrik UFC Kaltim2 pada khususnya dan karyawan Pabrik Bagian Utility K-2 yang membantu dalam proses penyiapan data.

Catatan: Tulisan ini pernah disampaikan dalam Seminar Teknik Kimia Nasional di Bandung.

59

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Bagian PE Utility, (1995), “Evaluasi Katalis FK-2 UFC Plant”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero), Bontang. 2. Bagian PE Utility, (1998), “Unloading Katalis dan Porcelain Ring Reaktor UFC R-101”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero), Bontang. 3. Bagian PE Utility, (1998), ”Loading Katalis UFC”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero), Bontang. 4. Bagian PE Utility, (1998), ”Evaluasi Kinerja Katalis Setelah Loading Katalis Baru”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur (Persero), Bontang. 5. Bagian PE Utility, (1999), “Evaluasi Performance Katalis UFC”, Surat no. 96/TK6-C/X.99, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk, Bontang. 6. Subro Process Engineering (1991 – 2003), “Laporan Bulanan Subro PE”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk., Bontang. 7. Subro Process Engineering (1991 – 2002), “Laporan Tahunan Subro PE”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk., Bontang. 8. Team Assessment UFC Plant, (2002), “Action Plant”, tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk., Bontang. 9. UFC Project, (1996), “ Operation Manual UFC-Project (64.9 MTPD Aqueous Formaldehyde (37 wt %)/ 40 MTPD

60

Berteori Tentang Korosi

61

Manik Priandani 1.1.

Definisi Korosi

K

orosi adalah kerusakan (cacat) logam akibat interaksi antara logam dengan lingkungannya. Lingkungan adalah keadaan sekeliling yang kontak dengan material / logam. Lingkungan bisa berupa padatan, cairan, atau gas dengan kondisi komposisi kimia, temperatur, kecepatan alir, dsb-nya yang tertentu. 1.2.     

Ilmu Pengetahuan yang Memberikan Input Terhadap Ilmu Korosi Material Science (Metalurgi) Fisika Elektrokimia Kimia Teknik Mesin (Rekayasa Mekanik)

1.3. Masalah Korosi 1. Menurut Bentuknya: pitting, cracking, uniform corrosion, dsb. 2. Menurut peralatan/industri yang diserang:pembangkit listrik, automotif, heat exchanger, pompa, dll. 3. Menurut medianya: air laut (lingkungan laut), atmosferik, lingkungan temperatur tinggi dan proses kimia (asam / basa). 4. Menurut proses / proteksi korosinya: proteksi anaodik, pendinginan, proteksi katodik, oksidasi. 1.4.  

62

Pencegahan Korosi Pemilihan material: menggunakan material yang lebih tahan korosi. Coatings: memberi lapisan pelindung yang tahan korosi pada permukaan material.

Berteori Tentang Korosi 

 

Perlakuan khusus pada lingkungan: menambah inhibitor, menghilangkan elemen-elemen yang bersifat korosif (misalnya: air). Mengubah Potensial: Proteksi Anodik / Katodik. Memperbaiki desain: Stress Relieving, dll.

Manfaat Penanggulangan Korosi: 1. Mengurangi cost akibat terjadinya korosi: meriview dan melaksanakan rencana-rencana untuk mengurangi cost. 2. Mengurangi resiko akibat kegagalan: memberikan aspek-aspek safety, menganalisa bentuk-bentuk kegagalan. 3. Develop New Markets: Untuk Corrosion Control product dan services. 2. KONSEP DASAR    

Imun / Aktif / Pasif Sel Elektrokimia Metal Karakteristik Karakteristik Larutan

2.1. Imun, Aktif, Pasif Bila suatu logam berada dalam suatu lingkungan, ada tiga kemungkinan bisa terjadi yaitu Imun, Aktif, dan Pasif. Imun / Nobel / Mulia = Tidak terjadi apa-apa: Logam berada dalam kondisi imun terhadap lingkungan korosif. Aktif = Terjadi reaksi korosi: Logam berada dalam kondisi aktif terhadap lingkungan (korosif)-nya. Pasif = Terbentuk lapisan film di permukaan logam: Logam dalam kondisi pasif di lingkungan korosif karena terbentuk 63

Manik Priandani lapisan pasif di permukaan logam yang melindungi logam dari serangan korosi (lingkungan korosif di sekitarnya). Karakteristik Reaksi: Imun, Aktif, dan Pasif: Imun: Nobel / Mulia: • Tidak terjadi reaksi • Tidak terjadi korosi • Tidak ada pengurangan berat Ter(korosi): Aktif • Logam mengalami pelarutan • Tidak terbentuk lapisan film protektif • Pengurangan berat yang terjadi tinggi Ter(korosi): Pasif • Reaksi yang terjadi pelan • Terbentuk lapisan film protektif (pasif) di permukaan logam / metal • Pengurangan berat yang terjadi rendah Contoh logam yang membentuk lapisan pasif di permukaan: • Stainless steel (paduan besi dengan nikel, dan chrom), • Paduan aluminium, • Titanium 2.2. Bagaimana Korosi Terjadi? Korosi terjadi bila ada 4 faktor yang saling melengkapi: 1. anoda: di mana reaksi oksidasi (korosi) terjadi dan arus mengalir ke lingkungan. 2. katoda: Di mana reaksi reduksi terjadi.

64

Berteori Tentang Korosi 3. Elektrolit (Ionic Current Path): pembawa arus (jembatan arus) antar anoda dan katoda 4. Transfer elektron (Electronic Path) / Hubungan Listrik: arus (antara katoda dan anoda) melewati metal (logam), untuk melengkapi sirkuit.

Gambar-7 Contoh korosi logam akibat adanya 4 faktor penyebab korosi: anoda, katoda, elektrolit, dan transfer electron. 2.3.

Apa itu reaksi elektrokimia?

Reaksi elektrokimia adalah reaksi yang melibatkan elektron, dan elektron mengalir dari anoda ke katoda. Bila salah satu dari keempat faktor (anoda, katoda, jembatan arus, transfer elektron) di atas tidak ada (dihilangkan), maka korosi tidak akan terjadi. Bagaimana bila salah satu faktor dihilangkan? 1. Menghilangkan Anoda: Tidak akan ada reaksi oksidasi, sehingga korosi tidak terjadi.

65

Manik Priandani 2. Menghilangkan Katoda: Tidak ada reaksi reduksi, sehingga korosi juga tidak terjadi. 3. Menghilangkan elekrolit / jembatan arus: Tidak ada arus mengalir lewat lintasan ion, sehingga korosi tidak terjadi. Misalnya menghilangkan adanya air. 4. Menghilangkan transfer elektron: elektron diisolasi sehingga tidak dapat mengalir dari anoda ke katoda; sehingga korosi tidak terjadi. Misalnya dengan memberikan coating / mengecat permukaan logam. Sebagai manusia yang dikaruniai akal dan pikiran sebagai khalifah di bumi, maka penanggulangan korosi dapat dilakukan dengan ”membaca” fenomena alam dan di dalamnya ada solusi yang telah diperlihatkan Allah melalui tanda-tanda kebesaranNya.

66

Berteori Tentang Korosi Daftar Pustaka: 1. Tretewey, Kenneth R, (1988), “Corrosion”, Longman Group, UK Limited. 2. Priandani, Manik, (1999-2012), Catatan Pribadi, Tidak dipublikasikan. 3. Roberge, Pierre.R (1999), “Handbook of Corrosion Engineering”, McGraw-Hill, New York. 4. Priandani, Manik, Studi Pengaruh Inhibitor Formaldehid Terhadap Korosi Baja karbon ASTM A 283 oleh Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) di Dalam Air Laut, Tesis, Program Khusus Rekayasa Korosi, Program Studi Rekayasa Pertambangan ITB, 2001.

67

Manik Priandani

68

Korosi oleh Air Pendingin

69

Manik Priandani

K

orosi oleh air pendingin pada rentang temperatur air biasanya disebabkan oleh gas-gas terlarut (CO2, O2, dsb) dan garam-garam terlarut (sulfat, NaCl, bikarbonat, dll).

Komponen paling berpengaruh pada korosivitas air adalah ion chlorida. Ion chlorida meningkatkan korosi baja dalam air sampai konsentrasi 6000 ppm. Pada konsentrasi lebih pekat, pengaruh chlorida berkurang sebagai akibat berkurangnya kelarutan oksigen dalam larutan garam chlorida. Kombinasi antara chlorida dengan laju alir akan meningkatkan korosivitas air tidak hanya terhadap baja, tetapi juga terhadap paduan tembaga. Bahan konstruksi yang dianggap paling tahan terhadap air dengan salinitas tinggi dan laju alir normal dalam alat penukar panas (2,4 sampai 3,6 m/s) adalah Cupronikel 90-10 (C70600). Chlorida juga dapat menyebabkan pitting pada aluminium, baja tahan karat, dan paduan yang mengandung chrom. Chlorida juga dianggap sebagai penyebab korosi retak tegang pada baja tahan karat austenitik. Walaupun baja tahan karat tipe 304 atau 316 tahan terhadap sisi proses, tetapi bila kondisi sisi air Gambar-8 Korosi oleh mendukung terjadinya pitting air pendingin atau korosi retak tegang, maka sebagai bahan konstruksi harus dipilih dari baja tahan karat khusus, misalnya: S31254, S31803; atau paduan Nikel (N08367, N08028, N08320).

70

Korosi oleh Air Pendingin Pada umumnya air pendingin mengandung banyak oksigen terlarut karena kontak dengan udara bebas, namun kondisi anaerobik juga dapat terjadi, misalnya pada saat shut down, atau pada permukaan yang tertutup kerak atau endapan. Dalam keadaan seperti di atas, ada kemungkinan terjadi serangan korosi oleh bakteri pereduksi sulfat yang menghasilkan zat-zat korosif terhadap baja dan paduan tembaga, seperti hidrogen sulfat dan sulfur terlarut. Bentuk korosi lain yang mungkin terjadi pada sistem air pendingin adalah crevice corrosion, baik pada celah mekanik (sambungan ulir, antar muka flange, sambungan yang diroll) maupun di bawah endapan, film, atau kerak. Korosi celah terutama disebabkan oleh sel konsentrasi oksigen, dengan daerah permukaan yang miskin oksigen berfungsi sebagai anoda dan terkorosi secara intensif. Kehadiran chlorida akan memperparah keadaan dengan terciptanya mekanisme autokatalitik yang mempercepat korosi celah. Dalam sistem air pendingin sering terbentuk kerak di permukaan penukar panas, sebagai akibat dari turunnya kelarutan kalsium karbonat dan magnesium karbonat dengan kenaikan temperatur. Pengendapan kerak di permukaan alat penukar panas, selain menurunkan efektivitas perpindahan panas, juga dapat mengakibatkan korosi celah dan meningkatkan konsentrasi clorida karena terabsorpsi oleh endapan kapur tersebut. Penanggulangan Korosi karena Air Pendingin  Terbentuknya kerak dapat dihindari dengan cara mengendalikan indeks saturasi air (untuk sistem resirkulasi),

71

Manik Priandani  Membuat rancang bangun alat penukar panas sedemikian sehingga temperatur permukaan penukar panas tidak melampaui temperatur pengendapan kerak.

Daftar Pustaka: 1. Tretewey, Kenneth R, (1988), “Corrosion”, Longman Group, UK Limited. 2. Priandani, Manik, (1999-2012), Catatan Pribadi, Tidak dipublikasikan.

72

Corrosion Under Insulation (CUI)

73

Manik Priandani 1.

Pendahuluan

P

ipa-pipa yang dibungkus isolator panas juga bisa mengalami masalah korosi karena sel aerasidifferensial yang terbentuk di balik / di bawah isolasi. Isolator yang terbuat dari bahan penghambat perambatan panas juga berfungsi sebagai sumbu yang merembeskan air ke bagian lain. Korosi di bawah isolasi digolongkan sebagai korosi atmosferik dengan faktor penyebab air. Air yang mungkin berasal dari hujan, kabut, atau pengembunan akibat kelembaban relatif tinggi.

Gambar-9. Salah satu contoh Corrosion Under Insulation Kabut dan pengembunan bisa mendatangkan bahaya korosi dari udara karena membasahi seluruh permukaan termasuk yang tersembunyi. Lapisan-lapisan tipis air dari kabut dan embun tidak akan mengalir dan akan tetap di situ sampai menguap oleh hembusan angin atau meningkatnya temperatur. Untuk memulai serangan, selapis tipis air yang tidak kelihatan sudah lebih dari cukup. Kebanyakan logam

74

Corrosion Under Insulation seperti besi, baja, nikel, tembaga, dan seng mengalami korosi bila kelembaban relatif lebih besar dari 60 %. Jika kelembaban lebih dari 80 %, karat pada besi dan baja menjadi higroskopik (menyerap air) dan dengan demikian laju serangan meningkat lagi. Ekonomi dan Safety Laju korosi di bawah isolasi dalam kondisi basah memiliki laju 20 kali lebih besar dibandingkan pada kondisi atmosferik (ambient). Bila pipa yang terkorosi harus diperbaiki / diganti, maka diperlukan biaya bermilyarmilyar untuk satu Pabrik, tidak termasuk kehilangan produksi serta akibat keseluruhan dari Pabrik yang mati (shut down). Karena tidak terlihat, maka corrosion under insulation (CUI) seakan terjadi secara mendadak, dan dapat menimbulkan kebocoran dengan potensial terjadinya bahaya, khususnya pada aliran fluida yang berbahaya, sehingga memicu terjadinya kenaikan temperatur atau tekanan pada vessel. Kondisi Tiga faktor yang diperlukan sehingga terjadi korosi di bawah isolasi (corrosion under insulation / CUI): a. Air Air akan terbawa selama penyimpanan isolasi ataupun pada saat pemasangan, karena kebocoran system, tidak efektifnya waterproofing, pemeliharaan yang kurang baik atau ”service lapses”.

75

Manik Priandani b. Kandungan Bahan Kimia dalam Air. Bila pH turun di bawah 4, korosi akan berlangsung sangat cepat. Seperti korosi asam (acidic corrosion) umumnya terjadi pada material Carbon Steel. Sehingga selalu dijaga kondisi pH isolasi berada pada kondisi netral/alkali pada range antara 7,0 – 11,7. Dengan material austenitic stainless steel, masalah utama yang perlu diperhatikan adalah kandungan Chlorida bebas dan mechanical stress. Pada kenyataannya, untuk menjamin kualitas isolasi yang kontak langsung dengan stainless steel, diperlukan isolasi yang tidak (sangat sedikit) mengandung chloride dan flouride. Di Amerika Serikat dan beberapa negara lain, level ini diimbangi / dilawan dengan isolasi yang melepaskan ion natrium dan silikat. Ion Chloride yang terlepas juga dipicu oleh air hujan, pabrik maupun cooling tower atmosferik, atau juga portable water yang biasa dipakai untuk fire fighting (pemadam kebakaran), flushing ataupun pencucian area. Laju dan tingkat keparahan serangan biasanya ditentukan oleh konduktivitas elektrolit, yang bergantung pada kadar bahan pengotor yang terlarut. Bahan pengotor ini berbeda-beda, dari karbon dioksida (membentuk larutan agak asam), ionion ammonium, serta ion-ion klorida di lingkungan laut. Di lingkungan laut, terutama di pesisir (seperti lingkungan Pupuk Kaltim), laju korosi bisa lebih tinggi. c. Temperatur Temperatur berpengaruh terhadap korosi atmosferik melalui dua cara:

76

Corrosion Under Insulation 1. Peningkatan temperatur biasanya diikuti oleh peningkatan laju reaksi. Temperatur service antara 32oF dan 212°F (0C dan 100°C) memungkinkan air masih dalam bentuk cair. Dengan range temperatur tersebut, laju korosi akan naik dua kali setiap kenaikan temperatur 27°F sampai 36°F (15°C sampai 20°C). Potensial korosi maksimum umumnya berada di antara kedua range tersebut. Stress Corrosion Cracking yang diinduksi oleh Chloride pada material Carbon Steel umumnya terjadi pada range ambient (atau bisa juga di bawah) dari 248°F (120°C). 2. Perubahan temperatur berpengaruh terhadap kelembaban relatif dan dapat menyebabkan pengembunan pada titik embun (dew point condensation). Jika temperatur turun lebih rendah dari titik embun, udara menjadi jenuh dengan uap air dan titik-titik air akan mengendap pada setiap permukaan yang terbuka. Pengembunan bisa terjadi di semua permukaan yang cukup dingin, baik di luar maupun di dalam isolasi. Titik-titik air dapat menggenang pada tempat-tempat tertentu dan membentuk kolam elektrolit yang tersembunyi dalam suatu struktur sehingga korosi terjadi di tempat yang tidak disangka-sangka. Selain itu ada dua kondisi temperatur korosi yang khusus yaitu: 1. Temperatur siklis yang mempercepat korosi, 2. Temperatur extreme yang tercapai selama terjadinya shutdown pabrik, di mana air terakumulasi tanpa pembekuan atau evaporasi (pada kondisi ini penggantian isolasi harus direkomendasikan).

77

Manik Priandani Pencegahan CUI Tiga langkah untuk mengurangi / menanggulangi masalah korosi di bawah isolasi (corrosion under insulation = CUI) adalah: a. Mencegah adanya vapor (uap air) Hal ini merupakan tindakan yang paling penting, namun penghilangan uap air dengan mencegah adanya uap air kelihatannya cukup sulit. b. Other Barriers (Pemakaian Penghalang yang lain, selain Isolasi) Penghalang lain seperti cat (paints) atau mastics misalnya silicones, epoxy phenolics, coal tar epoxies dan bitumens) dapat dipakai sebagai pencegah secara fisik untuk air yang akan kontak langsung dengan peralatan. Dengan material-material tersebut, maka persiapan permukaan menjadi masalah yang kritis, dan bebas cacat dalam pengecatan sangat penting. Aluminium foil dapat juga dipakai sebagai barikade fisik sebagus lapisan proteksi katodik. c. Proper Insulation Alternatif ketiga adalah pemilihan isolasi yang tepat dengan meminimalkan water intrusion. Meminimalkan adanya air akan mengurangi laju korosi logam. Tipe Isolasi Umumnya Isolasi dibagi menjadi dua katagori:

78

Corrosion Under Insulation a. Untuk temperatur rendah. Isolasi untuk temperatur rendah termasuk polyurethane dan polyisocyanurate cellular plastics, sebagus phenolics. Dari kesemuanya, akan membentuk larutan asam (pH 2 – 3) dalam air. b. Untuk temperatur tinggi. Beberapa Pengalaman Tentang CUI Terjadi pada Exxon bahwa isolasi polyurethane pada tangki panas, sejumlah korosi ditemukan ketika isolasi dilepas. Air bersama halogen di dalam isolasi memberikan kondisi pH 1 dan mempercepat korosi logam. Sumber halogen adalah fire retardant dari pemakaian polyurethane. Akhirnya, Exxon mengurangi masalah tersebut degan merubah tipe isolasi. Potensial dengan mengubah lingkungan asam dengan memakai plastik polyurethane cellular selanjutnya tidak tepat lagi karena senyawa chloride – phsogene dipakai pada produk ini. Konsekuensinya, pabrik menyebutkan bahwa permukaan metal harus diproteksi dengan corrosion – inhibiting coating. Contoh lain dari kegagalan akibat korosi dengan isolasi polyurethane juga terjadi pada pipa-pipa oil dan gas ARCO, di mana 85 % dari dinding pipa telah berkarat setelah kurang dari 10 tahun beroperasi. Penetrasi komplit pada atap tangki oil panas di Belanda; korosi sumuran yang dalam dan korosi merata pada tangki storage gas dingin di Inggris dan Saudi Arabia; dan stress corrosion cracking pada vessel brewery yang terbuat dari material stainless steel.

79

Manik Priandani Phenolics, di pihak lain, juga bersifat asam, dipakai juga di pabrik, dan dapat menciptakan lingkungan menjadi pH 1,8. Katagori mengenai isolasi termasuk aplikasi temperatur tinggi. Salah satu di antaranya adalah: Calcium silikat, perlite, mineral wood, dan febrious glass Absorbent fiberous glass). Walau masing-masing dikenal porous, calcium silikat dan fiberous glass umumnya banyak menyebabkan masalah. System Exxon telah memiliki pengalaman yang cukup banyak mengenai hubungan antara korosi yang diakibatkan keberadaan air yang melepas chloride dengan pemakaian isolasi calcium silikat. Di Monsato, calcium silikat memberikan banyak masalah. Di Eropa pada saat meeting tentang korosi di bawah lagging, konsekuensinya adalah bahwa calcium silikat adalah tidak cocok untuk senyawa agresif. England’s Institution of Chemical Engineer yang me-warning bahwa calcium silikat dan menimbulkan resiko untuk stress corrosion dengan mengijinkan terjadinya pengembunan pada permukaan hot metal. Sementara beberapa isolasi mengandung inhibitor stress crack, namun bila system telah melebihi life timenya, maka kemampuan inhibitor untuk mencegah crack akan menurun drastis. ARCO dan Esso di Belanda, DuPont, Exxon, dan Gulf mempunyai pengalaman yang sama tentang isolasi absorbent fibroud glass. 2. Fungsi Pemasangan Isolasi Sesuai spesifikasi dalam pemasangan isolasi yang disebutkan dalam setiap spesifikasi proyek di Pupuk Kaltim, maka Spesifikasi cover suatu peralatan (vessel, piping,

80

Corrosion Under Insulation peralatan mekanikal atau item-item lain yang diperlukan) dengan memasang Isolasi adalah: a. Pada peralatan pada kondisi normal operasi beroperasi pada temperatur antara 60 s/d 550°C. b. Nozzles dan flanges pada peralatan dan piping juga harus di-isolasi seperti juga peralatan dan piping yang teriisolasi. c. Isolasi on skirt dan leg supported vessels harus berada di 0,6 meter di bawah tangen line. d. Personal protection untuk pipa yang harus idisolasi minimal setinggi 2,5 meter di atas grade, platform, dan level operasi yang lain. e. Isolasi untuk personnel protection harus dipasang bila pipa dan dinding peralatan bertemperatur ≥60°C. 3. Permasalahan Hampir semua piping di bawah isolasi di area Pabrik Kaltim-1 dengan service fluida bertemperatur >60°C. dikhawatirkan mengalami korosi. 4. Langkah Perbaikan Standar praktis yang dipakai pada beberapa tahun lalu untuk menghindari korosi di bawah isolasi adalah: a. Menge-cat material dengan material cat yang tahan korosi atmosferik atau coating type sacrificial. Primer Seng bekerja dengan baik, namun akan kehilangan kemampuan proteksinya setelah elemen sacrificialnya habis. Kedua coating tersebut mengijinkan moisture masuk bila diserang oleh gas, garam, atau

81

Manik Priandani bahan kimia yang ada dalam isolasi yang menyebabkan korosi yang lebih cepat. b. Epoxi serpihan gelas dan glass-flake novolacs (untuk material yang terpapar bahan kimia dan temperatur kurang dari 325°F (163°C)) menunjukkan performance yang bagus sebagaimana sistem high-bred zinc atau acrylic-silicones (untuk temperatur di atas 325°F (163°C)). Pemakaian metode lain, misalnya dengan melampiri substrat yang merupakan format coating yang disebut Thermal Insulation Coating (TIC). Beberapa kelebihan TIC yang ditawarkan adalah: a. Dalam masalah biaya, initial cost untuk TIC lebih murah dibandingkan dengan tipe isolasi konvensional dengan memakai jacket water. b. Menghindari perbaikan pada metode protective jacketing yang meliputi penggantian isolasi akibat kerusakan isolasi, c. Memberikan kemudahan total untuk menginspeksi permukaan setiap waktu. Artinya permukaan tidak tertutup/terlindungi dari pengawasan. d. Thermal Insulation Coating juga dapat diaplikasikan untuk permukaan yang masih dioperasikan tanpa harus dishutdownkan, e. Permukaan sekarang mudah diperbaiki, efisiensi untuk menginspeksi, dan tidak selalu harus dibuang atau diganti bila terjadi korosi.

82

Corrosion Under Insulation 5. Usulan 1. Isolasi untuk line atau peralatan bertemperatur 60°C hanya dipasang untuk line atau peralatan yang berdampak pada sistem proses, bukan sekedar sebagai personal protection. 2. Personal protection dipasang untuk pipa-pipa yang mudah bersentuhan dengan badan manusia, namun bila tidak (di bawah ataupun di atas jangkauan manusia) dianjurkan tidak perlu dipasang. 3. Untuk line yang tidak diisolasi, perlu dilakukan coating dengan mengikuti prosedur baku coating. Langkah pemasangan Isolasi: 1. Buka isolasi pada line number terlampir di bawah. 2. Lakukan coating (dengan persiapan permukaan yang benar). 3. Pasang isolasi dengan type yang kandungan Chloride dan senyawa halogen terendah. 4. Bila memungkinkan dapat dicoba mengaplikasikan metode TIC (Thermal Insulation Coating).

83

Daftar Pustaka: 1. Tretewey, Kenneth R, (1988), “Corrosion”, Longman Group, UK Limited. 2. Priandani, Manik, (1999-2012), Catatan Pribadi, Tidak dipublikasikan. 3. Roberge, Pierre.R (1999), “Handbook of Corrosion Engineering”, McGraw-Hill, New York. 4. Brosur perihal TIC (Thermal Insulation Coating).

84

Korosi di Lingkungan Boiler

85

Manik Priandani

S

elama pabrik beroperasi, ditemui berbagai masalah korosi atau masalah sejenis pada peralatan di lingkungan Boiler. Misalnya di HPCC Pabrik Urea, HP WHB Pabrik Ammonia maupun WHR Utility

Unit. Peralatan-peralatan tersebut dapat diklasifikasikan dalam tiga bagian menurut lokasinya, yaitu Preboiler, Boiler dan Post Boiler. Preboiler mencakup pompa feedwater, pipa-pipa, serta peralatan auxiliary yang dilewati oleh feedwater, sejak dipompakan hingga mencapai Boiler (sedangkan sistem make up water sebagai penstabil sistem, Stage Heater dan Economizer termasuk bagian dari Preboiler). Sistem Boiler adalah Boiler itu sendiri, sedangkan Post Boiler meliputi Superheater, Kondensor dan sistem kembalian. Karena Boiler dioperasikan dalam tekanan tertentu, sehingga kecenderungan masalah Boiler yang berhubungan dengan tekanan system diklasifikasikan oleh para ahli dalam tabel berikut

Gambar-10 Auxiliary Boiler Pabrik Kaltim-1

86

Korosi di Lingkungan Boiler

Tabel-8 Kecenderungan Masalah yang Timbul Akibat Tekanan Operasi Boiler

87

Manik Priandani Karena lokasi Pre Boiler, Boiler, dan Post Boiler adalah spesifik, sehingga serangan korosi yang terjadi juga spesifik dan dapat dilihat dalam tabel berikut.

No

Item

1

Peralatan yang termasuk didalamnya

2

Type Korosi

Pre Boiler - Pompa feedwater - Pipa-pipa - Auxiliary yang dilewati feedwater - Stage Heater - Economizer - Korosi sumuran (pitting) - Korosi Pengikisan(Eros ion Corrosion) - FAC (Flow Accelerated Corrosion)

Boiler

Post Boiler

- Boiler ( Steamdrum): WHB, WHR, Package Boiler, etc

- Superheater - Kondensor - Sistem Kembalian

- Korosi sumuran (fitting) - Korosi Konsentrasi - Perapuhan Kaustik - Stress Corrosion Cracking - Korosi Pengikisan/Er osi

A. Superheater - Korosi temperatur tinggi - Korosi lelehan garam - Kondensasi - Korosi merata - Korosi Lokal B. Sistem Steam Kondensate dan Kembalian - Tuberculation - Pitting - Build up dari deposit besi oksida - FAC (Flow Accelerated Corrosion)

Tabel-9 Bentuk serangan korosi di masing-masing area Boiler

88

Korosi di Lingkungan Boiler Langkah Pencegahan Langkah pencegahan untuk mengurangi / menghindari masalah di Pre-Boiler, Boiler, dan Post Boiler: 1. Melakukan Pretreatment (External Treatment), berlaku atau berpengaruh pada kinerja Pre-Boiler, Boiler, dan Post Boiler: - Menggunakan Ion Exchange - Deaerasi - Filtrasi Kondensat - Demineralisasi Kondensat 2. Internal Treatment: A. Sebagai pengontrol / pencegah deposit: a. Perlakuan pengendapan (memakai Polyphosphate + dispersan: tannin, dsb) b. Perlakuan pelarutan (memakai chelant: EDTA = ethylenediamine tetra acetat atau NTA = nitrilo triacetat) B. Sebagai pengontrol / pencegah carry over: Ditambahkan antifoam sebagai pengontrolnya. C. Sebagai pengontrol / pencegah korosi: a. Memakai basis Phosphate: - Untuk Boiler tekanan rendah: Kaustik Treatment  Phosphate + alkali agent (NaOH, dsb-nya) - Untuk Boiler tekanan sedang dan tinggi: Phosphate bebas alkali, dan harus memiliki ratio Na/PO4 optimum (2,6 – 3). b. Memakai basis bukan Phosphate: - Boiler tekanan rendah:  Khusus untuk Boiler: Kaustik treatment  Basis Polymer (misalnya: polyacrylic

89

Manik Priandani

-

acid, polymethacrylic acid, dsb) + chelating agent (tannin, starch, dsb) atau  Khusus untuk Pre Boiler dan Post Boiler: Volatile Amine (sebagai pengontrol pH) dan Filming Amine (sebagai pembentuk film anti korosi) Boiler tekanan sedang dan tinggi: Volatile treatment (Ammonia 0,5 ppm, atau Cyclohexylamine 2 ppm, atau morpholine 4 ppm).

Catatan: 

Volatile Amines antara lain Ammonia (NH3), Cyclohexylamine (C6H11NH2), dan morpholine (C4H9NO). Sedangkan Filming Amines adalah Alkyl Amines (R-NH2) dengan R = C10 – C22, misalnya Octadecylamine (C18H37NH2).



Ammonia dan Cyclohexylamine efektif untuk logam besi, tidak untuk non besi (Cu, Zn, dsb-nya).



Bila gas non condensed, seperti ammonia dan oksigen terkandung di dalam steam, mereka memiliki konsentrasi yang tinggi mendekati seksi ekstraksi udara dan korosi copper dengan persamaan reaksi sebagai berikut: Cu + ½ O2 + H2O → Cu(OH)2 Cu(OH)2 + 4NH3 → Cu(NH3)4(OH)2 Cu(NH3)4(OH)2 ⇔ Cu(NH3)4 + + 2 OH-

90

Korosi di Lingkungan Boiler 

Morpholin lebih efektif daripada Ammonia dan cyclohexylamine sebagai inhibitor besi, namun kandungan O2 dan CO2 harus dijaga minimum, salah satunya dengan menambah Oksigen Scavenger (antara lain Hydrazine).



Kelemahan dari Hydrazine adalah dapat mengalami dekomposisi thermal menghasilkan Ammonia, sehingga reaksi di item (3), yaitu korosi pada material Copper (tembaga) dapat terjadi juga.



Amine volatile dan NH3 dapat menjadi efektif mengurangi korosi pada range pH 8,5 sampai 9,5.

3. Khusus untuk masalah (korosi) di Superheater adalah korosi logam oleh steam pada temperatur yang sangat tinggi dan tidak cukup ditanggulangi dengan pemakaian inhibitor korosi. Teknik yang tercanggih berkembang sebagai pilihan adalah pemilihan paduan yang tepat. 4. Perlu dilakukan injeksi Hydrazine untuk pengontrol oksigen terlarut dalam boiler water dan mengoptimalkan pemakaian Volatile Treatment. 5. Khusus FAC yang dimungkinkan terjadi karena syarat terjadinya FAC diperkirakan terpenuhi yaitu menyangkut Fluid velocity, temperatur, pH, oksigen terlarut, konsentrasi Cr dan Mo dalam material, dan geometri peralatan, sehingga perlu dilakukan tindakan sebagai berikut: 1. Pembersihan produk-produk korosi terlebih dahulu, karena produk korosi (oksida-oksida logam) bersifat

91

Manik Priandani melarutkan oksigen dan akhirnya mempercepat laju korosi (seperti yang tercantum dalam pembahasan di atas), 2. Selanjutnya perlu menjaga kondisi system sebagai berikut: a. Fluid Velocity dijaga < 2,4 m/s b. Temperatur dijaga < 100°C dan > 250°C c. Oksigen terlarut dijaga antara 5 ppb – 30 ppb, karena dalam kondisi fluid velocity tinggi dan pengaruh geometri, lapisan oksida protektif terlarut / terkikis, diperlukan kecepatan pembentukan lapisan oksida protektif kembali dengan bantuan adanya oksigen dalam jumlah terbatas, sekedar mencukupi untuk membentuk lapisan tersebut. d. pH dijaga 9 – 10 (dengan menambahkan Amine) e. Dipakai material paduan dengan konsentrasi Cr dan Mo ≥ 5 % f. Menghindari geometri yang menyebabkan turbulensi dengan melakukan modifikasi, dan sejenisnya.

92

Korosi di Lingkungan Boiler Daftar Pustaka: 1. Priandani, Manik, Inhibitor Korosi Untuk Lingkungan Boiler Feed Water (BFW), Makalah sebagai Tugas Mata Kuliah Inhibitor dan Lapis Lindung Organik (TA-773), Sub Bidang Rekayasa Korosi, Rekayasa Pertambangan ITB, Bandung, 1999/2000. 2. Nathan, C.C., Corrosion Inhibitors, National Association of Corrosion Engineers (NACE), Houston, Texas, 1994. 3. Kurita Water Treatment Handbook, Houston, Texas, 1991. 4. Hicks, Peter.D., Oxygen Scavengers and Flow Accelerated Corrosion (FAC), Nalco Chemical Company, Ilinois, 2000.

93

Manik Priandani

94

Korosi di Unit Sintesa Amoniak

95

Manik Priandani A. Pendahuluan moniak adalah bahan baku utama dalam pembuatan pupuk nitrogen. Disimpan dan diangkut dalam bentuk cairan bebas air.

A

Ammonia anhydrous tidak korosif, kecuali terhadap beberapa paduan dasar tembaga (Cu) dan dasar Nikel (Copper base alloy dan nickel base alloy) dalam lingkungan akuatik yang mengandung oksigen atau agensia pengoksidasi. Ammonia dibuat dengan reaksi katalitik antara 3 volume Hidrogen dengan satu volume Nitrogen pada tekanan tinggi (14 – 35 MPa) dan temperatur sekitar 370°C. Hidrogen untuk gas sintesa dapat diperoleh dari reformasi gas alam, atau dari reaksi gas CO dengan kukus (H2O). Sedangkan Nitrogen (dapat) diperoleh dari udara. Reaksi: N2 + 3 H2  2 NH3 ΔH = -11.04 kcal/mol N2 B. Sintesis Amoniak Gas-gas sintesa didispersikan melalui katalis-katalis ferrioksida yang dicampur dengan Al-oksida atau potasiumoksida. Gas yang keluar dilewatkan ke dalam suatu feed gas preheater untuk memanfaatkan kalor yang terbawa. Setelah dingin, gas tersebut dikompresi dan dikondensasi menjadi ammonia cair. Cairan ammonia anhydrous disimpan pada tekanan atmosferik dan temperatur cryogenic -34°C.

96

Korosi di Unit Sintesa Amoniak C. Masalah Korosi di Sintesa Amoniak. Karena ammonia disintesa pada temperatur tinggi (450-500°C), maka gas sintesa cenderung untuk menitridasi logam. Nitridasi adalah proses masuknya unsur Nitrogen sebagai salah satu kontaminan yang korosif dalam lingkungan tereduksi (potensial oksigen yang rendah), baik atmosferik ataupun pada temperatur tinggi. Oksidasi (udara) dengan temperatur tinggi tidak mengakibatkan serangan Nitridasi. Selama nitridasi, paduan menyerap Nitrogen dari lingkungan. Ketika Nitrogen yang masuk ke paduan sudah mencapai titik jenuh, nitrit terendapkan ke luar matriks dan masuk ke batas butir. Hal ini menyebabkan paduan menjadi getas. Tekanan yang juga menyebabkan terbentuknya korosif.

tinggi (14 – 35 MPa), senyawa carbamate yang

Kondensat amoniak anhydrous dapat menyebabkan korosi retak tegang pada baja bertegangan (stressed carbon steel) dan baja paduan rendah berkekuatan tinggi. Contoh: pegas pada inverted safety valve yang terbuat dari baja HSLA, rawan terhadap korosi retak tegang, sehingga perlu dilindungi dengan aluminium. Penyimpanan amoniak cair dalam tangki baja menyebabkan terjadinya korosi di bawah isolator, akibat dari penyusupan kelembaban udara.

97

Manik Priandani

Gambar-11.1 Nitridasi dari alloy X (Ni-Cr-Mo-Fe) pada support katalis yang terpapar selama 2 tahun di lingkungan Asam Nitrat

Gambar-11.2 Tangki Amoniak. Tanpa penanganan yang baik, korosipun dapat terjadi di sini.

98

Korosi di Unit Sintesa Amoniak D. Tindakan Korosi

Pencegahan

Terhadap

Serangan

1. Menggunakan lapisan epoxy sebelum pemasangan isolator bejana dan pipa, 2. Ammonia tidak korosif terhadap besi tuang dan baja, namun karena ammonia berbahaya bagi manusia, lebih aman jika untuk valve tekanan tinggi digunakan baja yang ditempa, dan untuk temperatur rendah lebih baik digunakan baja tahan karat austenitik. 3. Penggunaan baja sebagai bahan konstruksi pada penanganan ammonia dapat menimbulkan masalah, seperti: korosi retak tegang, pada penyimpanan pada temperatur kamar, dan kegetasan pada temperatur rendah. Korosi retak tegang dapat diatasi dengan melakukan stress relief bejana penyimpanan pada 600°C, 4. Atau dengan inhibisi menggunakan sekitar 2000 ppm air. 5. Juga diperlukan tindakan pencegahan terhadap masuknya udara atau oksigen.

99

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Priandani, Manik, Makalah Pelatihan Korosi, Desember 2008, Tidak Dipublikasikan. 2. Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian dan Lembaga Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung, 23-27 Februari 1998.

100

Tumbal Untuk Menangkis Korosi

101

Manik Priandani

T

umbal (Jw, red) adalah kata yang mempunyai arti “dikorbankan”. Istilah tumbal tidak hanya kita temui dalam cerita-cerita horor atau sejenisnya. Dalam penanggulangan korosi juga diperlukan anoda sebagai tumbal yang disebut anoda tumbal, yang memang (sengaja) dipasang untuk dikorbankan agar struktur yang dilindungi itu selamat dari serangan korosi. Karena dikorbankan sebagai tumbal, maka anoda tumbal disebut juga anoda korban. Seberapa sadis suatu benda abstrak yang bernama korosi itu? Korosi sebenarnya adalah fenomena alam dan merupakan Sunatullah. Awalnya besi diperoleh dari biji besi dalam tanah. Setelah dibentuk menjadi baja dan paduan yang lain, karena pengaruh lingkungan (adanya air, dsbnya) maka baja akan terkorosi menjadi karat, dan kembali lagi ke tanah. Siklus tersebut akan terus menerus terjadi, sehingga proses korosi akan terus ada selama bumi ini ada. Jadi persis sama dengan kehidupan manusia yang disebutkan dalam Al Qur’an. Dari tanah kembali ke tanah. Korosi terjadi bila suatu logam dicelupkan dalam larutan aqueous (larutan ber”air”/mengandung elektrolit), kemudian terjadi dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi (logam terkorosi menghasilkan elektron) dan pada katoda terjadi reaksi reduksi (larutan air dan ion H+ menerima elektron dan terurai menghasilkan ion hidroksida), dan reaksi redoks ini akan berlangsung terus menerus (hingga besi habis terkorosi), bila tidak terbentuk lapisan penghalang di permukaan besi/baja tersebut. Keberadaan ion-ion dan elektron-elektron ini menjadikan korosi selalu berlangsung.

102

Tumbal Untuk Menangkis Korosi Karena pH berbanding lurus dengan konsentrasi ion H+ dan OH-, maka laju korosi bergantung pada pH Lingkungannya. Dilingkungan aqueous dan pH netral (pH = 7) atau agak basa ( pH > 7), seperti halnya kondisi di alam terbuka di bumi ini pada umumnya, bila melihat potensial korosinya, maka besi dan baja-lah yang selalu siap terkorosi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut: Fe2+ + 2OH  Fe(OH)2 (terjadi pada permukaan yang lebih anodik). 2H2O + 2e-  H2 + 2OH- (terjadi pada permukaan lebih katodik). O2 + 2H2O + 4e-  4OH- (terjadi pada permukaan lebih katodik). Fe(OH)2 dapat teroksidasi lebih lanjut oleh oksigen terlarut menjadi Fe(OH)3: 2 Fe(OH)2 + ½ O2 + H2O  2 Fe(OH)3 Campuran Fe(OH)2 dan Fe(OH)3 dikenal sebagai karat. Karat bersifat porous dan tidak merekat kuat pada permukaan logam, sehingga baja akan tetap terkorosi, dan bentuk korosi akibat perbedaan kandungan oksigen (korosi celah) dapat berlangsung pada beberapa lokasi. Pengendalian korosi struktur baja dalam lingkungan netral tersebut dapat dilakukan dengan membanjiri struktur baja dengan elektron, sehingga potensial antarmukanya turun. Penurunan potensial antarmuka struktur baja akan disertai dengan penurunan laju korosi baja. Dan secara thermodinamika, baja akan imun bila potensial antar mukanya berada dalam daerah kestabilan logam (lihat Diagram Potensial – pH sistem Fe-H2O) berikut.

103

Manik Priandani

Gambar-12.1 Diagram Potensial – pH sistem Fe-H2O (tanda panah menunjukkan penurunan potensial antarmuka ke arah daerah imun / kebal / tak terkorosi). Pemasokan elektron melalui konduktor dilakukan dengan cara:

listrik

dapat

1. Menghubungkan struktur dengan anoda korban (tumbal) yang potensial korosinya jauh lebih rendah (lebih negatif) dari potensial korosi baja. 2. Atau dengan menggunakan arus yang dipaksakan (yang diperoleh dari pemasok arus searah).

104

Tumbal Untuk Menangkis Korosi Suatu sistem proteksi katodik, baik dengan anoda korban maupun dengan arus yang dipaksakan, agar efektif harus mempunyai: 1. Sumber pemasok elektron / arus searah. 2. Anoda yang memungkinkan mengalirnya arus searah ke lingkungan. 3. Lingkungan yang kontinyu dan bersifat elektrolit, yang dapat mengalirkan arus searah dari anoda ke struktur yang dilindunginya. 4. Konektor logam eksternal di antara struktur dan anoda. 5. Ujung struktur yang dilindungi, harus saling kontak listrik dengan ujung struktur yang lain, agar seluruh struktur dapat terproteksi katodik dan tidak terjadi korosi setempat akibat arus sesat (liar). 6. Bagian dalam pipa dan struktur yang tidak terbasahi air (lingkungannya terputus) tidak dapat ikut serta terproteksi.

Gambar-12.2 Korosi pada struktur

105

Manik Priandani

Gambar-1.2 merupakan contoh korosi pada struktur yang berada pada area pasang surut atau bahkan tidak terbasahi oleh air (di Jetty Konstruksi). Merupakan area yang berpotensial tinggi untuk terserang korosi (walaupun telah dipasang proteksi katodik berupa anoda tumbal ataupun arus yang dipaksakan). Pemasangan Proteksi dengan Anoda Korban adalah sebagai berikut: 1. Struktur yang akan diproteksi dikopel (digandeng) dengan anoda korban (biasanya melalui kawat yang diisolasi). 2. Karena potensial korosi anoda korban jauh lebih rendah (lebih negatif), terjadi aliran arus searah dari anoda korban melalui lingkungan menuju struktur yang dilindungi. 3. Potensial antar muka logam akan turun mendekati potensial korosi anoda korban. 4. Reaksi antarmuka pada anoda (reaksi pelarutan anoda) menyebabkan terjadinya pemasokan elektron dari anoda korban melalui kabel di atas menuju struktur yang dilindungi. 5. Sistem proteksi katodik adalah sistem galvanik. 6. Beda potensial antar anoda korban dengan struktur yang dilindungi maksimum 1 – 1,20 Volt. Pemakaian Anoda Tumbal / Anoda Korban mengikuti hukum alam atau hukum dunia yang fana ini, bahwa golongan yang lemah / rapuh dimanfaatkan menjadi pelindung, bahkan mangsa bagi golongan yang lebih kuat. Contoh pemasangan anoda tumbal adalah pada Tube Condenser yang terbuat dari Titanium di Unit Desalinasi D

106

Tumbal Untuk Menangkis Korosi Kaltim-2. Material Condenser Unit Desalinasi D terbuat dari Duplex Norm A 240 dan plate tubenya terbuat dari Duplex SST yang diclad dengan Titanium. Besi dipasang sebagai anoda tumbal karena memiliki potensial korosi yang lebih rendah (lebih negatif) dari potensial korosi Titanium (maupun material Duplex). Hasil Pemasangan Anoda Tumbal pada Condenser Unit Desal D Kaltim-2. Setelah dilakukan pemasangan anoda tumbal besi sebanyak 4 buah pada sisi Timur (arah laut) dan 4 buah pada sisi Barat (arah work shop), maka selama 3 (tiga) bulan teramati bahwa anoda tumbal bekerja cukup bagus, walaupun tiga bulan belum cukup untuk mengetahui laju korosi dari material yang dilindungi. Selama 3 bulan tersebut teramati bahwa pengurangan berat anoda tumbal terjadi cukup cepat (rata-rata 31 % dari berat semula), dan diketahui berat awal masing-masing anoda tumbal (besi) adalah 2,6 kg.

Gambar-12.3 Salah satu anoda korban yang dipasang pada sisi Barat Condenser yang berkurang 24 % dari berat semula.

107

Manik Priandani

Gambar-12. 4 Salah satu anoda korban yang dipasang pada sisi Timur Condenser yang berkurang 48 % dari berat semula.

Gambar-12.5 Seluruh anoda yang dijadikan tumbal yang dilepas untuk ditimbang setelah dipasang selama 3 (tiga) bulan.

108

Tumbal Untuk Menangkis Korosi Pemasangan anoda tumbal menjadi salah satu alternatif untuk menanggulangi korosi di dalam pipa dan struktur yang selalu kontak dengan media atau yang tidak terputus dengan lingkungannya (air, tanah, dsb-nya).

Segala sesuatu diciptakan Allah dengan manfaatnya sendiri-sendiri, dan sebesar-besarnya untuk kepentingan manusia, asalkan manusia bijak untuk memakai dan mengelolanya.

109

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Biro Inspeksi Teknik PT Pupuk Kalimatan Timur Tbk.(2003), “Desal-D”, Rekomendasi Biro Inspeksi Teknik, Tidak dipublikasikan, PT Pupuk Kalimantan Timur Tbk., Bontang. 2. Purwadaria, Sunara, Ir.,Dr.,(1996), “Mekanisme Proteksi Katodik dan Kriteria Proteksi”, Diklat Proteksi Katodik, Kelompok Studi Korosi, Lembaga Penelitian ITB, Bandung.

110

Inhibitor (Penghambat) Korosi

111

Manik Priandani

K

orosi merupakan fenomena alam (Sunatullah) yang akan terus terjadi selama alam semesta ini ada dan selama logam berinteraksi (berhubungan) dengan lingkungannya, seperti hal-nya manusia yang mengalami tahapan dari muda menjadi tua (karena juga berinteraksi dengan lingkungannya), kemudian tiada. Semuanya itu tidak bisa kita tolak, namun sebagai makhluk yang berpikir, kita diwajibkan untuk mensiasatinya. Seperti upaya manusia agar tetap awet muda dan selalu sehat dengan mengkonsumsi makanan bergizi, vitamin, suplement, anti oksidan, ataupun memakai komestik pengencang dan pemutih kulit, dsb.; demikian pula logam, untuk menghambat laju kerusakan perlu memakai inhibitor (penghambat) korosi. Korosi adalah kerusakan logam akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Proses korosi logam dalam larutan akuatik (mengandung air) merupakan reaksi elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan perpindahan muatan. Bila suatu logam dicelupkan dalam larutan elektrolit, terjadi dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Inhibitor adalah zat yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan dalam jumlah kecil, secara sinambung atau berkala, dapat menurunkan laju korosi logam. Pemakaian Inhibitor Korosi adalah salah satu upaya untuk mencegah korosi. Ada berbagai jenis Inhibitor yang dikenal, dan diklasifikasikan berdasarkan bahan dasarnya, reaksi yang dihambat, serta mekanisme inhibisinya.

112

Inhibitor (Penghambat) Korosi 1. Menurut Bahan Dasarnya:  Inhibitor Organik: Menghambat korosi dengan cara teradsorpsi kimiawi pada permukaan logam, melalui ikatan logam-heteroatom. Inhibitor ini terbuat dari bahan organik. Contohnya adalah: gugus amine, tio, fosfo, dan eter. Gugus amine biasa dipakai di sistem boiler.  Inhibitor Inorganik Inhibitor yang terbuat dari bahan anorganik. 2. Menurut Reaksi yang dihambat:  Inhibitor katodik: Yang dihambat adalah reaksi reduksi. Molekul organik netral teradsorpsi di permukaan logam, sehingga mengurangi akses ion hidrogen menuju permukaan elektroda. Dengan berkurangnya akses ion hidrogen yang menuju permukaan elektroda, maka hydrogen overvoltage akan meningkat, sehingga menghambat reaksi evolusi hidrogen yang berakibat menurunkan laju korosi. Inhibitor katodik dibedakan menjadi: • Inhibitor racun: Contohnya: As2O3, Sb2O3. - menghambat penggabungan atom-atom Had menjadi molekul gas H2 di permukaan logam - dapat mengakibatkan perapuhan hidrogen pada baja kekuatan tinggi. - bersifat racun bagi lingkungan. • Inhibitor presipitasi katodik: - mengendapkan CaCO3, MgCO3, CaSO4, MgSO4 dari dalam air. Contoh: ZnSO4+ dispersan. • Oxygen scavenger: - mengikat O2 terlarut

113

Manik Priandani Contoh: N2H4 (Hydrazine) + O2 → N2 + 2 H2O Hydrazine diinjeksikan di up stream Deaerator dalam sistem WHB (Waste Heat Boiler) dan WHR (Waste Heat Recovery) di unit pabrik Ammonia maupun Utilitas. 





Inhibitor Anodik: Adalah inhibitor yang menghambat reaksi oksidasi. Fe + OH- → FeOHad + eFeOHad + Fe + OH- ⇔ FeOHad + FeOH+ + 2eMolekul organik teradsorpsi di permukaan logam, sehingga katalis FeOHad berkurang akibatnya laju korosi menurun. Contoh inhibitor anodik adalah molibdat, silikat, fosfat, borat, kromat, nitrit, dan nitrat. Inhibitor jenis ini sering dipakai / ditambahkan pada saat chemical cleaning peralatan pabrik. Inhibitor campuran: Campuran dari inhibitor katodik dan anodik.

Gambar-13 Dalam kegiatan Chemical Cleaning juga ditambahkan inhibitor sehingga terbentuk lapisan pasif di permukaan logam.

114

Inhibitor (Penghambat) Korosi 3. Menurut Mekanisme (Cara Kerja) Inhibisi: • Inhibitor Pasivator: menghambat korosi dengan cara menghambat reaksi anodik melalui pembentukan lapisan pasif, sehingga merupakan inhibitor berbahaya, bila jumlah yang ditambahkan tidak mencukupi. Inhibitor Pasivator terdiri dari: • Inhibitor Pasivator Oksidator, misalnya: Cr2O72-, CrO42-, ClO3-, ClO4-.Cr2O72- mempasivasi baja dengan peningkatan reaksi katodik dari Cr2O72menjadi Cr2O3, dan menghasilkan lapisan pasif Cr2O3 dan FeOOH. • Inhibitor Pasivator non oksidator, contohnya: ion metalat (vanadat, ortovanadat, metavanadat), NO2-. Inhibitor vanadium dipakai di Unit CO2 Removal Pabrik Amoniak, karena larutan Benfield yang bersifat korosif. Molybdat (MoO42-) menginhibisi dengan cara membentuk lapisan pelindung yang terdiri dari senyawa ferro-molybdat menurut reaksi berikut: Fe + ½ O2 + H+ →Fe2+ + OH-





MoO42- + Fe2+ ⇔ FeMoO4↓

Pembentuk senyawa tak larut: INH + H2O ⇔ OH- ; M + 2 OH- ⇔MO↓ + H2O Misalnya: NaOH, Na3PO4, Na2HPO4, Na2CO3, NaBO3.

Inhibitor Presipitasi: Membentuk kompleks tak larut dengan logam atau lingkungan sehingga menutup permukaan logam dan menghambat reaksi anodik dan katodik. Contoh: Na3PO4, Na2HPO4. • Contoh inhibitor yang bereaksi dengan logam:

115

Manik Priandani Na3PO4 +3H2O  3Na++3OH- + H3PO4 Fe + 2 OH-  FeO↓ + H2O + 2e•

Contoh inhibitor lingkungan:

yang

bereaksi

dengan

2 Na3PO4 +2Ca2+ (dalam air)  2Ca3(PO4)2↓ + 3Na2+ 



Inhibitor Adsorpsi: Agar teradsorpsi harus ada gugus aktif (gugus heteroatom). Gugus ini akan teradsorpsi di permukaan logam. Contoh: Senyawa asetilen, senyawa sulfur, senyawa amine dan senyawa aldehid. Inhibitor Aman dan Inhibitor Berbahaya: • Inhibitor aman (tidak berbahaya) adalah inhibitor yang bila ditambahkan dalam jumlah yang kurang (terlalu sedikit) dari konsentrasi kritisnya, tetap akan mengurangi laju korosi. Inhibitor aman ini umumnya adalah inhibitor katodik, contohnya adalah garam-garam seng dan magnesium, calcium, dan polifosfat. •

Inhibitor berbahaya adalah inhibitor apabila ditambahkan di bawah harga kritis akan mengurangi daerah anodik, namun luas daerah katodik tidak terpengaruh. Sehingga kebutuhan arus dari anoda yang masih aktif bertambah hingga mencapai harga maksimum sedikit di bawah konsentrasi kritis. Laju korosi di anoda-anoda yang aktif itu meningkat dan memperhebat serangan korosi sumuran. Yang termasuk inhibitor berbahaya adalah inhibitor anodik, contohnya adalah molibdat, silikat, fosfat, borat, kromat, nitrit, dan nitrat. Daftar Pustaka 116

Inhibitor (Penghambat) Korosi

1. Jones, Denny A., (1992), “Principle and Prevention of Corrosion”, Macmillan Publishing Company, New York. 2. Rozenfeld, I.L., (1981), “Corrosion Inhibitors”, McGrawHill Inc., New York. 3. Priandani, Manik, (2001), “Studi Pengaruh Inhibitor Formaldehid Terhadap Korosi Baja Karbon ASTM A 283 oleh Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) di dalam Air Laut”, Master Thesis, Program Khusus Rekayasa Korosi, Program Studi Rekayasa Pertambangan, ITB

117

118

Korosi Akuatik dan Pencegahannya

119

Manik Priandani

B

ahan konstruksi yang paling banyak digunakan adalah besi/baja. Baja rawan korosi terhadap lingkungan atmosfer, air, air laut, dalam tanah dan bakteri. Korosi menurut lingkungannya dibagi menjadi dua macam yaitu korosi akuatik dan korosi temperatur tinggi. Karena korosi bersifat merugikan, maka harus dicegah atau diminimalkan, antara lain dengan pemakaian inhibitor, pemilihan material yang tahan lingkungan korosif, proteksi katodik, dan pemakaian cat / coating. Masingmasing dapat dilakukan sendiri-sendiri atau dikombinasikan satu dengan lainnya. I. Definisi Korosi (2, 4): Korosi adalah kerusakan akibat interaksi antara logam dengan lingkungannya. Definisi ini juga termasuk korosi logam oleh oksidasi pada temperatur tinggi dalam reaksi padat-gas. Proses korosi logam dalam larutan akuatik (aqueous corrosion) merupakan reaksi elektrokimia yang meliputi proses perpindahan massa dan perpindahan muatan. Bila suatu logam dicelupkan dalam larutan elektrolit, terjadi dua lokasi yang disebut anoda dan katoda. Pada anoda terjadi reaksi oksidasi dan pada katoda terjadi reaksi reduksi. Bila besi dicelupkan dalam air, maka reaksi-reaksi yang dapat terjadi adalah: Reaksi : Fe → Fe 2+ + 2e(asam) Anodik + e2H + 2 → H2 (netral/basa) Reaksi O2 + 2H2O + 4e- → 4OH(netral/basa) Katodik O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O

120

(asam)

Korosi Akuatik dan Pencegahannya

Gambar-14.1 Penggambaran reaksi elektrokimia besi dalam larutan asam. II. Bentuk-bentuk Serangan Korosi (1) (3) Bentuk serangan korosi tergantung pada sifat material, jenis lingkungan dan adanya tegangan yang bekerja pada material tersebut. Secara umum bentuk korosi diklasifikasikan menjadi korosi merata dan korosi setempat, yang dapat diperinci lebih lanjut sebagai berikut. 1. Korosi Merata Serangan korosi merata (uniform / seragam) adalah korosi yang terjadi secara meluas pada permukaan logam / paduan. Serangannya seragam, artinya semua permukaan yang terpapar / kontak dengan lingkungan akan terkorosi dengan laju penetrasi yang kurang lebih sama. Proses anodik dan katodiknya terdistribusi secara merata pada permukaan logam. Bentuk serangan korosi merata secara skematik maupun secara visual dapat digambarkan dalam gambar-14.2 yang menunjukkan penampang baja yang terkorosi merata. Logam yang mengalami serangan korosi merata, potensial korosinya berada dalam daerah aktif atau berada dalam kestabilan ion pada diagram potensial-pH.

121

Manik Priandani

Gambar-14.2 Penampang skematik logam yang terkorosi merata dan logam terkorosi merata.

2. Korosi Lokal / Korosi Setempat Sesuai namanya maka korosi lokal / korosi setempat serangan korosinya tidak seragam, artinya laju penetrasi berada pada lokasi tertentu. Yang termasuk korosi lokal adalah korosi galvanik, korosi sumuran, Korosi celah, Korosi antar butir, SCC dan Fatique, Selective Leaching, Korosi Erosi (termasuk di dalamnya Korosi erosi/abrasi, Korosi kavitasi, dan Korosi keratan (fretting)). a. Korosi Galvanik Adalah korosi akibat dua logam tak sejenis yang tergandeng membentuk sebuah sel korosi basah sederhana, sebagai contoh adalah sebagai berikut:

122

Korosi Akuatik dan Pencegahannya

Gambar-14.3 Korosi Galvanik b. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion) Korosi sumuran adalah bentuk korosi setempat yang menghasilkan lubang (sumuran) pada logam-logam yang pasif akibat pecahnya selaput (film) pasif di media yang mengandung ion agresif.

Gambar-14.4 Bentuk-bentuk korosi sumuran.

Lubang-lubang yang terbentuk dapat berdiameter kecil atau besar, tetapi pada umumnya ukuran lubang sangat kecil, terletak di permukaan, diameter permukaannya kira-kira sama atau kurang dari dalamnya, terdeteksi saat terjadi kegagalan dan bentuk serangannya berbahaya.

123

Manik Priandani Logam aktif (Cr, Al, dan paduannya) serta baja tahan karat sangat rentan terhadap serangan korosi sumuran dalam lingkungan yang mengandung ion agresif khususnya yang mengandung anion Cl-, Br-, atau SCN-. c. Selektif Leaching Atau disebut juga peluluhan selektif adalah pelepasan unsur tertentu dari paduan logam. Yang terserang mungkin seluruh permukaan yang terbuka sehingga bentuk keseluruhan “seakan-akan” tidak berubah, namun dengan hilangnya suatu unsur paduan dalam jumlah besar mengakibatkan logam berpori-pori dan tidak mempunyai kekuatan mekanik lagi. d. Korosi Erosi Korosi yang terjadi karena gerak relatif antara elektrolit dan permukaan logam. Logam-logam lunak mudah terkena serangan ini, misalnya tembaga, kuningan, aluminium murni dan timbal, namun logam lain juga rentan terhadap korosi erosi dalam kondisi aliran tertentu.

III. Pencegahan Korosi Akuatik. 1. Pemilihan Material Pemilihan material dilakukan tergantung pada medianya dan juga jenis serangan yang mungkin terjadi. Misalnya untuk menghindari serangan korosi sumuran, dipilih material dengan penambahan 2% molybdenum hingga

124

Korosi Akuatik dan Pencegahannya 18-8 S (tipe 304) untuk menghasilkan 18-8 S Mo (tipe 316) yang menaikkan ketahanan terhadap pitting. Penambahan ini menyebabkan material lebih protektif dan memiliki permukaan lebih pasif. 2. Proteksi Katodik Proteksi katodik adalah metoda proteksi sederhana dengan dasar bahwa korosi yang dialami oleh logam semakin sedikit bila potensial logam tersebut dibuat lebih negatif daripada lingkungan di sekitarnya. Proteksi katodik ini ada dua macam, yaitu dengan metoda anoda tumbal (sacrificial anode method) dan metoda arus terpasang (impressed current method). Metoda anoda tumbal dengan cara membuat logam yang dilindungi sebagai katoda dari sel galvanik. Karena proteksi ini bergantung pada efek galvanic, perlu diusahan agar anoda-anoda mempunyai kontak listrik yang baik dengan struktur yang dilindungi.Anoda-anoda ini biasanya dipasang terintegrasi ke dalam system pada titik-titik yang telah ditentukan.

Gambar-14.5 Proteksi katodik dengan memakai anoda tumbal di Unit Desal D Kaltim-2.

125

Manik Priandani Metoda arus terpasang memiliki prinsip dasar persis sama dengan metoda anoda tumbal, namun beda potensial tersebut “dibuat” dengan cara mengalirkan arus listrik ke dalam system, sehingga material yang dilindungi tersebut berperan sebagai katoda (tidak terkorosi). Bedanya dengan pemakaian anoda tumbal, dalam metoda arus terpasang, anoda yang dipasang pada system harus dilindungi dengan bahan isolator untuk melindungi logam di sekelilingnya dari kerapatan arus yang berlebihan. Kelebihan metoda ini (dibandingkan pemakaian anoda tumbal), dapat memakai anoda yang tidak akan habis atau “termakan” dan catu arus / daya dapat dikendalikan begitu anoda telah terpasang. Catu daya untuk unit pengendali berasal dari sebuah transformer rectifier yang mengubah catu arus searah yang tersedia secara lokal menjadi arus searah sesuai tegangan yang diperlukan. 3. Pemakaian Inhibitor Inhibitor korosi adalah bahan kimia / zat yang bila ditambahkan ke dalam suatu lingkungan dalam jumlah kecil, secara sinambung atau berkala, dapat menurunkan laju korosi logam. Bila dilihat reaksi yang dihambat, maka inhibitor dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, dan inhibitor adsorpsi. Inhibitor anodik bekerja dengan cara meningkatkan polarisasi anoda melalui reaksi dengan ion-ion logam terkorosi, menghasilkan suatu selaput pasif tipis ataupun lapisan garam yang kemudian menyelimuti anoda. Contoh inhibitor anodik adalah

126

Korosi Akuatik dan Pencegahannya molibdat, silikat, fosfat, borat, chromat, nitrit, nitrat, dsb.

Gambar-14.6 Mekanisme kerja inhibitor anodik.

Sedangkan inhibitor katodik adalah inhibitor yang bereaksi dengan ion hidroksil untuk mengendapkan senyawa-senyawa tak larut ke permukaan katoda, sehingga menyelimuti katoda dari elektrolit dan juga oksigen. Contohnya: kalsium yang memproduksi karbonat tak larut, polifosfat, dsb. Inhibitor adsorpsi bekerja dengan cara molekulmolekul organik panjang dengan rantai-rantai samping yang teradsorpsi dan terdesorpsi dari permukaan logam. Molekul-molekul besar ini membatasi diffusi oksigen ke permukaan, atau memerangkap ion-ion logam di permukaan, memantapkan lapisan ganda, dan mengurangi laju pelarutan. Misalnya: senyawa asetilen, senyawa sulfur, senyawa amine, dan senyawa aldehid. Bila diklasifikasikan menurut bahan dasarnya, maka inhibitor dibagi menjadi inhibitor organik dan inorganik. Sedangkan menurut mekanisme inhibisinya, ada yang disebut inhibitor passivator, inhibitor presipitasi, dan juga inhibitor adsorpsi. 127

Manik Priandani 4. Pemakaian coating / cat. Coating atau lapisan pelindung pada permukaan logam dimaksudkan untuk memisahkan lingkungan dari logam, maupun untuk mengendalikan lingkungan mikro pada permukaan logam. Banyak jenis pelapisan yang digunakan untuk maksud ini termasuk cat, selaput organik, vernis, lapisan logam, dan enamel. Cat adalah bahan yang paling umum digunakan. Terdapat bermacam-macam jenis cat yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan cat atau bahan kimia pengikatnya. Cat menjadi tidak berfungsi dengan baik (mudah rusak atau terkelupas) bila penyiapan permukaan logam yang dicat tidak dilakukan secara seksama dan pengerjaan pelapisannya dilakukan dalam kondisi udara yang tidak cocok atau metode yang digunakan tidak tepat.

128

Korosi Akuatik dan Pencegahannya Daftar Pustaka 1. Ibrahim, Alwi, Ir., Bentuk-Bentuk Korosi, Kelompok Studi Korosi, Lembaga Penelitian, Institut Teknologi Bandung, 1995, 1-41. 2. Piron, D.L., The Electrochemistry of Corrosion, National association of Corrosion Engineers (NACE), Houston, Texas, 1991. 3. Fontana, Mars G., Corrosion Engineering, 3rd ed., McDraw-Hill Book Company, New York, 1986. 4. Jones, Denny A., Principle and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing Company, New York, 1992. 5. Chamberlain, John, Corrosion, Longman Group, UK Limited, 1988.

129

Manik Priandani

130

Sulphate Reduction Bacteria (SRB) Si Imut Penyebab Korosi

131

Manik Priandani

B

eberapa tahun lalu, kita pernah mendengar bahwa diketemukan produk korosi (karat-karat besi) cukup banyak bersama-sama segerombolan bakteri di suatu tempat dalam sistem water treatment Pupuk Kaltim. Hal ini cukup memusingkan Bapak-Bapak di Biro Jastek (sekarang Departemen Rekon), Biro Istek (sekarang Departemen Istek), dan personal terkait yang menangani sistem water treatment Pupuk Kaltim ini. Bagaimana tidak, karena unit pengolahan air menjadi salah satu sumber kehidupan yang vital bagi hampir semua karyawan Pupuk Kaltim (untuk mandi, minum, dsb) sehari-hari. Mengapa segerombolan makhluk hidup kecil tersebut dapat hidup dan menyebabkan korosi? Kumpulan bakteri yang bersifat korosif adalah bakteri yang dalam metabolismenya menjadikan sulfur atau unsur lain dan/atau senyawanya sebagai unsur yang penting. Misalnya pada bakteri pengoksidasi sulfur: Thiobacillus thio-oxidans, dan bakteri pereduksi sulfat: Genus Desulfovibrio atau Desulfotomaculum; unsur Sulfurlah yang menjadikan dia tumbuh dan berkembang, kemudian mengkorosi logam yang berada di lingkungannya. Makhluk hidup ini berukuran kecil. Tumbuh dan berkembang di berbagai lingkungan. Jelas mereka memilih lingkungan yang paling cocok dengan hidupnya. Salah satu kelompok dari berjuta-juta kelompok makhluk hidup imut yang ada di alam semesta ini selain yang ditemukan di system water treatment Pupuk Kaltim (PKT) di atas, ada bakteri yang dikenal bernama SRB. SRB sesungguhnya adalah singkatan keren dari Sulphate Reduction Bacteria dan diindonesiakan menjadi Bakteri Pereduksi Sulfat.

132

Sulphate Reduction Bacteria Si Imut Penyebab Korosi Di dunia ini (menurut para ahli mungkin juga hidup di planet Mars?), bakteri secara garis besar digolongkan menjadi dua golongan yaitu bakteri aerob dan anaerob. Bakteri Aerob artinya dia membutuhkan oksigen untuk hidup, sedangkan Bakteri Anaerob sebaliknya: bila ada oksigen dia akan mati, namun akan tumbuh subur dan gemuk bila kandungan oksigen di lingkungannya sangat kecil atau nyaris nihil. Sedangkan hubungannya dengan istilah pengoksidasi dan pereduksi di atas, maka bakteri pengoksidasi sulfat adalah bakteri aerob, sedangkan bakteri pereduksi sulfat adalah bakteri anaerob. SRB yang kita perbincangkan ini termasuk dalam golongan bakteri anaerob. Bagaimana korosi bisa terjadi karena bakteri anaerob ini? Besi dan baja karbon biasanya mempunyai laju korosi yang rendah dalam air netral terdeaerasi (oksigennya telah diusir pergi) dan di dalam larutan garam karena hanya terjadi reaksi reduksi katodik: 2 H2O + 2e- → H2 + 2 OHReaksi ini terjadi sangat lambat. Namun laju korosi dalam tanah dan air pendingin terdeaerasi dapat menjadi tinggi akibat adanya bakteri anaerob. Jenis-jenis bakteri anaerob serta peranannya dalam MIC (Microbiologically Influenced Corrosion) dapat dilihat dalam tabel berikut: Bakteri anaerob pereduksi sulfat (sulphate reducing bacteria / SRB) akan menyebabkan korosi pada struktur baja yang ditimbun dalam tanah, dengan pembentukan lapisan tak protektif seperti FeS dan Fe2O3.H2O., bila SRB pada awalnya tidak aktif. Bila SRB aktif sejak awal, maka

133

Manik Priandani produk korosi yang terbentuk adalah FeS dan sedikit FeCO3, pada pH 7.

Tabel-10. Bakteri Anaerob dan peranannya dalm MIC Mikroba ini menyebabkan terjadinya proses korosi dengan bentuk serangan korosi merata, sumuran, ataupun sel konsentrasi. Mekanisma korosi oleh bakteri dapat dikelompokkan dalam proses-proses berikut: 1. Memproduksi sel aerasi diferensial. 2. Memproduksi metabolit korosif. 3. Interferensi terhadap proses katodik dalam kondisi bebas oksigen. Mekanisme korosi oleh SRB dikemukakan oleh banyak ahli antara lain oleh Pak Kuhr dan Vlugt, Pak Sharpley, Pak Dexter, Pak Booth dan Tiller, dsb-nya. Pak Kuhr dan Vlught menyebutkan bahwa korosi oleh SRB dalam lingkungan anaerob dan netral, reaksi katodiknya tidak mungkin berupa reduksi O2 ataupun reduksi H+. Namun serangan korosi yang terjadi bisa sangat

134

Sulphate Reduction Bacteria Si Imut Penyebab Korosi parah, berarti ada reaksi katodik lain yang berlangsung, yang melibatkan SRB. Pak Kuhr dan Vlught menyatakan bahwa SRB menggunakan hidrogen katodik untuk reduksi dissimilasi sulfat menurut reaksi sebagai berikut: Reaksi anodik:

: 4 Fe → 4 Fe2+ + 8 e-

Dissosiasi air:

: 8 H2O <=> 8 H+ + 8 OH-

Reaksi Katodik

: 8 H+ + 8 e- <=> 8 Ho

Depolarisasi Katodik oleh Bakteri Pereduksi Sulfat:

: SO42- + 8 Ho → S2- + 4 H2O

Produk Korosi:

:

Fe2+ + S2- → FeS dan 3 Fe2+ + 6 OH- → 3 Fe(OH)2

Reaksi Keseluruhan

:

4 Fe + SO4 2- + 4 H2O --> 3Fe(OH)2 + FeS + 2 OH-

Salah satu species pendukung korosivitas SRB adalah bakteri besi berfilamen. Organisma ini mengoksidasi besi yang terlarut di dalam larutan menjadi ferric hydrate yang tak larut yang membentuk sarung yang menutupi selsel dan memproduksi semacam batang yang berbentuk filamen.

Gambar-15.1 Mekanisme pembentukan kantong lendir dan Tuberkel menurut Dexter.

135

Manik Priandani Beberapa varietas dapat mengoksidasi dan mengkonsentrasi mangan (Mn). Namun pengaruh utamanya adalah membentuk dan menumbuhkan tubercles di dalam air, seperti yang dikemukakan oleh Dexter. Varietas ini bersifat aerob dan akan menghabiskan oksigen yang ada di bawah tubercles (tuberkel). Di dalam endapan lendir terdapat bakteri berfilamen yang hidup bersamasama dengan bakteri pereduksi sulfat, dan bergabung dengan produk korosi dari stainless steel. Tampilan SRB sendiri begitu imut. Bila dilihat memakai mikroskop fase kontras dengan perbesaran 1000 x dari ukuran sesungguhnya, betapa mungil ukuran “badan”nya. Panjang si imut tidak lebih dari 10μm, dan diameternya kurang dari 1 μm. Asal tahu saja 1 μm = 10-6 m = sepersepuluhribu centimeter. Namun kalau mereka bergerombol dan beranakpinak, dijamin banyak pengguna logam (terutama paduan logam besi, dan sebagian paduan aluminium, seng, ataupun paduan tembaga) yang dibuat kelimpungan akibat ulah mereka.

Gambar-15.2 Bakteri Pereduksi Sulfat dengan perbesaran 1000 kali memakai mikroskop fase kontras. Sangat imut

136

Sulphate Reduction Bacteria Si Imut Penyebab Korosi Coba lihat hasil ulah SRB terhadap baja carbon berikut. Penulis telah mencoba merendam spesimen (baja karbon) dalam air laut (saja) dan dalam air laut berisi 5,5 X105 SRB / ml selama 18 minggu. Semua wadah yang dipakai untuk merendam diatur sedemikian rupa sehingga terbebas dari oksigen. Peralatan disterilkan terlebih dahulu sebelum dipakai.

Gambar-15.3 Spesimen baja karbon yang direndam dalam air laut (saja) selama 18 minggu. Difoto setelah dibersihkan dari produk korosi, perbesaran 200 kali. Terkorosi merata.

Gambar-15.4 Spesimen baja karbon yang direndam dalam air laut yang mengandung SRB sebanyak 5,5 X105 SRB / ml selama 18 minggu. Difoto dengan mikroskop optik setelah

137

Manik Priandani dibersihkan dari produk korosi, perbesaran 200 kali. Terkorosi merata yang parah disertai terbentuknya lobang kecil dan dalam (korosi sumuran) → tanda panah.

Gambar 15.5 Spesimen baja karbon yang direndam dalam air laut dengan kandungan SRB sebanyak 5,5 X10 5 SRB / ml selama 18 minggu. Difoto memakai mikroskop optik sebelum dibersihkan (hanya dibilas dengan air), perbesaran 200 kali. Terbentuk lendir (bakal tuberkel?) dan produk korosi (karat). Dari hasil penelitian penulis, laju (kecepatan) korosi baja carbon dalam air laut saja selama 18 minggu adalah 13,07 mg per dm2 per hari (mg/dm2.day = mdd). Sedangkan bila direndam dalam air laut yang berisi SRB sebanyak 5,5 X 105 SRB/ml selama waktu yang sama (18 minggu), kecepatan terkorosinya baja karbon ini menjadi 34,55 mdd. Kecepatan korosi naik hampir 3 (tiga) kali lipat! Pencegahan Korosi yang disebabkan oleh SRB ini hampir sama dengan pencegahan korosi yang disebabkan oleh penyebab lain, yakni meniadakan salah satu faktor dari 4 (empat) faktor penyebab korosi yaitu: anoda, katoda,

138

Sulphate Reduction Bacteria Si Imut Penyebab Korosi elektrolit, dan jembatan arus. Antara lain dengan pemilihan material, proteksi katodik, pemakaian inhibitor, dan pemakaian cat. Namun mengingat SRB adalah makhluk hidup maka perlu dipakai inhibitor atau cat yang sekaligus bersifat dan berfungsi sebagai biosida (pembunuh bakteri atau mikroorganisma). Allahu Akbar, ternyata bila makhluk sekecil itu bergabung akan berdampak besar bagi kehidupan manusia. Kelompok makhluk kecil ini dapat melemahkan besi atau baja yang dikenal mempunyai kekuatan hebat dan diciptakan oleh-NYA untuk memenuhi keperluan hidup manusia (QS. 57 (Al Hadiid (Besi)), ayat 25). Jadi tidak ada sesuatupun yang kuat dan abadi kecuali DIA YANG MAHA KUASA dan YANG MAHA KEKAL, Pencipta seluruh Makhluk di alam semesta ini.

139

Manik Priandani Daftar Pustaka: 1. Priandani, Manik, Studi Pengaruh Inhibitor Formaldehid Terhadap Korosi Baja karbon ASTM A 283 oleh Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB) di Dalam Air Laut, Tesis, Program Khusus Rekayasa Korosi, Program Studi Rekayasa Pertambangan ITB, 2001. 2. Dexter, S.C., Localized Biological Corrosion, Metal Handbook, Volume 13, Corrosion, 9th ed., ASM International, p. 114-122, 1987. 3. Tiller, A.K., Electrochemical aspects of Microbial Corrosion; an overview; The Metal Society, London, 1983.

140

Si Hitam Carbon Aktif

141

Manik Priandani Ada saat sesuatu itu tidak disukai dan ditolak oleh manusia, namun semua yang diciptakan-NYA selalu ada makna dan manfaatnya, karena DIA-lah Yang Maha Pencipta dan Maha Mengetahui.

A

da istilah decoking (penghilangan karbon yang menempel di permukaan katalis steam reforming), membersihkan sumbu kompor minyak tanah (dari carbon yang mengupil), menggosok dan membersihkan peralatan listrik dari carbon setelah terjadi flash over, dsb. Semua yang dilakukan tersebut adalah untuk menghilangkan carbon yang jelas dianggap mengganggu kinerja material / bahan yang ditempelinya, sehingga Carbon jenis ini ditolak mentah-mentah dan harus disingkirkan. Namun bagaimana dengan Activated Carbon atau Karbon Aktif yang sering kita dengar? Apa itu Karbon aktif? Karbon aktif adalah sejenis adsorbent (penyerap). Berwarna hitam, berbentuk granule, bulat, pellet ataupun bubuk. Jenis Karbon ini jelas diminati, tidak dihindari. Carbon aktif dipakai dalam proses pemurnian udara, gas dan larutan atau cairan, dalam proses recovery suatu logam dari biji logamnya, dan juga dipakai sebagai support katalis. Dipakai juga dalam pemurnian gas dan udara, safety mask dan respirator, seragam militer, adsorbent foams, industri nuklir, electroplating solutions; deklorinasi, penyerap rasa dan bau dari air, aquarium, cigarette filter, dan juga penghilang senyawa-senyawa organik dalam air. Sesuai dengan salah satu fungsi di atas, maka karbon aktif juga dipakai di Unit CO2 Removal Pabrik Amoniak

142

Si Hitam Carbon Aktif Kaltim-3, dengan tujuan untuk menangkap senyawa organik atau anorganik yang dapat menaikkan Foaming High larutan Benfield sehingga menurunkan kinerja area CO2 Removal yang akhirnya akan mempengaruhi kinerja pabrik Ammonia secara keseluruhan. Ingatkah anda dengan obat padat hitam dengan merek “norit” yang diberikan oleh dokter bila kita mengalami murus-murus (sakit perut)? Tentunya itu juga termasuk karbon aktif pengadsorb zat-zat (atau bahkan bakteri-bakteri?) yang tidak diinginkan dari dalam perut (reaktor dalam tubuh kita). Carbon aktif biasanya dibuat dari petroleum coke, serbuk gergaji, lignite, batu bara, peat, kayu, tempurung kelapa, dan biji buah-buahan. Kesemuanya itu ada kalanya dapat langsung diproses sebagai karbon aktif dan ada pula yang melalui proses aktivasi. Karbon aktif yang berasal dari serbuk gergaji dan lignite mempunyai struktur yang rapuh dan berbentuk bubuk. Sedangkan carbon aktif yang berbentuk granule, keras, dan dipakai sebagai pengadsorb vapor biasanya berasal dari tempurung kelapa, biji buahbuahan, atau briket batubara. Sedangkan sifat fisik yang paling penting adalah luas permukaannya. Banyak cara untuk meng”aktif”-kan karbon. Yang paling umum adalah dengan memakai gas pengoksidasi seperti udara, steam, atau karbondioksida (CO2), dan karbonasi bahan baku dengan memakai chemical agent seperti Seng Klorida atau Phosphoric Acid. Setelah karbon aktif terpakai dan telah jenuh (dengan vapor atau warna), maka zat-zat penyebab jenuh

143

Manik Priandani tersebut dapat disteaming, dikondensasi, direcovery (bila diperlukan), dan dihilangkan (bila tidak diinginkan), sehingga karbon aktif siap digunakan kembali. Perlakuan ini disebut regenerasi.

Gambar-16.1 Jenis Carbon Actif yang dipakai di CO2 Removal Kaltim-3

Gambar-16.2 Carbon active ditempatkan dalam drum-drum. Akan diregenerasikah?

144

Si Hitam Carbon Aktif

Gambar-16.3 Skema pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa.

Gambar-16.4 Pabrik karbon aktif di Colombo, Sri Lanka. Langkah-langkah pembuatan karbon aktif dari tempurung kelapa (sesuai dengan gambar-15.3) adalah sebagai berikut: buah kelapa diambil dari sabutnya, daging

145

Manik Priandani kelapa dikeringkan menjadi kopra, sedangkan tempurung kelapanya diproses lebih lanjut untuk dijadikan karbon aktif. Pemrosesan menjadi karbon aktif dengan memakai proses pengeringan pada temperatur sedang dan dalam lingkungan (atmosfer) tanpa oksigen, sehingga dihasilkan char (tempurung kelapa kering), kemudian digranulasikan pada temperatur tinggi, diaktivasi dengan steam, dan dilakukan perlakuan akhir, dan jadilah karbon aktif. Satu (1) ton char akan menghasilkan sekitar 0,3 ton karbon aktif. 1 m3 karbon aktif dengan 0,3 m3 pori - pori, dapat mengadsorb lebih dari 30 m3 gas, dengan konsentrasi carrier yang rendah. Kebutuhan karbon aktif dunia per tahun per 1996 sekitar 300.000 ton, dan ±10 % - nya dipenuhi dari bahan baku tempurung kelapa. Bagaimana dengan kita yang memiliki beribu-ribu pulau yang penuh dengan pohon kelapa dengan lagu-lagu yang bertema pohon kelapa, misalnya Nyiur Melambai (Hijau) dan Rayuan Pulau Kelapa? Tidak tertantangkah kita untuk memproduksi karbon aktif (sendiri) yang bahan bakunya mudah kita temui? Dari Pulau Kalimantan, Sulawesi, Irian dan pulau yang lain? Kenapa Tidak? Atau dari bahan lain misalnya biji buah-buahan dan limbah kayu (serbuk gergaji), dsb. Selain memperoleh karbon aktif, juga mengolah limbah bukan? Nyiur hijau Di tepi pantai Siar siur Daunnya melambai

146

Si Hitam Karbon Aktif Daftar Pustaka 1. Austin, George T (1984), “ Shreve’s Chemical Process Industries“, Fifth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York. 2. Hycarb Limited (1997), “Haycarb Activated Coconut Shell Carbon”, Brosure, Colombo, Sri Lanka.

147

Manik Priandani

148

Metal Dusting (Fenomena Karburisasi Dalam Bentuk Sumuran Dan Atau Penipisan Logam)

149

Manik Priandani

Y

ang pernah membolak-balik atau membaca Manual Operasi Kaltim-3 atau Manual Operasi Pabrik yang lain pasti pernah menemui istilah “Metal Dusting” di unit Reformer atau Unit-Unit yang lain. Apa sebenarnya “Metal Dusting” itu?

Metal Dusting (”Pen-debu-an Metal”?) adalah salah satu bentuk serangan Karburisasi yang menyebabkan disintegrasi material dalam bentuk sumuran dan/atau penipisan. Apa itu Karburisasi? Karburisasi adalah fenomena oksidasi logam pada temperature tinggi (korosi temperaturetinggi) di lingkungan Karburisatif yaitu lingkungan di mana aktivitas karbon (ac) dalam lingkungan lebih besar daripada aktivitas karbon di dalam logam. Lingkungan seperti apa yang disebut Lingkungan Karburisatif? Lingkungan karburisatif adalah lingkungan dengan aktifitas karbon yang lebih besar daripada aktifitas karbon yang ada di dalam logam, pastinya berada di lingkungan yang banyak terbentuk karbon yang aktif. Yaitu seperti lingkungan yang kaya dengan CO, CH4, H2 dan hidrokarbon-hidrokarbon yang berada di temperatur tinggi (seperti yang kita ketahui senyawa hidrokarbon di temperature tinggi akan mengalami cracking membentuk Carbon). Serangan Karburisasi umumnya mengakibatkan terbentuknya Karbida internal, sehingga paduan menjadi getas dan ter-degradasi (menurun) sifat-sifat mekaniknya.

150

Metal Dusting (Fenomena Karburasi Dalam Bentuk Sumuran Dan Atau Penipisan Logam Karburisasi dapat berlangsung melalui salah satu reaksi di bawah ini, bila lingkungan mengandung CH4, CO atau H2 dan CO: CO + H2 ⇔ C + H2O 2CO ⇔ C + CO2 CH4 ⇔ C + 2H2

Karburisasi sering terjadi pada peralatan untuk perlakuan panas seperti Tanur, Reformer, Basket, Fans, dan komponen-komponen lain yang dibuat memakai metode case hardening baja dengan memakai gas carburizing yang umumnya dilakukan pada temperatur 840 - 930°C. Lalu kapan Karburisasi logam disebut “Metal Dusting”? Karburisasi Metal Dusting terjadi akibat atmosfer yang stagnan. Metal Dusting terjadi pada temperatur antara 430°C sampai 900°C (800°F sampai 1.650°F) pada paduanpaduan yang mengandung Chromium (Cr) yang umumnya ditemui di dalam material alat perpindahan panas (perlakukan panas), proses pemurnian logam, maupun Petrokimia. Demikian pula pada sebagian peralatan-peralatan yang ada di Pabrik PT Pupuk Kaltim di lingkungan Unit Steam Reforming (karena mengandung banyak hidrokarbon dan pada temperatur tinggi (> 400°C)). Pada tahapan fabrikasi atau pemilihan material logam yang terpapar di lingkungan Karburisatif ini, dengan memperhatikan perbandingan Nikel (Ni) terhadap Chrom (Cr) dan besi (Fe) menjadi faktor yang penting dalam meningkatkan ketahanan terhadap Karburisasi. Penurunan

151

Manik Priandani Cr dan Fe dalam paduan-paduan Fe-Ni-Cr akan meningkatkan ketahanan karburisasi. Chromium dan besi adalah pembentuk karbida, dan dalam karburisasi akan membentuk M7C3 dan M23C6. (M=Logam (a.l: Fe, etc)).

Gambar-17.1 Metal Dusting at CCR platformer unit 9Cr FeNi-Cr alloy tube (EFC) (Gambar diunggah dari Blog Integrity Engineering)

Gambar-17.2 Contoh visual Metal Dusting (Foto diunggah dari Blog Integrity Engineering)

152

Metal Dusting (Fenomena Karburasi Dalam Bentuk Sumuran Dan Atau Penipisan Logam Harrison dkk menemukan bahwa permukaan Karbida yang diambil dari sampel HK-40 (material tube katalis yang pernah dipakai di Reformer Kaltim-2; sekarang sudah diganti dengan yang lebih tipis dan konon lebih handal), setelah pengujian pada 1.000°C mengandung 55 % - 58 % berat Cr dan 41-43 % berat Fe, dengan sedikit sekali Nikel (kira-kira Cr4Fe3C3). Nikel menurunkan diffusivitas Carbon dalam paduan-paduan Fe-Ni- Cr. Dari penelitian Demel dkk teramati bahwa dengan menaikkan kandungan Nikel, akan meningkatkan ketahanan terhadap Karburisasi paduan-paduan Fe-Ni-Cr, dengan ketahanan maksimum diperoleh bila perbandingan Ni/Fe adalah 4/1. Secara proses dengan menjaga ratio S/C > 3:1 di Unit Reforming, akan terhindar dari lingkungan yang Karburisatif. Paduan-paduan yang mengalami Metal Dusting adalah baja-baja Karbon, baja-baja Cr-Mo, baja-baja tahan karat (Stainless Steel), dan paduan dengan logam dasar besi dan logam dasar Nikel. Schueler menganjurkan untuk mengurangi kerentanan terhadap metal Dusting dengan menggunakan paduan yang memiliki persen total Chromium ditambah dua kali persen (%) Silikon, melebihi 22 %. Banyak paduan yang telah memenuhi kaidah tersebut, namun juga masih mengalami Metal Dusting. Sehingga Mekanisme Metal Dusting masih dianggap belum begitu jelas, namun di lingkungan industri ada tindakantindakan lain yang dilakukan dengan menambah senyawa Sulfur seperti H2S ke dalam lingkungan dengan tujuan untuk mengurangi masalah Metal Dusting.

153

Manik Priandani Untuk lingkungan di Steam Reformer PT Pupuk Kaltim tindakan ini tidak dianjurkan, karena senyawa Sulfur akan meracuni katalis kita yang berbasis Nikel. Seperti yang kita ketahui, di sisi lain Nikel adalah absorbent Sulfur yang cukup baik. Sulfur yang tinggi akan mengakibatkan katalis tidak aktif, sehingga proses (reaksi) steam reforming tidak berlangsung sempurna, mengakibatkan terbentuknya Carbon, selanjutnya terjadi overheating (karena gas proses tidak dapat lewat tertutupi oleh Carbon) dan diperparah dengan terjadinya cracking hidrokarbon akibat temperatur yang naik. Sehingga filosofi kesetimbangan berlaku di sini. Artinya tidak ada sesuatu yang mutlak, namun kondisi optimal-lah yang perlu kita jaga untuk mendapatkan kondisi yang relative tepat. Goal kita adalah Reaksi Steam Reforming berlangsung dengan baik, over heating (hot spot), dan metal dusting material tidak terjadi. SOP dan Manual Operasi yang telah disiapkan bisa menjadi acuan, selain kita lakukan pemeliharaan secara teratur dan melakukan improvement (perbaikan dan modifikasi) terus menerus dan berkesinambungan.

154

Metal Dusting (Fenomena Karburasi Dalam Bentuk Sumuran Dan Atau Penipisan Logam Daftar Pustaka: 1. Kelompok Studi Korosi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Teknologi Bandung (1998), Kursus Singkat Korosi Suhu Tinggi 1999, Bandung. 2. Catatan Pribadi Kuliah Pasca Sarjana Rekayasa Korosi ITB (1999-2001). 3. Manual Operasi Pabrik Amoniak Kaltim-3 (1989). Bontang, Manik Priandani, 18 Mei 2012.

155

Manik Priandani

156

Mencuci / Membersihkan Peralatan Pabrik Memakai Bahan Kimia (Chemical Cleaning)

157

Manik Priandani

S

etelah gelas, piring, dan sendok usai kita pakai maka akan kita cuci memakai air ditambah dengan abu, sabun colek, sabun cair berbagai merk, misalnya sunlight, mama lemon, bahkan memakai jeruk nipis, ataupun bahan-bahan yang kita yakini akan membuat peralatan tersebut kembali bersih dan bertambah harum. Bila sudah bersih dan kering, kita akan mantap memakainya kembali, karena diyakini kuman penyakit sudah kabur dari piring kotor tersebut dan tidak mempengaruhi metabolisme maupun kesehatan kita.

Gambar-18.1 Chemical cleaning (degreasing) memakai bahan kimia afduner dan NaOH, metode sirkulasi dalam drum (volume larutan bahan kimia yang diperlukan < 200 liter). Dengan filosofi yang sama, peralatan pabrik perlu dicuci dan dibersihkan setelah satu (1) tahun atau lebih beroperasi terus menerus agar tidak mempengaruhi ”kesehatan” pabrik secara keseluruhan. Pencucian memakai bahan kimia maupun secara mechanical (tidak memakai bahan kimia, contohnya: digosok, disemprot pakai air, dikosek, dsb) dilaksanakan

158

Mencuci/Membersihkan Peralatan Pabrik Memakai Bahan Kimia ( Chemical Cleaning ) setelah dilakukan evaluasi secara menyeluruh, sehingga ada alasan bahwa alat tersebut layak dicuci. Istilah kerennya dari pencucian dengan memakai bahan kimia adalah Chemical Cleaning, sedangkan yang tanpa bahan kimia disebut Mechanical Cleaning. Pelaksanaan mechanical cleaning dilakukan untuk peralatan yang kotorannya dapat luruh / lepas tanpa harus memakai bahan kimia. Sebaliknya untuk chemical cleaning diperlukan bahan kimia tertentu karena tanpa bahan kimia, pembersihan tersebut tidak akan optimal alias peralatan masih dalam kondisi kotor, atau tidak bisa ”kinclong”.

Gambar-18.2 Pencucian peralatan pabrik Selama ini pencucian peralatan pabrik banyak dilakukan pada peralatan perpindahan panas (Heat Exchanger). Evaluasi perlu tidaknya alat perpindahan panas tersebut dilakukan dengan cara menghitung dengan rumus tertentu yang di dalamnya mencakup luasan perpindahan panas (luasnya permukaan alat), koefisien kekotoran alat, temperatur yang akan diturunkan / dinaikkan, serta panas

159

Manik Priandani yang dihasilkan/diperlukan. Chemical Cleaning biasanya dilakukan pada saat TA (Turn Around) Pabrik. Namun tidak jarang di saat tidak TA-pun diperlukan chemical cleaning karena kondisi yang mendesak (misalnya terjadi kenaikan temperatur yang berpengaruh pada kinerja peralatan yang lainnya, dsb). Chemical cleaning dilakukan dalam beberapa cara (prosedur kerja) dan pemakaian jenis bahan kimia disesuaikan dengan jenis material yang akan dicuci, jenis kotoran yang melekat di permukaan, maupun jenis bahan yang mengalir (yang ada di dalam peralatan) selama pabrik beroperasi. Prosedur-prosedur tersebut antara lain: 1. Degreasing yaitu penghilangan endapan minyak dan lemak dari suatu peralatan pabrik seperti heat exchanger, vessel, dan reaktor setelah beroperasi selama waktu tertentu atau dilakukan pada peralatan baru. Degreasing biasanya memakai bahan kimia kaustik dan / atau afduner. Pemilihan bahan kimia didasarkan oleh jenis material maupun endapan yang akan didegreasing. 2. Pickling adalah penghilangan kerak (fouling) yang disebabkan oleh oksida logam dan garam-garam seperti: Fe2O3, Fe3O4, FeS, FePO4, Mg3(PO4)2, Mg(OH)2, dsbnya. Seperti juga degreasing, pemakaian bahan kimia dalam pickling dipertimbangkan dari jenis kerak yang terbentuk serta jenis material peralatan tersebut. Bahan kimia yang cocok untuk ”melarutkan” suatu kerak tertentu belum tentu cocok untuk jenis kerak yang lain. Bahan kimia yang dipakai dalam pickling antara lain

160

Mencuci/Membersihkan Peralatan Pabrik Memakai Bahan Kimia ( Chemical Cleaning ) adalah asam Sulfat, asam Chlorida, asam Sulfamic, dan asam Sitrat. 3. Passivasi yaitu penambahan bahan kimia untuk membentuk lapisan passive (pasif terhadap korosi) pada permukaan logam yang menjadi aktif setelah chemical cleaning (degreasing dan pickling). Bahan kimia yang biasa dipakai untuk passivasi misalnya adalah Asam Nitrat encer yang ditambah dengan bahan kimia lain yang dapat menjaga kondisi pH pada kisaran daerah pasif dalam Diagram Pourbix.

Gambar-18.3 Pencucian peralatan pabrik Chemical Cleaning di Pabrik PT Pupuk Kaltim, sampai saat ini dipercayakan pelaksanaannya ke Ptocess Engineering, Departemen Pengendalian Proses (untuk merangkai peralatan, menyiapkan bahan kimia, memonitor pelaksanaan chemical cleaning, dsb) dan Departemen Laboratorium (untuk menganalisa bahan kimia sebelum, saat, dan sesudah chemical cleaning dilakukan) dan dibantu oleh unit kerja lain bila diperlukan.

161

Daftar Pustaka: 1. Work Instruction Chemical Cleaning, Departemen Pengendalian Proses (1994). 2. Evaluasi dan Laporan TA Pabrik Kaltim1/2/3/4/POPKA (tidak dipublikasikan). 3. Catatan Pribadi Kuliah Pasca Sarjana Rekayasa Korosi ITB (1999-2001). 4. Manual Operasi Pabrik Utility Kaltim-3 (1989).

162

Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material

163

Manik Priandani

K

ita pasti akan berharap memperoleh jodoh yang pas, agar kita nantinya merasa nyaman, aman, tentram, bahagia, seia sekata, harmonis, tidak terjadi friksi, terbentuk keluarga yang solid, seperti mimi dan mintuno; sehingga kita ikuti saran dari sesepuh kita untuk memberlakukan apa yang dinamakan bibit, bobot, dan bebet dalam memilih pasangan. Tidak jauh berbeda dengan prosedur dalam memilih pasangan atau jodoh, demikian pula dalam memilih material bagi peralatan pabrik yang akan dipakai pada media atau lingkungan tertentu. Agar terhindar dari masalah yang besar kita perlu memilih “jodoh” material yang tepat. Karena masalah yang timbul jelas akan mempengaruhi keuangan (biaya maintenance yang naik), phsycologis karena munculnya kekhawatiran (terhadap keselamatan diri / kerja), terus menerus melakukan rekonsiliasi (akhirnya menambah biaya juga), dan sebagainya. Faktor harga dan ketersediaan material / bahan, sama pentingnya dengan sifat-sifat yang dikehendaki. Vessel yang dilapisi emas tentu saja akan mempunyai ketahanan terhadap korosi yang istimewa (asal di lingkungan tidak terdapat Hg / Mercuri), tetapi harganya pasti mahal. Perancangan dalam rekayasa (engineering) tidak dapat dilaksanakan secara kaku, karena melalui kompromi, akan diperoleh produk yang cukup kuat, mudah dibuat, sehingga tidak terlalu mahal. Berikut skema yang dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan untuk memilih material yang tepat untuk peralatan pabrik:

164

Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material

Biaya

Ketersediaan

Bahan Mentah

Pemesanan

Kuantitas

Pengiriman ke Pabrik

Biaya Produksi • Kemampuan di las • Kemampuan di bentuk • Kemampuan diproses dengan mesin

Ketersediaan di site Peralatan yang dibutuhkan

• Tenaga Kerja

Sifat-sifat Material

Sifat mekanik: kekerasan, ketahanan terhadap creep, lelah, kekakuan, kompresi, shear, tumbukan, kekuatan tarik, pengausan. Sifat Fisik: kerapatan, elektrik, magnetik, kehantaran Ukuran Sifat Kimia Ketahanan terhadap korosi

Pemilihan Material/Bahan yang tepat

Gambar-19.1 Skema proses pemilihan material Ketahanan terhadap korosi merupakan bagian yang penting dalam pemilihan bahan (material), namun sering kurang mendapatkan perhatian dibandingkan sifat-sifat mekanik lain. Ketahanan korosi yang kurang baik akan selalu mengakibatkan kegagalan dini betapapun baiknya rancangan komponen ditinjau dari segi-segi lain. Pada sisi ketahanan korosi, pemilihan material yang cocok / tepat bagi korosi adalah salah satu upaya untuk 165

Manik Priandani menghindari kerusakan akibat berinteraksi dengan lingkungannya. Seperti apakah material yang cocok terhadap lingkungan korosi itu? Seperti halnya manusia, kecocokan tersebut bersifat relatif, namun material yang bersifat mulia pada umumnya memiliki kecocokan lebih besar terhadap berbagai jenis kondisi lingkungan dibandingkan dengan material yang biasa-biasa saja. Suatu material dikatakan tahan korosi bila mudah membentuk selaput pada permukaan material (dan selaput tersebut kuat dan tidak mudah terkelupas) untuk menghalangi material berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya. Olakan yang terjadi akibat peningkatan laju aliran, dapat melukai selaput permukaan pada beberapa jenis logam dan menyebabkan kegagalan dini. Baja nirkarat (stainless steel), membutuhkan pasokan oksigen yang memadai untuk mempertahankan selaput permukaan yang berfungsi melindungi logam tersebut dari korosi (seperti pada kolom dan vessel di unit Synthesa pabrik Urea), sehingga ada laju kecepatan minimum yang harus dipenuhi agar penyediaan oksigen selalu memadai. Titanium adalah adalah logam yang sangat aktif, sedangkan ketahanannya yang luar biasa terhadap korosi dalam berbagai temperatur dan dalam berbagai lingkungan disebabkan oleh terbentuknya selaput oksida tipis yang melekat erat, asalkan selaput itu tidak rusak. Selaputselaput yang terbentuk tanpa air di udara yang mengandung oksidator kuat, seringkali tidak protektif dan mungkin

166

Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material bahkan menimbulkan reaksi-reaksi piroforik. Chlorine kering akan menyerang Titanium, namun logam ini akan tahan terhadap chlorine yang mengandung lebih dari 0,01 % air. Bila pipa titanium yang digunakan, agar keandalan maksimum, pelat pipa selayaknya dibuat dari logam yang sama.

Gambar-19.2 Dinding dalam suatu vessel dengan selaput permukaan yang bagus (tidak rusak). Cantik dan mulus tanpa noda.

Gambar-19.3 Ada apa denganmu?

Berikut contoh karakteristik material bila dipakai untuk sistem pipa air:

167

Manik Priandani

Material

Besi tuang

Baja Galvanisasi

Tembaga Tembaga Nikel 90/10 + 1,5 % besi Tembaga Nikel 70/30 + 0,5 % besi

Kecepatan batas fluida (meter per detik) Tergantung pada oksida yang terbentuk di permukaan; bila selaput lekat impermeabel, ± 6

-

1,0

3,6

4,6

Karakteristik Murah ; terbukti baik pada laju aliran rendah; cocok untuk sistem distribusi air. Umur pipa sering ditentukan melalui tebalnya. Murah. Sambungan las harus dilindungi. Umur bergantung pada tebal lapisan. Digunakan untuk laju aliran rendah. Tidak tahan terhadap olakan. Kontak dengan sambungan Cu atau ion-ion Cu dalam air dapat mengakibatkan kegagalan dini. Tidak tahan terhadap olakan; beracun bagi organisma pengotor. Sangat baik. Tahan terhadap SCC (korosi retak tegang). Paling tahan terhadap korosi dibandingkan paduan tembaga lain; tidak tahan terhadap pencemaran sulfida, tetapi dapat diperbaiki dengan penambahan Fe dan Mn.

Baja nirkarat (SS) paduan tinggi

Tanpa batas

Mahal.

Titanium

Tanpa batas

Mahal. Kurang tegar karena Modulus Young yang rendah.

* Untuk pipa dengan diameter < 75 mm ( < 3 in), kecepatan kritis mungkin hanya 2/3 dari yang tercantum.

Tabel-11 Contoh karakteristik material sistem pipa air

168

Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material Berikut contoh karakteristik material bila dipakai untuk pipa Condenser: Material

Kecepatan batas fluida (meter per detik)

Aluminium

Min. 0,3

Tembaga (Cu) – Ni 90/10 + 1,5 % Fe

Maks. 3,0

Tembaga (Cu) – Ni 70/30 + 0,5 % Fe

Maks. 3,6

Stainless Steel (Baja nirkarat) 316

Min. 1,5 ; tanpa batas maksimum

Stainless Steel (Baja nirkarat) paduan tinggi

Tanpa batas

Inconel 625

Tanpa batas

Titanium

Tanpa batas

Karakteristik Tahan terhadap serangan CO2 dan O2 dalam uap /steam condensat; dibatasi sampai temperatur maksimum 150°C; ion Cu sangat sedikit untuk memicu korosi sumuran pada Al (< 0,1 ppm). Lebih baik dibandingkan kuningan aluminium dalam air tercemar ion-ion ammonium. Di antara paduan tembaga yang paling tahan terhadap aliran cepat; cenderung gagal bila ada sulfida. Sangat baik dalam lingkungan tercemar (H2S) namun menderita korosi celah bila aliran lambat. Menggantikan tembaganikel 70/30 untuk sistem pendingin air di laut; sangat baik dalam air tercemar sulfida. Mahal. Unjuk kerja istimewa. Tahan pencemaran bahan yang korosif. Mahal; sangat handal; tahan terhadap pencemaran. Memerlukan penguat tambahan karena rendahnya Modulus Young (konstanta hasil perbandingan antara tegangan/regangan tarik).

Tabel-12 Contoh karakteristik material sistem pipa Condenser

169

Manik Priandani Jadi, betapa sangat beragamnya material yang tersedia, dan betapa rumitnya perilaku masing-masing di setiap lingkungan yang berbeda. Begitulah, pilihlah Bibit (Sifat-sifat Material), Bobot (Biaya), dan Bebet (Ketersediaan) yang tepat secara seksama. Selamat memilih!.

170

Bibit, Bebet dan Bobot Dalam Memilih Material Daftar Pustaka: 1. Catatan Pribadi, tidak dipublikasikan, 1999-2001. 2. Tretewey, Kenneth R, (1988), “Corrosion”, Longman Group, UK Limited.

171

172

Unit Desalinasi Baru Berteknologi (RO) Reverse Osmosis

173

Manik Priandani

S

etahun lebih PT Pupuk Kalimantan Timur telah mengoperasikan Unit Desalinasi berteknologi Reverse Osmosis (RO) dengan kebutuhan energi yang cukup rendah. Mekanisme Reverse Osmosis adalah ”kebalikan” dari proses Osmosa yaitu perpindahan cairan dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi, seperti yang terjadi pada proses penyerapan sarisari makanan dari dalam tanah oleh akar tumbuhan. Air industri merupakan bahan baku utama pembuatan steam untuk keperluan pabrik. Steam digunakan sebagai fluida penggerak dan pemanas di pabrik amoniak/urea/utility serta sebagai bahan baku utama pembuatan amoniak. Karena merupakan salah satu bahan baku yang sangat vital, maka ketersediaan air industri dengan jumlah yang mencukupi hampir bersifat mutlak. Kebutuhan air industri di PT Pupuk Kaltim pada umumnya disuplai dari unit Desalinasi yang menggunakan teknologi Thermal Destilasi, yaitu proses pemisahan air dari kandungan garam-garam yang ada di dalam air laut dengan proses thermal (menggunakan tenaga panas) yaitu menggunakan steam sehingga dihasilkan air tawar atau raw condensate yang sesuai dengan spesifikasi air tawar yang diinginkan. Desalinasi dengan proses Thermal ini terdapat di masing-masing Pabrik, yaitu di Pabrik Kaltim 1, 2, 3, 4 dan POPKA. Untuk meningkatkan fleksibilitas suplai air industri untuk keseluruhan pabrik, maka PT Pupuk Kalimantan Timur mengganti Unit Desalinasi 1 & 2 Pabrik Kaltim 1 yang sudah tidak efisien lagi dengan Unit Desalinasi baru yang menggunakan Teknologi Reverse Osmosis. Teknologi RO ini

174

Unit Desalinasi Baru Berteknologi Reverse Osmosis (RO) bersifat lebih hemat dalam pemakaian energi dibanding teknologi Thermal Destilasi, karena berkurangnya pemakaian steam untuk pemanas, dan sedikit peningkatan dalam kebutuhan listrik; namun sesuai neraca total energy, diperlukan energy yang jauh lebih sedikit. Unit Desal RO ini dibangun di area pabrik K-1 PT Pupuk Kaltim dengan kapasitas 100 m3/jam.

Teori Dasar Reverse Osmosis Bila dalam bejana dimasukkan dua larutan yang berbeda konsentrasi dan dipisahkan oleh suatu sekat yang dapat dilalui oleh cairan (membrane semi permeable), maka akan terjadi perpindahan cairan dari konsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih tinggi. Gambar-20.1 Teori dasar Reverse Osmosis Perpindahan akan berlangsung hingga tercapai kesetimbangan, hal ini dapat terlihat dengan adanya perbedaan tinggi larutan sebelum dan sesudahnya. Peristiwa ini disebut osmosis. Besarnya tekanan untuk menghasilkan perbedaan tinggi disebut tekanan osmosis atau osmotic pressure (π). Tekanan osmosis spesifik untuk setiap cairan (larutan), tergantung dari konsentrasi dan jenis larutan. Untuk memperoleh larutan dengan konsentrasi lebih rendah maka diperlukan driving force untuk melawan tekanan osmosis tersebut, agar terjadi aliran balik atau

175

Manik Priandani osmosa balik (Inggris = Reverse Osmosis). Sehingga dalam sistem ini diperlukan tekanan yang cukup tinggi, hingga mencapai ±60 kg/cm2. Membran RO terbuat dari lembaran-lembaran yang berbeda pada setiap lapisannya. Dengan ukuran pori-pori terkecil hingga 0,0001 micron, membuat membran mampu menyaring partikel besar maupun kecil hingga seukuran bakteri dalam air. Komponen-komponen akan terpisah berdasarkan ukuran dan bentuknya, dengan bantuan tekanan dan selaput semi-permeable. Hasil pemisahan berupa retentate (bagian dari campuran yang tidak melewati membran) dan permeate (bagian dari campuran yang melewati membran). Bahan membran yang digunakan biasanya adalah selulosa asetat, komposit, poliamida, dan lain-lain, dengan modul tubular, spiral wound, flat sheet, atau hollow fiber.

Gambar-20.2 Membran Reverse Osmosis

176

Unit Desalinasi Baru Berteknologi Reverse Osmosis (RO) Unit RO Desalinasi terdiri dari beberapa peralatan proses sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Microfiltration Cartride Filter RO Cleaning Tank Ultrafiltration Skid Sea Water RO Skid Brine Water RO Skid Dosing Skid Instrumentasi

Desalinasi dengan teknologi RO menggunakan bahan kimia antara lain Asam Sulfat (H2SO4), Anti scalant, SMBS (Sodium Meta Bi-Sulfit), NaOCl, dan Sodium Hidroksida (NaOH) untuk membantu pengaturan pH, penghilang kerak, penghilang Chlor (Dechlorinasi), dan pembunuh bakteri, alga, serta microorganisma. Dari Performance Test selama 3 hari di pertengahan tahun 2010, didapatkan produk air desal (destilat) sebanyak 7.339,2 m3 dengan kualitas produk sbb: TDS < 6 ppm; Silk Density Index (A/B) = 2,9 / 2,8, dan kebutuhan listrik sebesar 5.464 Kwh/m3. Dan tidakkah orang-orang yang tidak percaya melihat bahwa langit dan bumi keduanya dahulu menyatu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya; dan Kami jadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air; maka mengapa mereka tidak mempercayai? (Al-Anbiya’, ayat 30).

177

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Catatan Project RO Desal Baru Kaltim-1 (2008-2010) 2. Performance Test dan evaluasi RO Desal Kaltim-1 (2010)

178

Pressure Safety Valve (PSV) Dkk, Penyelamat Pabrik Dari “Stress”

179

Manik Priandani

S

eperti juga manusia, pabrik dapat terserang stress dan penyebabnya-pun bermacam-macam. Naiknya tekanan pada peralatan pabrik (vessel, pipa, reaktor, tangki, pompa, kompressor, dsb) melebihi tekanan desain (batas tertinggi yang mampu ditanggung alat) yang disebut overpressure, jelas akan menyebabkan hal-hal yang tidak diinginkan. Pecahnya pipa, jebolnya tube heat exchanger, dan ”pengempotan” disharge pompa atau tangki, adalah salah sekian bentuk ”stress” yang terjadi pada peralatan pabrik dan tidak sempat tertanggulangi. Bagaimana bila peralatan atau system tersebut berisi bahan (zat) yang berbahaya bagi keselamatan kita, misalnya zat kimia beracun, bersuhu tinggi, atau bervolume besar?. Pasti dampaknya tak terbayangkan dan sangat tidak kita harapkan terjadi. Sehingga memasang Pressure Relieving Devices yang tepat adalah langkah yang penting. PSV (Pressure Safety Valve) merupakan anggota dari kelompok Pressure Relieving Devices. Pressure Relieving Devices adalah peralatan mekanis yang berfungsi melindungi peralatan-peralatan pabrik dari tekanan berlebih (overpressure). Anggota dari Pressure Relieving Devices yang lain adalah VSV (Vacuum Safety Valve), PVSV (Pressure Vacuum Safety Valve / Breather Valve) dan PSE (Rupture Disk). PSV merupakan valve yang dirancang untuk membuka pada saat darurat atau keadaan abnormal untuk mencegah naiknya tekanan fluida (dalam bentuk gas, cairan, atau padatan mengalir) melebihi harga setting-nya.

180

Pressure Safety Valve (PSV) dkk, Penyelamat Pabrik dari Stress Sedangkan VSV dan PVSV adalah breather valve yang digunakan untuk melindungi (storage) tangki pada saat pengisian atau pemompaan keluar isi tangki. Valve ini mirip suatu alat pernafasan sehingga dinamai breather valve (conservation vent). PSE adalah non reclosing device (tidak dapat menutup kembali) dan ngetop dengan nama rupture disk. Rupture disk berupa suatu diafragma tipis dari logam atau bahan yang memenuhi syarat yang dijepit di antara flang khusus. PSE ini dirancang untuk dapat pecah (bursting) pada tekanan yang telah disetting sehingga dapat menurunkan tekanan vessel atau system bila mengalami overpressure. Tujuan pemasangan Pressure Relieving Devices tidak hanya untuk keamanan dan keselamatan kerja namun juga untuk mencegah kerusakan peralatan, mencegah kehilangan bahan baku atau produk, mengurangi jumlah down time, dsb-nya. Bagaimana memilih Pressure Relieving Devices atau Pressure Safety Valve dkk (dan kawan-kawannya) yang tepat? Pressure Relieving Devices yang tepat adalah PSV dkk yang memiliki kapasitas dan kondisi yang sesuai dengan fluida yang mengalir di dalam suatu peralatan atau system (yang kita inginkan). Kapasitas PSV dkk biasanya dinyatakan dalam satuan kg/jam, pound/jam, gallon per menit, dsb-nya, sedangkan luas areanya dalam mm2atau in2. Pada umumnya PSV dan PSE diproduksi dalam ukuran mm2 atau in2 sesuai standard pabrik pembuatnya, sedangkan VSV dan PVSV dalam tipe /

181

Manik Priandani standard tertentu dengan variasi pada pengaturan pressure drop atau tekanan operasinya. Sehingga PSV dkk yang terpasang tidak boleh asal pasang. Karena kesalahan dalam memilih ukuran PSV dkk akan berakibat fatal (pada kondisi PSV dkk terpasang lebih kecil dibandingkan dengan ukuran yang diperlukan atau setting tekanan jauh di atas kondisi operasi Gambar-21.1 Crosby sehingga PSV dkk tidak berfungsi) dan PSV style JOS-H (With Open Bonnet) merugikan secara ekonomis (bila ukuran PSV dkk terpasang terlalu besar atau setting tekanan terlalu rendah berakibat sering nge”vent” atau nge”pop” sehingga fluida process terbuang atau harus sering mengganti rupture disk dengan yang baru).

Gambar-21.2 Pabrik UFC Kaltim-2 Wajarkah bila Rupture Disk PRD-114 di Reaktor UFC R-101 Kaltim-2 sering pecah (nge”pop”)?

182

Pressure Safety Valve (PSV) dkk, Penyelamat Pabrik dari Stress Untuk memperoleh PSV dkk yang tepat perlu dilakukan perhitungan yang mengacu pada alasan mengapa PSV dkk tersebut dipasang. Alasan mengapa kita pasang harus diketahui terlebih dahulu. Alasan-alasan tersebut antara lain adalah untuk mencegah:  

  











Fire failure: terjadinya kebakaran. Cooling Water Failure: kerusakan pada sebagian atau seluruh peralatan yang menggunakan pendingin air akibat pendingin air mengalami kerusakan. Closed Outlet: discharge peralatan terhambat karena kerusakan mekanik atau kesalahan manusia. Control Valve Failure: terjadi kerusakan pada control valve atau kesalahan setting pada instrumentasi. Exchanger Tube Failure: terjadi pertemuan antara dua aliran dengan temperatur yang berbeda sehingga terjadi flushing yang mengakibatkan terkumpulnya vapor pada tube secara berlebihan sehingga terjadi overpressure. Electrical Power Failure: terjadinya kehilangan power yang mengakibatkan aliran balik pada peralatan sehingga menaikkan tekanan hingga overpressure. Thermal Expansion: pemuaian fluida akibat pertambahan energi panas dari luar, sehingga volume cairan memuai mengakibatkan overpressure. Mechanical Damage: karena kerusakan suatu bagian peralatan, menyebabkan overpressure pada peralatan tersebut. Overfilling: Aliran fluida yang terus menerus masuk ke dalam suatu peralatan hingga peralatan tidak mampu menampungnya. Dll.

183

Manik Priandani Alasan-alasan di atas biasanya dipilih salah satu dan jarang dengan alasan yang lebih dari dua. Setelah kita mengetahui alasan (case) yang terjadi pada system atau peralatan, baru kemudian dihitung flow maksimum fluida yang mengalir tersebut (dengan asumsi kondisi terburuk). Berdasarkan flow maksimum yang diketahui, dapat dihitung ukuran PSV dkk yang diinginkan dengan memakai rumus tertentu yang dimiliki oleh produsen Pressure Relieving Devices. Syaratnya jelas: PSV dkk terpasang (installed) harus ≥ PSV dkk yang diinginkan (required). Berikut contoh kapasitas suatu PSV-01:

sederhana

dalam

menentukan

Gambar-21.3 Piping diagram pemasangan PSV I. Menentukan alasan pemasangan (Case) PSV: Control Valve Failure: Bila terjadi kerusakan atau kesalahan instrumentasi pada FPV-01, maka PSV-01 berfungsi untuk melindungi kerusakan pada pipa atau system, dengan cara melepaskan (menge”vent”kan) sejumlah steam HP.

184

Pressure Safety Valve (PSV) dkk, Penyelamat Pabrik dari Stress II. Cara Menghitung Kapasitas PSV: Dari data sheet FPV-01 diketahui: - Fluid / Fluid Condition = HP Steam / Vapor - Temperatur superheated (Tsh) = 252 °C - Set Pressure (P2) = 12 barA - Abs. accum. pressure (P3) = P2psig + 0.1* Ppsi + Atm presspsia = 190 psiA - Maximum inlet pressure (P1) = 41 barA - Cv installed = 100 - Critical factor (Cf) = 0.9 Rumus dari Masoneilan Handbook untuk Sizing Control Valve dengan service Steam Saturated pada kondisi flow kritis adalah: m (kg/h) = (Cv x Cf x P1 / (83.7x(1+(00126 x Tsh))))x 1000, sehingga diperoleh kapasitas PSV: m = 33472 kg/h  W = 73792 lb/hr. III. Cara Menghitung Luas Area PSV yang dibutuhkan: Memakai rumus dari salah satu manufacture PSV, misalnya Crosby (diambil dari Crosby PRV Engineering Handbook, chapter 5) = A (mm2) = W/ (51.5 * K * P3 * Ksh * Kn * Kb) * 645.16; misalnya: Ksh = Kn = Kb = 1. A required = 4860 mm2. Sehingga harus dipasang PSV dengan ukuran standard yang harus lebih besar dari 4860 mm2. Bila ukuran terpasangnya kurang dari ukuran tersebut, sebaiknya PSV harus diganti.

185

Manik Priandani Ingat!, pemilihan PSV dkk harus tepat, bila (governor) casenya adalah closed outlet (misalnya: disharge pompa cooling water terblokir / tersumbat / buntu / tertutup, sementara input terus masuk / mengalir) kita tidak dapat menghitung kapasitas dengan case thermal relief (air menguap menjadi uap air akibat terkenai panas dari sinar matahari atau karena temperatur proses), karena bisa jadi kapasitasnya jauh berbeda. Selama ini sudah pernahkah dilakukan pengecheckan untuk kapasitas Pressure Relieving Devices yang telah terpasang dan seberapa besar yang diinginkan, apalagi setelah dilakukan retrofit ataupun optimalisasi? Salah memilih PSV dkk dapat berakibat fatal maka pilihlah yang sesuai dan tepat. Catatan: Tulisan ini adalah oleh-oleh Penulis setelah ditugaskan oleh PT Pupuk Katim ke PT DSM Kaltim Melamine (sekarang OCI Melamine) selama 6 bulan, dari bulan Juni s/d Desember 2005 untuk mengevaluasi kinerja seluruh PSV Pabrik DSM Kaltim Melamine (sekitar 100 buah PSV).

186

Pressure Safety Valve (PSV) dkk, Penyelamat Pabrik dari Stress Daftar Pustaka 1. “Crosby Pressure Relief Valve Handbook“, Technical Document No. TP-V300 (effective: May 1997), Crosby Valve Inc. 2. “Guide for Pressure-Relieving and Depressuring Systems ”, API Recommended Practice 521, Fourth Edition, March, 1997. 3. “Masoneilan Handbook for Control Valve Sizing”, Masoneilan Dresser.

187

Manik Priandani

188

Anak Cucu Pabrik Amoniak

189

Manik Priandani Agar suatu generasi tidak lenyap, maka berkembang biak-lah generasi tersebut dengan lahirnya turunan baru yang lebih kuat, lebih baru dan lebih modern untuk menghadapi tantangan akan kebutuhan, keinginan dan tuntutan dunia baru. Demikian pula pabrik yang menghasilkan Pupuk Urea dan Ammonia; Pupuk Urea adalah turunan langsung dari produk Ammonia yang berasal dari Gas Alam.

S

oal urut-urutan keturunan, kalau Ortu-nya adalah Ammonia yang berasal dari gas alam, maka pabrik Urea adalah turunan langsung dari pabrik Ammonia, karena Urea berasal dari reaksi antara Ammonia dengan gas Carbondioksida (CO2). Sedangkan gas carbondioksida tersebut adalah gas selain hydrogen yang dihasilkan pada proses pengambilan gas hydrogen dari gas alam. Gas CO2 biasa disebut hasil samping dari pabrik Ammonia, namun bersama-sama Ammonia menjadi bahan baku Urea, yakni produk utama dari suatu Pabrik Pupuk.

Membicarakan soal turunan dan kerabat, secara teoritis Urea mempunyai banyak saudara sepupu. Salah satunya adalah Soda Ash (dengan bahan baku yang sama CO2 dan Amoniak, namun ditambah NaCl), dan mempunyai saudara jauh antara lain Sodium Bicarbonat, dan juga saudara yang mengaku-ngaku saudara yakni Chlorine dan Kaustik Soda (dari elektrolisa air laut):

190

Anak Cucu Pabrik Amoniak

Amoniak

NaCl (Garam Dapur, Air Laut )

Proses Elektrolitik

Soda Ash

Sodium Bicarbonat

Chlorine

Kaustik Soda

Limestone dan Bahan Bakar

Carbon Dioksida (CO2)

Gambar-22.1 Diagram anak cucu pabrik Ammonia

Gambar-22.2 Pabrik Urea (berada di sebelah kiri pipe rack / rak-nya pipa) adalah turunan langsung dari Pabrik Ammonia (berada di sebelah kanan pipe rack)

191

Manik Priandani Sedangkan nenek moyang Amoniak adalah bahanbahan yang dapat menghasilkan Hidrogen (H2) antara lain: kayu, lignite, batu bara, hidrogen (elektrolitik), gas alam, Naphtha, Minyak bahan bakar (Fuel Oil), Crude Oil, dsb. Turunan Amoniak yang merupakan saudara dekat dari Urea antara lain adalah Ammonium Nitrat, Ammonium Sulfat, Ammonium Chloride, Ammonium Sulfur Nitrat, Calcium Ammonium Nitrate, Mono-ammonium phosphate, Diammonium phosphate, dan Nitrophosphate. Namun, masing-masing mempunyai kandungan ammonia yang berbeda sbb:

Nama Senyawa Ammonia Urea Ammonium Nitrat Ammonium Sulfat Ammonium Chloride Ammonium Sulfur Nitrat Calcium Ammonium Nitrate Mono-ammonium phosphate Diammonium phosphate Nitrophosphate

Kandungan Nitrogen Maksimum (% Berat) 82 46 33 21 26 26 21 11 16 20

Tabel-13. Kandungan nitrogen maksimum pada beberapa senyawa Urea dipakai untuk pupuk, protein food supplement for ruminants, melamine, pembuatan resin, plastik, adhesives, coating, textile anti shrink agents, ion-exchange

192

Anak Cucu Pabrik Amoniak resins. Sedangkan Ammonium Nitrat dipakai sebagai bahan peledak dan Mono-ammonium phosphate dipakai sebagai Quick-dissolving fertilizers, fire-retarding agent untuk kayu, kertas, maupun bahan pakaian.

Gambar-22.3 Pabrik Urea Formaldehyde adalah keponakan dari Pabrik Ammonia (turunan langsung dari Methanol, yang merupakan saudara dari Ammonia) Sedangkan orang tua dari amoniak adalah Syngas. Seberapa besar ”pohon keluarga” yang berasal dari Synthesis Gas yang merupakan satu generasi di atas Ammonia ini?

193

Manik Priandani

Syngas

Berikut skema sebagian kecil derivat Syngas tersebut:

Methanol

Formaldehyde

Urea Formaldehyde

Methyl Acetate

Acetic Anhydride Methyl Chloride Ethanol Protein

Methyl

Formic Acid Amines, Cl-C12

Amoniak

Methyl Amines

Dimethyl Formamide

Urea

Cyclodiurea Nitric Acid Ammonium Nitrate

Gambar-22.4 Skema sebagian kecil derivat Syngas Sesungguhnya masih banyak lagi derivat-derivat dari Syngas yang belum tergambar di sini, antara lain Ammonium Bicarbonat dan Hexamine, caprolactam, polyacetal, dsb.

194

Anak Cucu Pabrik Amoniak Berikut beberapa reaksi pembentukan yang dapat menunjukkan hubungan persaudaraan antara senyawa satu dengan yang lainnya. Reaksi Pembentukan masing-masing produk:

Tabel-14. Beberapa reaksi pembentukan produk/senyawa Bila kondisi suatu Perusahaan selalu terjaga sehat, betapa akan berkembangnya kawasan industri di lingkungan Perusahaan tersebut. Karena akan muncul berbagai macam pabrik yang merupakan derivat-derivat dari amoniak maupun synthesis gas. Untuk mendapatkan turunan pabrik selanjutnya, diperlukan kajian mendalam yang meliputi investasi, pangsa pasar, harga jual, pengoperasian, pemeliharaan, SDM, dan sebagainya.

195

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Perry, Robert H., (1987), “Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, Waste Management“, Sixth Edition, McGraw-Hill International Editions, Japan. 2. Austin, George, T. (1984), “Shreve’s Chemical Process Industries”, Fifth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York.

196

CO2 Terbuang Atmosferku Sayang

197

Manik Priandani Abstrak Efek rumah kaca (Green-house effect) dikenal sebagai problem lingkungan global. “The Green-House Effect” adalah pemanasan global yang disebabkan oleh aktifitas manusia meliputi kegiatan-kegiatan industri yang menghasilkan / menggunakan Carbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), dan Chlor Flour Carbons – freons (CFC), dan kerabatnya. Emisi atau buangan gas-gas tersebut mengakibatkan kenaikan temperatur rata-rata bumi, perubahan kondisi iklim, memperpanjang musim kemarau, dan menaikkan level air laut. Sehingga harus diupayakan untuk mengurangi sekecil mungkin emisi gas-gas tersebut dengan berbagai cara, demi kelangsungan dan kelestarian hidup makhluk di bumi ini. Kata Kunci: The Green-House Effect, Emisi, Atmosfer Bumi. 1. Pokok Masalah

K

enaikan temperatur air laut dari waktu ke waktu mulai terasa, paling tidak dari data temperatur ratarata tahun 1980 sebesar 28 °C berangsur-angsur naik menjadi 30 – 31°C pada tahun 2004. Kenaikan temperatur ini sangat berpengaruh terhadap kinerja peralatan pabrik. Setelah memasuki musim kemarau, terasa juga bahwa iklim panas tersebut sangat menyengat, sehingga semakin banyak pula hutan terbakar dan sering adanya kabut-kabut asap yang menyelimuti lingkungan kita. Hal tersebut di atas dimungkinkan merupakan salah satu efek dari pemanasan global akibat semakin banyaknya gas-gas yang menghalangi sinar matahari dengan panjang

198

CO2 Terbuang Atmosferku Sayang gelombang radiasi yang cukup panjang (misalnya sinar infra merah) yang mampu mencapai permukaan bumi dan tidak dapat dipantulkan kembali oleh bumi ke atmosfer. Pengaruh Gas CO2 di Udara Bebas (Atmosfer) Atmosfer adalah lapisan udara yang meliputi bumi yang terdiri dari kurang lebih 20 macam gas. Kira-kira terdiri dari 80 % gas nitrogen dan 20 % oksigen, serta sejumlah kecil gas-gas lain misalnya karbondioksida yang diperlukan oleh tanaman untuk tumbuh. Atmosfer juga mengandung air dalam bentuk uap (kabut) dan juga terdapat butir-butir debu. Manusia tidak dapat hidup di bumi tanpa atmosfer, karena manusia untuk hidup perlu oksigen. Atmosfer juga melindungi manusia dari sinar-sinar berbahaya yang dipancarkan oleh matahari, antara lain sinar infra merah. Atmosfer juga melindungi kita terhadap suhu yang terlalu panas dan terlalu dingin. Atmosfer terdiri dari lima lapisan, yakni lapisan troposfer (± 15 km di atas permukaan bumi, perubahan cuaca terjadi di sini), lapisan di atasnya adalah stratosfer (± 15 – 50 km, di mana ozon berada), kemudian lapisan mesosfer (50 – 80 km, lintasan roket berpenerbang), lalu termosfer (80 –240 km, di sini meteor melintas), dan lapisan eksosfer ( > 240 km, di mana astronot mengitari bumi). Efek rumah kaca (The Green-House Effect) sekarang sudah menjadi issue yang mendunia atau diistilahkan sebagai problem lingkungan global. “The Green-House Effect” disebabkan oleh aktifitas manusia meliputi kegiatankegiatan industri yang menghasilkan ataupun menggunakan Carbondioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), dan Chlor Flour Carbons – freons (CFC), dan kerabatnya dalam proses produksi dan kegiatan sehari-hari.

199

Manik Priandani Misalnya dalam kegiatan pembakaran dari fuel gas, bio-fuel, refrigerasi, dan sebagainya.

Pancaran sinar matahari yang mengenai bumi Berikut mekanisme yang terjadi:

Gambar-23 Pancaran sinar matahari ke bumi Keterangan: I. Lapisan Troposfer II. Lapisan Stratosfer Secara normal dan alamiah (sunatullah), bila sinar matahari mencapai permukaan bumi, sebagian sinarnya akan dipantulkan kembali ke atmosfer. Namun dengan keberadaan gas-gas yang menyelubungi atmosfer bumi pada lapisan troposfer maupun stratosfer, akan mengubah mekanisme pemantulan kembali sinar matahari ke atmosfer, sehingga panas matahari akan terpantul kembali ke bumi. Sehingga bumi dan atmosfer bumi semakin panas. 200

CO2 Terbuang Atmosferku Sayang Semakin bertambahnya emisi atau buangan gas-gas tersebut mengakibatkan kenaikan temperatur rata-rata bumi, perubahan kondisi iklim, memperpanjang musim kemarau, dan menaikkan level air laut akibat melelehnya es di kutub. Selain itu, freon dan kerabatnya (CFC dan HCFC) akan menyebabkan penipisan lapisan ozon di Stratosfer, sedangkan NOx, hidrokarbon, CO, dan termasuk CO2 akan turut serta menaikkan lapisan ozon pada troposfer (membentuk photochemical smog / kabut fotokimia) yang berdampak negatif terhadap kesehatan, tanaman, dan juga material. Walau diketahui bahwa gas CO2 tidak beracun dibandingkan gas CO, namun emisi gas CO2 sudah dijadikan isu global untuk dihindari yang digolongkan sebagai salah satu dari The Green House Gas. Gas CO2 adalah gas yang teroksidasi sempurna (sangat stabil), sehingga sulit tereduksi tanpa bantuan energi dari luar. Untuk menjaga langit tetap biru, maka berikut % gas-gas yang harus dikurangi (data disadur dari AFEnergikonsult Syd AB, Swedia) di atmosfer sana:

Green-house gas

Prosen pengurangan yang harus dilakukan (%)

Carbondioksida Metana Nitrogen Oksida CFC

> 60 15 - 20 70 - 80 70 - 85

Tabel-15. Green-house gas yang harus dikurangi

201

Manik Priandani 2. Uraian Ide Oleh karena itu, untuk mempertahankan ATMOSFER BERSIH DAN LANGIT BIRU, berikut ini beberapa cara untuk mengurangi emisi gas CO2 yaitu: a. Melakukan konservasi dan effisiensi energi pada semua unit pabrik, meliputi proses maupun peralatan pabrik. Tindakan yang dilakukan adalah dengan mengevaluasi kinerja peralatan secara periodik serta mengoperasikan dan menjaga peralatan pabrik dalam kondisi efisien, dengan emisi sekecil mungkin. b. Merealisasikan Pabrik yang masih belum / berhenti beroperasi, yang menggunakan / memanfaatkan gas CO2 sebagai bahan baku atau bahan pembantu. c. Memanfaatkan gas CO2 yang tersisa misalnya untuk refrigerasi, dry ice, dsb-nya. d. Mereduksi gas CO2 menjadi produk yang lebih bermanfaat, contohnya Methanol. Misalnya dengan metoda fotokatalitik, karena metoda ini tidak memerlukan reduktan H2, energi panas yang tinggi maupun tekanan tinggi. Reduksi fotokatalitik ini memakai TiO2 sebagai katalis semikonduktor, dan sinar ultra violet (UV) sebagai sumber energi fotonnya, dengan hasil akhir methanol dan carbon. Selain itu disarankan untuk: 1. Memasukkan gas CO2 sebagai polutan yang selalu dipantau (dimonitor) dan dilaporkan setiap perioda tertentu.

202

CO2 Terbuang Atmosferku Sayang 2. Menanam tumbuhan hijau sebanyak mungkin sebagai pengkonsumsi gas CO2 di siang hari, sehingga jumlah gas CO2 dapat berkurang dari udara secara alamiah.

Untuk menyelamatkan lingkungan memang perlu biaya, namun kearifan untuk menyiasatinya akan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.

203

Manik Priandani Daftar Pustaka 1. Perry, Robert H., (1987), “Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, Waste Management“, Sixth Edition, McGraw-Hill International Editions, Japan. 2. Leokum, Arkady (1983), “ Tell Me Why ”, Chapter I The World Around Us, Grosset & Dunlap Inc. 3.

Leokum, Arkady (1996), “ Tell Me Why ”, Chapter 4 The World Around Us, Grosset & Dunlap Inc.

4. Hidayat, Basuki, dkk (2004), “ IPA”, PT Intan Pariwara, Indonesia. 5. AF-Energikonsult Syd AB (1997), “Environmental Aspects, Energy Conversation in Industry”, Advanced International Training Programme in Malmo, Sweden. 6. Disney, Walt (2002), “Disney’s My First Encyclopedia”, Grolier Enterprises, Inc. 7. Austin, George, T. (1984), “Shreve’s Chemical Process Industries”, Fifth Edition, McGraw-Hill Book Company, New York. 8. Dianursanti, Saksono., Nelson (2001), “Desain dan Uji Kinerja Reaktor Fotokatalitik untuk Reaksi Reduksi CO2 dengan Menggunakan Katalis TiO2”, Pusat Studi Jepang, UI, Depok.

204

Related Documents


More Documents from ""