I. PENDAHULUAN A. Judul Kultur Suspensi Sel Kalus Daun Teh ( Camellia sinensis L) B. Latar Belakang Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang memiliki kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida. Senyawa katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan untuk pengobatan
( Sutarna, 2016). Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang
membelah cepat yang ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur suspensi lebih rendah disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam didalam meidum nutrisi. Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus yang ditumbuhkan di medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel tunggal yang homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran agregat sel dan sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017). Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium. Melihat manfaat dan kandungan yang dimiliki pada daun teh serta telah mengetahui metode yang dapat digunakan yaitu kultur suspensi sel maka pada praktikum kali ini akan digunakan kultur kalus dari daun teh ( Camelia sinensis L) menggunakan metode kultur suspensi seldan pertumbuhan kultur suspensi sel akan diamati menggunakan metode PCV. C. Tujuan 1. Mengetahui pertumbuhan kultur suspensi sel dari kalus daun teh ( Camellia sinensis L)
dengan parameter PCV ( Packed Cell Volume ), jumlah sel,
morfologi sel, dan berat kering. 2.
II. TINJAUAN PUSTAKA Kultur jaringan tumbuhan adalah suatu metode yang dberguna untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti sekelompok sel, jaringan, organ, protolasma, dan sel serta menumbuhkannya pada kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tanaman yang digunakan dapat memperbanyak diri dan menjadi tanaman yang lengkap. Kultur jaringan tumbuhan sendirimemiliki prinsip dasar yaitu berdasarkan pada teori totipotensi sel. Teori menyantakan bahwa suatu sel adalah unit biologi terkecil yang mampu melakukan aktivitas hidup seperti metabolisme, reproduksi dan tumbuh (Gunawan, 1987). Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang memiliki kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida. Senyawa katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan untuk pengobatan ( Sutarna, 2016). Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang membelah cepat yang ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur suspensi lebih rendah disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam didalam meidum nutrisi. Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus yang ditumbuhkan di medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel tunggal yang homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran agregat sel dan sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017). Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium. Batch culture merupakan metode pertumbuhan populasi tanpa penambahan medium baru ( sistem tertutup ) dan pengurangan kultur. Sedangkan continuous culture merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan populasi dengan melakukan penamabahan nutrient secara berkalan
(sistem terbuka) dan pengurangan kultur sehingga pertumbuhan mikrobia konstan ( Madigan, 2012). Packed cell volume ( PCV) metode yang dapat digunakan untuk menentukan pertumbuhan dari sel dengan menggunakan takaran dan dilakukan dalam kondisi steril (Dwimahyani, 2007).
Gambar 1. Kalus daun teh ( Calandary dkk., 2017) Menurut Dwimahyani (2007), penggunaan kalus yang
friable karena
merupakan kalus ideal, dan ciri kalus ideal adalah bersifat friable dan mudah rontok atau gugur ke dalam media cair. Medium adalah salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dari perbanyakan tanaman. Formulasi media yang sering digunakan adalah Murashige dan Skoog (MS) dengan hara makro dan mikronya dikurangi menjadi setengahnya. Media MS dapat dimodifikasi dengan atau tanpa zat pengatur tumbuh (Gusta dkk., 2011). Menurut de Fossard (1976), medium kultur jaringan tumbuhan harus memiliki beberapa atau semua dari komponen berikut seperti makronutrien, mikronutrien, vitamin, asam amino atau supplemen Nitrogen, sumber C, bahan organik, zat pengatur tumbuh, dan agen pemadat agar pertumbuhan tanaman dapat maksimal. Medium Murashige & Skoog memiliki komposisi tertentu yang mengandung garam anorganik, vitamin, dan karbohidrat. Amonium Nitrat dan Kalium Nitrat sebagai sumber Nitrat
dan Sukrosa sebagai sumber karbohidrat (Murashige dan Skoog, 1962). Menurut Saad dan Elshahed (2012), komposisi medium MS dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS) Komposisi Medium (mg/l) Makronutrien NH4NO3 KNO3 CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O KH2PO4 Mikronutrien KI H3BO3 MnSO4.4H2O ZnSO4. 7H2O Na2MoO4.2H2O CuSO4.5H2O CoCl2.6H2O Na2EDTA FeSO4.7H2O Vitamin dan suplemen Inositol Glisin Tiamin HCl Piridoksin HCL Asam nikotinat
Medium MS 1650 1900 440 370 170 0,83 6,20 22,30 8,6 0,25 0,025 0,025 37,3 27,8 100 2 0,1 0,5 0,5
Salah satu faktor pembatas dalam keberhasilan kultur jaringan adalah kontaminasi yang dapat terjadi setiap saat dalam masa kultur. Kontaminasi dapat dari eksplan baik internal maupun eksternal, organisme kecil yang masuk dalam media, air yang digunakan, botol kultur atau alat-alat tanaman yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor (spora di udara) ( Suryowinoto, 1996). Kontaminasi kultur oleh bakteri ditandai dengan adanya lendir berwarna putih susu dan lapisan seperti kerak pada permukaan medium atau eksplan, sedangkan kontaminasi jamur terdapat gumpalan kecil berwarna putih-hitam. Kontaminasi yang disebabkan oleh
mikroorganisme endofitik (mikroorganisme yang hidup di dalam sel atau ruang antar sel tanam) yang sering merupakan biota dari tanaman sumber eksplan, sulit diatasi dengan sterilisasi permukaan (Dewi dkk, 2016). Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas pada medium, medium dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas berwarna putih (Lina dkk, 2013). Menurut Curtis dkk (1999), sterilisasi dapat dilakukan secara : a. Fisik meliputi penggunaan panas basah dengan suhu 121 oC dengan tekanan 1 atm. Menggunakan alat autoclave. Panas kering menggunakan oven pada suhu sekitar 170-250oC b. Kimia meliputi penggunakan zat-zat kimia seperi desinfektan dan antiseptic c. Radiasi menggunakan sinar ultraviolet d. Filter menggunakan membran filter dan Vacum Pump Warna kecoklatan pada kalus (browning) ini akibat adanya metabolisme senyawa fenol bersifat berlebihan, yang sering terangsang akibat proses sterilisasi eksplan. Peristiwa pencoklatan tersebut sesungguhnya merupakan suatu peristiwa alamiah dan proses perubahan adaptif bagian tanaman akibat adanya pengaruh fisik seperti pengupasan, dan pemotongan. Gejala pencoklatan merupakan tanda-tanda terjadinya kemunduran fisiologis eksplan (Indah dan Ermavitalini, 2013). Menurut Hutami ( 2008), adanya perubahan warna atau pencoklatan dalam kultur jaringan terjadi karena akumulasi polifenol oksidase yang dilepas atau disintesis jaringan dalam kondisi teroksidasi ketika sel dilukai
III. METODE A. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, stopwatch, eksikator, corong, botol kultur, pinset panjang, petridish, kertas saring, shaker incubator, mikroskop, gelas preparat, gelas penutup, pipet tetes, oven, scalpel, blade, botol jam, propipet, pipet ukur, tabung konikel, sentifuge, gelas beker, kertas saring, plastic wrap, aluminium foil, label, tisu, masker, ice box, kalkulator, handphone, dan glove. Bahan-bahan yang diperlukan yaitu medium kalus teh (Camellia sinensis), Murashige dan Skoog (MS) cair, dan alkohol 70%. B. Cara kerja 1.
Persiapan Kalus Teh (Camellia sinensis) Pertama-tama sebanyak 5 botol kultur yang berisi medium MS cair ditimbang beratnya dengan timbangan analitik dan diberi label. Kalus daun teh (Camellia sinensis) dikeluarkan dari medium lama dan dibersihkan terlebih dahulu dari sisa medium. Kalus kemudian dipotong dan dibuang bagian yang hitam atau coklat, dan dimasukkan kedalam 5 botol kultur medium MS cair. Botol kultur MS cair yang telah diisi dengan kalus ditutup dengan aluminium foil dan di wrap dengan plastic wrap. Botol kultur tersebut ditimbang lagi dengan timbangan analitik sebagai berat basah kalus. Botol kultur di shaker dengan incubator shaker pada suhu 27oC dengan kecepatan 110 rpm dan diamati PCV, morfologi sel, berat kering, serta warna dan kekeruhan medium. Berat basah kalus dihitung dengan rumus berikut: Berat basah kalus = [(berat botol medium + kalus) – (berat botol medium)]
2.
PCV (Packed Cell Volume) Pertama-tama botol kultur yang telah berisi kalus dihomogenisasi terlebih dahulu, dan diambil sebanyak 5 ml kemudian dimasukkan kedalam tabung konikel. Konikel tersebut disentrifugasi selama 30 hingga 45 menit dengan kecepatan 4500
rpm. Hasil sentrifugasi berupa pellet dan supernatan, kemudian dibandingkan dengan tabung konikel kosong dan dihitung nilai PCVnya dengan rumus berikut: PCV= 3.
volume pelet x 100% volume cuplikan
Morfologi Pertama-tama gelas benda disemprot dengan alkohol 70% dan difiksasi dengan lampu spiritus. Sel kalus diambil dengan pipet tetes dan letakkan diatas gelas preparat, kemudian ditutup dengan gelas penutup. Preparat diamati dengan mikroskop
pada
perbesaran
10
x 45,
kemudian
hasil
yang didapat
didokumentasikan. 4.
Berat Kering Kalus Pertama-tama cawan petri yang terdapat kertas saring dioven selama 5 menit dan dilanjutkan dengan eksikator, kemudian ditimbang beratnya. Kertas saring dibentuk seperti kerucut dan diletakkan diatas corong. Kalus yang terdapat pada botol kultur dan hasil dari sentrifugasi disaring, kemudian diletakkan diatas cawan petri. Kalus yang telah disaring di oven pada suhu 50oC selama 24 jam dan ditimbang beratnya sebagai berat kering kalus. Berat kering kalus dihitung dengan rumus berikut: Berat kering kalus = [(cawan petri + kertas saring + kalus) – (cawan petri + kertas saring)]
5.
Kekeruhan dan Warna Medium Pertama-tama parameter pengamatan kekeruhan dan warna medium diamati secara visual. Warna pada medium dilihat dari bening, apakah berubah warnanya. Tingkat kekeruhan diamati dengan tingkat yaitu: 1
= Tidak keruh
2
= Sedikit keruh
3
= Keruh
4
= Sangat keruh
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Daun teh hijau ( Camellia sinensi L) merupakan bahan yang memiliki kandungan katekin. Daun ini juga sering digunakan sebagai antioksida. Senyawa katekin yang dimiliki daun teh merupakan antioksidan dan biasa digunakan untuk pengobatan
( Sutarna, 2016 ). Kultur suspensi sel adalah sel-sel yang sedang
membelah cepat yang ditumbuhkan pada medium cair. Heterogenitas metabolic kultur suspensi lebih rendah disbanding kultur kalus karena semua sel tanaman tenggelam didalam meidum nutrisi. Kultur suspensi tumbuh lebih cepat disbanding kultur kalus yang ditumbuhkan di medium agar. Idealnya kultur suspensi sel tersusun dari sel-sel tunggal yang homogeny. Namun umumnya kultur suspensi merupakan campuran agregat sel dan sel-sel tunggal yang terdistribusi secara merata ( Mastuti , 2017). Menurut Lestari (2017), Penggunaan medium cair digunakan karena dalam untuk pembiakan organisme dalam jumlah yang besar, penelaahan fermentasi dan berbagai macam uji. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada kultur suspensi selkarena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih baik, tidak terakumulasi senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium. Pada praktikum kali ini terdapat beberapa fungsi perlakuan yang dilakukan diantaranya adalah shaker incubator untuk meningkatkan aerasi dan reduksi polaritas tanaman serta dapat mempertahankan keseragaman distribusi sel-sel. Agitasi atau pengocokan akan mempengaruhi ukuran agregat, viabilitas, dan pertubuhan sel serta untuk meningkatkan oksigen. Kalus yang digunakan harus friable karena fragmentasi mudah saaat di agitasi. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil data sebagai berikut :
berat kering 0.14 0.13 0.13
berat kering Logarithmic (berat kering)
0.12 0.12 0.11 0.11 0
1
2
Grafik 1. Berat Kering Kalus Daun Teh ( Camellia sinensis L) Berdasarkan Grafik 1mengenai hasil pengamatan berat kering kalus daun teh dapat diketahui hasil data yaitu pada pengamatan ke-0, 1, dan 2 berat kering berturut-turut 0,1326; 0,1143 gram; dan 0,132 gram. Pada pengamatan minggu ke-3 dan ke-4 terjadi kontaminasi sehingga pengamatan tidak dapat dilanjutkan. Pada pengamatan antara minggu ke-0 dan ke-1 terdapat penurunan berat kering kalus . Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan berat petri yang digunakan, tidak ada berat konstat dari petri yang digunakan, serta pada saat proses pengeringan menggunakan oven, tidak ada satuan pasti mengenai kering “optimal” yang harus diperoleh. Petri akan ditimbang pada saat dirasa petri yang berisi biakan bakteri sudah kering, namun standar kering yang digunakan hanya berdasarkan asumsi yang ada. Menurut Curtis dkk (1999) penggunaan oven merupakan panas kering. Maka dari itu penggunaan oven pada saat mengukur berat kering, maka dari itu medium akan teruapkan. Sehingga pada pengamatan ke-1 terjadi penurunan berat kering dari kultur kalus yang dilakukan. Adanya peningkatan pada pengamatan ke-2 dapat diartikan bahwa kalus yang ada telah bertumbuh dengan kultur suspensi sel. Menurut Schumacher dkk., (1994), medium cair digunakan pada kultur suspensi sel karena tidak terjadi gradient nutrisi dan gas, aerasi menjadi lebih baik, tidak terakumulasi
senyawa toksik, dan pertumbuhan sel menjadi lebih cepat karena seluruh permukaan eksplan atau sel mengenai medium. Tabel 2. Hasil Pengamatan PCV ( Packed Cell Volum) kalus daun teh ( Camellia sinensis L) Minggu ke0 1 2 3 4
v. cuplikan 5 5 5 -
v. pellet 0,3 1 1 -
pcv 6% 20% 20% -
Berdasarkan tabel 2 mengenai pengamatan PCV ( Packed cell volume) kalus daun the ( Camellia sinensis L) diketahui bahwa volume cuplikan pada minggu ke-0, 1, dan 2 berturut-turut adalah 5 ml. Volume pellet pada pengamatan minggu ke-0, 1, dan 2 berturut-turut 0,3; 1; 1. Nilai PCV pada pengamatan minggu ke 0, 1, dan 2 berturut-turut adalah 6%, 20% dan 20%. Peningkatan kadar PCV pada minggu ke-0 1,dan 2 artinya adanya pertumbuhan dari sel yang dikultur karena adanya peningkatan kadar PCV. Karena menurut Dwimahyani (2007), Packed cell volume ( PCV) metode yang dapat digunakan untuk menentukan pertumbuhan dari sel dengan menggunakan takaran dan dilakukan dalam kondisi steril. Artinya jika ada penambahan kadar PCV maka adanya pertumbuhan sel kultur kalus. Tabel 3. Hasil Pengamatan Kekeruhan dan Warna medium kalus daun teh ( Camellia sinensi L) Minggu ke 0 1 2 3 4
Kekeruhan Tidak keruh Sedikit keruh Keruh -
Warna medium Bening Keunguan Kuning -
Berdasarkan tabel 3 mengenai hasil pengamatan kekeruhan dan warna medium kalus daun teh (Camellia sinensis L) diketahui bahwa pada minggu ke-0 warna
medium bening dan kekeruhan tidak keruh. Pada minggu ke-1 warna keunguan dan kekeruhan sedikit keruh. Pada minggu ke-2 warna berwarna kuning dan kekeruhan keruh. Menurut Hutami ( 2008), adanya perubahan warna atau pencoklatan dalam kultur jaringan terjadi karena akumulasi polifenol oksidase yang dilepas atau disintesis jaringan dalam kondisi teroksidasi ketika sel dilukai. Gejala pencoklatan merupakan tanda-tanda terjadinya kemunduran fisiologis eksplan (Indah dan Ermavitalini, 2013). Dilihat dari kekeruhan dan perubahan warna yang terjadi dapat dimungkinankan bahwa pada kultur kalus mengalami browning.
Gambar 2. Hasil pengamatan morfologi kalus daun the ( Camellia sinensis L) Dokumentasi pribadi, 2019)
Gambar 3. Kalus daun Teh ( Camellia sinensis L) ( Hutami, 2008). Berdasarkan hasil pengamatan kalus daun teh yang dilakukan dan jika dibandingkan oleh yang dilakukan oleh penelitian Hutami (2008), pewarnaan yang Nampak bahwa kalus pada penelitian Hutami lebih hijau dan masih berbentuk agregat dan banyak meggumpal, sedangkan dari hasil yang diperoleh kalus yang ada berwarna hijau pucat dan masih berbentuk agregat.
V. KESIMPULAN Berdasarkan percobaan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Pertumbuhan kalus daun teh pada parameter PCV diketahui PCV pada pengamatan minggu ke-0,1, dan 2 berturut-turut adalah 6%, 20%, dan 20%. Jumlah sel bertambah dengan meningkatnya konsentrasi PCV. Morfologi kalus, yang ada berbentuk agregat, berwarna hijau pucat. Berat kering yang dimiliki pada minggu ke-0, 1, dan 2 berturut-turut 0,1326; 0,1143 gram; dan 0,132 gram. VI.
SARAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dilihat bahwa banyak sekali kontaminasi yang terjadi pada kultur suspensi sel kalus daun teh sehingga data yang diperoleh menjadi tidak maksimal. Adanya kebijakan dalam mencampurkan data dari kelompok sendiri dan memadukan dengan kelompok yang “ tidak kontam” justru membuat menjadi rancu mengenai pembahasan yang akan dilakukan, karena aspek yang akan dibahas sudah berbeda. Akan lebih baik pada acara yang terjadi banyak kontaminasi, lebih baik dijadikan menjadi data satu golongan saja, dibandingkan memaksakan untuk memakai data dari tiap masing-masing kelompok “hanya” pada awalnya saja.
DAFTAR PUSTAKA Calandry, A. W., Muslihatin, W., dan Sutini. Produksi Benih Sintetik Teh Camellia sinensis. Jurnal Sains dan Seni ITS. 6(2) : 45-47. Curtis., Helena., dan Barnes, N., Sue. 1999. Biologi 5th edition. Worth Publisher Inc, New York. de Fossard, R. 1976. Tissue culture for plant propagation. University of New England, Armidale Dewi, A.W.A., Darmawati, I.A.P., dan Semarajaya, C.G.D. 2016. Inisiasi Kalus Embriogenik Stroberi (Fragaria sp.) dengan Pemberian IBA (Indolebutyricacid) dan BAP (Benzylaminopurine). E-Jurnal Agroteknologi Tropika .5 (3): 243-253. Dwimahyani, I. 2007. Metode Suspensi Sel Untuk Membentuk Spot Hijau Pada Kultur In-Vitro Galur Mutan Tanaman. Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi. 3(2) : 55-79. Gurel, S. E.dan Kaya, Z. 2002. Establishment of Cell Suspension Of Cultures and PlantRegeneration in Sugar Beet ( Beet vulgaris L). Tourkish Journal of Botany’de. 26 ( 197-205). Hutami, S. 2008. Maslaah Pencoklatan Pada Kultur Jaringan. Jurnal AgroBiogen. 4(2) : 83-88 Indah, P.N., dan Ermavitalini, D. 2013. Induksi kalus daun nyamplung (Calophyllum inophyllum Linn.) pada beberapa kombinasi konsentrasi 6-benzylaminopurine (BAP) dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Jurnal Sains dan Seni Pomits .2 (1): 1-6. Lestari, P. B., Hartati, T. W. 2017. Mikrobiologi Berbasis Inkuiry. Penerbit Gunung Samudera, Malang. Lina, F.R., Ratnasari, E., dan Wahyono, R. 2013. Pengaruh 6-benzylamino purine (BAP) dan 6-furfuryl amino purine (Kinetin) pada media MS terhadap pertumbuhan eksplan ujung apikal tanaman jati secara in vitro. LenteraBio .2 (1): 57-61. Madigan, M. T., Martinko, J. M., Stahl, D. A dan Clark, D. P. 2012. Brock Biology of Microorganism 13th. Benjamin Cummings, San Fransisco. Mastuti, R. 2017. Dasar-dasar Kultur Jaringan Tumbuhan. UB-Press, Malang.
Murashige, T. dan Skoog, F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultures. Physiologia Plantarum. 15 (3): 473-479. Saad, A.I.M. and Elshahed, A.M. (2012) Plant Tissue Culture Media Chap 2. InTech, Winchester. Suryowinoto. 1996. Pemuliaan Tanaman Secara In vitro. Kanisius, Yogyakarta. Sutarna, T. H., Alatas, F., Hakin, N. A. A. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Daun Teh Hijau ( Camelia sinensi L) Sebagai Bahan Aktif Pembuatan Sediaan Krim Tabir Surya. Kartika- Jurnal Ilmiah Farmasi. 4(2) : 32-25.
LAMPIRAN