Bronkitis.docx

  • Uploaded by: Mutia Kenwalastri
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bronkitis.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,788
  • Pages: 9
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Infeksi saluran pernafasan adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat infeksi saluran nafas setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernapasan bawah. Tingkat mortalitas sangat tinggi pada bayi, anak – anak, dan orang lanjut usia, terutama di negara – negara dengan pendapatan per kapita rendah dan menengah. Infeksi saluran nafas juga merupakan salah satu penyebab utama konsultasi atau rawat inap di fasilitas pelayanan kesehatan (WHO, 2007). Ditinjau dari prevalensinya, di Indonesia dari 10 penyakit terbanyak pada rawat jalan, penyakit saluran pernafasan menempati urutan pertama pada tahun 1999, menjadi kedua pada tahun 2007 dan menjadi pertama pada tahun 2008. Berdasarkan hasil survey kesehatan nasional 2001 diketahui bahwa infeksi pernafasan (pneumonia) menjadi kematian tertinggi (22,8%) (Depkes RI, 2009). Pada tahun 2007 di Negara berkembang seperti Indonesia infeksi saluran pernafasan bawah masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting. Resiko penularan setiap tahun di Indonesia di anggap cukup tinggi. Di Indonesia yang terinfeksi bronkhitis sekitar 1.6 juta orang. Bronkhitis adalah suatu peradangan pada bronkus, bronkhiali, dan trakhea (saluran udara ke paru-paru). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Tetapi pada penderita yang memiliki penyakit menahun (misalnya penyakit jantung atau penyakit paru-paru) dan usia lanjut, bronkhitis bisa menjadi masalah serius (Arif, 2008).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi bronkitis Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis) bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis dan otot-otot polos bronkus. Bronkhitis adalah infeksi pada bronkus yang berasal dari hidung dan tenggorokan di mana bronkus merupakan suatu pipa sempit yang berawal pada trakhea, yang menghubungkan saluran pernafasan atas, hidung, tenggorokan, dan sinus ke paru. Gejala bronkhitis di awali dengan batuk pilek, akan tetapi infeksi ini telah menyebar ke bronkus, sehingga menjadikan batuk akan bertambah parah dan berubah sifatnya (Hidayat, 2011). 2.2. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan 1. Hidung (Naso) Merupakan saluran utama dan yang pertama yang dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Lendir disekresikan secara terus menerus oleh sel-sel boblet yang melapisi permukaan mukosa hidung dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia. Hidung berfungsi sebagai penyaring kotoran, melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru. 2. Faring Faring adalah struktur yang menghubungkan hidung dengan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasofaring, orofaring, dan lariofaring. Fungsi utamanya adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorium dan digestif. 3.Laring Laring adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakhea. Fungsi utamanya adalah untuk memungkinkan terjadinya lokalisasi. Laring juga melindungi

jalan napas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring juga merupakan saluran udara dan bertindak sebegai pembentuk suara. 4. Trakea Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 s/d 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk huruf C, sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia. 5. Bronkus Merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus ada 2 yaitu: Bronkus kanan dan bronkus kiri. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kanan lebih pendek, lebih besar dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang, lebih ramping dan mempunyai 2 cabang. 6. Bronchiolus Merupakan cabang yang lebih kecil dari bronkus. Pada ujung bronhiolus terdapat gelembung atau alveoli. 7. Alveoli Alveoli adalah kantung udara, didalam alveoli darah hampir langsung bersentuhan dengan udara dan didalam alveoli ada jaringan pembuluh darah kapiler, didalam alveoli inilah terjadi pertukaran gas. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel – sel alveolar, sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk dinding alveolar. Sel alveolar tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfactan, suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagositosis yang besar memakan benda asing dan bekerja sebagai mekanisme pertahanan penting. 8. Paru – paru Paru-paru ada dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan terdiri dari 3 lobus, dan paru kiri terdiri dari 2 lobus.

2.3 Etiologi Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan dan faktor host/penderita. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada. Klasifikasi bronkhitis Bronchitis terbagi menjadi 2 jenis yaitu, bronchitis akut dimana bronchitis yang biasanya datang dan sembuh hanya dalam waktu 2 hingga 3 minggu saja. Kebanyakan penderita bronchitis akut akan sembuh total tanpa masalah yang lain. Bronchitis kronis Yaitu, bronchitis yang biasanya datang secara berulang-ulang dalam jangka waktu yang lama. Terutama, pada perokok. Bronchitis kronis ini juga berarti menderita batuk yang dengan disertai dahak dan diderita selama berbulan-bulan hingga tahunan. 2.4 Gejala Klinis Gejala umum bronkitis akut maupun bronkitis kronik adalah:  Batuk dan produksi sputum adalah gejala yang paling umum biasanya terjadi setiap hari. Intensitas batuk, jumlah dan frekuensi produksi sputum bervariasi dari pasien ke pasien. Dahak berwarna yang bening, putih atau hijau kekuningan.  Dyspnea (sesak napas) secara bertahap meningkat dengan tingkat keparahan penyakit. Biasanya, orang dengan bronkitis kronik mendapatkan sesak napas dengan aktivitas dan mulai batuk.  Gejala kelelahan, sakit tenggorokan , nyeri otot, hidung tersumbat, dan sakit kepala dapat menyertai gejala utama.  Demam dapat mengindikasikan infeksi paru-paru sekunder virus atau bakteri.

Pada bronkitis akut, batuk terjadi selama beberapa minggu. Sesorang didiagnosis bronkitis kronik ketika mengalami batuk berdahak selama paling sedikit tiga bulan selama dua tahun berturut-turut. Pada bronkitis kronik mungkin saja seorang penderita mengalami bronkitis akut diantara episode kroniknya, dan batu mungkin saja hilang namun akan muncul kembali.

2.5. Patofisiologi Bronkitis Temuan utama pada bronkitis adalah hipertropi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema pada mukosa sel bronkus. Pembentukan mukosa yang terus menerus mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan faktor fagositosis dan melemahkan mekanisme pertahananya sendiri. Pada penyempitan bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam saluran napas. 2.6 Diagnosis Diagnosis dari bronkitis dapat ditegakkan bila pada anamnesa pasien mempunyai gejala batuk yang timbul tiba-tiba dengan atau tanpa sputum dan tanpa adanya bukti pasien menderita pneumonia, common cold, asma akut dan eksaserbasi akut. Pada pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas. Dapat ditemukan adanya demam, gejala rinitis sebagai manifestasi pengiring, atau faring hiperemis. Sejalan dengan perkembangan serta progresivitas batuk, pada auskultasi dapat terdengar ronki, wheezing, ekspirium diperpanjang atau tanda obstruksi lainnya. Bila lendir banyak dan tidak terlalu lengket akan terdengar ronki basah.  Pemeriksaan fisik 1. Keadaan umum baik: tidak tampak sakit berat dan kemungkinan ada nasofaringitis. 2. Keadaan paru : ronki basah kasar yang tidak tetap (dapat hilang atau pindah setelah batuk, wheezing dan krepitasi).  Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan dahak dan rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah. 2.7 Penatalaksanaan  Farmakologi 1.Antibiotika

Penisilin Mekanisme kerja antibiotik golongan penisilin adalah dengan perlekatan pada protein pengikat penisilin yang spesifik (PBPs) yang berlaku sebagai reseptor pada bakteri, penghambat sintesis dinding sel dengan menghambat transpeptidasi dari peptidoglikan, dan pengaktifan enzim autolitik di dalam dinding sel, yang menghasilkan

kerusakan sehingga akibatnya bakteri mati. Antibiotik golongan penisilin yang biasa digunakan adalah amoksisilin. Quinolon Golongan quinolon merupakan antimikrobial oral memberikan pengaruh yang dramatis dalam terapi infeksi. Dari prototipe awal yaitu asam nalidiksat berkembang menjadi asam pipemidat, asam oksolinat, cinoksacin, norfloksacin. Generasi awal mempunyai peran dalam terapi gram-negatif infeksi saluran kencing. Generasi berikutnya yaitu generasi kedua terdiri dari pefloksasin, enoksasin, ciprofloksasin, sparfloksasin, lemofloksasin, fleroksasin dengan spektrum aktifitas yang lebih luas untuk terapi infeksi community-acquired maupun infeksi nosokomial. Lebih jauh lagi ciprofloksasin, ofloksasin, peflokasin tersedia sebagai preparatparenteral yang memungkinkan penggunaanya secara luas baik tunggal maupun kombinasi dengan agen lain. 2. Mukolitik dan Ekspektoran Bronkitis dapat menyebabkan produksi mukus berlebih. Kondisi ini menyebabkan peningkatan penebalan mukus. Perubahan dan banyaknya mukus sukar dikeluarkan secara alamiah, sehingga diperlukan obat yang dapat memudahkan pengeluaran mukus. Mukus mengandung glikoprotein, polisakarida, debris sel, dan cairan/eksudat infeksi. Mukolitik bekerja dengan cara memecah glikoprotein menjadi molekulmolekul yang lebih kecil sehingga menjadi encer. Mukus yang encer akan mendesak dikeluarkan pada saat batuk, contoh mukolitik adalah asetilsistein. 

Ekspektoran bekerja dengan cara mengencerkan mukus dalam bronkus sehingga mudah dikeluarkan, salah satu contoh ekspektoran adalah guaifenesin. Guaifenesin bekerja dengan cara mengurangi viskositas dan adhesivitas sputum sehingga meningkatkan efektivitas mukociliar dalam mengeluarkan sputum dari saluran pernapasan.

2. 8 Komplikasi Ada beberapa komplikasi bronchitis yang dapat dijumpai pada pasien, antara lain : a) Bronchitis kronik b) Pneumonia dengan atau tanpa atelektaksis, bronchitis sering mengalamiinfeksi berulang biasanya sekunder terhadap infeksi pada saluran nafas bagian ata. Hal ini sering terjadi pada mereka drainase sputumnya kurang baik.

c) Pleuritis. d) Efusi pleura atau empisema e) Abses metastasis diotak, akibat septikemi oleh kuman penyebab infeksi supuratif pada bronkus. Sering menjadi penyebab kematian f)

Haemaptoe terjadi kerena pecahnya pembuluh darah cabang vena (arteri pulmonalis), cabang arteri (arteri bronchialis) atau anastomisis pembuluh darah. Komplikasi haemaptoe hebat dan tidak terkendali merupakan tindakan beah gawat darurat.

g) Sinusitis merupakan bagian dari komplikasi bronchitis pada saluran nafas h)

Kor pulmonal kronik pada kasus ini bila terjadi anastomisis cabangcabang arteri dan vena pulmonalis pada dinding bronkus akan terjadi arterio-venous shunt, terjadi gangguan oksigenasi darah, timbul sianosis sentral, selanjutnya terjadi hipoksemia. Pada keadaan lanjut akan terjadi hipertensi pulmonal, kor pulmoner kronik,. Selanjutnya akan terjadi gagal jantung kanan. \

i)

Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi paling akhir pada bronchitis yang berat da luas.

2.9 Prognosa Bila tidak ada komplikasi prognosis bronkitis pada umumnya baik. Pada bronkitis yang berulang dan bila merokok (aktif atau pasif) maka dapat terjadi kecenderungan untuk menjadi bronkitis kronik ataupun komplikasi lainnya.

BAB III KESIMPULAN

Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus (saluran udara ke paruparu). Penyakit ini biasanya bersifat ringan dan pada akhirnya akan sembuh sempurna. Gejala

bronkhitis di awali dengan batuk pilek, akan tetapi infeksi ini telah menyebar ke bronkus, sehingga menjadikan batuk akan bertambah parah dan berubah sifatnya. Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan meliputi polusi udara, merokok dan infeksi. Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi bakteri (Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus (RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor polusi udara meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadinya bronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin, kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada. Prognosa untuk bronkitis baik jika dilakukan penatalaksanaan yang sesuai dengan pemberian antibiotik dan espektoran ataupun mukolitik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Djojodibroto, D. 2009. “Respirologi (Respiratory Medicine)”. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2. Iskandar Junaidi, 2010, “ Penyakit paru dan saluran”, PT. Bhuana Ilmu Populer, Jakarta. 3. Phee MC S.J 2003. Pathofisiology of disease : An Introduction to Clinical Medicine 4th ed. United State of America.: Large Medical Book Mc. Grow Hill Companies.

More Documents from "Mutia Kenwalastri"