Bronkitis Lengkap.docx

  • Uploaded by: primadhani
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bronkitis Lengkap.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,319
  • Pages: 20
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Bronkitis merupakan penyakit infeksi pada saluran pernapasan yang menyerang bronkus. Penyakit ini banyak menyerang anak - anak yang lingkungannya banyak polutan, misalnya orang tua yang merokok dirumah, asap kendaraan bermotor, asap hasil pembakaran pada saat masak yang menggunakan bahan bakar kayu. Di Indonesia masih banyak keluarga yang setiap hari menghirup polutan ini, kondisi ini menyebabkan angka kejadian penyakit bronkhitis sangat tinggi. Bronkitis kronik ditandai dengan gejala batuk dan ekspektoran, dan sebagai konsekuensinya, kejadian infeksi pernafasan tinggi. Banyak pasien dengan bronkitis kronis mengembangkan berbagai tingkat aliran udara tetap obstruksi. Ketika infeksi saluran pernapasan akut hadir, pembersihan mukosiliar terganggu, dan sumbatan jalan nafas dan saturasi oksigen memburuk. Fisioterapi dada mencakup beberapa teknik yang ditujukan untuk menghilangkan sekresi bronkial salah satu teknik ini melibatkan perangkat komersial (fluttera) yang menggunakan osilasi positif tekanan ekspirasi yang bervariasi antara 10 sampai 20cmH2O. Perangkat konon menggabungkan selfregulated oscillating positive tekanan ekspirasi, karena bola baja, dengan osilasi aliran udara. Teknik lain adalah manuver slow expiration dengan glotis terbuka dalam postur lateral. Ini adalah perawatan pembersihan saluran napas yang menggunakan lateralpostur dan volume paru-paru dari kapasitas residu fungsional (frc) ke volume residu (rv); tujuan dari teknik ini adalah untuk mengendalikan laju aliran ekspirasi untuk menghindari kompresi jalan nafas dan batuk paroxysmal drainase postural (pd) banyak digunakan untukbanyak gangguan paru dengan peningkatan produksi sputum dianjurkan di paru obstruktif kronik penyakit (copd) bila pasien menghasilkan lebih dari 30ml / hari dahak. Terapi ini memerlukan bantuan dari orang lain dan telah dikaitkan dengan penurunan oksigen kejenuhan, menunjukkan perlunya peningkatan pengangkatan sekresi teknik.

1

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem pernapasan? 2. Apa definisi bronkitis? 3. Apa saja etiologi bronkitis akut? 4. Bagaimana patofisiologi? 5. Apa saja diagnosa? 6. Bagaimana anamnesa? 7. Bagaimana pemeriksaan fisik? 8. Bagaimana pemeriksaan laboratorium? 9. Bagaimana pemeriksaan penunjang? 10. Apa saja manifestasi klinis? 11. Apa saja penatalaksanaan? 12. Apa saja komplikasi dan prognosa?

C. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh fisioterapi dada dengan ekserbasi akut pada pasien bronkitis kronis 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui penatalaksanaan bronchitis b. Menganalisis tindakan keperawatan pada pasien bronkitis c. Menganalisis proses fisioterapi dada.

D. Manfaat Penulisan Memperluas pengetahuan tentang kondisi bronkitis kronis eksaserbasi akut dan bagaimana proses penatalaksanaan fisioterapiny, meningkatkan kemampuan perawat dalam melakukan fisioterapi dada sehingga mengurangi keluhan pasien atas penyakitnya

2

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan Pernapasan adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen ke dalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Fungsi dari sistem pernapasan adalah untuk mengambil O2 yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk mengadakan pembakaran, mengeluarkan CO2 hasil dari metabolisme . 1. Hidung Merupakan saluran udara yang pertama yang mempunyai dua lubang dipisahkan oleh sekat septum nasi. Di dalamnya terdapat bulu-bulu untuk menyaring udara, debu dan kotoran. Selain itu terdapat juga konka nasalis inferior, konka nasalis posterior dan konka nasalis media yang berfungsi untuk menghangatkan udara. 2. Faring Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan. Terdapat di bawah dasar pernapasan, di belakang rongga hidung, dan mulut sebelah depan ruas tulang leher. Di bawah selaput lendir terdapat jaringan ikat, juga di beberapa tempat terdapat folikel getah bening. 3. Laring Merupakan saluran udara dan bertindak sebelum sebagai pembentuk suara. Terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea di bawahnya. Laring dilapisi oleh selaput lendir, kecuali pita suara dan bagian epiglottis yang dilapisi oleh sel epitelium berlapis. 4. Trakea Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 – 20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang berbentuk seperti tapal kuda yang berfungsi untuk mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka. Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, yang berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan.

3

5. Bronkus Bronkitis akut terjadi pada bronkus dan cabang – cabangnya, oleh karena itu perlu diketahui terlebih dahulu anatomi dan fisiologi dari saluran pernapasan. Bronkus merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra thorakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus kanan lebih besar dan lebih pendek daripada bronkus kiri, terdiri dari 6 – 8 cincin dan mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri terdiri dari 9 – 12 cincin dan mempunyai 2 cabang. Cabang bronkus yang lebih kecil dinamakan bronkiolus, disini terdapat cincin dan terdapat gelembung paru yang disebut alveoli. Pada bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas terjadi. 6. Paru-paru Merupakan alat tubuh yang sebagian besar dari terdiri dari gelembunggelembung. Di sinilah tempat terjadinya pertukaran gas, O2 masuk ke dalam darah dan CO2 dikeluarkan dari darah.

B. Definisi Bronkitis Bronkitis adalah suatu penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 2007 ). Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada mukosa bronkus beserta cabang – cabangnya yang disertai dengan gejala batuk dengan atau tanpa sputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan radiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis akut harus dipastikan tidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya. (Greenberg, 2008). 4

C. Etiologi bronkitis Bronkitis dapat disebabkan oleh : 1. Infeksi virus seperti Rhinovirus Sincytial Virus (RSV), Influenza Virus, Parainfluenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie dan lain-lain 2. Infeksi bakteri (lebih sedikit/ jarang terjadi) disebabkan oleh : Bordatella pertussis, Bordatella parapertussis, Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella) 3. Jamur 4. Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain. Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10%. Di lingkungan sosio-ekonomi yang baik jarang terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran napas atas dapat memudahkan terjadinya bronkitis akut.

D. Patofisiologi Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4 hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal - Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau infeksi paru sekunder (pertahanan utama).

E. Patogenesa Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui secara jelas. Yang diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mukus dan terjadinya deskuamasi sel-sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam dinding serta lumen saluran pernafasan menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan tetapi, karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi non spesifik terhadap kerusakan jalan nafas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan adanya superinfeksi bakteri. 5

Jumlah bronchitis akut bakterial lebih sedikit daripada bronchitis akut viral. Invasi bakteri ke bronkus merupakan infeksi sekunder setelah terjadi kerusakan permukaan mukosa oleh infeksi virus sebelumnya.

F. Diagnosa Biasanya para dokter menegakkan diagnosa bronkitis akut berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik. Adapun pemeriksaan dahak maupun rontgen dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosa dan untuk menyingkirkan diagnosa penyakit lain.

G. Anamnesa: Masalah pernafasan: 1. Pernahkah mengalami perubahan pola nafas seperti nafas pendek atau sulit bernafas? 2. Dalam kegiatan atau keadaan apa gejala tersebut muncul? Riwayat pernafasan: 1. Apakah pernah mengalami masalah pernafasan sebelumnya seperti pilek, alergi atau asma? 2. Berapa lama keluhan tersebut muncul terakhir kali? 3. Apakah pernah terpapar benda polutan? Gaya hidup 1. Apakah anda merokok? Jika “ya” berapa banyaknya? Jika “tidak”, apakah anda pernah merokok sebelumnya? Dan kapan anda berhenti merokok? 2. Adakah keluarga anda yang merokok? 3. Apakah di rumah atau di tempat kerja and abanyak terdapat polutan seperti debu atau asap? Batuk 1. Seberapa sering dan bagaimana batuk anda? 2. Apakah batuk anda mengeluarkan dahak atau batuk kering? 3. Apakah batuk hanya terjadi pada saat tertentu? Pada saat apa? 4. Kapan batuk mulai mengeluarkan dahak? Apakah banyak? 5. Apa warna dari dahak dan bagaimana baunya? 6. Apakah dahak pernah bercampur dengan darah?

6

Nyeri dada 1. Apakah anda pernah mengalami nyeri saat melakukan kerja atau bernafas? 2. Dimana lokasi nyeri? 3. Gambarkan nyeri yang anda rasakan! 4. Apakah nyeri terjadi saat menarik nafas atau saat menghembuskan nafas? 5. Berapa lama nyeri itu? Apakah nyeri memengaruhi nafas anda? 6. Apa kegiatan anda sebelum nyeri timbul? Sesak 1. Kapan sesak timbul? 2. Bagaimana sesak timbul? Terus menerus atau hilang timbul? 3. Dalam kondisi apa sesak timbul? Pada aktivitas apa sesak timbul? 4. Apakah ada batuk yang ditimbulkan? Faktor resiko Apakah keluarga anda ada yang mempunyai riwayat masalah pernafasan?

H. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi, keadaan umum pasien terlihat baik. Pada pemeriksaan auskultasi paru, biasanya tidak khas pada stadium awal . Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam ronki, suara nafas yang berat dan kasar, wheezing, ataupun suatu kombinasi. Pada perkusi maupun palpasi tidak didapatkan kelainan. Dalam suatu penelitian terdapat metode untuk menyingkirkan kemungkinan pneumonia pada pasien dengan batuk disertai dengan produksi sputum yang dicurigai menderita bronkitis akut, yang antara lain bila tidak ditemukan keadaan sebagai berikut: 1. Denyut jantung > 100 kali per menit 2. Frekuensi napas > 24 kali per menit 3. Suhu > 38°C 4. Pada pemeriksaan fisik paru tidak terdapat focal konsolidasi dan 5. peningkatan suara napas. Bila keadaan tersebut tidak ditemukan, kemungkinan pneumonia dapat disingkirkan dan dapat mengurangi kebutuhan untuk foto thorax.

I. Pemeriksaan laboratorium Pemeriksaan darah : Leukosit > 17.500 7

Pemeriksaan laboratorium patologi menunjukkan adanya infiltrasi mukosa oleh limfosit dan leukosit PMN

J. Pemeriksaan Penunjang Tidak ada pemeriksaan penunjang yang memberikan hasil definitif untuk diagnosis bronkitis. Pemeriksaan kultur dahak diperlukan bila etiologi bronkitis harus ditemukan untuk kepentingan terapi. Hal ini biasanya diperlukan pada bronkitis kronis. Pada bronkitis akut pemeriksaan ini tidak berarti banyak karena sebagian besar penyebabnya adalah virus.Pemeriksaan radiologis biasanya normal atau tampak corakan bronkial meningkat. Pada beberapa penderita menunjukkan adanya penurunan ringan uji fungsi paru. Akan tetapi uji ini tidak perlu dilakukan pada penderita yang sebelumnya sehat.

K. Manifestasi klinis 1. Biasanya didahului ISNA (Infeksi Saluran Nafas Akut) atas oleh virus. 2. Batuk mula- mula kering, setelah dua atau tiga hari, batuk mulai berdahak dan menimbulkan suara adanya lendir. 3. Dahak mungkin kental dan kuning tetapi bukan berarti ada infeksi bakteri sekunder. 4. Batuk biasanya hilang setelah satu atau dua minggu. 5. Wheezing mungkin saja terdapat pada penderita bronchitis tetapi perlu diingat kemungkinan manifestasi asma pada penderita.

L. Penatalaksanaan Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa beberapa pasien dengan bronkitis akut sering mendapatkan terapi yang tidak tepat dan gejala batuk yang mereka derita seringkali berasal dari asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik atau common cold. Beberapa penelitian menyebutkan terapi untuk bronkitis akut hanya untuk meringankan gejala klinis saja dan tidak perlu pemberian antibiotik dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh virus. Adapun penatalaksanaan terdiri dari tindakan perawatan dan tindakan medis. 1. Tindakan Perawatan a. Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan mengeluarkan lendir. 8

b. Sering mengubah posisi c. Banyak minum d. Inhalasi e. Nebulizer 2. Tindakan Medis Sebagian besar pengobatan bronkitis akut bersifat simptomatis (meredakan keluhan). Obat-obat yang lazim digunakan, yakni a. Antitusif (penekan batuk) seperti : DMP (dekstromethorfan) 15 mg, diminum 2-3 kali sehari. Codein 10 mg, diminum 3 kali sehari. Doveri 100 mg, diminum 3 kali sehari. Obat-obat ini bekerja dengan menekan batuk pada pusat batuk di otak. Karenanya antitusif tidak dianjurkan pada kehamilan dan bagi ibu menyusui. b. Ekspektorant: adalah obat batuk pengencer dahak agar dahak mudah dikeluarkan sehingga napas menjadi lega. Ekspektorant yang lazim digunakan diantaranya: GG (glyceryl guaiacolate), bromhexine, ambroxol, dan lain-lain. c. Antipiretik

(pereda

panas):

parasetamol

(asetaminofen),

dan

sejenisnya., digunakan jika penderita demam. d. Bronkodilator diantaranya: salbutamol, terbutalin sulfat, teofilin, aminofilin, dan lain-lain. Obat-obat ini digunakan pada penderita yang disertai sesak napas atau rasa berat bernapas. Penderita hendaknya memahami bahwa bronkodilator tidak hanya untuk obat asma, tapi dapat juga digunakan untuk melonggarkan napas pada bronkitis. Selain itu, penderita hendaknya mengetahui efek samping obat bronkodilator yang mungkin dialami oleh penderita, yakni: berdebar, lemas, gemetar dan keringat dingin. Andaikata mengalami efek samping tersebut, maka dosis obat diturunkan menjadi setengahnya. Jika masih berdebar, hendaknya memberitahu dokter agar diberikan obat bronkodilator jenis lain. e. Antibiotika. Hanya digunakan jika dijumpai tanda-tanda infeksi oleh kuman berdasarkan pemeriksaan dokter.

9

M. Komplikasi dan prognosa 1. Prognosa : Bila tidak ada komplikasi, prognosis umumnya baik. Pada bronkitis akut yang berulang dan disertai merokok terus-terusan secara teratur cenderung menjadi bronkitis kronik. 2. Komplikasi : a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik b. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis c. Gagal jantung kongestif d. Pneumonia e. Otitis media f. Sinusitis.

10

BAB III METODE

A. Rancangan penelitian Rancangan penelitian adalah penelitian prospektif dan acak. 1. Penelitian prospektif (penelitian kohort) Merupakan salah satu penelitian yang bersifat longitudinal dengan mengikuti perjalanan penyakit ke depan berdasarkan urutan waktu. Dimaksudkan untuk menemukan insidensi penyakit pada kelompok yang terpajan oleh factor resiko maupun pada kelompok yang tidak terpajan, kemudian insidensi penyakit pada kedua kelompok tersebut secara statistic dibandingkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan sebab akibat antara pajanan dan penyakit yang diteliti. Secara garis besar proses perjalanan penelitian prospektif sebagai berikut: a. Pada awal penelitian, kelompok terpajan maupun kelompok tidak terpajan belum menampakkan gejala penyakit yang diteliti. b. Kedua kelompok diikuti ke depan berdasarkan sekuens waktu (prospektif) c. Dilakukan pengamatan untuk mencari insisdensi penyakit (efek) pada kedua kelompok d. Insidensi penyakit pada kedua kelompok dibandingkan menggunakan perhitungan statistik untuk menguji hipotesis tentang hubungan sebab akibat antara pajanan dan insidensi penyakit (efek) Keuntungan : a. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mengetahui perkembangan normal (ontogenik) yang terjadi dengan berjalannya waktu karena intervensi yang dlakukan oleh alam berupa “waktu”. b. Penelitian ini dapat pula digunakan untuk mempelajari timbulnya penyakit secara alamiah akibat pajanan (patogenik) yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan secara sengaja atau tidak sengaja. c. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mempelajari perjalanan klinis suatu penyakit (patogresif). 11

d. Rancangan penelitian ini digunakan untuk mempelajari hubungan sebab-akibat. e. Penelitian kohort dapat digunakan untuk mempelajari insidensi penyakit yang teliti. f. Penelitian kohort tidak memiliki hambatan masalah etis. g. Besarnya resiko relative dan resiko atribut dapat dihitung secara langsung. h. Pada penelitian kohort dapat dilakukan perhitingan statistic untuk mengui hipotesis. i. Pada penelitian kohort dapat diketahui lebih dari satu outcome terhadap satu pemaparan. j. Dapat mengatur komparabilitas antara dua kelompok sejak awal penelitian. Kerugian: a. Penelitian ini membutuhkan sampel yang besar dan waktu yang lama sehingga sulit untuk mempertahankan subjek studi agar tetap mengikuti proses penelitian. b. Penelitian ini membutuhkan biaya yang besar sebagai akibat besarnya sampel dan lamanya penelitian. c. Penelitian ini sulit dilakukan pada penyakit yang jarang terjadi. Hal ini karena sulitnya memperoleh kelompok yang terpajan. d. Penelitian prospektif tidak efisien untuk penelitian penyakit dengan fase laten yang lama. 2. Rancangan Acak Kelompok Rancangan Acak Kelompok adalah suatu rancangan acak yang dilakukan dengan mengelompokkan satuan percobaan ke dalam grup-grup yang homogen yang dinamakan kelompok dan kemudian menentukan perlakuan secara acak di dalam masing-masing kelompok. Rancangan Acak Kelompok Lengkap merupakan rancangan acak kelompok dengan semua perlakuan dicobakan pada setiap kelompok yang ada. Tujuan pengelompokan satuan-satuan percobaan tersebut adalah untuk membuat keragaman satuan-satuan percobaan di dalam masing-masing kelompok sekecil mungkin sedangkan perbedaan antar kelompok sebesar 12

mungkin. Tingkat ketepatan biasanya menurun dengan bertambahnya satuan percobaan (ukuran satuan percobaan) per kelompok, sehingga sebisa mungkin buatlah ukuran kelompok sekecil mungkin. Pengelompokan yang tepat akan memberikan hasil dengan tingkat ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan rancangan acak lengkap yang sebanding besarnya. Keuntungan rancangan acak kelompok adalah: a. Lebih efisien dan akurat dibanding dengan RAL : pengelompokan yang efektif akan menurunkan Jumlah Kuadrat Galat, sehingga akan meningkatkan tingkat ketepatan atau bisa mengurangi jumlah ulangan. b. Lebih Fleksibel : banyaknya perlakuan, banyaknya ulangan/kelompok c. tidak semua kelompok memerlukan satuan percobaan yang sama d. Penarikan kesimpulan lebih luas, karena kita bisa juga melihat perbedaan diantara kelompok Kerugiannya adalah: a. Memerlukan asumsi tambahan untuk beberapa uji hipotesis b. Interaksi antara Kelompok*Perlakuan sangat sulit c. Peningkatan ketepatan pengelompokan akan menurun dengan semakin meningkatnya jumlah satuan percobaan dalam kelompok d. Derajat bebas kelompok akan menurunkan derajat bebas galat, sehingga sensitifitasnya akan menurun terutama apabila jumlah perlakuannya sedikit atau keragaman dalam satuan percobaan kecil (homogen). e. Memerlukan pemahaman tambahan tentang keragaman satuan percobaan untuk suksesnya pengelompokan. f. Jika ada data yang hilang memerlukan perhitungan yang lebih rumit. Seperti

diuraikan

di

atas,

suksesnya

pengelompokan

dalam

Rancangan Lingkungan RAK memerlukan pemahaman tambahan tentang keragaman satuan percobaan. Kita harus bisa mengidentifikasi arah keragaman tersebut, sehingga Variabel Pengganggu (Nuisance factor /disturbing factor) bisa diminimalisir. Nuisance factor adalah setiap faktor/variabel diluar perlakuan yang akan berpengaruh terhadap respons. Berikut ini merupakan

13

panduan dalam mengidentifikasi faktor tersebut, yang bisa dijadikan acuan dalam pembuatan kelompok/pengelompokan. B. Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilakukan pada tahun 2000 di sebuah bangsal klinis Amerika.

C. Sampel Sampel pada penelitian ini adalah sepuluh pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronis menerima PD, FLUTTER, dan ELTGOL dengan pernafasan yang sama terapis pada waktu yang hampir bersamaan pada hari yang terpisah dan di pilih secara acak.

D. Jalannya penelitian Populasi pasien dan disain studi. Kami mempelajari 10 pasien dengan riwayat bronkitis kronis, yaitu batuk setiap hari dan ekspektasi minimal 3 bulan berturut-turut untuk 2 terakhir tahun, yang diketahui menghasilkan lebih dari 30mL dahak per hari. Pasien terkena dampak eksaserbasi akut bronkitis kronis. Eksaserbasi akut didefinisikan sebagai munculnya dahak mucopurulen atau purulen dan meningkat batuk, dan satu atau lebih gejala berikut: suhu dari 38 ° C, malaise umum, peningkatan dyspnea, meningkat produksi lendir, atau ketebalan atau peningkatan kesulitan dalam proses meludah. Pengobatan pasien tidak berubah selama 3 hari belajar. Semua pasien memberikan persetujuan tertulis mereka kepada belajar. Setiap pasien menerima FLUTTER, ELTGOL, dan PD oleh terapis pernafasan yang sama pada waktu yang hampir bersamaan hari terpisah dan dalam urutan acak. Penelitian ini disetujui oleh komite etika lokal. Teknik pengangkatan sekresi, pengobatan A dilakukan bernapas melalui perangkat komersial (FLUTTER VRP1a), yang terdiri dari corong sebagai bagian utama, kerucut melingkar, bola baja stainless dengan kepadatan tinggi, dan pelindung berlubang penutup, lewat udara mengalir. Pasien, dalam posisi duduk, menghirup melalui hidung dan menghembuskan napas melalui alat; selama pernafasan, bola baja mengalami osilasi gerakan, yang ditransmisikan ke pohon bronkus. Itu frekuensi osilasi dianggap sesuai dengan spektrum frekuensi resonansi paru, dan bisa juga dimodulasi dengan mengubah kecenderungan perangkat. Pengobatan B termasuk teknik drainase saluran napas yang terdiri dari manuver kadaluarsa lambat dengan glotis terbuka di lateral postur tubuh (ELTGOL). 14

Langkah pertama teknik ini sabar untuk rileks. Setelah ini selesai, pasien bernafas dari FRC ke RV dalam postur lateral. Ekspirasi rendah tingkat dikontrol untuk menghindari kompresi jalan nafas. Pengobatan C termasuk PD dan manual perkusi dada; PD terdiri dari menempatkan pasien dalam posisi yang berbeda sementara terapis secara manual menepuk dengan getaran berbagai area dinding dada dimana sekresi berada. Total waktu yang dihabiskan untuk perawatan adalah 30 menit. Sputum dikumpulkan 15 menit setelah permulaan pengobatan, segera setelahnya, dan selama 1 jam setelah perawatan. Total berat basah sputum direkam ke gram terdekat. Evaluasi fisiologis. Setelah sesi latihan 3-4 hari untuk kedua teknik di bawah pengawasan fisioterapis, pasien secara acak menerima FLUTTER, ELTGOL, atau PD pada kunjungan pertama mereka, dan kemudian menerima perawatan alternatif selama kunjungan kedua dan ketiga mereka. Pasien yang, pada saat itu, sedang menerima terapi bronkodilator di Rumah menerima bronchodilator 1 jam sebelum perawatan. Selama perawatan, saturasi oksigen arterial (SaO2) dipantau terus menerus dengan oksimeter pulsa; Volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) diukur dengan sebuah spirometerc Pony dan dicatat sebagai persentase prediksi nilai. Pengukuran SaO2 dan FEV1 diperoleh sebelumnya, segera setelah, 15 menit kemudian, dan 1 jam setelah masingmasing pengobatan. Analisis data, hasil dinyatakan sebagai mean (standar deviasi). Data dianalisis melalui pengukuran berulang analisis varians (ANOVA). Dalam perbandingan perawatan pengukuran dinilai sebagai rata-rata data dan perform uji t untuk data berpasangan.

E. Prosedur pelaksanaan 1. Pengertian Fisioterapi dada merupakan tindakan keperawatan dengan melakukan drainase postural, tepukan dan vibrasi pada pasien yang mengalami gangguan sistem pernafasan. 2. Tujuan Tindakan ini bertujuan meningkatkan efisiensi pola pernafasan dan membersihkan jalan nafas. 3. Prosedur Alat dan bahan: 15

a. Tempat duduk atau kursi b. Handuk kecil 1 buah c. Tempat sputum tertutup berisi cairan desinfektan d. Bengkok e. Kom berisi tissue 1 buah f. Stetoskop dan spygnomanometer g. Jam tangan h. Perlak dan alas i. Bantal 2 buah j. Botol untuk bahan pemeriksaan sputum 4. Pelaksanaan: a. Cuci tangan b. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan c. Ukur TTV d. Lakukan auskultasi pada daerah dada dan punggung kiri dan kanan untuk menentukan letak penumpukan secret (ronchi) e. Anak diposisikan sesuai dengan bagian mana ronchi yang terdengar f. Posisi postural drainage: 1) RUL (right upper lung = lobus kanan atas paru) a) Posisi : duduk bersandar ke belakang dengan sudut 30 b) Clapping : tangan diletakkan pada clavikula dan scapula kanan 2) LUL (left upper lung = lobus kiri atas paru) a) Posisi : duduk bersandar ke belakang bagian depan memeluk bantal dengan sudut 30 b) Clapping : tangan diletakkan antara klavikula dan scapula kiri 3) RUL Anterior (right upper lung anterior = segmen kanan atas anterior paru) a) Posisi : tidur miring dengan telapak tangan kanan sedikit rotai menjauh dari punggung kea rah dada kiri sehingga klavikula kanan terangkat b) Clapping : sebelah dada atas kanan di bawah klavikula antara iga ke 2 dan ke 4 kiri 16

4) LLL Posterior basal (left lower lung posterior basal) a) Posisi : seperti tengkurap kepala ke bawah 30

kedua

paha diganjal dengan bantal b) Clapping : hanya pada iga kiri belakang ke 11 dan 12 5) RLL Posterior basal (right left lung posterior basal) a) Posisi : sedikit tengkurap turun kepala 30 kedua paha diganjal bantal b) Clapping : hanya pada iga kanan belakang ke 11 dan 12 6) RLL Superior (right left lung) a) Posisi : seperti tengkurap kedua tangan di bawah dada kedua paha di bawah bantal b) Clapping : disudut scapula kanan bagian bawah g. Pasang perlak dan alas h. Pasang handuk di atas dada lateral kemudian tangan kanan pasien di ke ataskan memegang tempat tidur i. Perawat melakukan clapping dengan lembut di daerah dada lateral 1-2 menit j. Lakukan vibrasi pada saat akhir inspirasi dan awal ekspirasi k. Anjurkan anak untuk batuk efektif dengan cara menarik nafas 3 kali kemudian batukkan dan dahak ditampung, bila sputum akan diperiksa masukkan ke botol yang telah disediakan l. Setelah selesai posisikan anak senyaman mungkin m. Cek tanda-tanda vital n. Alat-alat dibereskan o. Cuci tangan p. Dokumentasikan jumlah sputum, warna, bau, dan konsistensi

17

BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Pembahasan Dalam penelitian ini, semua perawatan menghasilkan perbaikan lendir mukosa yang substansial dan segera oleh pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronis; tidak ada perubahan signifikan dalam uji fungsi paru dan nilai SaO2 baik selama atau setelah PD (Postural drainage), FLUTTER (teknik ini melibatkan perangkat komersial) atau ELTGOL (manuver kadaluarsa yang lambat dengan glotis terbuka dalam postur lateral) manfaat fisioterapi dada untuk meningkatkan ekspektasi pada pasien dengan sikat kistik telah terdokumentasi dengan baik. Penelitian sebelumnya12-14 menunjukkan bahwa PD dapat menghasilkan pembengkakan SaO2 yang memburuk, menunjukkan perlunya teknik pengangkatan sekresi yang lebih baik. PD terbukti efektif pada pasien dengan sistik fibrosis. Pertanyaan terbuka adalah apakah teknik ini berguna pada gangguan paru dengan peningkatan produksi sputum seperti bronkitis kronis. Pada penelitian terbukti bahwa teknik ini aman dan efektif pada pasien. FLUTTER harus menghambat keruntuhan prekoks yang umumnya dapat diamati pada saluran pernafasan yang tidak stabil pada pasien dengan pembatasan saluran nafas kronis dengan menggunakan tekanan ekspirasi positif. ELTGOL membiarkan clearance paru infralateral dengan bernapas pada volume paru-paru dari FRC sampai RV dalam postur omolateral yang nyaman. Dalam penelitian kami, jumlah sputum lebih besar, meski tidak signifikan, dengan FLUTTER dan ELTGOL dibandingkan dengan PD. Selain itu, teknik ini lebih efektif daripada PD dalam memperpanjang pembersihan sputum. FLUTTER dapat memodifikasi sifat viskoelastik sekresi sementara ELTGOL dapat meregenerasi sifat surfaktan karena paru-paru. ekspansi dan kompresi karena manuver pernapasan pada volume yang berbeda. Sebagai kesimpulan, kami menyarankan bahwa semua 3 perlakuan efektif dalam menghilangkan sekresi secara akut tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada saturasi oksigen pada pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronis. Karena teknik selain PD memungkinkan pasien untuk melakukan perawatan mereka sendiri, mereka mungkin mewakili alternatif yang valid untuk PD dan harus dianggap 18

sangat menarik pilihan pertama dari fisioterapi dada dalam pengobatan bronkitis kronis yang diperburuk. Selanjutnya, FLUTTER dan ELTGOL lebih efektif daripada PD dalam memperpanjang efek pengangkatan sekresi, menunjukkan drainase yang lebih homogen dari pohon bronkial. Studi lebih lanjut akan diperlukan untuk memverifikasi efek jangka panjang dari perawatan ini, terutama berkenaan dengan kualitas hidup dan kepatuhan.

B. Upaya implementasi yang dapat dilakukan Semua 3 perlakuan pada penelitian tersebut efektif dalam menghilangkan sekresi secara akut tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada saturasi oksigen pada pasien dengan eksaserbasi bronkitis kronis. Karena teknik selain PD memungkinkan pasien untuk melakukan perawatan mereka sendiri, mereka mungkin mewakili alternatif yang valid untuk PD dan harus dianggap sangat menarik pilihan pertama dari fisioterapi dada dalam pengobatan bronkitis kronis yang diperburuk. Selanjutnya,

FLUTTER

dan

ELTGOL lebih

efektif

daripada

PD

dalam

memperpanjang efek pengangkatan sekresi, menunjukkan drainase yang lebih homogen dari pohon bronkial. Studi lebih lanjut akan diperlukan untuk memverifikasi efek jangka panjang dari perawatan ini, terutama berkenaan dengan kualitas hidup dan kepatuhan.

19

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Ketiga perlakuan tersebut aman dan efektif dalam menghilangkan sekresi tanpa menimbulkan efek yang tidak diinginkan pada saturasi oksigen, namun teknik FLUTTER dan ELTGOL lebih efektif dalam memperpanjang pembuangan sekresi pada eksaserbasi bronkitis kronis daripada metode PD (Postural Drainage).

B. Saran Diharapkan peneliti menggunakan metode yang lain pada penelitian selanjutnya, sehingga hasil penelitian lebih valid. Pada penelitian ini pemilihan kata mudah di mengerti pembaca, namun tidak terdapat saran pada jurnal, sehingga pembaca tidak mengetahui saran penelitian selanjutnya, diharapkan peneliti memberikan saran paada jurnal selanjutnya.

20

Related Documents


More Documents from "Mira C. Karuniawati"