Blok 18 Mutiaa.docx

  • Uploaded by: Edvin Ng
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blok 18 Mutiaa.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,604
  • Pages: 14
Pneumonia Pada Laki Laki Usia 48 tahun Mutiara Fitri 102015036 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Abstrak Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif. Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator mekanik dapat terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%. Abstract Acute lower respiratory tract infections (ISNBA) continue to be a major health problem despite progress in identifying both new and very rapidly causing agents, and the ability of antimicrobial drugs has been greatly improved. ISNBA can be found in various forms, the most common being in the form of pneumonia. Pneumonia is an acute infection of the lung tissue (alveoli). In older-age pneumonic hospitals the incidence is three times greater than for younger patients. About 38 people of elderly pneumonia acquired in the community, 43% of which are caused by Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae and influenza B virus; Not found gram negative bacteria. The other fifty-seven percent could not be identified because of the difficulty of collecting specimens and had previously been given antibiotics. In critical patients with the use of mechanical ventilator can occur nosocomial pneumonia as much as 10% to 70%. PENDAHULUAN Infeksi saluran napas bawah akut (ISNBA) masih terus menjadi masalah kesehatan yang utama meskipun kemajuan dalam identifikasi baik agen-agen penyebab baru ataupun lama 1

sangat pesat, dan kemampuan obat-obat antimikroba telah banyak ditingkatkan. Selain itu masih banyak terdapat kontroversi berkenaan dengan pendekatan diagnostic dan pilihan pengobatan. ISNBA dapat dijumpai dalam berbagai bentuk, tersering adalah dalam bentuk pneumonia. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat1. Dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi, dengan gejala-gejala batuk, demam, dan sesak nafas. Secara klinis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai suatu peradangan paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit, dan lain-lain). Secara anatomis pneumonia dapat diklasifikasikan sebagai pneumonia lobaris, pneumonia segmentalis, dan pneumonia lobularis yang dikenal sebagai bronkopneumonia dan biasanya mengenai paru bagian bawah. Selain itu pneumonia dapat juga dibedakan berdasarkan tempat dapatannya, yaitu pneumonia komunitas dan pneumonia rumah sakit. Definisi Pneumonia adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri, virus maupun jamur. Pneumonia juga bisa terjadi setelah pembedahan (terutama pembedahan perut) atau cedera (terutama cedera dada), sebagai akibat dari dangkalnya pernafasan, gangguan terhadap kemampuan batuk dan lendir yang tertahan. Sedangkan pneumonia bakterial adalah peradangan paru yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dibawah ini adalah peta pemikiran yang akan menjadi dasar untuk penulisan makalah ini , yang akan saya bahas :

2

1.

Anamnesis

Anamnesis merupakan wawancara riwayat kesehatan pasien baik secara langsung atau tidak langsung yang memiliki tiga tujuan utama, yaitu mengumpulkan informasi, membagi informasi, dan membina hubungan saling percaya untuk mendukung kesejahteraan pasien. Informasi atau data yang dokter dapatkan dari wawancara merupakan data subjektif berisi hal yang diutarakan pasien kepada dokter mulai dari keluhan utama hingga riwayat pribadi dan sosial.2 Untuk individu dewasa, riwayat komprehensif mencakup Mengidentifikasi Data dan Sumber Riwayat, Keluhan Utama, Penyakit Saat Ini, Riwayat Kesehatan Masa Lalu, Riwayat Keluarga, dan Riwayat Pribadi dan Sosial.Dalam kasus ini, dokter melakukan anamnesis secara langsung dari pasien. Riwayat kesehatan yang perlu dikumpulkan meliputi: Keluhan batuk sejak kapan? Batuknya terus menerus atau hilang timbul? Apakah disertai sesak atau nyeri dada? Semakin hari semakin parah atau tidak? Apakah disertai demam? Riwayat penggunaan obat sebelumnya untuk meringankan keluhan? Pernah ke dokter sebelumnya? Riwayat penyakit dahulu, apa pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya? Riwayat penyakit keluarga? Riwayat social & ekonomi, pola makan bagaimana? Sering terlambat makan? Sering makan makanan yang asam atau pedas? Merokok? Minum alcohol? Olahraga? Keadaan lingkungan rumah dan tempat kerja bagaimana?2 2.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan Pemeriksaan yang dapat dilakukan ada dua , yaitu pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. a.

Pemeriksaan Fisik4



Pengukuran tanda-tanda vital, didapatkan : KU : Tampak sakit sedang,Kesadaran CM TTV : Nadi : 98x/menit , Suhu : 38 °C, TD : 110/80 mmHg, Nafas:22x/menit 3

   

Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi

: Pergerakan dada terlihat simetris saat statis dan dinamis : Simetris : Sonor : Ronki +/- , Wheezing tidak ada

3 .Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Hasil pemeriksaan leukosit >15.000/ul dengan dominasi netrofil sering didapatkan pada pneumonia bakteri, dapat pula karena penyebab non bakteri.Laju endap darah (LED) dan C reactive protein juga tidak menunjukkan gambaran khas.Trombositopeni bisa didapatkan pada 90% penderita pneumonia dengan empiema. 2. Gambaran radiologis Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis utama pada pneumonia. Foto lateral dibuat bila diperlukan informasi tambahan, misalnya efusi pleura. Pada bayi dan anak yang kecil gambaran radiologi seringkali tidak sesuai dengan gambaran klinis.Tidak jarang secara klinis tidak ditemukan apa-apa tetapi gambaran foto toraks menunjukkan pneumonia berat.Foto toraks tidak dapat membedakan antara pneumonia bakteri dari pneumonia virus. Gambaran radiologis yang klasik dapat dibedakan menjadi tiga macam: a. Konsolidasi lobar atau segmental disertai adanya air beonchogram, biasanya disebabkan infeksi akibat Pneumococcus atau bakteri lain2. b. Pneumonia interstisial, biasanya karena virus atau mycoplasma; gambaran berupa corakan bronkovaskular bertambah, peribronchial cuffing dan overeriation; bila berat terjadi pachy concolidation karena ateletaksis. c. Gambaran pneumonia karena Staphylococcus aureus dan bakteri lain biasanya menunjukkan gambaran bilateral yang difus, corakan peribronchial yang bertambah dan tampak infiltrate halus sampai perifer3. d. Staphylococcus pneumonia juga sering dihubungkan dengan pneumatocelle dan efusi pleura (empiema), sedangkan mycoplasma akan memberikan gambaran berupa infiltrate retikulat dan retikulonodular yang terlokalisir di satu lobus. 3.

Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum kurang sempurna.Biakan darah jarang positif, hanya positif pada 3-11% saja, tetapi untuk Pneumococcus dan H. Influenzae kemungkinan positif adalah 25-95%. 4.

Pemeriksaan Rapid Test dan Serologis

4

Rapid test untuk deteksi antigen bakteri mempunyai spesifitas dan sinsifitas rendah.Pemeriksaan serologis juga kurang bermanfaat. 4. Etiologi a.

Bakteri

Bakteri adalah penyebab paling sering pneumonia di masyarakat dan nosokomial. Berikut ini adalah bakteri-bakteri yang menjadi etiologi pneumonia di masyarakat dan nosokomial: Lokasi sumber masyarakat Bakterinya adalah Streptococcus pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Legionella pneumoniae, Chlamydida pneumoniae, Anaerob oral (aspirasi), dan Influenza tipe A dan B4 Lokasi sumber nosokomial Bakterinya adalah Basil usus gram negatif (Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae), Pseudomonas aeroginosa, Staphylococcus aureus, dan Anaerob oral (aspirasi). b.

Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Berikut ini adalah virus yang dapat menyebakan terjadinya pneumonia: Influenza virus Adenovirus Virus respiratory Syncytial repiratory virus Pneumonia virus c.

Mikoplasma

Mikoplasma adalah penyebab pneumonia atipikal primer yang paling umum. Mikoplasma merupakan organisme kecil yang dikelilingi oleh membran berlapis tiga tanpa diding sel. Organisme ini tumbuh pada media kultur khusus tetapi berbeda dengan virus. Pneumonia mikoplasma sering terjadi pada anak-anak yang sudah besar dan dewas muda.

5

d.

Protozoa

Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Berikut ini adalah protozoa yang dapat menyebabkan pnuemonia: Pneumositis karini Pneumonia pneumosistis Pneumonia plasma sel e.

Penyebab Lain

Penyebab lain yang dapat menyebabkan pnuemonia adalah terapi radiasi, bahan kimia, dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapt menyertai terapi radiasi untuk kanker payudara atau paru, biasanya 6 minbbu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneumonia kimiawi terjadi setelah mencerna kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. 5. Epidemiologi Pneumonia dapat terjadi di semua negara tetapi data untuk perbandingan sangat sedikit, terutama di negara berkembang.Di Amerika pneumonia merupakan penyebab kematian keempat pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per100.000 penduduk. Tingginya angka kematian padan pneumonia sudah dikenal sejak lama, bahkan ada yang menyebutkan pneumonia sebagai “teman pada usia lanjut”. Usia lanjut merupakan risiko tinggi untuk pneumonia, hal ini juga tergantung pada keadaan pejamu dan berdasarkan tempat mereka berada. Pada orang-orang yang tinggal di rumah sendiri insidens pneumonia berkisar antara 25 – 44 per 1000 orang dan yang tiaggal di tempat perawatan 68 – 114 per 1000 orang.5 Di rumah sakit pneumonia usia lanjut insidensnya tiga kali lebih besar daripada penderita usia muda. Sekitar 38 orang pneumonia usia lanjut yang didapat di masyarakat, 43% diantaranya disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Hemophilus influenzae dan virus influenza B; tidak ditemukan bakteri gram negatif.5 Lima puluh tujuh persen lainnya tidak dapat diidentifikasi karena kesulitan pengumpulan spesimen dan sebelumnya telah diberikan antibiotik. Pada penderita kritis dengan penggunaan ventilator mekanik dapat terjadi pneumonia nosokomial sebanyak 10% sampai 70%. 6. Patogenesis Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru. Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain, misalnya di kulit. Bakteri pneumokokus secara normal berada di tenggorokan dan rongga hidung (saluran napas bagian atas) pada anak dan dewasa sehat, sehingga infeksi pneumokokus dapat menyerang siapa saja dan dimana saja, tanpa memandang status sosial. Percikan ludah 6

sewaktu bicara, bersin dan batuk dapat memindahkan bakteri ke orang lain melalui udara. Terlebih dari orang yang berdekatan misalnya tinggal serumah, tempat bermain, dan sekolah. Jadi, siapa pun dapat menularkan kuman pneumokokus. Bakteri masuk ke dalam paru-paru melalui udara, akan tetapi kadang kala juga masuk melalui sistem peredaran darah apabila pada bagian tubuh kita ada yang terinfeksi. Sering kali bakteri itu hidup pada saluran pernafasan atas yang kemudian masuk ke dalam arteri. Ketika masuk ke dalam alveoli, bakteri melakukan perjalanan diantara ruang antar sel dan juga diantara alveoli. Dengan adanya hal tersebut, sistem imun melakukan respon dengan cara mengirim sel darah putih untuk melindungi paru-paru. Sel darah putih (neutrofil) kemudian menelan dan membunuh organisme tersebut serta mengeluarkan sitokin yang merupakan hasil dari aktivitas sistem imun itu. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya demam, rasa dingin (menggigil), lemah yang merupakan gejala umum dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri ataupun jamur. Neutrofil, bakteri, dan cairan mempengaruhi keadaan sekitarnya dan juga mempengaruhi transportasi O2.6 Perjalanan bakteri dari paru-paru ke dalam peredaran darah mengakibatkan penyakit yang serius seperti sepsis, yaitu suatu keadaan tekanan darah rendah yang kemudian mempengaruhi sistem faal otak, ginjal, dan jantung. Adapun cara mikroorganisme itu sampai ke paru-paru bisa melalui: - Inhalasi (penghirupan) mikroorganisme dari udara yang tercemar - Aliran darah, dari infeksi di organ tubuh yang lain - Migrasi (perpindahan) organisme langsung dari infeksi di dekat paru-paru. Cara penularan bakteri pneumonia sampai saat ini belum diketahui pasti, namun ada beberapa hal yang memungkinkan seseorang beresiko tinggi terserang penyakit Pneumonia. Hal ini diantaranya adalah : 1.

Orang yang memiliki daya tahan tubuh lemah.

Seperti penderita HIV/AIDS dan para penderita penyakit kronik seperti sakit jantung, diabetes mellitus. Begitupula bagi mereka yang pernah/rutin menjalani kemoterapi dan meminum obat golongan Immunosupressant dalam waktu lama, dimana mereka pada umumnya memiliki daya tahan tubuh (Imun) yang lemah. 2.

Perokok dan peminum alkohol.

Perokok berat dapat mengalami iritasi pada saluran pernafasan (bronchial) yang akhirnya menimbulkan secresi muccus (riak/dahak), Apabila riak/dahak mengandung bakteri maka dapat menyebabkan pneumonia. Alkohol dapat berdampak buruk terhadap sel-sel darah putih, hal ini menyebabkan lemahnya daya tahan tubuh dalam melawan suatu infeksi. 7

3.

Pasien yang berada di ruang perawatan intensive (ICU/ICCU).

Pasien yang dilakukan tindakan ventilator (alat bantu nafas) ‘endotracheal tube’ sangat beresiko terkena Pneumonia. Disaat mereka batuk akan mengeluarkan tekanan balik isi lambung (perut) ke arah kerongkongan, bila hal itu mengandung bakteri dan berpindah ke rongga nafas (ventilator) maka potensial tinggi terkena pneumonia.7 4.

Menghirup udara tercemar polusi zat kemikal.

Resiko tinggi dihadapi oleh para petani apabila mereka menyemprotkan tanaman dengan zat kemikal (chemical) tanpa memakai masker adalah terjadi iritasi dan menimbulkan peradangan pada paru yang akibatnya mudah menderita penyakit Pneumonia dengan masuknya bakteri atau virus. 5.

Pasien yang lama berbaring.

Pasien yang mengalami operasi besar sehingga menyebabkannya bermasalah dalah hal mobilisasi merupakan salah satu resiko tinggi terkena penyakit pneumonia, dimana dengan tidur berbaring statis memungkinkan riak/muccus berkumpul dirongga paru dan menjadi media berkembangnya bakteri.6 Diagnosis banding dari penyakit pneumonia adalah sebagai berikut: A.TuberculosisParu(TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M. tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil, keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.8 B. Bronkiektasis (BE) adalah penyakit saluran napas kronik ditandai dengan dilatasi abnormal yang permanen disertai rusaknya dinding bronkus. Biasanya pada daerah tersebut ditemukan perubahan yang bervariasi termasuk di dalamnya inflamasi transmural, edema mukosa (BE silindris), ulserasi (BE kistik) dengan neovaskularisasi dan timbul obstruksi berulang karena infeksi sehingga terjadi perubahan arsitektur dinding bronkus serta fungsinya.9 Keadaan yang sering menginduksi terjadinya BE adalah infeksi, kegagalan drainase sekret, obstruksi saluran napas dan atau gangguan mekanisme pertahanan individu.

8

Di seluruh dunia angka kejadian BE tinggi, biasanya terjadi pada negara terbelakang atau berkembang. BE kebanyakan terjadi pada penduduk usia pertengahan sampai lanjut, sedangkan akibat penyakit kongenital terjadi pada usia muda. Tingkat sosial ekonomi yang rendah, nutrisi buruk, perumahan yang tidak memadai dan sulit mendapatkan fasilitas kesehatan karena alasan finansial atau jangkauan fasilitas kesehatan mempermudah timbulnya infeksi tersebut. 3. Community-Acquired Pneumonia (CAP) adalah infeksi akut dari parenkim paru dengan gejala-gejala infeksi akut, ditambah dengan adanya infiltrat pada pemeriksaan radiografi atau suara paru abnormal pada pemeriksaan auskultasi pada pasien yang tidak sedang dalam perawatan rumah sakit ataupun panti perawatan dalam kurun waktu 14 hari sebelum timbulnya gejala. 2 Kebanyakan pasien memiliki gejala yang tidak spesifik seperti fatigue , sakit kepala, mialgia, dan anorexia. Gejala dari pneumonia dapat meliputi demam atau hipotermi, kekakuan otot-otot, dispneu, nyeri dada, batuk yang baru terjadi dengan atau tidak adanya produksi sputum atau perubahan warna sekret pada pasien dengan batuk kronik. Skoring derajat keparahan pneumonia pada pasien CAP Penatalaksanaan pertama pada pasien CAP setelah didiagnosa adalah penentuan tempat perawatan berdasarkan derajat keparahan pneumonia dengan menggunakan skor prediksi antara lain PSI dan CURB-65 dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing. Skoring derajat keparahan pneumonia seperti CURB-65 atau skor prediksi seperti PSI, bermanfaat untuk memprediksi risiko mortalitas pasien CAP. Skor-skor ini juga digunakan sebagai panduan pemilihan terapi antibiotik dan mengidentifikasi pasien yang memerlukan perawatan di ICU. Penggunaan skor/kriteria yang objektif ini dapat menurunkan angka rawat inap pada pasien CAP dengan risiko mortalitas rendah juga penting dalam mengidentifikasi pasien CAP risiko mortalitas tinggi yang membutuhkan perawatan. Namun penggunaan kriteria yang objektif juga harus diimbangi oleh penilaian subjektif dari dokter, termasuk kemampuan dan keamanan pasien dalam mengonsumsi obat secara oral dan ketersediaan sarana dan prasarana bagi outpatient tersebut.9 Pneumonia Severity Index Skor prediksi PSI mengklasifikasikan pasien ke dalam 5 kelas mortalitas dan keunggulan skor ini untuk memprediksi angka mortalitas telah dikonfirmasi melalui berbagai penelitian. Kriteria PSI terdiri dari 20 variabel yang berbeda oleh karena itu sangat tergantung dari kelengkapan lembar penilaian, sehingga sulit diterapkan pada situasi pelayanan gawat darurat yang sibuk. Akan tetapi, skor ini sangat baik untuk mengkaji penderita dengan risiko mortalitas rendah yang sesuai untuk mendapat penanganan rawat jalan daripada penderita dengan pneumonia berat yang membutuhkan perawatan rumah sakit Berdasarkan tingkat mortalitasnya maka pasien dibagi menjadi: kelas risiko I dan II dirawat jalan(outpatients) , pasien kelas risiko III dirawat inap singkat atau dalam unit 9

pengawasan, dan pasien kelas risiko IV dan V dirawat inap (inpatients). Berdasarkan pedoman ATS, pasien dengan kelas risiko III mungkin untuk dirawat jalan atau dirawat inap singkat.10

Terapi antibiotik Tujuan pemberian terapi antibiotik adalah untuk mengeradikasi patogen penyebab infeksi. Terapi antibiotik yang diberikan pada penatalaksanaan awal adalah terapi empirik karena patogen penyebab sulit untuk didiagnosis secara pasti pada kebanyakan pasien CAP. Pemberian terapi empirik sebagai penatalaksanaan awal tidak akan berubah sampai metode pemeriksaan yang akurat dan cepat tersedia yang dapat mengidentifikasi penyebab pasti CAP. Pemberian terapi berdasarkan patogen penyebab ataupun terapi empirik pada pasien CAP

10

terdapat perbedaan yang tidak signifikan pada angka mortalitas maupun lamanya rawat inap. Disarankan bahwa terapi antibiotik diberikan sedini mungkin setelah diagnosis pneumonia yang dapat menurunkan angka kematian. Dalam mengobati penderita pneumonia perlu diperhatikan keadaan klinisnya. Bila keadaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat dapat dirawat dirumah. Penderita yang tidak dirawat di RS10 : 1) Istirahat ditempat tidur, bila panas tinggi di kompres 2) Minum banyak 3) Obat-obat penurunan panas, mukolitik, ekspektoran 4) Antibiotika Antibiotik sesuai hasil biakan atau diberikan untuk kasus pneumonia community base: •

Ampisilin 100 mg/kg BB/hari dalam 41 kali pemberian



Kloramfenikol 75 mg/kg BB/hari dalam 4 kali pemberian

Untuk kasus pneumonia hospital base: •

Sefatoksim 100 mg/kg BB/ hari dalam 2 kali pemberian



Amikasin 10-15 mg/kg BB/hari dalam 2 kali pemberian

Penderita yang dirawat di Rumah Sakit, penanganannya di bagi 2 11: Penatalaksanaan Umum •

Pemberian Oksigen



Pemasangan infuse untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit



Mukolitik dan ekspektoran, bila perlu dilakukan pembersihan jalan nafas



Obat penurunan panas hanya diberikan bila suhu > 400C, takikardi atau kelainan jantung.



Bila nyeri pleura hebat dapat diberikan obat anti nyeri.

Pengobatan Kausal Dalam pemberian antibiotika pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan MO (Mikroorganisme) dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi beberapa hal perlu diperhatikan:

11

• Penyakit yang disertai panas tinggi untuk penyelamatan nyawa dipertimbangkan pemberian antibiotika walaupun kuman belum dapat diisolasi. • Kuman pathogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab sakit, oleh karena itu diputuskan pemberian antibiotika secara empiric. Pewarnaan gram sebaiknya dilakukan. •

Perlu diketahui riwayat antibiotika sebelumnya pada penderita.

Pengobatan awal biasanya adalah antibiotic, yang cukup manjur mengatasi pneumonia oleh bakteri., mikroplasma, dan beberapa kasus ricketsia. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Pada pasien yang berusia pertengahan, diperlukan istirahat lebih panjang untuk mengembalikan kondisi tubuh. Namun, mereka yang sudah sembuh dari pneumonia mikroplasma akan letih lesu dalam waktu yang panjang. J.

Komplikasi

a.

Shock dan gagal napas

Komplikasi parah pneumonia meliputi hipotensi dan syok dan kegagalan pernafasan (terutama dengan penyakit bakteri gram negatif pada pasien usia lanjut). Komplikasi ini ditemui terutama pada pasien yang tidak menerima pengobatan khusus atau pengobatan yang tidak memadai atau tertunda. Komplikasi ini juga ditemui ketika organisme penyebab infeksi yang resisten terhadap terapi dan ketika penyakit penyerta mempersulit pneumonia13 Jika pasien sakit parah, terapi agresif termasuk dukungan hemodinamik dan ventilasi untuk mencegah pecahnya kapiler perifer, menjaga tekanan darah arteri, dan memberikan oksigenasi yang memadai. Agen vasopressor dapat diberikan secara intravena dengan infus dan pada tingkat disesuaikan sesuai dengan respon tekanan. Kortikosteroid dapat diberikan parenteral untuk memerangi shock dan toksisitas pada pasien yang sangat sakit dengan pneumonia dan bahaya nyata kematian dari infeksi. Pasien mungkin memerlukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanik. Gagal jantung kongestif, disritmia jantung, perikarditis, miokarditis dan juga komplikasi dari pneumonia yang dapat menyebabkan shock. b.

Atelektasis dan Efusi pleura

Atelektasis (dari obstruksi bronkus oleh akumulasi sekresi) dapat terjadi pada setiap tahap pneumonia akut. Efusi pleura parapneumonik terjadi pada setidaknya 40% dari pneumonia bakteri. Sebuah efusi parapneumonik adalah setiap efusi pleura yang berhubungan dengan pneumonia bakteri, abses paru, bronkiektasis atau. Setelah efusi pleura terdeteksi pada dada xray, thoracentesis yang dapat dilakukan untuk mengeluarkan cairan tersebut. Cairan ini dikirim ke laboratorium untuk analisis. Ada tiga tahap efusi pleura parapneumonik berdasarkan patogenesis: tidak rumit, rumit, dan empiema toraks. Sebuah empiema terjadi ketika tebal, cairan 12

purulen terakumulasi dalam ruang pleura, sering dengan perkembangan fibrin dan loculated (berdinding-off) daerah di mana infeksi berada. Sebuah tabung dada dapat dimasukkan untuk mengobati infeksi pleura dengan mendirikan drainase yang tepat dari empiema tersebut. Sterilisasi rongga empiema membutuhkan 4 sampai 6 minggu antibiotik. Kadang-kadang manajemen bedah diperlukan.9 c.

Superinfeksi

Superinfeksi dapat terjadi dengan pemberian dosis yang sangat besar antibiotik, seperti penisilin, atau dengan kombinasi antibiotik. Superinfeksi juga dapat terjadi pada pasien yang telah menerima berbagai kursus dan jenis antibiotik. Dalam kasus tersebut, bakteri dapat menjadi resisten terhadap terapi antibiotik. Jika pasien membaik dan demam berkurang setelah terapi antibiotik awal, tetapi kemudian ada kenaikan suhu dengan meningkatnya batuk dan bukti bahwa pneumonia telah menyebar, superinfeksi mungkin terjadi. Antibiotik dapat diubah atau dihentikan sama sekali dalam beberapa kasus.11 Kesimpulan Diagnosa dari CAP ditegakkkan berdasarkan data klinis, laboratorium, dan radiologi. Selain melihat gejala klinis (batuk, demam, nyeri dada pleuritik), pemeriksaan fisik dilakukan untuk mencari adanya suara bronki yang tidak sensitif ataupun spesifik untuk mendiagnosa pneumonia. terapi antibiotik diberikan sedini mungkin setelah diagnosis pneumonia yang dapat menurunkan angka kematian Perubahan terapi antibiotik dari intravena ke oral dapat dilakukan apabila pasien telah stabil secara hemodinamik, adanya perbaikan klinis, mampu mengkonsumsi obat secara oral dan traktus gastrointestinalnya telah berfungsi normal.

13

Daftar Pustaka 1. American thoracic society. Guidelines for management of adults with Guidelines for the Management of Adults with Hospital-acquired, Ventilator-associated, and Healthcareassociated Pneumonia. Am J Respir Crit.Care Med 2005; 171: 388-416. 2. Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD RSCM; 2007. 3. Barlett JG, Dowell SF, Mondell LA, File TM, Mushor DM, Fine MJ. Practice guidelines for management community-acquiredd pneumonia in adults. Clin infect Dis 2000; 31: 347-82 4. Mandell LA, IDSA/ATS consensus guidelines on the management of communityacquired pneumonia in adults, CID 2007;44:S27 5. Mylotte JM, Nursing home-associated pneumonia, Clin Geriatr Med 2007;23:553 6. Menendez R, Treatment failure in community-acquired pneumonia, 2007;132:1348 7. Niederman MS, Recent advances in community-acquired pneumonia inpatient and outpatient, Chest 2007;131;1205 8. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Komuniti.2003 9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan Pneumonia Nosokomial.2003 10. Jeremy, dkk. 2005. At a Glance Sistem Respirasi, Edisi 2. Jakarta: Erlangga. 11. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia. Jakarta: Pustaka Obor Populer.

14

Related Documents


More Documents from "Gian Kalalembang"

Minggu.docx
December 2019 16
Blok 18 Mutiaa.docx
November 2019 22
Minggu.docx
November 2019 14
Status Ipd Ng.docx
December 2019 20
Beginner 1 Lesson 1
May 2020 33