Blok 16 Skenario 11.docx

  • Uploaded by: william
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Blok 16 Skenario 11.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,295
  • Pages: 9
Batu Saluran Empedu Dengan Komplikasi Radang Saluran Empedu William Wibowo 102016228 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta Barat 11510 No. Telp (021) 5694-2061

Abstrak Batu empedu dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu batu kolesterol, batu pigmen coklat, dan batu pigmen hitam. Pasien dengan batu empedu dibagi menjadi tiga, yaitu pasien dengan batu yang asimtomatik, pasien dengan batu empedu simptomatik, dan pasien dengan komplikasi batgu empedu. Di Asia Tenggara, pasien lebih banyak menderita batu empedu pigmen coklat maupun hitam dan banyak terjadi pada masyarakat yang sosial ekonominya rendah dan pedesaan. Koledokolitiasis merupakan kondisi dimana saluran empedu tersumbat, dan dapat menyebabkan gangguan ekskresi bilirubin conjugated ke dalam duodenum. Kata kunci : Batu empedu, koledokolitiasis, bilirubin

Abstract Gallstones can be classified into three types, namely rock cholesterol, brown pigment stones, and black pigment stones. Patients with gallstones were divided into three, ie patients with asymptomatic stones, patients with symptomatic gallstones, and patients with gallbladder complications. In Southeast Asia, patients are more likely to suffer from chocolate and black pigment gall stones and are common in socio-economic societies that are low and rural. Koledokolitiasis is a condition in which the bile ducts are blocked, and can cause a bilirubin excretion degradation conjugated into the duodenum. Keywords: Gallstones, koledokolitiasis, bilirubin

Pendahuluan Penyakit batu empedu adalah masalah kesehatan yang penting di negara-negara Barat. Sedangkan di Indonesia baru mendapatkan perhatian klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien yang menderita batu empedu tidak mempunyai keluhan. Resiko penderita batu empedu relatif kecil untuk mengalami gejala dan komplikasi. Akan tetapi jika penderita sudah mengalami nyeri kolik yang spesifik, maka masalah dan penyulit akan terus bertambah. Batu empedu umumnya ditemukan di kandung empedu, namun dapat bermigrasi melalui duktus sistikus ke saluran empedu dan menjadi batu saluran empedu dan dapat disebut juga sebagai batu saluran empedu sekunder. Di negara-negara Barat, 10-15% pasien dengan batu empedu juga didapatkan batu saluran empedu. Pada beberapa keaadaan batu saluran empedu juga bisa didapatkan primer di saluran empedu tanpa melibatkan kandung empedu. Batu saluran empedu primer banyak didapatkan pada pasien-pasien di Asia ketimbang di negara-negara Barat.

Anamnesis Pada anamnesis didapatkan bahwa pasien seorang perempuan berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan nyeri menjalar hingga ke punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Keluhan pasien juga disertai dengan demam, bab seperti dempul, sklera ikterik, kulit kuning. Pemeriksaan Fisik Pertama, kita melihat keadaan umum pasien dan kesadaran pasien. Lalu dilanjutkan pemeriksaan tanda-tanda vital seperti suhu badan, tekanan darah, berat badan, tinggi badan, Body Mass Index (BMI), frekuensi pernapasan, serta frekuensi nadi. Sesudah itu melakukan inspeksi untuk melihat keadaan yang tidak normal dari pasien seperti warna kulit pasien. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium Pasien dengan kolangitis dan pankreatitis memiliki nilai tes laboratorium yang abnormal. Satu nilai laboratorium abnormal tidak memastikan diagnosis pada koledokolitiasis,

kolangitis, atau pankreatitis, melainkan, satu set hasil studi laboratorium mengarah ke diagnosis yang benar.2,3 Peningkatan hitung sel darah putihmenimbulkan kecurigaan terhadap adanya peradangan atau infeksi, pada kasus leukosit meningkat menandakan ada radang (akut) aktif/infeksi. (normal:4.500-11.000 sel/UI). Aspartat amino transferase dan alanin amino transferase merupakan enzim yang berada didalam sel hepar, ginjal, miokard, otot skelet, dan akan meningkat kadarnya jika terjadi keruakan pada sel-sel hepar. Kadar normal pada laki-laki :1040 U/L, perempuan : 9-32 U/L. (AST/SGOT, pada kasus mengalami peningkatan). Peningkatan dapat terjadi akibat hepatitis kronis, sirosis hati,obstruksi duktus biliaris, carcinoma hepar. Biasanya jika terjadi kelainan pada hati, SGPT akan meningkat duluan daripada SGOT. SGPT normal 19-25 U/L, sedikit lebih tinggi pada laki-laki 29-33U/L. Peningkatan dapat terjadi pada penyakit hati kronis, sirosis hati, obstruksi duktus biliaris, gagal jantung (lebih spesifik CKMB), gagal ginjal, kerusakan pada otot dan eritrosit.3 Alkali fosfatase dan gamma-glutamil transpeptidase merupakan enzim yang beraktivitas pada pH basa antara 9,0-10,5. Enzim terdapat pada membran sel canaliculus biliaris hepar (dominan diproduksi oleh hepar). Terdapat juga pada usus, ginjal, dan plasenta ibu hamil. Pada dewasa normal kadar dalam darah : 25-100 units per liter (U/L). Pada anak-anak < 350 U/L. Peningkatan kadar dalam darah dapat terjadi karena tingginya hepatitis, obstruksi ductus biliaris, sirosis hati, kanker hati, metastasis kanker dari organ lain ke hati.4,5

Working Diagnosis Koledokolitiasis adalah penyakit adanya batu empedu pada ductus biliaris communis, Batu empedu lebih banyak ditemukan pada wanita dan faktor resikonya adalah : 4F (Female, Forty, Fertile, Fat) kasus terbanyak dari koledokolitiasis sekunder, adalah keluarnya batu empedu dati kantung empedu ke duktus biliaris communis, koledokolitiasis primer ebih jarang terjadi, batu terbentuk di duktus biliaris communis. Koledokolitiasis primer biasanya terjadi pada pasien dengan stasis saluran empedu (paien dengan kistik fibrosi. Pasien dengan infeksi rekurens/persisten yang terjadi di sistem biliaris, berisiko tinggi untuk terjadi koledokolitiasis (banyak terjadi di Asia Timur).6 Etiologi Penyebab koledoklitiasis, yaitu adanya faktor predisposisi terjadinya batu empedu. Faktor predisposisi itu antara lain; perubahan komposisi empedu (sangat jenuh dengan kolesterol),

statis empedu (akibat gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme sfingter oddi), dan infeksi (bakteri dapat berperan sebagai pusat presipitasi/pengendapan) kandung empedu. Batu pada koledokolitiasis dapat berasal dari batu

di kandung empedu yang bermigrasi dan

menyumbat di duktus koledokus, atau dapat juga berasal dari pembentukan batu di duktus koledokus itu sendiri.7,8 Epidemiologi Di masyarakat Barat komposisi utama batu empedu adalah kolesterol, terjadi pada lebih dari 20 juta orang Amerika, sedangkan penelitian di Jakarta pada 51 pasien didapatkan batu pigmen pada 73% pasien dan batu kolesterol pada 27% pasien.1,4 Koledokolitiasis atau kolangitis akut lebih rentan terjadi pada kelompok 4F : female (wanita), fertile (subur)khususnya selama kehamilan, fat (gemuk), dan forty (empat puluh tahun).2 Koledolitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar pula kemungkinan untuk terjadinya koledokolitiasis. Faktor resiko tersebut antara lain: 1. Genetik : lebih sering ditemukaan pada orang kulit putih dibandingkan kulit hitam, lebih sering ditemukan di negara lain selain USA, Chili dan Swedia. Di negara Barat, hampir semua batu berasal dari kandung empedu. Di Asia, insidensi pembentukan batu, biasanya berpigmen di duktus primer dan intrahati jauh lebih tinggi. 2. Umur : rata-rata pada 40-50 tahun. Semakin berkurang pada usia muda dan semakin bertambahnya usia semakin besar kemungkinan untuk mendapatkan batu empedu, sehingga pada usia 90 tahun kemungkinannya adalah satu dari tiga orang. 3. Jenis Kelamin : lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan perbandingan 4 : 1. Di USA 10- 20 % laki-laki dewasa menderita batu empedu, sementara di Italia 20 % wanita dan 14 % laki-laki. Di Indonesia jumlah penderita wanita lebih banyak dari pada laki-laki. 4. Faktor-faktor lain : obesitas, makanan, riwayat keluarga, aktifitas fisik, dan nutrisi jangka vena yang lama.

Patofisiologi Batu saluran empedu dapat digolongkan menjadi 3 yaitu batu kolesterol, batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat. Pada batu kolesterol dimana komposisi kolesterol melebnihi 70%. Pada batu pigmen coklat atau biasa disebut calcium bilirubinate, dan batu pigmen hitam yang kaya akan residu hitam tak terekstraksi. Pada batu kolesterol ada 3 faktor penting yaitu hipersaturasi kolesterol dalam kandung empedu, percepatan terjadinya kristalisasi kolesterol, dan gangguan motilitas kandung empedu dan usus. Sedangkan pada batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu, malnutrisi, dan faktor diet. Aktivitas enzim B-glucoronidase bakteri dari manusia memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen karena enzim tersebut akan membentuk bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium biluribinate. Hemoglobin akan dikatabolisme menjadi bilirubin, pada orang dewasa normal terjadi penghancuran sel darah merah 1-2x108/jam. Molekul globin akan dipakai lagi, dan heme akan dikatabolisme menjadi bilirubin yang akan larut dalam air dan dibuang bersama feses dan urin. Dari 1 gram Hb akan diubah menjadi 35 mg bilirubin, pada orang dewasa ada 250350mg/hr bilirubin yang didapatkan dari hemoglobin yang tua dan eritropoeisis inefektif. Selanjutnya, bilirubin indirek akan diangkut protein ke dalam hati (diserap oleh sinusoid hati dan berikatan dengan ligandin serta protein Y) untuk dimetabolisme menjadi bilirubin conjugated/direk yang larut air menggunakan enzim glukuronosil transferase, bilirubin diglukuronida/conjugates, akan disekresikan saat ensor diduodenum berupa lipid, lewat, namun jika tidak ada, akan di sekresikan ke kantong empedu, tempat penampungan sementara. Hati terus menyekresikan empedu, bahkan di antara waktu makan. Ductus biliaris ke dalam duedonum dijaga oleh sfingter oddi, yang mencegah empedu masuk ke duedonum kecuali sewaktu pencernaan. Ketika sfingter ini tertutup, empedu yang disekresikan oleh hati menabrak sfingter yang tertutup dan dialihkan balik ke dalam kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di kandung empedu di antara waktu makan.Sekresi ke empedu menggunakan transport aktif protein MRP 2/MOAT yang terdapat di membran plama kanalikulus empedu, bilirubin bersama enzim pankreas akan memasuki duodenum melalui ductus dan bermuara di papilla vaterii, sphincter odii akan terbuka dan sekret empedu serta pankreas akan membantu proses pencernaan molekul makanan/kimus. Di ileum terminal dan usus besar, bakteri flora normal memiliki enzim Beta glukuronidase yang akan mengeluarkan glukuronida, bilirubin conjugated akan direduksi menjadi senyawa tetrapirol

yang tak berwarna membentuk urobilinogen yang akan diekskresikan lewat feses dan sebagian lagi akan direabsorbsi memasuki hati memasuki siklus urobilinogen enterohepatik. Komponen utama dari batu empedu adalah kolesterol, sebagian kecil lainnya terbentuk dari garam kalsium. Cairan empedu mengandung sejumlah besar kolesterol yang biasanya tetap berbentuk cairan. Pada kondisi yang abnormal, kolestrol dapat mengendap di dalam kandung empedu, menyebabkan pembentukan batu empedu. Jumlah kolestrol dalam empedu sebagian ditentukan oleh jumlah lemak yang dikonsumsi.8,9 Komplikasi Pankreatitis batu empedu akut dapat terjadi apabila ada obstruksi yang persisten pada papila vater oleh batu.Batu yang terjepit dapat menimbulkan sepsis bilier atau menambah beratnya pankreatitis. Studi menunjukan bahwa 80% pasien dengan pankreatitis bilier akut ringan dapat menyalurkan batunya secara spontan ke duodenum. Sedangkan pada kasus yang berat, maka akan mempunyai resiko tinggi adanya batu saluran empedu yang tertinggal. Kolangitis dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Kolangitis ditandai dengan adanya trias charcod, yaitu adanya nyeri abdomen, demam tinggi dan menggigil, serta ikterus obstruktif. Selain trias Charcod juga dapat ditemukan gangguan kesadaran, hipotensi, dan oliguria. Biasanya juga disertai dengan nyeri pada kuadran kanan atas.Penatalaksanaan ditujukan untuk memperbaiki kesadaran umum pasien dengan pemberian elektrolit, terapi antibiotik parenteral, dan drainase empedu tersumbat.10 Diagnosis Banding 1. Hepatitis B Gejala umum dari hepatitis b antara lain: -

Kulit dan mata berwarna kekuningan

-

Merasa letih terus menerus

-

Sakit di bagian hati atas

-

Muntah dan sakit persendian

-

Menggigil

-

gatal

-

Urine berwarna gelap

2. Abses Hepar Abses hati adalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu. Lebih sering terkena lobus kanan karena menerima darah dari a. Mesenterika superior dan vena porta. Abses hepar dibagi menjadi 2, yaitu : 1.

Abses hati amebik (AHA): E. Histolitika (spesifik) Gejala klinis : biasanya terjadi pada orang usia lebih muda, Nyeri khas, spontan pada perut kanan atas, jalan membungkuk kedepan, kedua tangan diletakkan diatasnya, dan demam tinggi intermitten atau remitten, asites, saat pungsi asites, cairan berwarna tengguli kemerahan.

2.

Abses hati piogenik (AHP): Enterobacteracea, Microaerophilic streptococcus, Klebsiella pneumonia (non-spesifik) Gejala klinis : Demam tinggi, spontan pada perut kanan atas, jalan membungkuk kedepan, kedua tangan diletakkan diatasnya, dan bisa disertai syok, keadaan umum jelek, biasanya terjadi pada orang yang lebih tua, asites, saat pungsi asites, cairan berwarna purulen/kuning kehijauan. AHA lebih sering terjadi di negara berkembang dari AHP. AHP banyak terjadi

akibat komplikasi dari sistem biliaris.2 Tatalaksana Non Medika Mentosa Pertama dapat dilakukan USG abdomen untuk melihat adanya penebalan dinding vesica fellea atau ada atau tidaknya cairan di sekitarnya. Tujuan USG juga untuk melihat apakah ada batu atau pelebaran ductus lebih dari 8mm. Jika tidak jelas dapat dilanjhutkan MRCP. MRCP adalah teknik pencitraan dengan gama magnet tanpa menggunakan zat kontras, instrumen, dan radiasi ion. Saluran empedu akan terlihat sebagai struktur yang terang sementara batu saluran empedu akan terlihat intensitas sinyal rendah.Studi menunjukkan, MRCP mempunyai sensitivitas dari 91% - 100%, spesifitas 92%-100%. MRCP punya beberapa kelebihan dari ERCP yaitu lebih tidak beresiko.

ERCP terapeutik dengan sfingterotomi endoskopik untuk mengeluarkan batu saluran empedu tanpa operasi pertama kali dipakai tahun 1974 dan sejak itu teknik berkembang pesat dan menjadi standar baku terapi non operatif. Selanjutnya batu dikeluarkan lewat muara yang sudah besar menuju duodenum dan keluar bersama tinja atau bisa juga dikeluarkan lewat mulut bersama skopnya. Ekstraksi batu dengan ERCP dapat dicapai 80-90% dan mortalitas 12%. 8

Medika Mentosa Diberikan asam ursodeoksikolat atau UDCA yang berguna untuk melarutkan batu empedu dengan menaikan produksi asam empedu dan menurunkan absorpsi kolesterol. UDCA diberikan dengan dosis 10-16 mg/kgbb/ hari yang dibagi menjadi 3 dosis. Pasien bisa juga diberikan OAINS untuk menghilangkan nyeri dan juga antibiotik seperti sefalosporin. Prognosis Prognosis dari kasus ini bergantung pada ada atau tidaknya serta berat atau ringannya komplikasi dari pasien. Tetapi dengan penganan yang cepat dan tepat, maka kasus pasien ini mempunyai prognosis yang baik. Kesimpulan Seorang wanita berusia 50 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri hebat yang hilang timbul secara mendadak pada perut kanan atasnya dan menjalar hingga ke punggung kanan sejak 6 jam yang lalu. Selain itu, sejak 5 hari yang lalu, pasien juga mengeluh demam tinggi, tubuhnya berwarna kekuningan dan tinjanya pucat seperti dempul menderita koledokotiasis dengan komplikasi kolangitis akut.

Daftar Pustaka

1.

Dandan

IS.

Choledocolithiasis.

Diunduh

pada

tanggal

14

Juni

2017.

http://emedicine.medscape.com/article/172216-overview. 2.

Ndraha S. Sistem Hepatobilier. 1st ed. Jakarta: FK Ukrida; 2017.

3.

What Is an Alanine Aminotransferase (ALT) Test? [Internet]. WebMD. 2017 [cited 12 June

2017].

Available

from:

http://www.webmd.com/a-to-z-guides/alanine-

aminotransferase-test#2 4.

Alkaline Phosphatase [Internet]. WebMD. 2017 [cited 12 June 2017]. Available from: http://www.webmd.com/digestive-disorders/alkaline-phosphatase-alp-test#2

5.

Pulunggono. Sistem Hepatobilier. 1st ed. Jakarta: FK Ukrida;2017.

6.

Choledocholithiasis: Clinical manifestations, diagnosis, and management [Internet]. Uptodate.com.

2017

[cited

12

June

2017].

Available

from:

https://www.uptodate.com/contents/choledocholithiasis-clinical-manifestationsdiagnosis-andmanagement?source=search_result&search=choledocholithiasis&selectedTitle=1~107 7.

Ndraha S. Bahan ajar gastroenterohepatologi. Abes Hati. Biro publikasi fakultas kedokteran UKRIDA 2013:181-190

8.

Lesmana LA. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta: Interna Publishing. 2009. h. 7215

9.

Watson R. Fisiologi dan anatomi modern untuk perawat. Jakarta: EGC. 2016. h. 215

10.

Grace AP, Borley NR. At a glance ilmu bedah. Jakarta: Erlangga. 2011. h. 121

Related Documents


More Documents from "Julio Andro Artamulandika"

October 2019 51
W3
August 2019 46
December 2019 50
Navegadores
May 2020 30
Gonore (4).docx
June 2020 21