1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Sistem perkemihan atau sistem urinaria adalah suatu sistem tubuh tempat terjadinya proses filtrasi atau penyaringan darah sehingga darah terbebas dari zat-zat yang tidak digunakan lagi oleh tubuh. Selain itu, pada sistem ini juga terjadi proses penyerapan zat-zat yang sudah tidak dipergunakan lagi oleh tubuh akan larut dalam air dan dikeluarkan berupa urine (air kemih). Salah satu organ yang termasuk sistem perkemihan adalah ginjal. Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif. Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsinya menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau penyakit ginjal stadium akhir (Price dan Wilson, 2012). Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori, yaitu kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan lambat (beberapa tahun), sebaliknya dengan gagal ginjal akut yang terjadi dalam beberapa hari atau minggu (Price dan Wilson, 2012). Menurut Prabowo dan Eka (2014) gagal ginjal kronik disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease (CKD), yaitu gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dan dampak yang bersifat kontinyu. Gagal
2
ginjal kronik merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah (Muttaqin A, 2012). Kegagalan ginjal menahun berlangsung perlahan-lahan, karena penyebab yang berlangsung lama, sehingga tidak dapat menutupi kebutuhan biasa lagi dan menimbulkan gejala sakit (Wijaya dan Yessie, 2013). CKD merupakan penyakit ginjal tahap akhir dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit serta mengarah pada kematian (Padila, 2012). CKD termasuk penyakit masyarakat yang sangat besar dan menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut hasil Global Burden Disease tahun 2015, CKD merupakan penyebab kematian peringkat ke-12, terhitung dengan jumlah 1,1 juta kematian di seluruh dunia. Secara keseluruhan, kematian akibat CKD meningkat sebesar 31,7% selama 10 tahun terakhir, sehingga menjadi salah satu penyebab utama kematian, setelah diabetes dan demensia. Menurut Riskesdas (2013), CKD di Indonesia menempati urutan ke-10 dari 12 penyakit tidak menular. Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari peremupuan (0,2%). Sedangkan prevalensi Provinsi Jawa Barat sebesar 0,3%. Menurut data Medical Record RSU dr. Slamet Garut, CKD tidak termasuk kedalam 10 penyakit terbesar, tetapi jumlah kasus CKD pada periode 2016 – 2017 yaitu sebanyak 595 orang.
3
Meskipun CKD tidak termasuk kedalam 10 besar penyakit di rumah sakit, penyakit ini perlu mendapatkan penanganan yang serius. Karena dapat menimbulkan masalah keperawatan aktual maupun resiko yang berdampak pada penyimpangan kebutuhan dasar manusia seperti kelebihan volume cairan, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan, perubahan integritas kulit, intoleransi aktivitas, dan kurangnya pengetahuan tentang penyakit (Fusfitasari, 2013). Pada Pasien CKD, fungsi ginjal menurun secara dratis yang berasal dari nefron. Jika jumlah nefron yang tidak berfungsi meningkat, maka ginjal tidak mampu menyaring urine. Pada tahap ini glomerulus menjadi kaku dan plasma tidak dapat difilter dengan mudah melalui tubulus, maka akan terjadi kelebihan cairan dengan retensi air dan natrium. Masalah kelebihan volume cairan yang dialami pasien tidak hanya diperoleh dari masukan minuman yang berlebih, akan tetapi dapat berasal dari makanan yang mengandung kadar air tinggi sehingga jumlah cairan yang masuk kedalam tubuh meningkat sementara ginjal yang berfungsi sebagai homeostatis cairan gagal mebuang zat-zat sisa dan cairan yang berlebih dalam tubuh (Muttaqin A, 2012). Masalah status hidrasi pada kasus CKD ini yang identik dengan kelebihan cairan dan jika tidak ditangani akan mengakibatkan kenaikan berat badan, edema pada ekstremitas, edema paru, dan sesak nafas. Selain itu, kondisi overload/kelebihan cairan dapat menjadi faktor risiko terjadinya gangguan kardiovaskuler bahkan kematian (Anggraini dan Yuanita 2016).
4
Kondisi tersebut dapat dicegah, salah satunya melalui pembatasan asupan cairan dengan pemantauan intake output cairan. Sehubungan dengan pentingnya program pembatasan cairan pada pasien dalam rangka mencegah komplikasi serta mempertahankan kualitas hidup, perawat diharapkan mampu mengelola setiap masalah yang timbul secara komprehensif, yang terdiri dari biologis, psikologis, sosial, dan spiritual melalui proses asuhan keperawatan meliputi pengkajian, analisa data, intervensi, implementasi, dan evaluasi. Berdasarkan uraian data diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah tersebut dalam sebuah karya tulis ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN MASALAH KEPERAWATAN KELEBIHAN VOLUME CAIRAN DI RSU DR. SLAMET GARUT”
1.2
Rumusan Masalah Bagaimanakah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut?
1.3
Tujuan
1.3.1
Tujuan Umum Mampu mengaplikasikan ilmu tentang asuhan keperawatan pada klien yang mengalami CKD dengan masalah keperawatan kelebihan
5
volume cairan di RSU dr. Slamet Garut secara komprehensif meliputi aspek bio, psiko, sosio dan spiritual, dalam bentuk pendokumentasian. 1.3.2
TujuanKhusus
1) Melakukan pengkajian pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 2) Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 3) Mampu menyusun rencana tindakan keperawatan pada
klien yang
mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 4) Mampu melakukan implementasi tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 5) Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 6) Mampu melaksanakan pendokumentasian tindakan keperawatan pada klien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr. Slamet Garut. 1.4
Manfaat Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut:
6
1.4.1 Teoritis Manfaat teoritis dari penulisan karya tulis ilmiah ini adalah dapat menambah ilmu pengetahuan penulis ataupun pembaca tentang CKD dan juga sebagai materi tambahan dalam pengembangan ilmu pengetahuan mengenai asuhan keperawatan pada klien CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. 1.4.2 Praktis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1.4.2.1 Bagi Perawat Manfaat praktisi bagi perawat adalah agar perawat dapat menentukan asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan khususnya klien yang mengalami CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. Selain itu, agar perawat dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terutama pada klien yang mengalami CKD. 1.4.2.2 Bagi Rumah Sakit Penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai acuan dalam membuat standar oprasional prosedur sesuai dengan keadaan klien khususnya pada klien yang mengalami CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. 1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
7
Manfaat bagi Institusi Pendidikan yaitu dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi institusi pendidikan untuk mengembangkan ilmu tentang asuhan keperawatan dengan gangguan sistem perkemihan khususnya pada kasus CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. BAB III TINJAUAN PUSTAKA
4.1.1.
Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi Chronic Kidney Disease (CKD) Gagal ginjal kronis biasanya akibat akhir dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebabnya termasuk glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vaskular (nefrosklerosis), proses obstruktif (kalkuli), penyakit kolagen (lupus iskemik), agen nefrotik (aminoglikosida), dan penyakit endokrin (Doenges dkk, 2014). Sedangkan, Menurut Brunner dan Suddarth (2014), gagal ginjal kronis atau penyakit renal tahap akhir (ESRD) merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible (tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit), sehingga menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). Sumber lain mengatakan, bahwa penyakit ginjal kronis yaitu adanya kelainan struktural atau fungsional pada ginjal yang berlangsung minimal 3 bulan, dapat berupa kelainan struktural yang dapat dideteksi melalui beberapa pemeriksaan atau gangguan fungsi ginjal dengan laju filtrasi glomerulus <60 mL/menit/1,73 m2. (Tanto, 2016).
8
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang terjadi minimal selama 3 bulan diakibatkan oleh kelainan struktural ataupun fungsi ginjal itu sendiri.
2.1.2
Anatomi Fisiologi Ginjal
2.1.2.1 Anatomi Ginjal Lokasi ginjal berada dibagian belakang dari kavum abdominalis, area retroperitoneal bagian atas pada kedua sisi vertebrae lumalis III, dan melekat langsung pada dinding abdomen. Bentuknya seperti biji buah kacang merah (kara/ercis), jumlahnya ada 2 buah yang terletak pada bagian kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari pada ginjal kanan. Pada orang dewasa berat ginjal ± 200 gram (Nuari dan Widyanti, 2016). Menurut Setiadi (2016), bila sebuah ginjal kita iris memanjang, maka akan tampak bahwa ginjal terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian kulit (korteks), sumsum ginjal (medula), dan bagian rongga ginjal (pelvis renalis).
9
Gambar 2.1 Bagian-bagian Ginjal (dikutip dari www.adamimages.com)
2.1.2.2 Kulit ginjal Pada kulit ginjal terdapat bagian yang bertugas melaksanakan penyaringan darah yang disebut nefron. Pada tempat penyaringan darah ini banyak mengandung kapiler darah yang tersusun bergumpal-gumpal disebut glomerulus. Tiap glomerulus dikelilingi oleh simpai bowman, dan gabungan antara glomerulus dan simpai bowman disebut badan malphigi. Penyaringan darah terjadi pada badan malphigi, yaitu diantara glomerulus dan simpai bowman. Zat-zat yang terlarut dalam darah akan masuk kedalam simpai bowman. Dari sini maka zat-zat tersebut akan menuju ke pembuluh yang merupakan lanjutan dari simpai bowman yang terdapat didalam sumsum ginjal.
10
2.1.2.3 Sumsum Ginjal (Medula) Sumsum ginjal terdiri beberapa badan berbentuk kerucut yang disebut piramid renal. Dengan dasarnya menghadap korteks dan puncaknya disebut apeks atau papila rens, mengarah ke bagian dalam ginjal. Satu piramid dengan jaringan korteks didalamnya disebut lobus ginjal. Piramid antara 8 hingga 18 buah tampak bergaris-garis karena terdiri atas berkas saluran paralel (tubuli dan duktus koligentes). Diantara piramid terdapat jaringan korteks yang disebut kolumna renal. Pada bagian ini berkumpul ribuan pembuluh halus yang merupakan lanjutan dari simpai bowman. Di dalam pembuluh halus ini terangkut urine yang merupakan hasil penyaringan darah dalam badan malphigi, setelah mengalami berbagai proses. 2.1.2.5 Rongga Ginjal (Pelvis Renalis) Pelvis renalis adalah ujung ureter yang berpangkal di ginjal, berbentuk corong lebar. Sebelum berbatasan dengan jaringan ginjal, pelvis renalis bercabang dua atau tiga disebut kaliks mayor, yang masing-masing bercabang membentuk beberapa kaliks minor yang berlansung menutupi papila renis dari piramid. Kaliks minor ini menampung urine yang terus keluar dari papila. Dari kaliks minor, urine masuk ke kaliks mayor, ke pelvis renis ke ureter, hingga ditampung dalam vesikula urinaria (Nuari dkk 2016, Setiadi 2016). Satuan struktur dan fungsional ginjal yang terkecil disebut nefron. Tiap-tiap nefron terdiri atas komponen vaskuler dan tubuler. Komponen
11
vaskuler terdiri atas pembuluh-pembuluh darah yaitu glomerulus dan kapiler peritubuler yang mengitari tubuli. Dalam komponen tubuler terdapat kapsula bowman, serta tubulus-tubulus, yaitu tubulus kontortus proksimal, tubulus kontortus distal, tubulus kontortus pengumpul dan lengkung henle. Henle yang terdapat pada medula. Kapsula Bowman terdiri atas lapisan parietal (luar) berbentuk gepeng dan lapis viseral (langsung membungkus kapiler glomerulus) yang bentuknya besar dengan banyak juluran mirip jari disebut podosit (sel berkaki) atau pedikel yang memeluk kapiler secara teratur sehingga celah-celah antara pedikel itu sangat teratur. Kapsula bowman bersama glomerulus disebut korpuskel renal, bagian tubulus yang keluar dari korpuskel renal disebut dengan tubulus kontortus proksimal karena jalannya berkelok-kelok, kemudian menjadi saluran yang lurus yang semula tebal kemudian menjadi tipis disebut ansa henle atau loop of henle, karena mebuat lengkungan tajam berbalik kembali ke korpuskel renal asal, kemudian berlanjut sebagai tubulus kontortus distal (Nuari dan Widyanti, 2016).
12
Gambar 2.2 Bagian-bagian Nefron (dikutip dari www.adamimages.com) Ginjal mendapat darah dari aorta abdominalis yang mempunyai percabangan arteria renalis, yang berpasangan kiri dan kanan dan bercabang menjadi arteria interlobaris kemudian menjadi arteri akuata, arteria interlobularis yang berada di tepi ginjal bercabang menjadi kapiler membentuk gumpalan yang disebut dengan glomerulus dan dikelilingi oleh alat yang disebut dengan simpai bowman, didalamnya terjadi penyadangan pertama dan kapiler darah yang meninggalkan simpai bowman kemudian menjadi vena renalis masuk ke vena kava inferior. (Nuari dkk, 2016 dan Setiadi, 2016)
13
Gambar 2.3 Vaskularisasi Ginjal Dikutip dari (Muttaqin, 2012)
Ginjal mendapat persyarafan dan fleksus renalis (vasomotor). Saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk ke dalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang masuk ke ginjal. Anak ginjal (kelenjar suprarenal) terdapat di atas ginjal yang merupakan sebuah kelenjar buntu yang menghasilkan 2 macam hormon yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison. 2.1.2.6 Fisiologi Ginjal Proses pembentukan urine menurut Prabowo & Eka (2014) yaitu: Pada tubulus ginjal akan terjadi penyerapan kembali zat-zat yang sudah disaring pada glomerulus, sisa cairan akan diteruskan ke piala ginjal terus
14
berlanjut ke ureter. Urine berasal dari darah yang dibawa arteri renalis masuk kedalam ginjal, darah ini terdiri dari bagian yang padat yaitu sel darah dan bagian plasma darah. Terdapat tiga tahap dalam proses pembentukan urine: 1) Proses filtrasi Proses filtrasi terjadi di glomerulus. Proses ini terjadi karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen maka terjadi penyerapan darah. Sedangkan sebagian yang tersaring adalah bagian cairan darah kecuali protein karena protein memiliki ukuran molekul yang lebih besar sehingga tidak tersaring oleh glomerulus. Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai bowman yang teridiri dari glukosa, air, natrium, klorida,sulfat, bikarbonat, dan lain-lain, yang diteruskan ke tubulus ginjal. 2) Proses reabsorpsi Proses ini terjadi penyerapan kembali sebagian besar bahan-bahan glukosa, natrium, klorida, fosfat, dan ion bikarbonat. Prosesnya terjadi secara pasif yang dikenal sebagai oblogator reabsorpsi terjadi pada tubulus diatas. Sedangkan pada tubulus ginjal bagian bawah terjadi kembali penyerapan natrium dan ion bikarbonat. Bila diperlukan akan diserap kembali kedalam tubulus bagian bawah. Penyerapannya terjadi secara aktif dikenal dengan reabsorpsi fakultatif dan sisanya dialirkan pada papilla renalis. Hormon yang dapat ikut berperan dalam proses reabsorpsi adalah anti diuretic hormone (ADH).
15
3) Proses sekresi Sisanya penyerapan urine kembali yang terjadi pada tubulus dan diteruskan ke piala ginjal selanjutnya diteruskan ke ureter masuk ke vesika urinaria. Urine dikatakan abnormal apabila didalamnya mengandung glukosa, benda-benda keton, garam empedu, pigmen empedu, protein, darah dan beberapa obat-obatan. Darah Dari Aorta Arteri Renalis Afferent Arteriole Glomerulus
Terbentuk filtrat glomerulus (170liter/24 jam) komposisi: darah (sel darah dan protein). Sel darah dan protein tidak dapat melewati membran glomerulus
Tubulus renalis (terjadi proses sekresi dan reabsorpsi air, elektrolit, dll) tubuh yang memilih mana yang perlu dibuang dan yang perlu diambil kembali. Urea dikeluarkan. Protein dan glukosa direabsorbsi kembali sehingga tidak terdapat protein dan glukosa di urine.
urine
Bagan 2.4 Tahap pembentukan urine (Sumber Setiadi, 2016) Menurut Prabowo dan Eka (2014), selain untuk menyaring kotoran dalam darah, ginjal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut:
16
1) Mengekresikan zat-zat yang merugikan bagian tubuh, antara lain: urea, asam urat, amoniak, creatinin, garam anorganik, bakteri dan juga obatobatan. Jika obat-obatan tersebut tidak diekskresikan oleh ginjal, maka manusia tidak bisa bertahan hidup. Hal ini dikarenakan tubuhnya akan diracuni oleh kotoran yang dihasilkan oleh tubuhnya sendiri. Bagian ginjal yang memiliki tugas untuk menyaring adalah nefron. 2) Mengekresikan gula kelebihan gula dalam darah. Zat-zat penting yang larut dalam darah akan ikut masuk ke dalam nefron, lalu kembali ke aliran darah. Akan tetapi, apabila jumlahnya didalam darah berlebihan, maka nefron tidak akan menyerapnya kembali. 3) Membantu keseimbangan air dalam tubuh, yaitu mempertahankan tekanan osmotik ekstraseluler. Cairan tubuh yang larut dalam darah, jumlahnya diatur oleh darah. Oleh karena itu volume darah harus tetap dalam jumlah seimbang agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan cairan. Selain itu, kelebihan cairan dapat terjadi melalui dua proses yaitu pemberian cairan dalam jumlah terlalu besar atau cepat dan kegagalan mengekresikan cairan. Kelebihan cairan sering disebabkan oleh peningkatan kadar natrium total di tubuh. Kelebihan volume cairan juga disebabkan oleh gangguan ginjal yang mengganggu filtrasi natrium di golomerulus. 4) Mengatur konsentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa darah.Jika konsentrasi garam dalam darah berlebihan maka akan terjadi pengikatan air oleh garam. Dampaknya adalah cairan akan menumpuk di intravaskuler. Selain itu, banyaknya zat kimia yang tidak berguna bagi tubuh
17
didalam darah, maka tubuh akan bekerja secara berlebihan dan pada akhirnya akan mengalami berbagai macam gangguan. 5) Ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkann dapat bersifat asam pada pH 5 atau pada pH 8. 2.1.3
Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD) Stadium CKD diklasifikasikan berdasarkan nilai LFG (Laju Filtrasi
Glomerulus. Tabel 2.1 Klasifikasi PGK berdasarkan LFG (Chris, 2014). Stadium G1 G2 G3a G3b G4 G5
Deskripsi
LFG (mL/menit/1,73m2
Normal atau tinggi Penurunan ringan Penurunan ringan-sedang Penurunan sedanag-berat Penurunan berat Gagal ginjal
≥90 60-89 45-59 30-44 15-29 <15
Sedangkan menurut Andra dan Yessie (2013), gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium: 1) Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum normal dan penderita asimptomatik. 2) Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan telah rusak, Blood Urea Nirogen (BUN) meningkat, dan kreatinin serum meningkat. 3) Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia. 2.1.4
Manifestasi Klinik
18
Manifestasi klinis pada penyakit Chronic Kidney Disease (CKD) tidak spesifik dana biasanya ditemukan pada tahap akhir penyakit. Pada stadium awal. CKD biasanya asimtomatik. Menurut Chris Tanto (2016), tanda dan gejala CKD melibatkan berbagai sistem organ, diantaranya: 1) Gangguan keseimbangan cairan:edema perifer, efusi pleura, hipertensi, peningkatan JVP, asites.Pada CKD, ginjal gagal membuang air, maka air terkumpul didalam badan yang menyebabkan terjadinya overhidrasi dan edema. Overhidrasiyaitu suatu keadaan klinik akibat kelebihan cairan ekstraseluler secara keseluruhan atau kelebihan cairan baik dalam kompartemen plasma maupun kompartemen cairan interstitiel.Sedangkan, edema adalah terkumpulnya cairan didalam cairan interstitiel lebih dari jumlah yang biasa (Setiadi, 2016). Edema dapat diukur melalui penilaian pitting edema yaitu sebagai berikut: (1)
Derajat I: kedalaman 1- 3 mm dengan waktu kembali 3 detik
(2)
Derajat II: kedalaman 3-5 mm dengan waktu kembali 5 detik
(3)
Derajat III: kedalaman 5-7 mm dengan waktu kembali 7 detik
(4)
Derajat IV: kedalaman >7 mm dengan waktu kembali 7 detik
Gambar 2.4 Derajat Pitting Edema(Deswita,2012)
19
Peningkatan tekanan yang berlanjut juga menyebabkan pergeseran cairan ke jaringan viseral. Peningkatan berat badan yang terjadi cepat merupakan tanda klasik dari kelebihan volume cairan. Menurut M. Black dan Hokanson (2014), temuan khas pada pasien dengan kelebihan volume cairan adalah osmolalitas plasma kurang dari 275mOsm/k, kadar natrium plasma kurang dari 135 bergantung pada tipe cairan, hematokrit kurang dari 45%, berat jenis urine 1,010 dan kadar BUN kurang dari 8 mg/dl. 2) Gangguan elektrolit dan asam basa: tanda dan gejala hiperkalemia, asidosis metabolik (nafas kussmaul), hiperfosfatemia. 3) Gangguan gastrointestinal dan nutrisi: mual, muntah, gastritis, ulkus peptikum, malnutrisi. 4) Kelainan kulit: kulit terlihat pucat, kering, pruritus, pigmentasi kulit, ekimosis. 5) Gangguan neuromuskular: kelemahan otot, fasikulasi, gangguan memori, ensofalopati. 6) Gangguan hematologi: anemia (dapat mikroskotik hipokrom maupun [‘0normositik normokrom), gangguan hemostatis. 2.1.5
Etiologi Begitu banyak kondisi klinis yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal
kronis. Akan tetapi, apapun penyebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat mengakibatkan GGK bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar ginjal. Adapun penyebab gagal ginjal kronis menurut Muttaqin (2012) adalah sebagai berikut:
20
2.1.5.1 Penyakit dari ginjal 1) Penyakit pada saringan (glomerulus): glomerulonefritis. 2) Infeksi kuman: pyelonefritis, ureteritis. 3) Batu ginjal: nefrolitiasis. 4) Kista di gnjal: polcystis kidney. 5) Trauma langsung pada ginjal. 6) Keganasan pada ginjal. 7) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur. 2.1.5.2 Penyakit umum di luar ginjal 1) Penyakit sitemik: diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi.Hipertensi adalah manifestasi umum CKD. Hipertensi terjadi akibat kelebihan volume cairan, peningkatan aktivitas renin angiostenin, peningkatan aktivitas renin, dan penurunan prostaglandin. Peningkatan volume cairan ekstraseluler juga dapat menyebabkan edema dan gagal jantung. Edema paru dapat terjadi akibat gagal jantung dan peningkatan permeabilitas membran kapiler alveolus. 2) SLE (Systemic Lupus Erythematosus). SLE menyebabkan peradangan jaringan dan masalah pembuluh darah yang parah dihampir semua bagian tubuh, terutama menyerang organ ginjal. Jaringan yang ada pada ginjal, termasuk pembuluh darah dan membran yang mengelilinginya mengalami pembengkakan dan menyimpan bahan kimia yang diproduksi oleh tubuh
21
yang seharusnya dikeluarkan oleh ginjal. Hal ini menyebabkan ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (Roviati, 2013). 3) Obat-obatan. 4) Kehilangan banyak cairan yang mendadak (luka bakar).
2.1.6
Patofisiologi Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang sakit. Sampai fungsi ginjal menurun < 25% normal, manifestasi klinis gagal ginjal kronis mungkin minimal karena nefron yang sehat mengambil alih nefron yang rusak. Seiring dengan makin banyak nefron yang mati, nefron yang tersisa menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron akan rusak dan mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan tuntuan pada nefronnefron yang ada untuk meningkatkan reabsorpsi protein. Pada saat penyusutan progresif nefron-nefron, terjadi pembentukan jaringan parut dan aliran darah ginjal akan berkurang. Pelepasan renin akan meningkat bersama dengan kelebihan beban cairan sehingga dapat menyebabkan hipertensi. Hipertensi akan memperburuk kondisi gagal ginjal, dengan tujuan agar terjadi peningkatan filtrasi protein-protein plasma. Kondisi akan bertambah buruk dengan semakin banyak terbentuknya jaringan parut sebagai respon dari kerusakan nefron dan secara progresif fungsi ginjal menurun drastis dengan manifestasi penumpukan metabolit-metabolit yang
22
seharusnya dikeluarkan dari sirkulasi sehingga akan terjadi sindroma uremia berat yang memberikan banyak manifestasi pada setiap organ.
Bagan 2.1 Patofisiologi CKD ke masalah keperawatan pada sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, dan sistem saraf. (Muttaqin, 2012). Berbagai kondisi yang menyebabkan terjadinya penurunan fungsi nefron
Mekanisme kompensasi dan adaptasi dari nefron menyebabkan kematian nefron ↑, membentuk jaringan parut dan aliran darah ginjal ↓
Destruksi struktur ginjal secara progresif GFR ↓ menyebabkan kegagalan mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit Penumpukan toksit uremik dalam tubuh di dalam darah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Volume cairan ↑, hipernatremi, hiperkalemia, pH ↓, hiperpospatemia dan hipokalemia
Respon hiperkalemia kerusakan impuls syaraf gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel
Aritmia resiko tinggi kejang
Penurunan perfusi selebral
Aktivasi SRAA asidosis metabolik
Hipertensi sistemik Kelebihan volume cairan
Beban kerjajantu ng ↑
Sindrom uremik
Respon asidosis metabolik dan sindrom uremik pada sistem saraf dan pernafasan. Pernapasan kussmaul, letargi, kesadaran ↓, edema sel otak ↑, disfungsi serebral, neuropati perifer
23
Curah jantung ↓
Penurunan curah jantung, Penurunanperfusi jaringan Respon hipokalemia, PTH ↑, deposit kalsium tulang ↓
Osteodistrofi ginjal
Gangguan pola nafas Perubahan proses pikir defisit neurologik
Bagan 2.2 Patofisiologi CKD ke masalah keperawatan pada sistem hematologi, sistem muskuloskeletal, sistem pencernaan, sistem urogenital, endokrin, integumen, dan psikologis (Muttaqin, 2012) Sindrom uremik.
Respon hematologi: produksi eritropoetin , trombositopenia
Masa hidup sel darah merah pendek , kehilangan sel darah merah , pembekuan darah ↓
Respon muskuloskeletal, ureum pada otot.
Restless leg sindrom, burning feed sindrom, miopati, kram otot, kelemahan fisik.
Respon gastrointestinal: ureum pada saluran cerna dan peradangan mukosa saluran cerna.
Napas bau ammonia, stomatitis, ulkus.
lambung Anemia normosiik normokromik
Nyeri otot Mual, muntah anoreksia Intoleransi aktivitas Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko cidera
Respon sistem perkemihan : kerusakan nefron kehilangan libido.
Gangguan pemenuhan seksual
Respon endokrin gangguan metabolisme glukosa dan lemak.
Hiperglikemia Hipertrigeliserida
Respon integument ureum pada jaringan.
Pucat hiperpigmentasi, perubahan rambut, dan pruritus,kristal uremik kulit kering dan pecah, berlilin, memar
24
Respon psikologi prognosis penyakit tindakan dialisa koping maladaptif
Gangguan integritas kulit Gangguan konsep diri kecemasan pemenuhan informasi
2.1.7
Penatalaksanaan Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada klien gagal ginjal kronik menurut Prabowo dan Eka (2014) adalah sebagai berikut : 2.1.7.1 Perawatan kulit Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik melalui personal hygiene (mandi/seka) seacara rutin. Gunakan sabun yang mengandung lemak dan lotion tanpa alkohol untuk mengurangi rasa gatal. 2.1.7.2 Jaga kebersihan oral Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi dengan bulu sikat yang lembut/spon.
25
2.1.7.3 Beri dukungan nutrisi Kolaborasi dengan nutririonist untuk menyediakan menu makan favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake tinggi kalori, rendah natrium dan kalium. 2.1.7.4 Pantau adanya hiperkalemia Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan adanya kejang/kram pada lengan dan abdomen, dan diarea. Selain itu, pemantauan hiperkalemia dengan hasil ECG. Hiperkalemia bisa diatasi dengan dialisis. 2.1.7.5 Atasi hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kondisi hiperfosfatemia dan hipokalsemia bisa diatasi dengan pemberian antasida (kandungan alumunium/kalsium karbohidrat). 2.1.7.6 Kaji status hidrasi. Dilakukan dengan memeriksa ada atau tidaknya distensi vena jugularis, ada atau tidaknya crackles pada auskultasi paru. Selain itu, status hidrasi bisa dilihat dari keringat berlebih pada aksila, lidah yang kering, hipertensi, dan edema perifer. Cairan hidrasi yang diperbolehkan adalah 500-600 ml atau lebih dari keluaran urine 24 jam. Manajemen cairan menjadi hal yang harus diperhatikan pada klien dengan kelebihan volume cairan. Penerapan asupan dan keluaran yang ketat bersifat sangat penting dalam kefektifan pembatasan jumlah cairan. 2.1.7.7 Kontrol tekanan darah
26
Tekanan diupayakan dalam kondisi normal. Hipertensi dicegah dengan
mengontrol
volume
intravaskuler
dan
obat-obatan
antihipertensi.Latih klien napas dalam dan batuk efektif untuk mencegah terjadinya kegagalan napas akibat obstruksi. 2.1.7.8 Observasi adanyatanda-tanda perdarahan Pantau kadar hemoglobin dan hematokrit klien. Pemberian heparin selama klien menjalani dialisis harus disesuaikan dengan kebutuhan.
2.1.7.9 Observasi adanya gejala neurologis Laporkan segera jika dijumpai kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium, dan kejang otot. Berikan diazepam jika dijumpai kejang. 2.1.7.10 Atasi komplikasi dari penyakit Sebagai penyakit yang sangat mudah menimbulkan komplikasi, maka harus dipantau secara ketat. Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal dapat diatasi dengan membatasi cairan, diet rendah natrium, diuretik, preparat inotropik (digitalis/dobutamin) dan lakukan dengan dialisis jika perlu. Kondisi asidosis metabolik bisa diatasi dengan pemebiaran natrium bikarbonat atau dialisis. 2.1.7.11 Tata laksana dialisis/transplantasi ginjal
27
Untuk membantu mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialisis.Jika memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal. 2.1.8
Pemeriksaan penunjang Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa Chronic Kidney Disease (CKD) menurut Doenges dkk (2014) :
2.1.8.1 Volume : biasanya kurang dari 400ml/24 jam atau tidak ada (anuria) 1) Warna: secara abnnormal urin keruh kemungkinan disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat atau urat sedimen kotor, kecoklatan menunjukkan adanya darah, Hb, mioglobin, porifin. 2) Berat jenis: kurang dari 1.105 (menetap pada 1.010 menunjukkan kerusakan ginjal berat). 3) Osmolalitas: kurang dari 350mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular, dan rasio urine/serum sering 1:1 . 4) Klirens kreatinin: mungkin agak menurun. 5) Natrium: lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorpsi natrium. 6) Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus bila SDM dan fragmen juga ada. 2.1.8.2 Darah 1) BUN/kreatinin: meningkat, kadar kreatinin 10 mg/dl diduga tahap akhir.
28
2) Ht: menurun pada adanya anemia. Hb biasanya kurang dari 7 – 8 gr/dl. 3) SDMmenurun, defisiensi eritropoitin dan GDA: asidosis metabolik, pH kurang dari 7, 2. 4) Natrium serum: rendah, kalium meningkat, magnesium meningkat, Kalsium menurun dan Protein (albumin) menurun. 2.1.8.3 Osmolaritas serum lebih dari 285 mOsm/kg. 1) Ultrasono ginjal menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas. 2) Endoskopi ginjal, nefroskopi: untuk menetukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan peningkatan tumor selektif. 3) Arteriogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa. 4) EKG: ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa 2.2
Konsep Asuhan Keperawatan 2.2.1
Pengkajian (Prabowo dan Eka, 2014) Pengkajian pada klien Chronic Kidney Disease (CKD) lebih
menekankan pada support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
29
yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan CKD: 2.2.1.1 Biodata Tidak ada spesisfikasi khusus untuk kejadian CKD, namun laki-laki sering mengalami resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. 2.2.1.2 Keluhan utama Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaforesis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme/toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. 2.2.1.3 Riwayat penyakit sekarang Keluhan yang dikemukakan sampai dibawa ke RS dan masuk ke ruang perawatan, komponen ini terdiri dari PQRST yaitu: P : Palliative merupakan faktor yang mencetus terjadinya penyakit, hal yang meringankan atau memperberat gejala, klien dengan gagal ginjal mengeluh sesak,mual dan muntah.
30
Q : Qualitative suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Rasa sesak akan membuat lelah atau letih sehingga sulit beraktivitas. R : Region sejauh mana lokasi penyebaran daerah keluhan. Sesak akan membuat kepala terasa sakit, nyeri dada di bagian kiri, mual-mual, dan anoreksia. S : Serverity/Scale derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Sesak akan membuat freukensi napas menjadi cepat, lambat dan dalam. T : Time waktu dimana keluhan yang dirasakan, lamanya dan freukensinya, waktu tidak menentu, biasanya dirasakan secara terus-menerus. 2.2.1.4 Riwayat penyakit dahulu Chronic Kidney Disease (CKD) dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab (multikausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat ISK, payah jantung, penggunaan obat yang bersifat nefrotoksis, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu, ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi/menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipetensi, batu saluran kemih (urolithiasis). 2.2.1.5 Riwayat kesehatan keluarga Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap
31
kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu saat sakit. 2.2.1.6 Riwayat Psikososial Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung). Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan. 2.2.1.7
Pola aktivitas sehari 1) Polanutrisi Kaji kebiasaan makan, minum sehari-hari, adakah pantangan makanan atau tidak, frekuensi jumlah makan dan minum dalam sehari. Pada pasien gagal ginjal kronik akan ditemukan perubahan pola makan atau nutrisi kurang dari kebutuhan karena klien mengalami anoreksia dan mual/muntah. 2) Pola Eliminasi Kaji kebiasaan BAB dan BAK, frekuensinya, jumlah, konsistensi, serta warna feses dan urine. Apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola eleminasi atau tidak, akan ditemukan pola eleminasi
32
penurunan urin, anuria, oliguria, abdomen kembung, diare atau konstipasi. 3) Pola istirahat tidur Kaji kebiasaan tidur, berapa lama tidur siang dan malam, apakah ada masalah yang berhubungan dengan pola istirahat tidur, akan ditemukan gangguan pola tidur akibat dari manifestasi gagal ginjal kronik seperti nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, demam, dan lain-lain. (Rohmah, Nikmatur dan Walid S, 2009). 4) Personal Hygiene Kaji kebersihan diri klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, dan memotong kuku. Pada pasien gagal ginjal kronik akan dianjurkan untuk tirah baring sehingga memerlukan bantuan dalam kebersihan diri. 5) Aktifitas Kaji kebiasaan klien sehari-hari di lingkungan keluarga dan masyarakat. Apakah klien mandiri atau masih tergantung dengan orang lain. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya akan terjadi kelemahan otot, kehilangantonus, penurunan rentang gerak. 2.2.1.8 Pemeriksaan fisik (Prabowo, 2014) 1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital Kondisi
klien
gagal
ginjal
kronis
biasanya
lemah
(fatigue),tingkat kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat mempengaruhi system saraf pusat. Pada pemeriksaan
33
TTV sering dipakai RR meningkat (tachypneu), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi fluktuatif. 2) Pemeriksaan fisik (1) Sistem pernafasan Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/alkalosis respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan. Pola napas akan semakin cepat
dan
dalam
sebagai
bentuk
kompensasi
tubuh
mempertahankan ventilasi (Kussmaull). (2) Sistem kardiovaskuler Penyakit yang berhubungan langsung dengankejadiangagal ginjal kronis salah satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi di atas ambang kewajaran akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi natrium dan air sehingga akan meningkatkan beban jantung. (3) Sistem pencernanaan Gangguan sistem pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit (stress effect), sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare. (4) Sistem hematologi Biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT>3 detik, palpitasi jantung,gangguan irama jantung, dan gangguan sirkulasi lainnya. Kondisi ini akan semakin parah jika zat sisa
34
metabolisme semakin tinggi dalam tubuh karena tidak efektif dalam ekresinya. Selain itu, pada fisiologis darah sendiri sering ada gangguan anemia karena penurunan eritropoetin. (5) Sistem neuromuskuler Penurunan
kesadaran
terjadi
jika
telah
mengalami
hiperkarbic dan sirkulasi cerebral terganggu. Oleh karena itu, penurunan kognitif dan terjadinya disorientasi akan dialami klien gagal ginjal kronis (6) Sistem Endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormon reproduksi. Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan penyakit diabetes mellitus, maka akan ada gangguan dalam sekresi insulin yang berdampak pada proses metabolisme. (7) Sistem perkemihan Dengan gangguan/kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi, sekresi, reabsorpsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya urine output). (8) Sistem integumen
35
Anemia dan pigmentasi yang tertahan menyebabkan kulit pucat dan berwarna kekuningan pada uremia. Kulit kering dengan turgor buruk, akibat dehidrasi dan atrofi kelenjar keringat, umum terjadi. Sisa metabolik yang tidak dieliminasi oleh ginjal dapat menumpuk di kulit, yang menyebabkan gatal atau pruritus. Pada uremia lanjut, kadar urea tinggi di keringat dapat menyebabkan bekuan uremik, deposit kristal urea di kulit. (9) Sistem muskuloskeletal Dengan penurunan/kegagalan fungsi sekresi pada ginjal maka berdampak pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis tinggi. Selain itu, didapatkan nyeri panggul, kram otot, nyeri kaki, dan keterbatasan gerak sendi. (Muttaqin, 2012). 2.2.1.9 Data Psikologi (1) Body image Persepsi atau perasaan tentang penampilan diri dari segi ukuran dan bentuk. (2) Ideal diri Persepsi individu tentang bagaimana dia harus berperilaku berdasarkan standar, tujuan, keinginan, atau nilai pribadi. (3) Identitas diri
36
Kesadaran akan diri sendiri yang sumber dari observasi dan penilaian diri sendiri. (4) Peran diri Perilaku yang diharapkan secara social yang berhubungan dengan fungsi individu pada berbagai kelompok. 2.2.1.10 Data sosial dan budaya Pada aspek ini perlu dikaji pola komunikasi dan interaksi interpersonal, gaya hidup, faktor sosio kultur serta keadaan lingkungan sekitar dan rumah. 2.2.1.11 Data spiritual Mengenai keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, penerimaan terhadap penyakitnya, keyakinan akan kesembuhan dan pelaksanaan sebelum atau selama dirawat. 2.2.1.12 Data penunjang (Padila, 2012) Pemeriksaan laboratorium atau radiologi perlu dilakukan untuk memvalidasi dalam menegakkan diagnose sebagai pemeriksaan penunjang. (1) Laboratorium Ureum kreatinin biasanya meninggi biasanya perabandingan antara ureum dan kreatinin kurang 20:1. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, pengobatan
steroid,
dan
obstruksi
saluraan
kemih.
Perbandingan ini berkurang, ureum lebih kecil dari kreatinin,
37
pada diet rendah protein dan tes klirens kreatinin yang menurun. Terjadi asidosis metabolic dengan kompensasi respirasi menunjukan pH menurun, BE yang menurun, HCO3 yang menurun, semuanya disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal. (2) Radiologi Foto polos abdomen untuk melihat bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau adanya suatu obstuksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa. (3) Ultrasonografi (USG) Gambaran dari ultrasonografi akan memberikan informasi yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat. (4) Renogram Untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan (vascular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal. (5) EKG Untuk melihat kemungkinan : hipertropi ventrikel kiri, tandatanda perikarditis, aritmia, gangguan elektrolit (hiperkalemia).
38
2.2.1.13 Analisa data Analisa data adalah kemampuan kognitif perawat dalam pengambilan daya pikir dan penalaran yang dipengaruhi oleh latar belakang ilmu dan pengetahuan, pengalaman, dan pengertian tentang substansi ilmu keperawatan dan proses penyakit. (Muttaqin, 2012).
2.2
Diagnosa keperawatan Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon manusia terhadap gangguan kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan respon dari seseorang individu, keluarga, kelompok atau komunitas (NANDA International, 2015) Berikut ini diagnosa yang muncul pada gagal ginjal kronik menurut beberapa sumber : (1) Kelebihan
volume
cairan
berhubungan
dengan
penurunan
pengeluaran urin diet berlebih,retensi cairan dan natrium (Brunner & suddart, 2014 dan Muttaqin, 2012) (2) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut (Muttaqin 2012, Brunner & suddart, 2014).
39
(3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisis (Brunner & suddart, 2014). (4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan (Muttaqin, 2012 dan Brunner & suddart, 2014). (5) Resiko tinggikerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas/imobilitas, akumulasi toxin dalam kulit (Muttaqin, 2012). (6) Resiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi efek sekunder dari penurunan kalium sel (Muttaqin,2012). (7) Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisi, dan kopong maladaptif (Muttaqin, 2012). 2.2.1
Intervensi 1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih, retensi cairan dan natrium(Muttaqin 2012, Brunner & suddart, 2014). Tujuan
: Mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.
Dengan kriteria: (1) Menunjukan perubahan-perubahan berat badan yang lambat. (2) Mempertahankan turgor kulit normal tanpa edema. Table 2.2 Intervensi dan rasional Intervensi 1. Kaji status cairan : timbang berat badan harian, keseimbangan, masukan dan
Rasional 1.
Pengkajian merupakan dasar dan Intervensi ini memberikan data penting untuk mengidentifikasi
40
pengeluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama 2. Batasi masukan cairan
perubahan dalam gangguan keseimbangan volume cairan.
2.
Ketika fungsi ginjalyang menurun, kemampuan untuk mengeliminasi kelebihan cairan rusak.
3. Identifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
3.
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4.
5. Bantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan 6. Berikan diuretik, contoh : farsix
5.
7. Lakukan dialisis
7.
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan. Kenyamanan pasien dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet. Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru Dialisis akan menurunkan volume cairan berlebih.
6.
2) Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut (Muttaqin 2012, Brunner & suddart, 2014). Tujuan
: Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat.
Dengan kriteria: (1) Mematuhi medikasi sesuai jadwal untuk mengatasi anoreksia. (2) Melaporkan peningkatan nafsu makan. (3) Menunjukan tidak adanya perlambatan atau penurunan berat bada yang cepat. Tabel 2.3 Intervensi dan rasional Intervensi
Rasional
41
1.
2.
3.
4. 5.
6.
Kaji status nutrisi : perubahan berat badan, nilai laboraturium BUN, kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi). Kaji pola diet nutrisi pasien : riwayat diet, makanan kesukaan, hitung kalori. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan kesukaan pasien dalam batasbatas diet, makanan yang rendah protein dan tinggi kalori. Berikan makanan sedikit tapi sering. Anjurkan klien untuk melakukan oral hygiene.
1.
Menyediakan dasar memantau perubahan mengevaluasi intervensi.
2.
Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu. Mendorong peningkatan masukan diet.
Berkolaborasi dengan dokter untuk memberikan obat antiemetik dan antasida.
6.
3.
4. 5.
untuk dan
Porsi sedikit tapi sering dapat meningkatkan masuknya makanan. Hygiene oral yang tepat mengurangi mikroorganisme dan membantu mencegah stomatitis. Pemberian obat anti emetik dan antasida dapat mengurangi mual muntah dan mengurangi asam lambung.
3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi cairan dan prosedur dialysis(Brunner & suddart, 2014). Tujuan
: Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi
Dengan kriteria : (1)
Mampu beraktifitas secara mandiri.
(2)
Menunjukan Keseimbangan aktivitas dan istirahat.
(3)
Menunjukan peningkatan kekuatan otot.
(4)
Hb > 10 mg/dl. Tabel 2.4 Intervensi dan rasional Intervensi
1.
Kaji faktor yang menimbulkan keletihan : anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
Rasional 1.
Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.
2.
Meningkatkan aktivitas ringan/sedang.
42
2.
3.
Tingkatkan kemandirian dalam perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika keletihan terjadi. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
3.
4. 4.
Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis.
5.
Berikan transfusi darah PRC sampai Hb >10 mg/dl.
5.
Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang ditoleransi dan istirahat yang adekuat. Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan. Pemberan transfusi PRC dapat meningkatkan Hb dan memperbaiki gejala anemia.
4) Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan (Muttaqin, 2012 dan Brunner & suddart, 2014). Tujuan
: Meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan
penangan yang bersangkutan . Dengan kriteria: (1) Pasien dapat menyatakan pemahaman tentang kondisi /proses (2) Pasien dapat menunjukan/melakukan perubahan pola hidup yang perlu dan berpartisipasi dalam program pengobatan. 2.5 Tabel Intervensi dan Rasional
1.
2.
3.
Intervensi Kaji pemahaman mengenai 1. penyebab gagal ginjal, konsekuensinya, dan penangannya. Jelaskan fungsi renal dan 2. konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman dan kesiapan pasien untuk belajar kesiapan pasien untuk belajar. Sediakan informasi baik berupa 3. tulisan maupun secara lisan dengan tepat tentang : fungsi dan kegagalan renal, pembatasan cairan dan diet, medikasi, melaporkan masalah, tanda dan gejala, jadwal tindak lanjut, sumber di komunitas, pilihan terapi.
Rasional Merupakan instruksi dasar untuk penjelasan dan penyuluhan lebih lanjut. Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya. Pasien memiliki informasi yang tepat digunakan untuk klarifikasi selanjutnya di rumah.
43
5) Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas/imobilitas, akumulasi toxin dalam kulit (Muttaqin, 2012). Kriteria hasil : kulit tidak kering, memar pada kulit berkurang, hiperpigmentasi bekurang. Tabel 2.6 Intervensi dan rasional Intervensi
Rasional
1.
Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, turgor, vaskular.
1.
2.
Pantau masukkan dan hidrasi kulit dan membran mukosa.
2.
3.
Inspeksi area tergantung terhadap edema. Pertahankan linen kering, bebar keriput. Selidiki keluhan gatal
3.
6.
Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
6.
7.
Anjurkan pasien menggnakan kompres lembab dan dingin untuk memberikan tekanan (dari pada garukan) pada area pruritus. Pertahankan kuku pendek.
7.
4. 5.
4. 5.
Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitas/infeksi. Mendeteksi adanya dehidrasi atau hidrasi berlebih yang mempengaruhi sirkulasi dan integritas jaringan pada tingkat seluler. Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek. Menurunkan iritasi dermal dan risiko kerusakan kulit. Gatal dapat terjadi karena kulit adalah rute elresi untuk produk sisa, misalnya kristal fosfat Mencegah iritasi dermal langsung dan meningkatkan evaporasi lembab pada kulit. Menghilangkan ketidaknyamanan dan menurunkan risiko cedera dermal.
6) Resiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi efek sekunder dari penurunan kalium sel (Muttaqin, 2012). Tujuan
: curah jantung mengalami peningkatan
Dengan kriteria: (1) Klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh mual muntah,GCS :4,5,6.
44
(2) TTV dalam batas normal, akral hangat, CRT <2 dtk, EKG dalam batas normal, kadar kalium dalam batas normal. Tabel 2.7 Intervensi dan rasional 1.
Intervensi Monitor tekanan darah, nadi, catat bila ada perubahan tanda-tanda vital dan keluhan dispnea.
1.
2.
Beri oksigen 3 l/mnt
2.
3.
Monitoring EKG
3.
4.
Kolaborasi pemberian suplemen kalium oral seperti obat Aspar K dan manajemen pemberin kalium intravena
4.
Rasional Adanya edema paru, kongesti vaskular, dan keluhan dispnea menunjukan adanya gagal ginjal. Hipertensi yang signifikan merupakan akibat dari gangguan renin angiostensin dan aldosteron. Ortostatik hipotensi juga dapat terjadi akibat dari defisit cairan intravaskular Memberikan asupan oksigen tambahan yang diperlukan tubuh. Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung yang dapat menurunkan curah jantung Kalium oral ( Aspar K) dapat menghasilkan lesi usus kecil, oleh karena itu klien harus dikaji dan diberi peringatan tentang distensi abdomen, nyeri, perdarahan GI. Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam larutan dekstrosa, sebab dekstrosa merangsang pelepasan insulin sehingga menyebabkan terjadinya hiperkalemia. Kehilangan kalium harus diperbaiki setiap hari pemberian kalium adalah sebanayak 40-80 mEq/L per hari. Pada situasi kritis, larutan yang lebih pekat ( seperti 20 mEq/dl dapat dberikan melalui jalur sentral. Pada situasi semacam klien harus dipantau melalui EKG dan diobservasi perubahan pada kekuatan otot.
7) Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan fungsi tubuh, tindakan dialisis, dan koping maladaptif.
45
Tujuan
: Pasien mampu megembangkan koping yang positif
(Muttaqin, 2012) Dengan kriteria: (1) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan. (2) Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi. (3) Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi. (4) Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif. Tabel 2.8 Intervensi dan rasional Intervensi 1.
Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidamampuan. Identifikasi arti kehilangan atau disfungsi pada pasien
1.
3.
Anjurkan pasien mengeksperikan perasaan
untuk
3.
4.
Catat ketika pasien menyatakan inilah kematian
4.
5.
Pernyataan penolakan tubuh, mengingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
5.
2.
2.
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mengalami koping maladaptif dan mempunyai kesulian dalam membandingkan, mengenal, dan mengatur kekurangan yang terdapat pada dirinya. Menunjukan penerimaan, membantu pasien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut. Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negtif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang mneunjukan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional. Membantu pasien untuk melihat perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.
46
6.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan. Anjurkan orang yang terdekat untuk menginjinkan pasien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya. Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehablitasi
6.
Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi dan withdrawl 10. Kolaborasi : Rujuk pada ahli neuropsikologi dam konseling bila ada indikasi
9.
7.
8.
9.
2.2.2
7.
8.
Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri, serta mempengaruhi proses rehabilitasi Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang
Dapat mengindikasikan terjadinya depresi
10. Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan
Implementasi Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah diterapkan.Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, dan menilai data yang baru.Dalam pelaksanaan
membutuhkan
keterampilan
kognitif,
interpersonal,
psikomotor(Rohmah, Nikmatur&Saiful W, 2009). 2.2.2.1 Evaluasi Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara bersinambungandengan melibatkan klien, keluarga, dan tenaga kesehatan lainnya (Setiadi, 2012). Tujuan evaluasi menurut Asmadi (2008) adalah sebagai berikut: (1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan.
47
(2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum. (3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai. Menurut Asmadi (2008) macam-macam evaluasi dibagi menjadi 2, yaitu: 1) Evaluasi formatif Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Evaluasi formatif ini dilakukan segera setelah perawat mengimplementasikan rencana keperawatan guna menilai keefektifan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Perumusan evaluasi formatif ini meliputi 4 komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni subjektif (data berupa keluhan klien), objektif (data hasil pemeriksaan), analisis data (perbandingan data denagn teori), dan perencanaan. 2) Evaluasi sumatif Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Evalusi sumatif ini bertujuan menilai dan memonitor kualitas asuhan keperawatan yang telah diberikan.Metode yang dapat digunakan pada evaluasi jenis ini adalah melakukan wawancara pada akhir layanan, menanyakan respon klien dan keluarga terkait layanan keperawatan, mengadakan pertemuan pada akhir layanan. Ada tiga kemungkinan hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan, yaitu:
48
1) Tujuan tercapai jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan. 2) Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan. 3) Tujuan tidak tercapai jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajauan sama sekali serta dapat timbul masalah baru.
49
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Desain Penelitian Desain yang digunakan penulis adalah studi kasus. Studi kasus ini adalah
studi untuk mengexsplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSUD dr. Slamet Garut tahun 2019, memiliki pengambilan data yang mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini dibatasi oleh waktu dan tempat, (Panduan penyusunan KTI, 2019).
3.2
Batasan Istilah Pada penyusunan karya tulis ilmiah ini penyusun hanya membatasi
pembahasan pada asuhan keperawatan klien CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan di RSU dr.Slamet Garut, maka penyusun studi kasus akan menjabarkan tentang konsep asuhan keperawatan dan konsep penyakit CKD dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. CKD adalah penurunan faal ginjal yang menahun mengarah pada kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversibel dan progresif. Jaringan ginjal yang rusak menyebabkan daya kompensasi tak lagi mencukupi sehingga timbul gejala uremia oleh karena itu terjadi penumpukan zat-zat yang tak bisa dikeluarkan dari tubuh
50
oleh ginjal yang sakit (Irwan, 2016). Akibat ketidakmampuan ginjal membuang produk sisa metabolisme urin bisa menyebabkan gangguan metabolit dan cairan elektrolit serta asam basa sehingga perlunya penanganan lebih lanjut untuk kelangsungan hidup pasien (Faradisa, 2016). Kelebihan cairan adalah overhidrasi atau kelebihan volume ekstraseluler (extracelullar fluid volume excess (ECFVE)). Kelebihan cairan terjadi di sistem vaskular, disebut sebagai hipervolemia, atau diruang interstisial, yang biasanya disebut sebagai pergeseran cairan ke ruang ketiga. Air dan natrium yang diretensi berada dalam proporsi yang sama dengan proporsinya di ruang CES lain, sehingga gangguan ini disebut sebagai kelebihan volume cairan. (Rizal A, 2014) 3.3
Partisipan / Responden / Subyek Penelitian Unit analisis atau partisipan dalam keperawatan umumnya adalah klien dan
keluarganya. Subjek yang digunakan pada setudi kasus dengan pendekatan asuhan keperawatan ini adalah dua klien atau dua kasus dengan diagnosis medis yang sama dengan masalah keperawatan yang sama ataupun berbeda. Pada study kasus ini subjek penelitian yang digunakan adalah dua klien dengan diagnosis medis yang sama yaitu CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) dengan Masalah Keperawatan Kelebihan Volume Cairan di RSUD dr. Slamet Garut tahun 2019, (Panduan penyusunan KTI, 2019). 3.4
Lokasi dan Waktu penelitian
51
Menjelaskan tempat atau lokasi penelitian tersebut dilakukan. Lokasi penelitian ini sekaligus membatasi ruang lingkup peneliti tersebut (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Slamet Garut, klien pertama dan kedua dirawat di ruang penyakit dalam khusus wanita yaitu ruang agate atas di kamar 5. Kedua klien mengalami CKD dengan kelebihan volume cairan. Lama waktu kedua klien dirawat adalah lebih dari 3 hari sehingga tidak dilakukan penggantian klien atau pun home care. Waktu penelitian pada klien pertama dimulai pada hari Senin, 21 Januari 2019 sampai dengan hari Kamis, 24 Januari 2019. Sedangkan klien kedua dimulai pada hari Jum’at, 25 Januari 2019 sampai dengan hari Senin, 28 Januari 2019. 3.5
Pengumpulan Data Penulis melakukan pengumpulan data dengan beberapa metode menurut
(Modul penusunan KTI, 2019) yaitu : 3.5.1
Wawancara Dilakukan wawancara terhadap klien maupun keluarga klien untuk mendapatkan berbagai macam data mulai dari identitas klien dan penanggung jawab, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang-dahulukeluarga, aktivitas klien selama di rumah maupun rumah sakit, dan lainlainnya.
3.5.2
Observasi
52
Selain melakukan wawancara penulis juga mengumpulkan data melalui observasi terhadap klien mengenai respon asuhan keperawatan yang sudah diberikan sesuai diagnosa yang ditemukan.
3.5.3
Pemeriksaan Fisik melakukan pemeriksaan fisik untuk menemukan keluhan atau kelainan yang dirasakan oleh klien.
3.5.4
Studi Dokumentasi Melihat hasil pemeriksaan diagnostik seperti hasil laboratorium, radiologi, maupun pemeriksaan lainnya untuk melihat kelainan pada klien dari hasil pemeriksaan tersebut dan mendukung diagnosa yang sudah ditemukan.
3.6
Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data atau informasi
yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi. Disamping integritas peneliti, uji keabsahan data dilakukan dengan (Modul penusunan KTI, 2019) : 1. Memperpanjang waktu pengamatan atau tindakan 2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber data utama yaitu klien, perawat dan keluarga klien yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.
53
3.7
Analisis Data Analisis data dilakukan sejak penelitian di lapangan, sewaktu pengumpulan
data sampai dengan semua data terkumpul. Analisa data dilakukan dengan cara mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan selanjutnya dituangkan dalam opini pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara menarasikan jawaban-jawaban yang diperoleh dari hasil interpretasi wawancara mendalam yang dilakukan untuk menjawab rumusan masalah. Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi dokumentasi yang menghasilkan data untuk selanjutnya diinterpretasikan dan dibandingkan teori yang ada sebagai bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi tersebut. Urutan analisis adalah : 3.7.1
Pengumpulan Data Data dikumpulkan dari hasil WOD (Wawancara, Observasi, Dokumen). Hasil ditulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian disalin dalam bentuk transkrip (catatan terstruktur), (Modul penusunan KTI, 2019).
3.7.2
Mereduksi Data Data hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan lapangan dijadikan satu dalam bentuk transkrip dan dikelompokkan menjadi data subyektif dan obyektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian dibandingkan nilai normal, (Modul penusunan KTI, 2019).
3.7.3
Penyajian Data
54
Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, dalam tabel terdapat beberapa poin yaitu (pengkajian, analisa data, diagnosa, perencanaan, rasional, implementasi dan evaluasi), (Modul penusunan KTI, 2019).
3.7.4
Kesimpulan Dari data yang disajikan, kemudian data dibahas dan dibandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan perilaku kesehatan.
Penarikan
kesimpulan
dilakukan
dengan
metode
induksi(penarikan kesimpulan). Data yang dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, dan evaluasi, (Modul penusunan KTI, 2019). 3.8
Etik Penelitian Dicantumkan etika yang mendasari penyusunan studi kasus, (Modul
penusunan KTI, 2019) terdiri dari : 3.8.1
Informed Consent Informed consent merupakan suatu pendekatan terhadap kebenaran dan keterlibatan pasien dalam keputusan mengenai pengobatannya. Seringkali suatu pendekatan terbaik untuk mendapatkan informed consent adalah jika perawat yang akan mengusulkan atau melakukan prosedur
55
memberi penjelasan secara detail disamping meminta pasien membaca formulir tersebut. Para pasien serta keluarganya sebaiknya diajak untuk mengajukan pertanyaan menurut kehendaknya, dan harus dijawab secara jujur dan jelas. Maksud dari penjelasan lisan ini adalah untuk menjamin bahwa jika pasien menandatangani formulir itu, benar-benar telah mendapat informasi yang lengkap.
3.8.2
Anonimity (tanpa nama) Untuk menjaga kerahasian klien dimana penulis tidak mencantumkan nama klien dalam melaksanakan Asuhan Keperawatan dan hanya menuliskan kode dalam lembar pengumpulan data.
3.8.3
Confidentiality (kerahasiaan) Pencegahan bagi orang lain yang tidak berkepentingan untuk mendapatkan informasi berhubungan dengan menjaga data data klien sehingga kerahasian klien dapat terjaga.
56
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
Hasil
4.1.1
Gambaran Lokasi Pengambilan Data Rumah Sakit Umum dr. Slamet Garut terletak dijalan Rumah Sakit No. 12,
Sukakarya, Tarogong Kidul, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Terdapat beberapa ruangan di RSUD dr. Slamet Garut, salah satunya adalah ruangan penyakit dalam yaitu Ruang Agate Atas yang berkapasitas 44 tempat tidur. Dalam penelitian ini penulis melakukan penelitian di ruang agate atas dengan 2 klien Chronic Kidney Disease (CKD) dengan masalah keperawatan kelebihan volume cairan. 4.1.2
Asuhan Keperawatan
4.1.2.1.
Pengkajian
1. Identitas 4.1 Tabel Identitas Klien a.
Identitas IDENTITAS KLIEN Nama TTL Umur Agama Pendidikan Status Perkawinan Suku/ Bangsa Tanggal Masuk RS Tanggal Pengkajian No Medrec Diagnosa Medis Alamat
Klien 1
Klien 2
Nn. E Garut, 10-07-1989 30 tahun Islam SMA Menikah Sunda 09 Januari 2019 21 Januari 2019 011496XX Chronic Kidney Disease (CKD) Kp. Sinyar RT/RW 01/01Kadungora, Kabupaten Garut
Ny. A Garut, 01-07-1960 60 tahun Islam Menikah Sunda 25 Januari 2019 25 Januari 2019 011532XX Chronic Kidney Disease (CKD) Kp. Pasir Cikadiu, kel : Cirapukan, kec. Selawi RT/RW 220/110, Kabupaten Garut
57
IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB Nama Umur Jenis Kelamin Pendidikan Pekerjaan Agama Hubungan dengan klien Alamat
b.
Tn. A 34 Tahun Laki-laki SD Petani Islam Suami Kp. Sinyar RT/RW 01/01Kadungora, Kabupaten Garut
Ny. S 32 Tahun Perempuan SMP Ibu Rumah Tangga Islam Anak Kp. Pasir Cikadiu, kel : Cirapukan, kec. Selawi RT/RW 220/110, Kabupaten Garut
Klien 1 Klien datang ke IGD RSU dr. Slamet Garut pada tanggal 09 Januari 2019, Pukul 18:30 WIB berdasarkan rujukan dari Klinik Padjajaran Karang Pawitan, dengan keluhan sesak dan nyeri dada disertia mual, keluhan dirasakan sejak 3 minggu yang lalu. Di IGD klien dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan harus di rawat inap, klien diberikan terapi Ringer Lactat 500ml, Ranitidine 50mg (IV), Farsik 40mg (IV), Bikarbonat 500mg (PO), Asam Folat 20mg (PO), CacO3 500 mg (PO) , klien juga diberikan oksigen 3 liter / menit. Klien dibawa ke ruang Agate Atas pada tanggal 10 Januari 2019 jam 11:00 WIB.
Klien 2 Klien datang ke IGD RSU dr. Slamet Garut pada tangga 25 Januari 2019 pukul 13:30 WIB berdasarkan rujukan dari Puskesmas Pasir Cikadiu dengan keluhan sesak disertai lemas, keluhan dirasakan sejak 1 minggu yang lalu. Di IGD klien dilakukan pemeriksaan oleh dolter dan harus di rawat inap. Klien diberikan terapi Ranitidine 50mg (IV), Furosemide 40mg (IV), Bikarbonat 500mg (PO), CacO3 500mg (PO), Asam Folat 20 mg (PO), Amlodipin 5mg (PO), kliwn dibawa keruang Agate Atas pada tanggal 25 Januari 2019 jam 17:30 WIB
Riwayat Utama Saat Dikaji
Saat Dilakukan pengkajian pada tanggal 21 Januari 2019, klien mengatakan sesak saat bernafas, sesak terasa terus menerus, sesak berkurang apabila klien beristirahat dan bertambah sesak apabila beraktivitas.
Saat Dilakukan pengkajian pada tanggal 25 Januari 2019, klien mengatakan merasa sesak saat bernafas, sesak terus menerus, sesak berkurang apabila klien beristirahat dan bertambah sesak apabila beraktivitas.
Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan belum pernah dirawat dirumah sakit sebelumnya, tapi 2 bulan sebelum ke Rumah Sakit dr. Slamet klien rawat
Klien mengatakan belum pernah dirawat dirumah sakit, sebelumnya klien berobat jalan ke Puskesmas Pasir Cikadiu. Klien tidak
Riwayat Kesehatan RIWAYAT KESEHATAN Keluhan UtamaSaatMasuk Rumah Sakit
58
Riwayat Kesehatan Keluarga
jalan di Klinik Padjajaran Karang Pawitan. Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat maupun makanan. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular, penyakit keturunan, maupun penyakit kronis lainnya.
mempunyai alergi terhadap obat maupun makanan. Klien tidak mempunyai riwayat penyakit menular, penyakit keturunan, maupun penyakit kronis lainnya.
Klien dan keluarga klien mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti klien dan juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan, seperti DM, jantung, hipertensi dan penyakit menular seperti hepatitis, TBC, dan HIV/AIDS.
Klien dan keluarga mengatakan dikeluarganya tidak ada yang memiliki penyakit yang sama seperti klien dan juga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit keturunan, seperti DM, jantung, hipertensi dan penyakit menular seperti hepatitis, TBC, dan HIV/AIDS.
2. Pola Aktivitas Sehari-hari Aktivitas Nutrisi 1. Makan Frekuensi Jenis Porsi Keluhan
2.
Minum Frekuensi Jumlah Jenis
Keluhan Eliminasi 1. BAB Frekuensi Warna Bau Keluhan
4.2 Tabel Perubahan Aktivitas sehari-hari Klien 1 Klien 2 Di Rumah Di RS Di Rumah
Dri RS
3 kali sehari Nasi, lauk, mie 1 porsi habis Tidak ada
3 kali sehari Bubur, lauk, sayur 2-3 sendok makan Klien merasa mual dan tidak nafsu makan
3 kali sehari Nasi, lauk, mie 1 porsi habis Tidak ada
3 kali sehari Bubur, lauk, sayur 1 porsi habis Tidak ada
6 – 8 gelas/hari
2 – 3 gelas/hari
6 – 8 gelas/hari
1400 - 1900 ml Air putih, minuman kemasan dan bersoda Tidak ada
500 - 600ml Air putih
Tidak ada
1400 - 1900 ml Air putih, minuman kemasan dan bersoda Tidak ada
2–3 gelas/hari 500 - 600ml Air putih
1 – 2 kali sehari Kuning Khas feses Tidak ada
2 hari sekali Kuning Khas feses Lemas
1 kali sehari Kuning Khas Feses Tidak ada
Tidak ada
1 kali sehari Kuning Khas Feses Tidak ada
59
2.
BAK Frekuensi
5 – 6 kali sehari
-
6 - 8 kali sehari
Jumlah Warna Keluhan
1200 – 1500 ml Kuning jernih Tidak ada
Klien belum BAK selama 2 hari
1200 – 1500 ml Kuning jernih Tidak ada
Istirahat tidur 1. Siang 2. Malam Keluhan
1 – 2 jam sehari 6 – 8 jam sehari Tidak ada
1- 3 jam sehari 5 – 6 jam sehari Klien sering terbangun karena sesak nafas
1 – 2 jam 7 – 8 jam Tidak ada
1 jam 5 jam Tidak ada
Personal Hygiene 1. Mandi
2 kali/hari
2 kali sehari 2 kali sehari
1 kali sehari 2 kali sehari
2 kali/hari
1 kali/hari (diwaslap) 2 kali/hari
3 hari sekali 2 minggu sekali
Belum pernah Belum pernah
2 kali sehari 2 minggu sekali
3 hari sekali 1 minggu sekali
2 kali/hari
1 kali/hari
Aktivitas dirumah sebagai ibu rumah tangga dan klien bekerja sebagai pedagang keliling
Selama klien di rumah sakit, klien lebih sering terbaring atau duduk ditempat tidur, aktivitas klien dibantu keluarga atau perawat.
2.
Gosok gigi 3. Keramas 4. Gunting Kuku 5. Ganti pakaian Aktivitas
4-5 kali sehari 200 ml Kuning Klien mengatakan urine hanya keluar sedikit
2 kali sehari 1 kali sehari Klien biasa melakukan pekerjaan ibu rumah tangga secara mandiri dan banyak menghabiskan waktu di rumah.
3. Pemeriksaan Fisik Observasi 1. Keadaan Umum Penampilan Kesadaran TTV
Klien 1
4.3 Tabel Pemeriksaan Fisik Klien 2
Lemah Compos mentis
Lemah Compos mentis
Selama dirawat di rumah sakit, klien hanya terbaring atau pun duduk ditempat tidur. Aktivitas klien dibantu oleh keluarga dan perawat.
60
TD Suhu Respirasi Nadi BB TB IMT
160/100 mmHg 36,6°C 28x/menit 94x/menit 50 kg 155
100/70 mmHg 35,9oC 22 x/ menit 85 x/menit 49 Kg 49-1=48 Kg 162 cm 18.2
Bentuk hidung simetris, keadaan hidung bersih, septum nasal terletak ditengah, tidak terdapat sekret, tidak terdapat nyeri tekan pada bagian sinus, terdapat pernafasan cuping hidung, terpasang nasal kanul dengan okseigen 3 liter. Bentuk dada simetris, terdapat retraksi dinding dada, terdapat lesi dibawah payudara sebelah kanan, tidak terdapat nyeri tekan pada dada, hasil perkusi dada resonan, bunyi nafas vesikuler, saat auskultasi terdengar suara ronchi.
Bentuk hidung simetris, tidak ada sekret, septum nasal terletak ditengah, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, bentuk dada simetris, tidak terdapat retraksi dinding dada, tidak terdapat lesi, tidak ada nyeri tekan, hasil perkusi dada resonan, bunyi nafas vesikuler tidak ada suara nafas tambahan seperti wheezing atau pun ronchi.
b. Sistem Cardiovask uler
Konjungtiva anemis, Capillary Refill Time > 3, tidak ada clubbing finger, tidak terdapat peningkatan JVP, irama jantung reguler, perkusi jantung dullness pada ICS 2 sampai ICS 5, bunyi jantung pada S1 (ICS 5 dan 6) terdengar lup dan S2 (ICS 1 dan 2) terdengar dup, tidak terdapat bunyi jantung tambahan.
c. Sistem pencernaan
Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat pembesaran tonsil, lidah bersih berwarna merah muda, fungsi pengecapan baik, jumlah gigi lengkap 32 buah. Terdapat asites, lingkar abdomen 86cm, bising usus 7x/ menit, tidak terdapat nyeri tekan pada abdomen. Pada saat diperkusi terdengar suara dullness. Di anus tidak terdapat hemoroid.
Konjungtiva pucat, Capillary Refill Time > 3 detik, tidak ada clubbing finger, tidak terdapat peningkatan JVP, irama jantung regular, perkusi jantung dullness pada ICS 2 sampai ICS 5, bunyi jantung pada S1 (ICS 5 dan 6) terdengar lup dan S2 (ICS 1 dan 2) terdengar dup, tidak terdapat bunyi jantung tambahan. Bentuk bibir simetris, mukosa bibir kering, tidak terdapat stomatitis, tidak terdapat pembesaran tonsil, lidah bersih berwarna merah muda, fungsi pengecapan baik, jumlah gigi lengkap 32 buah.Bising usus 8x/ menit, tidak terdapat asites, terdapat nyeri tekan pada kuadran kanan bawah abdomen. Pada saat diperkusi
2. Pemeriksaan fisik persistem a. Sistem pernafasan
61
d. Sistem genitourinar ia
e. Sistem endoktrin f. Sistem persyarafan
terdengar suara timpani.Di anus tidak terdapat hemoroid. Tidak terdapat lesi di bagian genital dan anus. Pada saat dipalpasi ginjal kanan dan kiri tidak teraba, blas tidak teraba.
Tidak terdapat lesi pada daerah genital dan anus. Pada saat dipalpasi ginjal kanan dan kiri tidak teraba. Terdapat distensi urine, klien belum BAK selama 2 hari, tidak terpasang urine kateter. Bentuk leher simetris, tidak ada Tidak ada pembesaran kelenjar pembengkakan kelenjar tiroid dan tiroid dan paratiroid. paratiroid. (1)Tes fungsi cerebral (a) Tes fungsi cerebral Kesadaran compos mentis GCS 15 Kesadaran compos mentis GCS (E= 4, M= 6, V= 5). Klien mampu 15 (E= 4, M= 6,V= 5). Klien merespon terhadap rangsangan verbal mampu merespon terhadap dan visual, klien tidak ada gangguan rangsangan verbal dan visual, orientasi waktu, tempat dan orang, klien tidak ada gangguan terbukti dengan klien mampu orientasi waktu, tempat dan mengingat perawat dan keluarga, orang, terbukti dengan klien klien mampu mengingat alasannya mampu mengingat perawat dan masuk ke rumah sakit dan mengingat keluarga, klien mampu tempat keberadaan klien sekarang mengingat alasannya masuk ke yaitu di rumah sakit. rumah sakit dan mengingat (2) Tes fungsi Nervus tempat keberadaan klien (a) Nervus Olfaktorius (Nervus I) sekarang yaitu di rumah sakit. Klien dapat membedakan bau (2) Tes fungsi Nervus minyak kayu putih dan kopi. (a) Nervus Olfaktorius (b) Nervus Optikus (Nervus II) (Nervus I) Klien mampu membaca papan Klien dapat nama perawat pada jarak ± 30 membedakan bau cm tanpa bantuan kacamata. minyak kayu putih dan (c) Nervus Okulomotorius kopi. (Nervus III), Nervus Trochlear (b) Nervus Optikus (Nervus IV), dan Nervus (Nervus II) Abdusen (Nervus VI) Klien mampu membaca Reflek kedua pupil isokor papan nama perawat ketika terkena cahaya.Klien pada jarak ± 30 cm bisa menggerakkan bola mata tanpa bantuan dengan baik ke segala arah dan kacamata. klien dapat melihat ke kiri dan (c) Nervus Okulomotorius ke kanan tanpa menengok. (Nervus III), Nervus (d) Nervus Trigeminus (Nervus Trochlear (Nervus IV), V) dan Nervus Abdusen Klien dapat menggerakkan (Nervus VI) rahangnya tanpa rasa nyeri, Reflek kedua pupil klien dapat merasakan isokor ketika terkena sentuhan kapas pada pipinya. cahaya.Klien bisa (e) Nervus Facialis (Nervus VII) menggerakkan bola mata
62
(f)
(g)
(h)
(i)
(j)
Klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup kedua mata dengan rapat, memperlihatkan gigi dan tersenyum. Nervus Auditorius (Nervus VIII) Pendengaran klien baik, klien mampu berkomunikasi dengan perawat dan orang-orang di sekitarnya. Nervus Glosofaringeus (Nervus IX) Klien dapat menelan dengan baik tanpa gangguan, klien dapat membedakan rasa pahit, manis, dan asin. Nervus Vagus (Nervus X) Uvula terdapat ditengah dan bergetar saat mengucapkan kata “aaaa” Nervus Asesorius (Nervus XI) Klien dapat menggerakkan bahu dan kepala dengan baik tanpa merasa nyeri. Nervus Hipoglosus (Nervus XII) Klien dapat menjulurkan lidah ke luar, bisa menggerakkan lidah ke sisi kanan dan ke sisi kiri.
dengan baik ke segala arah dan klien dapat melihat ke kiri dan ke kanan tanpa menengok (d) Nervus Trigeminus (Nervus V) Klien dapat menggerakkan rahangnya tanpa rasa nyeri, Klien dapat merasakan sentuhan kapas pada pipinya. (e) Nervus Facialis (Nervus VII) Klien dapat mengangkat alis, mengerutkan dahi, menutup kedua mata dengan rapat, memperlihatkan gigi dan tersenyum. (f) Nervus Auditorius (Nervus VIII) Pendengaran klien baik, klien mampu berkomunikasi dengan perawat dan orangorang di sekitarnya. (g) Nervus Glosofaringeus (Nervus IX) Klien dapat menelan dengan baik tanpa gangguan, klien dapat membedakan rasa pahit, manis, dan asin. (h) Nervus Vagus (Nervus X) Uvula terdapat ditengah dan bergetar saat mengucapkan kata “aaaa” (i) Nervus Asesorius (Nervus XI) Klien dapat menggerakkan bahu dan kepala dengan baik tanpa merasa nyeri.
63
g. Sistem integumen
Rambut hitam, kulit kepala bersih. Kulit teraba hangat, warna kulit sawo matang, kulit tidak bersisik, dan turgor kulit kembali < 2 detik, kuku klien tampak pendek dan bersih, di area bekas HD biru kehitaman seperti lebam. Terdapat edema dengan pitting grade 2 pada ektremitas atas dan bawah, klien mengeluh gatal, terdapat ruam, serta terdapat pruritis
h. Sistem muskuloske letal
(1) Ekstremitas atas Bentuk simetris antara tangan kanan dan kiri, tangan kanan terpasang infus NaCl 0,9% 7 tetes/menit, jumlah jari kiri dan kanan lengkap, tangan kiri dapat digerakan secara bebas ke segala arah dan tangan kanan tidak dapat bergerak secara bebas karena terpasang infus. Refleks biceps +/+, refleks triceps +/+, kekuatan otot 3│3 (2) Ekstremitas bawah Bentuk kaki simetris antara kanan dan kiri, jari-jari kaki lengkap, terdapat edema derajat 2++pada kedua ekstremitas bawah, tidak ada varises, kaki kanan dan kiri bergerak bebas, refleks patela +/+, refleks Babinski-/-, kekuatan otot 3│3
(j) Nervus Hipoglosus (Nervus XII) Klien dapat menjulurkan lidah ke luar, bisa menggerakkan lidah ke sisi kanan dan ke sisi kiri. Rambut hitam dan berkutu, kulit kepala bersih, kulit teraba hangat, warna kulit hitam, kulit tidak bersisik, dan turgor kulit kembali < 2 detik, kuku klien tampak kotor dan panjang. terdapat edema pada ektremitas bawah, ekstremitas atas, dan wajah, edema pitting grade 4. terdapat ruam, serta terdapat pruritis (1) Ekstremitas atas Bentuk tangan kanan dan kiri simetris, tangan kiri terpasang infus Asering 7 tetes/menit, jumlah jari kiri dan kanan lengkap, tangan kanan dapat digerakan secara bebas ke segala arah dan tangan kiri tidak dapat bergerak secara bebas karena terpasang infus. Refleks biceps +/+, refleks triceps +/+, kekuatan otot 3│3 (2) Ekstremitas bawah Bentuk kaki simetris antara kanan dan kiri, jari-jari kaki lengkap, terdapat edema pada kedua ekstremitas bawah, tidak ada varises, kaki kanan dan kiri bergerak terbatas/sedikitsedikit karena klien masih merasa lemas, refleks patela +/+, refleks Babinski -/-, kekuatan otot 3│3
64
i. Sistem penglihatan
j. Wicara dan THT
Bentuk mata simetris, konjungtiva berwarna putih pucat (anemis), sklera tidak ikterik, reflek kedua pupil positif yaitu pupil mengecil saat terkena cahaya. Klien tidak tuna wicara, bentuk telinga simetris, fungsi pendengaran masih baik, telinga tampak kotor. Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat secret, reflek menelan baik tanpa ada rasa sakit.
Bentuk kedua mata simetris, konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik, reflek kedua pupil positif yaitu pupil mengecil saat terkena cahaya. Klien tidak tuna wicara, bentuk telinga simetris, fungsi pendengaran masih baik, telinga tampak bersih. Bentuk hidung simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat secret, reflek menelan baik tanpa ada rasa sakit.
4. Pemeriksaan Psikologi Observasi Data Psikologis
4.4 Tabel Pemeriksaan Psikologi Klien 1 Klien 2 1) Status Emosi 1) Status Emosi Klien tampak tenang, terbukti Emosi klien stabil. Klien merasa saat dikaji klien dapat sedih dan ingin segera pulang ke berkomunikasi dengan baik. rumah. 2) Kecemasan 2) Kecemasan Klien mengatakan sedikit Klien merasa cemas dengan cemas, namun percaya bahwa keadaanya sekarang tetapi klien sakitnya akan sembuh selalu berdoa dan sabar menjalani 3) Pola koping pengobatan. Klien tampak lemah, Klien bisa 3) Pola koping menerima kondisi sakitnya, Koping individu klien baik, klien klien merasa tenang dirawat masih mempertahankan diri dirumah sakit karena mendapat terhadap masalah yang menimpa perhatian, perawatan, dan dirinya dan tetap berdoa untuk pengobatan selama sakit, klien kesembuhannya. percaya kondisinya akan 4) Gaya komunikasi membaik dan memperoleh Klien kooperatif terbukti klien kesembuhan dapat menjawab semua pertanyaan 4) Gaya komunikasi perawat, klien mampu Klien kooperatif terbukti klien berkomunikasi dengan perawat, dapat menjawab semua dokter ataupun tim kesehatan lain, pertanyaan perawat, klien dan sesama klien lain. Bahsaa yang mampu berkomunikasi dengan biasa digunaka oleh klien adalah perawat, dokter ataupun tim bahasa sunda. kesehatan lain, dan sesama 5) Konsep Diri klien lain. Dalam a) Gambaran diri kesehariannya klien biasa Ny.I tidak merasa malu dengan menggunakan bahasa sunda. keadaanya sekarang, tidak ada 5) Konsep Diri bagian bentuk tubuhnya yang
65
Data social
Data Spiritual
a) Gambaran diri Klien terlihat cemas namun menerima kondisi sakit yang dihadapi saat ini b) Ideal diri Klien mengharapkan kesembuhan agar dapat cepat pulang dan berkumpul dengan keluarganya. c) Harga diri Klien merasa dirinya sangat berharga bagi anggota keluarganya dirumah, sehingga klien ingin segera pulih dan pulang kerumah agar dapat mengurus rumah tangga dan bekerja kembali. d) Peran Klien berperan sebagai ibu rumah tangga yang baik dan berusaha menjadi istri yang baik untuk suami dan anak-anaknya e) Identitas diri Klien berjenis kelamin perempuan dan senang dengan identitasnya sebagai seorang perempuan. Hubungan klien dengan keluarganya baik, terbukti selama klien dirawat dirumah sakit ditunggu oleh suami, kakak kandungnya atau anggota keluarganya yang lain secara bergantian. Hubungan klien dengan perawat, dokter, dan tim medis lainnya baik terbukti klien mau melakukan aturan terapi dan perawatan, hubungan klien dengan kliennya lainnya baik terbukti klien dapat bersosialisasi dengan baik. Klien beragama islam, setelah sakit klien mengaku dapat menjalankan kewajiban walaupun tidak maksimal, tetapi klien selalu berdoa untuk kesembuhan dirinya.
dia keluhkan, klien bersyukur atas pemberian Allah SWT. b) Ideal diri Ny.I berharap ingin cepat sembuh dan berkumpul dengan keluarga dan tetangga sekitar rumahnya dalam keadaan sehat. c) Harga diri Ny.I dapat bersosialisasi dengan baik terhadap orang-orang disekitarnya dan mengatakan ia ingin segera sembuh dari penyakitnya agar dapat beraktivitas seperti sedia kala. d) Peran Ny.I berperan sebagai ibu rumah tangga. e) Identitas diri Ny.I merasa bersyukur karena dirinya adalah seorang perempuan. Ny. I mengatakan bahwa dirinya adalah seorang istri dan ibu Dari kedua anaknya.
Hubungan klien dengan keluarganya baik, terbukti selama klien dirawat dirumah sakit ditunggu oleh suaminya atau ibunya secara bergantian. Hubungan klien dengan perawat, dokter, dan tim medis lainnya baik terbukti klien mau melakukan aturan terapi dan perawatan, hubungan klien dengan kliennya lainnya baik terbukti klien dapat bersosialisasi dengan baik.
Klien seorang yang beragama islam, setelah sakit klien mengaku tidak dapat menjalankan kewajiban secara maksimal sebagai seorang muslim, tetapi Ny.I selalu berdoa untuk kesembuhan dirinya.
66
5. Hasil Pemeriksaan Diagnostik 4.5 Tabel Hasil Pemeriksaan Diagnostik Jenis Pemeriksaan Laboratorium
Hasil
Nilai Rujukan
Satuan
8,8 26 14,440 112,000 3,02
12.0 – 16. 0 35 – 47 3,800 – 10,600 150,000 – 440, 000 3,6 – 5,6
mg/dL % /mm3 /mm3 Juta/m m3
139 8,6
15 – 50 0,5 – 1,3
Klien 1 18/01/19 21:51
Tgl/jam 1.HEMATOLO GI Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit 2.KIMIA KLINIK Ureum kreatinin Tgl/jam
Klien 2
mg/dL mg/dL
23/01/19 07:06 1. HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit 2. KIMIA KLINIK Ureum Kreatinin
Tgl/jam
7,4 21 7,680 87,000 2,39
12.0 – 16. 0 35 – 47 3,800 – 10,600 150,000 – 440, 000 3,6 – 5,6
109 10,2
15 – 50 0,5 – 1,5
mg/dL % /mm3 /mm3 Juta/m m3 mg/dL mg/dL
25/01/19 07:27 HEMATOLOGI Darah Rutin Hemoglobin Hematokrit Lekosit Trombosit Eritrosit
8,3 24 6,860 98,000 2,74
12.0 – 16. 0 35 – 47 3,800 – 10,600 150,000 – 440, 000 3,6 – 5,6
mg/dL % /mm3 /mm3 Juta/m m3
67
6. Program dan Rencana Pengobatan 4.6 Tabel Program dan Rencana Pengobatan Program Pengobatan Klien 1 Jenis terapi
Dosis
NaCL Ranitidine Ketorolac Furosemide Bikarbonat Asam Folat Kalnex Citicoline Cefoprazone betahusine Klien 2 Jenis terapi
gtt/menit 2 x 50 mg 2 x 30 mg 3 x 80 mg 3 x 250 mg 1 x 2,5 mg 2 x 500 mg 2 x 250 mg 2 x 500 mg 2 X 6 mg
Farsix Ondansentron OMZ Amlodipin Bicnat Ketoacid As. Folat PCT
3 x 160mg 2 x 4 mg 1 x 40 mg 1 x 5 mg 3 x 500 mg 3 x 125 mg 1 x 500 mg B/p
Dosis
Jenis Ampul Tablet Tablet Tablet Vial Tablet Tablet
Jenis Ampul Ampul Vial Tablet Tablet Tablet Tablet
Cara pemberian IV IV IV IV PO PO IV PO PO PO Cara pemberian IV IV IV Oral Oral Oral Oral IV
Waktu 24 jam 08 : 00 – 20 : 00 08 : 00 – 20 : 00 08 : 00 – 14 : 00 – 20 : 00 08 : 00 – 14 : 00 – 20 : 00 08 : 00 08 : 00 – 14 : 00– 20 : 00 08 : 00 –20 : 00 08 : 00 – 20 : 00 08 : 00 – 20 : 00 Waktu 08.00 – 16.00 – 20.00 08.00 – 20.00 20.00 22.00 06.00 – 14.00 – 22.00 06.00 – 14.00 – 22.00 06.00
7. Analisa Data Data
4.6 Tabel Analisa Data Etiologi
Klien 1 Data subyektif : Klien mengatakan terdapat edema di bagian tangan dan kaki. Data obyektif : Terdapat edema piting grade 2 Nilai Laboratorium Tanggal 18 Januari 2019 - Ureum : 139 mg/dL
Kerusakan fungsi ginjal GFR turun Gagal ginjal kronik Penumpukan toksik uremik di dalam darah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Masalah Kelebihan volume cairan
68
- Keratin : 8,6mg/dL Intake : 1600 ml Output : tidak terhitung klien belum BAK selama 2 hari
Data Subyektif Klien mengatakan merasa gatal Data Obyektif Terdapat pruritis Terdapat ruam di kulit klien Ureum : 139 mg/dL
Data Subyektif Klien mengatakan merasa sesak Data Obyektif - Terdapat pernafasan cuping hidung - Terdapat takipnue - Respirasi : 28x/menit - Klien sering batuk - Terdengar suara ronchi
Data Subyektif Klien mengatakan terasa mual saat makan. Data Obyektif Klien hanya makan 3-5 sendok makan Ureum : Ureum : 139 mg/dL
Peningkatan volume cairan Kelebihan volume cairan
Gagal ginjal kronik Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Resopon integumen ureum pada jaringan kulit Pruritis Kerusakan integritas kulit GFR menurun gagal mempertahankan metabolisme terjadi sindrom uremik respon asidosis metabolik pada sistem pernafasan Pernafasan kusmaul, takypneu ↓ Ketidakefektifan pola nafas Gagal ginjal kronik Sekresi protein terganggu Sindrom uremia Gangguan keseimbangan asam basa Produksi asam lambung Naik Neusea vomitus Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kerusakan integritas kulit
Ketidakefektifan pola nafas
Ketidakseimbanga n nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
69
Data Subyektif Klien mengatakan merasa lemas lebih banyak tidur daripada beraktivitas Data Obyektif Klien terlihat lemah Hb : 8,8 mg/dL Kekuatan otot ektremitas - Atas : 3/3 - Bawah : 3/3
Klien II Data subyektif : Klien mengatakan terdapat edema di bagian tangan dan kaki. Data obyektif : Terdapat edema di kaki, tangan dan wajah. Terdapat piting grade 4 Klien post HD Klien BAK 1-2 x sehari Klien terpasang infus NaCl 10 tpm di tangan kanan Nilai Laboratorium Tanggal 18 Januari 2019 Ureum : 139 mg/dL Keratin : 8,8 mg/dL Intake output cairan - Intake Infus NaCl 720ml/24 jam + minum 600 ml/24 jam = 1.320 Output : IWL : 10 x 52 : 24 x 24 = 520 Balance cairan = intake – output – IWL = 1320 – 520 = + 800 CC
Data Subyektif Klien mengatakan merasa gatal
Gagal ginjal kronik Sekresi eritropoitis turun Produksi Hb turun Suplai nutrisi dalam darah turun Oksihemoglobn turun ↓ Suplai O2 turun ↓ Anemia, keletihan ↓ Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
Kerusakan fungsi ginjal GFR turun Gagal ginjal kronik Penumpukan toksik uremik di dalam darah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit Peningkatan volume cairan Kelebihan volume cairan
Kelebihan volume cairan
Gagal ginjal kronik Sekresi protein terganggu
Kerusakan integritas kulit
70
Data Obyektif Terdapat pruritis Terdapat ruam di kulit klien Ureum : 139 mg/dL
Sindrom uremia Resopon integumen ureum pada jaringan kulit Pruritis Kerusakan integritas kulit
Data Subyektif Klien mengatakan merasa lemas lebih banyak tidur daripada beraktivitas Data Obyektif Klien terlihat lemah Hb : 8,8 mg/dL Kekuatan otot ektremitas - Atas : 3/3 - Bawah : 3/3
Gagal ginjal kronik Sekresi eritropoitis turun Produksi Hb turun Suplai nutrisi dalam darah turun Oksihemoglobn turun ↓ Suplai O2 turun ↓ Anemia, keletihan ↓ Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
4.1.2.2 Diagnosa Keperawatan
Tabel 4.7 Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan
Tanggal Ditemukan
Tanda tangan
Kasus I 1
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,retensi cairan dan natrium
21-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
2
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas/imobilitas, akumulasi toxin dalam kulit
21-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
3
Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan respon asidosis metabolik pada sistem pernafasan
21-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
71
4
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual, muntah,
21-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
5
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisi
21-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
Kasus II 1
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,retensi cairan dan natrium
25-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
2
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan turgor kulit, penurunan aktivitas/imobilitas, akumulasi toxin dalam kulit
25-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
3
Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialisi
25-01-2019
NIKEN LEVIA ROSA
4.1.2.3 Intervensi Tabel 4.8 Intervensi Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan keriteria hasil
Intervensi
Rasional
Kasus I Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,retensi cairan dan natrium Ditandai dengan : Data subyektif : Klien mengatakan terdapat edema di
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam berat badan ideal tanpa kelebihan cairan Kriteria Evaluasi : 1. Menunjukan perubahanperubahan berat badan yang lambat. 2. Mempertahan kan turgor
1.
Kaji status cairan : timbang berat badan harian, keseimbangan, masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama
1.
Pengkajian merupakan dasar dan Intervensi ini memberikan data penting untuk mengidentifikas i perubahan dalam gangguan keseimbangan volume cairan.
72
bagian tangan dan kaki. Data obyektif : Terdapat edema piting grade 2 Nilai Laboratorium Tanggal 18 Januari 2019 - Ureum : 139 mg/dL - Keratin : 8,6mg/dL Intake : 1600 ml Output : tidak terhitung klien belum BAK selama 2 hari
kulit normal tanpa edema. -
2. Batasi masukan cairan
2.
Ketika fungsi ginjalyang menurun, kemampuan untuk mengeliminasi kelebihan cairan rusak.
3. Identifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan.
3.
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
4.
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
5.
Kenyamanan pasien dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Berikan diuretik, contoh : farsix
6.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru
7. Lakukan dialisis
7.
Dialisis akan menurunkan volume cairan berlebih.
73
Kasus II Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,retensi cairan dan natrium Ditandai dengan Data subyektif : Klien mengatakan terdapat edema di bagian tangan dan kaki. Data obyektif : Terdapat edema di kaki, tangan dan wajah. Terdapat piting grade 4 Klien post HD Klien BAK 12 x sehari Klien terpasang infus NaCl 10 tpm di tangan kanan Nilai Laboratorium Tanggal 18 Januari 2019 Ureum : 139 mg/dL Keratin : 8,8 mg/dL Intake output cairan - Intake Infus NaCl 720ml/24 jam + minum 600 ml/24 jam = 1.320 - Output : IWL : 10 x 52 : 24 x 24 = 520 Balance cairan = intake –
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam berat badan ideal tanpa kelebihan cairan Kriteria Evaluasi : 1. Menunjukan perubahanperubahan berat badan yang lambat. 2. Mempertahan kan turgor kulit normal tanpa edema. -
1.
Kaji status cairan : timbang berat badan harian, keseimbangan, masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama
1.
Pengkajian merupakan dasar dan Intervensi ini memberikan data penting untuk mengidentifikas i perubahan dalam gangguan keseimbangan volume cairan.
2. Batasi masukan cairan
2.
Ketika fungsi ginjalyang menurun, kemampuan untuk mengeliminasi kelebihan cairan rusak.
3. Identifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan.
3.
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
4.
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan.
5. Bantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan
5.
Kenyamanan pasien dapat meningkatkan kepatuhan terhadap pembatasan diet.
6. Berikan diuretik, contoh : farsix
6.
Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma
74
output IWL = 1320 – 520 = + 800 CC
dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru 7. Lakukan dialisis
7.
Dialisis akan menurunkan volume cairan berlebih.
4.1.2.4 Implementasi Tabel 4.9 Implementasi Pelaksanaan Klien 1
Jam
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,rete nsi cairan dan natrium
15:00 WIB
15:05 WIB
Hari Ke 1 22-01-2019 Implementasi respon mengkaji status cairan : timbang berat badan harian, keseimbangan, masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama Hasil : Terdapat edema dengan pitting grade 2, pada ektremitas atas dan ektremitas bawah membatasi masukan cairan mengidentifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil :
Jam 08.00 WIB
08.05 WIB
Hari Ke 2 23-01-2019 Implementasi respon membatasi masukan cairan mengidentifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil : Edema mulai berkurang menjadi pitting grade 1 membantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan Hasil : Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyamanan
Hari Ke 3 24-01-2019 Jam Implementasi respon 08.00 membatasi WIB masukan cairan mengidentifika si sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil : Sudah tidak terjadi edema pada klien
08.05 WIB
membantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyama nan akibat pembatasan cairan Hasil :
75
klien kooperatif dalam dan mengerti tentang pembatasan masukan cairan 15:10 WIB
17:30 WIB
18:15 WIB
Klien 2 Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan pengeluaran urin diet berlebih,rete nsi cairan dan natrium
08:10 WIB
menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan Hasil : Klien dan keluarga mengerti tentang rasional pembatasan cairan
08:05 WIB
Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyama nan 08:10 WIB
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg
membantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan Hasil : Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyamanan
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg 25-01-2019
08:00 WIB
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg
mengkaji status cairan : timbang berat badan harian, keseimbangan, masukan dan haluaran, turgor kulit dan adanya edema, distensi vena leher, tekanan darah, denyut nadi dan irama Hasil : Terdapat edema dengan pitting grade 4, pada ektremitas atas dan ektremitas bawah, serta wajah membatasi masukan cairan mengidentifikasi sumber potensial
26-01-2019 08.00 WIB
08.05 WIB
membatasi masukan cairan mengidentifikasi sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil : Edema mulai berkurang menjadi pitting grade 1 membantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat
27-01-2019 08.00 WIB
08.05 WIB
membatasi masukan cairan mengidentifika si sumber potensial cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil : Sudah tidak terjadi edema pada klien membantu pasien dan
76
cairan: medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, makanan. Hasil : klien kooperatif dalam dan mengerti tentang pembatasan masukan cairan
08:10 WIB
10:30 WIB
11:15 WIB
pembatasan cairan Hasil : Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyamanan 08:10 WIB
menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan Hasil : Klien dan keluarga mengerti tentang rasional pembatasan cairan
kelarga dalam menghadapi ketidaknyama nan akibat pembatasan cairan Hasil : Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyama nan
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg 08:10 WIB
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg
membantu pasien dan kelarga dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan Hasil : Klien dan keluarga dapat menghadapi ketidaknyamanan
berkolaborasi dalam pemberian diuretik, Furosemide 3 x 80mg
4.1.2.5 Evaluasi Tabel 5.0 Evaluasi Tanggal Hari jam 14:00 WIB
Klien 1 24-01-2019 S: Klien mengatakan kaki dan tangannya sudah terasa ringan tidak ada pembengkakan
Klien 2 28-01-2019 S: Klien mengatakan kaki dan tangannya sudah terasa ringan tidak ada pembengkakan
Tanda tangan
77
4.2
O: - Tidak tampak edema pada ektremitas - Klien tampak tenang - Turgor kulit baik
O: - Klien tidak tampak meringis - Skala Nyeri 0 - Klien tidak gelisah
A: Masalah teratasi Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak pascabedah.
A: Masalah teratasi Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan lunak pascabedah.
P : Intervensi dihentikan Pasien pulang
P : Intervensi dihentikan Pasien pulang
Pembahasan Dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny.E usia 30 Tahun pada tanggal 21 Januari 2019 dan Ny.A usia 60 Tahun pada tanggal 25 Januari 2019 dengan Chronic Kidney Disease (Ckd) Dengan Masalah Keperawatan Kelebihan Volume Cairan Di Rsu Dr. Slamet Garut penulis menemukan adanya kesenjangan antara teori dengan hasil dari studi kasus Asuhan keperawatan yang dilaksanakan penulis pada dasarnya terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan guna memenuhi kebutuhan biologi, psikologi, dan spiritual.
4.2.1. Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dalam melakukan proses asuhan keperawatan. Dalam melakukan pengkajian, penulis lebih
78
dahulu melakukan pendekatan terapeutik dan membina hubungan saling percaya kepada kedua klien dan keluarga klien. Pada tahap ini penulis mengumpulkan data subyektif dan data obyektif. Dalam proses pengkajian, penulis juga mendapatkan hal-hal yang mempersulit proses pengkajian dan hal-hal yang membantu proses pengkajian. Adapun hal-hal yang membatu proses pengkajian yaitu : a. Kedua klien dan keluarga klien dapat diajak bekerjasama selama dilakukan proses pengkajian. b. Adanya perawat ruangan dan pembimbing lapangan yang membantu penulis dan memberikan arahan. Adapun hal-hal yang mempersulit penulis selama proses pengkajian yaitu : a. Terbatasnya alat pemeriksaan fisik yang ada di rumah sakit. Dalam hal ini penulis menggunakan alat pemfis yang diberikan oleh kampus, dan sebagian menggunakan alat pemeriksaan fisik milik penulis. b. Ketidakpahaman penulis dengan bahasa sunda, karena kedua klien
merupakan
orang
sunda
yang
kesehariannya
menggunakan bahasa sunda. Dalam hal ini penulis mencoba meminta kepada klien dan keluarga klien untuk menggunakan bahasa bahasa Indonesia. Pada saat melakukan pengkajian, penulis menemukan beberapa data yang berbeda antara klien pertama dengan klien kedua dan
79
penulis juga menemukan perbedaan antara teori CKD dengan yang ditemukan penulis dilapangan dalam pemeriksaan fisik yaitu : a. Pada sistem pernafasan, pada teori CKD akan ditemukannya pernafasan yang takipneu, dyspnea, peningkatan frekuensi nafa, penfasan dalam (pernafasan kusmaul). Tetapi, keadaan ini hanya ditemukan pada klien 1 dan tidak pada klien 2. Hal ini dikarenakan pada klien 2 tidak terjadi retensi cairan yang terjadi pada kondisi uremia yang sering menyebabkan gagal jantung dan edema paru. Edema paru inilah yang menyebabkan klien 1 sesak nafas (Potter dan Perry 2009). b. Pada sistem urinaria, pada teori CKD akan ditemukannya oliguria dan anuria. Keadaan ini hanya ditemukan pada klien 1 dan tidak ditemukan pada klien 2. Hal ini dikarenakan pada kasus CKD, ketika pengangkutan natrium ke dalam nefron meningkat, maka lebih sedikit natrium yang direabsorpsi sehingga terjadi kekurangan natrium, sehingga ginjal tidak mampu lagi memekatkan dan mengencerkan urine (Kowalak, 2011).
4.2.2. Diagnosa Keperawatan
80
Secara teori menurut (Doenges, 2014) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul , yang berhubungan dengan post op apendiktomi antara lain 1. Nyeri berhubungan dengan respon
inflamasi
apendiks,
kerusakan jaringan lunak pascabedah. 2. Pemenuhan Informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik, rencana pembedahan appendektomi 3. Aktual/Risiko tinggi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubunan dengan kurangnya asupan makanan yang adekuat 4. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya port de entree luka pasca bedah 5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan adanya mual muntah post operasi 6. Kecemasan berhubungan dengan prognosis penyakit, rencana pembedahan 7. Gangguan aktivitas berhubungan dengan adanya luka post operasi Pada kasus Pertama klien
penulis menemukan 6 diagnosa
keperawatan yang sesuai dengan teori dan ditunjang oleh data hasil pengkajian praktek lapangan, Sedangkan pada kasus Kedua hanya ada 3 Diagnosa keperawatan yang sesuai dengan teori.
81
Sementara itu diagnosa keperawatan pada kedua klien yang ada dalam teori, tetapi tidak ada dalam kasus yaitu : Pemenuhan Informasi berhubungan dengan adanya evaluasi diagnostik, rencana pembedahan appendektomi Selain itu, penulis menemukan diagnosa keperawatan lain yang ada pada kedua klien yang tidak ada diteori tetapi muncul pada kasus dilapangan antara lain : Gangguan personal hygine berhubungan dengan gangguan aktvitas Diagnosa ini diambil karena pada saat penulis melakukan pengkajian pada klien 1 dan 2 terjadi gangguang aktivitas akibat dari nyeri dan adanya luka post operasi sehingga mengakibatkan kedua klien mengalami keterbatasan dalam pemenuhan personal hygiene
4.2.3. Intervensi Keperawatan Rencana keperawatan yang diterapkan oleh penulis pada klien 1 dan klien 2 sama yaitu mengacu terhadap teori menurut ( Doenges, 2014) yaitu
dengan
cara
Kaji
respon
nyeri
dengan
pendekatan
PQRST,Lakukan manajemen nyeri keperawatan Seperti : Istirahatkan pasien pada saat nyeri muncul, Atur posisi semifowler, Dorong ambulasi dini, Ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri, serta Kolaborasi dengan tim medis pemberian analgetik Dengan rencana keperawatan
yang diterapkan oleh penulis
diharapkan dalam mengatasi masalah Nyeri dengan cara Distraksi
82
menggunakan tehnik tarik nafas dalam dapat memberikan hasil sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yaitu; klien tidak mengeluh nyeri, skala nyeri 0 (0-10), nyeri berkurang sampai hilang. Sedangkan pada jurnal Hasil penelitian tentang pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan skala nyeri pasien pasca apendiktomi di ruang bedah RSUD Dr.M Zein Painan yang dilakukan pada 10 responden yang mengalami post operasi apendiktomi, didapatkan 9 responden yang mengalami penurunan skala nyeri. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terapi non farmakologi melalui distraksi relaksasi dapat menurunkan skala nyeri. Hasil ini didukung oleh pendapat Catur (2005) yaitu Penanganan nyeri dengan teknik non farmakologi merupakan modal utama untuk menuju kenyamananan
4.2.4. Impelementasi Keperawatan Pada tahap implemenetasi penulis dapat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien post operasi apendiktomi dengan masalah keperawatan nyeri akut melalui tindakan distraksi relaksasi nafas dalam sesuai dengan tujuan dan intervensi yang telah ditetapkan. Respon yang dihasilkan setelah dilakukan implementasi terhadap kedua klien sama yaitu kedua klien merasakan penurunan rasa nyeri ketia sesaat setelah melakukan distraksi relaksasi nafas dalam Dari hasil perawatan yang telah dilakukan, penulis mendapatkan respon hasil yang sama, walaupun hal ini dapat dipengaruhi oleh respon
83
tubuh klien, kepatuhan melakukan apa yang diajarkan perawat, dan efektifitas dalam melakukan tindakan.
4.2.5. Evaluasi Keperawatan Setelah dilakukan implementasi keperawatan yang sama terhadap kedua klien dengan distraksi relaksasi nafas dalam maka didapatkan hasil setelah perawatan 3 hari pada kedua klien mengalami penurunan rasa nyeri. Selama penulis melakukan tindakan distraksi relaksasi nafas dalam terhadap kedua klien, penulis berpendapat bahwa pada pasien post operasi apendektomi dengan masalah keperawatan nyeri dalam penelitian ini dapat dibuktikan bahwa dengan menggunakan teknik distraksi relaksasi nafas dalam dapat menurunkan skala nyeri pasien post operasi.
LEMBAR KONSULTASI Nama Mahasiswa
:
NIM
:
Nama Pembimbing
:
No.
Tanggal
SARAN & PERTIMBANGAN PEMBIMBING
TANDA TANGAN