BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Tholib ( 2016 ) Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran atau curahan, sedangkan melitus atau mellitus artinya gula atau madu. Dengan demikian secara bahasa, diabetes melitus adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung gula, yang di maksud dalam hal ini adalah air kencing. Dengan demikian, definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang di hasilkan. Dalam hal ini terjadi lonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. Hasil survei yang di lakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun (2011) jumlah penderita diabetes mellitus di dunia 200 juta orang. Pada tahun 2014 sebanyak 422 juta orang di dunia menderita diabetes mellitus dan angka tersebut di perkirakan meningkat menjadi 592 juta orang di tahun 2035. Jumlah kasus diabetes mellitus terus meningkat terutama di negara berkembang , terdapat 2,6 juta orang di Indonesia dan 600 ribu orang di jawa timur dengan didiagnosis diabetes mellitus (Kemenkes, 2014). Prevalensi DM untuk provinsi Lampung adalah 0,4%. Menurut kabupaten dan kota Provinsi Lampung prevalensi Diabetes Mellitus adalah berkisar 0,1-0,9% dengan prevalensi tertinggi di bandar lampung. Berdasarkan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung jumlah penderita diabetes mellitus mengalami peningkatan sebesar 12% yaitu sebanyak 6.256 penderita (Heltomi, 2010). 1
Penyandang diabetes mellitus akan di temukan dengan berbagai gejala seperti poliuria (banyak berkemih), polidipsia ( banyak banyak minum), dan polifagia (banyak makan) dengan menurunkan berat badan. Diabetes mellitus dengan jangka waktu lama menimbulkan rangkaian gangguan dan mikrovaskuler sehingga menimbulkan komplikasi, seperti mata, ginjal, saraf, kulit, sistem kardivaskuler, infeksi tidak lazim. (Azrimaidaliza, 2011)
Klasifikasi diabetes melitus yaitu tipe 1 dan tipe 2, diabetes tipe 1 di tandai dengan kegagalan produksi insulin yang parsial atau total oleh sel-sel beta pankreas. Faktor penyebab masih belum di mengerti dengan jelas tetapi beberapa virus tertentu, penyakit auto imun dan faktor-faktor genetik mungkin turut berperan. Untuk diabetes tipe 2 di tandai dengan resistensi insulin ketika hormon insulin di produksi dengan jumlah yang tidak memadai atau dengan bentuk yang tidak efektif. Ada kolerasi genetik yang kuat pada tipe diabetes ini dan proses terjadi. (Azrimaidaliza, 2011)
Tingginya prevalensi DM, yang sebagian besar adalah tergolong dalam DM tipe 2 di sebabkan oleh interaksi antara faktor-faktor kerentanan genetis dan paparan terhadap lingkungan. Beberapa faktor lingkungan yang di perkirakan dapat meningkatkan faktor resiko diabetes mellitus tipe 2 adalah gaya hidup seseorang, di antaranya adalah kebiasaan makan yang tidak seimbang. Selain pola makan yang tidak seimbang,kurangnya aktifitas fisik juga merupakan faktor resiko dalam pemicu terjadinya diabetes mellitus. Ketidakseimabangan pola makan dapat di
2
sebabkan oleh ketidakcukupan pengetahuan pasien atau ketidakpatuhan pasien terhadap diit. (Tjekyan et al., 2013). Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan dasar manusia yang sangat vital. Nutrisi merupakan sumber energi untuk segala aktifitas dalam sistem tubuh. Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh itu sendiri, seperti glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan lemak dalam jaringan dan sumber lainyang berasal dari luar tubuh seperti yang sehari-hari di makan oleh manusia ( Sutanto, 2017) Penderita diebetes mellitus harus memperhatikan pola makan yang meliputi jadwal, jumlah, dan jenis makanan yang di konsumsi. Kadar gula darah meningkat drastis setelah mengonsumsi makanan tertentu karena kecenderungan makanan yang di konsumsi memiliki kandungan gula darah yang tidak terkontrol. Suatu langkah yang bisa di ambil sebagai upaya pencegahan dan penanganan penyakit degeneratif ini adalah dengan merubah perilaku hidup masyarkat terutama dalam memilih makanan sehari-hari. Selain itu faktor pendukung yang dapat menstabilkan gula darah adalah penatalaksanaan diabetes melitus yang di kenal dengan empat pilar utama meliputi edukasi,diet,latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Tujuannya untuk mengetahui persepsi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus. Pengelolaan diet nutrisi pada pasien diabetes mellitus tersebut akan berhasil apabila penderita memiliki kepatuhan yang baik dalam menjalankan diet (Wahyuni, 2017).
3
Hasil penelitian Tholib (2016) sebagai perawat dalam pemenuhan kecukupan klien diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi membutuhkan suntikan insulin untuk membantu memproses gula darah sehingga pencegaha komplikasi jangka panjang .
Berdasarkan uraian di atas dan hasil survey yang di lakukan di RSUD.Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung sehingga penulis tertarik untuk menulis karya tulis ilmiah tentang diabetes mellitus tipe 2 yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Dengan Masalah Keperawatan Defisit Nutrisi Di Ruang Murai RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.”
1.2 Batasan Masalah Masalah pada study kasus ini di batasi pada asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi di ruang murai RSUD. Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
1.3 Rumusan Masalah Dalam meneliti tentang asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah defisit nutrisi, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian atas dasar beberapa alasan. Dengan alasan pertama tingginya angka prevaalensi kasus DM saat ini di perkirakan sudah mencapai angka 9,1 juta orang penduduk. Data tersebut menjadikan Indonesia menduduki peringkat ke-5 di dunia dengan penderita DM tertinggi pada tahun 2013.
4
Diabetes Mellitus (DM) merupakan kejadian dengan jumlah penderita semakin meningkat tiap tahunnya. Salah satu faktor pendukung yang dapat menstabilkan gula darah adalah penatalaksanaan DM yang di kenal dengan empat pilar utama meliputi edukasi,diet,latihan jasmani dan pengelolaan farmakologis. Tujuannya untuk mengetahui persepsi pemenuhan kebutuhan nutrisi pada penderita Diabetes Mellitus. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu di lakukan penelitian tentang asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi. Adapun pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah “Bahgaimana asukan keperawatan pada pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi di RSAM Provinsi Lampung?”
1.4 Tujuan Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan khusus.
1.4.1 Tujuan Umum Tujuan umum dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini untuk menguraikan hasil asuhan keperawatan pemenuhan defisit nutrisi pada pasien diabetes mellitus type 2 Di Ruang kenanga RSUD Dr. Hi. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
1.4.2 Tujuan Khusus 1) Memaparkan hasil pengkajian pada pasien diabetes melitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi
5
2) Memaparkan hasil analisa data dan keperawatan pada pasien diabetes melitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi 3) Memaparkan hasil diagnosa pada pasien diabetes melitus dengan masalah keperawatan defisit nutrisi 4) Memaparkan perencanaan keperawatan pada pasien yang mengalami diabetes melitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi 5) Memaparkan implementasi pada pasien diabetes melitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi. 6) Memaparkan evaluasi pada pasien diabetes mellitus dengan masalah keperawatan defisit nutrisi. 7) Memaparkan hasil inovasi tindakan pada pasien diabetes mellitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi.
1.5 Manfaat 1.5.1 Manfaat Praktis 1. Bagi Peneliti Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menambah pengalaman dalam penelitian mengenai pengaruh dari pemberian asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus type 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi.
2. Bagi Tempat Peneliti Hasil karya tulis ini diharapkan dapat menjadi referensi pustaka yang bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan. Sebagai bahan masukan bagi tempat
6
penelitian dalam usaha meningkatkan pelayanan kesehtan khususnya terhadap pasien diabetes mellitus
3. Bagi Responden Pada karya tulis ilmiah ini penulis mengharapkan meningkatnya pengetahuan pada pasien tentang defisit nutrisi, pendidikan kesehatan yang wajib di berikan pada pasien dan guna menstabilkan keadaan fisiologis pasien.
1.5.2 Manfaat Pengembangan 1. Bagi Dunia Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berkaitan dengan pendidikan atau referensi dan pengetahuan bagi peneliti melakukan pengembangan penelitian selanjutnya.
7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Konsep Diabetes Mellitus 2.1.1 Definisi Diabetes Mellitus Menurut Maghfuri ( 2016 ) Diabetes berasal dari istilah Yunani yaitu artinya pancuran atau curahan, sedangkan melitus atau mellitus artinya gula atau madu. Dengan demikian secara bahasa, diabetes melitus adalah curahan cairan dari tubuh yang banyak mengandung gula, yang di maksud dalam hal ini adalah air kencing. Dengan demikian, definisi diabetes melitus
secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat
menghasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang di hasilkan. Dalam hal ini terjadi lonjakan kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelaianan metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah.
Diabetes mellitus adalah suatu keadaan yang di akibatkan karena kelainan heterogen yang di tandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah atau yang di sebut dengan hiperglikemia (Brunner & Suddarth, 2013) Diabetes melitus merupakan penyakit kelaianan metabolisme yang di sebabkan kurangnya produksi insulin atau gangguan pada fungsi insulin,
8
meskipun jumlahnya normal. Hal ini di sebabkan karena terjadi kerusakan pada sebagian atau seluruh sel-sel kelenjar pankreas ( sel beta). Kondisi ini menyebabkan glukosa yang di konsumsi tidak dapat di proses secara sempurna. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat ( Utami, 2009) 1. Diabetes Mellitus Tipe Lain Beberapa diabetes tipe lain seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, penyebab imunologi yang jarang, dan sindrom genetik lain yang berkaitan dengan diabetes mellitus. 2. Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) Diabetes yang terjadi pada saan keahmilan ini adalah intoleransi glukosa yang mulai timbul atau menular di ketahui selama keadaan hamil. Oleh karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon di sertai pengaruh metabolik terhadap glukosa, maka kehamilan merupakan keadaan peningkatan metabolik dan hal ini berdampak kurang baik bagi janin.
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus Klasifikasi diabetes mellitus di bagi menjadi empat, yaitu : 1. Diabetes Tipe-1 (Insulin Dependen Diabetes Mellitus) Merupakan kondisi autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta pankreas sehingga timbul defisiensi
9
(Parkeni 2006, dalam Aini 2012) Menurut Tholib 2016, Tipe II Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulin
adalah turunnya
kemampuan insulin untuk merangkum pengambilan glukosa oleh gangguan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Faktor-Faktor Resiko Tipe II 1. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia > 65 tahun) 2. Obesitas 3. Riwayat keluarga 4. Gaya hidup
2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus 1. Diabetes tipe I a) Faktor genetik Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya diabetes mellitus tipe I. Kecenderungan genetik ini di temukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA. 10
b) Faktor- faktor imunologi Adanya respon autoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang di anggapnya seolaholah sebagai jaringan asing terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen. c) Faktor lingkungan Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi sel beta. 2. Diabetes tipe II Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum di ketahui. Faktor genetik di perkirakan memberi peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin itu terdapat pula faktor-faktor resiko tertentu berhubungan dengan proses terjadinya diabetes tipe II, faktor-faktor resiko: (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun), obesitas, riwayat keluarga, kelompok etnik, pola hidup yang tidak sehat (Brunner & suddarth, 2013). 2.1.4 Komplikasi Diabetes Mellitus 1
Mata: retinopati diabetik, katarak
2
Ginjal: glomeroloskisis intrakapiler, infeksi
3
Saraf: neuropati perifer, neuropati kranial, neuropati otonom
11
4
Kulit: dermopati diabetik, nekrobiosis lipodikin diabetikorum, kabdidiasis, tukak kaki dan tungkai
5
Sistem kardiovaskular: penyakit jantung dan ganggren pada kaki
6
Infeksi tidak lazim: fasilitas dan miositis nekrotikans, meningitis mucor, kolesistitis emfisematosa, otitis eksterna maligna.
2.1.5 Patofisiologis Diabetes Mellitus Menurut Brunner dan Suddarth ( 2013 ) pada diabetes tipe I,
pada
diabetes tipe I terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel- sel beta pankreas telah di hancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia-puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Di samping itu glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat di simpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia. Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersatring keluar; akobatnya, glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan di ekskresikan kedalam urin, ekskresi ini dapat di sertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus (polidipsia). Pada diabetes tipe II, Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan ganggua
12
resistensi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat berikutnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II di sertai dengan penurunan intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya
glukosa
dalam darah, harus terdapat peningkatan jenis insulin yang di sekresikan. Pada penderita toleransi glukosa terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang berlebihan, dan kadar glukosa akan di pertahankan pada tingkat yang normal atau sedikit meningkat. Namun demikian, jika sel-sel beta tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin, kadar glukosa akan meningkat dan terjadi diabetes mellitus tipe II.
2.1.5
Manifestasi Klinis Menurut Maghfuri (2016) manifestasi klinis khas yang dapat muncul pada seluruh tipe diabetes mellitus meliputi trias poli, yaitu : 1. Banyak kencing (poliuria) Oleh karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. 2. Banyak minum (polidipsia)
13
Oleh karena sering kencing maka kemungkinan sering haus dan banyak minum. 3. Banyak makan (polifagia) Penderita diabetes melitus mengalami keseimbangan kalori negatif, sehingga timbul rasa lapar yang sangat besar.
4.
Penurunan berat badan dan rasa lemah Hal ini di sebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa di ambil dari cadangan lain, yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjai kurus.
2.1.5
Penatalaksanaan Menurut Maghfuri (2016) penatalaksanaan untuk penderita diabetes mellitus sebagai berikut: 1. Perencanaan makan Makan makanan yang beraneka ragam yang bisa menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur
14
2. Latihan Jasmani Gerak badan, olahraga, atau latihan jasmani dapat menurunkan berat badan, meningkatkan kebugaran, dan meningkatkan fungsi jantung, paru, dan otot. 3. Obat-Obat Penurun Gula Darah Penderita diabetes mellitus tipe II tidak merespons dengan baik atau resistan terhadap insulin. Membutuhkan suntikan insulin untuk
membantu
memproses
gula
sehingga
mencegah
komplikasi jangka panjang dari diabetes mellitus. Berbagai jenis insulin yang di gunakan untuk mengobati diabetes adalah sebagai berikut : 1.) Rapid-acting insulin 2.) Short-acting insulin 3.) Intermediate-acting insulin 4.) Long-acting insulin
2.1.6
Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan diagnostik menurut Brunner dan suddarth (2013) yaitu : 1) Tes Toleransi Glukosa Tes toleransi glukosa oral merupakan pemeriksaan yang lebih sensitif daripada tes tolenransi glukosa intravena yang hanya di gunakan dalam situasi tertentu (misalnya, untuk pasien yang
15
pernah mengalami operasi lambung). Tes toleransi glukosa di lakukan dengan memberikan larutan karbohidrat sederhana. 2) Pertimbangan Gerontologi Kenaiakn kadar glukosa darah tampak berhubungan dengan usia dan terjadi pada laki-laki ataupun wanita di seluruh dunia. Kenaikan glukosa darah timbul pada dekade usia ke lima dan frekuensinya meningkat bersamaan dengan pertambahan usia. Apabila lansia dengan diabetes yang nyata tidak ikut di perhitungkan dalam statistik, kurang lebih 10% hingga 30% lansia memiliki hiperglikemia yang berhubungan dengan usia. Peryanyaan
yang
timbul
kemudian
adalah
apakah
hiperglikemia yang berhubungan dengan usia itu merupakan bagian dari proses penuaan yang normal dan apakan bersifat benigna ataukah patologis sehingga merupakan intervensi terapeutik. Beberapa penelitian menunjukan bahwa keadaan hiperglikemia tersebut merupakan kelainan patologis karena manimbulkan komplikasi makrovaskuler. 2.2 Konsep Defisit Nutrisi 2.2.1 Definisi Defisit Nutrisi Defisit nutrisi adalah keadaan yang di alami seseorang dalam keadaan tidal berpuasa ( normal ) atau penurunan berat badan akibat ketidakcukupan asupan nutrisi untuk kebutuhan metabolisme (Hidayat, 2009)
16
Defisit nutrisi pada diabetes mellitus berhubungan dengan kekurangan zat gizi pada tingkat seluler atau dapat di katakan sebagai masalah asupan zat gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh. Gejala umumnya adalah berat badan rendah dengan asupan makanan yang tidak cukup atau asupan kurang dari kebutuhan tubuh, adanya kelemahan otot dan penurunan energi, pucat pada kulit, membran mukosa, konjungtiva dan lain-lain ( Hidayat, 2009). Apabila terjadi penuruna berat badan lebih dari 10% dari berat badan sebelunya dalam 3 bulan terakhir. Dalam kriteria yang sering di gunakan adalah apabila pada saat pengukuran berat badan kurang dari 90% berat badan ideal berdasarkan tinggi badan atau jika Indeks Masa Tubuh (IMT) kurang dari 18,5 ( Syam,2015). 2.2.2 Batasan Krakteristik Menurut Brunner dan suddart (2013) batasan karakteristik dari defisit nutrisi adalah sebagai berikut : 1. Hipoglikemia (reaksi insulin) 2. Diabetes Ketoasidosis 3. Sindrom HHNK (Hiperglikemia Hiperosmoler Non Ketotik) 2.2.3 Faktor yang berhubungan Menurut Hidayat (2009), faktor-faktor yang mempengaruhi defisit nutrisi adalah sebagai berikut : 1
Pengetahuan
17
Pengetahuan yang kurang tentang manfaat makanan bergizi dapat mempengaruhi pola konsumsi makan. Hal tersebut dapat di sebabkan oleh kurangnya informasi sehingga dapat terjadi kesalahan dalam memahami kebutuhan nutrisi 2
Prasangka Prasangka buruk terhadap beberapa makanan yang bergizi tinggi dpat mempengaruhi kebutuhan nutrisi seseorang.
3
Kebiasaan Adanya kebiasaan yang merugikan atau pantangan terhadap makanan tertentu juga dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi.
4
Kesukaan Kesukaan berlebihan terhadap suatu jenis makanan dapat mengakibatkan kurangnya variasi makanan, sehingga tubuh tidak memperolah zat-zat yang di butuhkan secara cukup.
5
Ekonomi Status ekonomi dapat mempengaruhi perubahan kebutuhan nutrisi karena penyediaan makanan bergizi membutuhkan pendanaan yang tidak sedikit. Oleh karena itu, masyarakat dengan kondisi perekonomian yang tinggi biasanya mampu mencukupi kebutuhan gizi keluarganya dibandingkan dengan masyarakat dengan kondisi perekonomian rendah.
18
2.3 Asuhan Keperawatan 2.3.1 Pengkajian Pengkajian keperawatn menurut Hidayat (2009), yaitu : a. Riwayat makanan Riwayat makanan meliputiinformasi atau keterangan tentang pola makanan, tipe makanan yang di hindari ataupun di abaikan, makanan yang lebih di sukai yang dapat di gunakan untuk membantu merencanakan jenis makanan untuk sekarang, rencana makanan atau masa selanjutnya.
b. Kemampuan makan Dalam kemampuan makan ada beberapa hal yang perlu di kaji antara lain : kemampuan mengunyah, menelan,makan sendiri tanpa bantuan orang lain. c. Pengetahuan tentang nutrisi Aspek lain yang sangat penting dalam pengkajian nutrisi adalah penentuan tingkat pengetahuan pasien mengenai kebutuhan nutrisi. d. Nafsu makan dan jumlah asupan e. Tingkat aktivitas f. Pengonsumsian obat g. Penampilan fisik
19
Penampilan fisik dapat di lihat dari hasil pemeriksaan fisik terhadap aspekaspek berikut: rambut yang sehat berciri mengkilat, kuat, tidak kering, dan tidak mengalami kebotakan bukan karena faktor usia, mata cerah dan tidak ada rasa sakit atau penonjolan pembuluh darah, daerah bibir kering, lidah berwarna merah gelap, tidak berwarna merah terang, dan tidak ada luka pada permukaannya, gusi tidak bengkak, gigi tidak berlubang dan tidak berwarna, kulit tubuh halus, kuku jari kuat dan berwarna merah muda. h. Pengukuran antropometri Pengukuran ini meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, dan lipatan kulit pada otot trisep. i. Labolatorium Pemeriksaan labolatorium yang langsung berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah pemeriksaan albumin serum, Hb, glukosa, elektrolit, dan lain-lain. 2.1.7
Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul menurut Brunner dan Suddarth (2013), yaitu : 1. Resiko defisit cairan berhubungan dengan gejala poliuria dan dehidrasi 2. Defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, makanan, dan aktivitas jasmani.
20
3. Kurang pengetahuan tentang informasi/keterampilan perawatan mandiri diabetes. 4. Potensial ketidakmampuan melakukan perawatan mandiri berhubungan dengan gangguan fisik atau faktor-faktor sosial. 5. Ansietas berhubungan dengan hilang kendali, perasaan takut terhadap ketidakmampuan menangani diabetes, informasi yang salah tentang penyakit diabetes, ketakutan terhadap komplikasi diabetes.
2.1.8 Rencana Keperawatan Menurut Brunner dan Suddarth (2013) perencanaan keperawatan dari defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin, yaitu:
21
Tabel 2.3 Rencana Keperawatan Masalah Keperawatan defisit nutrisi berhubungan dengan gangguan keseimbangan insulin,
Tujuan dan Kriteria Hasil Tujuan: mempertahankan keseimbangan nutrisi Kriteria Hasil : a. Mengendalikan kadar glukosa darah yang optimal b. Meningkatkan kembali berat badan c. Pengendalian kadar glukosa darah d. Menunjukan tingkat energi biasanya
22
Rencana Keperawatan 1.timbang berat badan setiap hari sesuai indikasi
Rasional 1.mengkaji pemasukan makanan yang adekuat
2. identifikasi 2. jika makanan makanan yang di yang di sukai sukai pasien dapat di masukan dalam perencanaan makan, kerjasama ini dapat di upayakan setelah pulang. 3.berikan pengobatan insulin 3.insulin reguler secara teratur memiliki awitan dan dengan metode IV cepat karenanya secara kontinu. dengan cepat pula dapat membantu memindahkan glukosa kedalam sel. 4.libatkan keluarga pasien pada 4.memberikan perencanaan makan ini sesuai informasi kepada keluarga untuk dengan indikasi. memahami kebutuhan nutrisi pasien. 5.lakukan pemeriksaan gula darah dengan 5. Analisa di tempat tidur menggunakan terhadap gula “finger stick” darah lebih akurat.
2.2.4 Implementasi Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap klien (Potter & Perry, 2010). Dan tujuan implementasi dalah melakukan, membantu, dan mengarahkan kinerja aktivitas kehidupan sehari- hari. Memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai tujuan yang berpusat pada klien serta mencatat serta melakukan pertukaran informasi yang relevan denagn perwatan kesehatan yang berkelanjutan dari klien. 2.3.5 Evaluasi Menurut brunner dan stuarth (2013) menyatakan bahwa evaluasi pada klien yang mengalami diabetes mellitus dengan masalah keperawatan defisit nutrisi adalah sebagai berikut : 1.Mencapai keseimbangan metabolik 2.Menghindari glukosa yang terlalu ekstrim (hipoglikemia atau hiperglikemia) 3.Memperlihatkan perbaikan episode hipoglikemia yang cepat. 4.Menghindari penurunan berat badan selanjutnya (jikka di perlukan) dan mulai mendekati berat badan yang di kehendaki.
23
BAB 3 METODE STUDY KASUS
3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Jenis pendekatan studi kasus yang digunakan adalah studi kasus multipel. Studi kasus multipel merupakan studi kasus yang mempelajari kasus lebih dari satu dengan karakteristik yang sama dan kasus akan dibandingkan satu sama lain (Afiyanti dan Rachmati,2014). Hal ini sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan pada klien yang mengalami Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan masalah keperawatan Defisit Nutrisi di Ruang Murai RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung.
3.2 Batasan Istilah Diabetes mellitus di kenal oleh masyarakat sebagai penyakit kencing manis atau penyakit menahun yang di tandai dengan adanya peningkatan kadar gula darah sebagai akibat dari adanya gangguan sistem metabolisme di dalam tubuh. Diabetes mellitus terjadi karena kelainan metabolik dengan etiologi multifaktorial. Penyakit ini di tandai dengan hiperglikemia kronis dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.
24
Penderita diebetes mellitus harus memperhatikan pola makan yang meliputi jadwal, jumlah, dan jenis makanan yang di konsumsi. Kadar gula darah meningkat drastis setelah mengonsumsi makanan tertentu karena kecenderungan makanan yang di konsumsi memiliki kandungan gula darah yang tidak terkontrol. Suatu langkah yang bisa di ambil sebagai upaya pencegahan dan penanganan penyakit degeneratif ini adalah dengan merubah perilaku hidup masyarkat terutama dalam memilih makanan sehari-hari. 3.3 Partisipan/ Subjek Penelitian Partisipan yang di gunakan dalam studi kasus ini berjumlah 2 klien yang terdiagnosis Diabetes Mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan Defisit Nutrisi di Ruang Murai RSUD Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jenis sampel yang di gunakan dalam pendekatan ini yaitu sampel homogen, karena sampel ini terdiri dari pada individu yang memiliki karakteristik yang sama. Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dari partisipan yang dilibatkan pada penelitian ini adalah : a. Kriteria Inklusi 1. Klien dengan usia tahun, dikarenakan insisdensi penyakit diabetes mellitus di rumah sakit mayoritas di derita oleh klien yang berusia > tahun. 2. Klien mengalami keluhan penurunan berat badan, di karenakan sebagian klien Diabetes Mellitus tipe 2 memiliki keluha tersebut karena resistensi insulin terganggu.
25
3. Klien yang mengalami gangguan nutrisi 4. Klien yang berusia lebih dari 40 tahun, dikarenakan usia tersebut mulai terjadi peningkatan intoleransi glukosa, berkurangnya kemampuan sel beta pankreas dalam memproduksi insulin. 5. Klien yang terdiagnosis diabetes mellitus tipe 2 yang bersedia menjadi partisipan dan mendatangkan informed concent. 6. Klien mampu berbahasa indonesia dengan baik dan berkomunikasi dengan jelas. Kemampuan partisipan dalam berbahasa indonesia dan berkomunikasi dengan baik, akan memudahkan peneliti dalam memahami maksud yang di sampaikan partisipan. b. Kriteria eksklusi 1. Klien yang terdiagnosis diabetes melitus tipe 2 yang tidak bersedia menjadi partisipan. 2. Klien yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik dan jelas. 3. Klien yang tidak kooperatif.
3.4 Lokasi dan Waktu Penelitian A. Lokasi Penelitian Studi kasus ini di lakukan di Ruang Murai Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Andul Moeloek Provinsi Lampung dengan klien yang terdiagnosis Diabetes Melitus tipe 2 dengan masalah keperawatan Defisit Nutrisi.
26
B. Waktu Penelitian Table 3.2 Jadwal Penelitian KTI No Kegiatan
1.
Sosialisasi karya tulis ilmiah
2.
Pengajuan judul proposal
3.
Pembuatan proposal
4.
Ujian proposal
5.
Pengambilan data
6.
Ujian hasil
Februari
Maret
April
Mei
1 2 3 4
1 2 3 4
12 34
1234
Waktu pengumpulan proposal di lakukan di bulan Februari, ujian proposal di lakukan di bulan Maret, waktu pengambilan data di lakukan pada awal bulan April 2019 di Ruang Murai RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lmpung, penyelesaian KTI di bulan April sampai awal Mei, dan Pada bulan Mei diadakan ujian hasil karya tulis ilmiah. 3.5 Pengumpulan Data Metode pengumoulan data yang di gunakan; 1. Wawancara ( hasil anamnesis berisi tentang identitas klien, keluhan utama, riwayat penyekit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dll). Sumber data dari klien, keluarga, perawat lainnya.
27
2. Observasi dan pemeriksaan fisik ( dengan pendekatan IPPA: Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi) pada sistem tubuh klien. 3. Studi dokumentasi dan angket ( hasil dari pemeriksaan yang lain diagnostik dan data yang relevan) 3.6 Uji Keabsahan Data Uji keabsahan data dilakukan dengan : 1. Memperpanjang waktu dalam membina hubungan partisipan peneliti, peneliti harus terlibat langsung dalam berbagai kegiatan atau situasi kehidupan ada partisipasinya. 2. Membuat rekam jejak (audi trackI) Rekam jejak adalah catatan terperinci menyangkut keputusankeputusan yang di buat peneliti sebelum maupun sepanjang peneliti mencocokan pemahaman dan interprestasi data yang di hasilkan kepada pemahaman para partisipannya. 3. Melakukan member check/feedback partisipan. Member check adalah peneliti mencocokan pemahaman dan interprestasi data yang di hasilkan kepada pemahaman para partisipannya. 4. Membuat deskripsi padat ( shick descriptions) Deskripsi padat berisi uraian hasil penelitian yang di deskripsikan secara lengkap, jelas dan padat oleh para peneliti, konteks peristiwa, dan para individu terlihat pada peneliti ini.
28
3.7 Analisa Data Urutan dalam analisa data adalah : 1. Pengumpulan Data Data di kumpulkan dari hasil WOD ( wawancara, obsevasi, dokumentasi). Hasil di rulis dalam bentuk catatan lapangan, kemudian di salin dalam bentuk catatan terstruktur
2. Mereduksi data Data dari hasil wawancara terkumpul dalam bentuk catatan lapangan di jadikan satu dalam bentuk transkip dan dikelompokan menjadi data subjektif dan objektif, dianalisis berdasarkan hasil pemeriksaan diagnostik kemudian di bandingkan nilai normal. 3. Penyajian data Penyajian data dapat di lakukan dengan tabel, gambar, bagan maupun teks naratif. Kerahasiaan dari klien di jamin dengan jalan mengaburkan identitas dari klien. 4. Kesimpulan Dari data yang disajikan , kemudian data di bahas dan di bandingkan dengan hasil-hasil penelitian terdahulu dan secara teoritis dengan prilaku kesehatan. Penarikan kesimpulan di lakukan dengan cara metode induksi. Data yang di kumpulkan terkait dengan data pengkajian, perencanaan, tindakan, dan evaluasi.
29
3.8 Etika Penelitian Sebelum penelitian di laksanakan, peneliti mengurus surat izin dari institusi Akademi Keperawatan Panca Bhakti Bandar Lampung dan lembar persetujuan untuk responden informed consent kepada klien dengan disbetes mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Peneliti juga menerapkan prinsip :
1. Prinsip Bebas Bahaya (Beneficence)
Prinsip etika penelitian Benefience meliputi freedom from harm and discomfort dan protection from exploitation. Prinsip ini meminimalkan bahaya yang timbul dalam penelitian dan
memaksimalkan
manfaat
penelitian. Prinsip etika freedom from harmand discomfort diupayakan dengan cara peneliti menjamin kenyamanan dengan cara menjamin kenyamanan responden dengan mencegah timbulnya perasaan takut dari kemungkinan resiko yang muncul akibat proses penelitian (Polit dan Beck, 2012). Prinsip etika penelitian Beneficence yang kedua yaitu protection from exploitation. Peneliti melindungi partisipan dari hal yang merugikan dan memastikan tidak melakukan eksploitasi (Polit dan Beck, 2012). Pada proses pengambilan data peneliti berusaha menempatkan
para
partisipan sebagai subjek penelitian, peneliti berusaha bersikap terbuka
30
dan memposisikan responden sebagai teman sejawat. Peneliti juga akan menginformasikan bahwa informasi yang diberikan
hanya digunakan
sepenuhnya untuk kepentingan penelitian. Peneliti juga tidak akan mengeksploitasi hasil penelitian kepada orang lain. Peneliti ini tidak memberikan manfaat langsung pada partisipan, peneliti menjelaskan bahwa informasi yang diberikan akan sangat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Peneliti juga akan menginformasikan bahwa informasi yang diberikan
hanya digunakan
sepenuhnya untuk kepentingan peneliti. Peneliti juga tidak
akan
mengeksploitasi hasil peneliti keapada orang lain (Moleong, 2010). Peneliliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna mendapatkan manfaat yaitu terjaga keselamatan dan kesehatan partisipan dengan peneliti meminimalisir dampak yang merugikan bagi subjek. Apabila intervensi penelitian berpotensi mengakibatkan cidera tambahan maka subjek dikeluarkan dari kegiatan penelitian untuk mencegah terjadinya cidera, kesakitan, ataupun stres akibat proses penelitian. Hasil penelitian ini juga sebagai bentuk asuhan keperawatan kepada klien diabetes mellitus tipe 2 dengan masalah keperawatan defisit nutrisi.
2. Prinsip Menghargai Martabat Manusia (Respect Human For Dignity )
31
Prinsip etika penelitian menghargai martabat manusia atau respect human for dignity, dipenuhi oleh peneliti dengan cara memberikan hak untuk menentukan pilihan (self determination) dan hak mendapatkan penjelasan secara lengkap (full disclosure) sebelum peneliti menetapkan calon partisipan. Peneliti menjelaskan bahwa penelitian ini bersifat suka rela dan tidak ada paksaan. Peneliti juga menjelaskan bahwa peneliti tidak keberatan jika dalam proses wawancara, partisipan memutuskan untuk berhenti terlibat dalam penelitian. Oleh sebab itu, peneliti harus memberikan penjelasan sebelum wawancara dilakukan, agar partisipan mengerti manfaat serta kerugian berpartisipasi dalam penelitian. Sehingga partisipan dapat memutuskan untuk berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini. Setelah partisipan mendapatkan penjelasan yang lengkap, responden dapat menentukan pilihan bersedia atau tidak untuk terlibat dalam penelitian ini dengan menandatangani informed consent. Informed consent merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap klien baik tertulis maupun lisan. Persetujuan diberikan setelah klien mendapat informasi yang adekuat. Cara penyampaian informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien. Setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi harus dengan persetujuan.
32
Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif dan tidak mengandung
risiko tinggi, yang
diberikan oleh pihak pasien. Contohnya, ketika perawat melakukan komunikasi kepada pasien untuk melakukan tindakan keperawatan yaitu memandikan klien dan perawatan menyanyakan kepada klien dan keluarga mengenai kesediaan untuk dilakukan tindakan. Kemudian pasien atau keluarga pun hanya menyetujui dengan lisan tanpa harus dilakukan persetujuan dengan tulisan. 3) Prinsip Keadilan (Justice) Prinsip etika penelitian meliputi fair treatment and privacy. Pada prinsip etika penelitian
fair treatment peneliti tidak melakukan
diskriminasi dalam memilih prtisipan selama prosedur pengumpulan data. Pada penelitian ini prinsip keadilan dipenuhi dengan sikap peneliti yang memperlakukan semua partisipan secara adil dengan tidak membeda-bedakan dan memberikan hak yang sama pada setiap responden. Peneliti harus mengenali adat istiadat, budaya dan aturan yang berlaku di tempat penelitian (Polit dan Beck, 2012). Cara mengatasi masalah jika terjadi komplikasi. Prinsip ini juga diterapkan pada klien lainnya dimana satu ruangan yang berisi klien dengan terdiagnosis congestive heart failure diberikan asuhan keperawatan sesuai dengan yang dibutuhkan klien. Prinsip etika penelitian
privacy, yaitu peneliti menjaga semua
informasi terkait dengan partisipan yang bersifat kerahasiaan seperti
33
diagnosa penyakit yang diderita maupun masalah yang bersifat pribadi. Selain itu, hak anonymity dan confidentiality juga sangat penting untuk dipenuhi. Hak anonymity dipenuhi peneliti dengan tidak menuliskan nama partisipan pada data, namun hanya menuliskan inisial nama. Peneliti tidak menyampingkan hak partisipan . Peneliti merahasiakan data partisipan dan tidak menyebarluaskannya tanpa persetujuan partisipan. Peneliti juga memberikan jaminan bahwa informasi yang diberikan tidak diberikan kepada orang lain atau orang-orang yang mengenal partisipan, tidak ada orang yang dapat mengakses data kecuali peneliti. Data dalam bentuk file digital disimpan dalam media penyimpanan dengan memberikan password yang hanya diketahui peneliti. Data dalam bentuk hard disimpan ditempat yang aman dalam loker yang terkunci dan dimusnahkan dalam kurun waktu 5-10 tahun jika tidak digunakan lagi. Jaminan hak anonymity dan confidentiality membuat partisipan
lebih
terbuka
dan
nyaman
dalam
menguraikan
pengalamannya (Polit dan Beck, 2012), menjadi klien yang mengalami masalah keperawatan pola nafas tidak efektif. Persyaratan untuk melindungi privasi partisipan juga merupakan komponen yang tidak terpisahkan dari cara menghargai partisipan dalam proses etika penelitian. Isu kerahasian identitas partisipan berhubungan erat dengan nilai memberikan yang terbaik, perhatian terhadap martabat dan ketaatan. Kerahasiaan dan privasi klien menjadi aspek penting dalam
34
penelitian keperawatan. Namun, dengan hubungan yang efektif antara partisipan dengan perawat yang dibangun dengan saling percaya berfungsi sebagai dasar menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi. Kerahasiaan dan tidak mencantumkan identitas partisipan menjadi perhatian selama penelitian berlangsung.
35
DAFTAR PUSTAKA
Azrimaidaliza. 2011. Asupan zat gizi dan penyakit diabetes mellitus. Jurnal Kesehatan Masyarakat (online). Vol .6, No.1.
Afiyanti, Y. dan Rachmawati, N.I. 2014. Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Riset Keperawatan, Edisi 1, Rajawali Pers, Jakarta
Heltomi. 2010. Edukasi dan kadar glukosa darah pada pasien diabetes. Jurnal Keperawatan.
Hidayat. 2009. Kebutuhan Dasar Manusia. Salemba Medika. Jakarta
IDF, 2014, IDF Diabetes Atlas, http://www.idf.org/atlasmap/atlasmap,23 Januari 2015.
Kemenkes RI. 2013. Hubungan durasi penyakit dan kadar gula darah dengan keluhan subjektif penderita diabeten mellitus. Jakarta: Kemenkes RI.
Polit, D. F., dan Back, C. T. (2012). Nursing: generating and assessing evidence f or nursing pratice. Ninth Edition.
Potter, P. A., dan Perry, A. G. (2009). Fundamental of Nursing : concepst, process, ad practice. St.Louis : Mosby.
Smeltzer, S. C., G. Brenda., dan Bare. 2013. Buku Ajar Keperawatan Mwdikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. EGC.Jakarta
Sutanto, V. A., dan Fitriana, S. 2017. Kebutuhan Dasar Manusia. Pustaka Baru Press. Yogyakarta.
36
Syam, F. A. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6 Jilid 1. Interna Publishing. Jakarta.
Tholib. 2016. Perawatan Luka Diabetes Mellitus. Jakarta: Salemba Medika
Tjekyan, S.R.M., et al. 2013, Tingkat pengetahuan dan kepatuhan tentang diit diabetes mellitus pada pasien diabetes mellitus. Program Kementrian Kesehatan
Politeknik
Kesehatan
Surakarta
Jurusan
Keperawatan.
Surakarta.
Wahyuni. 2017. Persepsi Pemenuhan Kebutuhan Nutrisi Pada Pasien Diabetes Mellitus Di Desa Sawah Kuwung Karang Anyar. Jurnal Care (Online). Vol .5, No 2.
WHO. 2011. Infant mortality. World Health Organization
37