IPTEKS DALAM BIDANG LINGKUNGAN Teknologi Sistem Fitoremediasi dengan Tanaman Kiambang (Salvinia molesta) dan Tanaman Kiapu (Pistia stratiotes) Untuk Menurunkan Konsentrasi Ion Logam Cu Pada Perairan yang Tercemar
MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah IPA Terapan Yang dibina Oleh Bapak Drs. Ridwan Joharmawan M.Si., dan Ibu Erti Hamimi S.Pd, M.Sc
Kelompok 6/OFF B Oleh : Aan Setya Nugroho
(160351606468)
Dini Fahrianah A.M (160351606459) Linda Suci Triliana
(160351606476)
Oktaviani Dina P.
(160351606431)
UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA Maret 2019
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah …………………………………
1
B. Rumusan Masalah ……………………………………….
2
C. Tujuan ……………………………………………………
2
PEMBAHASAN A. Pengertian Fitoremediasi ………………………………...
3
B. Karakteristik Tumbuhan dalam Fitoremediasi…………… 4 C. Proses dalam Fitoremediasi ……………………………… 9 D. Keterkaitan IPA dengan Teknologi dalam
10
fitoremediasi……………………………………………… E. Contoh Kontroversial/Analisis Jurnal dalam fitoremediasi
15
…………………………………………………………… F. Kelebihan dan Kekurangan dalam Fitoremediasi………... BAB III
20
PENUTUP A. Kesimpulan ..................………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Mendeskripsikan Pembelajaran STM”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Sains Teknologi dan Masyarakat yang dibina oleh Bapak Drs. Ridwan Joharmawan M.Si., dan Ibu Erti Hamimi S.Pd, M.Sc. Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang “Teknologi Sistem Fitoremediasi dengan Tumbuhan Kiambang (Salvinia molesta) dan Tanaman Kiapu (Pistia stratiotes) Untuk Untuk Menurunkan Konsentrasi Ion Logam Cu Pada Lingkungan Air” yang disajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber informasi dan referensi yang di dapat. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Prodi Pendidikan IPA. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing, kami meminta masukannya demi perbaikan makalah di masa yang akan datang dan mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Malang, 18 Maret 2019
Penulis
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Saat ini, pencemaran lingkungan telah banyak menimbulkan masalah seiring dengan meningkatnya perkembangan manusia dan kemajuan teknologi akibat dari limbah yang dihasilkan. Kontaminasi pada perairan diakibatkan oleh banyak penyebab termasuk limbah industri, limbah domestic dan limbah kontaminasi dari berbagai unsur serta substansi kimia berbahaya. Berikut adalah data kondisi pencemaran sungai di Indonesia:
Salah satu pencemaran yang diakibatkan oleh pembuangan limbah industri yang berbahaya, yaitu logam berat tembaga (Cu), karena dapat menjadi potensi pada permukaan tanah atau air tanah dan menyebar ke daerah sekitar melalui air. Tembaga merupakan logam berat dan senyawa organik secara intensif di dalam industri menimbulkan kontaminasi di tanah dan air. Tembaga merupakan logam berat yang sangat beracun dalam konsentrasi tinggi. Kadar tembaga yang tinggi dapat mempengaruhi aspek ekologis dan biologis dalam perairan, jika tercampur dalam biota laut melalui rantai makanan yang akhirnya akan sampai pada manusia. Mengingat banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh logam tembaga dalam kadar yang tinggi bagi makhluk hidup dan lingkungan, maka keberadaan logam sebagai pencemar di lingkungan perlu dihilangkan maupun diminamalkan. Berkaitan dengan hal tersebut, dibutuhkan adanya suatu teknologi
1
alternatif untuk pengolahan air limbah industri untuk mengatasi mahalnya biaya operasional dan pengolahan limbah yang selama ini sudah sangat luas. Dengan banyaknya kemungkinan yang terjadi akibat pencemaran oleh logam berat tembaga di perairan, maka pada makalah ini membahas tentang teknologi sistem fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang (Salvinia molesta) dan tanama kiapu (Pistisia stratitoes) yang digunakan untuk menurunkan kadar ion tembaga yang terdapat dalam perairan.
B. Rumusan Masalah 1. Apa pengertian dari fitoremediasi ? 2. Bagaimana karakteristik tumbuhan dalam fitoremediasi ? 3. Bagaimana proses dalam fitoremediasi ? 4. Bagaimana keterkaitan IPA dengan teknologi dalam fitoremediasi ? 5. Apa saja contoh kontroversial dalam fitoremediasi ? 6. Apa kelebihan dan kekurangan dalam fitoremediasi ?
C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari fitoremediasi. 2. Untuk mengetahui karakteristik tumbuhan dalam fitoremediasi. 3. Untuk mengetahui proses dalam fitoremediasi. 4. Untuk mengetahui keterkaitan IPA dengan teknologi dalam fitoremediasi. 5. Untuk mengetahui contoh kontroversial dalam fitoremediasi. 6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dalam fitoremediasi.
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fitoremediasi Pada tahun 1970-an, ide dasar bahwa tumbuhan dapat digunakan untuk remediasi lingkungan dan pada tahun 1980-an, beberapa penelitian mengenai akumulasi logam berat oleh tumbuhan sudah mengarah pada realisasi penggunaan tumbuhan untuk membersihkan polutan (Salt, 2000 dalam jurnal Hidayati, 2005). Fitoremediasi di definisikan sebagai pencucian polutan yang dimediasi oleh tumbuhan termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti penghancuran atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya (Chaney, 1995 dalam jurnal Hidayati, 2005). Upaya untuk mengatasi pencemaran lingkungan adalah dengan fitoremediasi. Fitoremediasi adalah cara alami yang menggunakan tumbuhan untuk menghilangkan polutan dari air limbah yang terkontaminasi. Proses memanfaatkan tanaman dengan memanfaatkan proses metabolisme untuk menghilangkan nutrisi dan kontaminan dari air limbah dan menyimpannya dalam biomassa. Teknik fitoremediasi yang dipilih sebagai upaya untuk merehabilitasi lingkungan yang tercemar dan merupakan teknologi yang inovatif, ekonomis, dan relatif aman terhadap lingkungan (Sidauruk dan Patricius, 2015 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). Fitoremediasi merupakan bagian dari konsep teknologi alami yang memusatkan peran tumbuhan sebagai solusi penyelesaian permasalahan lingkungan, atau disebut dengan Fitoteknologi (Mangkoedihardho dan Samudro, 2010 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). Fitoteknologi adalah penerapan ilmu dan teknologi untuk mengkaji dan menyiapkan solusi masalah lingkungan dengan menggunakan tumbuhan. Pada dasarnya fitoremediasi memanfaatkan inisiatif manusia untuk mempercepat proses peluruhan secara alamiah pada area yang terkontaminasi, dan merupakan penghubung antara sebuah teknologi buatan manusia dengan proses alamiah. Oleh karena itu, fitoremediasi tergantung pada hubungan yang sinergis, dan alamiah antara tanaman, mikroorganisme dan
3
lingkungannya. maka tidak membutuhkan teknologi yang sangat intensif, atau drastis, seperti pengerukan tanah.
B. Karakteristik Tumbuhan Fitoremediasi Dengan adanya dampak negative yang ditimbulkan oleh logam tembaga dalam kadar yang tinggi bagi makhluk hidup dan lingkungan, maka keberadaan logam sebagai pencemar perlu diminimalkan. Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan suatu teknologi alternatif untuk pengolahan air limbah industri untuk mengatasi mahalnya biaya operasional. Cara yang dianggap sangat tepat untuk menurunkan kadar ion-ion logam berat (tembaga) dari lautan yaitu salah satunya dengan pemanfaatan tanaman sebagai penyerap logam. Fitoremediasi adalah menanam areal terkontaminasi dengan tumbuhan hiperakumulator. Hiperakumulator adalah kemampuan tanaman menyerap logam melalui akar, kemudian di akumulasi di dalam tubuhnya untuk diolah kembali atau dibuang saat panen. Secara alami tumbuhan mempunyai keunggulan salah satunya, yaitu beberapa famili tumbuhan memiliki sifat toleran dan hiperakumulator terhadap logam berat. Karakteristik tumbuhan hiperakumulator adalah: 1. Tahan terhadap unsur logam dalam konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuk. Dalam hal ini tumbuhan hiperakumulator memiliki kemampuan untuk melarutkan unsur logam pada akar dan menyerap logam, sehingga menjadikan penyerapan logam oleh tumbuhan hiperakumulator melebihi tumbuhan normal. 2. Tingkat laju penyerapan logam oleh akar pada tumbuhan hiperakumulator lebih cepat dibanding pada tumbuhan normal, terbukti dengan adanya konsentrasi logam yang tinggi pada akar. Akar tumbuhan hiperakumulator memiliki daya selektifitas yang tinggi terhadap unsur logam tertentu. 3. Memiliki kemampuan mengakumulasi unsur logam dari akar ke tajuk pada tumbuhan hiperakumulator lebih efisien dibanding tanaman normal. Hal tersebut dibuktikan oleh rasio
konsentrasi
logam
hiperakumulator lebih dari satu. (Gabbrielli, 1991 dalam jurnal Hidayati, 2005).
4
tajuk/akar pada tumbuhan
Banyak penelitian yang membuktikan banyak tumbuhan yang berfungsi sebagai hiperakumulator (pada tabel 2), sebagai berikut:
1
Sumber: (Baker & Brooks, 1989 dalam jurnal Hidayati, 2005). Fitoremediasi umumnya menggunakan tumbuhan akuatik dalam lahan basah buatan sebagai pengolahan perairan dari pencemaran limbah cair. Tumbuhan akuatik memiliki berbagai macam manfaat selain sebagai tanaman hias, tumbuhan akuatik juga dapat digunakan untuk bahan kerajinan. Berdasarkan Irawanto (2010), menyebutkan bahwa tumbuhan akuatik dapat berperan sebagai pengelola polutan.limbah cair, sehingga tumbuhan akuatik dapat digunakan sebagai fitoremediator atau agen fitoremediasi dan dengan adanya tumbuhan akuatik maka pencemaran perairan dapat diatasi dan kualitas air bisa pulih kembali. Tanaman yang ideal untuk fitoremediasi memerlukan sistem akar besar, dengan adanya akar 5
tersebut tanaman mampu berinteraksi dengan air limbah yang terkontaminasi (Haris, 2008). Salah satu jenis tanaman akuatik yang dapat digunakan adalah kiambang (Salvinia molesta) dan kayu apu (Pistia stratiotes) sebagai fitoremediasi dalam mengakumulasi air tercemar limbah logam berat tembaga (Cu), sebagai berkut: 1. Tumbuhan akuatik Salvinia molesta (Kiambang) Tanaman kiambang berasal dari kata ki artinya pohon, tumbuhan dan kata ambang artinya mengapung, yang merupakan nama umum bagi tumbuhan paku air dari genus Salvinia. Jenis S. molesta merupakan salah satu tumbuhan akuatik yang mengapung di permukaan air dan dapat hidup di daerah tropis, sub tropis dan daerah bertemperatur hangat serta umumnya banyak dijumpai di sawah, sungai dan saluran air (Tjahaja, 2006 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). Jenis ini merupakan gulma air yang memiliki karakteristik laju perkembangbiakan sangat cepat dengan sifat adaptasi yang tinggi di berbagai kondisi lingkungan, terutama pada air buangan aktivitas industry, limbah domestik dan limbah pertanian (Yuliani, 2013 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). Pertumbuhan tanaman kiambang dipengaruhi oleh ruang tumbuh, makin sempit ruang tumbuhnya maka pertumbuhannya akan makin lambat dan sebaliknya. Berikut adalah gambar dari tumbuhan kiambang:
Gambar 1. Tumbuhan Kiambang (Salvilia molesta)
6
Dalam tata nama taksonomi, tanaman kiambang dimasukkan ke dalam klasifikasi seagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Tracheobionta Divisi
: Pteridophyta
Kelas
: Filicopsida
Ordo
: hydropteridales
Familia
: Salviniaceae
Genus
: Salvinia Seg.
Spesies
: Salvilia molesta Mitchell
Kiambang berbentuk kecil, lonjong, memiliki daun di sepanjang batang, memiliki batang yang bercabang tumbuh mendatar, berbuku-buku, ditumbuhi buku dan panjangnya dapat mencapai 30 cm. Pada setiap buku terdapat sepasang daun yang mengapung dan sebuah daun yang tenggelam. Daun yang mengapung berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil dan permukaannya di tutupi rambut berwarna putih agak transpasran tangkai pendek ditutupi banyak bulu yang berguna untuk menolak air dan berwarna hijau. Daun yang tenggelam memiliki bentuk seperti akar dan tereduksi menjadi akar sehingga berfungsi sebagai penyerap makanan. Kiambang memiliki diameter daun dengan kisaran rata-rata 2-4 cm, tetapi mempunyai perakaran yang lebat dan panjang serta mampu beradaptasi pada lingkungan dengan kondisi dan nutrisi dan salinitas rendah (<10%). Kiambang tidak memiliki bunga sehingga perkembangannya hanya dengan cara vegetatif. Jenis tersebut banyak tumbuh pada perairan yang tenang (Donaldson and Dawn, 2003 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). 2. Tumbuhan akuatik Pistia stratiotes (Kayu apu) Kayu apu (Pistia stratiotes) merupakan tanaman air yang akarnya mengapung di permukaan air atau disebut floating plant. Jenis tersebut biasanya hidup di daerah tropis, sub tropis dan daerah yang bertemperatur hangat. Di Indonesia jenis tersebut mudah ditemui di sawah, danau, telaga dan rawa-rawa dengan air yang mengalir tenang (Nurfitri dan Indah, 2010 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017). Tanaman tersebut hidup dari menyerap unsur hara yang
7
terkandung di dalam air dan tanaman tersebut mempunyai kemampuan untuk menyerap unsur pencemar dalam air limbah. Berikut adalah gambar dari tumbuhan kayu apu:
Gambar 2. Tumbuhan Kayu apu (Pistia stratiotes)
Dalam tata nama taksonomi, tanaman kiambang dimasukkan ke dalam klasifikasi seagai berikut: Kingdom
: Plantae
Subkingdom : Angiospermae Kelas
: Liliopsida
Ordo
: Alismatales
Familia
: Araceae
Genus
: Pistia
Spesies
: Pistia stratiotes L.
Tanaman air kayu apu memiliki akar panjang hingga mencapai 80 cm yang berwarna putih. Akar menggantung di bawah roset dan memiliki stolon. Rambutrambut akar membentuk suatu struktur seperti keranjang yang dikelilingi gelembung udara, sehingga meningkatkan daya apung tumbuhan. Daunnya berwarna hijau dan berubah kekuningan saat tua dengan ujung membulat dan pangkal agak meruncing. Panjang daun kayu apu dapat mencapai 14 cm dan tidak memiliki batang. Lebar daun antara 5-14 cm dan jarak antar nodusnya 0,1-0,5 cm
8
sehingga membuat susunan daun kayu apu terdapat pada tiap bagian rosetnya. Daunnya berwarna hijau, dengan tulang daun sejajar, tepi daunnya berlekuk-lekuk dan ditutupi bulu-bulu pendek yang lembut pada permukaannya. Daun tersusun secara roset di dekat akar hingga membentuk bagian seperti batang tanaman. (Dipu, 2010 dalam jurnal Irawanto & Baroroh, 2017).
C. Proses dalam Fitoremediasi Fitoremediasi merupakan bagian dari proses bioremediasi yang dilakukan oleh tumbuhan. Fitoremediasi adalah sistem dimana tanaman tertentu bekerja sama dengan mikroorganisme dalam media (tanah,koral dan air) yang dapat mengubah zat kontaminan (pencemar/polutan) menjadi kurang atau tidak berbahaya. Semua tumbuhan mempunyai kemampuan menyerap, sehingga memungkinkan terjadinya pergerakan ion menembus membran sel,mulai dari unsur yang berlimpah sampai dengan unsur yang sangat kecil. Unsur-unsur tersebut dibutuhkan tanaman dan dapat terakumulasi dalam tubuh tanaman. Proses fitoremediasi dibagi menjadi 5 yaitu fitostimulasi, fitoakumulasi, fitostabilisasi, fitodegradasi dan tranlokasi (Muryani dan Widiarti, 2018) 1. Fitostimulasi merupakan proses memfasilitasi atau menstimulasi aktivitas mikroba di sekitar akar tanaman. 2. Fitoakumulasi merupakan proses menarik mikroba untuk mendekati akar dengan cara mengeluarkan eksudat akar yang umumnya berupa protein, asam-asam organik atau senyawa lainnya yang diperlukan oleh mikroba sehingga zat kontaminan terakumulasi di sekitar akar tumbuhan. 3. Fitostabilisasi merupakan proses pengendapan atau absorpsi zat kontaminan oleh akar, zaat kontaminan pada akar yang terjerap akan stabil menempel pada rizosfer shingga tidak terbawa aliran air media. 4. Fitodegradasi merupakan proses perombakan senyawa zat kontaminan menjadi senyawa yang lebih sederhana dan tidak berbahaya. Kontaminan yang terserap akar akan mengalami penguraian melalui proses metabolik dalam tumbuhan. Pada proses ini lebih spesifik diistilahkan dengan rhizodegradasi karena dominannya kerja akar dan enzim mikrobia (misalnya ragi, fungi dan bakteri) disekitar akar dalam merombak senyawa pencemar.
9
5. Translokasi merupakan proses distribusi senyawa logam (zat kontaminan) kebagian tumbuhan lain melalui jaringan pengangkut yaitu xilem dan floem oleh molekul khelat. Molekul khelat merupakan molekul yang mengikat logam, kitosan dapat mengikat ion logam Cu, Zn, Pb, Mg, Fe, Cd. Kitosan dapat mengikat ion logam karena memiliki pasangan elektron bebas. Kontaminan organik yang ditranslokasi selanjutnya dilepas menuju atmosfer melalui proses transpirasi.
D. Keterkaitan Fitoremediasi Dengan IPA dan Teknologi Pada proses fitoremediasi dengan menerapkan ilmu pengetahuan biologi yaitu proses transpirasi. Transpirasi adalah proses pengeluaran air oleh tumbuhan dalam bentuk uap air ke atmosfer. Proses transpirasi merupakan proses pelepasan molekul-molekul air dari daun melalui stomata yang disebabkan pemanasan permukaan daun oleh cahaya matahari (Sasmitamihardja dan Arbayah, 1990). Pada proses fitoremediasi ini logam Cu yang telah diserap oleh tumbuhan banyak terkumpul diakar dan tajuk, untuk ditajuk tersimpan didaun, karena daun memiliki stomata, sebagian logam Cu yang ada didaun ini ikut dilepaskan melalui proses transpirasi. Terbukti pada contoh analisis jurnal, bahwa kandungan logam Cu pada tajuk lebih sedikit daripada diakar, karena sebagian telah dilepaskan ke atmosfer melalui transpirasi oleh tumbuhan fitoremediator.
(Irawanto, R dan Baroroh, F. 2017)
10
Mekanisme membuka dan menutupnya stomata berdasarkan perubahan turgor yang diakibatkan dari perubahan nilai osmosis dari sel-sel penutup. Proses transpirasi sebagai berikut: 1. Pada saat pagi hari terdapat amilum di dalam sel penutup stomata, pengaruh dari sinar matahari akan membuat klorofil mengadakan proses foosintesis. Ketika terjadi proses fotosintesis maka kadar CO2 didalam sel menurun, hal tersebut disebabkan oleh CO2 direduksi menjadi karbohidrat dengan pereduksi H2O, dengan reaksi sebagai berikut: 6CO2 + 6H2O + Cahaya
6O2 + C6H12O6
2. Pada saat terjadi peristiwa reduksi menyebabkan ion-ion H+ berkurang sehingga pH lingkungan bertambah sehingga lingkungan menuju basa. Pada saat kenaikan pH (basa) membantu enzim posporilase yang berada didalam sel penutup untuk mengubah amilum menjadi glukosa-1 pospat. 3. Terbentuknya glukosa ini menyebabkan naiknya nilai osmosis isi sel penutup yang kemudian menyebabkan masuknya air dari sel-sel tetangga ke dalam sel penutup. Tambahan volume menimbulkan turgor sehingga dinding-dinding sel penutup akan mengembang maka membukalah stomata pada daun.
11
Keterkaitan ilmu pengetahuan kimia pada pengikatan logam Cu oleh khelat (kitosan). Kitosan dapat mengikat ion-ion logam karena memiliki pasangan electron bebas pada gugus amina primer yang bersifat nukleofilik sebagai akseptor proton sehingga gugus amina ini dapat terprotonasi. Gugus amina bebas –NH2 kitosan dapat mengadsorpsi ion logam (seperti Zn, Cd, Cu, Pb, Mg dan Fe ) dengan membentuk senyawa kompleks (khelat) (Knorr, 1984). Reaksi pembentukan kompleks (khelat) merupakan reaksi asam-basa Lewis, dengan asam Lewis adalah penerima elektron dan basa Lewis adalah penyumbang elektron. Mekanisme serapan kitosan terhadap logam dapat dirumuskan pada cara yaitu (1) secara pengkhelatan, dimana terbentuknya ikatan aktif antara nitrogen kitosan dengan kation logam, dalam hal ini nitrogen dari kitosan bertindak sebagai basa lewis yang menyumbangkan sepasang elektron untuk berkoordinat dengan logam, (2) secara pertukaran ion yaitu berlaku pertukaran antara proton dari kitosan dengan kation logam, (3) secara memperangkap, dimana ion logam terperangkap dalam lingkaran rantai polimer. Menurut Knorr (1984), kitosan mempunyai kemampuan untuk mengikat logam dan membentuk kompleks kitosan dengan logam. Contoh mekanismenya adalah sebagai berikut: 2R-NH2 + Cu2+ + 2 Cl-
2(RNH2)CuCl2
12
Fitoremediasi merupakan fitoteknologi alami dengan menggunakan media tanaman untuk menyerap logam berat pada limbah cair. Teknologi dalam fitoremediasi yaitu fitoteknologi sendiri, dengan bantuan alat teknologi penunjang lainnya seperti timbangan digital dan spekttrometri Serapan Atom (SSA) yang digunakan untuk mengetahui kadar logam pada sampel. Spektometri merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang pengukurannya berdasarkan penyerapan cahaya dengan panjang gelombang tertentu oleh atom logam dalam keadaan bebas (Skoog et, al., 2000).
Dalam metode SSA, sampel harus diubah ke dalam bentuk uap atom. Proses ppengubahan ini dikenal dengan istilah atomisasi, pada proses ini sampel diuapkan untuk membentuk atom dalam bentuk uap.
Beberapa tahapan dalam penggunaan spektrometri serapan atom (Anshori, 2005): 1. Sel Atom 13
Pada tahap atomisasi menggunakan nyala, digunakan gas pembakar untuk memperoleh energi kalor sehingga didapatkan atom bebas dalam keadaan gas. Diperlukan nyala dengan suhu tinggi yang menghasilkan atom bebas. Pada alat SSA digunakan campuran gas asetilen-udara atau campuran asetilen-N2O. Campuran gas asetilen-udara dan sampel akan dicampur di ruang pencampuran sehingga larutan sampel akan mengahsilkan suatu bentuk aerosol yang halus, aerosol tersebut akan masuk ke dalam celah alat pembakar. 2. Sumber Cahaya Sumber cahaya yang digunakan pada alat SSA ialah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri dari suatu katoda dan anoda yang terletak dalam suatu silinder gelas beronga yang terbuat dari kwarsa. Katoda terbuat dari logam yang akan dianalisis. Silinder gelas berisi suatu gas lembam (gas yang tidak mendukung cukup oksigen untuk pembakaran hidrokarbon) pada tekanan rendah. Ketika diberikan potensial listrik maka muatan positif ion gas akan menumbuk katoda sehingga terjadi pemancaran spektrum garis logam yang bersangkutan.
3. Monokromator Berkas cahaya dari lampu katoda berongga akan dilewatkan melalui celah sempit
dan
difokuskan
menggunakan
cermin
menuju
monokromator.
Monokromator dalam alat SSA akan memisahkan, mengisolasi dan mengontrol
14
intensitas energi yang diteruskan ke detektor. Monokromator yang biasa digunakan ialah monokromator difraksi grating.
4. Detektor Energi yang diteruskan dari sel atom harus diubah ke dalam bentuk sinyal listrik yang diperkuat agar dapat diukur oleh sistem pemproses data. Proses pengubah ini dengan bantuan alat detektor. Detektor yang biasa digunakan ialah tabung pengganda foton (photo multiplier tube), terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron. Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan, dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda yang mampu menggandakan suatu elektron sehingga intensitas elektron yang sampai di anoda besar dan dapat dibaca sebagai sinyal listrik.
15
E. Contoh Kontroversial/ Analisis Jurnal Kemampuan Tumbuhan Akuatik Salviana molesta dan Pistia stratiotes sebagai Fitoremediasi Logam Berat Tembaga Oleh : Irawanto, Rony dan Baroroh, Fatihah (2017) Analisis jurnal 1. Latar belakang masalah : Dewasa ini semakin bertambah buruknya pencemaran air di lingkungan. Pencemaran air yang diakibatkan oleh aktivitas manusia berdampak pada kerusakan lingkungan, salah satu cara untuk mengatasi pencemaran lingkungan ini adalah dengan fitoremediasi. Dimana, fitoremediasi ini dapat dilakukan dengan tumbuhan akuatik. Namun kebanyakan orang hanya mengira tumbuhan akuatik bermanfaat sebagai tanaman hias, bahan kerajinan, bahan pangan atau obat, masyarakat belum menyadari keberadaan tumbuhan akuatik ini sebagai pengolah air limbah atau sebagai agen fitoremediasi (fitoremediator). Penelitian pada jurnal ini mengambil tumbuhan akuatik di Kebun Raya Purwodadi, karena termasuk lembaga konservasi tumbuhan ex-situ di Indonesia yang memiliki 11.748 spesimen, 1.925 jenis, 928 marga, 175 suku salah satunya koleksi tumbuhan akuatik. Namun, belum sepenuhnya tumbuhan akuatiknya memiliki kemampuan fitoremediasi, sehingga penelitian ini dilakukan dengan tujuan : 16
Untuk mengetahui kemampuan tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu Apu (Pistia stratiotes) sebagai fitoremediator dalam mengakumulasikan air yang tercemar limbah logam berat tembaga (Cu). 2. Kajian teoritik : Logam berat dapat mengakibatkan keracunan apabila terakumulasi didalam tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu yang lama. Dan dapat menyebabkan kematian jika melebihi ambang batas. Menurut Sekarwati et al (2015) limbah Cu di sentra kerajinan perak Kota Gede sebesar 84,9350 mg/L sedangkan limbahn cair industri elektroplating sebesar 0,6 mg/L. limbah cair ini dapat merembes pada tanah sehingga dapat mencemari tanah, air tanah dan mengkontaminasi air sumur warga. Fitoremediasi adalah penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan polutan tanah atau perairan yang terkontaminasi (Rondonuwu, 2014 dalam). Salah satu upayanya yaitu dengan teknik fitoremediasi untuk merehabilitasi lingkungan yang tercemar dan dianggap teknologi yang inovatif, aman terhadap lingkungan dan ekonomis (Sidauruk dan Patricius, 2015 dalam). Fitoremediasi ini merupakan bagian dari konsep teknologi alami yang memusatkan peran tumbuhan sebagai solusi penyelesaian permasalahan lingkungan atau biasa disebut dengan fitoteknologi (Mangkoedihardjo dan Samudro, 2010 dalam), dimana fitoremediasi umumnya menggunakan tumbuhan akuatik
sebagai pengolahan perairan dari
pencemaran limbah cair. 3. Metode penelitian : Penelitian dilakukan pada bulan Maret-Juli 2017, eksperimen di rumah kaca Kebun Raya Purwodadi LIPI Jawa Timur dan analisis kimia di Lab Kimia Jurusan Kimia FMIPA UB. Bahan yang digunakan tumbuhan akuatik Kiambang (Salvinia molesta) dan Kayu Apu (Pistia stratiotes) sebagai fitoremediator, air yang tercemar Cu, dengan 2 tahap yaitu percobaan Range Finding Test (RFT) untuk mengetahui ketahanan tumbuh tumbuhan Salvinia molesta dan Pistia stratiotes dan percobaan fitoremediasi untuk mengetahui laju penyerapan Cu dan banyak Cu yang dapat diserap oleh Salvinia molesta dan Pistia stratiotes.
17
Perlakuan untuk percobaan RFT yaitu dengan 4 perlakuan masing-masing tanaman Perlakuan untuk percobaan fitoremediasi yaitu 6 perlakuan dan 3 kali ulangan (18 percobaan).
18
4. Hasil penelitian : Hasil perlakuan untuk percobaan RFT
Pada hasil percobaan RFT diatas menunjukkan bahwa tanaman Salvinia molesta mampu hidup dengan baik pada perairan di Kebun Raya Purwodadi dengan kadar konsetrasi Cu sampai 15 ppm. Menurut Yulianti et al (2013) dalam Irawanto, R dan Baroroh, F (2017) tanaman ini merupakan agen fitoremediasi (fitoremediator) yang dapat bertahan hidup pada lingkungan dengan konsentrasi logam berat Cu sebesar 20 ppm dengan persentase penyerapan sebesar 90-94%.
Dibandingkan dengan hasil RFT pada table diatas untuk tanaman Pistia stratiotes, hasilnya tanaman ini bisa tumbuh dengan baik hanya pada lingkungan perairan yang mengandung Cu berkonsentrasi 3 ppm, lebih dari itu tanaman ini masih bisa tumbuh namun dengan kondisi morfologinya yang menurun. Hasil perlakuan untuk percobaan fitoremediasi
19
Hasil dari percobaan fitoremediasi menunjukkan bahwa kedua jenis tumbuhan tersebut dapat menjadi fitoremediator yaitu mampu menyerap dan mengakumulasikan logam Cu pada tajuk dan akar tumbuhan. Dimana pada kondisi lingkungan yang berkadar logam Cu pada konsetrasi 2 ppm laju penyerapan keduanya sama, namun pada konsetrasi 5 ppm yang lebih cepat menyerap logam Cu adalah Salvinia molesta.
Hasil dari perlakuan diatas adalah sebagai berikut.
Total Cu pada perairan tanpa tumbuhan fitoremediator berdasarkan perlakuan diatas menunjukkan jumlahnya sebesar 1,36 dan 3,86 dimana jumlah ini melebihi ambang batas baku mutu air sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/IX/1990 tentang pengolahan kualitas air dan pengendalian
20
pencemaran air untuk tembaga yaitu sebesar 1 ppm. Nilai kandungan logam Cu di air setelah diberi tumbuhan fitoremediator menunjukkan nilai dibawah 1, artinya kedua tumbuhan ini efektif untuk menurunkan kadar atau konsetrasi logam Cu di lingkungan perairan Kebun Raya Purwodadi hingga dibawah ambang batas baku mutu air pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/IX/1990. 5. Kesimpulan : Pada percobaan RFT dengan konsentrasi logam Cu sebesar 3, 5, 10 dan 15 ppm dapat diketahui bahwa Salvinia molesta dapat bertahan hidup 100% hingga 15 ppm, sedangkan Pistia stratiotes hanya bertahan 70% pada 10 ppm saja. Berdasarkan hasil RFT tersebut, maka konsentrasi Cu yang dapat digunakan 2 dan 5 ppm agar kedua jenis tumbuhan tersebut bisa berperan sebagai fitoremediator. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan Pistia stratiotes efektif menurunkan logam berat Cu pada pencemaran air. F. Kelebihan dan Kekurangan dalam Fitoremediasi Fitoremediasi memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan metode konvensional lain untuk menanggulangi masalah pencemaran, seperti : 1) Biaya operasional yang murah. Karena fitoremediasi merupakan teknologi pembersih senyawa organik beracun atau berbahaya yang menggunakan tanaman sebagai salah satu teknologinya yang sudah tersedia dari alam, sehingga tidak perlu repot-repot membutuhkan banyak biaya untuk merakit sebuah alat yang lebih kompleks dalam pembuatannya. 2) Tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Sehingga merupakan salah satu metode remediasi yang paling aman bagi lingkungan karena memanfaatkan tumbuhan sebagai alat untuk menanggulanginya. Karena semua tanaman memiliki kemampuan untuk menyerap logam dalam jumlah yang bervariasi yang sebagian besar bersifat hipertoleran, yakni mampu mengakumulasi logam dengan konsentrasi tinggi pada jaringan akar dan tajuknya sehingga bersifat hiperakumulator. Sifat hiperakumulator berarti dapat mengakumulasi unsur logam tertentu dengan konsentrasi tinggi pada tajuknya dan dapat digunakan untuk tujuan fitoekstraksi.
21
3) Dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat awam. Pada dasarnya penggunaan fitoremediasi hanya membutuhkan modal proses yang relatif kecil daripada penggunaan alat teknologi pembersih yang menggunakan alat lebih kompleks dan penerapannya yang mudah. 4) Mampu memelihara keadaan lingkungan alami. ( Miller, 1996 ) Selain kelebihan fitoremediasi juga mempunyai beberapa kelemahan yaitu: 1) Proses pembersihan yang diperlukan relatif lama. 2) Logam yang terakumulasi pada tanaman dapat memasuki rantai makanan apabila tanaman tersebut termakan oleh makhluk hidup sehingga menyebabkan terganggunya proses interaksi dalam lingkungan tersebut terganggu dan menyebabkan tidak stabilnya kegiatan rantai makanan. 3) Keefektifannya dipengaruhi oleh musim. Dimana pada saat musim penghujan pengaruh kekeruhan air terhadap proses fitoremediasi juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfektsi pada proses penjernihian air yang dapat menyebabkan kerontokan akar yang merupakan salah efek yang disebabkan dari adanya bahan pencemar dimana sebagai bentuk adaptasi tanaman tersebut 4) Apabila konsentai kontaminan tinggi dapat menyebabkan fitotoksik dan menghambat pertumbuhan tanaman. Fototoksik merupakan racun yang diproduksi oleh tanaman tingkat tinggi, selain itu fototoksik merupakan suatu zat yang bersifat racun terhadap tanaman. Biasanya fototoksik mengandung zat kimia yang bersifat biologis yang bersifat racun pula. Tumbuhan yang tidak beracun daat pula menjadi beracun karena adanya akumulasi mineral organik beracun yang dihasilkan dari kerusakan hati yang disebabkab oleh metabolisme racun tanaan dan kegagalan menghancurkan produk yang dikeluarkan oleh tanaman. 5) Tingginya kemungkinan serangan hama dan penyakit tanaman. ( US Environmental Protection Agency. 1998 ). Teknik Fitoremediasi untuk menghilangkan polutan perairan yang terkontaminasi mengalami perkembangan yang cukup pesat. Teknik ini dapat
22
menggunakan tanaman herba, semak bahkan pohon. Semua tumbuhan memiliki potensi menyerap polutan tertentu dalam jumlah bervariasi dan beberapa jenis tumbuhan mampu mengakumulasi kontaminan tertentu dalam konsentrasi tertentu. Tumbuhan-tvraibuhan tersebut mampu mengasimilasi senyawa organik dan anorganik dari polutan Sampai saat ini, para peneliti masih mengaji mekanisme yang terjadi dalam proses pengolahan logam secara fitoremediasi. Beberapa mekanisme yang diusulkan, tetapi belum dimengerti secara mendalam, antara lain pembentukan khelat logam dalam sistem intraselular atau ekstraselular, terjadinya senyawa logam yang mudah mengendap, dan munculnya akumulasi dan translokasi logam dalam sistem vaskular tanaman. Selain penelitian mekanisme dalam proses di atas, para peneliti juga masih terus mencari, menyeleksi, dan mengidentifikasi sejumlah tanaman dari seluruh belahan bumi yang potensial untuk digunakan proses fitoremediasi. Penelitian dibutuhkan sebelum aplikasi di lapangan untuk menghindari dampak negatif yang mungkin timbul. Ada empat informasi penting yang dicari dalam penelitian. Pertama, kemampuan daya akumulasi berbagai jenis tanaman untuk berbagai jenis logam dan konsentrasi, sifat kimia dan fisika tanah, dan sifat fisiologi tanaman. Kedua, spesifikasi transpor dan akumulasi logam. Ketiga, mekanisme akumulasi dan hiper-akumulasi ditinjau secara fisiologi, biokimia, dan molekular. Keempat, kesesuaian sistem biologi dan evolusi pada akumulasi logam. Bagaimanapun juga, teknologi fitoremediasi sebagai metode biokonsentrasi bahan limbah berbahaya dalam tanah dan air merupakan bidang penelitian yang sangat menarik. Bidang ini juga memberikan jawaban pertanyaan mendasar tentang sistem biokimia, nutrisi, dan fisiologi tanaman serta mekanisme akumulasi, resistensi , dan pembersihan bahan berbahaya. Semua pengetahuan di atas sangat berguna untuk aplikasi di bidang agroindustri dan lingkungan. Fitoremediasi, walaupun sekarang masih dalam tahap pengembangan, diharapkan akan menjadi teknologi pembersih lingkungan yang tangguh di era mendatang, sehingga program penghijauan dan pembersihan bumi kita akan segara tercapai.
23
BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Fitoremediasi adalah teknologi yang secara alami digunakan untuk mengurangi polutan air limbah yang terkontaminasi dengan menggunakan tanaman dan fitoremediasi disebut juga dengan fitoteknologi. Fitoremediasi adalah menanam
areal
terkontaminasi
dengan
tumbuhan
hiperakumulator.
Hiperakumulator adalah kemampuan tanaman menyerap logam melalui akar, kemudian di akumulasi di dalam tubuhnya untuk diolah kembali atau dibuang saat panen, sehingga tanaman dipanen secara berkala untuk kemudian dimusnahkan. Salah satu jenis tanaman akuatik yang dapat digunakan adalah kiambang (Salvinia molesta) dan kayu apu (Pistia stratiotes) sebagai fitoremediasi dalam mengakumulasi air tercemar limbah logam berat tembaga (Cu). Proses fitoremediasi diantara lain yaitu fitostimulasi, fitoakumulasi, fitostabilisasi, fitodegradasi dan translokasi. Penerapan ilmu pengetahuan yang digunakan yaitu ilmu pengetahuan biologi transpirasi dan teknologi fitoremediasi adalah teknologi alami dengan media tanaman untuk menyerap logam berat pada limbah cair. Pada percobaan RFT dengan konsentrasi logam Cu sebesar 3, 5, 10 dan 15 ppm dapat diketahui bahwa Salvinia molesta dapat bertahan hidup 100% hingga 15 ppm, sedangkan Pistia stratiotes hanya bertahan 70% pada 10 ppm saja. Berdasarkan hasil RFT tersebut, maka konsentrasi Cu yang dapat digunakan 2 dan 5 ppm agar kedua jenis tumbuhan tersebut bisa berperan sebagai fitoremediator. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan Pistia stratiotes efektif menurunkan logam berat Cu pada pencemaran air.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anshori, Jamaludin A. 2005. Spektrometri Serapan Atom. Bandung: Universitas Padjadjaran FMIPA. Haris, A. Bali, R., 2008. On The Formation and Extant of Uptake of Silver Nanoparticles by Live Plants. J. Nanoparticles Res. Vol.10 (4), 691-695. Hidayati, N. 2005. Fitoremediasi dan Potensi Tumbuhan Hiperakumulator Phytoremediation and Potency of Hyperaccumulator Plants. Vol. 12 (1), 3540. Irawanto, R dan Baroroh, F. 2017. Kemampuan tumbuhan akuatik Salvinia molesta dan Pistia stratiotes sebagai fitoremediator logam berat tembaga. Jurnal Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon. Vol (3:3), 438-445 Knoor, D. 1984. Dye Binding Properties of Chitin and Chitosan. New York: J. Food Sci. Muryani, E., Widiarti, I.W. 2018. Kadar BOD dan COD air lindi dengan perlakuan fitoremediasi tanaman teratai (Nymphaea Sp.) dan apu-apu (Pistia Stratiotes L.) (Studi Kasus TPA Jetis Purworejo). Jurnal Mineral, Energi dan Lingkungan. Vol 2 No.2. Hal 72-86. Miller. 1996. Ground Water Remediation. http:// www.gwrtac.org. Diakses pada 28 Maret 2015. Sasmitamihardja, D., Arbayah, H.S. 1990. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA ITB. Skoog. D. A., Donald M. West, F., James Holler., Stanley R. Crouch. 2000. Fundamental of Analytical Chemistry. Publisher: Brooks Cole. US Environmental Protection Agency. 1998. A Citizen Guide to Phytoremediation. http://www.cinin.org/products/citguide/phyto2. htm. Diakses pada 28 Maret 2015.
25