BAB 1I TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perawatan Paliatif 2.2.1 Pengertian Pengertian dan arti kata ungkapan “Palliative” berasal dari bahasa latin yaitu “pallium” yang artinya menutupi atau menyembunyikan. Perawatan paliatif ditujukan untuk menutupi atau menyembunyikan keluhan
pasien
dan
memberikan
kenyamanan
ketika
tujuan
penatalaksanaan tidak mungkin di sembuhkan (Muckaden 2011). Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan orang lain, memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosis ditegakkan sampai akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan atau berduka (Nendra et al., 2011). Perawatan
paliatif
adalah
pendekatan
yang
bertujuan
meningkatkan kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit yangmengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual. (World Health Organization (WHO) 2016). Perawatan paliatif merupakan perawatan yang berfokus pada pasien dan keluarga dalam mengoptimalkan kualitas hidup dengan mengantisipasi, mencegah, dan menghilangkan penderitaan.Perawatan paliatif mencangkup seluruh rangkaian penyakit termasuk fisik, intelektual, emosional, sosial, dan kebutuhan spiritual serta untuk memfasilitasi otonomi pasien, mengakses informasi, dan pilihan. Pada perawatan paliatif ini, kematian tidak dianggap sebagai sesuatu yang
harus di hindari tetapi kematian merupakan suatu hal yang harus dihadapi sebagai bagian dari siklus kehidupan normal setiap yang bernyawa (Nurwijaya dkk, 2010). Permasalahan yang sering muncul ataupun terjadi pada pasien dengan perawatan paliatif meliputi masalah psikologi, masalah hubungan sosial, konsep diri, masalah dukungan keluarga serta masalah pada aspek spiritual Perawatan paliatif ini bertujuan untuk membantu pasien yang sudah mendekati ajalnya, agar pasien aktif dan dapat bertahan hidupselama mungkin. Perawatan paliatif ini meliputi mengurangi rasa sakit dan gejala lainnya, membuat pasien menganggap kematias sebagai prosesyang normal, mengintegrasikan aspek-aspek spikokologis dan spritual Selain itu perawatan paliatif juga bertujuan agar pasien terminal tetap dalam keadaan nyaman dan dapat meninggal dunia dengan baik dan tenang (Hartati & Suheimi, 2010).
2.2.2 Prinsip Dasar Perawatan Paliatif Prinsip
dasar
perawatan
paliatif
sangat
penting
dalam
memberikan perawatann paliatif. Adapun prinsip dasar perawatan paliatif menurut Rasjidi I (2010) yaitu: 1. Sikap peduli terhadap pasien Termasuk sensitivitas dan empati. Perlu dipertimbangkan segala aspek dari penderitaan pasien, bukan hanya masalah kesehatan. Pendekatan yang dilakukan tidakboleh bersifat menghakimi. Faktor karakteristik, kepandaian, suku, agama atau faktor individual lainnya tidak boleh mempengaruhi perawatan. 2. Menganggap pasien sebagai seorang individu Setiap pasien adalah unik. Meskipun memiliki penyakit ataupun gejala-gejala yang sama, namun tidak ada satu pasien pun yang sama persis dengan pasien lainnya. Keunikan inilah yang harus
dipertimbangkan dalam merencanakan perawatan paliatif untuk tiap individu. 3. Pertimbangan kebudayaan Faktor etnis, ras, agama dan faktor budaya lainnya bisa jadi mempengaruhi penderiatan pasien. Perbedaan-perbedaan ini harus diperhatikan dalam perencanaan perawatan. 4. Persetujuan Persetujuan dari pasien adalah mutlak diperlukan sebelum perawatan dimulai atau diakhiri. Mayoritas pasien ingin dilibatkan dalam pengambilan keputusan, namun dokter cenderung untukmeremehkan hal ini. Pasien yang telah diberi informasi memadai dan setuju dengan perawatan yang diberikan akan lebih patuh mengikuti segala usaha perawatan. 5. Pemilih tempat dilakukannya perawatan Untuk menentukan tempat perawatan, baik pasien dan keluarganya harus ikut serta dalam diskusi ini. 6. Komunikasi Komunikasi yang baik antar dokter dan pasien maupun dengan keluarga adalah sangat penting dan mendasar dalam pelaksanaan perawatan paliatif. 7. Aspek klinis : perawatan yang sesuai Semua perawatan paliatif harus sesuai dengan stadium dan proporis dari penyakit yang diderita pasien. Hal ini penting karena pemberian perawatan yang tidak sesuai, baik itu lebih maupun kurang, hanya akan menambah penderitaan pasien. Pemberian perawatan yang berlebihan beresiko memberikan harapan palsu kepada pasien. Demikian juga perawatan yang dibawah standar akan mengakibatkan kondisi pasien memburuk. Hal ini berhubungan dengan masalah etika yang akan dibahas kemudian. Perawatan yang diberikan hanya
karena dokter merasa harus melakukan sesuatu meskipun itu sia-sia adalah tidak etis. 8. Perawatan komprehensif dan terkoordinasi dari berbagai bidang profesi Perawatan paliatif memberikan perawatan yang bersifat holistik clan integratif, sehingga dibutuhkan sebuah tim yang mencakup keseluruhan aspek hidup pasien serta koordinasi yang baik dari masing-masing anggota tim tersebut untuk memberikan hasil yang maksimal kepada pasien dan keluarga. 9. Kualitas perawatan yang sebaik mungkin. Perawatan medis secara konsisten, terkoordinasi, dan berkelanjutan. Perawatan medis yang konsisten akan mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan kondisi yang tidak terduga, dimana hal ini akan sangat mengganggu baik pasien maupun keluarga. 10. Perawatan yang berkelanjutan Pemberian perawatan simptomatis dan suportif dari awal hingga akhir merupakan dasar tujuan dari perawatan paliatif. Masalah yang sering terjadi adalah pasien dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain sehingga sulit untuk mempertahankan perawatan. 11. Mencegah terjadinya kegawatan Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit. Pasien dan keluarga harus diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik dan emosional. 12. Bantuan kepada sang perawat Perawatan paliatif yang baik mencakup perencanaan teliti untuk mencegah terjadinya kegawatan fisik dan emosional yang mungkin terjadi dalam perjalanan penyakit. Pasien dan keluarga harus
diberitahukan sebelumnya mengenai masalah-masalah yang sering terjadi, dan membentuk rencana untuk meminimalisasi stress fisik dan emosional. 13. Pemeriksaan ulang Perlu terus dilakukan pemeriksaan mengenai kondisi pasien, mengingat pasien dengan penyakit lanjut kondisinya akan cenderung menurun dari waktu ke waktu.
2.2.3 Tujuan Perawatan Paliatif Menurut World Heath Organization WHO (2016), tujuan perawatan
paliatif
adalah
untuk
mencapai
kualitas
hidup
maksimal bagi penderita dan keluarga. Perawatan paliatif tidak hanya diberikan bagi penderita menjelang akhir hayat, namun sudah dapat dimuali segera setelah diagnosa penyakit ditegakkan, dan
dilaksanakan
lanjut
lagi,
bersama
Kemenkes
dengan
pengobatan
menekankan
bahwa
kuratif.
pelayanan
Lebih paliatif
berpijak pada prinsip dasar berikut ini: 1) Menghilangkan nyeri dan gejala fisik lain. 2) Menghargai kehidupan dan menganggap kematian sebagai proses normal. 3) Tidak bertujuan mempercepat atau menghambat kematian. 4) Mengintregasikan aspek psikologis, sosial dan spiritual. 5) Memberikan dukungan
agar
pasien
dapat
hidup
seaktif
mungkin. 6) Memberikan
dukungan
kepada
keluarga
sampai
masa
dukacita. 7) Menggunakan pendekatan tim untuk mengatasi kebutuhan pasien dan keluarganya. 8) Menghindari tindakan yang sia sia.
2.2.4 Tim dan Tempat Perawatan Palatif Pendekatan perawatan paliatif melibatkan berbagai disiplin ilmu yaitu pekerja sosial, ahli agama, perawat, dokter, psikolog, relawan, apoteker, ahli gizi, fisioterapi, dan okupasi terapi. Masing-masing profesi terlibat sesuai dengan masalah yang dihadapi penderita, dan penyusunan tim perawatan paliatif disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan tempat perawatannya. Pasien dapat memilih dimana ingin dirawat, misalnya : 1) Rumah Sakit Tim
perawatan
paliatif
merupakan
kolaborasi
antara interdisiplin ilmu dan biasanya terdiri dari seorang dokter dan atau perawat senior bersama dengan satu atau lebih
pekerja
sosial
dan
pemuka
agama/rohaniawan.
Sebagai tambahan, tim tersebut juga dibantu teman sejawat dari gizi dan rehabilitasi, seperti fisioterapis atau petugas terapi okupasi. Konsultasi awal biasanya dilakukan oleh dokter atau perawat yang berhubungan dengan kebutuhan pasien dan keluarga dan juga memberi rujukan kepada dokter utama yang menangani pasien tersebut. Terkadang juga
konsultan
perawatan
paliatif
dilibatkan
untuk
membantu komunikasi dengan keluarga. Perawatan
paliatif
berbasis
rumah
sakit
dapat
diselenggarakan dalam beberapa tingkat atau model, yaitu primer, sekunder, dan tersier. Pertama, perawatan paliatif primer harus tersedia di semua rumah sakit. Pada tingkat ini,
minimal
klinisi
harus
memiliki
pendidikan
tentang
dasar-dasar pengelolaan nyeri dan gejala lain. Kedua, semua
tenaga
pasien
untuk
perawatan kesehatan memiliki
palatif
sekunder
yang terlibat level
dalam
kompetensi
memerlukan perawatan
minimum
dan
memerlukan
para
spesialis
yang menyediakan
perawatan
paliatif melalui tim konsultasi interdisipliner, unit khusus, maupun keduanya. Ketiga, organisasi
program
tersier,
tingkat
seperti
tersier
rumah
dapat
sakit
melibatkan
pendidikan
dan
pusat-pusat pendidikan dengan tim ahli dalam perawatan paliatif.
Pada
level
ini,
program
yang
dibuat
dapat
dijadikan sebagai konsultan bagi level praktik primer dan sekunder ataupun sebagai program percontohan bagi pusatpusat pengembangan lainnya. Praktisi dan institusi yang terlibat dalam level perawatan paliatif tersier juga harus berpartisipasi
dalam
aktivitas-aktivitas
pendidikan
dan
penelitian. 2) Hospice Hospice merupakan tempat pasien dengan penyakit stadium terminal yang tidak dapat dirawat di rumah namun tidak melakukan tindakan yang harus dilakukan di rumah sakit. Pelayanan yang diberikan tidak seperti di rumah sakit,
tetapi
mengendalikan
dapat
memberikan
gejala-gejala
yang
pelayanan
untuk
ada,
dengan
keadaan
menonjol
karena
sebagian
seperti di rumah pasien sendiri. 3) Rumah Peran
keluarga
lebih
perawatan dilakukan oleh keluarga. Keluarga atau orang tua
sebagai
care
giver
diberikan
latihan
pendidikan
keperawatan dasar. Perawatan di rumah hanya mungkin dilakukan bila pasien tidak memerlukan alat khusus atau keterampilan keluarga.
perawatan
yang
mungkin
dilakukan
oleh
2.2.5 Etika Perawatan Paliatif Etika merupakan prinsip nilai-nilai luhur yang dipegang sebagai
komit-men
bersama.
Prinsip-prinsip
medis
yang
disepakati dan perlu diket-ahui dalam pelayanan paliatif maupun medis secara umum adalah: 1) Autonomy Hak individu dalam membuat keputusan terhadap tindakan yang
akan
dilakukan
atau
tidak
dilakukan
setelah
mendapatkan informasi dari dokter serta memahami informasi tersebut secara jelas. Pada pasien anak, autonomy tersebut diberikan pada orangtua atau wali 2) Beneficence Tindakan pasien
yang dilakukan dengan
harus
memperhatikan
memberikan kenyamanan,
manfaat
bagi
kemandirian,
kesejahteraan pasien dan keluarga, serta sesuai keyakinan dan kepercayaannya. 3) Non maleficence Tindakan yang dilakukan harus tidak bertujuan mencederai atau memperburuk keadaan kondisi yang ada. 4) Justice Memperlakukan
semua
pasien
tanpa
diskriminasi
(tidak
membe-dakan ras, suku, agama, gender dan status ekonomi) Tindakan yang telah disetujui oleh pasien dan atau keluarga harus dituangkan
dalam
“inform
consent”
dan
ditandatangani
oleh
pasien dan keluarga dan petugas kesehatan sebelum tindakan dilakukan atau tidak dilakukan.
2.2 Kualitas Hidup 2.2.1 Pengertian
Menurut WHO (1996) kualitas hidup atau Quality of Life adalah persepsi individual tentang posisi di masyarakat dalam konteks nilai dan budaya terkait adat setempat dan berhubungan dengan
keinginan
dan
harapan
yang
merupakan
pandangan
multidimensi, yang tidak terbatas hanya dari fisik melainkan juga dari aspek psikologis. Sedangkan, Kualitas hidup menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)Group (dalam Fitriana
&
Ambarini,
persepsiindividu konteks
mengenai
budaya
hubungannya
2012), posisi
individu
dalam
nilai
dimana
individu
dansistem
dengan
didefinisikan
tujuan,
harapan,
standar
sebagai
hidup
dalam
hidup
yang
dan
ditetapkan
dan perhatian seseorang. Kualitas hidup merupakan suatu bentuk multidimensional, terdapat konsep
tiga
konsep
kualitas
multidimensional,
hidup
yang
yaitu
berarti
menunjukan
bahwa
suatu
informasi
yang
dibutuhkan mempunyai rentang area kehidupan dari penderita itu, seperti
kesejahteraan
fisik,
kemampuan
fungsional,
dan
kesejahteraan emosi atau sosial, menilai celah antara keinginan atau
harapan
dengan
sesuai
kemampuan
untuk
melakukan
perubahan dalam diri (Ware dalam Rachmawati, 2013). Berdasarkan disimpulkan terhadap
bahwa
posisi
penjelasan kualitas
individu
di
yang
dipaparkan
hidup
adalah
dalam
kehidupan,
maka
penilaian dalam
dapat individu konteks
budaya dan sistem nilai di mana individu hidup berkaitan dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi perhatian individu. 2.2.2 Dimensi dimensi Kualitas Hidup Menurut
WHOQoL-BREF
(Power
dalam
Lopez
&
Snyder, 2003) terdapat empat dimensi mengenai kualitas hidup yang meliputi:
1) Dimensi
Kesehatan
mempengaruhi
Fisik,
yaitu
kemampuan
kesehatan
individu
fisik
untuk
dapat
melakukan
aktivitas. Aktivitas yang dilakukan individu akan memberikan pengalaman-pengalaman perkembangan mencakup obatan,
baru
ke
tahap
aktivitas energi
yang selanjutnya.
sehari-hari,
dan
merupakan Kesehatan
ketergantungan
kelelahan,
modal
mobilitas,
fisik
pada
obat-
sakit
dan
ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, kapasitas kerja. Hal ini terkait dengan private self consciousness yaitu mengarahkan tingkah laku ke perilaku covert, dimana individu lain tidak dapat melihat apa yang dirasakan dan dipikirkan individu secara subjektif. 2) Dimensi
Psikologis,
yaitu
individu.
Keadaan
mental
tidaknya
individu
menyesuaikan
tuntutan perkembangan
terkait
dengan
mengarah
sesuai
pada
diri
dengan
keadaan
mental
mampu
terhadap
atau
berbagai
kemampuannya,
baik
tuntutan dari dalam diri maupun dari luar dirinya. Aspek psikologis juga terkait dengan aspek fisik, dimana individu dapat melakukan suatu aktivitas dengan baik bila individu tersebut
sehat
mencakup perasaan
secara
mental.
bodily image negatif,
self
dan
Kesejahteraan
psikologis
appearance, perasaan
esteem,
keyakinan
pribadi,
positif, berpikir,
belajar, memori dan konsentrasi, penampilan dan gambaran jasmani.
Apabila
dihubungkan
dengan
private
self
consciousness adalah individu merasakan sesuatu apa yang ada
dalam
dirinya
tanpa
ada
orang
lain
mengetahuinya,
misalnya memikirkan apa yang kurang dalam dirinya saat berpenampilan. 3) Dimensi
Hubungan
Sosial,
yaitu
hubungan
antara
dua
individu atau lebih dimana tingkah laku individu tersebut
akan
saling
tingkah
mempengaruhi,
laku
individu
mengubah,
lainnya.
atau
Mengingat
memperbaiki
manusia
adalah
mahluk sosial maka dalam hubungan sosial ini, manusia dapat merealisasikan manusia
kehidupan
seutuhnya.
serta
dapat
Hubungan
berkembang
sosial
menjadi
mencakup
relasi
personal, dukungan sosial; aktivitas seksual. Hubungan sosial terkait
akan
public
self
consciousness
yaitu
bagaimana
individu dapat berkomunikasi dengan orang lain. 4) Dimensi Lingkungan, yaitu tempat tinggal individu, termasuk di
dalamnya
keadaan,
ketersediaan
tempat
tinggal
untuk
melakukan segala aktivitas kehidupan, termasuk di dalamnya adalah saran dan prasarana yang dapat menunjang kehidupan. Hubungan
dengan
kebebasan,
lingkungan
keamanan
kesehatan
dan
dan
sosial
mencakup keselamatan
termasuk
sumber
financial,
fisik,
perawatan
aksesbilitas
dan
kualitas;
lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru maupun ketrampilan; partisipasi dan mendapat kesempatan
untuk
menyenangkan polusi,
di
melakukan
rekreasi
waktu
luang;
lalu
lintas,
kebisingan,
Berfokus
pada
public
memiliki
kesadaran
self
dan
dan
kegiatan
lingkungan iklim;
serta
consciousness kepedulian
fisik
termasuk
transportasi.
dimana
terhadap
yang
individu
lingkungan
sekitar tempat tinggalnya.
2.2.1 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Raebun dan
Rootman
(Angriyani,
2008)
mengemukakan
bahwa terdapat delapan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang, yaitu:
1) kontrol,
berkaitan
dengan
oleh
seseorang,
dilakukan
control
terhadap
seperti
perilaku
pembahasan
yang
terhadap
kegiatan untuk menjaga kondisi tubuh. 2) Kesempatan yang potensial, berkaitan dengan seberapa besar seseorang dapat melihat peluang yang dimilikinya. 3) Keterampilan, berkaian dengan kemampuan seseorang untuk melakukan keterampilan lain yang mengakibatkan ia dapat mengembangkan
dirinya,
seperti
mengikuti
suatu
kegiatan
atau kursus tertentu. 4) Sistem
dukungan,
termasuk
didalamnya
dukungan
yang
berasal dari lingkungan keluarga, masyarakat maupun saranasarana fisik seperti tempat tinggal atau rumah yang layak dan fasilitas-fasilitas
yang
memadai
sehinga
dapat
menunjang
kehidupan. 5) Kejadian
dalam
perkembangan tersebut.
hidup,
dan
Kejadian
dengan
tugas
terkadang
hal
stress dalam
terkait
yang hidup
perkembangan
kemampuan
ini
dengan
tugas
oleh
tugas
diakibatkan sangat
yang
seseorang
berhubungan
harus
untuk
dijalani, menjalani
erat dan tugas
tersebut mengakibatkan tekanan tersendiri. 6) Sumber daya, terkait dengan kemampuan dan kondisi fisik seseorang.
Sumber
daya
pada
dasarnya
adalah
apa
yang
yang
dimiliki oleh seseorang sebagai individu. 7) Perubahan terjadi
lingkungan,
pada
berkaitan
dengan
perubahan
sekitar
seperti
rusaknya
lingkungan
tempat
tinggal akibat bencana. 8) Perubahan politik, berkaitan dengan masalah Negara seperti krisi
moneter
sehingga
pekerjaan/mata pencaharian.
menyebabkan
orang
kehilangan
Selain itu, kualitas hidup seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya, mengenali diri sendiri, adaptasi, merasakan pasienan orang lain, perasaan kasih dan sayang, bersikap optimis, mengembangkan sikap empati. 2.3 Psikososial Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada (Pusat
hubungan Krisis
menyinggung
eksternal Fakultas
relasi
individu
dengan
Psikologi
UI).
sosial
yang
orang-orang Istilah
mencakup
di
sekitarnya
psikososial
faktor-faktor
berarti
psikologis
(Chaplin, 2011). Masalah-masalah psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu : 1) Berduka 2) Keputusasaan 3) Ansietas 4) Ketidakberdayaan 5) Risiko penyimpangan perilaku sehat 6) Gangguan citra tubuh 7) Koping tidak efektif 8) Koping keluarga tidak efektif 9) Sindroma post trauma 10) Penampilan peran tidak efektif
2.4 Terminal Penyakit terminal umumnya menyebabkan ketakutan terhadap nyeri fisik, ketidaktahuan, kematian, dan ancaman terhadap integritas (Turner et al.
1995 dalam Potter and Perry, 2005). Pasien mungkin mempunyai ketidak pastian tentang makna kematian dan dengan demikian mereka menjadi sangat rentan terhadap distress spiritual. Penyakit terminal merupakan penyakit progresif yaitu penyakit yang menuju kearah kematian ini dapat dikatakan harapan hidup untuk hidup tipis, tidak ada lagi obat obatan, tim medis sudah menyera dan angkat tangan dan seperti yang di katakan penyakit ini mengarah kematian (White, 2002).
2.5 Kerangka Teori Penelitian
Dimensi Kesehatan Fisik
Kondisi Terminal Pasien
Kualitas Hidup
Dimensi Psikologis Dimensi Hubungan Sosial Dimensi Lingkungan
Kebutuhan Perawatan Paliatif