PRAKTIKUM BIOPROSES PENGENALAN BIOREAKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN Sampurna Bakti (240210160038) ABSTRAK Kata kunci: I.
PENDAHULUAN Yoghurt merupakan salah satu makanan fermentasi yang terbuat dari susu segar dan dibantu dengan starter mikroorganisme berupa Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus (Béal & Helinck, 2015). Adapun mikroorganisme tersebut memetabolisme sebagian gula susu (laktosa) pada susu menjadi asam laktat yang beraroma asam, di samping mengubah konsistensi pada susu menjadi yoghurt (Van de Water dan Naiyanetr, 2008). Yoghurt juga merupakan produk yang difermentasi pada suhu 42oC hingga pH yang didapatkan pada rentang 4,4-4,5 (Leroy & De Vuyst, 2004). Pembentukan citarasa asam tersebut dihasilkan dari perubahan gugus glukosa yang kemudian membentuk asam laktat dan asam asetat (Gomes & Malcata, 1999). Adapun kedua bakteri tersebut tergolong ke dalam bakteri asam laktat atau yang disingkat dengan sebutan BAL. Bakteri asam laktat (BAL) memiliki ciri khas sebagai bakteri gram positif, toleran terhadap asam, berbentuk kokus atau batang, dan mampu memproduksi
asam laktat selama metabolisme heterofermentatif ataupun homofermentatif (Patel, Majumder, & Goyal, 2012). Bakteri asam laktat, seperti yang ada dalam yoghurt, dapat tumbuh jika kondisi dalam proses pembuatan yoghurt dikondisikan sedemikian rupa, sehingga bakteri tersebut mampu tumbuh dalam kondisi tersebut. Adapun ciri khas bakteri Streptococcus thermophillus dapat merupakan mikroorganisme yang termofil mesofil fakultatif (optimum tumbuh pada suhu 4245oC), merupakan bakteri berbentuk ovoid dengan diameter 0,7-0,9 μm, bersifat anaerob fakultatif, mampu bertahan pada pH 4,0-4,5, lemah terhadap proteolitik sedang, dan lemah terhadap penggunaan garam dengan konsentrasi 2% (Hutkins & Goh, 2014). Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus merupakan mikroorganisme yang terdapat pada yoghurt dan tergolong sebagai bakteri termofil (Kafsi, et al., 2014). Mikroorganisme tersebut juga mampu bertahan pada kondisi asam menengah (hingga pH 4,0), dan bekerja pada kondisi anaerob fakultatif (Adams & Moss, 2008).
Kedua mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dengan baik, apabila parameter tersebut dapat terpenuhi dengan baik dan tidak mengganggu pertumbuhannya (Bhunia & Ray, 2014). Praktikum kali ini membahas tentang pertumbuhan mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dapat terjadi pada setiap jamnya bahkan setiap mikrodetik. Mikroorganisme pada dasarnya dapat tumbuh, jika lingkungannya sesuai dengan kondisi
mikroorganisme tersebut tumbuh. Hal tersebut kemudian akan mempengaruhi waktu penggandaannya, di mana waktu penggandaan diartikan sebagai waktu yang diperlukan bagi suatu populasi untuk menggandakan dirinya melalui satu siklus pembelahan (Gozan, 2015). Parameter pertumbuhan mikroorganisme agar dapat tumbuh diantaranya berupa pH atau derajat keasaman, suhu, kandungan air, oksigen, dan nutrisi (Green, 2009).
II. METODE 2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini berupa bioreaktor 2.2 Bahan Tidak ada bahan yang digunakan pada praktikum kali ini 2.3 Prosedur Praktikum kali ini diawali dengan mengamati alat bioreaktor setelah diamati bioreaktor digambar pada kertas dan dituliskan setiap komponenya.
menyebabkan penumpukan sisasisa atau kotoran 3. Diberikan perhatian khusus pada titik-titik kontak antara udara luar dengan fermentor, misalnya pada sumbu agitator, pompa, tempat pengambilan contoh, tutup dan sambungan-sambungan 4. Isi di bagian dalam dapat dilihat 5. Untuk menghindari pertumbuhan mikroba pathogen yang terlalu banyak, tekanan di bagian dalam fermentor harus positif Prinsip kerja bioreaktor adalah meciptakan lingkungan yang optimum bagi mikroorganisme untuk melakukan reaksi. Parameter yang dikontrol adalah: 1. pH pH medium biakan mempengaruhi kecepatan pertumbuhan, untuk pertumbuhan bakteri atau mikroorganisme juga terdapat rentang pH dan pH optimal. (Wibowo MS, 2012).
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum menggunakan bioreactor menurut Satiawihardja (1983), terdapat beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pengoperasian bioreaktor terutama dihubungkan dengan kondisinya yang harus steril atau bebas kontaminasi, yaitu: 1. Alat harus bersih 2. Tidak terdapat lekukan di permukaan yang dapat
Bakteri memiliki mekanisme yang sangat efektif untuk memelihara kontrol regulasi pH sitoplasmanya (pHi). Pada sejumlah bakteri, pH berbeda dengan 0,1 unit per perubahan pH pada pH eksternal. Hal ini disebabkan kontrol aktivitas sistem transpor ion yang mempermudah masuknya proton. Maka dari itu pH harus diatur sedemikian rupa agar bakteri yang diinginkan dapat tumbuh secara baik (Wibowo MS, 2012). 2. Suhu Setiap bakteri atau mikroorganisme memiliki temperatur optimal dimana mereka dapat tumbuh sangat cepat dan memiliki rentang temperatur dimana mereka dapat tumbuh. Pembelahan sel sangat sensitif terhadap efek kerusakan yang disebabkan temperatur; betuk yang besar dan aneh dapat diamati pada pertumbuhan kultur pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur yang mendukung tingkat pertumbuhan yang sangat cepat (Wibowo MS, 2012). Temperatur optimal biasanya mencerminkan lingkungan normal mikroorganisme. Oleh karean itu, suhu harus diatur sedemikian rupa karen mempengaruhi kecepatan dari pertumbuhan mikroorganisme. Kinerja bioreaktor dipengaruhi oleh bakteri yang hidup. Bakteri ini sangat sensitif terhadap perubahan pH dan suhu sehingga dibutuhkan instrument yang memiliki sistem untuk menjaga pH dan suhu agar tetap stabil (Oetomo dan Soehartanto 2013).
3. Oksigen Terlarut Berdasarkan akan kebutuhan terhadap oksigen, bakteri dapat digolongkan menjadi bakteri aerob mutlak (bakteri yang untuk pertumbuhannya memerlukan adanya oksigen, misalnya M. tuberculosis), bakteri anaerob fakultatif (bakteri yang dapat tumbuh, baik ada oksigen maupun tanpa adanya oksigen), bakteri anaerob aerotoleran (bakteri yang tidak mati dengan adanya oksigen), bakteri anaerob mutlak (bakteri yang hidup bila tidak ada oksigen, misalnya Clostridium tetani) dan bakteri mikroaerofilik (bakteri yang dapat hidup bila tekanan oksigennya rendah, misalnya Neisseria gonorrhoeae) 4. Bahan baku dan Nutrisi Bakteri membutuhkan sumber karbon berupa karbon anorganik (karbon dioksida) dan karbon organik (seperti karbohidrat, membutuhkan sumber nitrogen dalam bentuk garam nitrogen anorganik (seperti kalium nitrat) dan nitrogen organik (berupa protein dan asam amino), membutuhkan beberapa unsur logam (seperti kalium, natrium, magnesium, besi, tembaga dsb) serta membutuhkan air untuk fungsi-fungsi metabolik dan pertumbuhannya (Fardiaz S,1992). Fermentor pada dasarnya juga diklasifikasikan berdasarkan tujuan akhir bahannya. Adapun bahan yang digunakan berbentuk cair maka disebut fermentor terendam (submerged fermenter), sedangkan jika bahannya dalam kondisi solid
atau padat, disebut fermentor permukaan (surface fermenter) (Okafor, 2007). Menurut (Kaur, Vohra, dan Satyanarayana, 2013), bahwa fermentor memiliki keberagaman berdasarkan skala produksi yang diklasifikasikan menjadi 3 yakni, fermentor skala laboratorium : 1-25 L; fermentor skala pilot plant dengan volume mencapai 2.000 gal; dan fermentor skala industri yang mencapai 5.000100.000 gal. Setiap penggunaan fermentor tentu memiliki karakteristik masing-masing. Menurut Liu (2017), karakteristik operasi fermentor berdasarkan skalanya ialah sebagai berikut: Tabel 1. Karakteristik Operasi Fermentor Berdasarkan Skalanya
Param eter
Skala Lab
Skala Pilot Plant/ Indust ri
Cash Negatif Positif flow Volum 5-15 L 30 m3 e Oxygen 300100 Transfe 500 mmol/( r Ratio mmol/( Lh) (OTR) Lh) Pindah 40-70 <20 3 Panas kW/m kW/m3 Power 15-30 1-3 3 Input kW/m kW/m3 (Sumber : Liu, 2017) Adapun pada praktikum kali ini membahas mengenai fermentor skala laboratorium yang dapat dilihat pada gambar berikut ini Gambar 1. Hasil Pengamatan Komponen Fermentor pada Model Fermentor Laboratorium
(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2018) Berdasarkan Gambar 1, diantaranya ialah pump box, gas terdapat bagian komponen fermentor controller, monitor, pengatur tekanan pada model fermentor laboratorium. gas, penampung uap air, botol yang Adapun komponen tersebut berisikan larutan asam dan basa,
pompa keluar, sampling port, defoamer, shaft, impeller, mantel, jar yang berukuran 2,5 L dan pHtemperature checker. Didalam jar, juga terdapat baffle yang berguna untuk mencegah terbentuknya pusaran pada substrat yang hendak difermentasi (atau dapat dikatakan dengan ketidak-merataan proses fermentasi pada fermentor), dan meningkatkan efisiensi aerasi (Kaur, Vohra, dan Satyanarayana, 2013). Komponen tersebut tentu memiliki fungsinya masing-masing. Komponen tersebut kemudian bersinergis untuk dapat mengontrol parameter-parameter pada fermentor, diantaranya : kecepatan agitasi, buih, flow rate gas, oksigen terlarut, pH, suhu, level cairan, viskositas, dan kekeruhan (Christi, 2010; Liu, 2017). Adapun penjabaran mengenai komponen tersebut adalah sebagai berikut: 1. 2,5 L jar : Jar merupakan komponen utama dari fermentor, dan menjadi bagian tubuh dari fermentor itu sendiri. Adapun jar umumnya berbahan baku kaca ataupun stainless, Penggunaan stainless steel lebih mendominasi karena mudah dan murah untuk scale up fermentor. Penggunaan jar tersebut harus dilakukan secara aseptis sehingga dapat memperoleh hasil dengan maksimal (Kaur, Vohra, dan Satyanarayana, 2013). 2. Botol Asam-Basa : Botol tersebut berguna untuk menyeimbangkan pH selama proses aerasi dan agitasi menggunakan fermentor
tersebut berlangsung. Botol tersebut kemudian akan terhubung dengan kontroler microprocessor dengan disertai kalibrasi menggunakan pH probe untuk mengetahui standardisasi buffer dan cairan asam basa dalam tabung tersebut dipompa untuk menjaga nilai pH pada ambang batas yang tepat (Fellows, 2017). Adapun fungsi pengaturan pH tersebut juga untuk menjaga kondisi derajat keasaman (nilai pH) pada bahan pangan agar tidak mengganggu pertumbuhan mikroorganisme selama proses berlangsung (Okafor, 2007). 3. Defoamer : Defoamer atau yang dikenal dengan sebutan motor dan juga pengatur kecepatan (Fellows, 2017), memiliki fungsi untuk menggerakan shaft dan impeller dalam proses agitasi dalam fermentor. Adapun energi yang didapat dari defoamer ialah berasal dari energi listrik, dan dikonversikan menjadi energi gerak pada motor tersebut. 4. Gas Controller : Komponen ini berguna untuk mengatur tekanan gas yang diperlukan pada fermentor. Gas controller juga berguna untuk memberikan gas oksigen yang berguna untuk menyuplai dan mendorong pertumbuhan mikroorganisme pada substrat yang dikehendaki. 5. Head Plate : Komponen tersebut memiliki fungsi untuk menjaga proses fermentasi yang menggunakan fermentor dari kontaminasi. Adapun pada head
plate terdapat probe yang Satyanarayana, 2013). Adapun berfungsi untuk mengontrol pH, jenis impeller sangat berbedasuhu, hingga oksigen terlarut pada beda. Jenis impeller tersebut yang fermentor selama proses tersebut kemudian mempengaruhi proses berlangsung (Liu, 2017). pindah panas dan juga 6. Impeller : Impeller berguna untuk penyeragaman kultur-nutrien mencampurkan mikroorganisme selama proses agitasi berlangsung dan nutrisi sehingga seragam dan (Stanbury, Whitaker, dan Hall, mendispersi udara pada larutan 2017). Jenis impeller atau agitator nutrien, sehingga dihasilkan tersebut dijabarkan pada Gambar massa yang efisien dan pindah 2 dibawah ini : panas (Kaur, Vohra, dan Gambar 2. Tipe Agitator
(Sumber : Solomons, 1969) 7. Mantel : Komponen ini dikontrol pemberiannya agar dapat berguna untuk mempertahankan dan menyesuaikan dengan kondisi juga mengontol suhu pada jar (Kaur, pertumbuhan mikroorganisme. Vohra, dan Satyanarayana, 2013). 10. Pump box : Komponen Adapun temperatur harus dijaga tersebut berguna untuk mengatur gas semaksimal mungkin agar dapat yang dipompakan sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan sel dan masuk ke dalam fermentor. produksi metabolit yang maksimum 11. Sampling port : Komponen (Fellows, 2017). ini berguna untuk mengambil sampel 8. Monitor : Komponen tersebut dari fermentasi pada fermentor. berguna untuk mengatur suhu, pH 12. Shaft : Komponen ini dan oksigen yang terlarut pada berguna untuk membantu impeller substrat yang hendak difermentasi. melakukan agitasi (Kaur, Vohra, dan 9. Pengatur gas : Komponen Satyanarayana, 2013). Adapun shaft tersebut berguna untuk mengatur sendiri didesain mampu melakukan banyaknya gas yang ingin disuplai ke clean in place (CIP) dan juga SIP dalam fermentor. Gas tersebut harus (sanitizing in place) (Fellows, 2017).
13. Penampung uap air : Komponen ini berguna untuk menampung uap air yang dihasilkan dari fermentor. 14. Pompa keluar : Pompa ini memiliki fungsi untuk menyesuaikan tekanan pada fermentor, sehingga fermentor memiliki tekanan yang tepat untuk mencegah kontaminasi dan berkontribusi pada aerasi yang tepat (Okafor, 2007). 15. pH and temperature checker : Komponen tersebut berguna untuk mengecek pH dan temperatur pada fermentor. Adapun pengecekan umumnya dibantu oleh probe yang terdapat pada fermentor (Liu, 2017). IV. KESIMPULAN Terdapat 15 komponen bioreaktor yang diamati meliputi : jar, botol asam-basa, defoamer, pengontrol gas, piringan, impeller, monitor, pengukur gas, kotak pemompa, port sampling, shaft, penampung uap air, pompa keluar, pengatur pH dan temperature DAFTAR PUSTAKA Carvalho, AP. (2006). Microalgal Reactors: A Review of Enclosed System Designs and Performances. Journal of Biotechnology Progress Volume/Issue 2006Dec., v. 22, no.6: Wiley Online Library. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan Jilid 1.PT.Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Fellows, P. 2017. Food Processing Technology : Principles and Practice. Edisi ke-4. Woodhead Publishing, Duxford.
Kaur,
P., A. Vohra, dan T. Satyanarayana. 2013. Laboratory and industrial bioreactors for submerged fermentations. Dalam C. Soccol, A. Pandey, dan C. Larroche, ed. Fermentation Processes Engineering in the Food Industry. CRC Press, Boca Raton.
Liu, S. 2017. Bioprocess Engineering : Kinetics, Sustainability, and Reactor Design. Edisi ke-2. Elsevier, Amsterdam. Misri,G. 2015. Pengantar Teknologi Bioproses. Erlangga. Jakarta Oetomo, Dimas P. dan DR. Ir. Totok Soehartono, DEA, 2013. Perancangan Sistem Pengukuran pH dan Temperatur Pada Bioreaktor Anaerob Tipe Semi Batch. Jurnal Teknik Pomits I (1-6) hal : 1 Teknik Fisik FTI. Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya. Okafor, N. 2007. Modern Industrial Microbiology and Biotechnology. Science Publishers, Enfield. Stanbury, P. F., A. Whitaker, dan S. J. Hall. 2017. Principles of Fermentation Technology. Butterworth-Heinemann, Oxford. Wibowo MS, 2012. Pertumbuhan dan kontrol bakteri. JurnalPertumbuhan-bakteric070205.PDF.