Biopsikologi Kelompok 1.docx

  • Uploaded by: Rei
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Biopsikologi Kelompok 1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 9,786
  • Pages: 30
BIOPSIKOLOGI KELAS: B KELOMPOK: 1

1. AGUS ATHOILLAH YUSUP (41183507180073) 2. DIAN ASTRID WIDYANI (41183507180051) 3. FAIZAL FATHONY (41183507180062) 4. HANAFIA AMALIA (41183507180061) 5. MIFTAH AYUENDY PUTRI (41183507180078) 6. NURLAELA TIARA. A (41183507180077) 7. VANIA MICHELLE SANDYA. L (41183507180047)

Prodi Psikologi UNISMA 2018

PEMBELAJARAN DAN MEMORI

A. Sifat Dasar Pembelajaran Pembelajaran stimulus-respons (stimulus-respons learning) adalah kemampuan untuk belajar tampil dengan perilaku tertentu saat stimulus tertentu muncul. Dengan demikian, kemampuan tersebut meliputi pembentukan hubungan antara sirkuit yang terlihat dalam persepsi dan yang terlibat dalam gerakan. Pembelajaran stimulus-respons meliputi dua kategori utama dari pembelajaran yang telah dipelajari para psikolog secara luas, yaitu pengkondisian klasik dan pengkondisian instrumental. Pengkondisian klasik (classical conditioning) merupakan bentuk dari pembelajaran yang menunjukkan bahwa stimulus tidak penting memperoleh sifat dari stimulus penting. Hal itu merupakan asosiasi antara dua stimuli. Kategori utama dari kedua pembelajaran stimulus-respon adalah pengkondisian instrumental (instrumental conditioning). Pembelajaran ini juga disebut pengkondisian operan/operant conditioning. Sementara pengkondisian klasikal meliputi respons otomatis, tipkal-spesies, pengkondisian intrumentali meliputi perilaku yang telah diajarin. Jika pengkondisian klasik merupakan asosiasi antara dua stimulus, pengkondisian instrumental merupakan asosiasi antar suatu respons dan suatu stimuli. Pengkodisian instrumental merupakan bentuk pembelajaran yang lebih fleksibel. Dengan demikian jika suatu perilaku diikuti oleh akibat yang menguntungkan, perilaku tersebut cenderung akan terjadi lebih sering begitu juga sebaliknya, jika diikuti oleh akibat yang tidak menyenangkan maka akan tidak sering terjadi. Secara bersamaa, “akibat menyenangkan” adalah stimuli penguat (reinforcing stumuli) sedangkan “akibat tidak menyenangkan” adalah stimuli hukuman (punishing stimuli). Pengkondisian instrumental (instrumental conditioning) suatu prosedur pembelajaran yang didalamnya terdapat efek - efek perilaku tertentu yang dalam situasi tertentu meningkatkan (menguatkan / reinfocre) atau mengurangi (menghukum/punish) kemungkinan atau peluang perilaku itu sendiri ; juga disebut pengkondisian operan (operant condiotioning). Kategori utama ketiga pembelajaran, yaitu pembelajaran motorik (motor learning) sebenarnya merupakan komponen belajar stimulus-respons. pembelajaran mengubah cara kita dalam mempersepsi, bertindak, berfikir, dan merasa.

B. Plastisitas Sinapsis : Potensiasi Jangka Panjang Dan Depresi Jangka Panjang 1. Induksi Petensiasi Jangka Panjang Stimulasi listrik sirkuit didalam formasi hipokampus dapat menghasilkan perubahan sinapsis jangka panjang yang kelihatannya bertanggung jawab dalam pembelajarannya. lomo (1996) menemukan bahwa stimulasi listrik yang intens pada akson mengarah dari entorhinal cortex menuju dentate gyrus menyebabkan kenaikan jangka panjang bersarab petensial pasca sinapsis eksitatoris (excitatory

postsynapstic) dalam saraf pasca sinapsis; peningkatan ini pada akhirnya disebut potensiasi jangka panjang (longterm potetion/LTP). Formasi hipokampal (hippocampal formation) merupakan daerah khusus dari cortex limbik yang terletak dilobus temporal. EPSP populetion adalah sebuah pengukuran extraseluler dari potensial pascasinapsis exsitatoris yang dihasilkan oleh sinapsis akson jalur perforan dengan sel - sel granula dentata. 2. Peran Reseptor NMDA Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penguatan sinapsis terjadi saat molekul neurotrasmiter terkait dengan reseptor pascasinapsis yang terletak diduru dendrit yang telah dipolarisasi. reseptor RMDA memiliki sejumlah sifat yang tidak biasa, yang ditemukan diformasi hipokampus, terutama dimedan CA1. nama tersebut diambil dari obat yang secara khusus mengaktifkannya : N-metilD-aspartat. reseptor MNDA mengendalikan saluran ion kalsium. 3. Mekanisme Plastisitas Sinapsis Dua perubahan yang menyertai LTP adalah perubahan struktur sinapsis dan produksi sinapsis baru. banyak penelitian menemukan bahwa pembentukan LTP juga meliputi perubahan pada jumlah dan ukuran duri dendrit. para peneliti mempercayai bahwa LTP mungkin juga meliputi perubahan prasinapsis dalam sinapsis yang ada, seperti halnya peningkatan jumlah glutamat yang dikeluarkan oleh tombol terminal. Beberapa experimen menunjukkan bahwa NO mungkin memang penyampai pesan retroget yang berkontribusi terhadap formasi LTP (retrograde berarti bergerak mundur; dalam contex ini berarti pesan yang dikirim dari duri denrit mundur kembali ke kenop ujung). 4. Depresi Jangka Panjang Beberapa penelitian telah memperlihatkan depresi jangka panjang asosiatif yang diproduksi ketika input sinapsis diaktifkan pada saat yang sama, membran pascasinapsis juga secara lemah didepolarisasi atau mengalami hiperpolarisasi. pada medan CA1, depresi jangka panjang, seperti halnya potensiasi jangka panjang, meliputi aktifitas reseptor MNDA, dan pembentukannya terganggu oleh AP5. 5. Bentuk Lain Potensiasi Jangka Panjang Potensiasi jangka panjang ditemukan diformasi hipokampus dan lebih sering dipelajari dibandingkan diarea lain, dan juga terjadi dibeberapa lain di otak. AP5, obat yang membelokir reseptor NMDA dan mencegah pemantapan LTP dineuron - neuron CA1, tidak berefek terhadap LTP dimedan CA3. sebagai tambahan, potensiasi jangka panjang dimedan CA3 tampaknya melibatkan hanya perubahan - perubahan prasinapsi; tidak ada perubahan terlihat dalam hal struktur duri dendrit setelah LTP berlangsung.

C. Pembelajaran Perceptual 1.

Pembelajaran Perceptual Secara umum, pembelajaran membuat kita mampu menjalankan perilaku yang tepat dalam situasi yang tepat pula. Bagian pertama dari pembelajaran meliputi pembelajaran mempersepsikan stimuli tertentu. Pembelajaran perceptual melibatkan pembelajaran untuk pembelajaran untuk mengenali sesuatu alih-alih apa yang harus dilakukan ketika sesuatu terjadi. Pembelajaran perceptual dapat mencakup pembelajaran megenali stimulasi yang seluruhnya baru atau pembelajaran mengenali perubahan atau variasi stimuli yang telah dikenal.

2.

Pembelajaran Untuk Mengenali Stimuli Pada mamalia, dengan otak yang besar dan kompleks, objek dikenali secara visual oleh sirkuit neuron dalam korteks asosiasi visual. Pembelajaran visual dapat berlangsung dengan cepat dan jumlah item yang dapat diingat besar sekali. Bahkan, standing (1073) memperlihatkan 10.000 potongan gambar terhadap sejumlah orang dan ditemukan bahwa mereka dapat mengingat sebagian besar gambar tersebut beberapa minggu sesudahnya. Primata lain mampu mengingat item yang mereka lihat dapat beberapa detik saja dan pengalaman itumengubah respons neuron dalam korteks asosiasi visual mereka. Kerusakan pada daerah di otak yang meliputi persepsi visual tidak hanya mengganggu kemampuan untuk mengenali stimuli visual, tetapi juga mengganggu memori manusia terhadap sifat visual stimuli yang telah dikenal.

3.

Memori jangka pendek (short therm memory) Memori jangka pendek (short therm memory) adalah memori terhadap stimulus atau kejadian terakhir yang beru saja terjadi untuk sementara, biasa dalam jangka beberapa detik. Seperti yang baru saja kita lihat, belajar mengenali stimulus melibatkan perubahan sinapsis di daerah yang sesuai pada korteks asosiasi sensory yang membentuk sirkuit saraf baru. Pengenalan stimulus terjadi saat input sensory mengaktifkan pembentukan alat sirkuit neuron. Ingatan jangka pendek terhadap stimulus melibatkan aktifitas sirkuit ini-atau sirkuit lain yang diaktifkan- secara terus menerus bahkan setelah stimulus menghilang.

D. Pengkondisian Klasik Para ahli saraf telah mempelajari anatomi dan biologis pengkondisian klasik dengan menggunakan banyak model seperti refleks penarikan insang Apylisia

(invertebrate laut) dan refleks mengedip pada kelinci (Carew, 1989; Lavond, Kim, dan Thompson, 1993). Saya memilih untuk menjelaskan model sederhana pengkondisian klasik pada mamalia-respons emosi bersyarat-untuk menggambarkan hasil beberapa penelitian. Amigdala adalah bagian dari sebuah sistem penting yang terlibat dalam bentuk tertentu pembelajaran stimulus-respons: respons emosional yang terondisikan secara klasik. Sebuah setimulus yang tidak menyenangkan, misalnya kejutab menyakitkan di kaki, menimbulkan berbagai respons perilaku, otonom, dan hormonal: membeku, peningkatan tekanan darah, sekresi hormon hormone stress adrenal, dan seterusnya. Sebuah respons emosional yang terondisikan secara klasik termantapkan oleh memasangkan stimulus netral (misalnya nada berfrekuensi tertentu) dengan stimulus tidak menyenangkan (misalnya sengatan singkat di kaki). Oleh karena respons emosional terkondisikan bias terjadi tanpa korteks auditoris, saya akan membatasi pembahasannya ke komponen-komponen suborteks dari proses ini. Informasi mengenai CS (nada) mencapai nukleus lateral amigdala. Nukleus ini juga menerima informasi mengenai US (sengatan di kaki) dari sistem somatensoris. Dengan demikian, kedua sumber informasi ini bergabung di nukleus lateral, yang berarti bahwa perubahan-perubahan sinapsis yang bertanggung jawab atas pembelajaran bias berlangsung di lokasi ini. Pada saat stimulus auditori (CS) dipasangkan dengan kejut kaki (US), dua macam informasi ini bertemu di nukleus lateral dari amegdala, Nukleus ini tersambung, baik secara langsung maupun melalui nukleus basal dan nukleus aksesoris, dengan nukleus sentral, yang tersambung dengan wilayah-wilayah otak yang mengontrol berbagai komponen respon emosional. Lesi-lesi di mana pun di sirkuit ini mengganggu respons tersebut. Pencatatan neuron tunggal di nukleus lateral dari amigdala menunjukkan bahwa pengkondisian klasik mengubah respons neuron menjadi CS. Mekanisme plastisitas sinapsis dalam system ini nampaknya menjadi potensiasi jangka Panjang NMDA yang dimediasi, Infusi obat yang menghambat pembentukan respons emosional bersyarat dan menghambat PKM-zeta di amigdala sehingga mencegah pembentukan respons emosional bersyarat.

E. Pengkodisian Instrumental Pengkodisian instrumental (operant) adalah sarana di mana kita (dan hewan lain) mendapatkan keuntungan dari pengalaman. Dalam situasi tertentu, kita melakukan respon yang memiliki hasil yang menguntungkan, kita cenderung akan mengulangi respon tersebut. 1.

Ganglion Basal Sirkuit yang bertanggung jawab terhadap pengkondisian instrumental mulai di berbagai wilayah korteks asosiasi sensori, tempat presepsi berlangsung, dan diujung korteks asosiasi motoric dari lobus frontal, tempat mengontrol pergerakan. Terdapat dua lintasan utama di antara korteks asosiasi sensori dan korteks asosiasi motoric: koneksi transkortikal langsung (koneksi dari satu area

di korteks serebral menuju lainnya) dan koneksi melalui gonglion basal dan talamus. (lintasan ketiga meliputi serebrum dan talamus, tetapi peran lintasan ini nampaknya terlibat dalam pengkondisian instrumental, tetapi memainkan peran yang berbeda. Pertama kali melakukan suatu prilaku melalui observasi atau mengikuti seperangkat aturan akan terasa lambat dan canggung. Bukti-bukti menunjukan bahwa saat prilaku yang di pelajari menjadi suatu hal rutin dan dilakukan secara otomatis. Prilaku itu akan di pindahkan ke ganglion basal (simpil saraf dasar). Neostriatum-nukleus kaudata dan putamen-menerima informasi sensori dari lobus frontal mengenai gerakan yang direncanakan atau yang sesungguhnya sedang berlangsung. 2.

Sirkuit Saraf Yang Terlibat Dalam Penguatan Sistem mesolimbic neuron dopaminergik mulai di dalam area tegmental ventral (ventral tegmental area/VTA) tengah dan berkaitan dengan restum menuju beberapa wilayah otak bagian depan, meliputi amigdala, hipokampus, dan nukelus akumbens. Nukleus terletak di basal otak depan yang berhubungan dengan ujung kepala pada area praoptik dan batasan langsung dengan septum.

3.

Fungsi Sistem Penguatan Sistem penguatan harus membentuk dua fungsi: mendeteksi keberadaan stimulus penguatan (yaitu, mengenali suatu yang baik baru saja terjadi) dan memperkuat koneksi antara neuron yang mendeteksi stimulus diskriminatif (seperti melihat tuas) dan neuron yang memproduksi respon instrumental (menekan tuas).

4.

Mendeteksi Stimuli Penguat Penguatan terjadi saat sirkuit saraf mendeteksi stimulus penguat dan menyebabkan aktivasi neuron dopaminergic di dalam area tegmental ventral. Studi oleh Schults dan kolagennya yang mencatat aktivitas neuron dopaminergik dalam nukleus akumbens menemukan bahwa sistem penguatan nampaknya diaktifkan oleh stimuli penguat yang tidak diharapkan. Schultz dan koleganya menunjukan bahwa tampaknya aktivasi neuron-neuron dopaminergik di VTA memberi tahu sirkuit-sirkuit lain di otak bahwa sebuah peristiwa yang memiliki nilai informasi berkenaan dengan sebuah stimulus yang berpotensi memperkuat baru saja terjadi. Dengan kata lain, aktivitas neuron ini mengirimkan suatu sinya yang menggambarkan bahwa ada sesuatu yang perlu dipelajari.

5.

Memperkuat Konektif Saraf: Dopamin dan Plastisitas Saraf Pengkodisian instrumental melibatkan penguatan sinapsis yang terletak di neuron yang baru saja aktif. Pengkodisian instrumental melibatkan tiga elemen: stimulus diskriminatif, respons, dan stimulus Penguat. Pengkondisian klasik satu elemen (stimulus diskriminatif dalam hal ini adalah melihat tuas) mengaktivasi hanya sinapsis lemah pada neuron motorik yang bertanggung jawab terhadap gerakan yang menyebabkan tekanan terhadap tuas. Elemen kedua situasi tertentu yang terjadi, yang menyebabkan hewan menekan tuas mengaktifkan sinapsis kuat, membuat neuron menembak. Elemen ketiga ikut

berperan jika hanya respon diikuti dengan stimulus penguat. Jika hal tersebut terjadi mekanisme penguatan memicu sekresi neurotransmiter atau neuromodulator di sepanjang daerah tempat perubahan sinapsis berlangsung. Beberapa studi memperlihatkan bahwa potensiasi jangka panjang merupakan bahan penting bagi pengkondisian instrumental dan dopamin merupakan bahan penting dalam potensi jangka panjang yang tahan lama.

F. Pemahaman Relasional Berdasarkan pengertian pemahaman yang telah dikemukakan, jelaslah bahwa memahami bukan hanya sekedar mengetahui yang hanya terbatas pada mengingat kembali apa yang pernah dialami atau memproduksi kembali yang pernah dipelajari, melainkan melibatkan proses atau kegiatan mental. Skemp (Anggara, 2010:10) menyatakan bahwa pemahaman ada dua jenis yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental adalah kemampuan seseorang menggunakan suatu prosedur matematis untuk menyelesaikan suatu masalah tanpa mengetahui mengapa prosedur itu boleh digunakan untuk menyelesaikan masalah (rules without reason). Sedangkan pemahaman relasional, Skemp menjabarkannya sebagai kemampuan seseorang menggunakan suatu prosedur matematis yang berasal dari hasil menghubungkan berbagai konsep matematis yang relevan dalam menyelesaikan suatu masalah dan mengetahui mengapa prosedur tersebut dapat digunakan (knowing what todo and why). Pemahaman relasional sifat pemakaiannya lebih bermakna, termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang lebih luas. Siswa yang berusaha memahami secara relasional akan mencoba mengaitkan konsep baru dengan konsep-konsep yang dipahami untuk dikaitkan dan kemudian merefleksi keserupaan dan perbedaan antara konsep baru dengan pemahaman sebelumnya. Pemahaman konsep menurut Skemp dikhususkan pada pemahaman relasional. Pemahaman relasional ini penting dimiliki oleh siswa, sebagaimana disebutkan dalam NCTM (2000) bahwa pemahaman matematis merupakan aspek yang sangat penting dalam prinsip pembelajaran matematika, selain memiliki kemampuan pemahaman matematis merupakan salah satu tujuan di dalam KTSP. Kemampuan pemahaman matematis sangat mendukung di dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan matematis lain, yaitu kemampuan komunikasi matematis, penalaran matematis, koneksi matematis, representasi matematis dan problem solving (Muaddab, 2010). Pembelajaran matematika pada umumnya hanya menekankan pada aspek instrumental yang relatif lebih mudah dibandingkan dengan pemahaman relasional.

level pemahaman instrumental didasarkan pada salah satu atau beberapa alasan berikut ini : 1. Pemahaman relasional membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mencapainya. Hal ini karena untuk memahami materi dengan pemahaman relasional dibutuhkan pengetahuan yang luas dan konstruksi pikiran sehingga waktu yang diperlukan dalam proses pembelajaran relatif lebih lama dibandingkan dengan mengajarkan untuk mencapai pemahaman instrumental. 2. Pemahaman relasional untuk topik-topik tertentu terlalu sulit. 3. Kemampuan instrumental segera dibutuhkan atau dipakai untuk materi pelajaran yang lain sebelum dapat memahaminya secara relasional. 4. Bagi guru pemula, biasanya mengikuti jejak seniornya yang mengajarkan matematika secara instrumental. Pemahaman relasional sebagai tujuan dalam pembelajaran matematika lebih sulit dicapai dibandingkan dengan pemahaman instrumental. Skemp (Kultsum, 2008:15) menjelaskan faktor-faktor yang berperan mempengaruhi sulitnya penerapan pembelajaran matematika dengan tujuan untuk pencapaian pemahaman relasional, yaitu : 1.

2.

3.

4.

Efek tidak baik dari pelaksanaan ujian atau evaluasi. Adanya sistem ujian atau evaluasi yang kurang tepat, misalnya sistem yang hanya melihat hasil akhir sebagai tolok ukur penilaian, bisa berakibat pada para guru cenderung lebih suka mengajarkannya secara instrumental. Beban silabus yang berat. Pembelajaran matematika untuk mencapai pemahaman relasional membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan tujuan hanya pemahaman instrumental. Hal ini berakibat bahwa jika beban silabusnya berat, maka waktu yang digunakan kurang mencukupi untuk mencapai pemahaman relasional. Sulitnya evaluasi. Perancangan evaluasi untuk mengukur pemahaman relasional lebih sulit , karena dibutuhkan kreativitas guru dalam pembuatan evaluasi sehingga dalam evaluasi bisa benar-benar mengungkapan sejauh mana pencapaian pemahaman relasional yang dimiliki oleh siswa. Kesulitan psikologis bagi guru untuk mengakomodasikan skema yang dimilikinya.

Pembelajaran untuk mencapai pemahaman relasional tidak hanya sekedar menyampaikan materi sedemikian sehingga siswa bisa mengerjakan persoalanpersoalan secara prosedural. Namun, pembelajaran harus dirancang sedemikian rupa sehingga siswa bisa mencapai pemahaman relasional. Hal ini membutuhkan kreativitas guru untuk merancang pembelajaran yang bisa

mencapai sasaran tersebut, sehungga secara psikologis guru harus bekerja lebih keras untuk mencapainya. Walau pun pemahaman relasional lebih sulit untuk diajarkan, guru harus tetap berusaha agar dalam pembelajaran siswa mampu mencapai pemahaman secara relasional mengingat siswa yang memiliki kemampuan pemahaman relasional memiliki kelebihan dibandingkan dengan siswa yang hanya sampai kemampuan pemahaman instrumental. Menurut Skemp (Kultsum, 2008:17), minimal terdapat empat keuntungan dalam pemahaman relasional matematis, yaitu : 1.

2.

3. 4.

Lebih mudah diadaptasi pada tugas atau persoalan baru. Jika seseorang memiliki pemahaman relasional terhadap suatu topik, maka pemahamannya tersebut bisa lebih mudah diadaptasikan atau direlasikan pada topik-topik pengetahuan lain. Lebih mudah untuk selalu diingat. Pembelajaran matematika untuk memperoleh pemahaman secara relasional membutuhkan waktu yang relatif lama. Namun jika pemahaman tersebut telah dicapai maka pengetahuan yang ada pada siswa akan lebih mudah untuk selalu diingat. Pemahaman relasional dapat lebih efektif sebagai tujuan, hal ini berkaitan dengan nomor selanjutnya (nomor 4). Skema relasional merupakan hal yang pokok dalam kualitas ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Seseorang yang telah mencapai tingkat pemahaman relasional, maka skema yang ia miliki akan dapat dikembangkan pada pengetahuanpengetahuan yang lain yang berkaitan langsung maupun tidak langsung.

Indikator dari pemahaman relasional menurut Skemp, mengacu pada indikator pemahaman konsep menurut Kilpatrick d.

STRUKTUR DAN PROSES MEMORI Magda Bhinnety Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada

1. Sistem Ingatan Struktur ingatan dapat dibedakan menjadi tiga sistem, yaitu: (a) sistem ingatan sensorik (sensory memory), (b) sistem ingatan jangka pendek atau short term memory (STM), dan (c) sistem ingatan jangka panjang atau long term memory (LTM). Sistem ingatan tersebut dikenal sebagai model paradigm Atkinson dan Shiffrin yang telah disempurnakan oleh Tulving dan Madigan (Solso,1995). Memori sensori mencatat informasi atau stimuli yang masuk melalui salah satu atau kombinasi dari panca indra, yaitu secara visual melalui mata, pendengaran melalui telinga, bau melalui hidung, rasa melalui lidah, dan rabaan melalui kulit. Bila informasi atau stimuli tersebut tidak diperhatikan akan langsung terlupakan, namun bila diperhatikan maka informasi tersebut ditransfer ke sistem ingatan jangka pendek. Sistem ingatan jangka pendek menyimpan informasi atau stimuli selama sekitar 30 detik, dan hanya sekitar tujuh bongkahan informasi (chunks) dapat disimpan dan dipelihara di sistem memori jangka pendek dalam suatu saat. Setelah berada di sistem memori jangka pendek, informasi tersebut dapat ditransfer lagi dengan proses pengulangan ke sistem ingatan jangka panjang untuk disimpan, atau dapat juga informasi tersebut hilang/terlupakan karena tergantikan oleh tambahan bongkahan informasi baru (displacement) (Solso,1995). Selanjutnya setelah berada di sistem memori jangka panjang, informasi tersebut dapat diperoleh kembali melalui strategi tertentu, atau informasi tersebut terlupakan (gagal atau tidak dapat diperoleh kembali) karena adanya kekurangan dalam sistem peng‐arsipannya. Secara skematis sistem struktur ingatan tersebut disajikan dalam Gambar 1. Beberapa pengertian yang terkandung dalam memori jangka pendek antara lain adalah: (a) pengelompokan aitem‐aitem ke dalam beberapa bongkahan, dan (b) pemberian kode terhadap informasi. Masing‐masing stimulus diberi kode secara berlainan berdasarkan sifat‐sifat khas yang dimiliki oleh rangsangan itu sendiri. Menurut Kintsch (Solso, 1995) masingmasing stimulus dapat diberi kode secara auditif (akustik), visual, maupun secara semantis. Namun pemberian kode terhadap informasi di memori jangka pendek akan sebagian besar secara auditif atau akustik dan dilengkapi secara visual. Oleh sebab itu dikenal beberapa jenis ingatan antara lain ingatan auditif dan ingatan visual (Hulse, Deese & Egeth, 1975). Kapasitas untuk mengingat stimulus yang masuk secara visual, seperti gambar‐gambar

dan semacamnya, dengan kejelasan yang luar biasa, dikenal sebagai photographic memory atau eidetic imagery. Baik dalam ingatan auditif maupun visual, rangsangan‐rangsangan yang masuk diproses secara asimetri di otak. Baddeley (1976) menunjukkan bahwa telinga kiri, yang diproses oleh belahan otak kanan, bersifat dominan terhadap stimulus akor musik, pitch nada‐nada dan melodi, sedangkan telinga kanan, yang diproses oleh belahan otak kiri, lebih peka dalam menangkap rangsanganrangsangan seperti kata‐kata, angka, dan konsonan. Menurut Baddeley (1976), kelupaan yang terjadi di memori jangka pendek berhubungan erat dengan faktor penyimpanan dan pemunculan kembali informasi. Menurut Murdock (1974), mempelajari memori jangka pendek merupakan langkah awal dalam memahami memori jangka panjang. Namun sesungguhnya sistem ingatan manusia itu adalah sangat kompleks, sehingga memori jangka pendek dan memori jangka panjang hanyalah merupakan suatu model dan bukan merupakan struktur actual di otak. Model tersebut hanyalah merupakan konstruksi hipotetis yang membantu untuk menjelaskan betapa kompleksnya sistem ingatan tersebut (Solso, 1995). 2. Memori Jangka Pendek (Short Term Memory) Memori jangka pendek memang exist berdasarkan dua premis, yaitu: (a) sebagai proposisi umum seseorang mestinya dapat menahan informasi dalam interval waktu yang singkat, dan (b) sesuai usulan Hebb bahwa apabila aktivitas umum berlanjut sampai beberapa periode, perubahan structural pada kontak sinaptik diantara sel‐sel dapat membawa memori setelahnya. Memori jangka pendek memiliki kapasitas yang kecil sekali, namun sangat besar peranannya dalam proses memori, yang merupakan tempat dimana kita memproses stimulus yang berasal dari lingkungan kita. Kemampuan penyimpanan informasi yang kecil tersebut sesuai dengan kapasitas pemrosesan yang terbatas. Memori jangka pendek berfungsi sebagai penyimpanan transitory yang dapat menyimpan informasi yang sangat terbatas dan mentransformasikan serta menggunakan informasi tersebut dalam menghasilkan respon atas suatu stimulus. Eksperimen Peterson & Peterson (1959): recall vs recall interval Lloyd Peterson dan Margaret Peterson mendemonstrasikan bahwa kemampuan kita untuk menyimpan informasi yang baru masuk dalam bank memori sementara adalah amat terbatas dan rentan terhadap kelupaan apabila kita tidak sempat melakukan pengulangan kembali (rehearsal) atas informasi tersebut. Eksperimen Peterson & Peterson ini sangat penting karena sebelum hal ini terungkap, pembedaan antara memori jangka pendek dan memori jangka panjang lebih didasarkan pada struktur neurologis. Konsep penyimpanan jangka pendek ini pada saat itu belum menempati posisi sentral dalam Psikologi karena belum terdukung oleh data perilaku yang mencukupi. Kelupaan, atau secara lebih spesifik merupakan kegagalan dalam mengingat kembali (recall) informasi dari memori, lebih Didasar an pada interferensi (interference) bukannya pada decay (kerusakan) ataupun pada kurangnya kesempatan untuk mengkonsolidasikan peristiwa‐peristiwa (events) yang telah dialaminya. Pada eksperimen Peterson & Peterseon, subyek dibacakan suatu “rangkaian tigahuruf” tak bermakna (nonsense syllables) dan selanjutnya subyek diminta untuk mengingatnya

kembali setelah periode waktu (recall interval) yang bervariasi. Selama periode (recall interval) tersebut, yang diukur dari sejak informasi telah disampaikan sampai dengan saat menjawab/merespon, subyek diminta menghitung mundur dengan interval 3 dimulai dari tiga‐digit‐angka acak yang segera diberikan setelah pembacaan rangkaian tiga‐huruf tak bermakna selesai dilakukan. Contoh tipikal eksperimen tersebut adalah sebagai berikut: Eksperimenter berkata: CHJ / 506 Subyek merespon: 506, 503, 500, 497,494, …… (dan seterusnya sampai waktu untuk menjawab tiba), CHJ Dengan demikian, waktu antara representasi rangkaian tiga‐huruf dan mengingat kembali (recall) telah diisi dengan “tugas pengurangan” yang mencegah terjadinya proses “pengulangan‐kembali” (rehearsal) informasi berupa rangkaian tiga‐huruf yang telah diberikan. Pengaruh yang teramati oleh Peterson & Peterson disajikan dalam grafik pada Gambar 2 berikut ini.

Hasil tersebut menyarankan bahwa terdapat suatu sistem memori yang dapat menyimpan informasi, namun apabila tidak dilakukan pengulangan (rehearsal), informasi tersebut akan hilang dari sistem memori. Temuan ini mengandung arti bahwa terdapat suatu memori transitori (yang selanjutnya diberi nama memori jangka pendek) yang memiliki karakteristik sangat berbeda dengan sistem penyimpanan informasi permanen (memori jangka panjang). Berikut ini diuraikan beberapa ciri memori jangka pendek dan bagaimana struktur tersebut cocok secara menyeluruh dengan teori pemrosesan informasi. Alasan yang mendukung argumentasi untuk adanya dua sistem penyimpanan memori adalah: (a) sesuatu diingat dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang, (b) secara fisiologis fungsi‐fungsi jangka pendek dapat diinterupsi, sementara fungsi‐fungsi jangka panjang nampaknya tetap utuh, (c) hasil‐hasil eksperimen psikologis menunjukkan bahwa retrieval beberapa informasi dalam memori merupakan karakteristik dari fungsi jangka pendek, sementara retrieval informasi lainnya merupakan karakteristik dari fungsi jangka panjang, sebagai contoh: primacy dan recency data.

Neurokognisi dan memori jangka pendek Temuan‐temuan neurofisiologis sejak tahun 1950 sampai saat ini telah menyarankan bahwa terdapat suatu penyimpanan memori terpisah yang secara structural terletak dalam otak manusia. Studi‐studi neurofisiologis tersebut berawal hamper bersamaan waktunya dengan eksperimen psikologis terkenal dari Peterson & Peterson, yang telah dibahas sebelumnya, namun mereka meneliti pasien klinis yang mengalami beberapa bentuk dari trauma fisik atau luka otak (brain lesion). Kasus yang sangat terkenal adalah yang menyangkut H.M., yang dipresentasikan oleh peneliti Kanada Brenda Milner (1966). Pasien tersebut menderita epilepsi berat, dan menurut prosedur medis, suatu operasi bilateral pada bagian medial temporal perlu dilakukan untuk membebaskan gejala‐gejalanya. Operasi telah dilakukan untuk menghilangkan sebagian dari temporal lobe, termasuk hippocampus. Meskipun epilepsi pasien tersebut membaik, namun dia menjadi penderita amnesia yang berat dan tidak mampu menyimpan informasi baru dalam memori jangka panjang, meskipun memori jangka pendeknya tidak mengalami gangguan. Memori jangka panjang yang telah terbentuk sebelum operasi dilakukan didapati normal, dan bahkan dia mampu memperoleh skor yang baik pada tes IQ standar, meskipun dia tidak mampu mengenali nama‐nama ataupun wajah‐wajah orang‐orang yang ditemuinya secara teratur. Dia mampu berbicara normal dengan Milner apabila sedang menengoknya namun tidak mampu mengingat pertemuan sebelumnya. Memori jangka pendek pasien tersebut tidak terganggu, namun tidak memiliki kemampuan untuk membentuk memori jangka panjang yang baru. Karena lesion terjadi pada temporal lobe dan hippocampus, maka tentunya pada lokasi‐lokasi tersebut mengandung struktur memori yang penting. Secara lebih spesifik, nampaknya hippopocampus merupakan penyimpanan sementara untuk memori jangka panjang, dimana informasi yang baru saja diperoleh diproses dan kemudian ditransfer ke cerebral cortex untuk penyimpanan yang lebih permanen. Milner kemudian membuat temuan yang mengejutkan yang mengubah pandangan tentang konsep memori jangka pendek dan memori jangka panjang yang telah dikenal saat itu. Pasien yang mengalami temporal lobe lesions seperti H.M. mampu mempelajari tugas implicit yang melibatkan perceptual and motor skills, seperti tugas belajar menggambar suatu bayangan di cermin, dan mampu menyimpan ketrampilan tersebut untuk jangka panjang. Memori prosedural berfungsi normal namun tidak memiliki kemampuan untuk mempelajari informasi yang baru. Kapasitas memori jangka pendek Jumlah informasi yang disimpan dalam memori jangka pendek adalah relatif kecil dibandingkan dengan jumlah sangat bayak yang dapat didimpan dalam memori jangka panjang. Bukti paling awal dari terbatasnya kapasitas memori jangka pendek (immediate memory) dikemukakan oleh Sir William Hamilton pada tahun 1800 (dalam Miller, 1956), yang menyatakan bahwa: ”Apabila anda melemparkan segenggam kelereng ke lantai, maka anda akan menemui kesulitan untuk mengamati lebih dari enam (atau paling banyak tujuh) kelereng tanpa kebingungan”. Pernyataan serupa juga telah dikemukakan oleh Jacobs pada tahun 1887 (dalam Miller, 1956) bahwa apabila pada seseorang dibacakan sederetan angka yang tidak berurutan maka ia hanya akan mampu menyebutkan kembali sekitar tujuh angka. Eksperimen serupa dengan menggunakan materi lain, misalnya dengan huruf, rangkaian huruf tak bermakna (nonsense syllables), maupun kata‐kata, telah banyak dilakukan pada abad 20 ini dan kesemuanya menghasilkan kesimpulan serupa bahwa kapasitas memori jangka pendek hanyalah sekitar 7 unit.

Miller (1956) mengajukan penjelasan bagaimana aitem‐aitem disandikan dalam memori jangka pendek. Ia mengusulkan suatu model memori bagaimana pengertian 7 unit informasi dapat disimpan. Menurutnya, huruf‐huruf individual (seperti T, V, K, A, M, Q, B, R, J, L, E, W) dapat direpresentasikan masing‐masing huruf sebagai satu unit informasi, namun kata‐kata (yang terbentuk oleh sejumlah huruf, misalnya: apel, ayam, buku, sepatu, baju, dan sejenisnya) dapat diartikan pula sebagai satu unit (chunk) informasi. Penyandian informasi dalam bentuk unit yang lebih besar ini (chunking of information) sangat dapat meningkatkan kapasitas memori jangka pendek, dan sangat membantu penjelasan bagaimana informasi diproses dalam memori jangka pendek. Kapabilitas memori jangka pendek dapat difasilitasi oleh kemampuan seseorang dalam menyandikan informasi dalam bentuk chunk. Untuk menghafal nomor telepon genggam yang lebih dari 7 digit (misalnya 08166811846) seseorang tidak menyandikan nomer secara individual, yaitu “0‐8‐1‐6‐6‐8‐1‐ 1‐8‐4‐6” sehingga menjadi 11 unit, namun dapat menyandikannya menjadi 3 chunks yaitu “081‐668‐11846”. Penyandian informasi dalam memori jangka pendek Terdapat 3 cara penyandian informasi (coding of information) yang telah dikenal, yaitu auditory yang terkait dengan indra pendengaran, visual yang terkait dengan indra penglihatan, dan semantic yang terkait dengan maknanya. Penyandian auditori Memori jangka pendek nampaknya beroperasi utamanya melalui penyandian auditori (auditory coding) yang terkait dengan indera pendengaran, meskipun informasi/ stimulus yang diterimanya berbentuk lain (misalnya visual). Sebagai contoh, misalnya seseorang baru saja menerima informasi nomer telepon yang diperlukannya dari operator (secara auditoris) atau membacanya sendiri nomer telepon tersebut dari buku direktori (secara visual), yaitu 969‐1391, dan ia bermaksud segera menghubungi nomer telepon tersebut. Selain tentunya dengan cara mencatat nomer tersebut dan membacanya kembali, seseorang dapat menyandikannya secara auditoris dengan cara rehearsal atau mengulang‐ulang (dalam hati atau diucapkan keras) nomer tersebut, “.969‐1391”, ”969‐ 1391”, ”969‐1391”, ”969‐1391”, sampai ia selesai menekan tombol nomer‐nomer telepon. Dalam hal ini, ia merepresentasikan nomor‐nomor tersebut secara auditoris dalam memori jangka pendek. Penyandian visual Beberapa eksperimen (Ponser, 1969; Ponser & Kelle, 1967) telah menunjukkan bukti bahwa memori jangka pendek dapat juga menyandikan (paling tidak sebagian) informasi secara visual (visual code) ataupun secara semantik (semantic code). Dalam eksperimen tersebut, subyek diberi 2 huruf (misalnya AA, Aa, AB, atau Ab) dimana huruf yang kedua: (a) diberikan secara simultan, (b) diberikan 0,5” setelah huruf yang pertama, (c) diberikan 1” setelah huruf yang pertama, atau (d) diberikan 2” setelah huruf yang pertama. Subyek diminta untuk menekan tombol apakah kedua huruf yang diberikan tersebut “sama” atau “berbeda”, dan waktu‐reaksinya dicatat. Hasil yang diperoleh untuk semua kondisi (a, b, c, maupun d), menunjukkan bahwa waktureksi untuk menjawab tugas Aa lebih lama dari AA (Gambar 3). Penjelasan dari fenomena di atas adalah bahwa huruf-huruf yang identik (AA) dipertimbangkan berdasarkan karakteristik visual atau fisik-nya, sementara hurufhuruf yang sama namun karakteristiknya berbeda (Aa) dibandingkan berdasarkan karakteristik verbal-nya, sehingga memerlukan waktureaksi lebih lama. Kesimpulan

penting yang dihasilkan adalah bahwa pencocokan pasangan AA dalam memori jangka pendek paling tidak sebagian melibatkan penyandian visual atau fisikal. Eksperimen serupa dilanjutkan oleh Solso dan Short (1979), namun dengan melibatkan warna hijau, biru, merah, kuning, cokelat, dan ungu, karena stimuli ini potensial untuk disandikan secara visual. Dalam eksperimen ini diasumsikan bahwa warna dapat direpresentasikan “secara fisik/visual” (sebagai warna merah), “sebagai nama warna” (berwarna merah), atau secara konseptual (misalnya diasosiasikan seperti darah). Subyek diminta untuk merespon dengan menekan tombol apabila warna yang diberikan cocok dengan warna (diberi kode warna-warna), cocok dengan nama warna (diberi kode warna, nama warna), dan cocok dengan asosiasi warna (diberi kode warnaasosiasi) nama warna, atau asosiasi warna tersebut. Waktu reaksi untuk “warna-warna” lebih cepat dibanding dengan “warna-nama” atau “warnaasosiasi” untuk kondisi tanpa waktu penundaan. Seiring dengan bertambahnya waktu penundaan, teramati bahwa perbedaan waktu-reaksi antara ketiganya cenderung berkurang.

Eksperimen Posner dan Solso tersebut mengindikasikan bahwa pemrosesan informasi dalam sistem memori jangka pendek dicapai melalui suatu bentuk pemrosesan paralel, dan sebagai rangkumannya, suatu informasi akan dapat direpresentasikan dalam sistem memori jangka pendek secara auditori maupun visual. Penyandian semantic Penyandian semantik berkaitan dengan pengertian atau maknanya. Pertanyaan yang dibahas adalah apakah secara semantic informasi dapat direpresentasikan dalam sistem memori jangka pendek. Eksperimen Wickens dkk (1976), yang didasarkan pada konsep penghambatan proaktif atau proactive inhibitions PI), dimana seseorang mene mui kesulitan dalam mempelajari informasi/ materi baru karena materi yang dipelajari sebelumnya tetap mencampuri materi baru yang sedang dipelajari. Sebagai contoh apabila subyek diberi materi berupa: “XCJ, HBR, TSV”, maka subyek tidak menemui kesulitan untuk mengingatnya, namun akan menemui kesulitan untuk mengingat kata “KRN” yang ditambahkan berikutnya, karena tiga kata terdahulu mencampuri kata keempat (KRN) yang baru diberikan. Meskipun demikian, apabila yang ditambahkan adalah bukan kata KRN namun angka “529ʺ, misalnya, maka subyek tidak mengalami kesulitan untuk mengingat kesemuanya. Pada kondisi tersebut subyek terbebas dari PI. Eksperimen yang dilakukan oleh Wickens dkk. (1976) menunjukkan bahwa pembebasan dari PI dapat pula terjadi apabila kelompok semantik dari aitem‐aitem digeser pengertiannya. Dalam eksperimen ini subyek diminta mengikuti 3 percobaan,

dengan masing-masing percobaan terdiri dari 3 aitem. Sebagai contoh untuk kelompok “fruits” yang dijadikan sebagai kelompok kontrol, subyek pada percobaan pertama diberi informasi: “banana, peach, apple”, kemudian pada percobaan kedua diberi: “plum, apricot, lime”, dan percobaan ketiga diberi: “melon, lemon, grape”. Pada setiap percobaan, subyek diminta menghitung mundur mulai dari suatu angka acak yang diberikan seperti pada tes memori Peterson & Peterson. Selanjutnya pada percobaan berikutnya (keempat), subyek diberi: “orange, cherry, pineapple”. Percobaan tersebut diulang untuk kelompok “vegetables” dengan aitem berbeda pada percobaan ke 1, 2, dan 3, namun aitem sama pada percobaan ke 4 (“orange, cherry, pineapple”), kemudian serupa untuk kelompok “flowers”, kelompok “meats”, dan kelompok “professions”. Seperti pada kelompok “vegetables”, kelompok “flowers”, “meats”, dan “professions” diikuti dengan percobaan ke 4 yang sama yang aitemnya adalah “orange, cherry, pineapple”. Dari eksperimen tersebut disimpulkan bahwa pada percobaan pertama semua kelompok menunjukkan skor yang hampir sama bagusnya ( kurang lebih 90% benar), pada percobaan kedua semua kelompok menunjukkan skor yang lebih rendah (kurang lebih 40% benar), pada percobaan ketiga semua kelompok menunjukkan skor yang lebih rendah lagi (kurang lebih 30% benar), namun pada percobaan keempat kelompok “professions” memperoleh skor paling tinggi (70% benar), disusul dengan kelompok “meats” (48% benar), kelompok “flowers” (45% benar), kelompok “vegetables” (33% benar), dan terendah kelompok “fruits” (28% benar). Hasil eksperimen ini menyimpulkan bahwa karena terjadinya pembebasan PI dan adanya penyandian secara konseptual, maka kelompok “professions” mampu memperoleh skor yang tertinggi pada percobaan keempat (Gambar 4). Mendapatkan kembali (retrieval) informasi dari sistem memori jangka pendek Eksperimen yang dilakukan Sternberg (1966, 1967, 1969) melibatkan tugas penelusuran serial dimana pada subyek diperlihatkan suatu seri aitem (berupa angka‐angka) yang masing‐masing ditayangkan selama 1,2 detik. Diasumsikan bahwa aitem‐aitem tersebut direkam oleh sistem memori jangka pendek subyek.

Tugas dari Sternberg merupakan sesuatu yang simpel. Subyek diberi suatu daftar dari satu sampai dengan enam digit angka, yang disebut memory set, yang mana subyek tersebut diijinkan untuk melakukan pengulangan. Beberapa detik kemudian, subyek melihat angka satu digit (disebut probe digit) dan harus menunjukkan, dengan menekan salah satu dari dua tombol, apakah probe digit tersebut merupakan salah satu anggota dari memory set yang pernah diberikan.

Variabel dependennya adalah waktu reaksi, atau seberapa lama waktu yang diperlukan subyek untuk membuat keputusan dan menekan tombol yang sesuai. Seperti halnya pada kebanyakan eksperimen tentang waktureaksi, subyek diminta untuk menekan tombol secepat mungkin tanpa membuat banyak kesalahan (secara tipikal kurang dari 5%). Variabel independennya adalah ukuran dari memory set (1 sampai 6 digit), yang bervariasi dari soal yang satu ke soal lainnya. Separo dari soal yang ada melibatkan probe digit yang merupakan anggota dari memory set (soal positif), sedangkan separo soal lainnya melibatkan probe digit yang bukan anggota dari memory set (soal negatif). Hasilnya disajikan secara grafis pada Gambar 5. Penelusuran serial dan paralel. Pertanyaan Sternberg yang pertama adalah apakah subyek menelusuri seluruh memory set dalam sesaat, atau apakah mereka menelusuri memory set satu demi satu dalam sesaat. Suatu analogi berikut mungkin dapat membantu untuk membuat perbedaan ini lebih jelas. Bayangkan bahwa subyek harus me nelusuri secara visual suatu rak yang penuh buku untuk mencari buku tertentu. Mungkin buku‐buku subyek terletak dalam satu rak. Bila subyek mencari buku kalkulus, subyek mungkin hanya melihat sekilas (glance) pada seluruh set buku dalam sesaat dan mampu mengatakan apakah buku kalkulus tersebut merupakan salah satu

Hal ini merupakan penelusuran paralel. Namun bayangkan bahwa buku‐buku tersebut adalah beberapa volume dari ensiklopedi, dimana semua buku berukuran sama dan berwarna sama, dan tidak dalam urutan yang benar, dan subyek harus menentukan apakah volume E s/d G termasuk di dalamnya. Dalam hal ini subyek akan melihat setiap buku satu per satu secara bergantian untuk mengambil keputusan. Hal ini merupakan penelusuran secara serial. Exhaustive dan self-terminating search. Pertanyaan kedua dari eksperimen Sternberg dirancang untuk menjawab apakah penelusuran melalui memori jangka pendek (dengan asumsi penelusuran serial) berhenti ketika suatu kecocokan ditemukan antara the probe dengan satu item dari memory set, atau apakah penelusuran tersebut harus berlanjut sampai ke seluruh memory set. Subyek harus melakukan penelusuran yang lengkap/ menyeluruh jika the probe negatif. Satu-satunya cara subyek dapat yakin bahwa the probe tidak berada dalam memori adalah dengan membandingkannya dengan semua anggota dari kumpulan/set tersebut. Untuk probe positif, subyek dapat melakukan self terminating search dan menghentikan penelusuran bila subyek menemukan kesesuaian antara the probe dengan suatu item dalam memory set. Apa yang akan terjadi seandainya ukuran memoryset ditambah. Telah diketahui bahwa untuk probe yang negatif, dilakukanlah

penelusuran secara lengkap. Oleh sebab itu apabila subyek melakukan penelusuran lengkap untuk semua soal, maka penambahan dalam waktu reaksi seiring dengan penambahan ukuran memori seharusnya sama untuk probe positif maupun negatif. Apa yang terjadi apabila subyek melakukan self-terminating search. Andaikan ukuran memori adalah 3 digit. Pada trial ke tiga, the probe akan cocok dengan digit kedua yang dibandingkan dan penelusuran dihentikan, sedangkan pada trial ketiga kecocokan tidak akan ditemukan sampai pada pembandingan ketiga. Dengan demikian, secara rerata subyek akan harus membuat hanya dua perbandingan, dibanding dengan tiga pembandingan yang diperlukan untuk penelusuran lengkap. Bila diasumsikan bahwa masing-masing perbandingan memerlukan waktu yang sama, maka waktu reaksi untuk probe positif akan meningkat dengan meningkatnya ukuran memori sebanyak setengahnya dari peningkatan waktu reaksi yang terjadi pada probe negatif bila penelusuran dilakukan secara self-terminating. Apabila penelusurannya secara lengkap (exhaustive), waktu reaksi akan bertambah secara sama untuk probe positif maupun negatif, seiring dengan meningkatnya ukuran memory set. Memori jangka pendek dalam situasi bising Situasi bising yang sehari-hari dapat muncul di sekitar kita, yang pada hakekatnya merupakan polutan hasil sampingan pemanfaatan teknologi oleh manusia, ternyata berpengaruh pada memori jangka pendek. Sumber kebisingan dapat berupa suara mesin di pabrik, suara pesawat terbang yang sedang lepas-landas atau mendarat di Bandar udara, suara lalu-lintas kendaraan di jalan raya, suara kereta api, dan suarasuara peralatan kantor maupun rumah tangga yang digunakan sehari-hari. Sumbersumber kebisingan tersebut dapat berlangsung secara terus-menerus selama dua puluh empat jam, secara periodik, secara tak terduga tak terkontrol, maupun di malam hari saat sebagian besar warga beristirahat. Konsep kebisingan merupakan konsep yang cenderung bersifat psikologis. Cohen dan Weinstein (dalam Evans, 1982) mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak menyenangkan dan mengganggu yang sedang dilakukan atau dianggap merugikan secara fisik. Definisi serupa dikemukakan oleh Burrows (dikutip oleh Sanders dan McCormick, 1987) yang mengatakan bahwa kebisingan adalah stimulus suara yang tidak memiliki informasi apapun yang berkaitan dengan tugas yang sedang dilakukan. Saenz dan Stephens (1986) mendefinisikan kebisingan sebagai suara yang tidak diinginkan pada suatu waktu dan tempat tertentu dan pengaruhnya dapat berlanjut bahkan setelah suara itu berhenti (aftereffect). Intensitas suara yang dapat didengar oleh telinga manusia berkisar antara 0 deciBel (dB) sampai dengan 140 dB (Davis dan Cornwell, 1985). Nol dB merupakan ambang pendengaran manusia, dan setiap peningkatan 1 dB dalam skala ini akan sebanding dengan peningkatan logaritma energi bunyi. Gangguan yang dapat ditimbulkan oleh kebisingan sesuai dengan tingkat paparan terhadap intensitas kebisingan. Badan Kesehatan Sedunia (WHO World Health Organization) memberi batasan bahwa resiko kebisingan dapat diabaikan bila intensitasnya kurang dari 75 dB. Bhinnety dkk. (1993) telah melakukan serangkaian penelitian eksperimental untuk mengkaji pengaruh berbagai intensitas kebisingan (70 dB, 85 dB, dan 95 dB) terhadap memori jangka pendek para siswa Sekolah Dasar di Yogyakarta. Sumber kebisingan yang digunakan adalah rekaman suara pesawat terbang yang sedang lepas‐landas dan mendarat di Bandara Adisucipto, Yogyakarta dengan intensitas maksimum yang teramati di sekitar lokasi bandara adalah 95 dB. Alat tes yang dipakai dalam studi tersebut adalah modifikasi dari prosedur yang diusulkan oleh

Peterson & Peterseon (1959), yang melibatkan “rangkaian tigahuruf” tak bermakna (nonsense syllables), yang telah dibahas pada paragraf sebelumnya. Modifikasi yang dilakukan oleh Magda Bhinnety adalah dalam penyampaian tugas dan cara menjawabnya. Pada tes yang asli, karena diperuntukkan pada kondisi normal, setiap tugas/soal disampaikan secara verbal dan jawaban yang diberikan subyek secara verbal juga, sehingga pelaksanaan tes dilakukan secara individual. Pada situasi bising prosedur tersebut tidak dapat dilakukan, sehingga cara penyampaian tugas/soal dimodifikasi menjadi secara visual melalui tayangan selama 5 detik, dan jawaban subyek dilkukan dengan cara menuliskannya pada lembar jawaban. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa: (a) intensitas kebisingan dibawah 70 dB tidak berpengaruh pada memori jangka pendek, sedangkan intensitas diatas 70 dB, yaitu 85 dB dan 90 dB, berpengaruh secara signifikan, dan (b) semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin menurun memori jangka pendek. Kesimpulan tersebut diperoleh dengan hanya melakukan satu jenis tes memori jangka pendek terhadap subyek “secara langsung” (direct memory test) dengan metode tes usulan Peterson & Peterson yang melibatkan nonsense syllables, yang pada prinsipnya termasuk tes memori tanpa petunjuk (free recall test). Mengingat pengukuran memori jangka pendek secara langsung juga dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu secara cued recall test maupun recognition test, dan pengukuran memori juga dapat dilakukan secara “tidak langsung” (indirect memory test) dengan stem completion test, fragment completion test, dan stem completion of word pairs test, maka studi terdahulu yang dilakukan Bhinnety dkk (1993) tersebut dapat disempurnakan untuk lebih meyakinkan kesimpulan yang diperoleh. Perbedaan pokok dari kedua metode pengukuran memori tersebut terletak pada pemberian instruksi pada subyek pada saat dilakukan tes. Sesuai dengan metode pengukuran memori yang dipakai, maka akan terungkaplah bentuk memori subyek, yang dapat berupa memori eksplisit (explicit memory) apabila metode yang dipakai adalah tes memori langsung atau berupa memori implisit (implicit memory) apabila metode yang dipakai adalah tes memori tidak langsung. Berbeda dengan jenis memori jangka pendek dan memori jangka panjang, yang mencoba menjelaskan sistem memori manusia, memori eksplisit dan memori implisit lebih sesuai dipakai untuk menjelaskan proses pengungkapan memori seseorang. Richardson Klavehn dan Bjork (1988, dalam Hastjarjo, 1995) menggolongkan tes ingatan tidak langsung kedalam empat bentuk, yaitu: (a) test‐tes pengetahuan faktual, konseptual, leksikal dan perseptual, (b) tes pengetahuan prosedural termasuk di dalamnya tes pemecahan masalah dan performansi ketrampilan, (c) pengukuran respon evaluatif, dan (d) pengukuran perubahan perilaku seperti respon neurofisiologis dan kondisioning. Bhinnety dan Sugiyanto (1997) menyempurnakan penelitian terdahulu dengan melakukan semua jenis tes memori jangka pendek terhadap subyek (para mahasiswa Psikologi), baik secara tes langsung (dengan free recall test usulan Peterson & Peterson, recognition test usulan Tulving & Thompson, dan tes penelusuran memori jangka pendek usulan Sternberg), maupun secara tidak langsung (dengan stem/fragment completion test) dalam situasi normal dan bising (intensitas 70 dB, 85 dB, dan 95 dB). Berbagai studi tentang memori jangka pendek dengan menggunakan metode tes langsung maupun tes tidak langsung telah banyak dilaporkan, namun masih dilakukan secara terpisah dan belum dikaitkan dengan kebisingan. Kesimpulan yang diperoleh adalah: (a) intensitas kebisingan berpengaruh terhadap memori jangka pendek apabila metode tes yang dipakai adalah tes memori langsung,

dan semakin tinggi intensitas kebisingan akan semakin menurun memori jangka pendek, (b) intensitas kebisingan tidak berpengaruh terhadap daya ingat jangka pendek apabila metode tes yang dipakai adalah tes memori tidak langsung, (c) faktor kebisingan merupakan bukti baru yang memperkuat adanya disosiasi antara memori eksplisit dan memori implisit, (d) dalam suasana bising proses penelusuran memori jangka pendek cenderung secara serial (satu aitem dalam sesaat) bukannya secara parallel (semua item dalam sesaat), dan (e) dalam situasi bising waktu reaksi untuk merespon positive probe lebih rendah dari negative probe. 3. Memori Jangka Panjang (Long Term Memory) Kemampuan untuk mengingat masa lalu dan menggunakan informasi tersebut untuk dimanfaatkan saat ini merupakan fungsi dari memori jangka panjang. Sistem memori jangka panjang memungkinkan kita untuk seolah-olah hidup dalam dua dunia, yaitu dunia masa lalu dan saat sekarang ini, dan oleh karenanya memungkinkan kita untuk memahami mengalirnya tanpa henti dari pengalaman langsung. Hal-hal yang paling istimewa dari memori jangka panjang adalah kapasitasnya yang tidak terbatas dan durasinya yang seolah-olah tak pernah berakhir. Neurokognisi dan memori jangka panjang Telah lama diketahui bahwa otak merupakan organ yang terlibat langsung dalam proses memori. Permasalahannya adalah menetapkan dibagian mana memori terletak dan bagaimana otak menyimpan informasi dalam sistem memori jangka panjang. Memori terletak pada lokasi-lokasi khusus di otak. Penelitian dengan PET (Possitron Emmissions Topography) menunjukkan bahwa daerah frontal otak berperan mendalam. Sebagaimana diketahui dari studi pasien yang menderita kerusakan otak bagian frontal tersebut, bahwa hippocampus, cortex, dan thalamus merupakan bagian yang esensial dari memori jangka panjang. Memori jangka panjang yang permanen nampaknya tersimpan dan diproses dalam cerebral cortex. Informasi dari mata dan telinga dilewatkan ke visual cortex dan auditory cortex, dan nampaknya memori jangka panjang yang bertipe visual dan auditori juga disimpan di sekitar lokasi tersebut. Bagaimana otak menyimpan informasi dalam memori jangka panjang, dapat dijelaskan melalui hasil studi neurokognitif Donald Hebb berikut ini. Informasi dalam memori jangka pendek akan diubah ke dalam memori jangka panjang apabila informasi tersebut telah tersimpan dalam memori jangka pendek cukup lama. Hal ini terjadi karena dalam memori jangka pendek suatu sirkuit bergema (reverberating circuit) dari aktivitas neural akan terjadi di otak, dengan suatu putaran bangkitan diri dari neuron. Apabila sirkuit tetap aktif dalam suatu periode maka terjadilah perubahan kimiawi atau struktural sehingga memori secara permanen akan tersimpan. Beberapa pengalaman dapat diingat lebih baik dari yang lain, seperti peristiwa yang sangat menggembirakan atau bahkan peristiwa yang sangat traumatis. Studi pada binatang menunjukkan bahwa apabila suatu peristiwa menggembirakan terjadi maka adrenal medulla meningkatkan sekresinya dalam aliran darah adrenalin, yang dapat meningkatkan konsolidasi suatu memori. Penyimpanan dan Struktur Memori Jangka Panjang Seperti halnya pada memori jangka pendek, pada sistem memori jangka panjang informasi disandikan juga secara akustik, visual atau semantik Secara umum memori jangka panjang dapat dibayangkan sebagai tempat penyimpanan (gudang) semua informasi yang saat ini belum perlu digunakan namun potensial

untuk dapat diperolehkembali bila diperlukan. Menurut Bower (1975) beberapa macam informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang meliputi: a. model spasial dari alam di sekeliling kita, struktur simbolis yang berkaitan dengan gambaran tentang suatu rumah, kota, negara, atau planet dan informasi tentang dimana obyek-obyek penting terletak dalam peta kognitif tersebut, b. pengetahuan hukum-hukum fisika, kosmologi, sifat obyek dan segala sesuatu yang terkait dengannya, c. keyakinan kita terhadap orang, diri sendiri, dan tentang bagaimana berperileku dalam situai sosial yang bervariasi, d. nilai-nilai dan tujuan sosial yang kita cari, e. ketrampilan motorik dalam mengemudi, bersepeda dan sejenisnya; ketrampilanmenyelesaikan masalah untuk berbagai situasi; rencana‐rencana kita untuk mencapai sesuatu, f. ketrampilan perseptual dalam memahami bahasa atau menginterpretasikan lukisan atau music Informasi‐informasi dalam sistem memori jangka panjang tersimpan secara terorganisir dalam berbagai cara. Informasi baru yang masuk ke memori jangka panjang tidak memerlukan pembuatan suatu jaringan baru, namun disimpan dalam organisasi yang telah ada. Kapasitas dan durasi memori jangka panjang secara umum tidak terbatas, namun terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan kelupaan atau ketidak berhasilan untuk memunculkan informasi yang telah tersimpan di memori jangka panjang, yang diuraikan dalam paragraf 4. Memori autobiography Memori otobiografi (autobiography) merupakan memori yang terkait dengan histori masa lalu seseorang. Salah satu penyebab mengapa jenis memori ini menarik untuk dikaji secara psikologis adalah karena memori tersebut menyangkut suatu histori seseorang yang khas (unique). Memori otobiografi ini dapat memberikan banyak informasi kepada kita tentang kepribadian dan konsep diri seseorang. Berbagai penelitian tentang memori otobiografi pada prinsipnya adalah mengkaji kemampuan mengingat kembali (recall) peristiwa-peristiwa dalam setting natural yang pernah dialami seseorang dalam kehidupan sehariharinya. Mengingat kembali tanggal kejadian suatu peristiwa penting yang pernah dialaminya, tanggal peristiwa penting dalam sejarah, mengenali kembali (recognition) wajah teman-teman sekolah pada suatu acara reuni setelah 25 tahun berpisah, mengenali kembali wajah-wajah mahasiswa yang pernah diasuhnya, merupakan topic-topik studi yang menarik dalam memori otobiografi. Flushbulb memory Flushbulb memory merupakan memori pada situasi dimana seseorang untuk pertama kalinya belajar/mencoba sesuatu yang sangat berkesan baginya atau yang secara emosional menyentuh perasaannya. 4. Kelupaan Seseorang dapat lupa akan suatu informasi yang pernah diterimanya karena beberapa hal berikut ini.

a. Displacement Informasi yang pernah diperoleh menghilang dari sistem memori jangka pendek karena masuknya tambahan informasiinformasi baru yang terlalu banyak ke dalam sistem memori jangka pendek tersebut. b. Interferensi (interference) Terganggunya proses pemunculan kembali informasi yang telah ada, yang disimpan pada sistem memori jangka pendek maupun memori jangka panjang, karena dua macamcsebab yaitu: (1) interferensi retroaktif, dimana informasi baru yang masuk mengganggucproses pemunculan kembali informasi yang telah ada, dan (2) interferensi proaktif, dimana informasi lama yang telah ada mengganggu proses pemunculan kembali informasi yang baru masuk (Feldman, 1999). Keadaan lain yang mungkin terjadi adalah bahwa seseorang dapat memunculkan kembali beberapa informasi yang pernah diterimanya di bawah kondisi-kondisi khusus tertentu, misalnya dengan cara hipnotis maupun stimulasi listrik secara langsung pada daerah-daerah tertentu di otak (Goodale & Goldberg, 1978). Seseorang kadang-kadang tidak ingat suatu informasi yang pernah diperolehnya secara keseluruhan, tetapi hanya ingat sebagian saja dari informasi tersebut. Kondisi ini dikenal dengan istilah distorsi. Dalam hal ini proses pemunculan kembali tidak sempurna, dan memerlukan suatu isyarat atau petunjuk (cue) untuk memperoleh kembali informasi tersebut secara lengkap.

LEARNING AND MEMORY Dr ISKANDAR JAPARDI Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara Pendahuluan Manusia dewasa mempunyai lebih dari 100 milyar neuron, yang satu sama lain berhubungan secara spesifik dan rumit sehingga memungkinkan untuk mengingat, melihat, belajar, berpikir, kesadaran dan lain-lain (Schatz 1992). Struktur otak terbentuk sesuai dengan program yang secara biologis tersimpan dalam DNA, dan organ tersebut baru bekerja setelah selesainya seluruh penataan yang rumit tersebut. Pada saat baru lahir, hampir seluruh neuron yang harus dimiliki sudah ada, tapi berat otaknya hanya ¼ dari otak dewasa. . Otak menjadi bertambah besar karena pembesaran neuron , bertambahnya jumlah akson dan dendrit sesuai dengan perkembangan hubungan antar sesamanya.. Untuk menyempurnakan perkembangan maka anak kecil harus diberi rangsangan melalui raba, speech (berbicara) dan images (daya hayal) . (Bloom 1988, Schatz 1992) Pada referat ini akan dibahas mengenai belajar dan mengingat (Learning and memory) Defenisi Menurut Bloom (1988) defenisi belajar adalah perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman . Secara praktis dan diasosiasikan sebagai proses memperoleh informasi . Menurut Kupferman (1981) belajar adalah proses dimana manusia dan binatang menyesuaikan tingkah lakunya sebagai hasil dari pengalaman . Memory ingatan adalah proses dimana informasi belajar disimpan dan dapat dibaca kembali (dikeluarkan kembali) . Terdapat 2 macam proses belajar yang umum, yaitu asosiatif dan non asosiatif ; belajar yang asosiatif melibatkan terbentuknya asosiasi antara stimulus; belajar yang non asosiatif adalah belajar yang non asosiatif adalah belajar yang sederhana dan tidak melibatkan terbentuknya asosiasi antara stimulus dan respons . (Kupferman 1981) Proses belajar yang dasar adalah belajar non asosiatif; termasuk didalamnya adalah habituasi dan sensitisasi . Habituasi adalah menurunnya resopon refleks tingkah laku terhadap stimulus bila stimulus tersebut diulang-ulang dan tidak menimbulkan efek yang berbahaya . Ini terjadi bila makhluk tersebut sering terpapar dengan rangsangan yang tidak menimbulkan iritasi atau bahaya, sehingga ia tidak berespons lagi terhadap rangsangan tersebut (tidak mengindahkannya) . (Kupferman 1981, Blom 1988) Pseudoconditionig atau sensitisasi, merupakan kebalikan dari habituasi. Terdapat peningkatan respons refleks terhadap rangsangan yang menimbulakan bahaya; sehingga akan menghindari rangsangan tersebut . (Kupferman 1981, Bloom 1988) Habituasi dan sensitisasi ini pada binatang percobaan akan berlangsung selama beberapa jam. Para peneliti menemukan bahwa proses belajar jangka pendek tersebut tergantung perubahan pada synaps antara neuron sensoris dan motoris. Bila suatu stimulasi berkelanjutan maka neurotransmiter yang dikeluarkan dari neuron sensoris melewati synaps ke neuron motoris akan berkurang, sehingga aktifasi yang terjadi kurang bersemangat. (Bloom 1988). Habituasi dan sensitisasi ini pada binatang percobaan akan berlangsung selama beberapa jam. Para peneliti

menemukan bahwa proses belajar jangka pendek tersebut tergantung perubahan paa synaps antara neuron sensoris dan motoris. Bila suatu stimuli berkelanjutan maka neutransmiter yang dikeluarkan dari neuron sensoris melewati synaps ke neuron motoris akan berkurang, sehingga aktifasi yang terjadi kurang bersemangat. (Bloom 1988). Terdapat 2 macam bentuk belajar yang asosiatif yaitu kondisi Operant (Operant Conditioning) dan Kondisi Klasik (Classical Conditioning). Kondisi Klasik (Pavlovian) adalah suatu proses dimana binatang belajar bahwa dengan stimulus yang satu dapat meramalkan stimulus yang akan datang. Misalnya bila setelah diberi rangsangan lampu lalu diikuti dengan adanya makanan, maka setelah dilatih beberapa kali, akan memperlakukan seolah-olah lampu itu sama dengan makanan, sehingga dengan melihat lampu akan terjadi salivasi. Lebih lanjut kondisi klasik itu dibagi atas appetitive conditioning dimana unconditional stimulusnya berbahaya atau hukuman. Kondisi klasik adalah terbentuknya asosiasi antara 2 rangsangan yaitu conditional stimulus dan unconditional stimulus. Kondisi Operant (instrumental conditioning atau trial and error learning), mengandung asosiasi antara respons dan stimulus. Kondisi klasik terbatas pada respons refleks yang spesifikasi dan spesifik. Kondisi operant melibatkan tingkah laku (operant), terjadi secara spontan, stimulus yang meningkatkannya tidak dikenali. Proses belajar yang lain, prinsipnya sama dengan kondisi Operant dan klasik tapi lebih kompleks, disebut tipe belajar yang kompleks. Pada manusia dikenal proses belajar yang volunter (atas kehendak), misalnya terbentuknya suatu konsep atau ketrampilan tertentu. (Bloom 1988). Sistem memory pada manusia Menurut Lashley’s banyak daerah dan struktur di otak sebagaimana corteks serebri juga berperan dalam belajar dan mengingat. Ingatan juga kelihatannya didistribusikan secara berlebihan didaerah korteks. Untuk mengingat sesuatu manusia harus berhasil melakukan 3 hal yaitu mendapatkan informasi, menyimpannya dan mengeluarkan kembali (memanggil kembali). Kegagalan dalam mengingat sesuatu dapat disebabkan karena gangguan pada salah satu dari ke 3 proses tersebut. (Bloom 1988). Secara neurobiologi pada proses belajar dan ingatan terdapat 4 prinsip dasar, yaitu: 1. Ingatan mempunyai beberapa tahap dan selalu berubah 2. Ingatan jangka panjang akan terjadi perubahan fisik pada otak 3. jejak ingatan didistribusikan diseluruh sistem saraf 4. Hipokampus dan lobus temporalis kelihatannya mempunyai fungsi yang unik dalam proses ingatan manusia. Tahapan ingatan Menurut Donald Hebb (1949), ingatan dibedakan atas ingatan jangka pendek (short term memory) dan ingatan jangka panjang (long term memory). Ingatan jangka pendek adalah suatu proses aktif yang berlangsungnya terbatas, tidak meninggalkan bekas. Ingatan jangka pendek ini diperantarai oleh post titanic potensiation atau inhibisi presynaptik. Bentuk belajar jangka pendek yang paling sederhana disimpan dalam perubahan fisik dalam reseptor perifer yang sifatnya sementara.

Pada percobaan model mengenai proses ingatan, digambarkan bahwa input kedalam otak akan diproses dipenyimpanan ingatan jangka pendek; kemudian melalui beberapa proses akan diubah ketempat penyimpanan jangka panjang yang lebih permanen. Model ini juga dilengkapi dengan fungsi untuk mencari tempat penyimpanan ingatan dan membaca kembali informasi yang diperlukan pada keadaan tertentu. Pada model tersebut gangguan pada retensi pengalaman yang baru terjadi dapat disebabkan oleh kerusakan sebagian tempat penyimpanan ingatan atau gangguan dalam mekanisme pencarian dan pembacaan ulang. (Kupferman 1981). Sesudah suatu trauma kepala dapat terjadi retograd amnesia (lupa akan pelajaran yang baru terjadi), terutama kejadian baru terjadi, sedangkan kejadian yang sudah lalu lebih resisten terhadap gangguan. Proses pemanggilan kembali ingatan yang relatif baru mudah terganggu kecuali bila sudah disimpan dalam penyimpanan ingatan ingatan jangka panjang, yang relatif lebih stabil. Dengan lamanya waktu, akan terjadi penurunan tempat penyimpanan secara bertahap atau berkurangnya kapasitas untuk memanggil kembali informasi walau tidak ada trauma dari luar. Jadi proses ingatan itu akan selalu berubah sesuai dengan waktu. Ingatan jangka panjang akan menimbulkan perubahan fisik pada otak Ingatan jangka panjang dihasilkan oleh perubahan struktural pada sistem saraf, yang terjadi karena aktifasi berulang terhadap lingkaran neuron (loop of neuron). Lingakaran tersebut dapat dari korteks ke thalamus atau hipokampus, kembali lagi ke korteks. Aktifasi berulang terhadap neuron yang membentuk loop tersebut akan menyebabkan synaps diantara mereka secara fungsional berhubungan. Sekali terjadi hubungan, maka neuron tersebut akan merupakan suatu kumpulan sel, yang bila tereksitasi pada neuron tersebut akan terjadi aktifasi seluruh kumpulan sel tersebut. Dengan demikian dapat disimpan dan dikembalikan lagi oleh berbagai sensasi, pikiran atau emosi yang mengaktifasi beberapa neuron dari kumpulan sel tersebut. Menurut Hebb perubahan struktural tersebut terjadi di sinaps. (Kupferman 1981, Bloom 1988). Jejak memory didistribusikan secara luas Untuk mengingat sesuatu, seseorang harus berhasil melaksanakan 3 hal, yaitu mendapatkan informasi, menahan/meyimpannya dan mengeluarkannya. Bila kita lupa akan sesuatu, maka gangguan dapat terjadi pada bagian mana saja dari ke 3 proses tersebut. (Bloom, 1988). Ingatan atau memory tidaklah sesederhana seperti ini. Memory adalah proses aktif, karena ilmu pengetahuan berubah terus, selalu diperiksa dan diformulasi ulang oleh pikiran otak kita. Menurut Jerome Bruner manusia mempunyai kapasitas dan kecendrungan untuk berubah karena menghadapi kejadian yang umum. Ingatan mempunyai beberapa fase; yaitu waktunya sangat singkat (extremely short term)/ingatan segera (immediate memory) (item hanya dapat disimpan dalam beberapa detik). Ingatan jangka pendek (short term) (items dapat ditahan dalam beberapa menit), ingatan jangka panjang (long term) (penyimpanan berlangsung beberapa jam sampai seumur hidup. Ingatan tidak terlokalisir pada struktur tertentu adri otak. Menurut Pavlov proses belajar terbatas pada neocorteks, menurut P.S. Surrager dan E. Culler 1940 kondisi klasik refleks sederhana yang tertentu dapat diperantarai oleh medulla spinalis, walaupun hubungan telah terputus dari otak. Jadi seluruh sistem saraf mempunyai alat yang dibutuhkan untuk penyimpanan memory.

Hipokampus dan Lobus Temporalis berperan dalam ingatan manusia Hal-hal yang berasal dari ingatan jangka pendek dapat diubah untuk disimpan menjadi ingatan jangka panjang oleh hipokampus. Hipokampus (terletak diantara lobus temporal otak) dan bagian media lobus temporal (bagian yang terletak paling dekat dengan garis tengah badan) juga berperan dalam proses penggabungan ingatan (memory consolidation). Yang dimaksud dengan konsolidasi ingatan yaitu perubahan secara fisik, psikologis yang berlangsung terus menerus selama terjadinya organisasi otak dan informasi ulang yang dapat merupakan bagian dari ingatan permanen. Setelah sebagian informasi masuk kedalam ingatan jangka panjang, sebagian lagi masih dalam proses transformasi, mungkin sebagian lagi terlupakan sebelum dia disimpan secara menetap. Kelihatannya hipokampus dan daerah media temporal berperan dalam formal dan pembentukan memory, dan tidak sebagai tempat penyimpanan permanen (menetap); sehingga pada kerusakan daerah ini ingatan yang lalu tetap utuh, sedangkan ingatan yang baru terjadi atau belum sempat tersimpan akan terganggu. Terjadi kehilangan kapasitas pembentukan ingatan jangka panjang yang baru, sedangkan ingatan jangka pendek tidak terganggu, dan kehilangan perubahan dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang pada seluruh tahapan belajar. Gangguan ini terlihat jelas pada defisit ingatan verbal, tapi pasien ini tetap dapat mempelajari kemampuan motoris tertentu. Menurut Larry Squire (1984) pada saat mempelajari sesuatu, bagian temporal membentuk hubungan dengan tempat penyimpanan memory didaerah lain diotak, Terutama bagian lain dikorteks. Interaksi ini membutuhkan waktu beberapa tahun selama berlangsungnya reorganisasi memory. Reorganisasi ini melibatkan physical remodelling dari sirkuit neural . Pada suatu saat dimana reorganisasi dan remodeling selesai, bila memeory telah tersimpan secara menetap di korteks, daerah temporal tidak lagi dibutuhkan untuk membantu retensi memory atau pemanggilan ulang. Pasien dengan lesi lobus temporalis tidak mengalami defisit pada penyimpanan ingatan secara primer, tapi mengalami gangguan pada pemanggilan ulang memory. Prosedur dan Declarative memory Otak memproses 2 macam informasi secara berbeda dan penyimpanagnnyapun berbeda pula. Pengetahuan prosedural (procedural knowledge) adalah pengetahuan mengenai bagaimana melakukan sesuatu. Pengetahuan declarative (declarative knowledge) mengandung sesuatu yang jelas, pencatatan yang dapat diterima oleh individu dari pengalaman baru, rasa telah mengetahui akan pengalaman tersebut. Pengetahuan deklarative membutuhkan proses di daerah temporal dan bagian dari thalamus, sedangkan pengetahuan prosedural tidak melalui proses tersebut. Kemungkinan belajar prosedural (procedural learning) ini pada evolusi terbentuk lebih awal dari belajar deklarative (declarative learning). Contoh belajar procedural adalah habituasi dan kondisi klasik (Pavlov), dimana proses belajar yang tidak disadari. Ingatan prosedural terjadi dengan adanya perubahan biokimia atau biofisika hanya pada sirkuit neural yan langsung terlibat dalam belajar prosedur tersebut. Pada ingatan declarative perlu terjadi remodelling dari sirkuit neural. Selain adanya perbedaan fungsional pada berbagai aspek memory, adalagi faktor kualitatif pada proses belajar pada manusia yang mempengaruhi apakah informasi tersebut disimpan

dalam ingatan dan dapat dipanggil kembali, yaitu apakah aksi tersebut dapat mengakibatkan dapat hadiah atau hukuman. Hadiah dan hukuman pada belajar dan mengingat Kondisi Operant (Operant Conditioning) adalah nama teori belajar yang mencoba menjelaskan bagaimana tingkah laku terbentu dan akibatnya. Menurut BF Skinner, perbedaan antara kondisi klasik dengan kondisi operant adalah tidak melibatkan refleks. Tingkah laku operant (operant behaviour) adalah tingkah laku yang diperlihatkan oleh manusai atau binatang atas kehendak dan wajar. Teori ini mengatakan bahwa tingkah laku operan sebagai hasil dari pengalaman sehingga didapatkan tingkah laku yang bagaimana yang disukai dan akan diulang oleh seseorang dan mana yang tidak disukai dan tidak akan diulangi. Prinsip dasar yang sangat penting dalam menentukan tingkah laku yang bagaimana yang dipelajari dan di ingat oleh manusia dan binatang.. Penelitian Mc Gaugh menyimpulkan pengaruh amigdala terhadap bagian lain di otak, dikombinasikan dengan pengaruh dari hormon circulating (terutama norepinefrin adrenal), dapat mempengaruhi konsolidasi memory. Mekanisme cara kerja hormonal belum diketahui dengan jelas karena hormon tersebut tidak melewati blood brain barrier. Dalam penyimpanan memory terdapat proses fisiologis yang salah satunya dibawa oleh amigdala, yang akan memodulasi aktifasi sel memory. Aktifitas amigdala juga secara tidak langsung akan mempengaruhi norepinefrin dan hormon circulating yang lain. Ini menjelaskan terjadinya peranan hadiah dan motivasi, pada belajar. Fungsi otak dalam memory Pada manusia, hipokampus, amigdala dan struktur yang berhubungan berperan pada konsolidasi memory dan pada perubahan deklaratif memory menjadi ingatan jangka panjang. Daerah thalamus berperan pada initial coding pada informasi deklarative tertentu. Proses belajar deklaratif pada manusia dilakukan oleh lobus temporalis dan bagian dari thalamus. Pada binatang percobaan ada daerah yang berperan dalam proses penyimpanan informasi yaitu: Cerebelum: Menurut Mc Cormick (1982) banyak respon belajar yang konditioning disimpan di serebelum, misalnya kelinci dikondisikan untuk mengedipkan mata karena suara. Dilakukan latihan dengan menyemprotkan udara langsung kemata kelinci setiap kali ada rangsangan suara. Jejak memorynya terletak di nucleus serebelar yang dalam. (Bloom 1988). Hipokampus: Pada tikus hipokampus berperan dalam mempelajari spatial map. Pada binatang percobaan bila sel hipokampus dirangsang berulang-ulang dengan elektrode maka sel akan tersu bekerja sampai beberapa minggu setelah rangsangan berakhir, ini disebut long term potentiation. Ini memungkinkan binatang untuk memperoleh sesuatu. Korteks: Untuk mempelajari hal yang sederhana pada habituasi dan conditioning tidak memerlukan fungsi kortikal yang lebih tinggi. Pada binatang yang lebih tinggi lapisan kortikalnya lebih tebal dan struktural neuralnya lebih rumit. Pada manusia dimana korteksnya menonjol terjadi pul aperubahan tersebut. Adanya hubungan dengan struktur lain di otak, memungkinkan manusia untuk memproses informasi dan meyimpan pengalaman didalam korteks.

Pada kerusakan otak dapat terjadi amnesia. Dikenal ada 4 macam amnesia, yaitu: 1 Amnesia yang terjadi pada H.M., seorang epilepsi yang dioperasi kedua hipokampus dan amigdala. Terdapat gangguan untuk memindahkan deklaratif memory dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang. Dia tidak dapat mengingat kenyataan di dunia tapi dapat belajar bagaimana untuk melakukan sesuatu. 2 Amnesia pada N.A., yang menderita penetrating brain injury. Ingatan jangka panjang yang terjadi sebelum kejadian tidak terganggu, tidak dapat mempelajari sesuatu yang baru, terutama materi verbal. Dengan cepat akan melupakan sederatan kata-kata, tetapi dapat mengingat wajah, lokasi spasial dan lain lain. Terjadi pada kerusakan thalamus nucleus dorsomedial kiri. 3 Syndroma Korsakoff penyakit alkoholism kronis yang tidak makan untuk waktu yang lama. Terjadi defisiensi B1 yang biasanya progresif. Terjadi gangguan pad apembentukan memory yang baru, tapi juga amnesia akan kejadian sebelumnya. Terjadi kerusakan pada nukleus dorsomedial dan kehilangan neuron di serebelum dan korteks serebri, sering di lobus frontal. 4 Terapi shock elektrokonvulsif (ECT). Terjadi gangguan pad akejadian yang baru terjadi, sedangkan ingatan jangka panjang tetap utuh. Kesimpulan Proses belajar dan mengingat merupakan hal yang rumit, sirkuitnya berbedabeda tergantung dari macamnya tingkat belajar dan tingkatan makhluk yang mempelajarinya. Lama penyimpanannya bervariasi tergantung dari tingkat penyimpanannya (jangka pendek atau jangka panjang).

REFERENSI

Bhinnety, Magda.STRUKTUR DAN PROSES MEMORI.VOLUME 16.halaman 74-88 CARLSON , N.R..2002.FISIOLOGI PERILAKU.jilid 2.Jakarta : Erlangga JAPARDI, ISKANDAR.2000.LEARNING AND MEMORY.halaman 17.USU digital library

Related Documents

Kelompok
May 2020 52
Kelompok
May 2020 50
Kelompok
May 2020 61
Kelompok
June 2020 49

More Documents from "Oghie Setiadi"

Document (1).docx
November 2019 2
Keygibee 1.docx
October 2019 5