Biomolekuler.docx

  • Uploaded by: Banu Huda
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Biomolekuler.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,834
  • Pages: 60
Resume Materi Biomolekulr

DISUSUN OLEH

Nama

: HENDRAWAN BANU HUDA

NIM

: 18728251024

Prodi/Kelas

: Pendidikan Kimia/B

Dosen

: Dr. Rer nat Senam, M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2019

PCR (Polimerase Chain Reaction)

A. PENDAHULUAN Reaksi berantai polimerase atau lebih umum dikenal sebagai PCR (polymerase chain reaction) merupakan suatu teknik atau metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanpa menggunakan organisme. Metode ini pertama kali dikembangkan pada tahun 1985 Oleh seorang biokimia Amerika Serikat Kary B. Mullis. Metode PCR dilakukan dengan menyalin sejumlah kecil DNA, sehingga didapatkan jutaan cetak dari tiap segmen dalam beberapa jam. Metode ini menjadi penerobosan revolusioner di bidang biokimia dan genetika serta memungkinkan adanya

Gambar 1. Kary B. Mullis

metode diagnostik baru di bidang kedokteran dan forensik. PCR digunakan untuk melipatgandakan satu molekul DNA. Metode ini juga sering digunakan untuk memisahkan gen-gen berkopi tunggal dari sekelompok sekuen genom. Dengan menggunakan metode PCR dapat diperoleh pelipatgandaan suatu fragmen DNA (110 bp, 5×109 mol) sebesar 200.000 kali setelah dilakukan 20 siklus reaksi selama 220 menit 1. KOMPONEN PCR (Polimerase Chain Reaction) a.

Primer Primer adalah sepasang DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. PCR hanya mampu menggandakan DNA pada daerah tertentu sepanjang maksimum 10000 bp saja, dan dengan teknik tertentu bisa sampai 40000 bp.

b. DNA Template (cetakan) yaitu DNA untai ganda yang membawa urutan basa fragmen yang akan digandakan. c. DNA Polimerase yaitu enzim yang mengkatalisis polimerisasi nukleotida menjadi untaian DNA. d. Oligonukleotida Primer yaitu DNA utas tunggal atau oligonukleotida pendek yang menginisiasi sekaligus membatasi reaksi pemanjangan rantai atau polimerisasi DNA. e. dNTP (deoxynucleoside triphosphate) dNTP alias building blocks sebagai ‘batu bata’ penyusun DNA yang baru. dNTP terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa penyusun DNA, yaitu dATP, dCTP, dGTP dan dTTP. f. Buffer

Buffer yang biasanya terdiri atas bahan-bahan kimia untuk mengkondisikan reaksi agar berjalan optimum dan menstabilkan enzim DNA poly g. Ion Logam Ion logam bivalen, umumnya Mg2+, fungsinya sebagai kofaktor bagi enzim DNA polymerase. Tanpa ion ini enzim DNA polymerase tidak dapat bekerja. Ion logam monovalen, kalsium (K+). 2. PENGGOLONGAN TEKNIK PCR Berdasarkan pasangan primer yang digunakan dalam teknik PCR, maka ada dua macam teknik PCR yaitu: a. Metode yang menggunakan sepasang primer (primer yang ditempatkan di awal dan di akhir unit transkripsi) dimana primer-primer tersebut sangat spesifik urutannya untuk menyambungkan dirinya dengan segmen DNA. b. Metode yang menggunakan primer tunggal (primer yang ditempatkan di awal unit transkripsi atau di akhir unit transkripsi) 3. Prinsip PCR Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah metode untuk amplifikasi (perbanyakan) primer oligonukleotida diarahkan secara enzimatik urutan DNA spesifik. Teknik ini mampu memperbanyak sebuah urutan 105-106-kali lipat dari jumlah nanogram DNA template dalam latar belakang besar pada sequence yang tidak relevan (misalnya dari total DNA genomik). Sebuah prasyarat untuk memperbanyak urutan menggunakan PCR adalah memiliki pengetahuan, urutan segmen unik yang mengapit DNA yang akan diamplifikasi, sehingga oligonucleotides tertentu dapat diperoleh. Hal ini tidak perlu tahu apa-apa tentang urutan intervening antara primer. Produk PCR diamplifikasi dari template DNA menggunakan DNA polimerase stabil-panas dari Thermus aquaticus (Taq DNA polimerase) dan menggunakan pengatur siklus termal otomatis (PerkinElmer/Cetus) untuk menempatkan reaksi sampai 30 atau lebih siklus denaturasi, anil primer, dan polimerisasi. Setelah amplifikasi dengan PCR, produk ini dipisahkan dengan elektroforesis gel poliakrilamida dan secara langsung divisualisasikan setelah pewarnaan dengan bromida etidium. PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan (amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi oleh dua buah primer oligonukleotida. Primer yang digunakan sebagai pembatas daerah yang diperbanyak adalah DNA untai tunggal yang urutannya komplemen dengan

DNA templatnya. Proses tersebut mirip dengan proses replikasi DNA secara in vivo yang bersifat semi konservatif. PCR memungkinkan adanya perbanyakan DNA antara dua primer, hanya di dalam tabung reaksi, tanpa perlu memasukkannya ke dalam sel (in vivo). Pada proses PCR dibutuhkan DNA untai ganda yang berfungsi sebagai cetakan (templat) yang mengandung DNA-target (yang akan diamplifikasi) untuk pembentukan molekul DNA baru, enzim DNA polimerase, deoksinukleosida trifosfat (dNTP), dan sepasang primer oligonukleotida. Pada kondisi tertentu, kedua primer akan mengenali dan berikatan dengan untaian DNA komplemennya yang terletak pada awal dan akhir fragmen DNA target, sehingga kedua primer tersebut akan menyediakan gugus hidroksil bebas pada karbon 3’. Setelah kedua primer menempel pada DNA templat, DNA polimerase mengkatalisis proses pemanjangan kedua primer dengan menambahkan nukleotida yang komplemen dengan urutan nukleotida templat. DNA polimerase mengkatalisis pembentukan ikatan fosfodiester antara OH pada karbon 3’ dengan gugus 5’ fosfat dNTP yang ditambahkan. Sehingga proses penambahan dNTP yang dikatalisis oleh enzim DNA polimerase ini berlangsung dengan arah 5’→3’ dan disebut reaksi polimerisasi. Enzim DNA polimerase hanya akan menambahkan dNTP yang komplemen dengan nukleotida yang terdapat pada rantai DNA templat. PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan (denaturasi) rantai DNA templat, penempelan (annealing) pasangan primer pada DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang dikaalisis oleh DNA polimerase

. B. PROSES PCR Tahap-tahap pada PCR:

Gambar 2. Tahapan PCR

1. Denaturasi Denaturasi dilakukan pada suhu 90-95°C, sehingga terjadi pemisahan utas ganda DNA menjadi dua utas tunggal DNA yang menjadi cetakan (template) tempat penempelan primer dan tempat kerja DNA polimerase. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basabasa yang komplemen. 2. Annealing (penempelan) suhu diturunkan untuk penempelan primer oligonukleotida pada sekuens yang komplementer pada molekul DNA cetakan. Tahap ini disebut annealing. Suhu campuran diturunkan sampai mencapai 55-65°C Selama tahap ini, primer berpasangan dengan sekuens komplementernya di dalam DNA cetakan. Primer oligonukleotida melekat pada masing-masing utas tunggal DNA dengan arah yang berlawanan; satu primer melekat pada ujung untai DNA sense, sedangkan primer yang lain melekat pada ujung utas DNA antisense 3. Ekstensi (Polimerisasi) Tahap ekstensi yang dilakukan pada suhu 72°C. Suhu ini merupakan suhu optimum untuk kerja enzim Taq DNA polimerase. Pada tahap ini enzim Taq DNA polimerase mengkatalis reaksi penambahan mononukleotida pada primer yang sesuai dengan utas DNA komplemen yang berada di sebelahnya. Suhu pada setiap

tahap diatur sedemikian rupa sehingga dihasilkan amplifikasi sekuens target DNA yang efisien. Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72˚C. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polimerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan di amplifikasi secara eksponensial (disebut amplikon yang berupa untai ganda), sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x. Dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 copy dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial.

Gambar 3. Proses Penggandaan

C. APLIKASI PCR 1. Isolasi Gen, untuk mengisolasi gen penghasil insulin dari DNA genom manusia dan menyisipkannya ke sel bakteri, diperlukan DNA pencari atau dikenal dengan nama ‘probe’ yang memiliki urutan basa nukleotida sama dengan gen yang kita inginkan. Probe ini bisa dibuat dengan teknik PCR menggunakan primer yang sesuai dengan gen tersebut. 2. DNA Sequencing, urutan basa suatu DNA dapat ditentukan dengan teknik DNA Sequencing, dimana proses awalnya adalah reaksi PCR menggunakan satu primer dengan tambahan dideoxynucleotide.

3. Forensik, jika proses identifikasi korban secara fisik sulit dilakukan, maka dilakukan pengujian DNA dengan mengambil sampel dari bagian tubuh manapun, kemudian dilakukan analisa PCR untuk mengamplifikasi bagian-bagian tertentu DNA yang disebut fingerprints. Hasilnya dibandingkan dengan DNA sidik jari keluarga yang memiliki pertalian darah. 4. Diagnosa Penyakit, PCR merupakan teknik yang sering digunakan untuk diagnosa penyakit berbahaya seperti Influenza A(H1N1).

KLONING GEN A. PENDAHULUAN Secara etimologi, pengertian kloning berasal dari bahasa Inggris yang berarti "cloning" yang memiliki pengertian bahwa kloning adalah suatu usaha menciptakan duplikat suatu organisme melalui proses aseksual atau dengan arti lain, membuat fotokopi atau pengadaan dari suatu makhluk hidup dengan cara aseksual. Arti kata dalam bahasa Inggris tersebut merupakan suatu istilah baru dalam kosa kata bahasa Inggris di tahun 1970-an. Kloning = “clone” duturunkan dari bahasa Yunani “klon” yang berarti potongan yang digunakan untuk memperbanyak tanaman. Kloning sel adalah mendupulikasi sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat –sifat genetik yang identik. Sedangkan kloning gen adalah sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen dimasukkan dalam sel inang.

Gambar 4. Kloning sel dan gen

Secara terminologis kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya. Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa melalui proses seksual. Klon memiliki arti menggandakan atau memperbanyak. Istilah Clone muncul dengan arti memperbanyak DNA pada bakteri. Para ilmuwan memperluas pengertian disetiap individu yang darinya dapat dihasilkan individu baru tanpa melalui perkawinan meski satu saja disebut juga dengan mengklon. Prinsipnya mengklon individu baru ialah dengan mengganti inti telur dengan suatu inti sel definitif yang kemudian dilakukan perangsangan telur agar mampu tumbuh, inti telur tersebutlah yang mengandung separuh kromosom sel definitif yang disebut dengan haploid.

Formatted: Heading 1, Left, Add space between paragraphs of the same style, Line spacing: single

1. Jenis-Jenis Kloning Berdasarkan penjelasan diatas terdapat berbagai macam jenis kloning yang dikenal, antaranya sebagai berikut: a. Kloning DNA rekominan. Kloning adalah pemindahan sebagian rantai DNA yang diinginkan dari suatu organisme di satu element replikasi genetik, contohnya penyisipan DNA dalam plasmid bakteri untuk mengklon satu gen. b. Kloning Reproduktif. Kloning reproduktif merupakan teknologi yang digunakan dalam menghasilkan hewan yang sama. c. Kloning Terapeutik. Kloning ini merupakan untuk memproduksi suatu embrio manusia sebagai bahan dalam penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan

sel

batang

yang

difungsikan

dalam

mempelajari

perkembangan manusia dan dalam penyembuhan penyakit. B. PROSES KLONING 1. KOMPONEN KLONING GEN Kloning melibatkan lima komponen utama, yaitu : a. Fragmen DNA (Gen) Fragmen DNA yang akan dikloning disebut juga DNA Sisipan (Insert). Tujuan kloning adalah memperbanyak suatu fragmen DNA dari suatu organisme dalam suatu sel inang. Namun tujuan akhirnya bisa bermacam-macam, diantaranya: produksi protein penting dengan skala besar, untuk deteksi patogen atau sel abnormal, dan identifikasi DNA sidik jari pada kasus forensik dan hubungan kekerabatan antara individu. Fragmen DNA yang akan dikloning diperoleh dengan 2 cara, yaitu : Produk PCR dan Fragmen DNA hasil pemotongan dengan Enzim Restriksi yang spesifik. b. DNA Vektor DNA Vektor merupakan pembawa molekul DNA di dalam proses pengklonan Gen. Plasmid sendiri merupakan salah satu vektor yang biasa digunakan dalam proses pengklonan gen. Plasmid ialah molekul DNA rantai ganda yang berbentuk (tak berujung) yang berukuran kecil dan terdapat di dalam sitoplasma. Karakteristik yang penting dari plasmid adalah dapat melakukan replikasi, terdapat di luar kromosom dan secara genetik dapat ditransfer dengan stabil. Plasmid terdapat baik secara alami maupun sudah mengaami modifikasi yang disesuaikan dengan keperluan di dalam manipulasi genetik keunggulan Plasmid :

1) Plasmid dapat bereplikasi sendiri di dalam sel inang karena mempunyai suatu urutan DNA spesifik. 2) Plasmid telah memiliki sisi pengenalan beberapa enzim restriksi sehingga dapat disisipi DNA asing. 3) Plasmid mengandung gen resistensi terhadap antibiotik, yang berguna untuk seleksi DNA rekombinan c. Enzim Restriksi Enzim Restriksi ialah enzim yang berasal dari mikroba yang bekerja untuk memotong sekuens atau urutan DNA rantai ganda secara spesifik. Sekuen pengenalan merupakan sekuen DNA yang menjadi tempat menempelnya enzin restriksi saat melakukan pemotongan. Enzim ini mempunyai nama lain yaitu Endonuklease Restriksi. Enzim ini bekerja secara spesifik dengan memotong 4 sampai dengan 6 pasangan basa. Enzim Restriksi memiliki 3 tipe : 1) Tipe I memotong DNA secara acak dan jauh dari sekuens pengenalannya. 2) Tipe II memotong DNA dekat atau pada sutu pengenalan 3) Tipe III tidak digunakan dalam laboratorium dikarenakan enzim ini memotong di luar situs pengenalan dan membutuhkan dua sekuen dengan orientasi berlawanan pada DNA yang sama untuk menyelesaikan pemotongan, sehingga enzim ini jarang menghasilkan potongan sempurna Prinsip Kerja Enzim Restriksi 1) Enzim restriksi yang digunakan adalah enzim endonuklease restriksi. Enzim pemotong ini mengenali DNA pada situs kusus dan memotong pada situs tersebut. 2) Situs pengenalan enzim restriksi adalah daerah yang simetri dengan poliandrom, artinya bila kedua utas DNA tersebut masing-masing dibaca dengan arah yang sama akan memberikan urutan yang sama pula nukleotidanya 3) Pemotongan enzim restriksi akan menghasilkan potongan yaitu ujung kohesif (sticky end) dan ujung rata (blunt end). d. Enzim Ligase Enzim Ligase sebagai penyembung plasmid dengan DNA asing. Enzim ligase adalah enzim yang berfungsi untuk menyambung dua ujung potongan DNA. Enzim ligase yang sering digunakan adalah DNA ligase dari E. Coli dan DNA ligase dari Fage T4 Prinsip Kerja Enzim Ligase 1) Enzim ligase menyambung dua ujung DNA yang semulanya terpotong

2) Penyambungan dilakukan dengan cara menyambung 2 ujung DNA melalui ikatan kovalen antara ujung 3’OH dari utas satu dengan ujung 5’P dari utas yang lain. 3) Penggunaan ligasi DNA ini mengkatalis ikatan fosfodiester antara kedua ujung DNA sehingga kedua fragmen DNA yang berupa potongan bisa bersatu menjadi satu. e. Sel Inang (Bakteri /Ragi) Tempat di mana gen atau plasmid rekombinan akan diperbanyak dalam kloning. Sebagai

agen

yang

akan

memperbanyak

hasil

kloning

melalui

proses

perkembangbiakannya. Sel inang yang dapat menjadi host cell dalam kloning yaitu sel bakteri, ragi (yeast), sel mamalia, sel tumbuhan, dan serangga.

Gambar 5 Sema kloning

2. TAHAP-TAHAP KLONING GEN a. Isolasi Fragmen DNA Adapun tujuan dari isolasi fragmen DNA ini adalah untuk memisahkan antara fragmen DNA yang baik dan yang buruk, dimana nantinya yang baiklah yang akan digunakan untuk dipasangkan dengan DNA yang baik lainnya. Perlu diketahui bahwa pada proses ini setidaknya membutuhkan DNA primer, DNA polimerasi serta DNA yang merupakan campuran dari 4 deoksiribonukleotida-trifosfat yang terdiri atas dATP, dCTP, dGTP dan dTTP

Gambar 6. Struktur DNA

b. Pemotongan DNA dengan Enzim Restriksi Dilakukan dengan menggunakan enzim restriksi endonuklease. Pemutusan ini dilakukan di dalam strain tertentu yang bertujuan untuk mencegah agar tidak merusak DNA.

Gambar 7. Proses Pemotongan DNA dengan enzim restriksi

c. Penyambungan Fragmen Menggunakan Enzim Ligase Penyambungan fragmen DNA merupakan tahapan penggabungan antara fragmen DNA satu dengan yang lainnya sehingga nantinya akan tercipta DNA rekombinan. Proses ini biasanya akan berlangsung pada suhu 4-15°C dalam jangka waktu 24 jam a. Cara I – Cara pertama adalah dengan menggunakan enzim DNA ligase yang berasal dari bakteri. b. Cara II – Cara kedua adalah dengan menggunakan DNA ligase yang berasal dari bakteri E-Coli yang sudah terinfeksi oleh bakteriofag T4 atau biasa disebut enzim T4 ligase. c. Cara III – Cara ketiga adalah dengan cara memberi enzim deoksinukleotidil transferase agar fragmen DNA tersebut dapat tersintesis dengan baik.

Gambar 8. Proses Pemotongan DNA dengan enzim Ligase

d. Transformasi Rekombinan DNA ke dalam Sel Inang Perpindahan molekul DNA yang berasal dari pendonor yang berada diluar lingkup sel atau memasukan DNA ke dalam sel inang. Transformasi dapat dilakukan dengan cara : 1) Heat Shock (Kejutan Panas), dimana campuran sel dan DNA plasmid rekombinan didinginkan dalam waktu yang lama, kemudian di panaskan dengan segera pada suhu 42°C. 2) Elektroporasi (kejutan listrik) menggunakan suatu alat yang dialiri arus listrik Seleksi klon rekombinan ini bertujuan untuk menentukan koloni mana yang membawa plasmid rekombinan. Terdapat beberapa cara seleksi klon rekombinan, diantaranya : 1) Seleksi berdasarkan sifat resistan terhadap antibiotik. 2) Seleksi dengan melibatkan gen LacZ

Gambar 9. Prosesligasi dan transformasi DNA ke dalam sel inang

C. APLIKASI 1. Aplikasi kloning pada pembuatan insulin

2. Aplikasi kloning pada pembuatan vaksin

3. Aplikasi pada pembuatan golden rice

STRUKTUR GEN A. PENDAHULUAN Gen berasal dari bahasa Belanda, yaitu unit pewarisan sifat bagi organisme makhluk hidup. Gen adalah bagian dari kromosom atau salah satu kesatuan kimia (DNA) dalam kromosom yaitu dalam lokus yang mengendalikan ciri-ciri genetis dari suatu makhluk hidup. Gen diturunkan atau diwariskan oleh suatu individu kepada keturunannya, yaitu melalui proses reproduksi.

Gambar 10. Struktur Gen

1. Sifat Gen a. Mengandung informasi genetik. b. Dapat mengadakan duplikasi pada saat pembelahan mitosis dan meiosis. c. Masing-masing gen mempunyai tugas dan fungsi yang berbeda. d. Memiliki banyak variasi tergantung susunan basa Nitrogen. e. Sebagai zarah yang terdapat dalam kromosom. 2. Fungsi Gen a. Mengatur perkembangan dan proses metabolisme tubuh. b. Menyampaikan informasi genetika dari suatu generasi ke generasi berikutnya. c. Menentukan hereditas atau pewarisan sifat pada keturunannya (menentukan sifatsifat pada keturunannya).

Terdapat 2 jenis struktur gen, diantaranya adalah : 1. Prokariotik Pada gen Prokariotik, secara umum terdiri atas : a. Promoter Promoter adalah rangkaian DNA tertentu yang berfungsi dalam menjalankan salinan gen struktural dan terletak di kawasan upstream dari bentuk struktural gen. b. Bagian Struktural c. Operator adalah rangkaian nukleotida yang terletak disekitar promotor dan bagian struktural Pengkode adalah ekson dan intron yang menentukan RNA maupun protein. Intron ialah skuens yang tidak mengkode asam amino, sementara ekson ialah bagian yang akan dikode menjadi asam amino. d. Terminator Terminator adalah bagian yang memberikan sinyal pada enzim RNA polimerase untuk menghentikan proses transkripsi. Terminator dicirikan oleh struktur jepit rambut / hairpin dan lengkungan yang kaya yang akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil transkripsi.

Gambar 11. Struktur Gen Prokariotik

2. Eukariotik Perbedaan struktur gen Prokariotik dan Eukariotik terletak pada bagian pengkode. Bagian pengkode pada prokariotik terdapat bagian intron yang tidak dapat diekspresikan sehingga semuanya ekson. Sedangkan bagian pengkode pada eukariotik terdiri dari ekson dan intron.

Gambar 12. Struktur Gen Eukariotik

B. PROSES STRUKTUR GEN 1. Struktur Gen Eukariotik

Gambar 13. Struktur gen eukariotik

Intron adalah sekuens nukleotida yang tidak akan ditemukan “terjemahannya” didalam rangkaian asam amino protein yang dikode oleh suatu gen. Intron akan ditranskripsi tetapi kemudian mengalami pemotongan sehingga tidak akan mengalami translasi. Sekuens nukleotida yang akan diterjemahkan disebut sebagai ekson. Perbedaan utama antara struktur gen eukariotik dan prokariotik adalah bahwa pada bagian struktural gen eukariotik terdapat intron, sedangkan pada struktur gen prokariotik tidak ada sekuens intron (yang tidak dapat diekspresikan) sehingga semuanya berupa ekson. Namun kadang pada archaebacteria dan bakteriofag ada yg memiliki intron. a. Proses Splicing

Gambar 14.Proses Pemotongan Intron

Karakteristik mRNA hasil transkripsi pada jasad eukariotik yakni berupa premRNA (transkrip primer) yang merupakan sekuens yang tidak diterjemahkan atau disebut dengan intron dan adanya sekuens yang diterjemahkan yang disebut dengan ekson. Peristiwa pemotongan segmen sekuens intron dan pembentukan mRNA matang (mature) dari penggabungan dari berbagai sekuens ekson disebut sebagai peristiwa RNA splicing.

Gambar 15. Proses Splicing

Sinyal-sinyal pada ujung 5′, 3′, dan branchpoint sequence akan displicing oleh snRNA (small nuclear RNA) yang akan berasosiasi dengan suatu protein membentuk kompleks protein small ribonuclear proteins (snRNPs, dibaca “snurp”) yang terdiri dari U1,U2, U4, U5, dan U6. Snurp U1 akan mengenali dan mengikat ujung 5′ dari intron; snurp U2 akan mengikat branchpoint sequence;

snurp U2AF (U2 accesore factor) akan mengikat ujung 3′; dan snurp U4/U6 akan mengikat snurp U2 dan U6. Kompleks antara snRNPs dengan pre-mRNA akan membentuk suatu kompleks yang dinamakan spilceosome. Spliceosome tersebut akan membentuk gulungan (loop) pada intron dan selanjutnya intron dipotong. 2. Stuktur Gen Prokariotik Pada prokariot gennya secara umum tersusun atas promoter, bagian struktural, dan terminator.

a. Promoter Promoter adalah urutan DNA spesifik yang berperan dalam mengendalikan transkripsi gen struktural dan terletak di daerah upstream (hulu) dari bagian struktural gen. Fungsi promoter adalah sebagai tempat awal pelekatan enzim RNA polimerase yang nantinya melakukan transkripsi pada bagian struktural.

b. Operator Operator merupakan urutan nukelotida yang terletak di antara promotor dan bagian struktural dan merupakan tempat pelekatan protein represor (penekan atau penghambat ekspresi gen). Jika ada represor yang melekat di operator maka RNA polimerase kearah ekspresi gen tidak bisa berlangsung.

c. Coding Region (Bagian Struktural) Gen struktural yaitu bagian yang mengkode urutan nukleotida RNA. Transkripsi dimulai dari sekuens inisiasi transkripsi (ATG) sampai kodon stop (TAA / TGA / TAG). Pada prokariot tidak ada sekuens intron (yg tidak dapat diekspresikan) sehingga semuanya berupa ekson. Namun kadang pada archaebacteria dan bakteriofag ada yg memiliki intron. d. Terminator Dicirikan dengan struktur jepit rambut/hairpin dan lengkungan yang kaya yang akan urutan GC yang terbentuk pada molekul RNA hasil transkripsi.

e.

C. APLIKASI STRUKTUR GEN

RESTRIKSI DAN SQUENCING A. PENDAHULUAN Sequencing adalah penentuan urutan basa DNA dalam segmen molekul DNA yang relatif pendek. Pengurutan (sequencing) asam nukleat memungkinkan kita mengetahui kode genetic dari molekul DNA. Sekuensing DNA atau pengurutan DNA adalah proses atau teknik penentuan urutan basa nukleotida pada suatu molekul DNA. Sekuensing DNA dapat dimanfaatkan untuk menentukan identitas maupun fungsi gen atau fragmen DNA lainnya dengan cara membandingkan sekuens-nya dengan sekuens DNA lain yang sudah diketahui. Teknik ini digunakan dalam riset dasar biologi maupun berbagai bidang terapan seperti kedokteran, bioteknologi, forensik, dan antropologi. Metode sekuensing DNA yang pertama dikenal adalah metode kimia yang dikembangkan oleh A.M. Maxam dan W. Gilbert pada tahun 1977. Metode MaxamGilbert dapat diterapkan baik untuk DNA untai ganda maupun DNA untai tunggal dan melibatkan pemotongan basa spesifik yang dilakukan dalam dua tahap. Prinsip Dasar DNA Sequencing menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) sebagai pijakannya. DNA yang akan ditentukan urutan basa ACGT-nya dijadikan sebagai cetakan (template) untuk kemudian diamplifikasi menggunakan enzim dan bahan-bahan yang mirip dengan reaksi PCR, namun ada penambahan beberapa pereaksi tertentu. Proses ini dinamakan cycle sequencing.

B. PROSES RESTRIKSI DAN SQUENCING 1. Tahapan Metode Maxam-Gilbert Pada metode ini fragmen-fragmen DNA yang akan disekuens harus dilabeli pada salah satu ujungnya, biasanya menggunakan fosfat radioaktif atau suatu nukleotida pada ujung 3’. Molekul DNA terlebih dahulu dipotong-potong secara parsial menggunakan piperidin. Selanjutnya, basa dimodifikasi menggunakan bahan-bahan kimia tertentu. Dimetilsulfat (DMS) akan memetilasi basa G, asam format menyerang A dan G, hidrazin akan menghidrolisis C dan T, tetapi garam yang tinggi akan menghalangi reaksi T sehingga hanya bekerja pada C. Dengan demikian, akan dihasilkan empat macam fragmen, masing-masing dengan ujung G, ujung A atau G, ujung C atau T, dan ujung C.

Formatted: Heading 1, Left, Add space between paragraphs of the same style, Line spacing: single

Dari hasil PAGE pada Gambar 1 dapat diketahui sekuens fragmen DNA yang dipelajari atas dasar laju migrasi masing-masing pita. Lajur kedua berisi fragmenfragmen yang salah satu ujungnya adalah A atau G. Untuk memastikannya harus dilihat pita-pita pada lajur pertama. Jika pada lajur kedua terdapat pita-pita yang posisi migrasinya sama dengan posisi migrasi pada lajur pertama, maka dapat dipastikan bahwa pita-pita tersebut merupakan fragmen yang salah satu ujungnya adalah G. Sisanya adalah pita-pita yang merupakan fragmen dengan basa A pada salah satu ujungnya. Dengan demikian, ukuran fragmen pada contoh tersebut di atas dapat diurutkan atas dasar laju/posisi migrasinya. Jadi, kalau diurutkan dari yang terkecil hingga yang terbesar,

hasilnya

adalah

fragmen-fragmen

dengan

ujung

TTGCCCCGCGTGGCGCAAAGG. Inilah sekuens fragmen DNA yang dipelajari. 2. Teknik Sanger a. Metode Sanger Memerlukan : 1) DNA utas tunggal dalam jumlah cukup sebagai template DNA 2) Primer yang sesuai (sepotong kecil DNA yang berpasangan dengan template DNA dan berfungsi sebagai starting point untuk replikasi 3) DNA polymerase (enzim yang mengkopi DNA, menambahkan nukleotida baru ke ujung 3 dari template 4) Sejumlah nukeotida normal 5) Sejumlah kecil dideoxynucleotide yang dilabel (radioaktif atau dengan pewarna fluorescent) 6) Template DNA direplikasi melibatkan nukeotida normal tetapi secara random dideoxy (DD) nukleotida diambil (dipasangkan). 7) Penambahan dideoxy nukeotida menyebabkan reaksi berhenti. 8) Hasilnya DNA dengan panjang yang bervariasi , masing-masing berhenti pada nukleotida tertentu yang dilabel. Karena tiap panjang yang berbeda

bergerak dengan kecepatan yang berbeda selama elektroforesis, maka urutannya dapat ditentukan b. Tahapan Sequencing Metode Sanger a. Tahapan sekuensing yang pertama adalah menyediakan dsDNA (double strand DNA)

b. Memotong dsDNA (double strand DNA) menjadi ssDNA (single strand DNA)

c. Mengambil template (cetakan) DNA dari ssDNA hasil potongan dari dsDNA tad

d. Menyediakan seluruh alat dan bahan untuk sekuensing DNA. Bahan untuk sekuensing adalah template (cetakan) DNA, primer, dNTP, ddNTP dan enzym polymerase

e. Menyiapkan 4 tabung reaksi. Masing-masing tabung reaksi diberikan ddNTP, yaitu ddGTP, ddCTP, ddATP, dan ddTTP. Masing-masing tabung reaksi diisi dengan ddNTP yang berbeda.

f. Setelah masing-masing tabung diisi dengan ddNTP, kemudian masingmasing tabung diisi dengan dNTP, Yaitu dGTP, dCTP, dATP, dan dTTP

g. Memasukkan dNTP ke dalam tabung reaksi tadi.

h. Kemudian memasukkan primer ke dalam tabung reaksi. i. Setelah pemberian primer, juga dimasukkan enzim polimerase (taqpolymerase)

j. Enzim polymerase terus mengkatalisis pembentukan polinukleotida dari nukleotida dNTP (deoksi nukleotida tri phospat)

k. Pada saat enzim taq-polymerase mengkatalisis pembentukan ikatan antara nukleotida, deoksi-nukleotida (ddNTP) hadir berikatan dengan polimer nukleotida sebelumnya

l. Kehadiran ddNTP (deoksinukleotida) mengakibatkan terhentinya/terminasi proses polimerase, sehingga dihasilkan rantai polinukleotida yang berbeda panjangnya

m. Berikut ini gambar perbedaan struktur dNTP (deoksinukleotida tri phospat) dan ddNTP (dideoksinukleotida tri phospat)

n. Keberadaan ddNTP menghalangi terbentuknya ikatan phospodiester antara satu nukleotida dengan nukleotida berikutnya, sehingga mengakibatkan terminasi/pengakhiran proses polimerisasi

o. Kehadiran ddNTP menghasilkan beberapa rantai polinukleotida berbeda

p. Kegiatan nomor 9 sampai nomor 13 dilakukan pada semua tabung reaksi

q.

Keempat tabung reaksi tersebut dipersiapkan untuk di alirkan pada gel agarosa

r. Perbedaan panjang polinukleotida tersebut, mengakibatkan perbedaan letak pada gel agarosa. Polinukleotida yang paling pendek bermigrasi/pergerakannya paling cepat pada gel agarosa

s. Hasil pembacaan sekeuensing dari arah 5’ ke 3’ adalah rantai kompemen, yaitu 5’ AGCCGATCC 3’. Sehingga DNA templatenya adalah 5’ GGATCGGCT 3’

t.

C. APLIKASI 1. Bidang forensik Sekuensing DNA telah diterapkan dalam ilmu forensik untuk mengidentifikasi individu tertentu karena setiap individu memiliki urutan yang unik pada DNA nya. Hal ini terutama digunakan untuk mengidentifikasi pelaku criminal dengan mencari beberapa bukti yang tertinggal pada TKP berupa sampel rambut, kuku, kulit atau darah. Sekuensing DNA juga digunakan untuk menentukan orang tua dari seorang anak. Demikian pula, juga mengidentifikasi spesies langka dan dilindungi. Melalui sequencing DNA juga dapat diketahui identitas dari korban bencana maupun kecelakaan. 2. Bidang Kedokteran Dalam penelitian medis, sekuensing DNA dapat digunakan untuk mendeteksi gen yang terkait dengan beberapa faktor keturunan atau penyakit yang diperoleh. Para ilmuwan menggunakan teknik yang berbeda dari rekayasa genetika seperti terapi gen untuk mengidentifikasi gen yang cacat dan menggantinya dengan yang sehat. Beberapa pusat medis besar telah mulai menggunakan sekuensing untuk mendeteksi dan mengobati beberapa penyakit.Pada kanker, misalnya, dokter semakin dapat menggunakan data sekuens untuk mengidentifikasi jenis kanker tertentu yang dimiliki pasien.

3. Bidang Pertanian Sekuensing DNA telah memainkan peran penting di bidang pertanian. Pemetaan dan sekuensing seluruh genom mikroorganisme telah memungkinkan agriculturist memanfaatkan mereka dalam pengendalian hama/ penyakit tanaman secara hayati. Pada contoh lain, gen spesifik dari beberapa tanaman pangan digunakan untuk meningkatkan hasil produktivitas dan nilai nutrisi tanaman pangan. Demikian pula, telah berguna dalam produksi ternak dengan peningkatan kualitas daging dan susu. 4. Bidang Taksonomi Salah satu kegiatan dibidang taksonomi adalah mengklasifikasikan makhluk hidup kedalam kelompok-kelompok tertentu sehingga dari pengelompokkan tersebut memudahkan kita untuk mempelajari keanekaragaman makhluk hidup di alam. Pengelompokan makhluk hidup dapat digunakan berbagai pendekatan. Dunia ilmu pengetahuan saat ini mengenal tiga aliran dalam mengklasifikasikan mahkluk hidup yaitu aliran fenetik, kladistik, dan phyologenetik evolusioner.

KONSTRUKSI VECTOR A. PENDAHULUAN Vektor adalah alat pengangkut yang akan membawa suatu fragmen DNA masuk kedalam sel inang hingga memungkinkan terjadinya replikasi dan ekspresi fragmen DNA tersebut. Vektor merupakan DNA yang melingkar dan dapat digunakan untuk proses kloning gen maupun perbanyakan fragmen DNA secara in vitro. Vektor di sini diartikan sebagai alat pembawa DNA ke dalam sel induk barunya. Macam-Macam Vektor 1. Plasmid Plasmid adalah molekul DNA yang sebagian besar memiliki struktur sirkular, namun ada juga yang strukturnya linear dengan untai ganda di luar kromosom yang dapat melakukan replikasi sendiri. Agar dapat digunakan sebagai vektor maka plasmid harus memiliki syarat sebagai berikut: a. Mempunyai ukuran relatif kecil. Vektor dengan ukuran besar memiliki kestabilan yang lebih rendah dibanding vektor dengan ukuran kecil b. Mempunyai sekurang-kurangnya dua gen penanda (gen penanda seleksi dan gen pelapor) yang dapat menandai masuk tidaknya plasmid ke dalam sel inang c. Mempunyai tempat pengenalan restriksi (pemotongan) 2. Bakteriofag Bakteriofag adalah virus kompleks yang menginfeksi bakteri.Bakteriofag dapat digunakan sebagai vektor kloning karena mempunyai konformasi linier untai ganda dengan panjang 48,5 kb. Jenis Bakteri Fag yang dapat dijadikan vektor yaitu : a. Bakteriofag λ Bakteriofag atau fag λ merupakan virus kompleks yang menginfeksi bakteri E. Coli. Fag λ merupakan salah satu jenis vektor kloning. DNA λ yang diisolasi dari partikel fag ini memiliki keistimewaan konformasi linier untai ganda dengan panjang 48,5 kb. b. Bakteriofag M13 Bakteriofag M13 mempunyai struktur Ikosahedral berekor dan mempunyai struktur berupa filamen. Bakteriofag M13 mempunyai genom berupa untai tunggal DNA sirkuler sepanjang 6.408 basa

3. Kosmid Kosmid merupakan gabungan dari kos DNA λ dengan plasmid. Kemampuannya untuk membawa fragmen DNA sepanjang 32 hingga 47 kb menjadi-kan kosmid lebih menguntungkan daripada fag λ dan plasmid.

4. Fasmid Fasmid Vektor sintesis gabungan antara fag λ dan plasmid. Vektor fasmid membawa segmen DNA λ yang berisi tempat att. Tempat att digunakan oleh DNA λ untuk berintegrasi dengan kromosom sel inang pada sel lisogenik. Macam-macam Vektor Berdasar Fungsinya 1. Vektor Ekspresi Vektor ekpresi adalah vektor yang digunakan untuk mengekspresikan gen tertentu, biasanya hanya memproduksi protein dari gen yang diklon.

Syarat-syarat vektor dapat digunakan untuk mengekspresikan gen, yaitu : a. Memiliki tiga sinyal ekspresi Sinyal ekspresi meliputi semua molekul yang berperan dalam proses pengendalian ekspresi, misalnya faktor khusus. b. Mampu memasuki sel inang

transkripsi dan protein regulator

Mampu bereplikasi sendiri karena memiliki ori (Origin of Replication) c. Menghasilkan jumlah copy yang banyak d. Mempunyai ukuran yang relatif kecil (<10 kb)

2. Vektor Kloning Vektor kloning Vektor ini hanya digunakan untuk mendapatkan DNA. Vektor kloning hanya berfungsi untuk memperbanyak fragmen DNA yang disisipkan, sehingga fragmen DNA tersebut hanya direplikasi, tidak di transkripsi. Biasanya vektor ini digunakan untuk tujuan sekuensing atau untuk perbanyakan DNA yang nantinya akan di sisipkan ke vektor ekspresi.

Komponen-Komponen Vektor 1. Ori (Origin of Replication) Ori merupakan tempat awal replikasi DNA di sel prokariot. Pada daerah ini banyak terdapat basa adenin (A) dan timin (T), ikatan yang terjadi antara basa A dan T terdiri dari dua buah ikatan hidrogen, sehingga kemungkinan untuk memisahkan diri ketika replikasi DNA akan lebih mudah dari pada pasangan GC ikatan hidrogen.

2. ARS (Autonomous Replication Sequence)

ARS merupakan tempat awal replikasi untuk DNA di sel eukariot. Pada daerah ini banyak mengandung basa adenin dan timin.

3. Gen AmpR Bakteri tidak mampu hidup dalam media pertumbuhan yang mengandung antibiotik ampisilin

karena

kemampuan pembentukan dinding

sel

bakteri

yang

tergantung adanya anti biotik ampisilin tersebut.

pada

media

Oleh karena itu

diperlukan gen AmpR yang dapat mengkode enzim β-laktamase yang dapat merusak cincin β-laktam pada molekul antibiotik ampisilin. Jika cincin pada β-laktam Mengalami kerusakan maka kinerja antibiotik ampisilin tidak berfungsi lagi, sehingga sel bakteri tetap mampu membentuk dinding sel dan mampu hidup dalam media yg mengandung antibiotik ampisilin.

4. Gen Marker Gen marker ini bermanfaat untuk seleksi transforman mikroorganisme eukariot.

5. Shuttle Vector

Shuttle vektor adalah vektor yang dapat bereplikasi baik di dalam sel prokariot maupun sel eukariot. Salah satu syarat vektor dapat bereplikasi di dalam

dua jenis sel adalah harus

memiliki tempat awal replikasi yang berasal dari kedua sel tersebut. Jika shuttle vektor ditransformasikan ke dalam sel bakteri (sel prokariot) sel ragi (sel eukariot), maka dalam kedua sel tersebut akan terjadi proses replikasi yang baik.

B. PROSES KONSTRUKSI VECTOR Pertama yang dibutuhkan untuk mengkonstruksi vector adalah ekstracrhomosomal yang mereplikasi plasmid sikular. Enzim restriksi yang digunakan untuk memotong restriction site dimana gen yang diinginkan akan terikat. Sebuah dna ligase dibutuhkan untuk untuk menggabungkan gen dalam plasmid pada restriction site.

Origin Of Replication adalah segmen DNA yang dikenali oleh enzim replikasi DNA Tanpa Origin Of Replication DNA tidak daat direplikasi. Selective marker dibutuhkan untuk memperbaiki plasmid dalam sel. Karna keberadaan selective marker plasmid menjadi bermanfaat dalam sel. Dalam kondisi selektif hanya sel yang mengandung plasmid dengan

selective marker yang dapat bertahan. Gen yang memberikan resistensi terhadp berbagi antibiotik digunanakn. Gen yang membuat resistensi sel terhadap ampisilin, neomisin atau kloramfenikol digunakan. Sebagian besar endonukleus digunakan untuk memotong gen tertentu yang dipilih dari DNA yang sama dalam plasmid untuk diikatkan. Dua jenis pemotongan yang dilakukan oleh enzim yaitu pemotongan tumpul dan lancip. Pemotongan lancip sangan spesific dan unik. Menerapkan kejutan panas kecil atau ejutan listrik kecil ke sel untuk menciptakan pori-pori kecil di membran sel Melalui pori-pori kecil vetor disuntukkan kedalam sel.

C. APLIKASI KONSTRUKSI VEKTOR

Aplikasi konstruksi vector salah satunya pada pembuatan vaksin seperti pada digambar dimana DN dari patogen yang menyebabkan penykit dimasukkan kedalam plsmid dimana sebelumnya pasmid dipotong dengan enzim restriksi begitu juga dengan DNA patogennya dimana dalam DNA patogenya diambil pada bagian yang dapat melemahkan patogen tersebut. Bagian patogen yang diinginkan ini di masukkan kedalam plasmid yang nantinya akan dijadikan vaksi penyakit patogen tersebut.

EKSPRESI GEN A. PENDAHULUAN Ekspresi gen merupakan rangkaian proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan fenotipe. Informasi yang dibawa oleh bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu organisme jika tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Ekspresi gen adalah proses penentuan sifat suatu organisme oleh gen. Suatu sifat yang dimiliki oleh organisme merupakan hasil metabolisme yang terjadi di dalam sel. Gen tersusun dari molekul DNA, sehingga gen menentukan sifat suatu organisme. Langkah pertama dalam ekspresi gen adalah transkripsi DNA menjadi RNA. Ekspresi gen merupakan sintesis protein yang terdiri dari 2 tahap yaitu: 1. Tahap pertama urutan rantai nukleutida tempale (cetakan) dari suatu DNA untai ganda disalin untuk menghasilkan satu rantai molekul RNA. Proses ini disebut transkripsi dan berlangsung di inti sel. 2. Tahap kedua merupakan sintesis polipeptida dengan urutan spesifik berdasarkan rantai DNA yang dibuat pada tahap pertama, proses ini disebut translasi.

B. PROSES EKSPRESI GEN Mekanisme Ekspresi Gen 1. Transkripsi Transkripsi merupakan proses pembentukan molekul RNA dengan menggunakan DNA sebagai cetakannya. Proses ini terjadi pada inti sel / nukleus (Pada organisme eukariotik. Sedangkan pada organisme prokariotik berada di sitoplasma karena tidak memiliki inti sel) tepatnya pada kromosom. Proses transkripsi menghasilkan tiga jenis RNA yaitu: RNA duta (mRNA= messenger RNA), RNA transfer (tRNA = transfer RNA) dan RNA ribosomal (rRNA = ribosomal RNA). Ketiga jenis RNA ini berperan dalam

proses translasi. Proses transkripsi dikatalis oleh enzim transcriptase atau RNA polymerase. Proses transkripsi dapat terbagi menjadi tiga tahap: a. Inisiasi Setelah mengalami pengikatan oleh promoter, RNA polimerase akan terikat pada suatu tempat di dekat promoter, yang dinamakan tempat awal polimerisasi atau tapak inisiasi (initiation site). Dan sintesis RNA pun segera dimulai. b. Elongasi Merupakan pengikatan enzim RNA polimerase beserta kofaktorkofaktornya pada untai DNA cetakan membentuk kompleks transkripsi. c. Terminasi Yaitu berakhirnya polimerisasi RNA ditandai oleh disosiasi kompleks transkripsi atau terlepasnya enzim RNA polimerase beserta kofaktor-kofaktornya dari untai DNA cetakan. Hal ini terjadi ketika RNA polimerase mencapai urutan basa tertentu yang disebut dengan terminator

2. Translasi Translasi adalah tahap penerus dari transkripsi, dalam tahap ini terjadi proses penerjemahan urutan kodon pada mRNA oleh tRNA menjadi urutan asam amino. Proses ini terjadi di sitoplasma oleh ribosom. Ribosom terdiri atas 2 unit yaitu unit besar dan unit kecil. Penerjemahan satu kodon mengahsilkan satu asam amino. Dalam proses translasi terjadi 3 tahap yaitu inisiasi, elongasi, dan terminasi. a. Inisiasi Dimulai dengan pengenalan rangkaian AUG, kemudian mengenal dan berikatan dengan molekul tRNA pada antikodon untuk asam amino yang khusus, seperti ACC untuk tryptophan, dengan cara ini activating enzymes mengikatkan molecules tRNA ke asam amino tertentu, setelah itu baru fase pemanjangan dengan cara pembacaan yang sama.

b. Elongasi Yaitu proses penyusunan polipeptida yang dibawa oleh RNAt. Proses tersebut terjadi pada saat RNAt masuk kedalam ribosom pada posisi A kemudian bergeser ke posisi P untuk melepaskan asam amino yang dibawanya. Kemudian RNAt bergeser lagi ke posisi E untuk keluar dari ribosom. Setelah satu RNAt keluar dari ribosom maka ribosom bergeser satu rantai kodon ke arah ujung 3’ pada mRNA sehingga RNAt lainnya akan menduduki posisi Apada ribosom yang telah kosong. Proses tersebut akan berlangsung terus sampai pada kodon stop yaitu UGA atau UAA atau UAG. Kodon stop itu sendiri adalah triplet yang menandai berakhirnya proses penyusunan rantai polipeptida.

c. Terminasi Merupakan tahap pelepasan rantai polipeptida dari ribosom. Dalam pelepasan rantai polipeptida ada satu protein yang disebut sebagai faktor pelepasan yang akan mengikatkan diri pada kodon stop di site A dan menambahkan air pada rantai polipepida. Reaksi ini akan memutuskan

(menghidrolisis) ikatan antara polipeptida yang sudah selesai tRNA disitus P, sehingga polipeptida akan terlepas.

Perbedaan Mekanisme Ekspresi Gen Pada Prokariotik dan Eukariotik Kriteria

Prokariotik

Eukariotik

Faktor transkripsi

Tidak ada, RNA

memiliki satu set

mengenali promoter

promotore yang utama

dengan membentuk RNA

merupakan kotak TATA

polimerase holoenzim Lokasi

Sitoplasma

Nukleus

Waktu terjadinya transkripsi dan

Bersamaan

Tidak bersamaan

Hasil

RNA matang

Pre-mRNA

Modifikasi RNA

Tidak ada

Penambahan tudung 5’

translasi

splicing Penambahan poli A diujung 3’ Modifikasi mRNA pasca splicing Jumlah mRNA yang dihasilkan

Pasti 1

Bisa lebih dari 1

Jumlah protein yang dikode

Bisa lebih dari 1

Hanya 1

mRNA

Tahapan terminasi

Ketika ada terminator

Beberapa nukleotida

maka langsung diakhiri

setelah terminator sampai sekitar 100 nukleotida (ada protein yang melepaskan RNA polimerase dari DNA)

RNA polimerasi yang berperan

Hanya 1

Hanya 3

C. APLIKASI

Aplikasi dari ekspresi gen salah satunya adalah pada pembutan insulin untuk kebutuhan penobatan pada penderita diabetes. Dimana gen dari manusia mengenai insulin diambil dan dimasukkan kedalam plasmid yang nantinya pasmid tersebut akan dimasukkan kedalam bakteri seperti E.coli yang nantinya apbila bakteri tersebut bertambah banyak maka gen yang mengandung insulin tersebut juga bertambah banyak. Dengan adanya gen yang dapat memproduksi insulin, gen ini mengekspresikan dalam bakteri sehingga terbentuklah insulin d lingkungan sekitar bakteri tersebut hidup.

SOUTHERN BLOTTING A. PENDAHULUAN Blotting adalah teknik memindahkan atau mentranfer DNA, RNA atau protein ke lembaran tipis atau matriks membran. Istilah blotting mengacu pada transfer sampel biologis dari gel ke membran yang selanjutnya dideteksi pada permukaan membran. Teknik Blotting digunakan untuk memindahkan protein, DNA dan RNA ke suatu pengangkut sehingga dapat dipisahkan, dan sering juga diikuti penggunaan suatu gel elektroforesis. Tipe Blotting Southern Blotting Untuk mendeteksi DNA, Northern Blotting untuk mendeteksi RNA, Westhern Blotting untuk mendeteksi Protein. Suatu metode yang sering digunakan dalam bidang biologi molekular untuk menguji keberadaan dari sekuen DNA dalam suatu sampel DNA. Metode ini ditemukan oleh seorang ahli biologi dari inggris yang bernama Edward M. Southern, yang mengembangkan prosedur ini pada tahun 1975 di Universitas Edinburgh. Metode ini melibatkan pemisahan, transfer dan hibridisasi. Southern blot digunakan untuk mendeteksi keberadaan sepotong DNA tertentu dalam sampel. DNA yang terdeteksi dapat berupa gen tunggal, atau dapat menjadi bagian dari potongan DNA yang lebih besar seperti genom virus. Kunci dari metode ini adalah Hibridisasi. Hibridisasi adalah Proses pembentukan molekul DNA beruntai ganda antara probe DNA beruntai tunggal dan DNA pasien target beruntai tunggal. Metode ini mengkombinasikan elektroforesis gel agarosa untuk memisahkan DNA berdasarkan ukurannya dan kemudian ditransfer ke membran filter untuk selanjutnya dilakukan hibridisasi dengan probe. Untuk mengidentifikasi ataupun melacak suatu fragmen DNA spesifik, diperlukan suatu pelacak (probe). DNA dipisahkan terlebih dahulu dengan elektroforesis. Probe yang dilabel akan hibridisasi pada pita-pita DNA untuk mengetahui apakah DNA tersebut mengandung gen yang diinginkan. Blot Southern mendeteksi DNA rantai tunggal dengan menggunakan DNA sebagai pelacak. Komponen Southern Blotting

1. Membran nitroselulosa Tempat hasil jiplakan fragmen DNA dari gel agarosa 2. DNA Probe Fragmen DNA yang berfungsi sebagai pelacak target gen 3. Larutan Buffer Untuk membawa DNA dari gel dan memobilisasi DNA pada membran (larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). 4. DNA Materi atau molekul yang akan diidentifikasi pada Southern Blotting 5. Enzim restriksi Berfungsi memotong DNA menjadi suatu fragmen tertentu B. PROSES SOUTHERN BLOTTING Tahapan Southern Blotting 1. Isolasi DNA dan Pemotongan DNA Tahap untuk memperoleh DNA yang akan dideteksi. Pemotongan DNA yang ingin

diperoleh

dilakukan

dengan

menggunakan

enzim

retriksi

(endonukleaseretriksi) yang bersifat spesifik terhadap DNA.

2. Fragmentasi DNA dengan Elektroforesis gel Merupakan tahap dimana Fragmen-fragmen dari DNA akan terpisah berdasarkan ukuran berat molekulnya. Berdasarkan prinsip elektroforesi, Fragmen DNA yang ukuran berat molekulnya lebih kecil akan lebih cepat bergerak dari kutub

negatif kekutub positif dibandingkan dengan

fragmen DNA dengan berat

molekul lebih besar. Proses denaturasi DNA dilakukan dengan merendam gel dalam larutan denaturan (NaOH ). NaOH bersifat basa sehingga dapat menyebabkan rusaknya ikatan hidrogen antar untai DNA. Ikatan hidrogen antar untai DNA yang putus menyebabkan struktur DNA yang semula double heliks menjadi DNA single strand.

3. Transfer DNA ke Membran nitroselulosa DNA yang telah diperoleh kemudian ditransfer ke membran nitroseluloasa, tahap inilah yang disebut dengan blotting.

Gel agarosa dijiplak pada membran nitroselulosa.Merupakan salah satu metode tahapan transfer DNA ke membran nitroselulosa yang berdasarkan pada prinsip Kapilaritas. Kapilaritas adalah peristiwa naiknya zat cair pada pembuluh, celah atau pori-pori kecil. Fragmen DNA yang telah nitroselulosa kemudian dipanaskan pada suhu 60

oC

terjiplak pada membran kemudian membran diberi

radiasi UV agar terbentuk ikatan kovalen dan permanen antara pita-pita DNA dengan membran. 4. Hibridisasi DNA Hibridisasi DNA adalah proses pembentukan molekul double helix dari single strand DNA probe dan single strand DNA target. Tahap ini terjadi ketika membran nitroselulosa direndam dalam larutan yang berisi probe DNA Ss* (diberi radioisotop) 5. Deteksi Merupakan tahap lanjutan dari proses hibridisasi DNA yang menggunakan pelacak/probe. Probe biasanya merupakan DNA yang dimurnikan dan bisa ditandai dengan aktifitas spesifik radionukletida. Pada tahap deteksi DNA digunakan Autoradiogram untuk melihat lokasi sinyal DNA

C. APLIKASI SOUTHERN BLOTTING Aplikasi dari southern blotting adalah pada pendeteksian virus penyakit dalam tubuh manusia misalnya virus HIV yang menyebabkan penyakit AIDS dimana untuk mengetahui apakah terdapat atau tidaknya virus HIV dalam tubuh manusia dilakukan dengan metode southern blotting, dari darah manusia yang ingin diketahui apakah ada virus HIV apabila terdapat DNA yang sama dengan DNA virus HIV hal tersebut menunjukkan terdapat hirus HIV.

NORTHERN BLOTTING A. PENDAHULUAN Di dalam molekul biologi blot adalah sebuat tekhnik untuk mentranser DNA, DNA dan protein kedalam sebuah pembawa sehingga mereka dapat dipisahkan, dan sering menggunakan elektroforesis gel. Jenis dari bloting adalah: a. Southern Blotting : Digunakan untuk mendeteksi DNA di dalam sebuah sampel b. Northern Bloting : Digunakan untuk mendeteksi RNA di dalam sebuah sampel c. Western Blotting : Digunakan untuk mendeteksi protein di daam sebuah sampel Northern blotting adalah sebuah tekhnik yang digunakan dalam penelitian molekul biologi untuk mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA. Northern blot juga dikenal sebagai RNA blot, adalah salah satu teknik blotting yang digunakan untuk mentrasfer DNA dan RNA ke sebuah pembawa untuk pemisahan dan identifikasi. Northern blotting mirip dengan sourthern blotting tetapi bukan DNA melainkan RNA yang menjadi subjek analisis dalam teknik ini. mRNA terisolasi dan terhibridisasi yang digunakan dalam Northern blotting. Teknik Northern blotting dikembangkan pada tahun 1977 oleh James Alwine, David Kemp, dan Gorge Stark di Stanford University. J.C. Alwine, seorang ahli biologi dengan selera humor, dikembangkan sebuah teknik berbasis analog untuk Sourthern blotting, saat ini untuk mengidentifikasi secara spesifik RNA dalam sebuah sampel kompleks RNA menggunakan sebuah probe DNA Radiolabelled. Alwine memberi nama teknik ini Northern blotting.

6. Prinsip Northern blotting

a. Northern blotting adalah sebuah metode yang digunakan untuk mempelajari ekspresi gen dengan mendeteksi RNA dalam sebuah samel. Selanjutnya ini disebut RNA Blot b. Sampel RNA

diisolasi dari suatu organisme yang ingin diteliti dan

selanjutnya dielektroforesis pada agarosa gel yang memisahkan fragmenfragmen berdasarkan ukurannya c. Fragmen RNA yang terpisah dipindahkan ke membran pendukung (membran nitroselulosa) hal ini dapat dilakukan dengan metode kapliter sederhana dengan adanya buffer tertentu. d. Ini diikuti oelh hibridisasi dengan DNA yang dilabeli atau probe RNA. Jika sampel berisi urutan RNA kontenporer, probe akan mengikat membran untuk membentuk molekul hibrin DNA-RNA untai ganda antara DNA untai tunggal dan target untai tunggal RNA. e. Langkah terakhir adalah deteksi RNA yang igin diketahui pada membran menggunakan kromogen. 7. Yang dibutuhkan untuk Northern blotting : a. Agarosa gel untuk proses elektroforesis b. Membran nylon / Diazo benzyl oxy methyl (DBM) filter paper. c. Complementary Radioactive probe untuk hibridisasi d. Formaldehyde (HCHO) untuk degradasu – reaksi grub karbonil membentuk basa dengan gugus amno GAC, ini mencegah ikatan -H normal dan menjaga RNA dalam Keadaan denaturasi. e. X-ray film intuk identifikasi RNA B. PROSES NORTHERN BLOTTING 1.

Isolasi RNA Isolasi RNA dapat dilakukan dengan beberapa tahap berikut, yaitu : a. Penghancuran dinding Lisis dilakukan menggunakan detergen. Pengotor akibat lisis sel dipisahkan dengan cara sentrifugasi. Kemudian molekul nukleotida (DNA dan RNA) dipisahkan dari protein menggunakan fenol. b. Penghilangan protein dan DNA Enzim DNA digunakan untuk menghancurkan DNA sehingga RNA diisolasi secara utuh. c. Pemurnian RNA

Purifikasi RNA dapat dilakukan denganmencampur larutan tersebut dengan PCl yang berfungsi memekatkan, memisahkan RNA dari larutan, dan mengendapkan. 2.

Elektroforesis Merupakan tahap dimana RNA di elektroforesis menggunakan gel formaldehida. Gel dapat diwarnai dengan ethidium bromide (EtBr) dan dilihat dibawah sinar UV untuk mengamati kualitas dan kuantitas RNA sebelum blotting. RNA jauh lebih rentan terhadap degradasi dibanding DNA, oleh karena itu elektroforesis dilakukan dalam bufer yang mengandung zat kimia yang bersifat melindungi (biasanya formaldehid).

3.

Transfer ke membran dan imobilisasi RNA yang sebelumnya berhasil diselesaikan kemudian ditransfer ke membran nilon. Membran nilon dengan muatan positif paling efektif digunakan di bagian utara karena asam nukleat bermuatan negatif menghasilkan afinitas tinggi. Transfer buffer yang digunakan mengandung formamida karena kehilangan suhu dari interaksi probe-RNA yang dapat menyebabkan degradasi RNA. Setelah RNA ditransfer ke membran, maka membran harus segera disiapkan untuk crosslink RNA dengan sinar UV, Tujuan crosslink RNA adalah untuk membuat RNA terikat kuat di membran.

4.

Prehibridisasi dan hibridisasi dengan probe Tujuan pemulihan prehibridisasi sebelum hibridisasi adalah memblok bagian tidak spesifik untuk mencegah probe yang untai tunggal dari mengikat sembarang bagian pada membran. Hibridisasi asam nukleat mensyaratkan bahwa probe ini melengkapi semua atau sebagian, dari urutan mRNA target. Probe harus diberi label baik dengan isotop radioaktif (32P) atau dengan chemiluminescence di mana alkali

fosfatase

atau

horseradish

peroxidase

(HRP)

memecah

chemiluminescent substrat menghasilkan emisi terdeteksi cahaya.

5.

Pencucian Tujuan dari pencucian membran adalah untuk memastikan bahwa probe telah terikat secara khusus dan untuk mencegah sinyal balik yang timbul.

Hal ini juga dilakukan untuk menghilangkan unhibridisasi probe, dengan larutan buffer misalnya dengan Sodium Citrate. 6.

Deteksi Jika probe radiolabeled selesai digunakan, blot disimpan dalam bungkus plastik agar tidak kering kemudian membran di autoradiografi dengan Xray. Tahapan deteksi dalam Northern Blot dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: Radioaktivitas probe ditandai dengan 32P (atau 33p), NonRadioaktivitas, deteksi dilakukan dengan pewarnaan. misalnya dengan teknik chemiluminescence.

C. APLIKASI NORTHERN BLOTTING Aplikasi dari southern blotting adalah pada pendeteksian virus penyakit dalam tubuh manusia misalnya virus HIV yang menyebabkan penyakit AIDS dimana untuk mengetahui apakah terdapat atau tidaknya virus HIV dalam tubuh manusia dilakukan dengan metode southern blotting, dari darah manusia yang ingin diketahui apakah ada virus HIV apabila terdapat DNA yang sama dengan DNA virus HIV hal tersebut menunjukkan terdapat hirus HIV. Untuk lebih mengetahui apakah virus tersebut masih hidup atau telah tidak ada, dilakukan metode Northern blotting dimana dari metode ini nantinya akan dietahui apakah ada tidaknya RNA dari virus tersebut, apabila terdapat RNA virus tersebut hal tersebut lebih mengkonfirmasi terdapatnya virus tersebut dan diketahui virus tersebut hidup atau tidak.

WESTERN BLOTTING A. PENDAHULUAN Blot adalah suatu teknik memindahkan bagian protein yang telah dipisahkan, RNA atau DNA dari gel ke lembaran tipis atau matriks membran agar bagian protein tersebut mengalami imobilisasi. Jenis dari bloting adalah: a. Southern Blotting : Digunakan untuk mendeteksi DNA di dalam sebuah sampel b. Northern Bloting : Digunakan untuk mendeteksi RNA di dalam sebuah sampel c. Western Blotting : Digunakan untuk mendeteksi protein di daam sebuah sampel Western Bloting (immunobloting) digunakan untuk mendeteksi sampel protein yang secara spesifik dalam suatu jaringan homogen atau ekstrak berdasarkan kemampuan protein tersebut berikatan dengan antibodi. Prinsip kerja gel elektroforesis untuk memisahkan protein berdasarkan panjang polipeptida atau berdasarkan struktur 3D-nya. Protein terpisah pada gel poliakrilamid. Tujuan western blotting untuk mengetahui keberadaan dan berat molekul protein sampel dalam suatu campuran, membandingkan reaksi silang antar protein, dan mempelajari modifikasi protein selama sintesis.

B. PROSES WESTERN BLOTTING Tahapan Western Bloting

a. Protein gel electrophoresis Pada tahap pertama, protein yang diinginkan dipisahkan dari sampel secara

elektroforesis.

Elektroforesis

merupakan

pemisahan

protein

berdasarkan ukuran molekul dalam suatu tegangan listrik tertentu. Dalam elektroforesis, biasanya sampel yang mengandung protein biasanya dicampur dengan SDS. SDS merupakan suatu detergent yang memiliki muatan negatif. Muatan negative pada SDS akan mengganggu kestabilan protein, sehingga protein mengalami denaturasi. Akibatnya protein-protein yang ada dalam sampel membentuk suatu rantai polipeptida yang lurus. Sampel dengan protein rantai polipeptida lurus tersebut dimasukkan dalam suatu membran poliakrilamid yang dialiri arus listrik. Laju pergerakan protein dalam suatu membran poliakrilamid tersebut berbeda-beda tergantung daya hambat antara protein dan membran. Protein yang lebih besar akan memiliki daya hambat lebih besar sehingga pergerakannya menjadi lebih lambat dibandingkan protein berukuran kecil. b. Elektrotransfer Tahap kedua dalam WB yaitu pemindahan protein dari gel poliakrilamid menuju gel transfer. Tahap pemindahan tersebut menggunakan arus listrik sebagai faktor pendorong transfer protein. Gel transfer yang umum digunakan pada WB ada dua, yaitu nitroselulosa dan nilon. Pada sebagian besar aplikasi, nitroselulosa lebih umum digunakan karena relatif tidak mahal dan bloking mudah dan cepat dilakukan (Bollag et al., 1996). Elektrotransfer dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu 1) Blotting semikering Blotting semikering menggunakan kertas saring yang telah dibasahi dengan buffer transfer. Kertas saring tersebut diletakkan di antara gel poliakrilamid dan gel transfer. Transfer seperti ini dapat dilakukan selama 10-30 menit dengan arus lstrik tertentu 2) Blotting basah Blotting basah tidak menggunakan kertas saring diantara gel poliakrilamid dan gel transfer, tetapi kedua gel tersebut diimpitkan dan direndam dalam buffer transfer. Transfer dengan blotting basah dapat dilakukan 45 menit hingga 1 malam.

c. Deteksi Tahap ketiga merupakan deteksi protein yang telah dipindahkan ke membran transfer. Deteksi protein tersebut memanfaatkan interaksi antara antigen dan antibodi yang bersifat spesifik. d. C. APLIKASI Aplikasi dari southern blotting adalah pada pendeteksian virus penyakit dalam tubuh manusia misalnya virus HIV yang menyebabkan penyakit AIDS dimana untuk mengetahui apakah terdapat atau tidaknya virus HIV dalam tubuh manusia dilakukan dengan metode southern blotting, dari darah manusia yang ingin diketahui apakah ada virus HIV apabila terdapat DNA yang sama dengan DNA virus HIV hal tersebut menunjukkan terdapat hirus HIV. Untuk lebih mengetahui apakah virus tersebut masih hidup atau telah tidak ada, dilakukan metode Northern blotting dimana dari metode ini nantinya akan dietahui apakah ada tidaknya RNA dari virus tersebut, apabila terdapat RNA virus tersebut hal tersebut lebih mengkonfirmasi terdapatnya virus tersebut dan diketahui virus tersebut hidup atau tidak. Untuk menetahiu apakah virus tersebut aktif atau tidaknya dilakukan metode westen blotting yang nanti akan diketahui protein dari virus tersebut apabila terdapat protein tersebut menunjukkan bahwa virus tersebut aktif.

EKSPRESI GEN EUKARIOTIK A. PENDAHULUAN Ekspresi gen merupakan proses dimana informasi yang dikode di dalam gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino selama sintesis protein. Ekspresi Gen juga dapat diartikan bagaimana sel mengatur untuk memperlihatkan ciri-ciri mahluk hidup tersebut berdasarkan gen-gen yang di miliki. Ekspresi gen ini berkaitan dengan sintesis protein, yaitu proses transkripsi dan translasi. DNA akan mengkode informasi genetik sesuai kebutuhannya Ekspresi gen merupakan rangkaian proses penerjemahan informasi genetik (dalam bentuk urutan basa pada DNA atau RNA) menjadi protein, dan fenotipe. Informasi yang dibawa oleh bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu organisme jika tidak diekspresikan menjadi fenotipe. Ekspresi gen adalah proses penentuan sifat suatu organisme oleh gen. Suatu sifat yang dimiliki oleh organisme merupakan hasil metabolisme yang terjadi di dalam sel. Gen tersusun dari molekul DNA, sehingga gen menentukan sifat suatu organism.

B. PROSES EKSPRESI GEN EUKARIOTIK Dalam sel eukariot, selaput nukleus memisahkan tempat dan waktu berlangsungnya transkripsi dan translasi. Transkripsi terjaadi dalam nukleus, dan mRNA ditranspor ke sitoplasma, tempat terjadinya translasi. Namun sebelum

meninggalkan nukleus, transkrip RNA eukariot dari gen pengode protein dimodifikasidalam berbagai cara untuk menghasilkan mrna akhir yang fungsional. Transkripsi gen eukariot pengode protein menghasilkan pre-mrna, dan pemrosesan lebih lanjut menghasilkan mrna akhir. Transkripsi pada sel Eukariotik 1. Waktu dan Lokasi Proses traskripsi terjadi di dalam inti sel 2. Gen a. Gen Kelas 1 Meliputi gen-gen yg mengkode 18SrRNA, 28SrRNA dan 5,8SrRNA (ditranskripsi oleh RNA polimerase I). Pada gen kelas I terdapat dua macam promoter yaitu promoter antara (spacer promoter) dan promoter utama. b. Gen Kelas 2 Meliputi semua gen yang mengkode protein dan beberapa RNA berukuran kecil yang terdapat di dalam nukleus (ditranskripsi oleh RNA polimerase II). Promoter gen kelas II terdiri atas 4 elemen yaitu sekuens pemulai (initiator) yg terletak pada daerah inisiasi transkripsi, elemen hilir (downstream) yang terletak disebelah hilir dari titik awal transkripsi, kotak TATA dan suatu elemen hulu (upstream). c. Gen Kelas 3 Meliputi gen-gen yg mengkode tRNA, 5SrRNA dan beberapa RNA kecil yang ada di dalam nukleus (ditranskripsi oleh RNA polimerase III). Sebagian besar gen kelas III merupakan suatu cluster dan berulang.

Gambar 16. Struktur umum gen eukariotik

3. Sistem Operon Pada eukariotik, tidak dikenal adanya sistim operon karena satu promotor mengendalikan seluruh gen struktural. Pada gen struktural eukariotik, keberadaan intron merupakan hal yang sering dijumpai meskipun tidak semua gen eukariotik mengandung intron. 4. Sifat Ekspresi Gen Sifat ekspresi gen mRNA pada sel eukariotik adalah monosistronik. Hal ini berarti dalam satu transkrip yang dihasilkan hanya mengkode satu macam produk ekspresi gen. Satu mRNA mambawa satu macam rangkaian kodon untuk satu macam polipeptida. 5. Proses splicing Pada sel eukariotik terjadi splicing karena dalam satu untai mRNA hasil transkripsi yang akan diterjemahkan terdapat intron dan ekson yang berselingseling. 6. Proses capping dan poliadenilasi Pada sel eukariotik, setiap ujung molekul pre-mRNA yang telah terbentuk dimodifikasi dengan cara tertentu. Ujung 5’ yaitu ujung depan, pertama kali dibuat saat transkripsi segera ditutup dengan nukleotida guanin (G) yang termodifikasi. Proses capping (pemberian topi) ini mempunyai fungsi yakni : a. Ujung ini melindingi mRNA dari degradasi enzim hidrolisis. b. Setelah mRNA sampai di sitoplasma, ujung 5’ berfungsi sebagai bagian tanda “lekatkan disini” untuk ribosom. Pada ujung 3’ suatu enzim terjadi proses poliadenilasi yakni penambahan ekor yang terdiri dari 30-200 nukleotida adenin. Ekor poli(A) berfungsi mempermudah ekspor mRNA dari nukleus.

Translasi pada Sel Eukariotik 1. Waktu dan Tempat.

Pada sel eukariotik, proses translasi terjadi setelah transkripsi selesai (tidak terjadi secara bersamaan). Sebelum proses translasi terdapat fase pasca transkripsi. Terjadinya proses translasi ini berbeda dengan transkripsi karena terjadi di sitoplasma. Ini dikarenakan terdapat membran yang membatasi antara nukleus dan sitoplasma. 2.

Proses Inisiasi Terdapat transkripsi faktor berupa protein sebagai tempat menempelnya RNA polimerase. Kodon inisiasi pada eukariot adalah metionin.

3. Sub Unit Ribosomal Sub unit ribosomal adalah 80S yang terdiri dari bagian besar 60S dan bagian kecil 40S.

C. APLIKASI

Aplikasi dari ekspresi gen pada sel eukariotik salah satunya adalah pada gold rice yairu beras yang biasanya berwarna putih dengan gen warna dari bunga daffodil yang dimasukkan ke dalam plasmid dan plasmid tersebut d masukkan ke dalam bakteri yang nantinya bakteri tersebut diiinfeksikan kedalam embrio beras yang nantinya diharapkan gen yang mengekspresikan warna kuning dari bunga daffodils akan terekspresi pada beras.

More Documents from "Banu Huda"