Biokimia Perkemihan.docx

  • Uploaded by: dodok
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Biokimia Perkemihan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 8,504
  • Pages: 23
TINJAUAN TEORI A. REVIEW BIOKIMIA Biokimia berasal dari kata bio artinya organisme hidup, sedangkan kimia adalah satu cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang perilaku dari bahan-bahan kimia. Ilmu Kimia juga menitikberatkan terhadap komposisi bahan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan komposisi. Juga mengkonsentrasikan perbedaan interaksi senyawa satu dengan senyawa lainnya dalam reaksi kimia untuk membentuk zat-zat baru. Dengan demikian dapat digabungkan dua pengertian diatas bahwa Biokimia meliputi studi tentang susunan kimia sel, sifat senyawa serta reaksi yang terjadi di dalam sel, senyawa-senyawa yang menunjang aktivitas organisme hidup serta energi yang diperlukan atau dihasilkan. Jadi biokimia system urinaria merupakan reaksi kimia yang terjadi di dalam sel pada organ-organ perkemihan, seperti ginjal, uretra, vesika urinaria, dan ureter.

B. PROSES PEMBENTUKAN URINE Pembentukan Urin Dihasilkan Oleh Filtrasi Glomerulus, Rearbsorbsi Tubulus dan Sekresi Tubulus. Kecepatan Ekskresi berbagai zat dalam urin menunjukkan jumlah ketiga proses ginjal. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang bebas protein dan kapiler glomerulus ke kapsul bowman. Kebanyakan zat dalam plasma , kecuali untuk protein, difiltrasi secara bebas sehingga kosentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsul bowman hampir sama dengan dalam plasma. Ketika cairan yang telah difiltrasi ini meninggalkan kapsul bowman dan mengalir melewati tubulus, cairan diubah oleh rearbsorbsi air dan zat terlarut spesifik yang kembali kedalam darah atau oleh sekresi zat – zat lain dari kapiler peritubulus ke dalam tubulus. 1. Filtras Glomerulus a. Komposis filtrasi glomerulus Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan melalui kapiler glomerulus kedalam kapsula Bowman. Seperti kebanyakann kapiler, kapiler glomerulus juga relatif impermeable terhadap protein sehingga cairan hasil filtrasi ( di sebut filtrat glomerulus ) pada dasarnya bersifst bebas protein dan tidak mengandung elemen seluler, termasuk sel darah merah. Kosentrasi unsur plasma lainnya, termasuk garam dan molekul organik yang terikat pada protein plasma, seperti glukosa dan asam amino, bersifat serupa baik dalam plasma maupun filtrat glomerulus. Pengecualian terhadap keadaan umum ini ialah zat dengan berat molekul rendah, seperti kalsium dan asam lemak, yang tidak difiltrasi secara bebas karena zat tersebut sebagian terikat pada protein plasma. Hampir setengah dari kalsium plasama dan sebagian besar asam lemak plasma terikat pada protein, dan bagian yang terikat ini tidak difiltrasidarui kapiler glomerulus. GFR Merupakan kira –kira 20 persen dari aliran plasma ginjal. Seperti pada kapiler lain, GFR ditentukan oleh :  Keseimbangan kekuatan osmotik koloid dan hidrostatik yang bekerja melintasi membran kapiler

Page 1



Koefisien filtrasi kapiler ( Kf ) hasil permeabilitas dan daerah permukaan filtrasi kapiler.

Kapiler glomerulus mempunyai laju filtrasi yang jauh lebih tinggi dibandingkan banyak kapiler lainnya karena tekanan hidrostatik glomerulus yang tinggi dan Kf yang besar. Pada orang dewasa normal, GFR rata – rata 125 ml/menit, atau 180 liter/hari. Fraksi aliran plasma renal yang difiltrasi ( reaksi filtrasi ) rata – rata sekitar 0,2 ini menandakan bahwa kira –kira 20 % plasma yang mengalir melalui ginjal akan difiltrasi oleh kapiler glomerulus. b. Membran kapiler glomerulus Membran kapiler glomerulus mirip dengan membran kapiler yang lain, kecuali bahwa membran tersebut mempunyai tiga lapisan utama ( membran yang lain mempunyai dua ): 1. Endotelium kapiler 2. Membran dasar 3. Lapisan sel epitel ( podosit ) Yang mengelilingi permukaan luar membran dasar kapiler. Lapisan – lapisan ini bersama – sama membentuk sawar filtrasi, yang terdiri dari tiga lapisan , dapat menyaring air dan zat telarut beberapa ratus kali lebih banyak pada membran kapiler yang biasa membran kapiler glomerulus normalnya mencegah filtrasi protein plasma, bahkan pada laju filtrasi yang tinggi. Laju filtrasi tinggi yang melintasi membran kapiler glomerulus sebagian merupakan akibat dari sifat – sifat khususnya. Kapiler endotelium mempunyai ribuan lubang kecil yang disebut venestra, mirip dengan kapiler venestra yang ditemukan di hati. Karena venestrasi relatif besar, endotel tidak bekerja sebagai sawar utama untuk protein plasma. Membran dasar yang mengelilingi endotel terdiri atas jaringan kolagen dan fibril proteoglikan yang memiliki ruang besar yang dapat menyaring sejumlah besar air dan sedikit zat terlarut. Membrab dasar secara efektif mencegah filtrasi protein plasma, sebagian karana muatan listrik negatif kuat yang berkaitan dengan koteoglikan. Bagian akhir dari membran glomerulus adalah lapisan sel epitel yang membatasi permukaan luar glomerulus. Sel – sel tersebut tidak berlanjut tetapi mempunyai tonjolan seperti kaki panjang ( podosit ) Yng mengelilingi permukaan luar kapiler. Tonjolan kaki ini dipisahkan oleh celah yang disebut slit-pores yang dilalui oleh filtrat glomerulus. Meslkipun sel – sel epitel dapat menimbulkan sedikit restriksi terhadap filtrasi, tetapi titik restriksi utama untuk protein plasma tampaknya adalah membran dasar. c. Kemampuan filtrasi zat terlarut Membran kapiler glomerulus lebih tebal dibandingkan membran kapiler lainnya, tetapi juga lebih menyerap dan menyaring cairan pada kecepatan tinggi. Meskipun laju filtrasi tinggi, sawar filtrasi glomerulus bersifat selektif dalam menentukan molekul yang akan difiltrasi, berdasarkan ukuran dan muatan listriknya.

Page 2

Kemampuan filtrasi suatu zat juga ditentukan oleh muatan molekul. Pada umumnya, molekul besar dengan muatan negatif lebih sukar difiltrasi dibandingkan dengan molekul bermuatan positif dengan ukuran molekul yang sama. Diameter molekul protein plasma albumin kira – kira hanya 6 nm, sedangkan lubang membran glomerulus diperkirakan 8 nm. Namun, albumin di restriksi dari filtrasi, karena muatan negatif dan tolakan elektrostatiknya didesak oleh muatan negatif proteoglikan membran dasar. d. Penentuan laju filtrasi glomerulus GFR ditentukan oleh : 1. Jumlah kekuatan hidrostatik dan osmitik koloid yang melintasi membran glomerulus, yang menghasilkan tekanan filtrasi akhir 2. Kf. Secara matematis GFR = kf X Tekanan Filtrasi Akhir Tekanan Filtrasi akhir mewakili jumlah kekuatan osmotik koloid dan hidrostatik yang menyokong atau melawan filtrasi yang melintasi kapiler glomerulus. Kekuatan ini meliputi : 1. Tekanan hidrostatik di dalam kapiler Glomerulus ( Tekanan Hidrostatik Glomerulus, PG ), yang menyebabkan filtrasi 2. Tekanan Hidrostatik dalam kapsula Bowman ( PB ) diluar kapiler, yang melawan filtrasi 3. Tekanan Osmotik Koloid Protein Plasma Kapiler glomerulus ( πG ), yang melawan filtrasi 4. Tekanan osmoyik koloid protein dalam Kapsula Bowman ( πB ), yang memulai filtrasi ( pada keadaan normal , konsentrasi protein dalam filtrat glomerulus sedemikian rendah sehingga tekanan osmotik koloid cairan kapsula Bowman dianggap nol ). e. Kenaikan koefisien filtrasi kapiler glomerulus ( Kf ) meningkatkan GFR Kf merupakan ukuran hasil konduktifitas hidrolik dan daerah permukaan kapiler glomerulus. Kf tidak dapat di ukur secara langsung, tetapi dengan percobaan dapat diperkirakan, yaitu dengan membagi laju filtrasi glomerulus dengan tekanan filtrasi akhir : Kf = GFR / Tekanan Akhir Secara teoretis peningkatan Kf akan menaikkan GFR, sedangkan penurunan Kf akan Mengurangi GFR. Namun, perubahan Kf mungkin tidak menghasilkan mekanisme primer pengaturan GFR normal dari hari ke hari. Tetapi beberapa penyakit menurunkan Kf dengan mengurangi sejumlah fungsi kapiler glomerulus ( karena itu mengurangi daerah permukaan untuk filtrasi ) atau dengan mengurangi ketebalan membran kapiler glomerulus dan mengurangi konduktifitas hidroliknya. Sebagi contoh diabetes melitus atau hipertensi kronik yang tidak terkontrol secara bertahap akan menurunkan Kf dengan meningkatkan ketebalan kapiler Glomerulus membran dasar, dan kadang – kadang dengan merusak kapiler sedemikian berat sehinnga kapiler tidak berfungsi sama sekali atau rusak berat.

Page 3

f. Peningkatan Tekanan Hidrostatik Kapsula Bowman dapat menurunkan GFR Pengukuran langsung tekanan hidrostatik kapsula Bowman dan pada tempat yang berbeda – beda ditubulus proksimal, dengan menggunakan mikropipet, menunjukkan bahwa perkiraan yang masuk akal untuk tekana Kapsula Bowman pada manusia ialah 18 mm Hg pada kondisi normal. Kenaikan tekanan hidrostatik pada Kapsula Bowman dapat mengurangi GFR, sedangkan penurunan tekanan tersebut meningkatkan tekanan GFR. Namun, perubahan tekanan Kapsula Bowman normalnya tidak memberi arti penting untuk pengaturan GFR. Dalam keadaan patologi tertentu yang berkaitan dengan obstruksi traktur urinarius, tekanan Kapsula Bowman dapat meningkat secara nyata. Kenaikan tekanan osmotic koloid dalam plasma yang mengalirmelalui kapilerglomerulus. Secara normal, kira-kira seperlim cairan kapiler glomerulus disaring ke dalam kapsulaBowman,karna itu protein plasma yang terkonsentrasi tidak disaring. Kenaikan fraksi fitrasi(GFR/aliran plasma ginjal) meningkatkan laju dimana tekanan osmotic koloid plasma meningkat sepanjang kapiler glomerulus; penurunan fraksi fitrasi mempunyai efek kebalikanya. Bahkan penurunan GFR yang serius. Sebagai contoh; pengendapan kalsium atau asam urat dapat menghasilkan”batu”pada traktus urinatius, seringkali pada ureter,karna itu menghambat aliran traktus urinarius dan menaikan tekanan kapsula Bowman. Hal ini menurunkan GFR dan kadang-kadang dapat merusak atau bahkan menghancurkan ginjal kecuali jika obstruksi dihilangkan. g. KenaikanTekanan Osmotik Koloid Kapiler Glomerulus Dapat Menurunkan GFR Ketika darah mengalir dari arteriol eferen, konsentrasi protein plasma meningkat kira-kira 20%’ Alasan untuk ini ialah bahwa kira-kira seperlima cairan pada kapiler disaring ke dalam kapsula Bowman, karna itu protein plasma glomerulus yang terkonsentrasi tidak disaring. Dengan menganggap bahwatekanan osmotic koloid normal plasma yang memasuki kapilerglomerulus besarnya 28 mm Hg, nilai tersebut meningkat secara normal menjadi kira-kira 36 mm Hg pada saat darahmencapai ujung eferen kapiler. Oleh karena itu,tekanan osmotic koloid rata-rata dari protein plasma kapiler glomerulus merupakan pertengahan antara 28 dan 36 mm Hg,atau kira-kira 32 mm Hg. Jadi,ada dua factor yang mempengaruhi tekanan osmotic koloid kapiler glomerulus: 1. Tekanan osmotik koloid plasma arterial 2. Fraksi plasma yang disaring oleh kapiler glomerulus (frakdi fitrasi). Kenaikan tekanan osmotic koloid plasma arterial meningkatkan tekanan osmotic koloid kapiler glomerulus, yang kemudian menurunkan GFR. Kenaikan fraksi fitrasi juga memekatkan protein plasma dan meningkatkan tekanan osmotic koloid glomerulus. Karna fraksi fitrasi diartikan sebagai GFR/aliran plasma ginjal,maka fraksi fitrasi dapat ditingkatkan dengan menaikan GFR atau dengan menurunkan aliran plasma ginjal. Sebagai contoh, penurunan aliran plasma ginjal tanpaperubahan awal pada GFR akan cendrung meningkat fraksi fitrasi, yang akan menaikan tekanan osmotic koloid kapiler glumerulus dan cendrung untuk menurunkan GFR. Dengan alas an ini, perubahan aliran darahginjal dapat

Page 4

mempengaruhi GFR secara bebas terhadap perubahan tekanan hidrostatik glumerulus. Pada kenaikan aliran darah ginjal,fraksi plasma yang lebih erndah pada awalnx disaring keluar dari kapiler glomerulus,menyababkan kenaikan tekanan osmotic koloid kapiler glomerulus yang lebih lambat dan efek penghambatan GFR yang lebih sedikit. Akibatnya, walupun dengan tekanan hidrostatik glomerulus yang konstan, laju aliran darah yang lebih besar ke dalam glomerulus cendrung meningkatkan GFR, dan laju aliran darah yang lebih rendah ke dalam glomerulus cendrung menurunkan GFR. h. Kenaikan Tekanan Hidrostatik Kapiler Glomerulus dapat Meningkatkan GFR Kenaikan Tekanan Hidrostatik Kapiler Glomerulis pada manusia tidak dihitung secara langsung tetapi telah diperkirakan kira-kira 60 mm Hg pada kondisi normal. Perubahan Tekanan Hidrostatik Glomerulus berperan sebagai alat pengaturan fisiologi utama pada GFR. Kenaikan Tekanan Hidrostatik Glomerulus akan meningkatkan GFR, sedangkan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus akan menurunkan GFR. Tekanan hidrostatik glomerulus ditentukan oleh tiga variable, masing-masing variable berada di bawah pengaturan fisiologis; (1) tekanan arteri, (2) tahanan arterial aferen, dan tahanan arterial eferen. Kenaikan tekanan arteri cendrung meningkatkan tekanan hidrostatik glomerulus dan, karna itu, meningkatkan GFR.(Namun, seperti yang didiskusikan selanjutnya,efek ini disangga oleh mekanisme otoregulator yang mempertahankan tekanan glumerulus agar relative konstan pada tekanan darah yang berubah-ubah). Kenaikan tahanan arteriol aferen mengurangi tekanan hidrostatik glomerulus dan menurunkan GFR. Sebaliknya, dilatasi arteriol aferen menaikan tekanan hidrostatik glomerulus dan GFR. Konstriksi arteriol aferen meningkatkan tahanan aliran dari kapiler glomerulus. Hal ini akan menaikan tekanan hidrostatik glomerulus, dan sepanjang kenaikan tahanan eferen tidak mengurangi aliran darah ginjal terlalu banyak, maka GFR meningkat sedikit. Namun, karna konstriksi arteriol eferen juga mengurangi darah ginjal, fraksi fitrasi dan tekanan osmotik koloid glomerulus meningkat seperti peningkatan tahanan arteriol eferen. Karna itu, jika konstriksi arteriol eferen cukup berat (melebihi tiga kali lipat kenaikan tahanan arteriol eferen), maka kenaikan tekanan osmotic koloid akan melebihi kenaikan tekanan hidrostatik kapiler glomerulus yang disebabkan oleh konstriksi arteriol efren. Ketika hal ini terjadi, kekuatan akhir fitrasi menjadi menurun, menyebabkan pengurangan GFR. Jadi, konstriksi arteriol eferen mempunyai efek bifasik pada GFR,ntetapi dengan konstriksi yang berat, terdapat penurunan GFR yang trakhir adalah sebagai berikut; ketika konstriksi eferen menjadi berat dan konsentrasi protein plasma meningkat, terdapat peningkatan tekanan osmotik koloid yang cepat dan nonlinier yang disebabkan efek Donnan; makin tinggi konsentrasi protein, makin cepat tekanan osmotic koloid meningkat karena interaksi ikatan ion terhadap protein plasma, yang juga mengunakan efek osmotic.

Page 5

Sebagai ringkasan , konstriksi srteriol aferen bergantung pada parahnya konstriksi; konstriksi sedang akan menaikan GFR, tetapi konstriksi efren yang parah (lebih dari tiga kali lipat tahanan) cendrung akan menurunkan GFR. i. Filtrasi, Rearbsorbsi, dan Sekresi Zat yang Berbeda Pada umumnya, rearbsorbsi tubulus secara kuantitatif lebih penting daripada sekresi tubulus dalam pembentukan urin, tetapi sekresi berperan penting dalam menentukan jumlah ion kalium dan hidrogen serta beberapa zat lain yang diekskresi dalam urin. Banyak zat yang harus dibersihkan dari darah, terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, dan garam – garam asam urat direarbsorbsi sedikit dan, karena itu di ekskresi dalam jumlah besar kedalam urin. Zat asing dalam bahan kimia tertentu juga di rearbsorbsi sedikit tetapi, selain itu, disekresi dari darah kedalam tubulus sehingga laju ekskresinya tinggi. Dengan kata lain, elektrolit, seperti ion natrium, klorida, bikarbonat, direarbsorbsi dengan sangat baik, sehingga hanya sejumlah kecil saja yang tampak dalam urin. Zat nutrisi tertentu, seperti asam amino dan glukosa, direarbsorbsi secara lengkap dari tubulus dan tidak muncul dalam urin meskipun sejumlah besar zat tersebut difiltrasi oleh kapilet glomerulus. Setiap proses filtrasi glomerulus, Rearbsorbsi tubulus, dan sekresi tubulusdiatur menurut kebutuhan tubuh sebagai contoh, jika terdapat kelebihan natrium dalam tubuh, laju filtrasi natrium meningkat dan sebagian kecil natrium hasil filtrasi akan direarbsorbsi, menghasilkan peningkatan ekskresi natium urin. Pada banyak zat, laju filtrasi dan rearbsorbsi relatif sangat tinggi terhadap laju ekskresi. Oleh karena itu, pengaturan yang lemah terhadap filtrasi atau rearbsorbsi dapat menyebabkan perubahan yang relatif besar dalam ekskresi ginjal. Sebagai contoh kenaikan laju filtrasi glomerulus ( GFR ) yang hanya 10 % ( dari 180 menjadi 198 liter/hari ) akan menaikkan volume urin 13 kali lipat ( dari 1,5 menjadi 19.5 liter/hari ) jika rearbsorbsi tubulus tetap konstan. Pada kenyataanya perubahan filtrasi glomerulus dan rearbsorbsi tubulus selalu bekerja dengan cara yang terkoordinasi untuk menghasilkan perubahan yang sesuai pada ekskresi ginjal. Salah satu keuntungan dari GFR yang tinggi yaitu membuat ginjal mampu menyingkirkan produk buangan dari tubuh dengan cepat yang terutama bergantung pada filtrasi glomerulus untuk ekskresinya. Kebanyakan produk buangan tersebut direarbsorbsi sedikit oleh tubulus dan, oleh karena itu bergantung pada GFR yang tinggi untuk penyingkiran yang efektif dari tubuh. Keuntungan kedua dari tingginya GFR yaitu menyebabkan semua cairan rubuh dapat difiltrasi dan diproses oleh ginjal sepanjang waktu setiap hari. Karena seluruh volume plasma hanya kira – kira 3 liter, sedangkam GFR kira – kira 180 liter/hari, ini menunjukkan bahwa seluruh plasma dapat difiltrasi dan diproses kira – kira 60 kali setiap hari. GFR yang tinggi ini menyebabkan ginjal mampu mengatur volume dan komposisi cairan tubuh secara tepat dan cepat.

Page 6

2. Reabsorbsi Dan Sekresi oleh Tubulus Ginjal Sewaktu Sewaktu filtrat glomerulus memasuki tubulus ginjal, filtrat ini mengalir melalui bagian – bagian tubulus sebagai berikut – tubulus proksimalis, ansa henle, tubulus distalis, tubulus koligentes, dan akhirnya duktus koligentes – sebelum diekskresikan sebagai urin. Di sepanjang jalan yang dilaluinya, beberapa zat direabsorbsi kembali secara selektif dari tubulus dan kembali ke dalam darah, sedangakan yang lain disekresikan dari darah ke lumen tubulus.Pada akhirnya, urin yang terbentuk dan semua zat di dalam urin akan menggambarkan penjumlahan dari tiga proses dasar ginjal –filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. Untuk kebanyakan zat, dalam menentukan kecepatan akhir sekresi urin, reabsorpsi memegang peranan lebih penting daripada sekresi. Namun, ion – ion kalium, ion – ion hidrogen, dan sebagian kecil zat – zat yang lain dijumpai dalam urin cukup banyak disekresikan. a. Reabsorbsi Tubulus bersifat Selektif dan Secara Kuantitatif Besar Kecepatan masing – masing zat yang difiltrasikan ini dihitung sebagai berikut : Filtrasi = Kecepatan filtrasi glomerulus × konsentrasi plasma. Perhitungan ini menganggap bahwa zat – zat difiltrasi secara bebas dan tidak terikat pada protein plasma. Sebagai contoh, kalau konsentrasi glukosa plasma adalah 1 gr/liter, jumlah glukosa yang difiltrasi setiap hari kira – kira 180 liter/hari x 1gr/liter, atau 180 gr/hari. Karena sebetulnya secara normal tidak ada glukosa hasil filtrasi yang diekskresikan, maka kecepatan reabsorbsi glukosa juga 180 gr/hari. Untuk kebanyakan zat, proses filtrasi glomerulus dan reabsorbsi tubulus secara kuantitatif relatif sangat besar terhadap sekresi urin. Ini berarti bahwa sedikit saja perubahan pada filtrasi glomerulus atau reabsorbsi tubulus, maka secara potensial dapat menyababkan perubahan yang relatif besar pada ekskresi urin. Sebagai contoh, penurunan reabsorbsi tubulus sebesar 10 persen, dari 178,5 menjadi 160,7 l iter/hari, dapat meningkatkan volume volume urin dari 1,5 menjadi 19,3 liter/hari (meningkat hampir 13 kali lipat) bila laju filtrasi glomerulus (GFR) tetap konstans. Akan tetapi, kenyataannya perubahan – perubahan reabsorbsi tubulus dan filtrasi glomerulus dan dikoordinasikan begitu ketat, sehingga dapat dihindari terjadinya fluktuasi sekresi urin yang besar. Tidak seperti filtrasi glomerulus, yang secara relatif tidak selektif (artinya, pada dasarnya semua zat terlarut dalam plasma akan difiltrasi, kecuali protein plasma atau zat – zat yang terikat pada protein), reabsorbsi tubulus bersifat sangat selektif. Beberapa zat, seperti glukosa dan asam – asam amino, direabsorbsi hampir sempurna dari tubulus, sehingga nilai ekskresi dalam urin adalah nol. Banyak ion dalam plasma, seperti natrium, klorida, dan bikarbonat, juga sangat diabsorbsi, tetapi kecepatan diabsorbsi dan ekskresi urinnya bervariasi, bergantung pada kebutuhan tubuh. Beberapa produk buangan seperti, seperti ureum dan krieatinin, sebaliknya sulit direabsorbsi dari tubulus dan diekskresi dalam jumlah yang relatif besar. Oleh karena itu, dengan mengntrol besarnya reabsorbsi berbagai zat, ginjal mengatur ekskresi zat terlarut secara terpisah satu sama lain, yaitu suatu kemampuan yang penting untuk pengaturan komposisi cairan tubuh yang tepat. Dalam bab ini, kita diskusikan

Page 7

mengenai mekanisme yang menyebabkan ginjal secara selektif mampu mereabsorbsi atau menyakresi berbagai zat dalam jumlah yang berbeda – beda. b. Rearbsorbsi Tubulus Termasuk Pasif dan Aktif Bila suatu saat akan direabsorbsi, pertama zat tersebut harus ditranspor (a) melintasi membran epitel tubulus kedalam cairan interstisial ginjal dan kemudian (b) melalui membran kapiler peritubulus kembali kedalam darah. Makanya, reabsorbsi air dan zat terlarut meliputi serangkaian langkah transpor. Reabsorbsi melalui epitel tubulus ke dalam cairan interstisial meliputi traspor aktif atau pasif dengan mekanisme dasar yang sama. Yaitu tranpor melalui membran lain dalam tubuh. Sebagai contoh, air dan zat terlarut dapat ditranspor melalui membran selnya sendiri (jalur transeluler) atau melalui ruang sambungan antara sel (jalur paraseluler). Kemudian setelah diabsorbsi melalui sel epitel tubulus ke dalam cairan interstisial ini, air dan zat terlarut selanjutnya ditranspor melalui dinding kapiler ke dalam darah dengan cara ultrafiltrasi (aliran yang besar) yang diperantarai oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik koloid. Kapiler – Kapiler peritubular bertindak sangat menyerupai bagian ujung vena dari kebanyakan kapiler yang lain, karena terdapat kekuatan reabsorbsi akhir yang menggerakkan cairan dan zat terlarut dari interstisium ke dalam darah. 1) Transpor Aktif Transpor aktif dapat mendorong suatu zat terlarut melawan gradien elektrokimia dan membutuhkan energi yang berasal dari metabolisme. Tranpor yang berhubungan langsung dengan suatu sumber energi, seperti hidrolisis adenosin trifosfat (ATP), disebut sebagai transport aktif primer. Suatu contoh yang baik adalah pompa natrium – kalium ATPase yang berfungsi pada hampir semua bagian tubulus ginjal. Transport yang tidak berhubungan scara lansung dengan suatu sumber energi, seperti yang diakibatkan oleh gradien ion, disebut sebagai tranport aktif sekunder. Reabsorbsi glukosa oleh tubulus ginjal adalah suatu contoh dari transpor aktif sekunder. Walaupun zat terlarut dapat direabsorbsi melalui mekanisme aktif atau pasif oleh tubulus, air selalu direabsorbsi dengan mekanisme fisik pasif (nonaktif) yang disebut osmosis, yang berarti suatu difusi air dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut yang rendah(konsentrasi air yang tinggi) kedaerah dengan konsentrasi zat terlarut tunggi (konsentrasi air rendah). a) Zat Terlarut Dapat Ditranspor Melalui Sel – Sel Epitel atau antara Sel – Sel. Sel – Sel tubulus ginjal, seperti sel – sel epitel lainnya, terikat satu sama lain oleh tautan erat (tight junctions). Ruang interseluler lateralis terdapat dibelakang tautan erat dan memisahkan sel – sel epitel tubulus. Zat terlarut dapat direabsorbsi atau disekresi melintasi sel – sel melalui jalur transeluler, atau antara sel – sel dengan bergerak melintasi tautan erat dan ruang interseluer, melalui jalur paraseluler. Natrium adalah suatu unsur yang bergerak melalui kedua jalur, walaupun sebagian besar natrium ditranspor melalui jalur transeluler. Pada beberapa segmen nefron, terutama tubulus proksimalis, air juga diabsorbsi melintasi jalur paraseluler, dan zat – zat yang

Page 8

terlarut dalam air, teristimewa ion kalium, magnesium dan klorida, dibawa bersama cairan yang direabsorbsi diantara sel – sel. b) Transport Aktif Primer Melalui Membran Tubulus Bertalian Dengan Hidrolisis ATP. Transpor aktif primer adalah bahwa hal ini dapat menggerakkan zat terlarut melawan suatu gradien elektrokimia. Energi untuk transport aktif ini bersumber dari hidrolisa ATP melalui ATPase yang terikat membran; ATPase ini juga merupakan suatu komponen dari mekanisme carrier yang bergabung dan menggerakkan zat terlarut melintasi membran sel. Pengangkut aktif primer yang telah dikenal antara lain natrium-kalium ATPase, hirogen ATPase, hidrogen- kalium ATPase, dan kalsium ATPase. Suatu contoh yang baik dari sistem transpor aktif primer adalah reabsorbsi ion – ion natrium melintasi membran tubulus proksimal. Pada sisis baselateral sel – sel epitel tubulus, membran sel mempunyai banyak sistem natrium-kalium ATPase yang menghidrolisis ATP dan menggunakan energi yang dilepaskan untuk mentranspor ion – ion natrium keluar dari sel masuk ke dalam interstisium. Pada waktu yang bersamaan, kalium ditranspor dari interstisium ke dalam sel. Pompa – pompa ion ini akan mempertahankan konsentrasi natrium intraseluler tetap rendah dan kalium intraseluler tetap tinggi serta menciptakan suatu muatan negatif akhir kira – kira – 70 milivolt di dalam sel. Pemompaan natrium keluar dari sel melintasi membran basolateral sel menyebabkan difusi natrium secara pasif melintasimembran sel luminal, dari lu men tubulus ke dalam sel, dengan dua alasan : (1) Terdapat suatu gradien konsentrasi yang menyebabkan natrium berdifusi kedalam sel, karena konsentrasi natrium intraseluler rendah (12 mEq/L) dan konsentrasi natrium dalam cairan tubulus tinggi (140 mEq/L). (2) Potensial intraseluler yang negatif – 70 milivolt ini, menarik ion – ion positif natrium dari lumen tubulus ke dalam sel. Reabsorbsi aktif natrium oleh natrium – kalium ATPase terjadi pada sebagian besar tubulus. Pada bagian – bagian tertentu nefron, terdapat perlengkapan tambahan untuk menggerakkan natrium dalam jumlah besar ke dalam sel. Pada tubulus proksimal, terdapat sejumlah besar brush border sisi luminal dari membran (sisi yang menghadap lumen tubulus ) yang memperluas area permukaan kira – kira 20 kali lipat. Disitu juga terdapat protein pembawa natrium yang mengikat ion natrium pada bagian permukaan luminal membran dan melepaskan ion – ion ke dalam sel, sehingga menghasilkan difusi pasif natrium melalui membran ke dalam sel. Pratein pembawa natrium ini juga penting untuk transport aktif sekunder zat – zat lain, seperti glukosa dan asam amino. Dengan demikian, reabsorbsi akhir ion natrium dari lumen tubulus kembali ke dalam darah akan melibatkan paling sedikit tiga tahap :  Natrium ditransport melalui membran basolateral melawan suatu gradien elektrokimia oleh pompa natrium – kalium ATPase.

Page 9



Natrium berdifusi melalui membran luminal (yang juga disebut membran apikel) ke dalam sel, mengikuti suatu gradien elektrokimia yang terbentuk oleh pompa natrium – kalium ATPase pada sisi basolateral membran.  Natrium , air, dan zat – zat lai direabsorbsi dari cairan interstisial ke dalam kapiler – kapiler peritubuler dengan cara ultrafiltrasi, yaitu suatu proses pasif yang didorong oleh gradien dari tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. c) Reabsorbsi Aktif Sekunder Melalui Membran Tubulus. Pada transport aktif sekunder, dua atau lebih zat – zat saling berinteraksi dengan suatu protein membran khusus (molekul carrier) dan ditransport bersama melewati membran. Saat salah satu zat ( misalnya, natrium ) berdifusi mengikuti gradien elektrokimianya, energi yang dilepaskan digunakan untuk untuk melawan gradien elektrokimianya. Jadi, transport aktif sekunder tidak membutuhkan energi secara langsung dari ATP atau dari sumber fosfat berenergi tinggi yang lain. Agaknya, sumber energi yang langsung adalah yang dihasilkan oleh difusi pasif terus – menerus dari zat – zat lain yang ditransport menurut gradien elektrokimianya. Mekanisme – mekanisme transport ini begitu efisien sehingga mereka betul – betul mengangkut semua glukosa dan asam amino dari lumen tubulus. Setelah masuk ke dalam sel, glukosa dan asam – asam amino keluar melalui membran basolateral dengan cara difusi pasif, didorong oleh konsentrasi yang tinggi dari glukosa dan asam – asam amino dalam sel. Walaupun transport glukosa melawan gradien kimia tidak secara langsung menggunakan ATP, reabsorbsi glukosa bergantung pada energi yang digunakan oleh pompa natrium - kalium ATPase aktif primer pada membran basolateral. Akibat aktifitas pompa ini, gradien elektrokimia untuk difusi pasif natrium yang melintasi membran luminal dapat dipertahankan, dan ini adalah difusi masuk natrium ke dalam sel yang menyediakan energi untuk tranpor keluar glukosa melintasi membran luminal pada saat yang bersamaan. Makanya, reabsorbsi glukosa ini disebut sebagai “ tranport aktif sekunder” karena glukosa sendiri dari reabsorbsi melawan suatu gradien kimia, tetapi hal ini merupakan “ sekunder “ terhadap transpor aktif primer natrium. Satu hal penting lain yang harus diingat adalah bahwa suatu zat dikatakan mengalami transport “aktif” apabila paling sedikit terdapat suatu tahap dalam reabsorbsi yang melibatkan transport aktif primer atau sekunder, walaupun tahap – tahap lain dalam proses reabsorbsi adalah pasif. Untuk reabsorbsi glukosa, terjadi tranport aktif sekunder pada membran luminal, tetapi difusi pasif yang terfasilitasi terjadi di membran basolateral dan pengambilan pasif oleh suatu aliran yang besar terjadi pada kapiler – kapiler peritubuler. d) Sekresi Aktif Sekunder Ke dalam Tubulus. Beberapa zat disekresikan ke dalam tubulus dengan cara tranpor aktif sekunder. Hal ini sering melibatkan transpor imbangan zat dengan ion – ion

Page 10

natrium. Pada transpor imbangan, energi yang dilepaskan dari gerakan masuk salah satu zat (sebagai contoh, ion –ion natrium) menyebabkan pergerakan keluar zat kedua dalam arah yang berlawanan. Salah satu cotoh transpor imbangan, adalah sekresi aktif ion hidrogen yang terangkai dengan reabsorbsi natrium pada lumen tubulus proksimal. Dalam hal ini, natrium masuk ke dalam sel dibarengi dengan pengeluaran hidrogen dari sel oleh tranpor imbangan natrium – hidrogen. Tranpor ini diperantai oleh satu protein khusus pada brush border membran luminal. Sewaktu natrium diangkut ke bagian dalam sel, ion hidrogen didesak keluar dalm arah yang berlawanan ke dalam lumen tubulus. e) Pinositisis – Suatu Mekanisme Transpor Aktif Untuk Mereabsorbsi Protein. Beberapa bagian dalam tubulus, terutama tubulus proksimal mereabsorbsi molekul – molekul besar seperti protein dengan cara Pinositisis. Dalam proses ini, protein melekat ke brush border membran luminal dan kemudian bagian membran ini berinvaginasi ke bagian dalam sel sampai protein mencekung dengan sempurnadan terbentuklak suatu vesikel yang mengandung protein tersebut. Segera setelah berada di dalam sel, protein itu dicerna menjadi asam amino - asam amino penyusunnya, yang direabsorbsi melewati membran basolateral ke dalam cairan interstisial. Karena Pinositisismembutuhkan energi, maka diduga merupakan suatu bentuk tranpor aktif. f) Tranpor Maksimum Bagi zat – zat yang di absorbsi secara aktif. Bagi kebanyakan zat yang direabsorbsi dan disekresikan secara aktif terdapat suatu batasan kecepatan dimana zat yang terlarut dapat ditranspor sering disebut sebagai transpor maksimum. Keterbatasan ini disebabkan oleh kejenuhan sistem tranpor khusus apabila jumlah zat terlarut yang dikirim ke tubulus (disebut muatan tubulus) melebihi kapasitas protein pengangkut dan enzim – enzim khusus yang trekait dalam proses transport. Sistem transpor glukosa di dalam tubulus proksimal merupakan satu contoh yang baik, umumnya glukosa tidak tampak dalam urin, karena pada dasarnya semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi dalam tubulus proksimal. Namun bila muatan yang difiltrasi melebihi kemampuan tubulus mereabsorbsi glukosa maka akan terjadi ekskresi glukosa dalam urin. Pada manusia dewasa, terjadi ekskresi glukosa dalam urin. Pada manusia dewasa, tranpor maksimum glukosa rata – rata sekitar 320 mg/menit, sedangkan muatan glukosa yang difiltrasi hanya sekitar 125 mg/ml (GFR x Glukosa plasma = 125 ml/menit x 1 mg/ml). Dengan suatu peningkatan GFR yang besar dan/atau konsentrasi glukosa plasma yang meningkatkan muatan glukosa yang difiltrasi di atas 320mg/menit. Kelebihan glukosa yang difiltrsi tidak diresbsorbasi tetapi lewat ke dalam urin. Glukosa plasma pada orang normal hampir tidak pernah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan ekskresi glukosa di dalam urin. Akan tetapi, pada diabetes melitus yang tidak terkontrol, glukosa plas-ma dapat ,neningkat

Page 11

sampai kadar yang tinggi, me-nyebabkan muatan glukosa yang difiltrasi melebihi transpor maksimumnya dan sebagai akibatnya terjadi ekskresi glukosadalam urin. g) Zat – Zat Yang Ditranspor Tetapi Tidak Menunjukkan Transpor Maksimum Alasan mengapa zat terlarut yang ditranspor secara aktif menunjukkan transpor maksimum adalah karena sistem pengangkut transpor mengalami kejenuhan se-waktu muatan tus Qwqq’q’bulus bertambah. Zat - Zat yang direabsorbsi secara pasif tidak memperlihatkan transpor karena laju transpor zat-zat ini ditentukan oleh faktor-faktor lain yaitu  Gradien elektro-kimia bagi difusi zat-zat melewati membran  Per-meabilitas membran bagi zat-zat  Lamanya cairan yang mengandung zat tersebut berada di dalam tubulus. Tipe transpex seperti ini disebut trunspor Gradien waktu karena laju transpornya bergantung pada gradien elektrokimia dan lamanya zat-zat itu berada dalam tubulus, yang selanjutnya bergantun-g pada laju aliran tubulus. Beberapa yang ditranspor secara aktif juga mempunyai sifat-sifat trartspor Gradien waktu. Suatu contoh adalah reabsorpsi natrium dalam tubulus pruk-simal. Alasan utama bahwa transpor natrium dalam tubulus proksimal tidak mcnunjukkan suatu transpor maksimum ialah karena terdapat faktor-faktor lain yang membatasi laju reabsorpsi di samping laju mak-simum transpor aktif. Sebagai contoh, pada tubulus proksimal, kapasitas transpor maksimum dari pompa basolateral natrium-kalium ATPase biasanya jauh lebih besar daripada laju reabsorpsi natrium akhir , yang sebenarnya. Penyebabnya adalah karena terda-pat natrium dalam jumlah yang berarti ditranspor keluar dari sel kemudian masuk kembali ke dalam lumen tubulus melalui epitel tautan erat. Laju terjadinya kebocoran kembali ini bergantung pada beberapa faktor, antara lain :  Permeabilitas tautan erat dan  Lekanan fisik interstisial, yang menentukan laju reab-sorpsi aliran yang besar dari cairan interstisial ke dalam kapiler-kapiler peritubulus. Oleh karena itu, transpor natrium dalam tubulus proksimal terutama lebih mengikuti prinsip-prinsip transpor gradien- waktu daripada ciri-ciri transpor maksimum tubulus. Ini berarti bahwa semakin besar konsentrasi natrium dalam tubulus proksimal, semakin besar pula laju re-absorpsinya. Begitu pula, makin lambat laju aliran cairan tubulus, makin besar pulalah persentase na-trium yang dapat direabsorbsi dari tubulus proksimal. Pada bagian yang lebih distal dari nefron, sel-sel epitel mcmpunvai lebih banyak tautan yang lebih erat dan mentranspor lebih sedikit natrium. Pada segmen -segmen ini, rcabsorpsi natrium menunjukkan suatu transpor maksimum yang mirip dengan transpor aktif zat-zat lain. Sclanjutnva, transpor

Page 12

maksimum ini da-pat diperbesar oleh pengaruh hormon tertentu, seperti aldosteron. 2) Transpor Pasif a) Reabsorpsi Air Secara Pasif Melalui Osmosis Terutama Menyertai Reabsorpsi Natrium Bila zat terlarut ditranspor keluar dari tubulus melalui transpor aktif primer atau sek-under, konsen-trasinya cendcrung berkurang di dalarn tubulus, sc-mentara di dalam interstisium ginjal bertambah. Ini menimbulkan suatu perbedaan konsentrasi yang me-nyebabkan terjadinya osmosis air dalam arah yang sama dengan zat terlarut yang ditranspor, dari lumen tubulus ke interstisium ginjal. Beberapa bagian dari tubulus ginjal, terutama tubulus proksimal, sangat permeabel tcrhadap air, sehingga terjadi rcabsorpsi' air yang begitu cepat sehingga hanya tcrdapat gradien konsentrasi yang kccil untuk zat terlarut yang mele-wati membran tubulus. Sebagian besar aliran osmotik air terjadi melalui apa yang disebut tautan erat antara sel-sel epitel dan sel-sel itu sendiri. Alasan untuk hal ini, seperti yang telah didiskusikan, adalah bahwa tautan antara sel-sel tidak seerat seperti nama yang disandangnya, dan me-reka membolehkan difusi air dalarn jumlah yang berarti dan ion-ion kecil lainnya. Ini terbukti pada tubulus proksimal, yang mcmpunyai permeabilitas tinggi tcrhadap air dan sedikit permeabilitas terhadap kebanyakan ion; seperti natrium, klorida, kalium, kal-sium, dan magnesium. Sewaktu air bergerak melintasi tautan erat dengan cara osmosis, air juga dapat membawa serta beberapa zat terlarut, yaitu suatu proses yang disebut sebagai solvent drag. Dan, karena rcabsorpsi air, zat terlarut organik, dan ion-ion bersamaan dengan rcabsorpsi natrium, maka perubahan pada rcabsorpsi natrium akan sangat mempengaruhi reabsorpsi air dan banyak zat terlarut lainnya. Pada bagian nefron yang terletak lebih distal, mulai dari ansa Henle sampai ke tubulus koligentes, tautan erat ini menjadi jauh lebih kurang permeabel terhadap air dan zat terlarut, dan luas area permukaan membran sel-sel epitel jauh berkurang. Oleh karena itu, air tidak dapat bergerak dengan mudah melewati membran tubulus secara osmosis.. Akan tetapi, hor-mon antidiurelik(ADH) dapat sangat mcningkatkan permeabilitas air pada tubulus distal dan tubulus koli-gentes, seperti yang akan didiskusikan kemudian. Jadi, pergerakan air melewati epitel tubulus bisa terjadi hanya bila membran itu.permeabel tcrhadap air, tidak peduli berapa bcsar gradicn osmotiknya. Pada tubulus proksimal, permeabilitas air sclalu ting-gi, dan air dircabsorbsi seccpat zat terlarut. Pada ba-gian asendcn ansa Henle, pcrmeabilitas air sclalu ren-dah, sehingga harnpir tidak ada air yang dircabsorbsi, walaupun gradien osmotik besar. Permeabilitas air pada bagian akhir tubulus-tubulus distal, tubulus koligcntcs, dan duktus koligentes-dapat tinggi atau rendah, bergantung pada ada atau tidaknya ADH.

Page 13

b) Reabsorpsi Klorida,Ureum, dan Zat-Zat Terlarut Lainya Melalui Difusi Pasif Sewaktu natrium direabsorbsi melalui sel-scl epi-tel tubulus, ion-ion negatif seperti klorida ditranspor bcrsama dengan natrium karena adanya potensial listrik. Dengan demikian, transpor ion natrium ber-muatan positif keluar dari lumen akan meninggalkan bagian dalam lumen menjadi bermuatan negatif, di-bandingkan dengan cairan lnterstisial. Hal ini menyebabkan ion-ion klorida berdifusi secara pasif melalui jalur paraselular (yaitu, intara sel-sel). Re-absorpsi tambahan ion-ion klorida timbul karena ter-jadinya gradien konsentrasi klorida ketika air dire-absorbsi dari tubulus dengan cara osmosis, sehingga mengkonsentrasikan ion-ion klorida dalam lumen tubulus. Jadi, rcabsorpsi aktif natrium berpasangan erat dengan reabsorpsi pasif klorida melalui potensial listrik, dan gradien konscntrasi klo-rida. Ion-ion klorida juga dapat direabsorbsi melalui transpor aktif sekunder. Bagian paling penting dari proses transpor aktif sekunder untuk reabsorpsi klo-rida melibatkan kotranspor klorida dengan natrium melalui membran luminal. Ureum juga direabsorbsi secara pasif dari tubulus tetapi jauh lebih sedikit daripada ion klorida. Ketika air dircabsorbsi dari tubulus (melalui osmosis ber-sama dengan reabsorpsi natrium), konscntrasi ureum dalam lumen tubulus mcningkat. Hal ini menimbulkan gradien konscntrasi yang menyebabkan reabsorpsi urea. Akan tetapi, urcum tidak dapat memasuki tubulus scbanyak air. Olch karna itu, kira-kira satu setengah urcum yang difiltrasi melalui kapiler-kapiler glomcrulus akan dircabsorbsi secara pasif dari tubulus. Ureum yang masih terting-gal akan masuk ke dalam urin, menyebabkan ginjal mengekskresikan scjumlah besar produk buangan metabolisme ini. Produk buangan metabolisme lainnya, yaitu krca-tinin, adalah molckul yang bahkan lebih besar dari ureum dan pada dasarnya tidak permeabel terhadap membran tubulis. Olch karna itu, kreatinin yang, tclah difiltrasi hampir tidak ada yang dircabsorbsi, se-hingga sebenarnya semua kreatinin yang difiltrasi olch glomerulus akan diekskresikan kc dalam urin. c) Reabsorsi Tubulus Proksimal Secara normal, sekitar 65 persen dari muatan natrium dan air yang difiltrasi, dan nilai presentase yang rcndah lagi dari klorida. akan direabsorbsi olch tubulus proksimal sebelum filtrat mencapai ansa Henle.Pcrsentase ini dapat mcningkat atau menurun dalam berbagai kondisi fisiologis, scperti yang akan dibicarakan kemudian. d) Tubulus Proksimal Mempunyai Kapasitas Yang Besar Untu Rearbsorbsi Aktif dan Pasif Kapasitas reabsorpsi vang besar dari tubulus proksimal adalah hasil dari sifat-sifat sclularnnya yang khusus, Sel-sel epitel tubulus proksimal bcrsifat sangat metabolik dan mempunyai sejumlah besar mitokondria untuk

Page 14

mendukung, proses transpor aktif yang kuat. Di sam-ping itu, scl-sel tubulus proksimal mempunyai banyak sekali brush border pada sisi lumen (apikal) Membran, juga labirin interselular dan saluran basal yang luas, semuanya ini bersama-sama menghasilkan area permukaan membran yang luas pada sisi lumen dan sisi basolateral dari epitelium untuk mentranspor ion-ion natrium dan zat-zat lain dengan cepat. Permukaan membran epitelial brush border yang luas juga dimuati dengan molekul-molekul protein pembawa yang mcntranspor sebagian besar ion natrium melewati membran lumen yang bertalian dc-ngan mckanisnic kotransport dengan berbagai nutrien organik sepcrti asam amino dan glukosa. Sisa natrium ditranspor dari lumen tubulus, ke dalam sel dengan mekanisme transpor imbangan yang mereabsorbsi natrium sementara mensekresi zat-zat lain kc dalam lumen tubulus, terutama ion-ion hidrogen. Seperti yang telah didiskusikan dalarn Bab 30. sckresi ion hi-drogen ke dalam lumen tubulus adalah langkah pen-ting dalam pemindahan ion-ion bikarbonat dari tubulus (deng,an menggabungkan H+ dengan HCO3 ke bentuk H2CO3.yang mana kemudian berdisosiasi menjadi H2O dan CO2.) Walaupun pompa natrium – kalium ATPase menyediakan suatu tenaga yang besar untuk reabsorbsi natrium, klorida, dan air diseluruh tubulus proksimal, terdapat beberapa perbedaan mekanisme bagaimana natrium dan klorida di transpor melalui sisi lumen bagian pertama dan terakhir membran tubulus proksimal. Pada pertengahan pertama tubulus , natrium direabsorbsi dengan cara ko- transpor bersama – sama dengan glukosa, asm amino dan zat terlarut lainnya. Tetapi pada bagian pertengahan kedua dari tubulus proksimal, hanya sedikit glukosa dan asam amino yang direabsorbsi. Malahan sekarang natrium terutama direabsorbsi bersama dengan ion –ion klorida. Pertengahan kedua tubulus proksimal memiliki konsentrasi klorida yang relatif tinggi (sekitar 140 mEq/L)dibandingkan dengan bagian awal tubulus proksimal (sekitar 105 mEq/L) karena saat natrium direabsorbsi, natrium membawa glukosa, bikarbonat, dan ion –ion organik pada bagian awal tubulus proksimal, meninggalkan suatu larutan yang mempunyai konsentrasi klorida yang tinggi. Pada pertengahan kedua tubulus proksimal, konsentrasi klorida yang tinggi membantu difusi ion –ion ini dari lumen tubulus melalui tautan interseluler ke dalam cairan interstisial ginjal. e) Konsentrasi zat terlarut sepanjang tubulus proksimal. Walaupun jumlah natrium dalam cairan tubulus menurun secara nyata di sepanjanfg tubulus proksimal , kosentrasi natrium dan osmolaritas total tetap relatif konstan karena permeabilitas air di tubulus proksimal sangat besar sehingga reabsrbsi air dapat mengimbangi reabsorbsi natrium.Zat terlarut organik tertentu seperti glukosa,asam amino dan bikarbonat lebih banyak direabsorbsi daripada air sehingga konsentrasi zat – zat tersebut menurun dengan nyata disepanjang tubulus proksimal. Zat – zat terlarut organik yang lain yang kurang permeabel dan tidak direabsorbsi secatra aktif seperti ureum,

Page 15

konsentrasinya meningkat disepanjang tubulus proksimal.Konsentrasi total zat terlarut seperti yang digambarkan oleh osmolaritas. Pada dasarnya tetap sama disepanjang tubulus [proksimal karena permeabilitas yang sangat tinggi pada bagian nefron ini terhadap air. f) Sekreasi Asam – Asam Dan Basa – Basa Organik Oleh Tubulus Proksimal. Tubulus proksimal juga merupakan tempat penting untuk sekresi asam – asam dan basa – basa organik seperti garam – garam empedu,oksalat,urat, dan katekolamin.Banyak dari zai – zat ini merupakan produk akhir dari metabolisme dan harus dikeluarkan dari tubuh secara cepat sekresi zat – zat ini kedalam tubulus proksimal ditambah filtrasi kedalam tubulus proksimal oleh kapiler glomerulus dan hampir tidak ada reabsorbsi pada bagian manapundari sistem tubulus ini semua bergabung turut berperan terhadap ekskresi yang cepat dalam urin. Selain produk buangan metabolisme, ginjal menyekresi secara langsung banyak obat atau toksin yang potensial berbahaya melalui sel – sel tubulus ke dalam tubulus dan dengan cepat membersihkan zat – zat ini dari darah. Pada obat – obat tertentu seperti penilisin dan salisilat bersihan yang cepat oleh ginjal menimbulkan suatu masalah bagaimana mempertahankan konsentrasi obat agar efektif secara terapeutik. Senyawa lain yang diekskresi secatra cepat oleh tubulus proksimal adalah asam para-aminohipurat(PAH), PAH disekresikan begitu cepat sehingga seorang yang normal dapat membersihkan sekitar 90 persen PAH dari plasma yang mengalir melalui ginjal mengekskresinya dalam urin.Karena alasan ini nilai bersihan PAH dapat digunakan sebagai suatu indeks laju plasma ginjal. 3. Refleks Berkemih Kandung kemih dipersarafi oleh saraf sakral 2 dan sakral 3. Saraf sensoril dari kandung kemih dikirimkan ke medulla spinalis bagian sakral 2 sampai dengan sakral 4 kemudian diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirimkan sinyal kepada otot kandung kemih (destrusor) untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter interna relaksasi dan spinter eksterna yang dibawah kontrol kesadaran akan berperan. Apakah mau miksi atau ditahan/ditunda. Pada saat miksi otot abdominal berkontraksi bersama meningkatnya otot kandung kemih. Biasanya tidak lebih dari 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih yang disebut dengan urine residu. 4. Ciri Urine a. Sifat fisik air kemih 1) Jumlah ekskresi dalam 24 jam + 1500 cc tergantung dari intake 2) Warna, bening kuning muda dan bila dibiarkan akan keruh 3) Bau khas urine amoniak. 4) Berat jenis 1, 015 – 1, 020.

Page 16

5) Reaksi asam, bila lama – lama menjadi alkalis tergantung diet ( sayur menyebabkan alkalis dan protein memberi reaksi asam). 6) Produksi urine Anak : 1 cc/ kg BB/ jam 7) Produksi urine dewasa : 2 – 3 cc/ kg BB/ jam b. Komposisi Urin 1) Air kemih terdiri dari 95 % air. 2) Zat – zat sisa nitrogen dari hasil metabolisme protein, asam urea, amoniak, kreatinin. 3) Elektrolit, natrium, kalsium, bikarbonat, fosfat dan sulfat 4) Pigmen (bilirubin, urobilin) 5) Toksin 6) Hormon. C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI URINARIA Banyak factor yang mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih. Bebarapa perubahan dapat bersifat akut dan kembali pulih/reversibel (mis. Infeksi saluran kemih) sementara perubahan yang lain dapat pulih /ireversibel (mis. Terbentuknya gangguan fungsi ginjal secara progresif dan lambat). Proses penyakit yang terutama mempengaruhi fungsi ginjal (menyebabkan perubahan pada volume atau kualitas urine), pada awalnya secara umum dikategorikan sebagai prarenalis, renalis, atau pascarenalis. Perubahan prarenalis dalam eliminasi urine akan menurunkan aliran darah yang bersikulasi ke dan melalui ginjal yang selanjutnya akan memyebabkan penurunan perfusi ke jaringan ginjal. Dengan kata lain, perubahan-perubahan tersebut terjadi di luar system perkemihan. Penurunan perfusi ginjal menyebabkan oliguria (berkurangnya kemampuan untuk membentuk urine) atau yang lebih jarang terjadi, anuria (ketidakmampuan untuk memproduksi urine). Perubahan renalis diakibatkan oleh factor-faktor yang menyebabkan cedera langsung pada glomerulus atau tubulus renalis sehingga mengganggu fungsi normal filtrasi, reabsorsi, dan sekresi pada glomerulus atau tubulus renalis tersebut. Perubahan pascarenalis terjadi akibat adanya obtruksi pada sisitem pengumpul urine di setiap tempat kaliks ginjal (struktur drainase yang berada di dalam ginjal) ke meatus uretra (yakni bagian luar ginjal, tetapi berada di dalam system urinarius). Urine dibentuk oleh system perkemihan, tetapi tidak dapat dieliminasi oleh cara-cara yang normal. Selain perubahan karena penyakit, factor-faktor lain juga harus dipertimbangkan jika klien mengalami gejala-gejala yang terkait dengan eliminasi urine. Masalah yang berhubungan dengan kerja perkemihan dapat merupakan akibat dari adanya masalah pada fisik, fungsi, dan kognitif sehingga menyebabkan inkontinesia, retensi, dan infeksi. 1. Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi dan anak kecil tidak dapat memekatkan urine secara efektif. Dengan demikian urine mereka tampak berwarna kuming jernih atau bening. Bayi dan anak-anak mengekskresi urine dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan ukuran tubuh mereka yang kecil. Misalnya, anak berusia 6 bulan dengan berat badan 6 sampai 8 kg mengeksresi 400 sampai 500 ml urine setiap hari. Berat badan anak sekitar 10% dari

Page 17

berat badan orang dewasa, tetapi mengekskresi 33% urine lebih banyak daripada urine yang diekskresikan orang dewasa. Seorang anak tidak dapat mengontrol mikturisi secara volunteer sampai ia berusia 18-24 bulan . seorang anak harus mampu mengenali penuhnya kandung kemih mereka, menahan urine selama 1 sampai 2 jam, dan mengomunikasikan keinginannya untuk berkemih kepada orang dewasa. Anak kecil memerlukan pengertian, kesabaran, dan konsistensi orang tuanya. Seorang anak mungkin tidak dapat mengontrol berkemihnya secara total sampai ia berusia 4 atau 5 tahun. Anak laki-laki umumnya lebih lambat mengontrol berkemihnya daripada anak perempuan. Pengontrolan mikturisi di malam hari dan terjadi lebih dini pada proses perkembangan anak, biasanya pada usia 2 tahun. Orang dewasa dalam kondisi normal mengekskresikan 1500 sampai 1600 ml urine setiap hari. Ginjal memekatkan urinen mengeluarkan urine normal yang berwarna kekuningan. Individu dalam kondisi normal tidak bangun untuk berkemih selama ia tidur karena aliran darah ginjal menurun selama istirahat dan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine juga menurun. Proses penuaan mengganggu mikturisi. Masalah mobilitas kadangkala membuat lansia sulit mencapai kamar mandi tepat pada waktunya. Lansia mungkin terlalu lemah untuk bangkit dari tempat duduk toilet tanpa dibantu. Penyakit neurologis kronis, seperti Parkinson atau cedera sebrovaskular (stroke) mengganggu sensasi keseimbangan dan membuat seorang pria sulit berdiri saat berkemih atau membuat seorang wanita sulit untuk berjalan kekamar mandi. Apabila seorang lansia kehilangan control dalam proses berpikir maka kemampuannya untuk mengontrol mikturisi tidak dapat diprediksikan. Lansia mungkin akan kehilangan kemampuan untuk tidak mampu mengingat kembali prosedur untuk buang air. Perubahan pada fungsi ginjal dan kandung kemih juga terjadi seiring dengan proses penuaan. Kecepatan filtrasii glomerulus menurun disertai penurunan kemampuan ginjal untuk memekatkan urine. Sehingga lansia sering mengalami nokturia (urinasi yang berlebihan pada malam hari). Kandung kemih kehilangan tonus otot dan daya tampungnya untuk menahan urine sehingga menyebabkan peningkatan frekuensi berkemih. Karena kandung kemih tidak berkontraksi secar efektif, lansia sering menyisakan urine di dalam kandung kemih setelah ia berkemih (residu urine). Pria lansia juga dapat menderita hipertrofi prostat benigna, yang membuat mereka rentan mengalami retensi urine dan inkontinensia. Perubahan ini meningkatkan risiko pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada saluran urinarius yang dapat menyebabkan infeksi saluran kemis (ISK). 2. Factor Sosiokultural Adat istiadat tentang privasi berkemih berbeda-beda. Masyarakat Amerika Utara mengharapkan agar fasilitas toilet merupakan sesuatu yang pribadi, sementara beberapa budaya Eropa menerima fasilitas toilet yang digunakan secara bersama-sama. Peraturan social (mis. Saat istirahat sekolah) mempengaruhi waktu berkemih. Penyediaan pipa didi dalam rumah mungkin jarang tersedia di daerah pemukiman miskin, seperti Appalachia, bagian dalam Maine, serta komunitas terpencil lain di pegunungan.

Page 18

3.

4.

5.

6.

Pendekatan keperawatan terhadap kebutuhan eliminasi klien harus mempertimbangkan aspek budaya dan kebiasaan sisial klien. Apabila seorang klien menginginkan privasi, perawat berupaya untuk mencegah terjadinya interupsi pada saat klien berkemih. Seorang klien yang kurang sensitive terhadap kebutuhannya untuk mendapatkan privasi harus ditangani dengan sikap berusaha memahami serta menerima klien. Factor Psikologis Ansietas dan stress emosional dapat menimbulkan dorongan untuk berkemih dan frekuensi berkemih meningkat. Seorang individu yang cemas dapat merasakan suatu keinginan untuk berkemih, bahkan setelah buang air beberapa menit sebelumnya. Ansietas jiga dapat membuat individu tidak mampu berkemih sampai tuntas. Ketegangan emosional membuat relaksasi otot abdomen daan otot perineum menjadi sulit. Apabila sfingter uretra eksternal tidak berelaksasi secara total, buang air dapat menjadi tidak tuntas dan terdapat sisa urin didalam kandung kemih. Usaha untuk buang air kecil dikamar mandi umum, untuk sementara dapat membuat individu kesulitan berkemih. Kebiasaan pribadi Privasi dan waktu yang adekuat untuk berkemih biasanya penting untuk kebanyakan individu. Beberapa individu memerlukan distraksi ( mis, membaca) untuk rileks. Tonus otot Lemahnya otot abdomen dan otot dasar panggul merusak kontraksi kandung kemih dan kontrol filter uretra eksterna. Kontrol mikturisi yang buruk dapat berakibatkan oleh otot yang tidak dipakai yang merupakan akibat dari lamanya imobilitas, peregangan otot selama melahirkan , atrofi otot setelah menopause, dan kerusakan otot akibat trauma. Drainase urin yang berkelanjutan melalui kateter menetap menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih atau kerusakan pada sfingter uretra jika klien terpaksa kateter menetap, kandung kemih klien relatif tetap kosong, dan dengan demikian, kandung kemih tidak pernah meregang akibat penuhnya daya tampung. Apabila otot tidak meregag dengan teratur maka terjadilah atrofi otot. Pada saat keteter dilepakan, klien mungkin akan mengalami kesulitan dalam memperoleh kembali kontrol kemihnya. Status volume Ginjal mempertahankan keseimbangan sensitif antara rotensi dan ekresi cairan. Apabila cairan dan konsentrasi elektrolit serta solit berada dalam keseimbagan, peningkatan asupan cairan dapat menyebabkan peningkatan produksi urine. Cairan yang diminum akan meningkatkan plasma yang bersirkulasi didalam tubuh sehingga meningkatkan volume filtrat glomerolus dan ekresi urin. Jumlah haluaran urine bervariasi sesuai dengan asupan makanan dan cairan. Jumlah volume urine yang terbentuk pada malam hari sekitar stengah dari jumlah urine yang terbentuk pada siang hari akibat penurunan asupan dan metabolisme hal ini menyebabkan penurunan aliran darah di ginjal. Nokturia dapat merupakan tanda adanya perubahan pada ginjal pada individu yang sehat, asupan air yang berada didalam

Page 19

makanan dan cairan seimbag dengan haluaran air didalam urin, feses, dan kehilangan air yang tidak kasat mata melalui keringat dan pernapasan. Menelan cairan tertentu secara langsung mempengaruhi produksi dan ekresi urine. Alkohol menghambat pelepasan hormon antidiuretik (ADH) sehingga pembentukan urine akan meningkat. Diuresis dapat ditingkatkan oleh asupan kopi, teh, coklat dan minuman kolak yang mengandung kasein. Makanan yang banyak mengandung cairan, seperti buah dan sayur mayur juga dapat meningkatkan produksi urine. 7. Kondisi penyakit Beberapa penyakit dapat mempengaruhi kemampuan untuk berkemih. Ayebdanya luka pada saraf perifer yang menuju kekandung kemih menyebabkan hilangnya tonus kandung kemih, berkurangnya sensasi penuh kandung kemih, dan individu mengalami kesulitan untuk mengontrol urinasi. Misalnya diabetes militus dan sklerosis mulipel menyebabkan kondisi neoropatik yang mengubah fungsi kandung kemih. Penyakit penyakit yang menyebabkan kerusakan irevesibel pada glomerulus menyebabkan perubahan fungsi ginjal yang permaen. Penyakit ginjal kronis (end stage renal disease, ESRD) adalah istilah yang di gunakan untuk menjelaskan penurunan fungsi ginjal yang diakibatkan oleh proses kerusakan irevesibel. Klien yang menderita ESRD memperlihatkan banyak ganguan metabolisme yang membutuhkan terapi untuk dapat bertahan hidup. Perubahan perubahan di sebabkan olehakumulasi limbah nitrogen dan berbagai kekacauan asam basa serta kerusakan biokimia. Gejalah gejalah terkait yang dialami klien terjadi sebagai akibat sindrom uremia.sindrom ini di tandai dengan peningkatan limbah nitrogen didalam darah, perubahan fungsi pengaturan (menyebabkan gangguan elektrolit dan cairan yang menyolok), mual, muntah, sakit kepala, koma, dan konfulsi. Pilihan terapi meliputi metode untuk mengoreksi ketidakseimbangan biokimia. Masalah tersebut dapat di tangani secara konservatif, dengan obat obatan dan sebuah program diet serta pembatasan cairan. Namun, seiring dengan semakin nyatanya penurunanfungsi ginjal atau perburukan gejala Uremia, diindasikan terapi yang lebih agreisif. Terapi ini dikenal sebagai terapi penggantian ginjal. Dialisis dan transplantasi organ merupakan dua metode penggantian ginjal. Dua metode dialisis tersebut ialah dialisis peritoneal dan hemodialisis. Dialisis peritoneal adalah suatu metode tidak langsung untuk membersihkan darah dari produk limbah dengan menggunakan proses osmosis dan difusi. Peritoneum adalah membran serosa yang menyelimuti organ-organ abdomen dan melapisi rongga peritoneal. Peritoneum berfungsi sebagai membran semipermiabel dengan bagian dasarnya terdiri dari kapiler yang mengalirkan darah. Kelebihan cairan dan produk limbah darah dengan mudah dibuang dari aliran darah pada saat aliran elektrolit steril (dialisat) dimasukkan ke dalam rongga peritoneum oleh gaya gravitasi, dialisat dialirkan melalui kateter yang dipasang melalui proses pembedahan. Dialisat dibiarkan di dalam rongga peritoneal selama beberapa waktu yang telah diprogramkan dan kemudian dialirkan keluar oleh gaya gravitasi dengan membawa limbah yang terakumulasi dan kelebihan cairan serta elektrolit. Hemodialisis dilakukan dengan menggunakan sebuah mesin yang dilengkapi dengan membran penyaring semi permiabel (ginjal buatan) yang memindahkan produk-

Page 20

produk limbah yang terakumulasi dari darah ke dalam mesin dialisis. Pada mesin dialisis, cairan dialisat dipompa melalui salah satu sisi membran filter (ginjal buatan) sementara darah klien keluar melalui sisi membran yang lain. Proses difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi membersihkan darah klien dan darah tersebut dikembalikan melalui suatu alat akses yang ditempatkan khusus ke pembuluh darah (tandur Gore-Tex). Kedua modalitas dialisis dapat diterapkan untuk jangka waktu yang singkat atau panjang dan keduanya memerlukan peralatan khusus serta perawat yang terlatih. Transplantasi organ ialah penggantian ginjal klien yang rusak dengan sebuah ginjal baru dari donor kadaver atau donor hidup yang memiliki golongan darah dan tipe jaringan yang sesuai. Setelah klien (resipien) dianggap sesuai secara medis dan psikososial, organ ginjal ditanam melaui pembelahan. Obat-obatan khusus (imunosupresif) diberikan untuk kehidupan guna mencegah ditolaknya organ transplantasi organ yang berhasil, menawarkan klien akan potensial pemulihan fungsi ginjal yang normal. 8. Prosedur Bedah Stres pembedahan awalnya memicu sindrom adaptasi umum. Kelenjar hipofisis posterior melepas sejumlah ADH yang meningkat, yang meningkatkan reabsorbsi air dan mengurangi haluaran urine. Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit atau puasa praoprasi, yang memperburuk berkurangnya haluaran urine. Respons stres juga meningkatkan kadar aldosteron, menyebabkan berkurangnya haluaran urine dalam upaya mempertahankan volume sirkulasi cairan. Analgesik narkotik dan anastesi dapat memperlambat laju filtrasi glomerulus, mengurangi haluaran urine. Obat farmakologi ini juga merusak impuls sensorik dan motorik yang berjalan di antara kandung kemih, medula spinalis, dan otak. Klien yang pulih dari anestesi dan analgesik yang dalam, seringkali tidak mampu merasakan bahwa kandung kemihnya penuh dan tidak mampu memulai atau menghambat berkemih. Anestesi spinalis terutama menimbulkan resiko retensi urine, karena akibat anestesi ini, klien tidak mampu merasakan adanya kebutuhan untuk berkemih dan kemungkinan otot kandung kemih dan otot sfingter juga tidak mampu merespon terhadap keinginan berkemih. Pembedahan struktur panggul dan abdomen bagian bawah dapat merusakkan urinasi akibat trauma lokal pada jaringan sekitar. Edema dan inflamasi yang terkait dengan penyembuhan dan menghambat aliran urine dari ginjal ke kandung kemih atau dari kandung kemih atau uretra, menggangu relaksasi otot panggul dan sfingter atau menyebabkan ketidaknyamanan selama berkemih. Setelah kembali dari pembedahan yang melibatkan ureter, kandung kemih, dan uretra, klien secara rutin menggunakan kateter urine. Pembentukan diversi urinarius melalui pembedahan, membuat pintasan (bypass) di daerah kandung kemih atau uretra yang bersifat sementara atau permanen dibuat sebagai rute keluar urine. Diversi urinarius mungkin diperlukan pada klien penderita kenker kandung kemih. Klien yang menjalani diversi urinarius memiliki sebuah stoma (lubang buatan) pada abdomennya untuk mengeluarkan urine.

Page 21

9. Obat-Obatan Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan haluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh penggunaan obat antikolinergik (mis., atropin) antihistamin (mis., sudafed), antihipertensi (mis., aldomet), dan obat penyekat beta-adrenergik (mis., inderal). Beberapa obat mengubah warna urine. Klien yang fungsi ginjalnya mengalami perubahan memerlukan penyesuaian pada dosis obat yang disekresi oleh ginjal. 10. Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan sistem perkemihan dapat mempengaruhi berkemih. Prosedur, seperti suatu tindakan pielogram intravena atau urogram, tidak memperbolehkan klien mengkonsumsi cairan per oral sebelum tes dilakukan. Pembatasan asupan cairan umumnya akan mengurangi haluaran urine. Pemeriksaan diagnostik (mis., sistoskopi) yang melibatkan visualisasi langsung struktur kemih dapat menyebabkan timbulnya edema lokal pada jalan keluar uretra dan spasme pada sfingter kandung kemih. Klien sering mengalami retensi urine setelah menjalani prosedur ini dan dapat mengeluarkan urine berwarna merah atau merah muda karena perdarahan akibat trauma pada mukosa uretra atau mukosa kandung kemih.

Page 22

DAFTAR PUSTAKA

Page 23

Related Documents

Biokimia
November 2019 61
Tugas Biokimia
May 2020 50
Biokimia Perkemihan.docx
December 2019 41
Sap Biokimia
June 2020 19
Biokimia Ppt.pptx
November 2019 46
Biokimia 2018i.docx
December 2019 36

More Documents from "Zulfikhar Agachi"

Poa Desa Tanggobu.docx
December 2019 23
Cover 4.docx
November 2019 29
Kofer Lampiran.docx
December 2019 31
Varicella.docx
December 2019 20