BAB III BANTUAN HIDUP DASAR (BASIC LIFE SUPPORT) Bantuan Hidup Dasar adalah suatu pertolongan pertama yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi kerusakan oragan vital yan membuat pasien tidak dapat tertolong. Resusitasi Jantung Paru/RJP adalah metode yang dilakukan untuk menyelamatkan pasien yang mengalami henti jantung dan henti nafas yang dapat menyebabkan kerusakan atau bahkan kematian organ vital. Cara melakukan RJP adalah dengan cara melakukan nafas buatan dan pijatan jantung luar. Kemampuan BHD/BLS ini harus dimiliki oleh orang awam sekalipun karena kasus-kasus yang membutuhkan, BHD dapat terjadi dimanapun dan kapanpun. Sedangkan materi ini menjadi sesuatu yang wajib bagi tenaga kesehatan, polisi, pemadam kebakaran dan penjaga pantai.
III.1 PRINSIP DASAR BHD/BLS Pola pikir atau pendekatan dalam menghadapi kasus (situasi gawat darurat) adalah berdasarkan primary survey yaitu D-R-A-B-C (Danger – Respon - Airway and C-Spine Control – Breathing - Circulation and Bleeding Control). D-R-A-B-C inilah yang akan terus menjadi perhatian dan harus selalu ada dalam kepala kita pada saat melihat, menilai, dan sebelum melakukan tindakan apapun pada seorang pasien. D-R-A-B-C ini dibuat berdasarkan kondisi kegawatan dan paling potensial dalam menimbulkan kematian. Prinsip BHD/BLS : D = Danger Perhatikan bahaya di sekitar. Jangan panik. Bertindak cekatan dan tetap tenang Dahulukan keselamatan anda sebagai penolongan, kemudian lingkungan sekitar dan korban dengan memperhatikan bahaya-bahaya yang mungkin akan dihadapi penolong.. Bagi Penolong Senantiasa menggunakan pelindung seperti sarung tangan, kacamata, sepatu ataupun benda lain yang dapat melindungi anda dari cairan tubuh korban yang dapat menularkan penyakit berbahaya. Bagi lingkungan
Pada kasus kecelakaan lalu lintas atau kasus apapun yang dapat membahayakn lingkunagn yang ada di sekitar, usahakan untuk mengamankan daerah sekitar. Bagi Korban Pada saat korban tergeletak ditempat yang sekiranya berbahaya, maka coba untuk memindahkan pasien dari tempat tersebut tapi berhatihatilah dengan pasien yang dicurigai multiple trauma, jangan lakukan ekstensi leher sebelum memakai collar neck Penglepasan collar neck baru dapat dilakukan setelah ada kejelasan apakah ada cedera cervical atau tidak Hubungi layanan gawat darurat segera (ambulance, polisi, pemadam kebakaran)
R = Respon Merupakan cara untuk mengetahui seberapa besar tingkat kesadaran korban. Ada beberapa metode untuk menilai kesadaran seseorang. Yang terdiri dari beberapa kategori yaitu AVPU : - Alert (sadar) Bila korban masih bersuara / berteriak minta tolong dan bergerak. - Voice Bila korban masih dapat menjawab pertannyaan penolong. - Pain Bila korban memberikan respon dari rangsang sakit yang diberikan penolong. - Unrespon Bila korban tidak ada respon sama sekali Korban dengan kategori Pain dan Unrespon, memerlukan pertolongan ABC segera. Sebelum penanganan ABC, harus diperiksa apakah korban mengalami trauma cervical atau tidak. Ciri-ciri korban dengan trauma cervical yaitu : - terlihat jejas di sekitar clavicula / bahu - biomekanika kecelakaan - multiple trauma A = Airway and C-spine Control Airway berkaitan dengan kondisi jalan napas korban. Jika penolong menemukan pasien dengan suara nafas yang ramai (tidak bersih). Pada kondisi ini berarti ada suara nafas yang timbul akibat adanya sumbatan parsial jalan
napas. Jika jalan napas tersumbat seluruhnya, maka suara napas tidak terdengar lagi. Untuk menilai adanya gangguan jalan napas ini, lakukan ”LOOK, LISTEN, FEEL”. LOOK Lihat adanya pergerakan jalan napas. Perhatikan naik turunnya dada penderita, cuping hidung dan perut. LISTEN Dengarkan kemungkinan adanya suara napas tembahan yang dapat berupa : - Snoring (ngorok), terjadi karena adanya obstruksi mekanis seperti lidah jatuh ke belakang dan menghalangi jalan napas. - Gargling (suara berkumur) disebabkan adanya cairan seperti darah atau sekret yang berlebihan - Crowing (suara melengking saat inhalasi) karena adanya spasme laring. FEEL Rasakan ada atau tidak hembusan udara dari lubang hidung. Bila salah satu dari hal-hal tersebut kita temukan maka segeralah lakukan pembebasan jalan napas. Prosedur penatalaksanaan masalah airway di lapangan adalah : 1. Bersihkan mulut pasien dengan tangan kita (Finger Swap)
2. Lakukan triple airway manuvre yaitu ekstensi leher, head tilt, dan chin lift. Berhati-hati pada pasien multiple trauma yang dicurigai dengan patah tulang leher/fraktur cervical, jangan lakukan ekstensi leher tapi segera pasang collar neck. 3. Pada pasien tersedak akan terlihat gejala yang khas sumbatan jalan napas baik total ataupun parsial. Pada kasus ini, kita dapat melakukan Heimlich Manuvre atau Back Blows. Pasien yang tertelan benda asing dan masih sadar, manipulasi dengan pukulan pada punggung kadangkadang dapat memperberat keadaan. Oleh karena itu dapat dicoba dulu dengan menganjurkan pasien batuk. Teknik mempertahankan Airway dalam keadaan stabil : - Triple Manuvre (Ekstensi leher, Head Tilt, Chin Lift) Cara ini dilakukan pada sorban dengan riwayat tidak ada trauma cervikal. Kepala diekstensikan dengan carameletakkan tangan di dahi korban sambil menekan atau mendorongnya ke belakang, lalu tangan yang lain diletakkan di bawah leher korban dengan sedikit mengangkatnya keatas. - Jaw Thrust Cara ini dilakukan pada korban dengan riwayat trauma cervical. Posisi penolong berada di puncak kepala korban kemudian dorong rahang korban ke depan dengan kedua tangan, sementara ibu jari membuka mulut pasien sehingga pernapasan dapat melalui mulut dan hidung - Heimlich Manuvre Adalah hentakan padda daerah ulu hati/ epigastrium dengan prinsip seperti pada botol yang tertutup rapat dan dapat dikerjakan pada pasien terlentang atau pun pada saat pasien dalam posisi tegak. Berhati-hati pada pasien hamil atau balita. Cara ini dilakukan apabila korban mengalami gangguan airway yang disebabkan akibat tersedak benda asing. Posisi tangan yang lebih dominan mengepal dan tangan yang lain diletakkan diatasnya. Posisi tangan tersebut berada di daerah sekitar epigastrium / ulu hati. Lalu hentakan dengan kuat.
-
Back Blows Adalah pukulan atau tepukan pada punggung pasien 2-3x yang dapat dikerjakan pada siapapun
Apabila dengan cara-cara ini pasien belum dapat bernapas maka lakukan pemasangan oropharingeal tube, sedangkan bila gangguan disebabkan oleh cairan dapat dilakukan suction (sedot). Berhati-hati dengan pemasangan oropharingeal tube pada anak-anak. Bila belum dapat tertangani maka pikirkan pemasangan airway definitifseperti cricotiroidhectomy needle atau surgery dan pemasangan tube orotrakeal atau nasotrakeal.
B = Breathing Breathing / ventilasi adalah suatu proses pnegambilan oksigen dari udara bebas dan pengeluaran karbondioksida ke udara bebas. Airway yang baik tidak menjamin proses bernapas berlangsung dengan baik karena dengan jalan napas yang baik belum tentu oksigen dapat masuk dan karbondioksida dapat dikeluarkan. Untuk menilai gangguan pada Breathing dengan melihat ada atau tidaknya pergerakan napas yaitu tidak adanya suara napas dan tidak dirasakannya hembusan udara yang keluar dari mulut pasien (Initial Assesment Breathing). - Bila dicurigai henti napas, perlu lakukan tiupan napas (Breathing Support) dengan hembusan efektif sebanyak 2 kali. Lalu cek nadi dan napas. - Bila sudah ada walau lemah, maka posisikan pasien dalam posisi Recovery Position. Bila setelah 2 kali tiupan napas diberikan dan tidak ada perbaikan, maka segera lakukan pemeriksaan terhadap sirkulasi sambil terus dilakukan pernapasan buatan (Artificial Ventilation). Teknik Breathing Support Merupakan usaha ventilasi buatan dan oksigenasi dengan inflasi tekanan positif secara intermitten dengan menggunakan udara ekshalasi dari mulut ke mulut, mulut ke hidung atau dari mulut ke alat (S – tube masker atau bag valve mask). Ventilasi buatan dengan tekanan positif jangka panjang sebaiknya dilakukan melalui intubasi dengan pipa endotrakeal atau dengan trakeostomi. Pada pasien yang trauma, pemberian oksigen lebih penting daripada ventilasi buatan karena henti napas panjang jarang terjadi pada trauma, biasanya hanya berupa hipoksemi. Cara ventilasi buatan dari mulut ke mulut dari mulut ke hidung :
-
-
-
-
Posisi pasien tetap dipertahankan seperti pada posisi membebaskan jalan napas. Tangan kanan di samping menekan dan pasien juga dipakai menutup hidung. Diusahakan mulut tetap terbuka sedikit. Tarik napas dalam dan tiupkan dengan kuat pada orang dewasa dan perlahan-lahan pada anak-anak. Kemudian perhatikan apakah dada mengembang atau tidak. Bila dada mengembang maka tiupan dihentikan, lepas mulut penolong dari pasien dan biarkan pasien bernapas secara pasif. Setelah selesai ekshalasi, ulangi tiupan dengan lebih dahulu bernapas dalam. Dalam hal ini volume lebih penting daripada irama. Pada orang dewasa ulangi inflasi setiap 5 detik atau 12 kali permenit, sedangkan pada anak-anak tiap 3 detik atau 20 kali permenit. Bila dada tidak mengembang, malahan perut menjadi gembung, berarti jalan napas tidak terbuka dengan baik.
Cara ventilasi buatan dari mulut ke hidung prinsipnya sama, hanya disini yang ditutup adalah mulut untuk mencegah terjadinya kebocoran.
-
-
Cara ventilasi buatan dapat juga dilakukan dari mulut ke alat Dengan memakai S – shape oropharyngeal plastic airway with acupped flange (Resusitube). Di sini harus tetap dipertahankan posisi kepala pasien ke belakang. Selain itu saat memasukkan alat harus perlahanlahan untuk mencegah muntah atau spasme laring. Atau pula dapat memakai self refilling bag and mask seperti ambu (automatic manual breathing unit) bag atau MPR (Puritan manual resucitation) bagian yang dapat disambung ke tabung oksigen atau ke udara bebas dalam ruangan.
Setelah dilakukan usaha pertolongan dengan membebaskan jalan napas dan usaha ventilasi buatan, diperhatikan apakah dada pasien memperlihatkan gerakan naik turun atau terdengar udara keluar pada waktu ekshalasi. Apakah denyutan nadi teraba atau suara denyutan jantung dan pembuluh darah terdengar dengan stetoskop. Bila nadi teraba, lanjutkan dengan 12 kali inflasi permenit untuk orang dewasa dan 20 kali semenit untuk anak-anak. Bila nadi tidak teraba, mulai dengan pijat jantung dan pembuluh darah luar untuk memberikan bantuan sirkulasi.
C = Circulation and Bleeding Control
Setelah problem A-B dapat ditangani segera pindah ke C dan raba nadi carotis, adakah pulse? Berapa frekuensinya? Bagaimana pengisiannya? Lemah? Cepat? Bila tidak kita temukan adanya denyut, curigai adanya henti jantung dan segera lakukan kompresi jantung luar. Bila ditemukan adanya nadi walaupun lemah dan cepat segera berpikir adanya suatu problem sirkulasi, segera lakukan pengkajian lebih lanjutdengan menilai akral (hangat atau dingin), warna kulit (merah atau pucat), pengisian kapiler (nilai normal RCT/Refill Capilary Test < 2 detik). Bersamaan dengan pemeriksaan ini segera lakukan balut tekan pada pasien tersebut untuk menghentikan perdarahan. Bila sudah jelas problem yang terjadi maka segera lakukan pertolongan seperti pemasangan infus (IV Line), abocath kaliber besar dengan transfusi/blood set, dua jalur, cairan RL, dan jangan lupa lakukan pengambilan darah untuk crossmatch. Apabila terjadi syok, maka cairan intravena harus diguyur pemberiannya. Teknik melakukan kompresi jantung luar : 1. Letakkan satu tapak tangan di atas permukaan dinding dada pada ½ bagian ujung sternum, namun tidak boleh diletakkan di atas processus xiphoideus. 2. Beri tekanan berarah ke bawah kira-kira 3-5 cm untuk orang dewasa. Frekuensi gerakan diatur 1 kali perdetik atau 60-70 kali permenit. 3. Pada waktu gerakan penekanan, diusahakan menahan sternum ke bawah selama ½ detik (50 % siklus), kemudian lepas dengan cepat dan tunggu ½ detik lagi (50% siklus), agar jantung dan pembuluh darah terisi darah. 4. Kompresi harus teratur, halus dan tidak terputus-putus. 5. Dalam keadaan apapun kompresi tidak boleh terhenti lebih dari 5 detik. 6. Tindakan Kompresi jantung luar harus dibarengi ventilasi buatan dengan frekuensi 15 kali kompresi diiringi 2 kali inflasi paru atau 5 kali kompresi diiringi 1 kali inflasi secara cepat. 7. Selama tindakan kompresi jantung luar, hendaklah dilakukan pemeriksaan denyut nadi arteri karotis dan pupil secara berkala. Bila pupil dalam keadaan konstriksi dengan reflex cahaya positif, menandakan oksigenasi aliran darah otak cukup. Bila sebaliknya yang terjadi, merupakan tanda kerusakan otak berat dan RJP dianggap kurang berhasil.
KJL ini dapat menimbulkan penyulit berupa : - Patah tulang iga, sternum, kerusakan tulang belakang. - Laserasi paru, hati, atau laserasi/ruptur jantung dan pembuluh darah, herniasi jantung dan pembuluh darah melalui pericardium. - Tamponade jantung dan pembuluh darah. - Emboli lemak pada paru dan otak. - Hematotoraks dan pneumotoraks. Untuk menghindari penyulit-penyulit di atas, maka dalam melakukan KJL perlu diperhatikan beberapa hal : - Kompresi tidak boleh melewati batas processus xiphoideus. - Pada waktu kompresi harus berhati-hati agar jari tangan tidak menyentuh iga pasien dan telapak tangan harus diletakkan tepat pada ½ distal sternum. - Tidak melakukan gerakan tiba-tiba atau terputus-putus serta kompresi dan relaksasi haruslah seirama. - Tidak melakukan kompresi dada dan perut bersamaan. - Harus sangat berhati-hati pada pasien dengan katup buatan karena KJL dapat menimbulkan laserasi katup. Dalam beberapa hal KJL merupakan kontraindikasi, seperti : luka tajam dinding dada, trauma pada bagian dalam dada, emboli udara atau paru massif, tension pneumotoraks atau pneumotoraks bilateral, emfisema berat atau tamponade jantung dan pembuluh darah. Diagram Penatalaksanaan Bantuan Hidup Dasar
Call for Help
Tentukan kesadaran
Panggil/goyang
Buka jalan napas
Triple manuvre
Periksa pernapasan
Look,listen,feel
Beri napas buatan
2 napas efektif
Periksa sirkulasi
Denyut nadi carotis
Recovery position
Sirkulasi ada
Tidak ada sirkulasi
Selalu cek ulang
Kompresi jantung luar
III.2 HENTI JANTUNG (CARDIAC ARREST) dan HENTI NAFAS (APNEU) Henti jantung Sebab – sebab henti jantung - penyakit kardiovaskular - kekurangan oksigen akut - kelebihan dosis obat - gangguan asam basa - kecelakaan, sengatan listrik dan tenggelam - refleks vagal - anastesi dan pembedahan - terapi dan diagnostik medik - syok (hipovolemik, neurogenik, toksik, dan anafilaktik) Tanda – tanda henti jantung - kesadaran hilang
-
tidak teraba denyut arteri carotis terlihat seperti mati (death like appearance) warna kulit pucat pupil dilatasi
Henti nafas Sebab – sebab henti nafas - sumbatan jalan nafas - depresi pernapasan akibat obat-obatan opiate Tanda – tanda henti nafas - tidak ada gerakan nafas - tidak terdengar suara nafas - tidak terasa hembusan nafas di pipi
III.4 RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Dikenal juga dengan Cardio-Pulmoner Resusitation (CPR). RJP adalah suatu tindakan darurat sebagai suatu usaha untuk mengembalikan keadaan henti jantung dan henti nafas (yang dikenal sebagai kematian klinis) ke fungsi yang optimal, guna mencegah kematian biologis. Indikasi dilakukan RJP adalah apabila terjadinya henti jantung dan nafas. Kematian klinis adalah kematian yang ditandai dengan hilangnya nadi arteri karotis atau arteri femoralis, terhentinya denyut jantung dan pembuluh darah atau pernafasan dan terjadinya penurunan/hilangnya kesadaran. Kematian biologis bila kerusakan otak tidak dapat diperbaiki lagi terjadi hanya kurang lebih 4 menit setelah kematian klinis. Oleh karena itu berhasilnya tindakan RJP tergantung pada cepatnya tindakan dan tepatnya teknik pelaksanaannya, walaupun dalam beberapa hal tergantung pula pada faktor penyebabnya. Teknik melakukan RJP : Untuk Dewasa • Posisikan tangan untuk kompresi dada : 1. Dengan jari tengah dan telunjuk, temukan salah satu rusuk paling bawah korban pada sisi dekat anda. Geser ujung jari sepanjang tulang rusuk itu menuju titik temu tulang rusuk dengan tulang dada. Letakan
2. 3. •
1. 2. 3. 4. 5.
jari tengah anda di titik ini dan telunjuk disampingnya di atas tulang dada. Letakan pangkal telapak tangan anda yang lain di atas tulang dada ; geser ke bawah mendekati telunjuk. Inilah titik tempat anda menekan. Letakan pangkal telapak tangan pertama di atas lengan tadi, dengan jari saling mengunci. Beri kompresi dada dan napas bantuan : Membungkuklah ke arah korban, dengan lengan anda tegak lurus. Tekan vertikal pada tulang dada, dan tekan dada sedalam ± 4-5 cm. Tekan dada 15 kali dengan kecepatan 100 kompresi/menit. Tengadahkan kepala, angkat dagu, dan berilah 2 napas bantuan. Berilah 15 kompresi dada bergantian dengan 2 napas bantuan. Lanjutkan CPR sampai bantuan datang, korban bernapas, atau anda terlalu lelah melanjutkannya.
Untuk Anak-anak • Posisikan tangan untuk kompresi dada : 1. Dengan telunjuk dan jari tengah anda, cari salah satu tulang rusuk yang paling bawah pada sisi terdekat anda. Geser ujung jari sepanjang tulang rusuk ke titik temu tulang rusuk dengan tulang dada. Letakan jari tengah anda pada titik ini dan telunjuk di sampingnya di atas tulang dada. 2. Letakan pangkal telapak tangan anda yang lain pada tulang dada ; geser ke bawah agar bertemu telunjuk anda. Inilah titik yang harus anda tekan. • Beri kompresi dada dan napas bantuan : 1. Gunakan 1 pangkal telapak tangan untuk menekan titik. Angkat jari anda untuk memastikan anda tidak menekan tulang rusuk anak. 2. Membungkuk ke arah anak, dengan lengan tegak lurus. Tekan vertikal pada tulang dada, kempiskan dadanya kira-kira 1/3 kedalamannya. 3. Tekan dada 5 kali dengan kecepatan 100 kompresi/menit. 4. Berilah 1 napas bantuan. 5. Lanjutkan memberi 5 kompresi dada bergantian dengan 1 napas bantuan selam 1 menit, kemudian panggil ambulance. Untuk Bayi • Posisikan jari untuk kompresi dada :
•
1. Letakan ujung jari telunjuk dan jari tengah anda selebar 1 jari di bawah garis yang menghubungkan puting susu bayi. Beri kompresi dada dan napas bantuan : 1. Tekan tegak lurus ke bawah pada dada, 1/3 kedalaman dada. Lakukan 5 kali dengan kecepatan 100 kompresi/menit. 2. Beri 1 napas bantuan. 3. Beri 5 kompresi dada bergantian dengan 1 napas bantuan. 4. Lanjutkan CPR hingga bantuan medis datang, bayi bergerak atau bernapas, atau anda terlalu lelah untuk melanjutkannya.
CPR being performed
CPR in basic life support. Figure A: The victim should be flat on his back and his mouth should be checked for debris. Figure B: If the victim is unconscious, open airway, lift neck, and tilt head back. Figure C: If victim is not breathing, begin artificial breathing with four quick full breaths. Figure D: Check for carotid pulse. Figure E: If pulse is absent, begin artificial circulation by depressing sternum. Figure F: Mouth-to-mouth resuscitation of an infant. (Illustration by Electronic Illustrators Group.)
RJP yang dilakukan pada pasien dengan henti jantung dapat memberikan kemungkinan hasil: - Korban / pasien menjadi sadar kembali. - Korban / pasien dinyatakan mati. - Korban / pasien belum dapat dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut (Advance Trauma Life Support). - Denyut jantung spontan timbul, tetapi korban / pasien belum pulih kesadarannya. Ventilasi spontan bisa ada atau tidak. Selain kompresi dada luar, yang juga termasuk bantuan sirkulasi adalah penghentian perdarahan dan penentuan posisi untuk mengatasi syok, yaitu dengan meletakkan kepala lebih rendah daripada kaki. Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila terdapat salah satu dari berikut ini :
-
Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif. Ada orang lain yang mengambil alih tanggung jawab. Penolong terlalu lelah sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi. Pasien dinyatakan mati. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau hampir dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ - 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pasien dinyatakan mati apabila : - Telah terbukti terjadi kematian batang otak. - Fungsi spontan pernapasan dan jantung telah berhenti secara pasti / irreversibel. Petunjuk terjadinya kematian otak adalah pasien tidak sadar, tidak ada pernapasan spontan dan refleks muntah, serta terdapat dilatasi pupil yang menetap selama 15-30 menit atau lebih, kecuali pada pasien hipotermik, dibawah efek barbiturat, atau dalam anestesi umum. Sedangkan mati jantung ditandai oleh tidak adanya aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat yang optimal. Tanda kematian jantung adalah titik akhir yang lebih baik untuk membuat keputusan mengakhiri upaya resusitasi. Daftar pustaka 1. Sudoyo, Aru. W., dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakata : Pusat Penerbitan IPD FKUI. 2. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III Jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 3. Kartawinata, Jenny, dkk. 2006. Manual Pertolongan Pertama. Jakarta : PT Gaya Favorit Press. 4. Sunatrio, Joenarham J. Resusitasi Jantung Paru dalam : Anastesiologi. Bagian Anastesiologi dan Terapi intensif FKUI. 1989:143-62.