PENERAPAN METODE LATIHAN (DRILL) DALAM PENINGKATAN KETERAMPILAN PENANGANAN LUKA RINGAN PADA PESERTA DIDIK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS X DI SLB C TERATE
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang kelak dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat dan untuk kecakapan diri sendiri terutama dalam membantu siswa untuk mencapai kemandiriannya. Mumpuniarti menyatakan bahwa “Program bina diri (self care skill) adalah program yang dipersiapkan agar siswa tunagrahita mampu menolong diri sendiri dalam bidang yang berkaitan untuk kebutuhan diri sendiri”. (Basuni.Muh, 2012) Pembelajaran bina diri diarahkan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam melakukan bina diri untuk kebutuhan diri sendiri sehingga siswa tidak membebani orang lain. Program bina diri yang ditekankan dalam penelitian ini yaitu keterampilan menangani luka ringan. Dengan latihan bina diri penanganan luka ringan diharapkan siswa mampu mengatasi ketika terluka dengan mandiri. Luka ringan adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang diklasifikasikan dalam luka berat (Pasal 229 ayat 3 UU LLAJ). Setiap orang pernah mengalami luka dan mudah sekali terkena luka, bisa terluka karna jatuh dari sepeda, terjatuh saat berlari, terpeleset, terluka karena sayatan pisau dan lain sebagainya. Luka ringan seperti luka sayatan, tergores, terpeleset dan jatuh dari sepeda memang tampak tidak serius. Seseorang ketika terluka dalam kategori ringan banyak yang tidak menyadarinya bahwa luka tersebut dapat menjadi media yang baik untuk masuknya kuman sehingga menimbulkan infeksi dan membuat luka ringan menjadi luka serius. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu untuk memberikan pembelajaran keterampilan penanganan luka ringan kepada siswa tunagrahita. Supaya siswa mempunyai kesadaran untuk mengobati luka serta dapat menangani luka ringan yang dialami oleh dirinya sendiri maupun orang lain secara sigap sehingga dapat memperkecil resiko terjadinya infeksi. Oleh karena itu pemberian keterampilan bina diri ini memang perlu, sebagai bekal untuk merawat dan menolong diri secara mandiri bagi siswa tunagrahita.
Grossman (Astati, 2007 : 9) menyebutkan bahwa yang disebut tunagrahita adalah “ketunagrahitaan mengacu pada fungsi umum secara nyata (signifikan) berada dibawah rata-rata (normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian
dan
semua
ini
berlangsung
(termanifestasi)
pada
masa
perkembangannya”. Anak tunagrahita ringan memiliki tingkat kecerdasan berkisar 50-70, dalam penyesuaian sosial maupun bergaul mampu menyesuaikan diri pada lingkungan sosial yang lebih luas dan mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil. Kecerdasannya jelas berada di bawah rata-rata, siswa tunagrahita ringan cenderung kurang cakap dalam hal berfikir abstrak, yang sulit-sulit dan berbelit-belit. Sehingga dalam proses pembelajaran harus dihadirkan suatu pengalaman nyata yang akan dialami untuk mencapai kompetensi yang akan dicapai. Oleh sebab itu, tugas pengajar ialah membina rangkaian pengalaman yang dapat menjadi sumber pengetahuan dan keterampilan siswa. Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti saat pembelajaran berlangsung di kelas X SLB C Terate metode belajar yang diterapkan guru belum bisa meningkatkan keterampilan bina diri menangani luka ringan pada siswa. Terbukti pada saat pembelajaran bina diri siswa belum mengetahui tata cara dalam penanganan luka ringan. Selain itu materi pembelajaran yang diberikan belum mencakup kebutuhan siswa, sehingga siswa belum memahami tentang tahapan bina diri penanganan luka ringan. Selain itu berdasaran wawancara dengan guru bahwa beberapa permasalahan yang dihadapi siswa tunagrahita di SLB tersebut diantaranya siswa belum mengetahui tindakan yang harus dilakukan ketika siswa terluka, siswa belum mengetahui tata cara penanganan luka dengan benar dan disaat mengatasi luka siswa masih dibantu orang lain. beberapa siswa terkadang mengalami luka ringan seperti luka lecet akibat terjatuh, tergores oleh benda tajam seperti pisau tapi tidak ada kesadaran dari anak untuk mengobati. Berdasarkan fakta dan masalah yang ada di kelas, maka peneliti menyimpulkan bahwa keterampilan penanganan luka ringan siswa tunagrahita kategori ringan masih rendah, serta metode yang diberikan belum bisa meningkatkan keterampilan siswa dalam pembelajaran penanganan luka ringan. Proses pembelajaran keterampilan menangani luka ringan pada siswa tunagrahita kategori ringan kelas X di SLB C Terate perlu ditingkatkan, sebab sebagai modal kemandirian siswa dalam kehidupannya.
Peneliti mencari pemecahan permasalahan mengenai metode pembelajaran yang belum dapat meningkatakan kemampuan bina diri siswa dalam penanganan luka ringan. Maka peneliti memberikan upaya pemecahan masalah dalam meningkatkan keterampilan bina diri siswa tunagrahita ringan dengan menerapkan metode latihan pada penanganan luka ringan secara bertahap dan berulang-ulang dengan tujuan mengajarkan tata cara maupun langkah-langkah keterampilan menangani luka ringan dengan baik dan benar. Roestiyah (2008, hlm.125) mengemukakan bahwa metode drill ialah “suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari”. Melalui metode latihan dalam bina diri penanganan luka ringan, diharapkan proses pembelajaran keterampilan bina diri penanganan luka ringan bisa meningkatkan keterampilan bina diri siswa dan siswa tunagrahita dapat mengetahui tindakan yang sebaiknya dilakukan ketika terluka sehingga siswa dapat mengatasi tanpa bergantung orang lain. Tahapan yang ada pada metode latihan pembelajaran tata cara penanganan luka ringan yaitu seperti mengenal alat-alat yang diperlukan dalam penanganan luka, cara membersihkan luka sebelum luka diobati, cara memberi obat pada luka dan cara memasang perban pada luka. Selain itu dalam kegiatan pembelajaran ini ada simulasi/ praktek langsung agar siswa semakin paham dengan kemandirian yang diajarkan. Pembelajaran bina diri khususnya tahapan penanganan luka ringan yang baik dan benar siswa tunagrahita mutlak perlu diajarkan, sebab dapat mengatasi permasalahan sendiri dengan baik dan benar dapat meningkatkan kemandirian sesuai perkembangan anak tunagrahita. Berdasarkan pembahasan diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti dengan menerapkan metode yang memungkinkan meningkatkan kemampuan peserta didik dalam keterampilan menangani luka ringan. Maka peneliti menentukan judul penelitian berkaitan hal tersebut yaitu : Penerapan Metode Latihan (Drill) dalam Keterampilan Penanganan Luka Ringan Pada Anak Tunagrahita Ringan Kelas X Di SLB C TERATE.
B. Identifikasi Masalah 1. Siswa tunagrahita ringan yang mengalami hambatan kecerdasan di bawah ratarata, siswa tunagrahita ringan cenderung kurang cakap dalam hal berfikir abstrak, yang sulit dan berbelit-belit. Sehingga dalam proses pembelajaran harus dihadirkan suatu pengalaman nyata dan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pembelajarannya sehingga kesulitan dalam mengatasi luka ringan. 2. Kesadaran siswa masih kurang dalam menangani diri ketika terluka. 3. Belum mengetahui tata cara penanganan yang benar ketika terluka. 4. Perlunya penerapan sebuah metode yang dapat meningkatkan kemampuan mengatasi luka ringan, terutama luka ringan lecet yang sering di alami oleh beberapa siswa di SLB C Terate. 5. Adanya metode latihan (drill) yang dinilai dapat mengatasi kesulitan peserta didik tunagrahita ringan dalam mengatasi luka ringan. C. Batasan Masalah Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah ditemukan, penelitian membatasi masalah pada penerapan metode latihan (drill) dalam peningkatan keterampilan mengatasi luka ringan pada peserta didik tunagrahita ringan kelas X di SLB C Terate. Target yang diharapkan adalah peserta didik tunagrahita ringan mampu mengatasi luka ringan seperti luka ringan tergores melalui metode drill sehingga dapat berpengaruh terhadap peningkatan bina diri peserta didik. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Apakah penerapan metode latihan dapat meningkatkan keterampilan penanganan luka ringan pada siswa tunagrahita di SLB C Terate?” E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran adakah pengaruh dari penerapan metode latihan untuk meningkatkan keterampilan penanganan luka ringan pada siswa tunagrahita sedang di SLB C Terate. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui keterampilan penanganan luka ringan pada anak tunagrahita ringan sebelum dan sesudah diberikan teknik keterampilan penanganan luka ringan menggunakan metode latihan (drill).
b. Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini sebagai berikut : 1. Kegunaan Teoritis Secara keilmuan metode latihan dapat digunakan sebagai referensi dalam pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk membantu anak meningkatkan keterampilan penanganan luka ringan. 2. Kegunaan Praktis 1. Bagi peserta didik, hasil penelitian ini di harapkan dapat meningkatkan keterampilan penanganan luka ringan. Karena penggunaan metode latihan penggunaannya secara bertahap dan berulang-ulang sehingga anak mudah mengerti dalam pembelajarannya. 2. Bagi guru, hasil penelitian ini di harapkan dapat digunakan sebagai masukan pendekatan atau metode pembelajaran dalam upaya menangani permasalahan siswa pada aspek kemandiriannya menangani luka ringan. F. Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Bebas Menurut
Sugiyono
(2016,
hlm.61)
variabel
bebas
(variabel
independen) adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah penerapan metode drill. Sugiharto, dkk (2007, hlm.82 ) mengemukakan bahwa “Metode drill atau metode latihan adalah metode penyampaian materi melalui upaya penanaman terhadap kebiasaan-kebiasaan tertentu”. Metode drill merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk melaksanakan proses belajar mengajar kepada peserta didik dengan secara langsung dan dilakukan secara berulang-ulang. Penelitian yang akan dilaksanakan ini mempunyai tahapan dari yang mudah ke yang sukar dalam penggunaan metode drill terhadap pembelajaran keterampilan penanganan luka ringan yaitu: a. Tahap pertama, peserta didik diberikan pemahaman tentang macammacam luka, termasuk luka ringan. b. Tahap kedua, peserta didik diberikan pengenalan mengenai benda-benda yang ada di dalam kotak P3K dengan media asli serta menjelaskan kegunaan benda-benda yang ada di dalam kotak P3K.
c. Tahap ketiga, peserta didik diberikan penjelasan mengenai prosedur penanganan pada luka ringan. d. Tahap ketiga, peserta didik diberikan latihan mengenai prosedur penanganan luka ringan Selain itu dalam kegiatan pembelajaran ini ada simulasi/ praktek langsung agar siswa semakin paham dengan kemandirian yang diajarkan. 2. Variabel Terikat Menurut Sugiyono (2016, hlm.61) variabel terikat (variabel dependen) adalah variabel yang diukur sebagai akibat karena adanya variabel bebas. Pada penelitian ini variabel terikatnya adalah keterampilan menangani luka ringan. Keterampilan menangani luka ringan adalah suatu keterampilan dalam langkah-langkah mengobati luka ringan. Indikator dalam keterampilan menangani luka ringan pada penelitian ini adalah ketepatan peserta didik dalam langkah-langkah pengobatan luka ringan. Setiap orang pasti pernah mengalami luka. Misalnya luka sayat/gores karena teriris pisau, luka lecet karena terjatuh dari sepeda, luka bakar karena kontak dengan benda panas, ataupun luka memar karena berbenturan keras dengan bola ketika bermain sepak bola. Dari beberapa luka ringan, peneliti memilih salah satu luka ringan yaitu luka tergores karena teriris pisau. Menurut modul kesehatan P3K Ringan dan berat berikut langkah-langkah penanganan luka ringan tergores karena teriris pisau, diantaranya yaitu : (1) Menghentikan pendarahan, luka tergores atau teriris termasuk dalam kategori luka ringan dan biasanya darah yang mengalir akan berhenti dengan sendirinya. Yang di perlukan yaitu menekan lembut luka tersebut dengan perban atau kain bersih hingga pendarahan berhenti (2) Membersihkan luka, membasuh luka dibawah air bersih yang mengalir (3) Keringkan luka dengan handuk yang bersih (3) Oleskan obat merah (4) Membalut luka dengan perban dan plester.
G. Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis a. Deskripsi Teori A. Kemampuan Bina Diri Tunagrahita Ringan 1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan fungsi kecerdasan intelektual dan adaptasi sosial yang terjadi pada masa perkembangannya. Somantri.S, (2006) mengemukakan bahwa Tunagrahita disebut juga moron atau debil. Kelompok ini memiliki IQ antara 68-52 menurut Binet, sedangkan menurut Skala Weschler (WISH) memiliki IQ 69-55. Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Istilah tunagrahita sering disebut juga dengan retardasi mental atau hambatan mental (mentally handicap). Sementara itu Mohammad Efendi (Basuni.Muh, 2012) mengemukakan siswa tunagrahita ringan adalah siswa tunagrahita yang tidak mampu mengikuti program pendidikan di sekolah regular, namun masih memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan meskipun hasilnya tidak maksimal. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas bahwa yang disebut anak tunagrahita ringan adalah anak yang mengalami hambatan fungsi kecerdasan intelektual, hambatan pada adaptasi sosial dengan lingkungan, dan terjadi pada masa perkembangan. Memiliki IQ di bawah rata-rata akan tetapi masih memilki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan meskipun hasilnya tidak maksimal. 2. Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan Anak Tunagrahita memiliki beberapa karakteristik yang sangat menonjol, dari karakteristik tersebut bisa membedakan antara tunagrahita ringan, sedang ataupun tergolong berat. Sehingga bisa menentukan program layanan yang dapat diberikan kepada anak dengan melihat karakteristiknya terlebih dahulu. Moh.Amin (Gunawan.Varhan, 2018) mengemukakan bahwa karakteristianak tunagrahita ringan sebagai berikut: 1) Lancar dalam berbicara tetapi kurang perbendaharaan kata-katanya. 2) Sulit berpikir abstrak. 3) Pada usia 16 tahun anak mencapai kecerdasan setara dengan anak normal 12 tahun.
4) Masih dapat mengikuti pekerjaan baik di sekolah maupun di sekolah umum. Mumpuniarti (Gunawan.Varhan, 2018) bahwa karakteristik anak tunagrahita dapat ditinjau secara fisik, psikis, dan sosial, karakteristik tersebut antara lain : 1) Karakteristik fisik nampak seperti anak normal hanya sedikit mengalami kelemahan dalam kemampuan sensomotorik. 2) Karakteristik psikis sukar berfikir abstrak dan logis, kurang memiliki kemampuan analisa, asosiasi lemah, fantasi lemah, kurang mampu mengendalikan perasaan, mudah dipengaruhi, kurang harmonis karena tidak mampu menilai baik dan buruk. 3) Karakteristik sosial, siswa mampu bergaul, menyesuaikan dengan lingkungan yang tidak terbatas hanya pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukan secara penuh sebagai orang dewasa, kemampuan dalam bidang pendidikan termasuk mampu didik. Dengan berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) Sensomotorik yang lemah. 2) Kemampuan berfikir abstrak dan logis yang kurang. 3) Kecerdasan paling tinggi mencapai setaraf usia 12 tahun anak normal 4) Anak tunagrahita ringan dapat melakukan pekerjaan yang semi terampil, atas pekerjaan tertentu yang dapat dijadikan bekal bagi hidupnya.
B. Pembelajaran Bina Diri Penanganan Luka Ringan 1. Pengertian Pembelajaran Bina Diri Bina diri adalah usaha membangun diri individu maupun sebagai makhluk sosial melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat sehingga
terwujudnya
kemandirian
dengan
keterlibatannya
dalam
kehidupan sehari-hari secara memadai. (Astati, 2011:7) selain itu dalam artikel bina diri bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) Mamad, W menyatakan bahwa “Pembelajaran Bina Diri diajarkan atau dilatihkan pada ABK mengingat dua aspek yang melatar belakanginya. Latar belakang yang utama yaitu aspek kemandirian yang berkaitan dengan aspek
kesehatan, dan latar belakang lainnya yaitu berkaitan dengan kematangan sosial budaya”. Lebih lanjut Tin Suharmini (Basuni.Muh, 2012) memberikan pengertian bahwa keterampilan bina diri merupakan suatu kelompok aktivitas yang dilakukan individu setiap hari dalam rangka individu memenuhi kebutuhan keluarga dan memanfaatkan keadaan lingkungan. Aktivitas bina diri berupa keterampilan dalam memelihara lingkungan rumah, memelihara diri sendiri, mengelola keuangan, keterampilan menyiapkan makanan, keterampilan berbagai fasilitas umum di masyarakat serta keterampilan mengelola waktu. Dalam modul pelatihan program khusus bina diri pada diklat BPG 2010, Setiawan, A menyatakan bahwa ruang lingkup program Bina Diri tidak dapat terlepas dari program pembelajaran yang lainnya pada satu satuan pendidikan, dalam pengertian pembelajaran Bina Diri dapat saling berkontribusi dengan pembelajaran yang lain, misalnya kebutuhan komunikasi sangat erat kaitannya dengan program pembelajaran bahasa. Berikut ini dibahas materi Bina Diri yang harus dikuasai dan dimiliki anak tunagrahita sedang dan ringan, sehingga setiap anak dapat hidup wajar sesuai dengan fungsi-fungsi kemandirian : 1. Kebutuhan merawat diri Kebutuhan merawat diri identik dengan materi yang telah dilaksanakan pada kurikulum 1994, secara umum program merawat diri bagi anak tunagrahita sangat terkait langsung dengan aktivitas kehidupan sehari-hari anak tunagrahita. Materi kemampuan merawat diri meliputi : a. Kemampuan pemeliharaan tubuh, seperti, mandi, gosok gigi,
merawat rambut, kebersihan kuku. b. Memelihara kesehatan dan keselamatan diri, seperti melindungi
dari bahaya sekitar c. Mengatasi luka yang berkaitan dengan kesehatan
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat ditegaskan bahwa pembelajaran bina diri ialah suatu kegiatan untuk melatih dan mengajari siswa tunagrahita ringan tentang hal yang berhubungan dengan kemandirian
siswa
dalam
kehidupan
sehari-hari.
Dari
beberapa
pembelajaran bina diri terdapat pembelajaran bina diri dalam penanganan
luka ringan yaitu pembelajaran yang mengajarkan siswa tunagrahita ringan menangani diri sendiri ketika terluka. Oleh karena itu pembelajaran keterampilan bina diri menangani luka ringan untuk siswa tunagrahita ringan sangat penting karena siswa tersebut tidak selamanya hidup bergantung dengan bantuan orang lain. 2. Tujuan Pembelajaran Bina Diri Anak Tunagrahita Ringan Rochjadi hasan, 2014 menyatakan bahwa tujuan pembelajaran bina diri secara umum adalah agar anak tunagrahita dapat mandiri dengan tidak/kurang bergantung pada orang lain dan mempunyai rasa tanggung jawab. Sedangkan tujuan khususnya adalah : a. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam tatalaksana pribadi ( mengurus diri, menolong diri, merawat diri). b. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam berkomunikasi
sehingga
dapat
mengkomunikasikan
keberadaan
dirinya. c. Menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan anak tunagrahita dalam hal sosialisasi. Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran bina diri adalah agar siswa tunagrahita ringan dapat melakukan keterampilan mengurus diri sendiri secara mandiri sehingga siswa dapat belajar untuk dapat bertanggung jawab pada hal-hal yang berhubungan dengan diri sendiri. 3. Pengertian Luka Ringan Dalam kehidupan, setiap orang pasti pernah mengalami luka. Misalnya luka sayat karena terkena pisau, luka lecet karena terjatuh dari sepeda, luka bakar karena kontak dengan benda panas, ataupun luka memar karena berbenturan keras dengan bola ketika bermain sepak bola. Dalam prakteknya orang yang tidak memiliki keterbatasan sering mengalami luka ringan
akibat
keteledorannya,
apalagi
siswa
tunagrahita
yang
karakteristiknya sering sulit konsentrasi serta kemampuan adaptifnya yang lebih rendah. Luka ringan seperti luka sayatan memang tampak tidak serius. Namun luka tersebut dapat menjadi media yang baik untuk masuknya kuman sehingga menimbulkan infeksi dan membuat luka ringan menjadi luka yang serius. Mereka yang tidak mempunyai keterbatasan
pada intelektualnya secara sadar akan segera melakukan tindakan penanganan, namun bagi siswa tunagrahita harus diberikan latihan terlebih dahulu agar muncul kesadaran untuk segera melakukan tindaka penanganan. Menurut Aip Syarifuddin dan Muhadi (1991:276-279) pengertian dari luka adalah diskontinuitas (terputusnya hubungan) jaringan. Luka adalah keadaan hilang atau terputusnya kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Berdasarkan pengertian di atas luka ringan adalah keadaan terputusnya kontinuitas jaringan yang menyebabkan kerusakan pada kulit dan tidak sampai membahayakan jiwa seseorang. C. Metode Latihan (Drill) 1. Pengertian Metode Drill Sudjana (2013, hlm.76) mengemukakan bahwa “metode pembelajaran ialah cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan peserta didik pada saat berlangsungnya pengajaran”. Sehingga dapat diartikan bahwa metode pembelajaran ialah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dalam kelas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Metode dalam proses belajar mengajar salah satunya ialah metode drill. Roestiyah (2008, hlm.125) mengemukakan bahwa metode drill ialah “suatu cara mengajar dimana siswa melaksanakan kegiatan-kegiatan latihan, agar siswa memiliki ketangkasan atau keterampilan yang lebih tinggi dari apa yang telah dipelajari”. 2. Tujuan Metode Drill Setiap metode memiliki tujuan yang berbeda-beda, tujuan metode drill menurut Roestiyah (2008, hlm. 125) yaitu sebagai berikut: a. Memiliki keterampilan motorik/gerak: seperti memakai sepatu bertali, mengancingkan
baju,
menghafalkan
kata-kata,
menulis,
mempergunakan alat/membuat suatu benda, melaksanakan gerak dalam olahraga, dan sebagainya. b. Mengembangkan kecakapan intelek; seperti mengalihkan, membagi, menjumlahkan, mengurangi, menarik akar dalam hitung mencongak, mengenal benda/ bentuk dalam pelajaran matematika, ilmu pasti, ilmu kimia, tanda baca, dan sebagainya.
c. Memiliki keterampilan menghubungkan antara suatu keadaan dengan hal lain; seperti hubungan sebab akibat banyak hujan dengan banjir, antara tanda hurup dan bunyi –ng –ny, penggunaan lambang/ simbol dalam peta dan lain-lain. 3. Prinsip dan Petunjuk Menggunakan Metode Drill Prinsip dan petunjuk menggunakan metode drill menurut Sudjana (2013, hlm.87) yaitu sebgai berikut: a. Anak harus diberi pengertian yang mendalam sebelum diadakan latihan tentu. b. Latihan untuk pertama kalinya hendaknya bersifat diagnosis, mulamula kurang berhasil, lalu diadakan perbaikan untuk bisa lebih sempurna. c. Latihan tidak perlu lama asal sering dilaksanakan oleh anak tersebut. d. Harus disesuaikan dengan taraf keterampilan anak. e. Proses latihan hendaknya mendahulukan hal-hal yang esensial dan berguna. 4. Langkah-Langkah Penggunaan Metode Drill Langkah-langkah dalam penggunaan metode drill menurut Roestiyah (2008, hlm.127) yaitu sebagai berikut: a. Gunakan latihan ini hanya untuk pelajaran atau tindakan yang dilakukan secara otomatis, ialah yang dilakukan siswa tanpa menggunakan pemikiran dan pertimbangan yang mendalam, tetapi dapat dilakukan dengan cepat seperti gerak refleks saja, seperti: menghafal, menghitung, lari, dan sebgainya. b. Guru harus memilih latihan yang memiliki arti luas ialah yang dapat menanamkan pengertian pemahaman akan makna dan tujuan latihan sebelum mereka lakukan. Latihan ini juga mampu menyadarkan siswa akan kegunaan bagi kehidupannya saat sekarang ataupun dimasa yang akan mendatang , juga dengan latihan ini siswa meras perlu untuk melengkapi pelajaran yang diterimanya. c. Didalam latihan pendahuluan guru harus lebih menekankan pada diagnone, karena latihan permulaan itu kita belum bisa mengharapkan siswa dapat menghasilkan keterampilan yang sempurna. Pada latihan berikutnya guru perlu meneliti kesukaran/ hambatan yang timbul dan
dialami siswa, sehingga dapat mimilih/ menentukan latihan mana yang harus diperbaiki. Kemudian guru menunjukan siswa respon/ tanggapan yang telah benar dan memperbaiki respon-respon yang salah. d. Perlu mengutamakan keterampilan, agar siswa melakukan latihan secara tepat, kemudian diperhatikan kecepatan atau keterampilan menurut waktu yang telah ditentukan; juga perlu diperhatikan pula apakah respon siswa tersebut telah dilakukan dengan cepat dan tepat. e. Guru memperhitungkan waktu/ masa latihan yang singkat saja agar tidak meltihakan dan membosankan, tetapi sering dilakukan pada kesempatan yang lain. Masa latihan itu harus dilakukan pada kesempatan yang lain. Masa latihan itu harus dilakukan dengan menyenangkan dan menarik, bila perlu dengan mengubah situasi dan kondisi sehingga menimbulkan optimis pada siswa dan kemungkinan rasa gembira itu bisa mengasilkan keterampilan yang baik. f. Guru dan siswa perlu memikirkan dan mengutamakan proses-prose
yang esensial. Yang pokok atau inti; sehingga tidak tenggelam pada hal-hal yang rendah/ tidak perlu kurang diperhatikan. Instruktur/guru perlu
memperhatikan
perbedaan
individual
siswa,
sehingga
keterampilan dan kebutuhan siswa tersalurkan/ dikembangkan. Maka dalam pelaksanaan latihan guru perlu mengawasi dan memperhatikan latihan perseorangan.
b. Penelitian terdahulu yang relevan Penelitian yang relevan adalah suatu penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti terdahulu yang dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya untuk melakukan penelitian yang di lakukan peneliti sekarang. Salah satunya adalah penelitian yang di lakukan oleh Eli Marlina(2011) tentang pengaruh metode drill terhadap peningkatan keterampilan memakai sepatu bertali pada anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB di SLB C YPLB Majalengka. Hasil dari penelitian ini dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh dari penggunaan metode drill terhadap kemampuan memakai sepatu bertalipada anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB di SLB C YPLB Majalengka yang signifikan. Kemampuan memakai sepatu bertali pada anak tunagrahita ringan kelas 3 SDLB di SLB C YPLB Majalengka yang semula rendah mengalami peningkatan setelah menggunakan metode drill.
c. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian 1. Kerangka Berpikir Siswa tunagrahita atau siswa dengan hambatan kecerdasan memiliki beberapa masalah yaitu memiliki intelektual yang rendah di bawah rata-rata, sulit berpikir abstrak yang dapat mempengaruhi pada perkembangan siswa, serta memiliki hambatan dalam pembelajaran pengembangan diri. Berdasarkan penemuan dilapangan, peneliti menemukan sebuah permasalahan yang terdapat pada seorang siswa tunagrahita ringan yang mengalami masalah atau kesulitan dalam pembelajaran bina diri diaspek mengatasi luka yang berkaitan dengan kesehatan pada mengatasi luka terutama keterampilan luka ringan. siswa tunagrahita perlu diberikan program pengembangan diri agar mampu untuk mengurus diri dan dapat melakukan kegiatan sehari-hari secara mandiri tanpa harus bergantung kepada orang lain. Karena mengobati luka merupakan suatu hal penting agar tidak terkena infeksi. Dalam proses pembelajarannya peserta didik tunagrahita memerlukan suatu metode. Metode drill (latihan) sebagai metode mengajar merupakan metode belajar dengan memberikan latihan secara berulang-ulang terhadapa apa yang telah diajarkan guru sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan tertentu. (Haryanto, 2003:40). Metode drill menguntungkan bagi siswa terutama bagi anak tunagrahita ringan, karena dalam proses
pembelajarannya secara langsung dan berulang-ulang, menjadikan dalam proses belajar mengajar akan lebih mudah dipahami dan cepat dimengerti oleh siswa tunagrahita ringan. Dari permasalahan yang terjadi maka penggunaan metode drill diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan siswa tunagrahita ringan dalam keterampilan mengatasi luka ringan dengan pembelajaran yang dilaksanakan secara langsung dan latihan yang berulang-ulang.
Metode
drill
salah satu dapat
merupakan
metode
digunakan
yang untuk
Peserta didik tunagrahita ringan memiliki intelektual yang rendah dan
daya
ingat
yang
lemah
melaksanakan proses belajar
sehingga dalam pembelajaran bina
mengajar
peserta
diri mengatasi luka ringan peserta
dilakukan
didik tunagrahita ringan menjadi
didik secara
kepada
dengan
langsung
berulang-ulang.
dan
terhambat.
Maka
pembelajaran
yang
diperlukan sifatnya
berulang-ulang.
Ketidakmampuan peserta didik tunagrahita dalam pembelajaran keterampilan mengatasi luka ringan dapat dilatih dengan pembelajaran yang dilakukan secara langsung,berulang-ulang dan bertahap. Cara pembelajaran ini dapat dilakukan dengan menggunakan metode drill. Pengulangan pembelajaran secara bertahap mengatasi luka ringan dimulai dari yang mudah ke yang sulit dengan langkahlangkah dalam mengatasi luka ringan sehingga peserta didik dalam pembelajaran keterampilan mengatasi luka ringan akan lebih mudah dipahami dan cepat dimengerti.
Dengan menggunakan metode drill diasumsikan dapat meningkatkan kemampuan keterampilan mengatasi luka ringan pada peserta didik tunagrahitaringan kelas X di SLB C Terate.
2. Hipotesis Dari penjelasan yang terdapat pada kerangka berfikir, maka diperlukannya menentukan suatu hipotesis dalam penelitian. Menurut Sugiyono (2016, hlm.96) mendefinisikan bahwa “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitin, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan”. Adapun hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Terdapat peningkatan keterampilan menangani luka ringan pada peserta didik tunagrahita ringan melalui penerapan metode Latihan”
H. Metode Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Sugiyono (2016, hlm. 107)“Metode penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode penelitian Pre experimental Design dengan rancangan One-grup pre-test-post-test design. Prasetyo dan Jannah (2005, hlm 161) mengemukakan bahwa One-grup pre-testpost-test design adalah “Satu kelompok Eksperimen yang diukur variabel dependennya (pre-test), kemudian diberikan stimulus, dan diukur kembali variabel dependennya (post-test), tanpa ada kelompok pembanding”. Sehingga hasil perlakuan lebih akurat karena adanya perbandingan dengan keadaan keadaan sebelum diberikan perlakuan. Penelitian ini dimulai dengan siswa diberikan pretest (O1) hal ini dilakukan sebelum diberikan intervesi. Pengukuran pretest keterampilan penanganan luka ringan dengan menggunakan instrument keterampilan penanganan luka ringan. Setelah dilakukan pengukuran sebelum eksperimen sesuai kemampuan siswa maka akan diberikan suatu perlakuan (X) yaitu pengembangan keterampilan penanganan luka ringan dengan menggunakan metode latihan (drill). Setelah itu akan dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya yaitu posttest (O2) sesuai dengan instrumen yang dirancang mengenai keterampilan penanganan luka ringan.
Dari kegiatan penelitian seperti itu maka akan didapat hasil dan data yang diperoleh bisa dibandingkan sehingga bisa diuji validitas dan reliabilitasnya. Desain Penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: O1
X
O2
(Sugiyono, 2017, hlm 75) Keterangan: O1 = nilai pretest (sebelum diberi Intervensi) O2 = nilai posttest (setelah diberi Intervensi) X = Intervensi/Perlakuan 2. Populasi dan Sampel Menurut Sugiyono (2016, hlm. 70) “sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan nonprobability sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang atau kesempatan bagi setiap unsur/anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel menurut Sugiyono (2016, hlm. 120). Dalam penelitian ini teknik sampel yang digunakan adalah menggunakan teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel dimana semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sugiyono (2016, hlm.124) mengemukakan “hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang”. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SMALB C Terate. Oleh karena itu, maka dalam penelitian ini yang akan menjadi sampel adalah siswa SMALB C Terate yang berjumlah enam orang. 3. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data a. Instrumen Instrumen adalah “alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah” menurut Arikunto (2002, hlm. 136).Sedangkan menurut Sugiyono (2016, hlm 148) instrumen penelitian adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variabel penelitian. Dalam penelitian ini perlu adanya instrument untuk mencapai tujuan penelitian. Instrument yang dibuat pada penelitian ini adalah instrument tentang keterampilan bina diri penanganan luka ringan.
Dalam penelitian ini, peneliti menyusun kisi-kisi dan merumuskan indikator yang menjadi ruang lingkup variabel keterampilan bina diri penanganan luka ringan sebagai instrumen yang akan digunakan. b. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan oleh peneliti. Menurut Sugiyono (2016 : 308) teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu a. Tes Dalam penelitian ini teknik tes yang digunakan adalah tes perbuatan b. Dokumentasi Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk mendukung data yang diperoleh dari catatan berupa data siswa dan hasil evaluasi belajar 4. Teknik pengolahan data Teknik pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan statistik nonparametrik dengan menggunakan uji wilcoxon, hal ini dilakukan karena subjek penelitiannya tidak terlalu banyak dan data yang diolah berskala ordinal. Uji Wilcoxon merupakan metode statistika yang dipergunakan untuk menguji perbedaan dua buah data yang berpasangan, maka jumlah sampel datanya selalu sama banyaknya. Uji Wilcoxon juga digunakan untuk menguji satu sampel dengan menggunakan median tertentu yang akan diuji sebagai standar atau patokan menurut Susetyo (2014 hlm 228).Sugiyono (2016, hlm. 134) menyebutkan bahwa “teknik uji Wilcoxon digunakan untuk menguji hipotesis komparatif dua sampel yang berkorelasi bila datanya berbentuk ordinal”. Adapun langkah-langkahnya uji Wilxocon menurut Susetyo (2010, hlm 228) adalah sebagai berikut: 1. Memberi harga mutlak dalam pada setiap selisih pasangan data (X – Y). Harga mutlak dibrikan dari yang terkecil hingga yang terbesar atau sebaliknya. Harga mutlak terkecil diberi nomor urut atau ranking 1, kemudian selisih yang berikutnya diberikan nomor urut atau ranking 2 dan seterusnya.
2. Setiap selisih pasang (X – Y) diberikan tang positif (+) dan negative (-) 3. Hitunglah jumlah rangking yang bertanda positif (+) dan ngeatif (-) 4. Selisih tanda ranking yang terkecil atau sesuai dengan arah hipotesis, diambil sebagai harga mutlak dan diberi huruf J. Harga mutlak yang terkecil atau J dijadikan dasar untuk pengujian hipotesis dengan melakukan perbandingan dengan tabel yang dibuat khusu untuk uji Wilxocon. Untuk menguji hipotesis dipergunakan taraf signifikasi (nyata) α = 0,05 atau α = 0,01. Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan harga mutlak J ynag dipilih dengan harga J pada taraf nyata tertentu, maka H0 diterima atau ditolak.
I. Daftar Pustaka Aip Sarifudin dan Muhadi. (1992).Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Arikunto,S. (2002). Prosedur Penelitian. Jakarta : Rinneka Cipta. Astati. (2011). Bina Diri Untuk Anak Tunagrahita. Bandung : Amanah Offset Basuni.Muh.2012. Pembelajaran Bina Diri Pada Anak Tunagrahita. Jurnal Pendidikan Khusus.9(1) Farhan, Gunawan. (2018). Makalah Anak Berkebutuhan Khusus. Tersedia Online : https://varhan004.blogspot.com/2018/09/makalah-anak-berkebutuhan-khususabk_23.html Di akses 13 Februari 2018 Haryanto, (2003). Strategi Belajar Mengajar, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional. FIP, Universitas Negeri Yogyakarta Mansjoer, Arif, dkk. Eds. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Rochjadi.Hasan, 2014. Program Kekhususan Pendidikan Anak Tunagrahita. Bandung : PPPPTK TK dan PLB Bandung Roestyah. (2008). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Sudjana, Nana. (1995). Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bnadung: Sinar Baru Algensindo. Sugihartono, dkk. (2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Susetyo , Budi. (2014). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama. Susetyo, B. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian . Bandung: PT Refika Aditama. Sutjihati Somantri. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Ketika Aditama. Tanpa nama. Modul Kesehatan P3K Ringan dan Berat. Tersedia Online : https://theresiaingangela.files.wordpress.com/2018/09/modul-1-p3k.pdf
Di
akses 13 Februari 2018 Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Prasetyo, B & Jannah, L M (2005). Metode
Penelitian
Kuantitatif
:Teori
dan
Aplikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Widya, Mamad. Modul Bina Diri Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (BDABK). Tersedia
Online
:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195208231978 031-MAMAD_WIDYA/Artikel_Bina_Diri.pdf Di akses 13 Februari 2018
: