LATAR BELAKANG Masa nifas (puerpurium) adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alatalat reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari (Setyo & Sri, 2011) Menyusui merupakan salah satu yang terbaik untuk bayi karena dengan menyusui kebutuhan gizi bayi akan terpenuhi, diusia lebih dari 25 tahun sepertiga wanita di dunia (38%) disepakati tidak menyusui bayinya (SDKI, 2012). Permulaan masa nifas bayi belum menyusu dengan baik. Apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, akan terjadi pembendungan air susu, mammae panas serta keras pada perabaan, nyeri, puting susu bisa mendatar sehingga dapat menyukarkan bayi untuk menyusui (Wiknjosastro, 2009). Menurut data WHO, pada tahun 2013 di Amerika Serikat persentase perempuan menyusui yang mengalami Bendungan ASI rata-rata mencapai 87,05 % atau sebanyak 8242 ibu nifas dari 12.765 orang, pada tahun 2014 ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 7198 orang dari 10.764 orang dan pada tahun 2015 terdapat ibu yang mengalami bendungan ASI sebanyak 6543 orang dari 9.862 orang ( WHO, 2015). Menurut Rukiyah & Yuliyanti (2010) pada masa nifas, bendungan ASI paling banyak dialami oleh ibu-ibu pekerja yaitu sebesar 16% dari seluruh ibu yang menyusui di Indonesia. Adanya kesibukan keluarga dan pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian bendungan ASI.
BENDUNGAN ASI 1.
Pengertian Bendungan ASI dikarenakan penyempitan duktus laktiferus atau oleh kelenjar-kelenjar yang tidak dikosongkan dengan sempurna atau karena kelainan pada puting susu (Wulandari, 2009). payudara yangmembengkak ini yang sering terjadi biasanya terjadi sesudah melahirkanpada hari ketiga atau ke empat (Bahiyatun, 2008). Bendungan ASI adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi (Purwoastuti, dkk, 2015).
2.
Etiologi Bendungan ASI Menurut Rukiyah (2011), faktor penyebab bendungan ASI antara lain: a.
Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi terjadi peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan, apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak dikosongkan, maka masih terdapat ASI dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
b.
Hisapan bayi yang tidak aktif
c.
Posisi menyusui bayi yang tidak benar
d.
Puting susu terbenam
e.
Puting susu terlalu panjang Beberapa keadaan abnormal yang mungkin terjadinya bendungan Asi
adalah dapat terjadi karena sumbatan pada saluran ASI, karena tidak dikosongkan seluruhnya. (Sujiyatini, 2009).
Menurut (Varney, 2008) terjadi akibat hambatan aliran air susu karena tekanan internal atau eksternal misalnya pembesaran vena, pemakaian BH yang ketat, dan pemakaian baju yang ketat. Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke dua atau ke tiga ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusu, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi (bonding) kurang baik dan dapat pula karena adanya pembatasan waktu menyusui. (Sarwono, 2015) 3.
Tanda dan Gejala Menurut Rukiyah (2011), tanda dan gejala terjadinya bendungan ASI antara lain : a. Mammae panas serta keras pada perabaan dan nyeri ketika di tekan. b. Puting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusu c. Pengeluaran susu kadang terhalang duktuli laktiferi menyempit d. Payudara bengkak, keras, panas, e. Suhu tubuh sampai 38oC
4.
Patofisiologi Pembengkakan payudara atau bendungan ASI terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga sisa ASI terkumpul pada sitem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan. Payudara bengkak ini sering terjadi pada hari ketiga atau keempat sesudah melahirkan. Statis pada pembuluh darah dan limfe akan mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakaudal, yang akan memengaruhi segmen pada payudara, sehingga tekanan seluruh payudara
meningkat. Akibatnya, payudara sering terasa penuh, tegang, serta nyeri. Kemudian diikuti oleh penurunan produksi ASI (Saleha, 2009). Pelepasan ASI berada di bawah kendali neuro-endokrin. Rangsangan sentuhan pada payudara (bayi menghisap) akan merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel-sel khusus. Proses ini disebut “reflek prolaktin” atau milk production reflect yang membuat ASI tersedia bagi bayi. Dalam hari-hari dini, laktasi reflek ini tidak dipengaruhi oleh keadaan emosi ibu. Nantinya, reflek ini dapat dihambat oleh keadaan emosi ibu bila ia merasa takut, lelah, malu, merasa tidak pasti, atau bila merasakan nyeri. Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya pituitary lactogenic hormon (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflex yang menyebabkan kontraksi sel-sel mio-epitelial yang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleksi ini timbul bayi menyusu. Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, terjadi pembendungan air susu (Wiknjosastro, 2008). Kepenuhan fisiologis menurut Mochtar (2000) adalah sejak hari ketiga sampai hari keempat setelah persalinan, ketika ASI secara normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat fisiologis dan dengan
penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat berkembang menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran ASI dengan alveoli meningkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan mengkilap. 5.
Penatalaksanaan Bendungan ASI (Kemenkes, RI. 2013) a. Tatalaksana Umum 1) Sangga payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas. 2) Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5 menit. 3) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting. 4) Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga puting menjadi lunak. 5) Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding) dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar. 6) Pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusu tidak mampu mengosongkan
payudara,
mungkin
diperlukan
pompa
atau
pengeluaran ASI secara manual dari payudara. 7) Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es setelah menyusui atau setelah payudara dipompa.
pada
payudara
8) Bila perlu, berikan parasetamol 3 x 500 mg per oral untuk mengurangi nyeri. 9) Lakukan evaluasi setelah 3 hari.
DAFTAR PUSTAKA Setyo, R. W, Sri, H. 2011. Asuhan Kebidanan Ibu Masa Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing. SDKI. 2012. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Wiknjosastro, Hanifa. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo WHO. World Health Statistics 2015: World Health Organization; 2015. Ai Yeyeh, Rukiyah, Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta : Trans Info Medika Wulandari Diah. 2009. Asuhan Kebidanan Masa. Nifas.Yogyakarta:Mitra Cendekia. Bahiyatun. 2008. Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC. Purwoastuti, Endang dan Elisabeth Siwi Walyani. 2015. Mutu Pelayanan Kesehatan dan Kebidanan. Pustaka Baru Press: Jakarta Sujiyatini, dkk. 2009. Asuhan Patologi Kebidanan. Jakarta: Nuha Medika Varney.2008. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta : EGC. Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika Sarwono. 2015. Ilmu Kebidanan. Jakarta: EGC. Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Mochtar, R. 2000. Sinopsis Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Jakarta: EGC. Kemenkes, RI. 2013. Pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.