Bduapuluh.docx

  • Uploaded by: Cicilia Sinaga
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bduapuluh.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 2,618
  • Pages: 10
Dehidrasi Berat ec Diare Cair Akut Hanif Widi Masruroh 102016008 Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 06 Jakarta 11510. Telepon: (021)5694-2051. Email: [email protected] Abstract Key words: Abstrak Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Penyebab dehidrasi tersering berasal dari gastroenteritis. Diare adalah etiologi paling sering dan dapat juga disertai dengan muntah, dehidrasi akan semakin memburuk. Tanda dari dehidrasi biasanya turgor kulit kembali lambat, mata cekung, akral dingin dan oliguria. Sering dialami oleh balita karena fungsi ginjal belum sempurna. Dehidrasi berat maka pemberian redidrasi melalui jalur intravena secara cepat serta pemberian rehidrasi oral. Kata kunci: dehidrasi, diare, cairan Pendahuluan Dehidrasi merupakan suatu kondisi defisit air dan elektrolit dengan penyebab multifaktor. Diare merupakan penyebab tersering, dan usia balita adalah kelompok yang paling rentan mengalami kondisi ini. Derajat dan jenis dehidrasi penting diketahui untuk menentukan strategi penanganan. Manajemen dehidrasi juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien. Anamnesis Dari anamnesis yang dilakukan secara alloanamnesis didapatkan anak mengalami diare dengan frekuensi > 5x/hari, volumenya ½ gelas aqua setiap kali buang air besar. Anak tampak sangat lemas, nafsu makan menurun, volume urin menurun dan urin berwarna kuning pekat, nafas cepat dan dalam. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang di dapatkan dari pasien yaitu, keadaan umum anak tampak sakit berat kesadaran somnolen. TTV didapatkan suhu 360C, napas 40 x/menit, nadi 126 x/menit. Mata tampak cekung, mukosa bibir dan lidah kering,napas tampak cepat dan dalam turgor kulit kembali sangat lambat, akral teraba dingin, nadi teraba lemah, capillary refill time 4 detik. Pemeriksaan Penunjang Urinalisis Praanalitik Spesimen urin dapat diperoleh melalui teknik pengambilan urin midstream (urin porsi tengah), kateterisasi (asepsis) atau melalui punksi suprapubic. Specimen disimpan didalam kotainer steril dengan tutup ulir, serta harus dibawa ke laboratorium dan diperiksa dalam waktu <2 jam atau disimpan dalam pendingin pada suhu 40C maksimal 24 jam. Analitik 1. Pemeriksaan makroskopik a. Jumlah urin b. Warna urin: normal kuning muda c. Kejernihan urin: normal jernih d. Berat jenis: normal 1.003-1.030 e. Bau urin f. Reaksi dan pH: normal pH 4,3-8.0 Analisa Gas Darah Analisa gas darah bermanfaat untuk mengetahui kadar perubahan gas darah yang berkaitan dengan fungsi respirasi, metabolic dan ginjal. Pengambilan specimen berasal dari darah arteri radialis, brakialis dan femoralis. Darah disimpan dalam tabung yang telah diisi dengan heparin sebelumnya untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Dibutuhkan sebanyak 0,05 mL heparin untuk 1 mL darah. Pemberian heparin tidak boleh terlalu banyak karena akan menurunkan nilai gas darah > 10%. Jangan mengocok tabung dan hindarkan dari kontaminasi udara. Sediaan harus segera di bawa ke laboratorium karena sampel yang di gunakan dapat bertahan 2 jam.

Diagnosis Dehidrasi Berat Dehidrasi adalah suatu keadaan penurunan total air di dalam tubuh karena hilangnya cairan secara patologis, asupan air tidak adekuat, atau kombinasi keduanya. Dehidrasi terjadi karena pengeluaran air lebih banyak daripada jumlah yang masuk, dan kehilangan cairan ini juga disertai dengan hilangnya elektrolit. Pada dehidrasi terjadi keseimbangan negative cairan tubuh akibat penurunan asupan cairan dan meningkatnya jumlah air yang keluar (lewat ginjal, saluran cerna atau insensible water loss/IWL), atau karena adanya perpindahan cairan dalam tubuh. Berkurangnya volume total cairan tubuh menyebabkan penurunan volume cairan intrasel dan ekstrasel. Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat. Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih rendah. Diare Cair Akut Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air di tinja + 200 ml/24 jam atau memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Diare akut adalah diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Diare cair akut bias disebabkan oleh beberapa faktor. Namun sebagian besar insidensi diare cair akut disebakan oleh bakteri enteroivasif atau enterotoksigenik. Faktor yang berperan terjadinya diare akut terutama karena infeksi yaitu faktor kausa (agent) dan faktor penjamu (host) faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut, terdiri dari faktor imun saluran cerna antara lain: asam lambung, motilitas usus, imunitas dan mikroflora usus. Faktor kausal yaitu daya penetrasi yang dapat merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus halus serta daya lekat kuman.

Diangnosis Banding Disentri Disentri Amoeba Amebiasis/ disentri amuba merupakan suatu infeksi Entamoeba histolytica pada manusia, dapat terjadi secara akut dan kronik. Manusia merupakan pejamu dari beberapa spesies amuba, yaitu Entamoeba histolytica, E. coli, E. ginggivalis, Dientamoeba frigilis, Endolimax nana. Diantara beberapa spesies amuba, hanya satu spesies yaitu E. histolytica yang merupakan parasit patogen pada manusia. E. histolytica tersebar di seluruh dunia, endemik terutama terjadi di daerah dengan sosio-ekonomi rendah dan sanitasi lingkungan yang kurang baik. E. histolytica bersama Giardia lamblia, Criptosporidium, Balantidium coli, Blastocystis hominis dan Isospora sp merupakan protozoa yang sering menyebabkan infeksi usus pada anak. Infeksi yang disebabkan oleh protozoa usus biasanya didapatkan per-oral melalui kontaminasi feses pada air atau makanan. Pada manusia E. histolytica mengadakan invasi ke dalam mukosa usus dan dapat menyebar ke dalam traktus intestinalis, misalnya ke duodenum, gaster, esofagus atau ekstraintestinal, yaitu hati (terutama), paru, perikardium, peritonium, kulit, dan otak. Disentri Basiler Disentri basiler adalah diare dengan lender dan darah disertai demam, tenesmus dan abdominal cramp. Penyebab disentri basiler adalah Shigella sp yang termasuk bakteri gram negatif. Habitat Shigella terbatas pada saluran pencernaan manusia dan primate dimana beberapa spesies dapat menimbulkan disentri basiler. Insidensi dan penyebaran shigellosis berhubungan dengan kebersihan komunitas. Penyebaran Shigella ini paling besar terjadi pada fase akut, maka bakteri ini secara efektif dapat ditularkan melalui fecal-oral dan dapat pula melalui kontak langsung dan hubungan seksual. Diagnosis spesifik infeksi Shigella adalah dengan isolasi bakteri dengan pemeriksaan kultur feses atau usap rektal. Komplikasi pada Shigellosis adalah komplikasi pada usus (megakolon toksik, perforasi usus dan prolapse rektum) atau metabolik.

Tatalaksana pada Shigella sonnei biasanya infeksinya ringan sehingga dapat sembuh sendiri. Sedangkan Shigella dysenteriae harus menggunakan antibiotik, dan pilihan utamanya biasanya ciprofloksasin dan beberapa antibiotik yang efektif untuk Shigellosis adalah ceftriakson, azitromisin, pivmecilinan dan generasi ke lima quinolon. Pemberian terapi untuk penderita shigellosis non Shigella dysenteriae selama 3 hari, sedangkan untuk Shigellosis infeksi Shigella dysenteriae diberikan selama 5 hari. Etiologi Penyebab dehidrasi tersering berasal dari gastroenteritis. Diare adalah etiologi paling sering dan dapat juga disertai dengan muntah, dehidrasi akan semakin memburuk. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak. Stomatitis dan faringitis yaitu rasa nyeri mulut dan tenggorokan, biasanya akan menyebabkan pembatasan pemberian asupan makanan atau minuman lewat mulut. Ketoasidosis diabetes (KAD) disebabkan karena adanya diuresis osmotic dan menyebabkan berat badan turun akibat kehilangan cairan dan katabolisme jaringan. Demam juga bias menyebabkan dehidrasi karena akan meningkatkan intake water lost dan menurunkan nafsu makan. Derajat dan Tanda Klinis Berdasarkan persentase kehilangan air dari total berat badan, derajat/skala dehidrasi dapat ringan, sedang, hingga derajat berat. Derajat dehidrasi berbeda antara usia bayi dan anak jika dibandingkan usia dewasa. Bayi dan anak (terutama balita) lebih rentan mengalami dehidrasi karena komposisi air tubuh lebih banyak, fungsi ginjal belum sempurna dan masih bergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuhnya, selain itu penurunan berat badan juga relatif lebih besar. Pada anak yang lebih tua, tanda dehidrasi lebih cepat terlihat dibandingkan bayi karena kadar cairan ekstrasel lebih rendah. Menentukan derajat dehidrasi pada anak juga dapat menggunakan skor WHO, dengan penilaian keadaan umum, kondisi mata, mulut dan turgor (tabel 2).8 Derajat dehidrasi berdampak pada tanda klinis. Makin berat dehidrasi, gangguan hemodinamik makin nyata. Produksi urin dan kesadaran dapat menjadi tolok ukur penilaian klinis dehidras. Manifestasi Klinis Kehilangan cairan menyebabkan haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menurun, serta suara serak. Keluhan dan gejala ini di-

sebabkan deplesi air yang isotonik. Kehilangan bikarbonat akan menurunkan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan, sehingga frekuensi napas lebih cepat dan lebih dalam (Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonat agar pH dapat naik kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolic yang tidak dikompensasi, bikarbonat standar juga rendah, pCO2 normal, dan base excess sangat negative. Gangguan kardiovaskuler pada hipovolemia berat dapat berupa renjatan dengan tandatanda denyut nadi cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien mulai gelisah, wajah pucat, ujungujung ekstremitas dingin, dan kadang sianosis. Kehilangan kalium juga dapat menimbulkan aritmia jantung. Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan timbul anuria; bila tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti gagal ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi pemusatan sirkulasi paru-paru dan dapat menyebabkan edema paru pada pasien yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali. Epidemiologi Dehidrasi karena diare merupakan masalah di gastroenteritis. Dehidrasi karena diare menjadi penyebab utama kematian bayi dan anak. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) ada 2 milyar kasus diare pada orang dewasa di seluruh dunia setiap tahun. Patofisiologi Tipe Dehidrasi Kehilangan cairan tubuh biasanya disertai gangguan keseimbangan elektrolit. Dehidrasi dapat dikategorikan berdasarkan osmolaritas dan derajat keparahannya. Kadar natrium serum merupakan penanda osmolaritas yang baik selama kadar gula darah normal. Berdasarkan perbandingan jumlah natrium dengan jumlah air yang hilang, dehidrasi dibedakan menjadi tiga tipe yaitu dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik, dan dehidrasi hipotonik. 1. Dehidrasi Isotonik (isonatremik). Tipe ini merupakan yang paling sering (80%). Pada dehidrasi isotonik kehilangan air sebanding dengan jumlah natrium yang hilang, dan biasanya tidak mengakibatkan cairan ekstrasel berpindah ke dalam ruang intraseluler. Kadar natrium dalam darah pada dehidrasi tipe ini 135-145 mmol/L dan osmolaritas efektif serum 275-295 mOsm/L.

2. Dehidrasi hipotonik (hiponatremik). Natrium hilang yang lebih banyak daripada air. Penderita dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya kadar natrium serum (kurang dari 135 mmol/L) dan osmolalitas efektif serum (kurang dari 270 mOsml/L). Karena kadar natrium rendah, cairan intravaskuler berpindah ke ruang ekstravaskuler, sehingga terjadi deplesi cairan intravaskuler. Hiponatremia berat dapat memicu kejang hebat; sedangkan koreksi cepat hiponatremia kronik (2 mEq/L/jam) terkait dengan kejadian mielinolisis pontin sentral. 3. Dehidrasi hipertonik (hipernatremik). Hilangnya air lebih banyak daripada natrium. Dehidrasi hipertonik ditandai dengan tingginya kadar natrium serum (>145 mmol/L) dan peningkatan osmolalitas efektif serum (>295 mOsm/L). Karena kadar natrium serum tinggi, terjadi pergeseran air dari ruang ekstravaskuler ke ruang intravaskuler. Untuk mengkompensasi, sel akan merangsang partikel aktif (idiogenik osmol) yang akan menarik air kembali ke sel dan mempertahankan volume cairan dalam sel. Saat terjadi rehidrasi cepat untuk mengoreksi kondisi hipernatremia, peningkatan aktivitas osmotik sel tersebut akan menyebabkan influks cairan berlebihan yang dapat menyebabkan pembengkakan, ruptur sel dan oedema serebral adalah konsekuensi yang paling fatal. Rehidrasi secara perlahan dalam lebih dari 48 jam dapat meminimalkan risiko ini. Tatalaksana Penatalaksanaan dehidrasi adalah mengganti cairan yang hilang dan mengembalikan keseimbangan elektrolit, sehingga keseimbangan hemodinamik kembali tercapai. Selain pertimbangan derajat dehidrasi, penanganan juga ditujukan untuk mengoreksi status osmolaritas pasien. Dehidrasi Derajat Berat Pada dehidrasi berat dibutuhkan evaluasi laboratorium dan terapi rehidrasi intravena, Penyebab dehidrasi harus digali dan ditangani dengan baik Penanganan kondisi ini dibagi menjadi 2 tahap: 1. Tahap Pertama Berfokus untuk mengatasi kedaruratan dehidrasi, yaitu syok hipovolemia yang membutuhkan penanganan cepat. Pada tahap ini dapat diberikan cairan kristaloid isotonik, seperti ringer lactate (RL) atau NaCl 0,9% sebesar 20 mL/kgBB. Perbaikan cairan

intravaskuler dapat dilihat dari perbaikan takikardi, denyut nadi, produksi urin, dan status mental pasien. Apabila perbaikan belum terjadi setelah cairan diberikan dengan kecepatan hingga 60 mL/kgBB, maka etiologi lain syok harus dipikirkan (misalnya anafi laksis, sepsis, syok kardiogenik). Pengawasan hemodinamik dan golongan inotropik dapat diindikasikan. 2. Tahap Kedua Berfokus pada mengatasi defi sit, pemberian cairan pemeliharaan dan penggantian kehilangan yang masih berlangsung. Kebutuhan cairan pemeliharaan diukur dari jumlah kehilangan cairan (urin, tinja) ditambah IWL. Jumlah IWL adalah antara 400-500 mL/m2 luas permukaan tubuh dan dapat meningkat pada kondisi demam dan takipnea. Secara kasar kebutuhan cairan berdasarkan berat badan adalah: • Berat badan < 10 kg = 100 mL/kgBB • Berat badan 10-20 kg = 1000 + 50 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 10 kg • Berat badan > 20 kg = 1500 + 20 mL/ kgBB untuk setiap kilogram berat badan di atas 20 kg Dehidrasi Isotonik Pada kondisi isonatremia, defi sit natrium secara umum dapat dikoreksi dengan mengganti defi sit cairan ditambah dengan cairan pemeliharaan dextrose 5% dalam NaCl 0,450,9%. Kalium (20 mEq/L kalium klorida) dapat ditambahkan ke dalam cairan pemeliharaan saat produksi urin membaik dan kadar kalium serum berada dalam rentang aman. Dehidrasi Hipotonik Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% atau RL 20 mL/ kgBB sampai perfusi jaringan tercapai. Pada hiponatremia derajat berat (<130 mEq/L) harus dipertimbangkan penambahan natrium dalam cairan rehidrasi. Koreksi defi sit natrium melalui perhitungan = (Target natrium - jumlah natrium saat tersebut) x volume distribusi x berat badan (kg). Cara yang cukup mudah adalah memberikan dextrose 5% dalam NaCl 0,9% sebagai cairan pengganti. Kadar natrium harus dipantau dan jumlahnya dalam cairan disesuaikan untuk mempertahankan proses koreksi perlahan (<0,5 mEq/L/jam). Koreksi kondisi hiponatremia secara cepat sebaiknya dihindari untuk mencegah mielinolisis pontin (kerusakan selubung mielin), sebaliknya koreksi cepat secara parsial menggunakan larutan NaCl hipertonik (3%; 0,5 mEq/L) direkomendasikan untuk menghindari risiko ini.

Dehidrasi Hipertonik Pada tahap awal diberikan cairan pengganti intravaskuler NaCl 0,9% 20 mL/ kgBB atau RL sampai perfusi jaringantercapai. Pada tahap kedua, tujuan utama adalah memulihkan volume intravaskuler dan mengembalikan kadar natrium serum sesuai rekomendasi, akan tetapi jangan melebihi 10 mEg/L/24 jam. Koreksi dehidrasi hipernatremia terlalu cepat dapat memiliki konsekuensi neurologis, termasuk edema serebral dan kematian. Pemberian cairan harus secara perlahan dalam lebih dari 48 jam menggunakan dextrose 5% dalam NaCl 0,9%. Apabila pemberian telah diturunkan hingga kurang dari 0,5 mEq/L/jam, jumlah natrium dalam cairan rehidrasi juga dikurangi, sehingga koreksi hipernatremia dapat berlangsung secara perlahan. Non Medikamentosa Pemberian makan segera saat asupan oral memungkinkan pada anak-anak yang dehidrasi karena diare, dapat mempersingkat durasi diare. Susu tidak perlu diencerkan, pemberian ASI jangan dihentikan. Disarankan memberikan makanan tergolong karbohidrat kompleks, buah, sayur dan daging rendah lemak. Makanan berlemak dan jenis karbohidrat simpel sebaiknya dihindari. WHO sejak tahun 2004 juga telah menambahkan zinc dalam panduan terapi diare pada anak Medikamentosa Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intavena secara cepat yang di ikuti dengan terapi rehidrasi oral. Pada saat infus disiapkan, beri larutan oralit jika anak bisa minum. Larutan intavena terbaik adalah larutan ringer laktat ada juga larutan ringer asetat. Jika larutan ringer laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0,9%) dapat digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan dianjurkan tidak digunakan. Terapi farmakologis dengan loperamide, antikolinergik, bismuth subsalicylate, dan adsorben, tidak direkomendasikan terutama pada anak, karena selain dipertanyakan efektivitasnya, juga berpotensi menimbulkan berbagai efek samping. Komplikasi Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama, terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan cairan terjadi secara

mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hypokalemia dan asidosis metabolik. Prognosis Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan terapi antibiotik jika diindikasikan, prognosis diare infeksi sangat baik dengan morbiditas dan mortalitas minimal. Edukasi Beri cairan untuk diare dengan dehidrasi berat dan jika anak muntah bisa di berikan zink. Jika anak setelah buang air besar maka lakukan rehidrasi dengan pemberian oralit. Setra jaga kebersihan makanan dan lingkungan. Kesimpulan Dehidrasi berat karena diare cair akut bisa terjadi karena adanya masalah di bagian gastrointestinal yang mengakibatkan diare dan menyebabkan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebih. Sehingga pemberian terapi seperti rehidrasi yang adekuat maka prognosis akan baik. Namun, pada kasus dehidrasi berat maka pemberian redidrasi melalui jalur intravena secara cepat serta pemberian rehidrasi oral. Larutan ringer laktat dan ringer asetat dapat di gunakan untuk rehidrasi intavena. Lauran NaCl 0,9% bisa juga diberikan dengan pemberian sesuai anjuran rehidrasi. Pengobatan secara farmakologi dtidak disarankan karena mengakibatkan efek samping. Daftar Pustaka

More Documents from "Cicilia Sinaga"

Tof.docx
June 2020 10
Bduapuluh.docx
June 2020 12
Pbl Blok 10 (1).docx
June 2020 10
Blok 16.pptx
June 2020 10
Doa Lingkungan.docx
May 2020 16