Bdb Penyediaan Air Bersih.docx

  • Uploaded by: sulis
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bdb Penyediaan Air Bersih.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 6,872
  • Pages: 47
9

TUGAS MATA KULIAH PENYEDIAAN AIR BERSIH DBD ( DEMAM BERDARAH DENGUE)

KELAS A2/VI A KELOMPOK V Di Susun Oleh : SRI SULISTYOWATI

NPM 175059091

PUTU DIAN CITRA BUNGA AMORITA IPAANNY MAULIDA SRI DESI S ULFA FAISYERA.D

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA TAHUN 2018

10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan adanya musim hujan maka perlu diwaspadai adanya genangan – genangan air yang terjadi pada selokan yang buntu, gorong – gorong yang tidak lancar serta adanya banjir yang berkepanjangan, perlu diwaspadai adanya tempat reproduksi atau berkembangbiaknya nyamuk pada genangan – genangan tersebut sehingga dapat mengakibatkan musim nyamuk telah tiba pula, kurang sadarnya manusia dengan pengelolaan sampah yang tidak baik menyebabkan banjir di mana-mana.Saatnya kita melakukan antisipasi adanya musim nyamuk dengan cara pengendalian nyamuk dengan pendekatan perlakukan sanitasi lingkungan atau non kimiawi yang tepat sangat diutamakan sebelum dilakukannya pengendalian secara kimiawi. Selama ini semua manusia pasti mengatahui dan mengenal serangga yang disebut nyamuk. Antara nyamuk dan manusia bisa dikatakan hidup berdampingan bahkan nyaris tanpa batas. Namun, berdampingannya manusia dengan nyamuk bukan dalam makna positif. Tetapi nyamuk dianggap mengganggu kehidupan umat manusia. Meski jumlah nyamuk yang dibunuh manusia jauh lebih banyak daripada jumlah manusia yang meninggal karena nyamuk, perang terhadap nyamuk seolah menjadi kegiatan tak pernah henti yang dilakukan oleh manusia. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) {bahasa medisnya disebut Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)} adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus, yang mana menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan pada sistem pembekuan darah, sehingga mengakibatkan perdarahanperdarahan.Penyakit ini banyak ditemukan didaerah tropis seperti Asia Tenggara, India, Brazil, Amerika termasuk di seluruh pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat ketinggian lebih dari 1000 meter di atas permukaan

11

air laut. Dokter dan tenaga kesehatan lainnya seperti Bidan dan Pak M Demam Berdarah Dengue (DBD) kini sedang mewabah, tak heran jika penyakit ini menimbulkan kepanikan di Masyarakat. Hal ini disebabkan karena penyakit ini telah merenggut banyak nyawa. Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI terdapat 14 propinsi dalam kurun waktu bulan Juli sampai dengan Agustus 2005 tercatat jumlah penderita sebanyak 1781 orang dengan kejadian meninggal sebanyak 54 orang. DBD bukanlah merupakan penyakit baru, namun tujuh tahun silam penyakit inipun telah menjangkiti 27 provinsi di Indonesia dan menyebabkan 16.000 orang menderita, serta 429 jiwa meninggal dunia, hal ini terjadi sepanjang bulan Januari sampai April 1998 (Tempo, 2004). WHO bahkan memperkirakan 50 juta warga dunia, terutama anak kecil dengan daya tahan tubuh rendah, terinfeksi demam berdarah setiap tahun. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. DBD merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang penularannya dari satu penderita ke penderita lain disebarkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran DBD adalah dengan memotong siklus penyebarannya dengan memberantas nyamuk tersebut. Salah satu cara untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan melakukan Fogging. Selain itu juga dapat dilakukan pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatisasi untuk memberantas jentik nyamuk. Berbagai upaya pengendalian penyakit demam berdarah dengue (DBD) telah dilaksanakan meliputi : promosi kesehatan tentang pemberantasan sarang nyamuk, pencegahan dan penanggulangan faktor resiko serta kerja sama lintas program dan lintas sector terkait sampai dengan tingkat desa /kelurahan untuk pemberantasan sarang nyamuk. Masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah belum optimalnya upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam

12

pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah Dengue. Oleh karena itu partisipasi masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD tersebut perlu di tingkatkan antara lain pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD.

B.

Perumusan Masalah Adapun beberapa masalah yang akan di rumuskan dalam memecahkan masalah demam berdarah antara lain : 1.

Apa sebenarnya penyakit demam berdarah dengue dan apa penyebabnya?

2.

Bagaimana cara penularan penyakit demam berdarah dan siklus hidup vektor penular penyakit DBD?

3.

Seperti apa patogenitas DBD terhadap manusia?

4.

Bagaimana cara pencegahan penyakit DBD ?

5.

Bagaimana cara memberantas penyakit demam berdarah agar tidak mewabah ?

6.

C.

Apa saja cara pengobatan penyakit demam berdarah ?

Tujuan

Tujuan di buatnya makalah ini adalah : 1.

Memberi pengetahuan mengenai penyakit demam berdarah dengue dan penyebabnya.

2.

Memberi pengetahuan tentang cara penularan dan vektor penyakit demam berdarah

3.

Memberi pengetahuan tentang patogenitas DBD

4.

Memberikan informasi tentang cara pemberantasan penyakit demam berdarah.

5.

Memberikan pengetahuan tentang cara pengobatan penyakit demam berdarah.

13

6.

Mengetahui gejala dan berbagai pencegahan untuk penyakit demam berdarah tersebut.

14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). 1. Pengertian Demam Berdarah Dengue Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty, yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai dengan 7 hari tanpa sebab yang jelas, lemah dan lesu, gelisah, nyeri ulu hati disertai tanda pendarahan di kulit berupa bintik pendarahan (petechiae), lebam (ecchymosis) atau ruam (purpura) kadang-kadang mimisan, bercak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau rejatan (syock) menyerang baik orang dewasa maupun anak-anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak berusia dibawah 15 tahun. (Depkes RI, 2007). Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan tanda-tanda pendarahan. Pada keadaan yang lebih parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan penderita jatuh dalam keadaan syock akibat kebocoran plasma keadaan ini disebut Dengue syock Syndrom.

15

2. Etiologi Dalam konsep John Gardon agent dari Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B arthropod Borne Virus (Arboviruses) yang sekarang dikenal sebagai genus flavivirus, famili flavividae, dan mempunyai 4 jenis serotype, yaitu : DEN-1 (Dengue 1), DEN-2 (Dengue 2), DEN-3 (Dengue 3), DEN-4 (Dengue 4), Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype yang bersangkutan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan bahwa keempat serotype ditemukan dan bersikulasi sepanjang tahun. Serotype DEN-3 merupakan serotype yang dominan dan diasumsikan banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat. (Depkes RI, Dirjen PPM & PL, 2006). DBD merupakan penyakit tropis dan virus penyebabnya bertahan dalam suatu siklus yang melibatkan manusia dan nyamuk aedes aegepty. Aedes Aegepty adalah sejenis nyamuk rumah yang senang menggigit manusia di siang hari. Dengue ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegepty betina yang lebih menyukai untuk menyimpan

16

telurnya di dalam wadah yang berisi air bersih dan terletak di sekitar habitat manusia telur dapat hidup kurang lebih enam bulan di tempat kering. (Depkes RI, Dirjen PPM & PL, 2007).

3. Epidemiologi Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia. Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Infeksi virus dengue telah ada di Indonesia sejak abad ke -18, seperti yang dilaporkan oleh David Bylon seorang dokter berkebangsaan Belanda. Saat itu infeksi virus dengue menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) kadang-kadang disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts). Disebut demikian karena demam yang terjadi menghilang dalam lima hari, disertai dengan nyeri pada sendi, nyeri otot, dan nyeri kepala. Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya merupakan penyakit ringan yang tidak pernah menimbulkan kematian. Tetapi sejak tahun 1952 infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi .

17

Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan morbiditas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999 (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa. Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A. Aegypti dan A. Albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya) (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Beberapa faktor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi virus dengue yaitu : 1). vektor : perkembang biakan vektor, kebiasaan menggigit, kepadatan vektor di lingkungan, transportasi vektor dari satu tempat ke tempat lain; 2). pejamu : terdapatnya penderita di lingkungan / keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap nyamuk, usia dan jenis kelamin; 3). lingkungan : curah hujan, suhu, sanitasi dan kepadatan penduduk (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006).

18

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam timbulnya dan penyebaran penyakit DBD ini, terutama dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun (Depkes, 2007). Gambar 2.1 Virus Dengue

Sumber : Wikipedia Kehidupan nyamuk Aedes aegypti memang sangat dipengaruhi oleh lingkungan, baik biologis maupun fisik. Pengaruh lingkungan biologik misalnya berupa air yang lama disimpan dalam kontainer,

19

biasanya akan terdapat patogen dan parasit yang mempengaruhi pertumbuhan larva nyamuk. Sedangkan pengaruh fisik dapat berupa tata rumah, macam kontainer, ketinggian tempat dan iklim. Pengaruh yang lain misalnya berupa pengaruh hujan, yang dapat menyebabkan kelembaban naik dan menambah jumlah tempat perindukan. Kasus demam berdarah dengue lebih cenderung meningkat selama musim hujan (Yudhastuti, 2005).

4. Vektor Vektor utama virus dengue di Indonesia adalah nyamuk Aedes aegypti. Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk yang hidup dan ditemukan di negara-negara yang terletak antara 350 Lintang Utara dan 350 Lintang Selatan pada temperatur udara paling rendah sekitar 100 C. Pada musim panas, spesies ini kadang-kadang ditemukan di daerah yang terletak sampai sekitar 450 Lintang Selatan. Selain itu ketahanan spesies ini juga tergantung pada ketinggian daerah yang bersangkutan dari permukaan laut. Biasanya di daerah dengan ketinggian lebih dari 1000 m di atas permukaan laut (Djunaedi, 2006). Nyamuk Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk lain. Nyamuk ini mempunyai warna dasar hitam. Tubuh dan tungkainya ditutupi sisik dengan garisgaris putih keperakan. Di bagian punggung (dorsal) tubuhnya tampak dua garis melengkung vertikal di bagian kiri dan kanan yang menjadi ciri

20

dari spesies ini. Sisik-sisik pada tubuh nyamuk pada umumnya mudah rontok atau terlepas sehingga menyulitkan identifikasi pada nyamuknyamuk tua. Ukuran dan warna nyamuk jenis ini kerap berbeda antar populasi, tergantung dari kondisi lingkungan dan nutrisi yang diperoleh nyamuk selama perkembangan. Nyamuk jantan dan betina tidak memiliki perbedaan dalam hal ukuran nyamuk jantan yang umumnya lebih kecil dari betina dan terdapatnya rambut-rambut tebal pada antena nyamuk jantan. Kedua ciri ini dapat diamati dengan mata telanjang. Aedes aegypti bersifat diurnal atau aktif pada pagi hingga siang hari. Penularan penyakit dilakukan oleh nyamuk betina karena hanya nyamuk betina yang mengisap darah. Hal itu dilakukannya untuk memperoleh asupan protein yang diperlukannya untuk memproduksi telur. Nyamuk betina akan menghisap darah manusia setiap 2–3 hari sekali, selama pagi sampai sore hari pada waktu-waktu tertentu seperti pukul 08.00–12.00 dan 15.00–17.00. Setelah kenyang menghisap darah, nyamuk betina memerlukan waktu istirahat selama 2–3 hari untuk mematangkan telur. Nyamuk jantan tidak membutuhkan darah, dan memperoleh energi dari nektar bunga ataupun tumbuhan. Jenis ini menyenangi area yang gelap dan benda-benda berwarna hitam atau merah. Demam berdarah kerap menyerang anak-anak karena anakanak cenderung duduk di dalam kelas selama pagi hingga siang hari dan kaki mereka yang tersembunyi di bawah meja menjadi sasaran empuk nyamuk jenis ini. Nyamuk ini mendapatkan virus dengue

21

sewaktu menggigit atau menghisap darah orang yang sakit DBD dan tidak sakit DBD, tetapi dalam darahnya terdapat virus dengue (Depkes RI, 2007). Infeksi virus dalam tubuh nyamuk dapat mengakibatkan perubahan perilaku yang mengarah pada peningkatan kompetensi vektor, yaitu kemampuan nyamuk menyebarkan virus. Infeksi virus dapat mengakibatkan nyamuk kurang handal dalam mengisap darah, berulang kali menusukkan probosis nya, namun tidak berhasil mengisap darah sehingga nyamuk berpindah dari satu orang ke orang lain. Akibatnya, risiko penularan virus menjadi semakin besar (Wikipedia, 2008). Di Indonesia, nyamuk A. aegypti umumnya memiliki habitat di lingkungan perumahan, di mana terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan. Oleh karena itu, jenis ini bersifat urban, bertolak belakang dengan A. albopictus yang cenderung berada di daerah hutan berpohon rimbun (sylvan areas) (Wikipedia, 2008). Kalau dilihat dari siklusnya, nyamuk ini mempunyai fase menjadi telur, jentik, pupa dan nyamuk dewasa. Nyamuk A. aegypti, seperti halnya culicines lain, meletakkan telur pada permukaan air bersih secara individual. Telur berbentuk elips berwarna hitam dan terpisah satu dengan yang lain. Setiap kali bertelur, nyamuk betina dapat mengeluarkan sekitar seratus butir telur dengan ukuran sekitar 0,7 milimeter perbutir. Telur nyamuk ini tidak berpelampung, sehingga satu

22

per satu akan menempel ke dinding penampungan air bersih. Telur menetas dalam 1 sampai 2 hari menjadi larva. Jentik yang berbentuk sifon dengan satu kumpulan rambut yang saat istirahatnya akan membentuk sudut yang hampir tegak lurus dengan permukaan air. Terdapat empat tahapan dalam perkembangan larva yang disebut instar. Perkembangan dari instar 1 ke instar 4 memerlukan waktu sekitar 5 hari. Setelah mencapai instar ke-4, larva berubah menjadi pupa di mana larva memasuki masa dorman. Jentik nyamuk setelah 6 – 8 hari akan tumbuh menjadi pupa nyamuk. Pupa yang berbentuk terompet panjang dan ramping, sebagian kecil tubuhnya kontak dengan permukaan air. Pupa bertahan selama 2 hari sebelum akhirnya nyamuk dewasa keluar dari pupa. Nyamuk dewasa dengan panjang 3–4 milimeter, mempunyai bintik hitam dan putih pada badan dan kepala serta ring putih di kakinya. Perkembangan dari telur hingga menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 7 hingga 10 hari (Depkes RI, Dirjen PPM & PL,2007). Telur Aedes aegypti mampu bertahan hidup dalam keadaan kering selama beberapa bulan (Djunaedi, 2006). Jika terendam air, telur kering dapat menetas menjadi larva. Sebaliknya, larva sangat membutuhkan air yang cukup untuk perkembangannya. Kondisi larva saat berkembang dapat mempengaruhi kondisi nyamuk dewasa yang dihasilkan. Sebagai contoh, populasi larva yang melebihi ketersediaan

23

makanan akan menghasilkan nyamuk dewasa yang cenderung lebih rakus dalam mengisap darah. Gambar 2.2 Siklus hidup vektor (Aedes aegypti)

Adapun vektor tersebut berhubungan erat dengan beberapa faktor, antara lain : kebiasaan masyarakat menampung air bersih keperluan sehari-hari, sanitasi lingkungan yang kurang baik dan penyediaan air bersih yang langka. Daerah yang terjangkit demam berdarah dengue adalah wilayah yang ada penduduk, karena antar rumah jaraknya berdekatan yang memungkinkan penularan karena jarak terbang nyamuk Aedes aegypti sekitar 100 meter, nyamuk Aedes aegypti betina mempunyai kebiasaan menggigit berulang yaitu menggigit beberapa orang secara bergantian dalam waktu singkat. Kasus demam berdarah dengue cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan disebabkan perubahan musim mempengaruhi frekuensi pertumbuhan jentik-jentik nyamuk, frekuensi gigitan siang dan

24

sore hari dan sikap manusia yang hanya berdiam di rumah selama musim hujan (Wikipedia, 2011). Gambar 2.3 : Jenis-jenis nyamuk

5. Cara Penularan Transmisi virus dengue dari manusia ke manusia yang lain atau dari kera ke kera yang lain berlangsung melalui gigitan nyamuk betina Aedes (terutama Aedes aegypti) yang terinfeksi oleh arboviruses. Itulah sebabnya virus dengue disebut sebagai arthropod-borne viruses. Sekali nyamuk terinfeksi oleh arbovirus, sepanjang hidupnya nyamuk tersebut tetap terinfeksi dan dapat mentransmisikan virus kepada manusia atau kera. Nyamuk betina yang terinfeksi juga dapat menyalurkan virus kepada generasi berikutnya melalui proses transmisi transovarian. Namun proses transmisi semacam ini jarang terjadi dan tidak mempunyai arti signifikan bagi transmisi virus kepada manusia. Artinya, transmisi ini tidak mempunyai arti signifikan bagi penyebaran infeksi dengue kepada manusia (Djunaedi, 2006).

25

Manusia merupakan host utama bagi virus meskipun temuan penelitian menunjukkan bahwa di beberapa belahan dunia jenis kera tertentu dapat pula terinfeksi virus dengue dan selanjutnya menjadi sumber virus bagi nyamuk ketika nyamuk menghisap darah kera yang bersangkutan. Virus yang masuk ke tubuh manusia melalui gigitan nyamuk selanjutnya beredar dalam sirkulasi darah selama periode sampai timbul gejala demam. Periode di mana virus beredar dalam sirkulasi darah manusia disebut sebagai periode viremia. Apabila nyamuk yang belum terinfeksi menghisap darah manusia dalam fase viremia, maka virus akan masuk ke tubuh nyamuk dan berkembang selama periode 8-10 hari sebelum virus siap ditransmisikan kepada manusia lain. Rentang waktu yang diperlukan untuk inkubasi ekstrinsik tergantung pada kondisi lingkungan terutama temperatur sekitar (Djunaedi, 2006). Siklus penularan virus dengue dari manusia – nyamuk – manusia dan seterusnya (ecological of dengue infection) dapat dilihat pada gambar. Gambar 2.4 Siklus penularan virus dengue (Djunaedi, 2006).

26

6. Patogenesis Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan. Berdasarkan data yang ada, terdapat bukti yang kuat bahwa mekanisme imunopatologis berperan dalam terjadinya demam berdarah dengue dan sindrom renjatan dengue (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Respon imun yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah: a) Respon humoral berupa pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas yang dimediasi antibodi. Antibodi terhadap virus dengue berperan dalam mempercepat replikasi virus pada monosit atau

makrofag.

Hipotesis

ini

disebut

antibody

dependent

enhancement (ADE); b) Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T-sitotoksik (CD8) berperan dalam respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi Thelper yaitu TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL110;

27

c) Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis virus dengan opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag; d) Selain itu aktivasi komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Halstead pada tahun 1973 mengajukan hipotesis secondary heterologous infection yang menyatakan bahwa DHF terjadi bila seseorang terinfeksi ulang virus dengue dengan tipe yang berbeda. Reinfeksi

menyebabkan

reaksi

anamnestik

antibodi

sehingga

mengakibatkan konsentrasi kompleks imun yang tinggi (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Kurane dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang memfagositosis kompleks virusantibodi non netralisasi sehingga virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi Thelper dan T-sitotoksik sehingga diproduksi limfokin dan interferon gamma. Inteferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1, PAF (Platelet Activating Factor), IL-6 dan histamin yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga

28

mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme supresi sumsum tulang dan destruksi serta pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah itu akan

terjadi

peningkatan

proses

hematopoiesis

termasuk

megakariopoiesis. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar b-tromboglobulin dan PF-4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor Xia namun tidak melalui

29

aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia, 2006). 7. Manifestasi Klinis Kriteria klinis DBD menurut WHO adalah : a) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2-7 hari (38 C-40 C), kemudian turun secara lisis. Demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, malaise, mual, muntah, sakit perut, diare kejang, nyeri pada punggung, tulang, persendian, dan sakit kepala. b) Manifestasi pendarahan : - Uji Torniquet positif. Uji Torniquet adalah salah satu cara untuk mengetahui perdarahan dini. Interpretasi positif; bila terdapat ≥ 20 petechiae (Depkes RI, 2001). - Perdarahan di bawah kulit, selain petechiae dapat juga berupa echimosis dan seterusnya (Depkes RI, 2001). - Bentuk-bentuk perdarahan lain yang dapat dijumpai pada pasien Demam Berdarah Dengue adalah : perdarahan hidung, gusi, berak darah, muntah darah, kadang-kadang kencing bercampur darah. c) Hepatomegali (pembesaran hati) dan nyeri tekan tanpa ikterus. d) Dengan / tanpa renjatan. Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis yang buruk, dimana jika terjadi renjatan, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik sampai 80 mmHg atau lebih rendah.

30

e) Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit. f) Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000 /mm3 (Depkes RI, 2001). Penyakit DBD terdiri dari tiga fase : 1. Fase demam. Demam ini akan berlangsung dari hari 1 sampai 3. Biasanya ditandai dengan demam yang cukup tinggi secara mendadak dan sakit kepala. Pasien terlihat lemah, muka kemerahan, hilangnya nafsu makan, rasa mual, nyeri otot, dan muncul bintik-bintik merah di dalam kulit, hingga mimisan akan terjadi (Retno, 2008). Adakalanya peningkatan temperatur tubuh mencapai 400 – 410 C disertai dengan kejang demam (febrile convulsion) terutama pada kasus bayi (Djunaedi, 2006). 2. Fase kritis. Fase ini jatuh pada hari ke-4 selama 24-48 jam, akan ditandai dengan turunnya demam pada anak, denyut nadi yang tidak teratur, kaki dan tangan terasa dingin seperti es dan berkeringat, perut terasa mual. Apabila fase ini anak tidak diberi cairan yang cukup, maka akan terjadi pendarahan yang bisa berakibat kematian (Retno, 2008). 3. Fase penyembuhan. Fase penyembuhan umumnya berlangsung singkat. Pada fase ini biasanya dijumpai sinus bradikardia. Selain itu, pada ekstremitas bawah seringkali dijumpai manifestasi khas berupa bercak merah

31

yang dikelilingi oleh kulit yang pucat. Tanpa komplikasi, penyakit ini biasanya berlangsung sekitar 7-10 hari (Djunaedi, 2006). Pola temperatur penyakit DBD sebagaimana diuraikan di depan dikaitkan dengan estimasi masa inkubasi, masa akut, masa kritis dan masa penyembuhan selama perjalanan penyakit tersebut dapat dilihat pada gambar. Gambar 2.5 Pola temperatur tubuh selama perjalanan penyakit akibat infeksi virus dengue (Djunaedi, 2006)

Derajat penyakit DBD secara klinis dibagi sebagai berikut : a. Derajat I (ringan), terdapat demam mendadak selama 2-7 hari disertai gejala klinis lain dengan manifestasi perdarahan teringan, yaitu uji torniquet positif.

32

b. Derajat II (sedang), ditemukan pula perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain. c. Derajat III, ditemukan tanda-tanda dini renjatan, berupa kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20mmHg atau kurang) atau hipptensi, sianosis disekitar mulut, kulit dingin, lembab dan tampak gelisah. d. Derajat IV, terdapat DSS (Dengue Shock Syndrome) dengan nadi dan tekanan darah yang tak terukur.

8. Inkubasi Masa inkubasi terjadi selama 5-9 hari (Djunaedi, 2006).

9. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DBD tanpa penyulit adalah : a. Tirah baring b. Makanan lunak dan bila belum nafsu makan diberi minum 1,5-2 liter dalam 24 jam (susu, air dengan gula, atau sirop) atau air tawar ditambah garam. c. Medikamentosa yang bersifat simptomatis. Untuk hiperpireksia diberi kompres, antipiretik golongan asetaminophen, eukinin, atau dipiron dan jangan diberikan asetosal karena bahaya perdarahan. d. Antibiotik diberikan bila terdapat kemungkinan terjadi infeksi sekunder. (Mansjoer A dkk, 2001)

33

Ada berbagai metode lain dalam penanganan yang tepat seperti memberi cairan yang cukup untuk menghindari dehidrasi (air putih, teh manis, jus, susu), turunkan demam dengan memberi obat penurun demam yang mengandung parasetamol (Retno, 2008). Dalam pergantian cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awaldihitung untuk 2-3 jam pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering (setiap 30-60 menit) (Depkes RI Dirjen PPM dan PL, 2001) Pada pasien dengan tanda renjatan dilakukan : a. Pemasangan infus dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan diatasi. b. Observasi keadaan umum, nadi, tekanan darah, suhu, dan pernapasan tiap jam,serta Hb dan Ht tiap 4-6 jam pada hari pertama selanjutnya tiap 24 jam (Mansjoer A dkk, 2001). Pada pasien DSS (Dengue Shock Syndrome) diberi cairan intravena yang diberikan dengan diguyur, seperti NaCl, Ringer Laktat yang dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila tak tampak perbaikan dapat diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran atau preparat hemasel sejumlah 15-29 ml/kgBB dan dipertahankan selama 12-48 jam setelah renjatan teratasi. Bila pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar Hb dan Ht maka diberi transfusi darah (Mansjoer A dkk, 2001).

34

10. Pencegahan Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung dari pengendalian vektornya, yaitu nyamuk Aedes aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yang tepat, yaitu: 1. Lingkungan Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN), pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah. Sebagai contoh : a. Menguras bak mandi / penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu. b. Mengganti / menguras vas bunga dan tempat minum burung sekali seminggu. c. Menutup dengan rapat tempat penampungan air. d. Mengubur kaleng-kaleng bekas, aki bekas dan bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya (Badan Litbang Kesehatan Depkes RI, 2004). 2. Biologis Pengendalian biologis antara lain dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan adu / ikan cupang), dan bakteri (Bt.H-14) (Badan Litbang Kesehatan Depkes RI, 2004).

35

3. Kimiawi Cara pengendalian kimiawi ini antara lain dengan : a. Pengasapan / fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion, berguna

untuk mengurangi kemungkinan penularan

sampai batas waktu tertentu. b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam, dan lain-lain (Badan Litbang Kesehatan Depkes RI, 2004). c. Cara yang paling efektif dalam mencegah penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara tersebut di atas, yang disebut dengan “3M”, yaitu menutup, menguras, menimbun. Selain juga dapat dilakukan beberapa tambahan seperti memelihara ikan pemakan jentik, menabur larvasida (larvasidasi) yaitu menaburkan bubuk pembunuh jentik kedalam tempattempat penampungan air, menggunakan kelambu pada waktu tidur,

memasang

kasa,

menyemprot

dengan

insektisida,

menggunakan repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik berkala, dll sesuai dengan kondisi setempat (Badan Litbang Kesehatan Depkes RI, 2004).

B. Tinjauan Umum tentang variabel yang diteliti. 1. Sanitasi Lingkungan.

36

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi

juga

merupakan

suatu

cara

untuk

mencegah

berjangkitnya suatu penyakit menular dengan jalan memutuskan mata rantai dari sumber. Sanitasi merupakan usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada penguasaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan. Sanitasi lingkungan adalah Suatu keseimbangan ekologi yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia (WHO). Sanitasi lingkungan juga merupakan status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan

kotoran, penyediaan

air bersih dan

sebagainya (Notoadmojo, 2003). Sanitasi lingkungan meliputi aspek-aspek yang sangat luas yang hampir mencakup sebagian besar kehidupan manusia. Secara umum defenisi sanitasi menurut WHO adalah tindakan pencegahan penyakit dengan memutus atau mengendalikan faktor lingkunganyang menjadi mata rantai penularan penyakit.

37

Dalam

penerapannya

di

masyarakat,

sanitasi

meliputi

penyediaan air, pengelolaan limbah, pengelolaan sampah, kontrol vektor, pencegahan dan pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara. Dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sanitasi lingkungan sangat berperan penting. Apabila sanitasi lingkungannya buruk maka akan memicu penyebaran penyakit tersebut.

a. Penyediaan Air Bersih Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari

38

termasuk diantaranya adalah sanitasi. Air bersih adalah air yang layak dikonsumsi oleh manusia setelah dilakukan pengolahan dan memiliki kualitas minimal sebagaimana yang dimaksud dalam Permenkes RI No. 1 tahun 1975, baik dari segi fisik, kimiawi dan mikrobiologis dan radioaktif. Air adalah salah satu kebutuhan esensial manusia yang ke dua setelah udara untuk keperluan keperluan hidupnya. Manusia hanya bisa bertahan hidup selama kurang lebih tiga hari tanpa air. Untuk menciptakan suatu lingkungan hidup manusia yang bersih dan sehat tanpa persediaan air yang cukup, mustahil akan tercapai. Kondisi sanitasi lingkungan hidup manusia akan selalu dikaitkan dengan tersedianya air di daerah manapun di Indonesia bahkan di negara manapun di dunia ini selalu mempermasalahkannya. Persediaan air yang banyak dan dengan kualitas yang lebih baik, lebih cepat dan akan lebih cepat meningkatkan kemajuan derajat kesehatan masyarakat (Daud. A & Rosman, 2003). Dalam penyediaan air bersih terdapat sumber dan Karakteristik Air Bersih. 1. Sumber air a). Air hujan Air hujan adalah uap air yang sudah terkondensasi dan jatuh ke bumi. Air hujan jatuh ke bumi tidak selalu berupa zat cair tapi mungkin juga sebagai zat padat. b). Air Permukaan

39

Air permukaan adalah air yang terdapat dipermukaan bumi baik dalam bentuk cair maupun padat. c). Air tanah Air tanah adalah air hujan atau air permukaan yang meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk lapisan air tanah yang disebut “aquifer” (Daud & Rosman, 2003). 2. Sumber air bersih Berbagai sumber air bersih yang dapat digunakan untuk kepentingan aktivitas dengan ketentuan harus memenuhi syarat yang sesuai dari segi konstruksi sarana pengolahan, pemeliharaan dan pengawasan kualitasnya. Urutan sumbersumber air bersih berdasarkan kemudahan pengolahan dapat berasal dari : 1) Perusahaan air minum (PAM) dimana rumah sakit berada. 2) Air tanah (sumur pompa, sumur bor dan artesis). 3) 3.

Air hujan.

Karakteristik sumber air 1).

Perusahaan air minum (PAM), dari segi kualitas relatif sudah memenuhi syarat (fisik, kimia dan bakteriologis).

2).

Air

tanah, mutu

geologis setempat.

air

sangat

dipengaruhi keadaan

40

3).

Air hujan, biasanya bersifat asam, CO2 bebas tinggi, minera rendah, kesadahan rendah (Daud. A & Rosman, 2003).

b. Sampah Menurut American Public Health Association, sampah adalah sesuatu yang tidak diinginkan, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang

yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi

dengan sendirinya. Sampah adalah segala sesuatu yang tidak lagi dikehendaki oleh yang punya dan bersifat padat (Slamet. J.S,2000). Dengan demikian sampah mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut: a.

Adanya suatu benda atau bahan padat.

b.

Adanya hubungan langsung/tak langsung dengan kegiatan manusia.

c.

Benda atau bahan tersebut tidak dipakai lagi.

Dalam hal ini sampah berasal dari beberapa sumber. Pada umumnya sumber sampah diklasifikasikan dihubungkan dengan aktivitas manusia dan penggunaan (tata guna) yaitu: (Slamet. J.S, 2000) a.

Sampah yang dapat membusuk, yaitu sampah ini terdiri dari sisa makanan, daun, sampah kebun, pertanian dan lain – lain.

41

b.

Sampah yang tidak mudah membusuk, yaitu sampah yang berasal dari kertas, plastic, karet, gelas, logam dan lainnya.

c.

Sampah yang berupa debu atau abu.

d.

Sampah yang bebahaya terhadap kesehatan, seperti sampah – sampah industri yang mengandung zat – zat kimia maupun zat fisis berbahaya.

d. Keberadaan Jentik Jentik adalah tahap larva dari nyamuk. Jentik hidup di air dan memiliki perilaku mendekat atau "menggantung" pada permukaan air untuk bernafas. Nama "jentik" berasal dari gerakannya ketika bergerak di air. Jentik menjadi sasaran dalam pengendalian populasi nyamuk yang berperan sebagai vektor penyakit menular melalui nyamuk, seperti malaria dan demam berdarah dengue. Jentik nyamuk aedes aegypti merupakan jentik kecil yang menetas dari telur nyamuk aedes aegypti. Jentik kecil yang menetas akan tumbuh menjadi besar yang panjangnya 0,5-1 cm. Jentik nyamuk aedes aegypti selalu bergerak aktif dalam air. Gerakannya berulang-ulang dari bawah keatas permukaan air untuk bernafas (mengambil udara) kemudian turun, kembali ke bawah dan seterusnya. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak lurus dengan permukaan air. Biasanya berada di sekitar dinding tempat

42

penampungan

air.

Setelah

6-8

hari

jentik

tersebut

akan

berkembang/berubah menjadi kepompong (Depkes RI,2007) Salah satu cara dalam penanggulangan penyakit DBD yaitu melakukan pemeriksaan jentik. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan secara berkala. Hal tersebut dilakukan oleh Juru Pemantau Jentik (jumantik). Para jumantik tersebut sebelumnya diberi pelatihan sehingga dapat melakukan pemeriksaan jentik. Adapun hal- hal yang dilakukan dalam memeriksa jentik antara lain yaitu : a. Memeriksa bak mandi / WC, tempayan, drum dan tempat – tempat penampungan air lainnya. b. Menunggu 0,5 – 1 menit, jika ada jentik ia akan muncul kepermukaan air untuk bernapas. c. Menggunakan senter untuk melihat ditempat yang gelap. d. Memeriksa vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng plastik,ban bekas dan lain-lain. Jentik yang ditemukan di tempat – tempat penampungan air yang tidak beralaskan tanah ( bak mandi / WC, drum, tempayan dan sampah – sampah / barang – barang bekas yang dapat menampung air hujan) dapat dipastikan bahwa jentik tersebut adalah nyamuk aedes aegepty penular demam berdarah (DBD). Namun jentik – jentik yang terdapat di got / comberan / selokan bukan jentik nyamuk aedes aegepty.

43

Pemeriksaan jentik berkala (PJB) merupakan pemeriksaan tempat penampungan air dan tempat perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti untuk mengetahui adanya jentik nyamuk, yang dilakukan dirumah dan tempat umum secara teratur setiap bulan sekali untuk mengetahui keadaan populasi jentik nyamuk penular penyakit demam berdarah dengue.(Depkes RI, 2007). Kegiatan ini dilakukan dirumah - rumah dan tempat - tempat umum untuk memeriksa tempat penampungan air dan tempat yang menjadi perkembangbiakan nyamuk aedes aegypti. Biasanya petugas selain melakukan pemeriksaan jentik berkala juga sambil memberikan penyuluhan tentang pemberantasan sarang nyamuk kepada masyarakat atau pengelola tempat. Dengan kunjungan yang berulang - ulang yang disertai dengan penyuluhan tersebut diharapkan masyarakat dapat termotivasi untuk melaksanakan pemberantasan sarang nyamuk secara teratur, sehingga dapat mengurangi keberadaan jentik. Dalam pemeriksaan jentik berkala terdapat beberapa metode dalam pemeriksaan jentik. Adapun metode yang digunakan yaitu metode single larva (single larva method) dan metode visual (visual method). a. Metode Single Larva yaitu pada setiap koteiner / tempat penampungan air yang ditemukan jentik diambil satu dengan menggunakan cidukan (gayung plastik) atau menggunakan pipet

44

panjang jentik sebagai sampel untuk dilakukan identifikasi jentik. Jentik yang diambil ditempatkan dalam botol / vial bottle dan diberi label sesuai dengan nomor tim survei, nomor lembaran formulir berdasarkan nomor rumah yang disurvei dan nomor konteiner dalam formulir. b. Metode Visual yaitu pengamatan yang dilakukan hanya dengan melihat dan mencatat ada tidaknya jentik di dalam konteiner tetapi tidak dilakukan pengambilan dan identifikasi jentik. Survei ini dilakukan pada survey lanjutan untuk memonitor indek-indek jentik atau menilai hasil PSN (pemberantasan sarang nyamuk) yang dilakukan. Setelah dilakukan survey jentik didapatkan hasil indeks -indeks larva / jentik. Adapun tiga indeks yang biasa dipakai untuk memantau tingkat gangguan aedes aegepty yaitu: -

House index (HI) yaitu persentase rumah yang terjangkiti larva / jentik

Jumlah rumah yang terjangkit HI =

x 100 Jumlah rumah yang diperiksa

-

Container Index (CI) yaitu persentase penampungan air yang terjangkiti larva / jentik Jumlah konteiner yang terjangkit CI =

x 100 Jumlah penampung yang diperiksa

45

-

Breteau Index (BI) yaitu jumlah penampung air yang positif per 100 rumah yang diperiksa Jumlah penampung yang positif BI =

x 100 Jumlah rumah yang diperiksa

Apabila House Indek (HI) disuatu wilayah lebih dari 10 % maka wilayah tersebut merupakan daerah potensial untuk terjadinya penularan DBD (Depkes RI,2002). Sedangkan menurut WHO (1998) daerah yang mempunyai House Index (HI) lebih besar dari 5% dan BI lebih besar dari 20 % umumnya merupakan daerah yang sensitive atau rawan demam dengue Untuk pemantauan hasil pelaksanaan pemeriksaan jentik berkala dilakukan secara teratur sekurang- kurangnya 3 bulan dengan menggunakan indikator Angka Bebas Jentik (ABJ) yaitu prosentase rumah / TTU yang tidak ditemukan jentik. Menurut Sutomo (2005), angka bebas jentik (ABJ) dapat dijadikan sebagai indikator pelaksanaan 3M. Standar ABJ bagi setiap daerah adalah minimal 95% yaitu setiap 100 rumah minimal 95 rumah harus bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti. Jumlah Rumah / Bangunan Tidak Ditemukan Jentik ABJ = Jumlah Rumah Di periksa

2. Tindakan 3M ( Menguras, Menutup, Mengubur).

x 100

46

Dalam mengatasi penyakit DBD hingga kini tidak ada vaksinnya, sehingga satu-satunya cara untuk memberantas penyakit ini adalah dengan memberantas nyamuk Aedes aegypti sebagai salah satu vektornya. Cara tepat untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti adalah dengan memberantas jentik-jentiknya di tempat berkembang biaknya yaitu tempat-tempat penampungan air dan barang-barang yang memungkinkan air tergenang di rumah-rumah dan tempat-tempat umum. Kegiatan ini dikenal dengan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) atau dikenal dengan singkatan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) (Kep.Dirjen PPM-PLP, 2001). Menurut Sutomo (2005), Morbiditi yang tinggi dari penyakit DBD disebabkan oleh tindakan

penduduk tentang 3M rendah, kondisi

lingkungan yang mendukung siklus kehidupan nyamuk Aedes, dan program kurang efektif. Pencegahan demam berdarah dengue juga sangat ditentukan dengan pencegahan nyamuk Aedes aegypti yang berkembang biak di dalam dan di sekitar rumah. Setiap rumah dapat melakukan pencegahan dengan cara sangat sederhana, diantaranya untuk mencegah nyamuk agar tidak berkembang biak, bisa dilakukan dengan cara mengalirkan air keluar dari penampung AC (Air Conditioning) window, bak air, tong air, dan sebagainya. Juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan

dan

menghancurkan

benda-benda

yang

dapat

47

menampung air seperti botol-botol, bambu-bambu, bungkusan atau tempat plastik, kaleng, ban bekas, dan lain-lain (Idionline, 2007). Untuk mencegah DBD, setiap keluarga dianjurkan untuk melaksanakan PSN-DBD / 3M di rumah-rumah dan halaman masingmasing dengan melibatkan ayah, ibu, anak-anak dan penghuni rumah lainnya, dengan cara-cara antara lain; menguras bak mandi sekurangkurangnya seminggu sekali, menutup rapat-rapat tempat penampungan air, mengganti air vas bunga / tanaman air seminggu sekali, mengganti air tempat minum burung, dan menimbun barang-barang bekas yang dapat menampung air (Kep.Dirjen PPM-PLP, 2001). Adapun keterangan pelaksanaan kegiatan-kegiatan 3M yang benar: 1) Kegiatan

membersihkan

atau

menguras

tempat-tempat

penampungan air bersih dengan cara menyikat dasar dan dinding bagian dalam dan dibilas dengan air bersih minimal seminggu sekali (Soegijanto, 2004). 2) Untuk

kegiatan

menutup

rapat

dan

benar

tempat-tempat

penampungan air bersih (sesuainya ukuran penutup & tidak berlubang/retak) sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa Aedes aegypti (Soegijanto, 2004). 3) Kegiatan untuk menyingkirkan benda-benda yang dapat menjadi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan cara

48

menimbun dalam tanah barang-barang bekas/sampah yang dapat menampung air hujan (Soegijanto, 2004). Sebenarnya ada banyak cara yang dapat dilakukan untuk memberantas nyamuk Aedes aegypti ini, salah satunya adalah dengan cara penyemprotan dengan insektisida. Namun insektisida hanya mampu membunuh nyamuk dewasa, sedangkan telur-telur dan jentik nyamuk yang biasa menempel pada wadah seperti bak mandi dapat dibasmi dengan menyikat/membersihkan bak mandi. Tidak hanya di lingkungan, upaya pemberantasan sarang nyamuk ini pun sudah digalakkan di sekolah-sekolah dengan mengadakan program antar sekolah. Kerjasama pemerintah dan masyarakat penting untuk membebaskan Indonesia dari demam berdarah dengue (Scientific Medicastore, 2008). Mengingat demam berdarah dengue merupakan penyakit yang dapat berakibat fatal, upaya pencegahan memegang peranan yang sangat penting. Pencegahan yang dilakukan dengan tindakan pemberantasan sarang nyamuk 3M, dalam hal ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan (Agustini, 2007). Hal-hal yang berkaitan dengan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue diantaranya adalah peran serta masyarakat dalam pelaksanaannya secara swadaya dan dikoordinasikan oleh kepala desa/kepala kelurahan dibantu kelompok kerja pemberantasan penyakit demam berdarah dengue di semua wilayah rawan demam

49

berdarah dengue. Disamping itu adanya kegiatan kunjungan ke rumah dengan pemeriksaan jentik secara berkala oleh kader atau tenaga lain sesuai kesepakatan masyarakat setempat serta adanya pembinaan pelaksanaan pemberantasan sarang nyamuk yang dilaksanakan secara berjenjang oleh kelompok kerja operasional pemberantasan penyakit demam berdarah dengue (Depkes, 2001). Gambar 2.6 Berantas sarang nyamuk dengan 3M 1. MENGURAS dan menyikat dinding tempat-tempat penampungan

air,

seperti

bak

mandi/WC, drum, dll seminggu sekali.

2. MENUTUP Rapat-rapat tempat penampungan air (gentong air/tempayan, dll)

3. MENGUBUR atau

menyingkirkan

barang-barang

bekas yang dapat menampung air hujan

PLUS cara lainnya :

50

Ganti air vas bunga seminggu sekali

Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

Tutup lubang-lubang pada

Bubuhkan bubuk pembunuh jentik

potongan (dengan tanah, dll)

(Abate bambu atau pohon

atau

Altosid) di tempat-tempat yang

sulit

dikuras atau di daerah yang sulit

air

- Pasang Kawat kasa, - Sediakan pencahayaan dan ventilasi memadai, - Jangan membiasakan menggantung pakaian dalam kamar - Tidur menggunakan Kelambu

Pelihara ikan pemakan jentik (Ikan Cupang, dll)

51

C. Kerangka Teori Kerangka Teori (Notoatmojo, 2003). Suatu penyakit timbul akibat dari beroperasinya berbagai faktor baik dari host, agent dan lingkungan. Para ahli telah membuat model-model timbulnya penyakit dan atas dasar model tersebut dilakukan eksperimen terkendali untuk menguji sampai mana kebenaran dari model tersebut. Model karakteristik tersebut dikenal dengan segitiga epidemiologi. (Notoatmodjo, 2003).

Gambar 2.7 Kerangka Teori HOST

Agent

Environment

Faktor – faktor yang dapat menimbukan penyakit tergantung pada host (penjamu), agent dan environment (lingkungan). Dalam hal ini faktor – faktor yang dapat menimbulkan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada host dipengaruhi karena buruknya sanitasi lingkungan yang meliputi kebersihan lingkungan, penyediaan air bersih, dan keberadaan sampah. Selain itu juga dipengaruhi oleh adanya keberadaan jentik dan tindakan 3M yang kurang efektif sehingga mempermudah dalam penyebaran penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

52

faktor lingkungan yang buruk tentunya telah menciptakan kondisi yang sangat baik bagi penyebaran penyakit DBD. Adapun kondisi lingkungan yang berkaitan dengan siklus kehidupan nyamuk Aedes Aegepty meliputi geografis, iklim, curah hujan, kelembaban, temperatur, penyediaan

air,dan

sanitasi

sehingga

mempengaruhi

kehidupan

jentik/nyamuk aedes aegepty. Dimana geografis, iklim, curah hujan, kelembaban dan temperatur mempengaruhi siklus kehidupan nyamuk Aedes tetapi hal tersebut di luar jangkauan kita karena terkait dengan sistem alam dan cuaca global. Dan adanya Penyediaan air serta sanitasi yang jelek dan tidak terpelihara mendukung kehidupan jentik dan nyamuk Aedes aegepty sehingga memudahkan dalam penyebaran penyakit demam berdarah dengue (DBD).

53

BA III KESIMPULAN DAN SARAN

1.

Kesimpulan

2.

Saran

54

DAFTAR PUSTAKA 

Anonym. 2011.Pengendalian Nyamuk. http://www.pc3news.com/index.php?cat=news&id=911&sub=2&view=news. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Pengendalian Nyamuk Dengan Pendekatan Secara Non Kimiawi Lebih Diutamakan.http://masterhama.wordpress.com/2009/04/22/pengendaliannyamuk-dengan-pendekatan-secara-non-kimiawi-lebih-diutamakan/. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Vektor DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/vektor-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Etiologi dan Patogenesis DBD. http://indonesiannursing.com/2008/05/etiologi-dan-patogenesis-dbd/. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Program Penanggulangan DBD di Indonesia. http://indonesiannursing.com/2008/05/program-penanggulangan-dbd-di-indonesia/. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Nyamuk Transgenic Harapan Baru Penanggulangan DBD

http://majalahkesehatan.com/nyamuk-transgenik-harapan-baru-

penanggulangan-dbd. Di akses tanggal 23 maret 2012. 

Anonym. 2011. Aedes aegypti. http://id.wikipedia.org/wiki/Aedes_aegypti.

Di akses tanggal 23

maret 2012. 

Anonym. 2011. Ciri-Ciri Nyamuk Penyebab Penyakit Demam Berdarah http://danialonline.wordpress.com/2009/08/07/ciri-ciri-nyamuk-penyebab-penyakitdemam-berdarah-nyamuk-aedes-aegypti/. Di akses tanggal 23 maret 2012.



Anonym. 2011. Penyakit Demam Berdarah Dengue. http://www.infopenyakit.com/2008/03/penyakit-demam-berdarah-dengue-dbd.html. Di akses tanggal 23 maret 2012.

55



Dr.Faziah A. Siregar.2004.Epidemiologi dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.www.library.usu.co.id Di akses tanggal 23 maret 2012.

Related Documents


More Documents from "galuh safira"