Batu Ginjal.docx

  • Uploaded by: Ropita Sari
  • 0
  • 0
  • December 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Batu Ginjal.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,748
  • Pages: 36
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu. Paradigma lampau bahwa batu pada saluran kemih hanya berasal dari endapan mineral pada air, sehingga faktor presipitasi lainnya sering dikesampingkan. Namun, saat ini sumber presipitasi dari batu lebih sering dari asam urat dan infeksi yang menjadi komplikasi dari penyakit, sehingga makna dari urholithiasis sendiri bukan hanya batu yang bersifat mineral (Prabowo & Pranata, 2014). Pada studi epidemiologi, diketahui bahwa penduduk pria Eropa memiliki prevalensi kejadian urolithiasis 3% dibanding wanita. Pria lebih berisiko daripada wanita untuk terkena batu saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya adalah lifestyle yang tidak sehat, sehingga memicu pembentukan batu, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier. Penduduk pada daerah dengan geografis yang memiliki kandungan mineral tinggi, menjadikan tingkat prevalensi meningkat sehingga sering disebut sebagai daerah stone belt (sabuk batu) (Prabowo & Pranata, 2014).

B. Rumusan Masalah 1. Apa definisi dari urolithiasis? 2. Apa etiologi dari urolithiasis? 3. Apa saja manifestasi klinis penyakit urolithiasis? 4. Bagaimana patofisiologi penyakit urolithiasis?

1

5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari urolithiasis? 6. Bagaimana penatalaksanaan yang tepat pada penyakit urolithiasis? 7. Bagaimana proses keperawatan yang tepat pada klien dengan urolithiasis?

C. Tujuan 1. Tujuan umum: a. Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan urolithiasis. 2. Tujuan khusus: a. Mampu

mengidentifikasi

konsep

medis,

meliputi:

definisi,

etiologi,

manifestasi klinis, patofisiologi, pemeriksaan dan penatalaksanaan. b. Mampu

mengidentifikasi

konsep

keperawatan,

meliputi:

pengkajian,

diaganosa dan intervensi.

2

BAB II PEMBAHASAN A. Konsep Medis 1. Definisi Urolithiasis Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%). Paradigma lampau bahwa batu pada saluran kemih hanya berasal dari endapan mineral pada air, sehingga faktor presipitasi lainnya sering dikesampingkan. Namun, saat ini sumber presipitasi dari batu lebih sering dari asam urat dan infeksi yang menjadi komplikasi dari penyakit, sehingga makna dari urholithiasis sendiri bukan hanya batu yang bersifat mineral (Prabowo & Pranata, 2014). Batu ginjal (urolithiasis) dapat terjadi di bagian mana saja pada sistem perkemihan. Namun, yang paling banyak ditemukan adalah di dalam ginjal (nefrolitiasis). Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Biasanya, batu (kalkuli) terdiri atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium iosfat dan asam urat (Baradero, 2005). Batu saluran kemih (urolithiasis) adalah adanya batu pada saluran kemih yang bersifat idiopatik, dapat menimbulkan statistik dan infeksi. Mengacu pada adanya batu (kalkuli) pada traktrusurinarius (Haryono, 2013). Pada studi epidemiologi, diketahui bahwa penduduk pria Eropa memiliki prevalensi kejadian urolithiasis 3% dibanding wanita. Pria lebih berisiko daripada

3

wanita untuk terkena batu saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya adalah lifestyle yang tidak sehat, sehingga memicu pembentukan batu, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier. Penduduk pada daerah dengan geografis yang memiliki kandungan mineral tinggi, menjadikan tingkat prevalensi meningkat sehingga sering disebut sebagai daerah stone belt (sabuk batu) (Prabowo & Pranata, 2014). Urolithiasis merupakan kumpulan batu saluran kemih, namun secara rinci ada beberapa penyebutannya. Berikut adalah istilah penyakit batu berdasarkan letak batu (Prabowo & Pranata, 2014): a. Nefrolithiasis (batu pada ginjal); b. Ureterolithiasis (batu pada ureter); c. Vesikolithiasis (batu pada vesika urinaria/ batu buli); d. Uretrolithiasis (batu pada uretra). Adapun macam-macam jenis batu dan proses pembentukannya antara lain (Haryono, 2013): a. Batu oksalat/kalsium oksalat Asam oksalat di dalam tubuh berasal dari metabolisme asam,aming dan sam askorbat (vitamin C). Asam askorbat merupakan prekursor oksalat yang cukup besar, sejumlah 30%-50% dikeluarkan sebagai oksalat urin. Manusia

tidak

dapat

melakukan

metabolisme

oksalat

sehingga

dikeluarkan melalui ginjal. Jika terjadi gangguan fungsi ginjal dan asupan oksalat berlebih di tubuh (misalkan banyak mengomsumsi nenas) maka terjadi akumulasi oksalat yang memicu terbentuknya batu oksalat di ginjal /kandung kemih. b. Batu struvit 4

Batu struvit terdiri dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalsium karbonat. Batu tersebut terbentuk di pelvis dan kalix ginjal bila produksi ammonia bertambah dan pH urin tinggi sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri pemecah urea (yang terbanyak dari spesies Klebsiella, Hemophilus, Staphylococus, dan Coryne bacterium) pada salura urin. Enzim urease yang dihasilkan bakteri di atas menguraikan urin menjadi amonia dan karbonat. Amonia bergabung dengan air membentuka amonia sehingga pH basa/tinggi akan menjadi ion karbonat membentuk kalsium karbonat. c. Batu urat Terjadi pada penderita gout (sejenis rematik), pemakaian urikosurik (misal probenesid atau aspirin), dan penderita diare kronis (karena kehilangan cairan, dan peningkatan konsentrasi urin), serta asidosis (Ph urin menjadi asam, sehingga terjadi pengendapan asam urat). d. Batu sistina Sistina merupakan asam amino yang kelarutan paling kecil. Kelarutannya semakin kecil jika pH urin turun/asam. Bila sistin tak larut maka akan berpresipitasi (mengendap) dalam bentuk kristal yang tumbuh dalam sel ginjal/saluran kemih membentuk batu. e. Batu kalium fosfat Terjadi pada penderita hiperkalsiurik (kadar kalsium dalam urin tinggi) dan atau berlebih asupan kalsium (misal susu dan keju) ke dalam tubuh. f. Batu kalsium Sebagian besar penderita batu kalsium mengalami hiperkalsiuria, di mana kadar kalsium di dalam air kemih sanggat tinggi obat diuretik

5

thiazid (misalnya trichormetazid) akan mengurangi pembentukan batu yang baru. Dianjurkan untuk minum banyak air puyih (8-10 gelas/hari). Diet rendah kalsium dan mengomsumsi natrium selulosa fosfat. Untuk meningkatkan kadar sitrat (zat penghambat pembentukan batu kalsium) di dalam air kemih, diberikan kalium sitrat. Kadar oksalat yang tinggi dalam air kemih, yang menyokong terbentuknya batu kalsium, merupakan

akibat

mengomsumsi

makanan

yang

kaya

oksalat

(misalnyabayam,coklat,kcang-kacagan,merica dan teh). Oleh karena itu sebaiknya asupan makanan tersebut dikurangi.kadang batu kalsium terbentuk akibat penyakit lain, seperti hiperparatitroidisme,sarkoidosis, keracunan vitamin D, asidosis tubulus renalis atau kanker. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit tersebut. g. Batu asam urat Dianjurkan untuk mengurangi asupan daging, ikan dan unggas,karena makanan tersebut menyebabkan meningkat kadar asam urat di dalam air kemih. Untuk mengurangi pembentukan asam urat, bisa diberikan allopurinol. Batu asam urat terbentuk jika keasaman air kemih bertambah. Oleh karena itu, untuk menciptakan suasana air kemih yang alkalis (basa), bisa diberikan kalium sitra. Juga, sangat dianjurkan untuk banyak minum air putih. Makanan yang harus dihindari adalah makanan yang mengandung kadar kapur (kalsium) tinggi karena bisa menaikkan kadar kalsium dalam darah air kencing sehingga melebihi ambang batas aman dengan akibat terbentuk kristal batu. Kristal batu yang terbentuk dalam jumlah banyak dan saling menempel akan menjadi batu ginjal. Bahan makanan yang

6

paling berbahaya bagi terbentuknya batu ginjal terutama lemak dan protein hewani, mengomsumsi terlalu banyak protein hewani seperti telur dan daging ayam, sapi, kambing dan lain-lain akan menimbulkan kenaikan kadar kalsium (kapur) dalam darah dan air kencing degan akibat terbentuknya kristal batu dan batu ginjal.

2. Etiologi Urolithiasis Penyebab terjadinya batu pada saluran kemih utamanya ginjal banyak sekali sumbernya, antara lain (Prabowo & Pranata, 2014) : a. Peningkatan pH urine Peningkatan pH pada urine merangsang kristalisasi pada senyawa-senyawa tertentu, misalnya kalsium. Pada waktu terjadinya peningkatan pH (basa), maka ion-ion karbonat akan lebih mudah mengikat kalsium, sehingga lebih mudah terjadinya ikatan antara kedua. Kondisi inilah yang memicu terbentuknya batu kalsium bikarbonat. b. Penurunan pH urine Jika peningkatan urine bisa menyebabkan pembentukan batu, maka penurunan pH pun menjadi prekursor terbentuknya batu. Ph yang rendah (asam) akan memudahkan senyawa-senyawa yang bersifat asam untuk mengendap, misalnya senyawa asam urat. Dengan pengendapan asam urat inilah terbentuk batu asam urat. c. Kandungan matriks batu tinggi Ginjal yang berfungsi sebagai tempat filtrasi sangat beresiko untuk terjadi endapan. Partikel-partikel dalam darah dan urine memberikan beban kepada ginjal untuk melakukan filtrasi. Dengan kondisi matriks pembentukan batu

7

yang konsentrasinya tinggi dalam darah maupun urine, maka proses sedimentasi pada ginjal akan semakin cepat yang lambat laun akan membentuk batu. d. Kebiasaan makan (lifestyle) Secara tidak disadari, pola hidup utamanya konsumsi makanan memberikan kontribusi terhadap batu. Sumber makanan yang mengandung tinggi purin, kolesterol, dan kalsium berpengaruh pada proses terbentuknya batu. Hal ini dikarenakan senyawa-senyawa tersebut nantinya akan dilakukan proses filtrasi pada ginjal karena sari-sari makanan yang telah diserap oleh villi pada mukosa intestinal akan beredar dalam sirkulasi yang pastinya akan melewati ginjal. Dari sinilah senyawa prekursor tersebut akan merangsang pembentukan batu. e. Obat-obatan Obat-obatan yang mempengaruhi filtrasi ginjal (glomerulus filtration rate/ GFR) maupun yang mempengaruhi keseimbangan asam basa bisa menjadi prekursor terbentuknya batu. f. Stagnansi urine Sesuai dengan prinsip cairan, bahwa mobilitas cairan yang rendah akan mempengaruhi tingkat sedimentasi yang tinggi. Oleh karena itu, hambatan aliran urine yang diakibatkan berbagai faktor (obstruksi, input adekuat) bisa meningkatkan resiko pembentukan batu. g. Penyakit Beberapa penyakit seringkali menjadi penyebab terbentuknya batu. Infeksi saluran kemih sering menjadi pemicu terbentuknya batu yang disebut struvit, hal ini dibuktikan dengan temuan batu struvit yang merupakan kombinasi dari

8

magnesium, amonium dan fosfat pada area-area yang terinfeksi pada saluran kemih. Hiperkalsemia juga menjadi pemicu terbentuknya batu, karena tingginya kadar kalsium darah. Kondisi asam urat juga bisa menyebabkan terbentuknya batu asam urat seperti yang dijelaskan di atas. h. Obesitas Kondisi berat badan berlebihan (obesity) meningkatkan resiko terbentuknya batu ginjal sebagai dampak dari peningkatan ekskresi kalsium, oksalat dan asam urat, sehingga menjadi bahan/ matriks pembentukan batu. Selain itu, Penyebab batu ginjal adalah idiopatik. Akan tetapi, ada faktor yang merupakan predisposisi dan yang utama adalah ISK Infeksi ini akan meningkatkan terbentuknya zat organik. Zat ini dikelilingi mineral yang mengendap. Pengendapan mineral ini (karena infeksi) akan meningkatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat dan magnesium amonium fosfat. Stasis urine juga dapat menyebabkan pengendapan zat organik dan mineral. Faktor lain yang dikaitkan dengan pem. bentukan batu adalah konsumsi antasida dalam jangka panjang, terlalu banyak vitamin D, dan kalsium karbonat. Batu ginjal biasanya terdiri atas kalsium oksalat. Oleh karena itu, apa saja yang mungkin menyebabkan hiperkalsiuri dapat menjadi faktor pencetus pembentukan batu ginjal. Peningkatan absorpsi usus terhadap kalsium juga dapat mengakibatkan hiperkalsiuria atau dapat juga karena tubula ginjal kurang mereabsorpsi kalsium (Baradero, 2005). Menurut (Haryono, 2013), Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemihbagian atas (ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi astatus gizi dan mobilitas aktivitas

9

sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adlah 1-12% penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik) secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang diberikan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. a. Faktor intrinsik meliputi: 1) Herediter, diduga diturunkan dari ke generasi; 2) Umur, paling sering didapati pada usia 30-50; 3) Jenis kelamin, jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibandingkan pasien wanita. b. Faktor ekstrinsik meliputi: 1) Geografis, pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi dari pada daerah stone belt (sabuk batu); 2) Iklim, dan temperatur; 3) Asupan air,kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih; 4) Diet, diet tinggi puri, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih; 5) Pekerjaan, penyakit in sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

3. Manifestasi Klinis Urolithiasis

10

Menurut (Haryono, 2013) manifestasi klinis adanya batu dalam struktur urinarius tergantungpada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala gijal serta ureter proksimal. Beberapa batu dapat menunjukkan sedikit gejala, tetapi secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal, sedangkan yang lain menyebabkan ynyeri yang luar dan tidak nyaman. Batu pada piala ginjal menyebabkan sakit yang dalam dan terus menerus di area kostovestebal. Nyeri yang berasal dari area renal menyebabkan secara anterior pada wanita ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pria mendekati testis. Apabila ada nyeri tekan pada daerah kotovertebral dan muncul mual dan muntah maka pasien sedang mengalami kilok renal. Diare dan ketidak nyamanan abdoman dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renointestinal dan proksimitas anatomik ginjal ke lambung, pankreas dan usus besar. Batu yang terjebak pada ureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, dan kronik yang menyebar ke paha dan genetalia. Pasien sering merasa ingin berkemih, tetapi hanya sedikit yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasif batu. Gejala ini dan biasanya mengandung darah akibat abrasif batu.gejala ini biasa disebut kolik ureteral.umunya pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 cm secara spontan. Batu yang berada pada kandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungaan dengan infeksin traktururinaria dan hematuria. Jika batu berobstruksi pada leher kandung kemih, akan terjadi retensi urien, jika infeksi

11

berhubungan dengan adanya batu maka kondisi ini jauh lebih serius, disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien. Adapun gambaran klinis pada pasien dengan urolithiasis tergantung pada letak batu, tingkat infeksi dan ada tidaknya obstruksi saluran kemih. Hal ini dikarenakan kondisi penyulit tersebut mengakibatkan menurunnya aliran urine (urine flow), sehingga menyebabkan resistensi meningkat dan iritabilitas meningkat. Berikut ini beberapa gambaran klinis dari pasien urolithiasis (Prabowo & Pranata, 2014): a. Kolik ureter (nyeri pinggang) Hal ini dikarenakan stagnansi batu saluran kemih, sehingga terjadi resistensi dan iritabilitas pada jaringan sekitar yang menyebabkan nyeri hebat. Jika gesekan semakin kronis, maka akan menimbulkan inflamasi jaringan yang akan memperparah kondisi dan meningkatkan kualitas nyeri. Nyeri pinggang biasanya timbul secara mendadak, karena mengikuti perhentian batu dalam sirkulasi urine. Nyeri menyebar ke paha, testis atau labia mayora. Nyeri kostovertebral menjadi ciri khas dari urolithiasis, khususnya nefrolithiasis. b. Hambatan miksi Dikarenakan adanya obstruksi pada saluran kemih, maka aliran urine (urine flow) mengalami penurunan, sehingga sulit sekali untuk miksi secara spontan. Pada pasien nefrilithiasis, obstruksi saluran kemih berada pada ginjal, sehingga urine yang masuk ke vesike urinaria mengalami penurunan. Sedangkan pada klien uretrolithiasis, obstruksi urine berada pada saluran paling akhir, sehingga power untuk mengeluarkan ada , namun hambatan pada saluran menyebabkan urine stagnansi. c. Distensi vesika urinaria

12

Akumulasi urine yang tinggi melebihi kemampuan vesika urinaria akan menyebabkan vasodilatasi maksimal di vesika. Oleh karena itu, akan teraba bendungan (distention) pada waktu dilakukan palpasi pada regio vesika. d. Hematuria Hematuria tidak selalu terjadi pada klien dengan urolithiasis. Namun, jika terjadi lesi pada saluran kemih utamanya ginjal, maka seringkali terjadi hematuria yang masive. Hal ini dikarenakan vaskuler pada ginjal sangat kaya dan memiliki sensitifitas yang tinggi dan didukung jika karakteristik batu yang tajam pada sisinya. e. Mual muntah Kondisi ini merupakan efek samping dari kondisi ketidaknyamanan pada pasien karena nyeri yang sangat hebat, sehingga klien mengalami stres tinggi dan mumacu sekresi HCl pada gester.

4. Fatofisiologi Urolithiasis Berbagai kondisi yang menjadi pemicu terjadinya batu saluran kemih menjadi kompleksitas terjadinya urolithiasis. Komposisi batu saluran kemih menjadi faktor utama bekal identifikasi penyebab urolithiasis. Batu yang terbentuk dari ginjal (renal) dan berjalan menuju ureter paling mungkin tersangkut pada satu dari tiga lokasi berikut, a) sambungan ureteropelvik; b) titik ureter menyilang pembuluh darah illiaka; c) sambungan ureterovesika. Perjalanan batu dari ginjal ke saluran kemih sampai dalam kondisi statis menjadikan modal awal dari pengambilan keputusan untuk tindakan pengangkatan batu. Batu yang masuk pada pelvis akan membentuk pola koligentes, yang disebut sebagai batu staghorn (Prabowo & Pranata, 2014).

13

Stagnansi batu pada saluran kemih menimbulkan gambaran klinis yang berbeda-beda. Stagnansi batu yang lama akan menyebabkan berbagai komplikasi, misalnya hidronephrosis, gagal ginjal, infeksi ginjal, ketidakseimbangan asam basa, bahkan mempengaruhi beban kerja jantung dalam memompa darah ke sirkulasi (Prabowo & Pranata, 2014). Menurut (Haryono, 2013), Pembentukan batu saluran kemih masyarakat keadaan supersaturasi inhibitor pembentukan batu dijumpai dalam air kemih normal. Batu kalsium iksalat dengan inhibisi sitrat dan glokoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan inhibitor belum dikenal sepenuhnya. Ada dugaan proses in berperan pada pembentukan awal atau nukleasi krital, progresi kristal atau agregratasi kristal. Misal penambahan sitra dalam kompleks kalsium dapat mencegah agregatasi kristal kalsium oksalat yang mungkin dapat mengurangi resiko agregatasi kristal dalam saluran kemih. (Haryono, 2013) Mengemukakan Teori terbentuknya urolithiasis/ batu ginjal antara lain: a. Teori nukleasi: batu terbentuk di dalam urin karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewatan jenuh batu. Inti batu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. b. Teori

matriks:

matriks

organik

terdiri

atas

serum/protein

urin

(albumin,globulin dan mukopretin) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristal-kristal batu. c. Penghambat kristalisasi: urin orang normal mengandung zat penhambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan

14

beberapa peptida.jika kadar salah satu atau beberapa zat in berkurang maka akan memudahkan terbenuknya batu dalam saluran kemih.

5. Pemeriksaan Penunjang Urolithiasis Diagnosa ditegakkan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih (GUK), urografi intravena, atau pielografi retrograde, uji kimia darah dan urin 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, Ph, dan volume total merupakan bagian dari upaya diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi faktor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien. Adapun pemeriksaan diognestiknya yaitu (Haryono, 2013): a. Urinalisa: warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah; secara umum menunjukkan SDM, SDP, Kristal (sistin, asam urat, kalsium, oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus; pH mungkin asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat). b. Urin (24 jam): kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat atau sistin mungkin meningkat. c. Kultur urin: mungkin meningkatkan ISK (Stapilococus aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas). d. Servei biokimia: peningkata kadar kalsium, magnesium, asam urat, fosfat, protein, elektrolit. e. BUN: abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urin) sekunder terhadap tingginya batu obstruktur pada ginjal menyebabakan iskemia/nekrosis.

15

f. Kadar klorida dan bikarbonat serum: peningkatan kadar klorida

dan

penurunan kadar bikabonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal. g. Hitung

darah

lengkap:

SDP

mungkin

meningkat

menunjukkan

infeksi/septikemia. h. Hemoglobin/hematokrit: abnormal bila pasien mengalami dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (mendorong presipitasi pemadatan) atau anemia (perdarahan,disfungsi/gagal ginjal). i. Hormon paratiroid: meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkat sirkulasi serum dan kalsium urin). j. Foto rontgen: menunjukkan adanya kalkuli dan atau perubahan tomik pada daerah ginjal dan ureter. k. IVP: memberikan konfirmasi cepat urolitiasis seperti penyebab nyeri abdoman atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada stuktur anatomi (distensi ureter) dan garis bentuk kalkuli. l. Sistoureterokopi: visualisasi langsung kandungan kemih dan ureter, menunjukkan batu dan atau efek abstruksi. m. CT-scan: mengidentifikasi atau menggambarkan kalkuli dan masa lain; ginjal, ureter dan distensi kandung kemih. n. Ultrasound ginjal: untuk menentukan perubahan absruksi, lokasi batu. Selain itu, pemeriksaan fisik menjadi pemeriksaan dasar dari stone exercise. Namun, untuk menentukan diagnostik maka harus di dukung dengan pemeriksaan penunjang. Berikut pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada pemeriksaan urolithiasis (Prabowo & Pranata, 2014): a. Radiologi

16

Baru bersifat radiopak/ radiolusen, sehingga akan mudah tergambarkan pada waktu dilakukan penyinaran X-Ray. Perbedaan sifat abtu ini menggambar jenis batu. Pemeriksaan radiologi yang biasanya dilakukan ada foto polos abdomen, bisa dengan penambahan zat kontras untuk memperjelas gambaran dari batu. Ultrasonografi (USG) juga dilakukan jika tindakan dengan kontras tidak bisa dilakukan. USG memiliki kelebihan, karena dapat menentukan posisi batu lebih jelas dan bisa digunakan selama operasi dilakukan. b. Laboratorium Urinalisis dilakukan untuk menentukan adanya darah (hematuria) dalam urine, jenis batu, pencetus batu. Selain itu, pemeriksaan fungsi ginjal (RFT/ Renal Functiom Test) juga dilakukan untuk mengetahui status faal ginjal.

6. Penatalaksanaan Urolithiasis Penatalaksanaan klinis pada klien urolithiasis bergantung pada letak dan ukuran batu. Hal ini untuk mempertimbangkan apakah memerlukan tindakan pembedahan atau cukup dengan mini invasive. Teknologi saat ini sangat berkembang dan memberikan manfaat yang luar biasa dalam dunia pembedahan. Meminimalisir tindakan pembedahan sangat menguntungkan pada pasien, baik secara finansial maupun tingkat pemulihannya. Oleh karena itu, beberapa tindakan pengangkatan batu dilakukan dengan pemanfaatan teknologi mutakhir. Berikut ini adalah penatalaksanaan pada klien urolithiasis (Prabowo & Pranata, 2014) : a. Simptomatik Pemberian obat-obatan pelarut batu dilakukan jika ukuran batu tidak terlalu besar dan tidak terlalu keras. Peluruh batu akan memecah batu lebih kecil, sehingga bisa diirigasi keluar bersama urine. Minum air putih yang banyak

17

diperlukan saat irigasi batu, sehingga frekuensi kencing akan meningkat dari kualitas dan kuantitas. b. Pembedahan Pembedahan dilakukan jika ukuran batu besar dan tidak memungkinkan untuk dikeluarkan dengan tindakan simptomatik maupun litotripsi. Pembedahan (lumbotomy) dilakukan dengan memperhatikan letak batu, sehingga teknik insisi akan mengikuti dari pertimbangan tersebut. c. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL) Tindakan ini dilakukan untuk memecahkan batu pada ginjal dengan menggunakan pancara gelombang yang penhantarannya berada dalam genangan air. Gelombang yang dihantarkan berupa gelombang kejut (shock wave) dengan harapan mampu meretakkan batu pada ginjal. Pasien ditempatkan dalam sebuah wadah/ kolam yang berisi air. Dengan panduan USG piezoelektris maka akan lebih mudah untuk menentukan posisi batu. Insisi tetap dilakukan namun mini insisi pada perkutan untuk mengeluarkan batu. Dari insisi inilah dimasukkan sebuah dilator sebagai lintasan untuk pengambilan batu. Selang nefrostomo in situ ditanamkan selama 24-48 jam untuk memantau bleeding pada bekas operasi dan berbagai drainase. d. Litotripsi Ureter Tindakan ini bisa dilakukan jika batu berada pada sepertiga bawah (URS) dan atas saluran uretes. Litotripsi pada batu sepertiga atas ureter dilakukan dengan mendorongnya terlebih dahulu untuk masuk ke pelvis renalis sebelum dilakukan litotripsi. Pada kondisi batu ureter pasca operasi, biasanya dilakukan pemasangan DJ Stent. Hal ini untuk memperlancar irigasi urine untuk keluar dikarenakan terjadinya inflamasi pada ureter viseral pasca iritasi batu. Stent

18

akan ditanamkan in situ dalam ureter dalam beberapa waktu sampai evaluasi hidronephrosis dinyatakan sudah negatif. e. Litolapaksi Endoskopik Sebenarnya litotripsi pada waktu vesika bisa dilakukan dengan non invasive melalui uretra. Batu akan dihancurkan dengan menggunakan penhancur aligator yang dimasukkan melalui dilator dan dibantu optik. Metode litolapaksi endoskopik dilakukan melalui sistoskopi kaku melalui kateter irigasi pasca operasi.

B. Konsep Keperawatan Berikut ini adalah beberapa cara dalam melakukan pengkajian dengan pasien urolithiasis (Prabowo & Pranata, 2014): 1. Pengkajian a) Biodata Secara anatomis, tidak ada faktor jenis kelamin dan usia yang signifikan dalam proses pembentukan batu. Namun, angka kejadian urolithiasis di lapangan seringkali terjadi pada laki-laki dan pada masa usia dewasa. Hal ini dimungkinkan karena pola hidup, aktifitas, dan kondisi geografis. b) Keluhan Utama Keluhan yang sering ditemukan pada pasien dengan urolithiasis adalah nyeri (pada panggul, punggung, abdominal, lipat paha, genetalia), mual muntah, kesulitan dalam kencing. c) Riwayat Penyakit Pada observasi sering ditemukan adanya hematuria (baik secara mikroskopis maupun gross), oliguri. Kondisi kolik (ginjal/ ureter) biasanya timbul secara

19

tiba-tiba (mendadak) dengan pemicu yang beragam (aktifitas rendah, input cairan rendah, pengaruh gravitasi yang tinggi, imobilitas). Dengan serangan ini biasanya membuat pasien untuk segera mendapatkan pelayanan kesehatan. Kaji riwayat penyakit sebelumnya, utamanya penyakit yang meningkatkan resiko terbentuknya batu, misalnya asam urat, hiperkolesterol, hiperkalsemia, dan lain sebagainya. Urolithiasis bukan merupakan penyakit menular dan genetik, sehingga tidak ada pengaruhnya terhadap keluarga yang sebelumnya mengalami saluran batu kemih. d) Pola Psikososial Secara realita, tidak ada pengaruhnya kondisi penyakit urolithiasis terhadap interaksi sosial. Hambatan dalam interaksi sosial dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri hebat) pada pasien, sehingga fokus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi sosial tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular. e) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot, tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas pasien relatif dibantu oleh keluarga, misalnya berpakaian, mandi, makan, minum, dan lain sebagainya, terlebih jika kolik mendadak terjadi. Terjadi mual muntah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat nyeri hebat. Anoreksi seringkali terjadi karena kondisi pH pencernaan yang asam akibat sekresi HCl berlebihan. Pemenuhan kebutuhan cairan sebenarnya tidak ada masalah. Namun, klien seringkali membatasi minum karena takut urinenya semakin banyak dan memperparah nyeri yang dialami.

20

Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat kencing (disuria, pada diagnosis urolithiasis), hematuria (gross/ flek), kencing sedikit (oliguria), distensi vesika (vesikolithiasis). f) Pemeriksaan Fisik Anamnese tentang pola eliminasi urine akan memberikan data yang kuat. Oliguria, disuria, gross hematuria menjadi ciri khas dari urolithiasis. Kaji TTV, biasanya tidak ada perubahan yang mencolok pada urolithiasis. Takikardia akibat nyeri yang hebat, nyeri ketok pada pinggang, distensi vesika pada palpasi vesika (vesikolithiasis/ uretrolithiasis), teraba massa keras/ batu (uretrolithiasis). Jika sudah terjadi infeksi, maka sering terjadi keluhan demam, hipertensi dan vasodilatasi kutaneus. Pada palpasi bimanual, sering teraba masa pada abdomen jika terjadi hidronefrosis. g) Pemeriksaan Penunjang 1) Foto Polos Abdomen Mendeteksi adanya batu ginjal pada sistem pelvicalyses, klasifikasi parenkim ginjal, batu ureter, kalsifikasi dan batu kandung kemih. 2) Urografi Intravena Dengan pemasukan zat kontras 50-100 maka batu ginjal bisa teridentifikasi. Hal ini akan memperlihatkan pelvicalyses, ureter, dan vesika urinaria. 3) Pielografi Antegrad Kontras langsung disuntikkan ke dalam sistem pelvicalyses, sehingga akan tergambarkan batu.

21

4) Urinalisis Sering ditemukan adanya hematuria pada urine. Hal ini jika terjadi lesi pada mukosa saluran kemih karena iritasi dari batu. 2. Diagnosis Keperawatan Berikut ini adalah beberapa diagnosa keperawatan yang bisa muncul pada klien dengan urolithiasis (tim pokja SDKI DPP PPNI, 2016-2017): a) Retensi urin b/d peningkatan tekanan uretra Definisi: Pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap. 1) Penyebab: -

Peningkatan tekanan uretra

-

Kerusakan arkus refleks

-

Blok spinter

-

Disfungsi neurolagis (mis.trauma, penyakit saraf).

-

Efek agen farmakologis (mis.atropine, belladonna, psikotropik, antihistamin, opiate).

2) Gejala dan tanda mayor Subjektif: -

Sensasi penuh pada kandung kemih

Objektif: -

Disuria/anuria

-

Distensi kandung kemih

3) Gejala dan tanda minor Subjektif: -

Dribbling

Objektif:

22

-

Inkontinensia berlebihan

-

Residu urin 150 ml atau lebih

4) Kondisi klinis terkait: -

Benigna prostat hiperplasia

-

Pembengkakan perineal

-

Rektokel

-

Tumor di saliran kemih

b) Ganguan Eliminasi Urine b/d iritasi kandung kemih Definisi: Disfunsgsi eliminasi urin 1) Penyebab: -

Penurunan kapasitas kandung kemih

-

lritasi kandung kemih

-

Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih

-

Efek tindakan medis dan diagnostik (mis. operasi ginjal, operasi saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan)

-

Kelemahan otot pelvis

-

Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. imobilisasi)

-

Hambatan lingkungan

-

Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi

-

Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. anomali saluran kemih kongenital)

-

lmaturitas (pada anak usia < 3 tahun)

2) Gejala dan tanda mayor Subjektif:

23

-

Desasakan berkemih (urgensi)

-

Urin menetes (dribbling)

-

Sering buang air kecil

-

Nopturia

-

Mengompol

-

Enuresis

Objektif: -

Distensi kandung kemuh

-

Berkemih tidak tuntas (esitancy)

-

Volume residu urine meningkat

3) Gejala dan tanda minor -

Subjektif (tidak tersedia)

-

Objektif (tidak tersedia)

4) Kondisi klinis terkait -

Infeksi ginjal dan saluran kemiih

-

Hiperglikemi

-

Trauma

-

Kanker

-

Cedera/tumor/infeksi medula spenalis

-

Neoropati diabetikum

-

Neoropati alkolik

-

Struke

-

Parkinson

-

Skeloris multipen

-

Obat alfha adrenergik.

24

c) Nyeri Akut b/d agen pencedera fisiologis Definisi: Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan. 1) Penyebab -

Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

-

Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

-

Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan tisik berlebihan

2) Gejala dan tanda mayor Subjektif: -

Mengeluh nyeri

Objeltif: -

Tampak meringis

-

Bersikap protektif (mis. Waspada posisi menghindari nyeri)

-

Gelisah

-

Frekuensi nadi meningkat

-

Sulit tidur

3) Gejala dan tanda minor -

Subjektif (tidak tersedia)

Objektif: -

Tekanan darah meningkat

-

Pola nafas berubah

25

-

Nafsu makan berubah

-

Proses berfikir terganggu

-

Menarik diri

-

Berfokus pada duri sendiri

-

Diaforisis

4) Kondisi terkait: -

Kondisi terkait

-

Cedera traumatis

-

Infeksi

-

Sindrom kroner akut

-

Glaukoma

3. Intervensi Keperawatan Berikut ini adalah intervensi yang di rumuskan untuk mengatasi masalah keperawatan pada klien urolithiasis (Tim pokja SIKI DPP PPNI, 2018): 1) Retensi Urin a) Katerisasai Urine Definisi: Memasukkan selang kateter urine dalam kandung kemih. Tindakan Observasi -

Periksa kondisi pasien (mis, kesadaran, tanda-tanda vital, daerah parineal, distensi kandung kemih, inkontinensia urine, refleks berkemih)

Terapeutik -

Siapkan peralatan, bahan-bahan dan ruangan tindakan

26

-

Siapkan pasien, bebaskan pakaian bawah dari posisikan dorsal rekumben (untuk wanita) dan supine (untuk laki-laki)

-

Pasang sarung tangan

-

Bersihkan daerah perineal atau preposium dengan cairan NaCi atau aquades

-

Lakukan insersi kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptik

-

Sambungkan kateter urine dengan urine bag

-

Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai anjuran pabrik

-

Fiksasi selang kateter di atas simpisis atau di paha

-

Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih

-

Berikan label waktu pemasangan

Edukasi -

Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine

-

Anjurkan menarik nafas saat insersi selang kateter

b) Manajemen Eliminasi Urine Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi urine. Tindakan Observasi -

Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

-

Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine

-

Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)

27

Terapeutik -

Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

-

Batasi asupan cairan, jika perlu

-

Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur

Edukasi -

Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

-

Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine

-

Ajarkan mengambil spesimen urine midstream

-

Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih

-

Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/ perkemihan

-

Ajarkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi

-

Ajarkan mengurangi minum menjelang tidur

Kolaborasi -

Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

2) Gangguan Eliminasi Urine a) Manajemen Eliminasi Urine Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola gangguan pola eliminasi urine. Tindakan Observasi -

Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine

-

Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine

28

-

Monitor eliminasi urine (mis. frekuensi, konsistensi, aroma, volume, dan warna)

Terapeutik -

Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih

-

Batasi asupan cairan, jika perlu

-

Ambil sampel urine tengah (midstream) atau kultur

Edukasi -

Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih

-

Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine

-

Ajarkan mengambil spesimen urine midstream

-

Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih

-

Ajarkan terapi modalitas penguatan otot-otot panggul/ perkemihan

-

Ajarkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi

-

Ajarkan mengurangi minum menjelang tidur

Kolaborasi -

Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra, jika perlu

b) Menajemen Perawatan Diri: BAB/ BAK Definisi: Menfasilitasi pemenuhan kebutuhan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) Tindakan Observasi -

Identifikasi kebiasaan BAK/ BAB sesuai usia

-

Minitor integritas kulit pasien

Terapeutik 29

-

Buka pakaian yang diperlukan untuk memudahkan eliminasi

-

Dukung penggunaan toilet/ commode/ pispot/ urinal secara konsisten

-

Jaga privasi selama eliminasi

-

Ganti pakaian pasien setelah eliminasi, jika perlu

-

Bersihkan alat bantu BAK/ BAB setelah digunakan

-

Latih BAK/ BAB sesuai jadwal, jika perlu

-

Sediakan alat bantu (mis. kateter eksternal, urinal), jika perlu

Edukasi -

Anjurkan BAB/ BAK secara rutin

-

Anjurkan ke kamar mandi/ toilet, jika perlu

c) Perawatan Retensi Urine Definisi: Mengidentifikasi dan meredakan distensi kandung kemih Tindakan Observasi -

Identifikasi penyebab retensi urine (mis. peningkatan tekanan uretra, kerusakan arkus refleks, disfungsi neurologis, efek agen farmakologis)

-

Monitor efek agen farmakologis (mis. atropine, belladonna, psikotik, antihistamin, opiate, calcium channel blocker)

-

Monitor intake dan output cairan

-

Monitor tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi/ perkusi

Terapeutik 30

-

Sediakan privasi untuk berkemih

-

Berikan rangsangan berkemih (mis. mengalirkan alir keran, membilas toilet, kompres dingin pada abdomen)

-

Lakukan maneuver Crede, jika perlu

-

Pasang kateter urine, jika perlu

-

Fasiliitasi berkemih dengan interval yang teratur

Edukasi -

Jelaskan penyebab retensi urine

-

Anjurkan pasien atau keluarga mencatat output urine

-

Ajarkan cara melakukan rangsangan berkemih

3) Nyeri Akut a) Manajemen Nyeri Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pengalaman sesorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat dan konstan. Tindakan Observasi -

Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kuaalitas, intensitas nyeri

-

Identifikasi skala nyeri

-

Identifikasi respon nyeri non verbal

-

Identifikasi faktor yang menperberat dan menperingan nyeri

-

Identifikasi pengetahuan dan keyaninan tentang nyeri

31

-

Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri

-

Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

-

Monitor keberhasilan terapi komplemeter yang sudah diberikan

-

Monitor efek samping pengunaan analgetik

Terapeutik -

Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.TENS, hipnosi, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat /dingin, terapi bermain)

-

Kontrol lingkungan yang menperberat rasa nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)

-

Fasilitasi istirahat tidur

-

Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi -

Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri

-

Jelaskan strategi meredakan nyeri

-

Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri

-

Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

-

Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi -

Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b) Pemberian Analgetik Definisi: Menyiapkan dan memberikan agen farmakologis untuk mengunrangi atau menhilangkan rasa sakit.

32

Tindakan Observasi -

Identifikasi karakteristik nyeri (mis.pencetus, pereda, kualitas, lokasi, interisitas, frekuensi, durasi)

-

Identifikasi riwayat alergi obat

-

Identifikasi kesesuaian jenis analgetik (mis. non-narkotik atau NSAID ) dengan tinkat keparahan nyeri monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik

Terapeutik -

Diskusikan jenis analgesikyang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu.

-

Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opvioid untuk mempertahankan kadar dalam serum.

-

Tetapkan targer efektifitas analgesik untuk mengoptimalkan respon pasien

-

Dokumentasikan respon terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi -

Jelaskan efek trapi dan efek samping obat

Klaborasi -

Klaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

c) Edukasi Teknik Napas Definisi: Mengajarkan teknik pernapasan untuk meningkatkan relaksasi, meredakan nyeri dan ketidaknyamanan Tindakan

33

Observasi -

Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi

Terapeutik -

Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan

-

Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan

-

Berikan kesempatan untuk bertanya

Edukasi -

Jelaskan tujuan dan manfaat teknik napas

-

Jelaskan prosedur teknik napas

-

Anjurkan memposisikan tubuh senyaman mungkin (mis. duduk, baring)

-

Anjurkan menutup mata dan berkonsentrasi penuh

-

Ajarkan melakukan inspirasi dengan menghirup udara melalui hidung secara perlahan

-

Ajarkan melakukan ekspirasi dengan menghembuskan udara mulut mencucu secara perlahan

-

Demonstrasikan menarik napas selama 4 detik, menahan napas selama 2 detik dan menghembuskan napas selama 8 detik

34

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi endapan dan senyawa tertentu. Batu ginjal (urolithiasis) dapat terjadi di bagian mana saja pada sistem perkemihan. Namun, yang paling banyak ditemukan adalah di dalam ginjal (nefrolitiasis). Batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati. Pada studi epidemiologi, diketahui bahwa penduduk pria Eropa memiliki prevalensi kejadian urolithiasis 3% dibanding wanita. Pria lebih berisiko daripada wanita untuk terkena batu saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor, utamanya adalah lifestyle yang tidak sehat, sehingga memicu pembentukan batu, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier. B. Saran Demikianlah yang dapat kami sampaikan mengenai yang menjadi bahasan makalah ini. Kami yakin, makalah ini masih begitu banyak kekurangan. Maka dengan itu, kami memohon maaf yang sebesar-besarnya dan terimakasih. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.

35

DAFTAR PUSTAKA Baradero, M. (2005). klien gangguan ginjal : seri asuhan keperawatan. jakarta: EGC. Haryono, R. (2013). keperawatan medikal bedah : sistem perkemihan. yogyakarta: Rapha Publishing. Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta: Nuha Medika. tim pokja SDKI DPP PPNI. (2016-2017). standar diagnosa keperawatan indonesia. jakarta selatan: DPP. Tim pokja SIKI DPP PPNI. (2018). standar intervensi keperawatan indonesia. jakarta selatan: DPP.

36

Related Documents

14 Batu-batu Yang Aneh
April 2020 33
Batu Ginjal.docx
December 2019 30
Zaman Batu
June 2020 21
Batu Arum.docx
December 2019 29
Batu Ginjal.docx
May 2020 13

More Documents from "Putri Dewanti"

Anatomi Sindrom.docx
December 2019 21
Batu Ginjal.docx
December 2019 30
Pedoman Wawancara.docx
October 2019 36
Pedoman Dokumentasi.docx
October 2019 38
Hukum Bisnis 1.docx
July 2020 27