BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KONSEP DASAR KEPERAWATAN 2.1.1 Definisi Batu ginjal merupakan batu saluran kemih (urolithiasis), sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan Mesir kuno dengan diketemukannya batu pada kandung kemih mummi. Batu saluran kemih dapat diketemukan sepanjang saluran kemih mulai dari sistem kaliks ginjal, pielum, ureter, buli-buli dan uretra. Batu ini mungkin terbentuk di di ginjal kemudian turun ke saluran kemih bagian bawah atau memang terbentuk di saluran kemih bagian bawah karena adanya stasis urine seperti pada batu bulibuli karena hiperplasia prostat atau batu uretra yang terbentuk di dalam divertikel uretra. Batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000, hal. 68-69).
2.1.2 Epidemiologi Batu sthagorn dapat menyerang penduduk di seluruh dunia tidak terkecuali di Negara kita. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di negara – negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli – buli , sedangkan di negara maju lebih banyak di jumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas. Hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari – hari. Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada pria. Prevalensi penyakit batu ginjal di Indonesia 0,5 % lebih banyak menyerang kaum pria dibandingkan wanita. Bila 1-2% dari populasi diperiksa kadar kalsium air seninya akan meninggi, tetapi hanya 10% yang terkena penyakit batu ginjal.
2.1.3 Etiologi
Batu terbentuk di traktus urinarius ketika konsertrasi substansi tertentu seperti Ca oksalat,kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal pencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup PH urine dan status cairan pasien.
Sampai saat
sekarang penyebab terbentuknya batu belum diketahui secara pasti. Factor-faktor yang mempengaruhi pembentukan batu, yaitu : 1. Idiopatik. 2. Gangguan saluran kemih : fomisis, striktur meatus, hipertrofi prostate, refluks vesiko-ureteral, ureterokele, konstriksi hubungan ureteropelvik. 3. Gangguan metabolisme : hiperparatiroidisme, hiperurisemia, hiperkalsiuria. Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi) dan hiperkalsiuria (kalsium urin tinggi) dapat disebabkan oleh: -
Hiperparatiroidisme
-
Asidosis tubular renal
-
Malignasi
-
Penyakit granulamatosa (sarkoidosis, tuberculosis), yang menyebabkan peningkatan produksi vitamin D oleh jaringan granulamatosa.
-
Masukan vitamin D yang berlebihan.
-
Masukan susu dan alkali.
-
Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia, mieloma multiple), yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari sumsum tulang.
4. Infeksi saluran kemih oleh mikroorganisme berdaya membuat urease (Proteus mirabilis). 5. Dehidrasi 6. Kurangnya cairan tubuh yang menyebabkan produksi air seni sedikit dan pekat. Pada mereka yang setiap hari bekerja di udara terbuka (petani, pekerja lapangan) atau diruang mesin yang panas, terutama yang kurang minum, akan cepat menimbulkan efek perunahan keasaman atau kebasaan air kemih Beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan terbentuknya batu ginjal, antara lain : 1. Gaya Hidup
Penyakit gagal ginjal banyak dipengaruhi oleh makanan. Konsumsi minuman dan makanan yang jurang higienis memicu terjadinya air seni pekat, sehingga memudahkan terbentuknya infeksi atau kristal abtu pada kandung kemih. Masyarakat cenderung memilih makanan berkadar kalsium – oksalat, seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi kalsium seperti susu, keju, kacang polong, kacang tanah dan coklat. Tinggi purin seperti : ikan, ayam, daging, jeroan. Tinggi oksalat seperti : bayam, seledri, kopi, teh, dan vitamin D. 2. Lingkungan Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh adalah suhu. Tempat yang bersuhu dingin (ruang AC) menyebabkan kulit kering dan pemasukan cairan kurang. Tempat yang bersuhu panas misalnya di daerah tropis, di ruang mesin menyebabkan banyak keluar keringat, akan mengurangi produksi urin. 3. Immobilisasi Kurang gerakan tulang dan muskuloskeletal menyebabkan penimbunan kalsium. Peningkatan kalsium di plasma akan meningkatkan pembentukan batu.
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik, meliputi: 1. Herediter: diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi. 2. Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun 3. Jenis kelamin: jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita. Faktor ekstrinsik, meliputi: 1. Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu) 2. Iklim dan temperature 3. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih. 4. Diet: diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu saluran kemih. 5. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).
2.1.4 Teori Terbentuknya Batu Saluran Kemih Beberapa teori terbentuknya batu saluran kemih adalah: 1. Teori nukleasi: Batu terbentuk di dalam urine karena adanya inti batu atau sabuk batu (nukleus). Partikel-partikel yang berada dalam larutan kelewat jenuh akan mengendap di dalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti bantu dapat berupa kristal atau benda asing saluran kemih. 2. Teori matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin, globulin dan mukoprotein) sebagai kerangka tempat mengendapnya kristalkristal batu. 3. Penghambat kristalisasi: Urine orang normal mengandung zat penghambat pembentuk kristal yakni magnesium, sitrat, pirofosfat, mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat ini berkurang akan memudahkan terbentuknya batu dalam saluran kemih.
2.1.5 Komposisi Batu Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat, magnesium-amonium-fosfat (MAP), xanthyn dan sistin. Pengetahuan tentang komposisi batu yang ditemukan penting dalam usaha pencegahan kemungkinan timbulnya batu residif. 1. Batu Kalsium Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor tejadinya batu kalsium adalah: a. Hiperkasiuria: Kadar kasium urine lebih dari 250-300 mg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria
renal)
dan
adanya
peningkatan
resorpsi
tulang
(hiperkalsiuria resoptif) seperti pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid. b. Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urien melebihi 45 gram/24 jam, banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink, kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
c. Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam. Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal dari metabolisme endogen. d. Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama. e. Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat. 2. Batu Struvit Batu struvit disebut juga batu sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus spp., Klebsiella, Serratia,
Enterobakter,
Pseudomonas
dan
Stafilokokus)
yang
dapat
menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit. 3. Batu Urat Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih, banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.
2.1.6 Patofisiologi Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti pada hyperplasia prostat benigna, stiktura, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaankeadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu. Batu terdiri atas kristalkristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.7 Banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya batu saluran kemih, seperti ISK, gaya hidup, intake cairan kurang, retensi urine, konsumsi vitamin C dosis tinggi, immobilisasi, dll. Semua kondisitersebut
akan mempengaruhi keadaan
metastabel dari zat-zat yang terlarut dalam urine, dimana keadaan metastabel ini sangat berkaitan dengan Ph larutan, suhu, konsentrasi solut dalam urine, dan laju aliran urine yang jika tidak seimbang maka akan menimbulkan pembentukan kristal-kristal urine yang lama-kelamaan akan membesar dan menimbulkan obstruksi traktus urinarius dan menimbulkan gejala seperti nyeri kostovertebral dan gejala lain tergantung daerah batu terbentuk. Apabila sebagian dari tractus urinarius mengalami obstruksi, urine akan terkumpul dibagian atas dari obstruksi dan mengakibatkan dilasi pada bagian itu. Otot-otot pada bagian yang kena berkontraksi untuk mendorong urine untuk melewati obstruksi. Apabila obstruksinya partial, dilatasi akan timbul dengan pelan
tanpa gangguan fungsi. Apabila obstruksinya memberat, tekanan pada dinding urer akan meningkat dan mengakibatkan dilatasi pada ureter (hydroureter). Volume urine yang terkumpul meningkat dan menekan pelvis dari ginjal dengan akibat pelvis ginjal berdilasi (hydrophrosis). Penambahan tekanan ini tidak berhenti pada pelvis saja tetapi bisa sampai ke jaringan-jaringan ginjal yang kemudian menyebabkan kegagalan renal. Obstruksi juga bisa mengakibatkan stagnansi urine. Urine yang stragnant ini bisa menjadi tempat untuk perkembangan bakteri dan infeksi. Obstruksi pada tractus urinarius bawah dapat menyebabkan distensi bladder. Infeksi bisa timbul dan pembentukan batu. Obstruksi pada tractus urinarius atas bisa berkembang sangat cepat karena pelvis ginjal adalah lebih kecil bila dibandingkan dengan bladder. Peningkatan tekanan pada jaringan-jaringan ginjal dapat menyebabkan ischemia pada renal cortex dan medula dan dilatasi tabula-tabula renal. Statis urine pada pelvis ginjal bisa menyebabkan infeksi dan pembentukan batu, yang bisa menambah kerusakan pada ginjal. Ginjal yang sehat bisa mengadakan konpensasi, akan tetapi apabila obstruksi diperbaiki , ginjal yang sehat pun akan mengalami hypertrophy karena harus mengerjakan pekerjaan ginjal yang tak erfungsi. Obstrusi pada kedua ginjal bisa mengakibatkan kegagalan renal.
2.1.7 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis adanya batu dalam saluran kemih bergantung pada adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi (peilonefritis & cystitis yang disertai menggigil, demam dan disuria) dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara fungsional perlahan-lahan merusak unit fungsional ginjal dan nyeri luar biasa dan tak nyaman. Ketika Batu di piala ginjal, gejala yang muncul antara lain : 1. Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral. 2. Hematuri dan piuria dapat dijumpai. 3. Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
4. Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah. 5. Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke lambung pancreas dan usus besar. Ketika Batu yang terjebak di ureter, menyebabkan : 1. Menyebabkan gelombang Nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar ke paha dan genitalia. 2. Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar. 3. Hematuri akibat aksi abrasi batu. 4. Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm. Ketika Batu yang terjebak di kandung kemih, menimbulkan gejala antara lain : 1. Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuri. 2. Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi retensi urine. Batu yang menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri punggung tau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan nyeri hebat yang hilang timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang punggung yang menjalatr ke perut daerah kemaluandan paha sebelah dalam. Gejala yang lebih nyata seperti sakit atau pegal pinggang bawah yang kadang – kadang – kadsang terasa sampai ke perut depan bawah dan terjadi kolik (sumbatan mendadak pada saluran atau ureter yang mengakibatkan sakit luar biasa karena batu tajam yang turun ke saluran menyebabkan menyumbatnya saluran) yang sering diiringi muntah dan berkeringat banyak. Gejala lainnya adalah perut membesar, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Bila batu menyangkut di dalam kandung kemih, dapat timbul nyeri pada daerah atas kemaluan saat buang air kecil, namun buang air kecil tidak tuntas dan pancaran air kemih tidak kuat.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya lekosit, hematuria dan dijumpai kristal-kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin menunjukkan adanya adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. 2. Pemeriksaan faal ginjal bertujuan mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan untuk mempersipkan pasien menjalani pemeriksaan foto PIV. Perlu juga diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai penyebab timbulnya batu salran kemih (kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun urat dalam darah dan urine). 3. Pembuatan foto polos abdomen bertujuan melihat kemungkinan adanya batu radio-opak dan paling sering dijumpai di atara jenis batu lain. Batu asam urat bersifat non opak (radio-lusen). 4. Pemeriksaan pieolografi intra vena (PIV) bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu PIV dapat mendeteksi adanya batu semi opak atau batu non opak yang tidak tampak pada foto polos abdomen. 5. Ultrasongrafi dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan PIV seperti pada keadaan alergi zat kontras, faal ginjal menurun dan pada pregnansi. Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu di ginjal atau buli-buli (tampak sebagai echoic shadow), hidronefrosis, pionefrosis atau pengkerutan ginjal.
2.1.9 Pemeriksaan Diagnostik Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan jasmani untuk menegakkan diagnosis,perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi jalan kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal. 1. Pemeriksaan radiologik a. Foto polos abdomen Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan adanya batu radiopak di saluran kemih. Batu-batu jenis kalsium oksalat dan kalsium fosfat bersifat radiopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain, sedangkan batu asama urat bersifat non-opak (radiolusen)
b. Pielografi Intra Vena (PIV) Memperlihatkan gambaran menyeluruh dari ginjal, ureter dan vesika urinaria Indikasi pielografi intravena adalah: -
Untuk menilai ukuran dan bentuk ginjal
-
Untuk mengetahui adanya infeksi traktus urinarius yang berulang
-
Untuk mendeteksi dan nelokalisasi batu
-
Untuk mengevaluasi dugaan obstruksi traktus urinarius
-
Untuk mengevaluasi penyebab hematuria.
2. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan adanya sel darah merah, sel darah putih dan Kristal (sistin, asam urat, kalsium oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat. 3. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin meningkat. 4. Analisis batu, untuk mengetahui asal terbentuknya. 5. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus, proteus,klebsiela,pseudomonas). 6. Pemeriksaan Mikroskopik Urin, untuk mencari hematuria dan Kristal 7. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis. 8. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan infeksi/septicemia. Sel darah merah : biasanya normal. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi ( mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal). 9. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine). 10. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat menunjukan batu dan efek obstruksi. 11. CT Scan : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal, ureter, dan distensi kandung kemih.
12. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.
2.1.10 Penatalaksanaan Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi obstruksi yang terjadi. Indikasi pengeluaran batu saluran kemih: -
Obstruksi jalan kemih
-
Infeksi
-
Nyeri menetap/berulang
-
Batu yang kemungkinan menyebabkan infeksi dan obstruksi
-
Batu metabolok yang tumbuh cepat.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Pengurangan nyeri Tujuan segera dari penanganan kolik renal atau ureteral adalah untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan; morfin atau meperidin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa. Mandi air hangat diarea panggul dapat bermanfaat. Cairan diberikan, kecuali pasien mengalami muntah atau menderita gagal jantung kongestif atau kondisi lain yang memerlukan pembatasan cairan. Ini meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang di belakang batu sehingga mendorong pasase batu tersebut ke bawah. Masukan cairan sepanjang hari mengurangi konsentrasi kristaloid urin, mengencerkan urin dan menjamin haluaran urin yang besar. 2. Pengangkatan batu Pemeriksaan sitoskopik dan pasase kateter ureteral kecil untuk menghilangkan batu yang menyebabkan obstruksi (jika mungkin), akan segera mengurangi tekanan-belakang pada ginjal dan mengurangi nyeri. 3. Lithotripsi Gelombang Kejut Ekstrakorporeal (ESWL) Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau buli-buli tanpa melalui tindakan invasif atau tanpa ada pembiusan. Batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan-pecahan batu yang sedang keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan hematuria.
4. Metode Endourologi Pengangkatan Batu Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui urethra atau melalui insisi kecil pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik, dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan endourologi itu adalah: PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran ginjal dengan cara memasukkan alat endoskopi ke dalam sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi fragmen-fragmen kecil Litotripsi: memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat memecah batu (litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator. Ellikureteroskopi atau uretero-renoskopi: memasukkan alat ureteroskopi peruretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielo-kaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada di dalam ureter maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan uteroskopi ini. Ekstrasi Dormia: mengeluarkan baru ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang dormia. 5. Ureteroskopi Mencakup visualisasi dan aksis ureter dengan memasukkan suatu alat ureteroskop melalui sistoskop. Batu dapat dihancurkan dengan menggunakan laser, lithotripsy elektrohidraulik atau ultrasound kemudian diangkat. 6. Pelarutan batu Infus cairan kemolitik (misal: agen pembuat asam dan basa) untuk melarutkan batu dapat dilakukan sebagai alternative penanganan untuk pasien kurang beresiko terhadap terapi lain dan menolak metode lain, atau mereka yang memiliki batu yang mudah larut (struvit). 7. Pengangkatan batu Jika batu terletak didalam ginjal, pembedahan dilakukan dengan nefrolitotomi (insisi pada ginjal untuk mengangkat batu) atau nefrektomi, jika ginjal tidak
berfungsi akibat infeksi atau hidronefrosis. Batu dalam piala ginjal diangkat dengan
pielolitotomi,
sedangkan
batu
pada
ureter
diangkat
dengan
ureterolitotomi dan sistotomi jika batu berada dikandung kemih. Jika batu berada dikandung kemih; suatu alat dapat dimasukkan ke uretra ke dalam kandung kemih; batu kemudian dihancurkan oleh penjepit pada alat ini. prosedur ini disebut sistolitolapaksi.
2.1.11 Pencegahan Ada beberapa cara yang disarankan agar terhindar dari penyakit batu ginjal, antara lain : 1. Minum banyak air (8-10 gelas sehari), dengan demikian urin menjadi lebih encer sehingga mengurangi kemungkinan zat – zat pembentuk batu untuk saling menyatu. 2. Minum air putih ketika bangun tidur disubuh hari. Hal ini akan segera merangsang kita untuk berkemih, sehingga air seni yang telah mengendap semalam tergantikan dengan yang baru. 3. Jangan menahan keinginan untuk berkemih, karena dapat menyebabkan urin menjadi lebih pekat atau infeksi saluran kemih. Urin yang pekat dan ISK merupakan faktor pendukung terbentuknya batu. 4. Diet untuk mengurangi kadar zat-zat komponen pembentuk batu. 5. Aktivitas harian yang cukup 6. Pemberian medikamentosa Setelah batu dikelurkan, tindak lanjut yang tidak kalah pentingnya adalah upaya mencegah timbulnya kekambuhan. Angka kekambuhan batu saluran kemih rata-rata 7%/tahun atau kambuh >50% dalam 10 tahun. Prinsip pencegahan didasarkan pada kandungan unsur penyusun batu yang telah diangkat. Secara umum, tindakan pencegahan yang perlu dilakukan adalah: 1. Menghindari dehidrasi dengan minum cukup, upayakan produksi urine 2-3 liter per hari 2. Diet rendah zat/komponen pembentuk batu 3. Aktivitas harian yang cukup Beberapa diet yang dianjurkan untuk untuk mengurangi kekambuhan adalah:
1. Rendah protein, karena protein akan memacu ekskresi kalsium urine dan menyebabkan suasana urine menjadi lebih asam. 2. Rendah oksalat 3. Rendah garam karena natiuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuria 4. Rendah purin 5. Rendah kalsium tidak dianjurkan kecuali pada hiperkalsiuria absorbtif type II
2.2 KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 2.2.1 PENGKAJIAN Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboratorium untuk memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien. 1. IDENTITAS KLIEN - Nama
:
- No rekam medis
:
- Usia
:
- Jenis kelamin
:
- Alamat
:
- Status perkawinan
:
- Agama
:
- Pendidikan
:
- Pekerjaan
:
- Diagnosa medis
:
- Tgl masuk
:
- Tgl pengkajian
:
PENANGGUNG - Nama penanggung jawab
:
- Hubungan dgn pasien
:
2. RIWAYAT KELUARGA •Genogram (kalau perlu)
3. STATUS KESEHATAN a. Keluhan Utama Pada umumnya pasien mengeluh nyeri pinggang berat hilang timbul, menjalar ke perut daerah kemaluan dan paha sebelah dalam, skala nyeri bervariasi terutama pada serangan akut hingga skala 8 (1-10) b. Riwayat Kesehatan Sekarang Misalnya terdapat darah ketika berkemih (hematuria), dan badannya panas serta menggigil, dan merasa mual. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Keadaan atau penyakit-penyakit yang pernah diderita oleh penderita yang mungkin berhubungan dengan urolithiasis, antara lain infeksi saaluran kemih, hiperparatiroidisme, penyakit inflamasi usus, gout, keadaan-keadaan yang mengakibatkan hiperkalsemia, immobilisasi lama dan dehidrasi (Carpenito, 1995). d. Riwayat Penyakit Keluarga Beberapa penyakit atau kelainan yang sifatnya herediter dapat menjadi penyebab terjadinya batu ginjal antara lain riwayat keluarga dengan renal tubular acidosis (RTA), cystinuria, xanthinuria dan dehidroxynadeninuria (Munver & Preminger, 2001).
4. POLA FUNGSI KESEHATAN GORDON a. Pola Manajemen Kesehatan-Persepsi Kesehatan -
Faktor – faktor risiko sehubungan dengan kesehatan, seperti riwayat keluarga, gaya hidup, kemiskinan : Klien memiliki keluarga dengan riwayat urolithiasis, Klien memiliki gaya hidup dengan mengkonsumsi vitamin D dan vitamin C yang berlebihan, kekurangan minum atau dehidrasi.
-
Riwayat medis, riwayat perawatan di rumah sakit dan operasi, riwayat medis keluarga : Klien memiliki riwayat Penyakit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia) yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dan sumsum tulang.
b. Pola Metabolik-Nutrisi
-
Kebiasaan jumlah makanan dan makanan kecil : Biasa mengkonsumsi makanan tinggi kalsium, purin, fosfat.
-
Faktor pencernaan: nafsu makan, ketidaknyamanan, rasa dan bau, gigi, mukosa mulut, mual / muntah, pembatasan makanan, alergi makanan : Klien mengatakan merasa mual sehingga nafsu makan klien menurun.
-
Riwayat berkaitan dengan masalah fisik dan atau psikologis : Distensi abdominal, penurunan atau tak-adanya bising usus.
c. Pola eliminasi -
Kebiasaan pola buang air kecil: frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturia, kemampuan mengontrol buang air besar, adanya perubahanperubahan : Klien mengalami gangguan dalam berkemih oliguri dan hematuria.
-
Kebiasaan pola buang air besar: frekuensi, jumlah, warna, bau, nyeri, nokturia, kemampuan mengontrol buang air besar, adanya perubahanperubahan : Klien mengalami konstipasi
-
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan : abdomen, genitalia, prostat : Kandung kemih teraba penuh, Bising usus menurun, Nyeri tekan pada pinggang
d. Pola Aktivitas-Latihan -
Aktivitas
kehidupan
aktivitas/immobilisasi
sehari-hari sehubungan
dilakukan dengan
:
Keterbatasan
kondisi
sebelumnya
(contohnya penyakit tak sembuh, cedera spinalis). -
Riwayat yang berhubungan dengan masalah fisik dan psikologis : Klien jarang melakukan aktivitas fisik seperti berolahraga.
-
Data pemeriksaan fisik yang berkaitan : Pemeriksaan tanda-tanda vital, Tampak penggunaan pernapasan cuping hidung, Tampak menggunakan alat bantu napas, Pernapasan klien tampak cepat dan dalam.
e. Pola Istirahat-Tidur -
Kebiasaan tidur sehari-hari: jumlah waktu tidur, jam tidur dan bangun, ritual menjelang tidur, lingkungan tidur, tingkat kesegaran setelah tidur : Klien masih tampak lemas karena tidurnya tidak nyenyak.
-
Faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya nyeri : Klien mengeluh tidak bisa tidur dengan nyenyak karena klien mengalami nyeri pada pinggang.
f. Pola konsep diri – persepsi diri Keadaan fisik: segala sesuatu yang berkaitan dengan fisik : Klien mengalami urolitiasis, Hasil pemeriksaan urin mikroskopik ditemukan kristal batu yang kecil g. Pola Hubungan-Peran Efek terhadap status kesehatan : Akibat penyakitnya klien tidak bisa melakukan aktifitas secara normal.
5. PEMERIKSAAN FISIK
2.2.2 ANALISA DATA NO. 1
TGL
DATA DS : P : Klien mengatakan tidak mengetahui
penyebab
penyakitnya Q : Klien mengatakan nyeri seperti tertusuk-tusuk R : Klien mengatakan nyeri dirasakan
di
daerah
pinggang, dan menjalar ke
perut
kemaluan
daerah dan
paha
sebelah dalam S : Klien mengeluh nyeri skala 8 T : Klien mengatakan nyeri bertambah kencing
berat
saat
PENYEBAB
MASALAH
Agen Cedera Biologis
Nyeri Akut
DO : Klien
tampak
meringis,
lemah,
tampak
melindungi
area nyeri dan klien tampak sensitif
2
DS : Klien
mengatakan
sering
BAK ± 15 kali sehari tapi sedikit-sedikit DO : 3
Proses Penyakit
Hipertermia
DS : Klien mengatakan badannya panas DO : Kulit klien teraba hangat Klien tampak menggigil Suhu : 38,5 °C
2.2.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis yang ditandai dengan pasien mengeluh nyeri skala 8, nyeri dirasakan di daerah pinggang, dan
menjalar ke perut daerah kemaluan dan paha sebelah dalam, , tampak meringis, lemah, tampak melindungi area nyeri dan klien tampak sensitif, nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri bertambah berat jika pasien kencing. 2. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi anatomic ditandai dengan pasien sering berkemih namun sedikit 3. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan badan terasa hangat, menggigil, mengalami peningkatan suhu tubuh: 38,50C, kulit klien teraba hangat.
2.2.4 INTERVENSI KEPERAWATAN NO 1
TUJUAN DAN KRITERIA
DIAGNOSA Nyeri
HASIL akut Setelah
dilakukan
INTERVENSI
asuhan Label NIC : Pain Management
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 1. Observasi reaksi nonverbal agen cidera biologis jam diharapkan nyeri klien yang ditandai dengan berkurang pasien
dengan
dari ketidaknyamanan
criteria 2. Kontrol
mengeluh hasil :
lingkungan
yang
dapat mempengaruhi nyeri
nyeri skala 8, nyeri NOC Label : pain level
seperti
dirasakan di daerah
pencahayaan dan kebisingan
pinggang, menjalar
ke
1. Klien mampu mengontrol
dan
nyeri
perut
nyeri,
(tahu
penyebab 3. Ajarkan mampu
menggunakan
tehnik 4. Berikan
paha sebelah dalam, ,
nonfarmakologi
untuk
tampak
meringis,
mengurangi
nyeri,
lemah,
tampak
melindungi area nyeri dan
klien
tampak
2. Klien mampu melaporkan bahwa nyeri berkurang
sensitif, nyeri seperti
dengan
tertusuk-tusuk, nyeri
manajemen nyeri
bertambah berat jika pasien kencing.
menggunakan
3. Klien mengatakan rasa nyaman berkurang.
setelah
nyeri
tentang
ruangan,
teknik
nonfarmakologi
daerah kemaluan dan
mencari bantuan).
suhu
analgetik
mngurangi nyeri
untuk
2
Gangguan urin
eliminasi Setelah
dilakukan
asuhan NIC Label : Urinari Retention
berhubungan keperawatan selama 3 x 24 Care
dengan anatomic
obstruksi jam diharapkan klien dapat 1. Monitor asupan dan keluaran ditandai berkemih
normal
dengan 2. Bantu dengan toileting secara
dengan pasien sering criteria hasil berkemih
namun NOC
sedikit
Label
berkala :
Urine 3.
Anjurkan
pasien/keluarga
merekam output urine
Elimination
1. Kandung kemih kosong 4. secara penuh
Terapkan
kateterisasi
intemitten
2. Tidak ada residu urine >100-200 cc 3. Tidak ada spasme bladder 4. Balance cairam seimbang a. P 2. 3
Hipertermi
Setelah
diberikan
asuhan NIC
Label
:
Temperature
berhubungan dengan keperawatan selama 3 x 24 Regulation proses ditandai
penyakit jam diharapkan suhu tubuh 1. Monitor TTV dengan klien kembali normal dengan 2. Kompres klien pada lipatan
badan terasa hangat, criteria hasil:
paha dan aksila
menggigil,
NOC Label : Thermoregulasi 3. Ajarkan
mengalami
1. Suhu tubuh klien dalam
peningkatan
suhu
rentang normal
pada
klien
mencegah keletihan akibat panas
tubuh: 38,50C, kulit 2. Nadi dan RR klien dalam 4. Berikan antipiretik klien teraba hangat.
rentang normal 3. Tidak ada perubahan warna pada kulit klien
cara
2.2.5 IMPLEMENTASI Implementasi merupakan pelaksanaan rencana keperawatan oleh perawat terhadap klien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana Implementasi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi yaitu keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta di dokumentasi intervensi dan respon klien. Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara konkrit dari rencana intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada klien.
2.2.6 EVALUASI Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawta dan anggota tim kesehatan lainnya. Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang. Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana S (Subyektif) adalah ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif oleh klien atau keluarga klien setelah diberikan tindakan. O (Obyektif) adalah keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan pengamatan yang obyektif. A (Assesment) adalah analisis perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif. P (Planing) adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan DAFTAR PUSTAKA Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 2, EGC, Jakarta T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20092011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC Joanne &Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition, USA : Mosby Elsevier Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth Edition, USA : Mosby Elsevier