Tujuan Bantuan Hidup Dasar Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, ini merupakan usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan. Pediatric Basic life support atau bantuan hidup dasar (BHD) pada anak adalah tindakan resusitasi tanpa menggunakan alat atau dengan alat yang terbatas seperti bag-mask ventilation (BMV), Resusitasi jantung paru segera dan efektif berhubungan dengan kembalinya sirkulasi spontan dan kesempurnaan pemulihan neurologi. Beberapa penelitian menunjukkan angka survival dan keluaran neurologi lebih baik bila RJP dilakukan sedini mungkin. Saat jantung berhenti oksigenasi akan berhenti pula dan menyebabkan gangguan otak yang tidak dapat diperbaiki walaupun terjadi dalam beberapa menit. Waktu merupakan hal yang sangat penting saat kita menolong korban yang tidak sadar dan tidak bernapas. Tindakan ini dibedakan berdasarkan usia anak < 1 tahun tahun atau lebih dari satu tahun, yang merupakan suatu teknik yang dipakai untuk menyelamatkan jiwa yang sangat berguna pada keadaan emergensi, termasuk henti napas dan henti jantung Resusitasi jantung paru bertujuan untuk mempertahankan pernapasan dan sirkulasi agar oksigenasi dan darah dapat mengalir ke jantung, otak, dan organ vital lainnya. Penyebab terjadinya henti napas dan henti jantung berbedabeda tergantung usia. Pada bayi dan anak penyebab tersering adalah : 1. Sudden infant death syndrome (SIDS) 2. Penyakit pernapasan 3. Sumbatan saluran napas (termasuk aspirasi benda asing) 4. TSumbatan 5. Sepslu 6. Penyakit NNeurologi 7. Terbakar Panduan yang dikeluarkan American Heart Association (AHA) Pediatric Basic Life Support
Penolong yang akan melakukan BHD dan korban harus yakin berada pada tempat yang aman. Kemudian lakukan langkah-langkah sesuai algoritma. Dalam membebaskan jalan napasebaskan jalan napas dapat dilakukan diantaranya sebagai berikut: a. Jika korban tidak sadar dan tidak dicurigai adanya trauma, buka jalan napas dengan teknik Head Tilt –Chin Lift Maneuver dan jangan menekan jaringan lunak dibawah dagu karena akan menyebabkan sumbatan. b. Pada korban yang dicurigai mengalami trauma leher gunakan teknik Jaw-Thrust Maneuver untuk membuka jalan napas, yaitu dengan cara meletakkan 2 atau 3 jari dibawah angulus mandibula kemudian angkat dan arahkan keluar, jika terdapat dua penolong maka yang satu harus melakukan imobilisasi tulang servikal. c. Mengeluarkan benda asing pada obstruksi karena aspirasi benda asing dapat menyebabkan sumbatan ringan atau berat, jika sumbatannya ringan maka korban masih dapat bersuara dan batuk, sedangkan jika sumbatannya sangat berat maka korban tidak dapat bersuara ataupun batuk.Jika terdapat sumbatan karena benda asing maka pada bayi dapat dilakukan teknik 5 kali back blows (slaps) atau 5 chest thrust. d. Pada anak yang masih sadar dapat dilakukan teknik Heimlich maneuver hingga benda yang menyumbat dapat dikeluarSeda e. Sedangkan pada anak yang tidak sadar dilakukan teknik Abdominal thrusts dengan posisi teterlentan f. Kemudian buka mulut korban, lakukan cross finger maneuver untuk melihat adanya obstruksi dan finger sweeps maneuver untuk mengeluarkan benda asing yang tampak pada mulut korban, namun jangan melakukan teknik tersebut pada anak yang sadar karena dapat merangsang "gag reflex" dan menyebabkan muntah. g. Menilai napas pada korban sudah tidak menggunakan metode listen, look and feel, namun saat ini hanya melihat pegerakan dinding ada dan simultan dilakukan dengan meraba nadi dalam 10 detik, jika nadi < 60x/menit lakukan kompresi jantung luar. Pada bayi < 1 tahun dapat dilakukan teknik kompresi di sternum dengan dua jari (two-finger chest compression tehnique ) yang diletakkan 1 jari di bawah garis imajiner intermamae atau two thumb– encircling hands technique yang direkomendasikan jika didapatkan dua penolong. Pada anak > 1 tahun kompresi jantung luar dilakukan dengan teknik kompresi pada pertengahan
bawah sternum dengan satu atau kedua telapak tangan tapi tidak menekan prosesus xypoid ataupun sela iga. Rangkuman Poin Penting dan Perubahan Utama Perubahan pada BHD pada pediatrik paralel dengan perubahan pada BHD dewasa. Topik yang akan dibahas kali ini adalah sebagai berikut: 1. Menegaskan kembali urutan C-A-B (Compression- Airway-Breathing) sebagai urutan yang tepat saat melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP). Urutan RJP 2015 sama dengan 2010, yaitu C-A-B, namun berbeda dengan 2005, yaitu A-B-C (Airway-BreathingCompression) dengan alasan untuk menurunkan waktu dimulainya kompresi dada sehinga menurunkan waktu tanpa aliran darah. Perubahan tersebut berdasarkan pada orang dewasa yang membutuhkan RJP dengan ventrikular fibrilasi (VF) lebih memerlukan kompresi daripada ventilasi. Permulaan RJP dengan 30 kompresi daripada ventilasi bertujuan menurunkan keterlambatan aliran darah. Penolong dapat memulai kompresi dada secepatnya. Penelitian pada manikin menunjukan dimulainya RJP dengan 30 kompresi dada yang dilanjutkan dengan 2 ventilasi meberikan keterlambatan pemberian ventilasi selama 18 detik untuk 1 penolong dan 9 detik untuk 2 penolong. Penelitian yang membandingkan urutan C-A-B dan A-B-C pda manusia pada henti jantung belum ada. Pengaruh perbedan waktu dulakukannya kompresi dada pada C-A-B dan A-B-C telah dievaluasi. Dua peneliti pada manikin dewasa dan anak menunjukkan perbedaan waktu pemberian ventilasi selam 6 detik jika menggunakan urutan C-A-B daripada menggunakan A-B-C. Berdasarkan AHA 2015 diharapkan konsistensi urutan C-A-B saat RJP pada korban dapat dilakukan disemua umur sehingga memudahkan penolong untuk menyelamatkan orang pada semua umur untuk diingat dan dilaksanakan. Mempertahankan urutan yang sama antara anak dan dewasa akan membantu saat konsistensi terutama saat melatih petugas kesehatan. 2. Algoritma baru untuk 1-penolong dan 2-penolong. Algoritma CPR telah dibagi dua yaitu panduan dengan 1 penolong dan 2 penolong alam melakukan resusitasi. Pembagian tersebut berguna untuk pandaun yang lebih baik dalam menjalankan tahapan resusitasi. Saat ini adalah masa telepon genggam dengan pengeras suara, teknologi ini dapat membuat satu penolong mengaktifkan system respon emergensi sambil memulai CPR. Perangkat ini
dapat membantu 1-penolong untuk mengaktifkan panggilan darurat saat sedang mulai melakukan RJP; penolong dapat melanjutkan percakapan dengan petugas operator saat sedang melakukan RJP. Algoritma ini memrioritaskan usaha untuk medapatkan AED secara cepat pada penderita yang pingsan secara mendadadak dan disaksikan karena kejadia seperti itu sangat mungkin diakibatkan oleh kelainan jantung. 3. Menetapkan batas atas 6 cm untuk kedalaman kompresi dada pada remaja. Sangat beralasan bagi penolong untuk melakukan kompresi dada sampai 1/3 diameter antroposterior dada pada anak dan bayi. Perkiraan 4 cm pada bayi dan 5 cm pada anak. Bagi anak yang sudah pubertas atau remaja direkomendasikan sama seperti orang dewasa yaitu minimal 5 cm tetapi tidak boleh melebihi 6 cm. Pada suatu penelitian orang dewasa menyatakan bahwa berbahaya apabila melakukan kompresi > 2,4 inci ( 6 cm). Pada suatu penelitian pada 87 anak yang dilakukan resusitasi , sebagian > 8 tahun dengan kedalaman kompresi > 2 inci ( 5,1 cm) terdapat > 60% kompresi dalam waktu 5 menit berhubungan dengan peningkatan angka keselamatan selama 24 jam. 4. Merekomendasikan kecepatan yang dilakukan juga pada orang dewasa yaitu laju kompresi 100 sampai 120 kali per menit. Untuk memaksimalkan saat pelatihan RJP karena tidak adanya penellitian yang cukup pada anak untuk laju kompresi dada, sangatlah beralasan untuk menggunakan rekomendasi laju kompresi pada orang dewasa yaitu 100-120 x/menit pada bayi dan anak. Penggunaan feedback device direkomendasikan karena dapat membantu penolong dalam mengoptimalkan kecepatandan kedalaman kompressi dada. Pada suatu penelitian yang melibartkan RJP pada orang dewasa, ketidaksesuaian kedalaman kompresi dada dengan kmpresi laju kompresi yang cepat. Untuk memaksimalkan konsistensi dan retensi pendidikan, dengan tidak adanya penelitian pada anak, para ahli anak setuju untuk mengadopsi rekomendasi yang sama dengan laju kompresi dada saat RJP pada orang dewasa. 5. Menegaskan kembali pentignya melakukan kompresi dan ventilasi sebagai bantuan hidup dasar pada anak. Resusitasi dengan RJP konvensional (kompresi dan ventilasi) sebaiknya diberikan pada bayi dan anak dengan henti jantung. Asfiksia sebagai penyebab paling banyak henti jantung membutuhkan pemberian ventilasi sebagai bagian penting dari RJP. Compression – only CPR efektif pada pasien dengan henti jantung primer, jika penolong tidak mau atau tidak dapat memberi nafas, kami menyarankan agar penolong melakukan
kompresi saja saat melakukan. Pada kondisi penolong tidak dapat memberikan ventilasi, resusitasi pada bayi dan anak yang mengalami henti jantung dan dilkukan kompresi saja. Penelitian registri besar di Jepang menunjukkan bahwa keluaran neurologis pada anak yang henti jantung karena asfiksia dengan saat dilakukan compression-only CPR dibandingkan dengan RJP konvensional.
Atkins DL, Berger stuarrt, Duff JP, Gonzales JC, Hunt EA, Joyner BL, et al. pediatric bassic life support and cardiopulmonary resuscitation quality 2015 American heart association guidlnes update for cardiopulmonary resuscitation and emergency cardiovascular care. Pediatric. 2015;136(2):S167−75. American Heart association. Highlight of the American heart association guidelines update for CPR and ECC. 2015:20–5. Pro Emergency. Basic Trauma Life Support. Cibinong :Pro Emergency.2011.