Bambu.docx

  • Uploaded by: Riri Chairiyah
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bambu.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,215
  • Pages: 3
Bambu Dalam penelitian ini, material bilah bambu diajukan sebagai pengganti plafon konvensional. Bambu yang mudah ditemukan di Indonesia dan juga sering menjadi bahan sisa konstruksi disusun dalam bentuk bilah-bilah untuk memaksimalkan penggunaan bahan. Secara teoritis, bambu dengan strukturnya yang berserat dan adanya rongga udara memiliki konduktivitas termal yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan pabrikan lain sehingga dapat menjadi isolator yang baik (Hamastuti, 2015). Struktur berserat dan rongga udara ini juga memungkinkan peralihan udara. Peralihan udara melalui plafon bambu juga didapat dari metode penyusunan bilah-bilah bambu yang menampilkan celah-celah memanjang. Bambu sangat banyak digunakan untuk berbagai bentuk konstruksi khususnya dalam pembangunan bentuk konstruksi. Bambu merupakan material terbarukan dan sumber yang mudah didapat. Bambu juga memiliki karakter yang ringan dan memiliki kekuatan yang kuat khususnya lentur. Konstruksi bambu sangat mudah, selain itu bambu juga merupakan material yang tahan dengan gempa dan sering digunakan sebagai material siap pakai saat membuat bangunan tinggal cepat. Selanjutnya Liesse (1980), menyatakan bahwa secara anatomi dan kimiawi bambu dan kayu hampir sama, oleh karena itu faktor-faktor yang berpengaruh pada kayu juga berpengaruh pada sifat-sifat bambu. Faktor-faktor ini adalah kandungan air dan berat jenis. Menurut Prawiroatmodjo (1976), perubahan dimensi bambu tidak sama dari ketiga arah stuktur radial, tangensial dan longitudinal sehingga kayu atau bambu bersifat anisotropis. Kedua jenis perubahan dimensi mempunyai arti yang sama penting, tetapi berdasarkan pengalaman praktis yang lebih sering menggunakan bambu dalam keadaan basah, maka pengerutan bambu menjadi perhatian yang lebih besar dibanding pengembangannya. Angka pengerutan total untuk kayu atau bambu normal berkisar antara 4,5% sampai 14% dalam arah radial, 2,1% sampai 8,5% dalam arah tangensial dan 0,1% sampai 0,2% dalam arah longitudinal. ambu cenderung menyerap jumlah air yang besar bila terendam atau tertimpa hujan dan bila hal ini berlangsung pada waktu yang cukup lama, bambu dapat menyerap hingga 100% dari berat keringnya. Penyerapan air ini diikuti oleh pembesaran dimensi yang bertambah sebanding dengan penyerapan hingga mencapai batas kejenuhan / saturation point. Sifat fisik terdiri dari kerapatan kadar air dan berat jenis

Berbeda dengan kayu, bambu mulai menyusut di awal pengeringan. Semakin tinggi kadar air segar semakin besar penyusutannya. Efrida Basri & Rohmah Pari, 2017 Secara umum, pelapukan pada benda dibedakan menjadi tiga jenis yaitu pelapukan kimia, pelapukan fisika dan pelapukan biologi. Pelapukan kimia adalah pelapukan yang disebabkan oleh oksigen dan uap air. Oksigen dan uap air mudah bersenyawa dengan berbagai zat. (khanza, Pelapukan kimia adalah jenis pelapukan pada batuan atau material lainnya yang terjadi akibat perubahan struktur kimiawi material tersebut melalui sebuah reaksi. Pelapukan kimia umumnya sangat dipengaruhi oleh suhu, keberadaan air, kelembaban area sekitar batuan. Semakin tinggi suhu dan kelembaban, serta tersedianya air akan semakin mempercepat proses pelapukan kimia pada batuan. elapukan kimia sendiri dianggap sebagai jenis pelapukan yang paling berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah di Indonesia. Sering dan tingginya intensitas hujan di wilayah tropis memang memungkinkan jenis pelapukan ini terjadi secara simultan. Berdasarkan prosesnya, pelapukan kimia dapat terjadi karena 3 reaksi. Ketiganya yaitu penglarutan (solution), pelepasan hidrogen (hidrolisis), dan reaksi dengan oksigen (oksidasi), Hidrasi, dan Dehidrasi.

Hidrasi terjadi ketika mineral menyerap air untuk membentuk zat baru. Hidrasi menyebabkan batu memperluas volumenya, yang dapat menempatkan tekanan pada batu dan membuatnya lebih rentan terhadap jenis pelapukan.

Angin adalah udara yang bergerak akibat adanya perbedaan tekanan udara dengan arah aliran angin dari tempat yang memiliki tekanan tinggi ke tempat yang bertekanan rendah atau dari daerah yang memiliki suhu / temperatur rendah ke wilayah bersuhu tinggi. Angin memiliki hubungan yang erat dengan sinar matahari karena daerahyang terkena banyak paparan sinar mentari akan memiliki suhu yang lebih tinggi serta tekanan udara yang lebih rendah dari daerah lain di sekitarnya sehingga menyebabkan terjadinya aliran udara. Angin juga dapat disebabkan oleh pergerakan benda sehingga mendorong udara di sekitarnya untuk bergerak ke tempat lain.

ecara luas angin akan mempengaruhi unsur cuaca yang lain seperti suhu! kelembaban udara maupun pergerakan a"an

Sifat fisika utama yang terdapat pada kayu yakni isolator atau bahan yang sulit menghantarkan panas atau listrik, termasuk zat padat atau rigid karena memiliki ikatan yang kuat antar patikel, memiliki kerapatan atau massa jenis jika dibanding dengan zat cair atau gas lebih besar. Volume yang tetap, bersifat higroskopis yakni bisa menyerap serta melepaskan air dari lingkungannya, berikut contoh soal fisika tentang sifat-sifat fisika pada kayu. Papan serat (fibre board) Papan serat terbuat dari serat kayu (bubur kayu) yang dicampur perekat urea formaldehida atau phenol formaldehida kemudian dipres panas. Jenis papan serat terdiri dari soft board, digunakan sebagai peredam suara dan hardboard. Biasanya diproduksi dengan ketebalan 3 mm – 6 mm. Bambu Menyerap banyak air sampai 300 % Skar (1989) mengungkapkan bahwa bahan berlignoselusosa memiliki sifat higroskopis yaitu menyerap atau melepas air dari lingkungannya. Tsoumis (1991) menjelaskan bahwa air yang diserap dapat berupa uap air atau air dalam bentuk air cair. Ciri-ciri iklim tropis lembab dan pengaruhnya pada masalah umum mengenai bangunan yang dihadapi seperti dikatakan oleh Lippsmeier, 1994: 18. Adalah sebagai berikut:

1. Gambaran landscape merupakan daerah hutan hujan di dataran rendah. 2. Permukaan tanah: landscape hijau. Tanah biasanya merah atau coklat. 3. Vegetasi : lebat, sangat kaya dan bermacam-macam sepanjang tahun. 4. Musim: perbedaan musim kecil. Bulan terpanas, panas lembab sampai basah. Bulan terdingin, panas sedang dan lembab sampai basah. 5. Kondisi awan: berawan dan berkabut sepanjang tahun. 6. Presipitasi: curah hujan tahunan 500-1250 mm. Selama musim kering tidak ada atau sedikit hujan. Selama musim hujan berbeda-beda setiap tempat. 7. Kelembaban: kelembaban absolut (tekanan uap) cukup tinggi, sampai 15 mm selama musim kering, pada musim hujan sampai 20 mm. Kelembaban relatif berkisar 20 – 85%, tergantung musim. 8. Gerakan udara: angin kuat dan konstan. Di daerah hutan rimba lebih lambat, bertambah cepat bila turun hujan. Biasanya terdapat satu atau dua arah angin utama. Ciri-ciri iklim tropis lembab sebagaimana yang ada di Indonesia adalah “kelembaban udara yang tinggi dan temperatur udara yang relatif panas sepanjang tahun”. Kelembaban udara rata-rata sekitar 80%. Mencapai angka maksimal sekitar pukul 06.00 WIB, berada pada angka minimal sekitar pukul 14.00 WIB.

Kelembaban ini hampir sama baik untuk dataran rendah maupun dataran tinggi. Iklim tropis lembab dilandasi dengan perbedaan suhu udara yang kecil antara siang hari dan malam hari, kelembaban udara yang tinggi pada waktu tengah malam serta cukup rendah pada waktu tengah hari. (Lainang, 2014) Dengan melihat tinjauan mengenai karakteristik bahan bambu yang demikian, dalam penelitian ini diperkirakan bahwa bilah-bilah bambu dapat menjadi material substitusi plafon dengan performansi baik, yang mampu menurunkan suhu ruangan di siang hari dan mengurangi kelembaban ruang di malam hari lebih baik dari material plafon konvensional. (hipotesa) Parameter Kenyamanan dalam Iklim Tropis di Indonesia. Masalah yang mungkin dihadapi bangunan tropis diantaranya adalah perbedaan yang cukup besar antara kondisi di pagi dan malam hari. Terkait dengan pelapis penutup atap, dibutuhkan solusi bahan dengan konduktivitas termal rendah, agar panas yang diterima oleh penutup atap di pagi hari tidak diteruskan ke dalam ruangan. Sedangkan pada malam hari, bahan pelapis atap tersebut harus juga dapat meneruskan aliran angin ke dalam ruangan untuk menurunkan kelembaban ruang yang tinggi (Talarosha, 2005). Kenyamanan termal yang tidak tercapai akan mendorong penggunaan pendingin ruangan tambahan, yang menambah biaya dan penggunaan energi. Di sisi lain, kelembaban ruangan yang tinggi juga dapat menimbulkan bahaya kesehatan dan merusak bangunan (Malaka, 1998). Sehingga penelitian ini menggunakan parameter kenyamanan dalam iklim tropis yaitu Kelembaban, dan Suhu Udara, dilakukan pengujian konstruksi bilah bambu sebagai plafon Rumah untuk menemukan konstruksi bilah bambu yang paling sesuai digunakan pada rumah di daerah iklim tropis Indonesia.

More Documents from "Riri Chairiyah"

Bambu.docx
May 2020 4
Tugas Level.docx
April 2020 14
Animal.docx
April 2020 17
June 2020 12