Bali Tradisi Dan Reputasi Kultural

  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bali Tradisi Dan Reputasi Kultural as PDF for free.

More details

  • Words: 899
  • Pages: 21
BALI Sebuah Tradisi dan Reputasi Kultural Reputasi pulau Bali di masa kini sebagai sebuah ranah tradisi dan kultur adi luhung dengan khasanah energi kreativitas keindahannya, merupakan buah hasil dari interaksi, akulturasi, inkulturasi, asimilasi dan adaptasi budaya asli maupun asing secara terus menerus dari zaman pra-sejarah sampai zaman modern. Bali dalam konteks wilayah budaya yang terbuka adalah ruang dan dimensi yang mencerminkan interaksi yang damai antara budaya asli dengan berbagai budaya asing – suatu interaksi yang melahirkan harmonisasi tidak didasarkan atas konflik - dimana nilai-nilai sakral (wali), transisi (wewali) dan sekuler (walih-walihan) hidup berdampingan dan saling melengkapi.

Bali adalah ruang kosmologis dimana pluralitas bersemai.

Tradisi seni, kebudayaan serta kepercayaan relijius Bali memiliki pandangan yang unik tentang sensualitas dan seksualitas. Masyarakat Bali tidak memaknai sensualitas dan seksualitas secara fisikal, banal dan dangkal. Sensualitas dan seksualitas dipandang sebagai metafora dari sebuah proses sakral penciptaan dan pemeliharaan kehidupan. Karenanya, sensualitas dan seksualitas memiliki posisi penting dalam kepercayaan relijius Bali yang kemudian mewujud pada karya-karya seni serta budayanya.

Acintya atau Tintya, imaji simbolis dari Sanghyang Tunggal. Diyakini sebagai aspek Tuhan yang tertinggi aspek yang tak mampu terpikirkan oleh manusia digambarkan telanjang, sebagai pernyataan bahwa Ia terbebas dari segala konsep dan ilusi duniawi.

Sang Hyang Tunggal, 1933 Ida Bagus Ketut Gelodog Kayu Tamarind 27.6 x 7.1 x 4.1 cm

Kesakralan simbol-simbol seksual juga tampak pada Da Tonta, arca megalitik setinggi 4 meter yang hingga kini dikeramatkan oleh penduduk Trunyan, desa purba di tepi Danau Batur.

Dewa Ratu Gede Pancering Jagat (Bhatara Da Tonta) Desa Trunyan, Bali Tinggi: 4 m

Patung Dewi Kali Di Gerbang Pura Dalem Desa Tonja, Denpasar

Penggambaran Dewi Kali atau Durgha dengan payudara penuh bukanlah ekspresi kegairahan berahi, tapi metafora sakral tentang “Ibu Dunia”, aspek feminin Tuhan yang mampu “menyusui” seluruh semesta

Jutaan orang di Bali menyembah Durgha, sebagai ibu yang melindungi, sebagai ibu yang menghidupi dan sebagai ibu yang menjaga jiwa saat maut datang. Tak ada nafsu banal di sana, hanya rasa haru-bhakti seorang anak

Arca megalitik di Pura Kebo Edan, Pejeng, Gianyar adalah satu contoh lagi tentang sakralitas lingga (phallus atau penis).

Patung Raksasa Pejeng Pura Kebo Edan, Pejeng, Gianyar Tinggi: 3.6 m

Patung Raksasa Pejeng (Detail) Pura Kebo Edan, Pejeng, Gianyar Tinggi: 3.6 m

Lingga dan Yoni (phallus dan vulva) sejak lama menjadi salah satu simbol tersakral dalam tradisi Bali. Lingga-Yoni adalah pralambang penciptaan dan kesuburan. Penis raksasa pada arca ini mewakili aspirasi spiritual akan bumi dan tanah yang subur dan kemakmuran yang melimpah.

Pemaknaan sensualitas dan seksualitas sebagai metafora sakral kehidupan tak hanya terbatas pada obyek-obyek penyembahan tetapi juga pada karya-karya seni adiluhung. Hal ini bukanlah hal yang mengejutkan karena tradisi Bali meyakini bahwa salah satu jalan untuk mencapai pencerahan spiritual adalah melalui seni.

Creation, 1983 Dewa Nyoman Batuan Acrylic on Canvas 60 x 60 cm

Titik pusat lukisan ini menggambarkan pertemuan phallus dan vagina yang disaksikan oleh Acintya. Pertemuan itu melahirkan swastika, simbol suci tentang lingkaran kehidupan semesta.

Satu lagi karya seni yang menunjukkan bahwa seksualitas dan sensualitas adalah bagian tak terpisahkan dari pendakian spiritual. Tampak Arjuna digoda oleh dua bidadari bertelanjang dada. Tanpa keberanian untuk menghadapi dan mengatasi sensualitas dan seksualitas, Arjuna tak akan menemukan dirinya yang sejati. Arjuna’s Temptation by two Nymphs Anonim Kayu Gentawas 14.4 x 10.7 x 6.5 cm

The Brayuts Feast Together, 1930 I Gusti Nyoman Lempad Ink and Tempera on Paper 24 x 33 cm

Dalam masyarakat yang secara tradisi memandang sensualitas dan seksualitas dengan rasa hormat, ketelanjangan bukanlah penggelora berahi tapi keseharian hidup.

Kencing Dewa Putu Mokoh Acrylic on Canvas

Dalam masyarakat seperti itu, organorgan seksual bahkan mampu ditampilkan sebagai sebuah imaji estetik…..

Men with Giant Penises Fighting with Old Women Ida Bagus Ketut Soenia Washed Pen, Ink and Water Color on Paper 25 x 35 cm

……atau pernyataan simbolik tentang kesementaraan hidup…..

Naked Women and Men, Some with Giant Penises , and an Animal Resembling the Ceremonial Barong Ida Bagus Ketut Soenia Washed Pen, Ink and Water Color on Paper 36 x 41 cm

…….atau dimaknai ulang sebagai perlawanan terhadap “kegelapan”, sebuah tafsir yang berakar pada tradisi relijius tentang Lingga-Yoni sebagai kekuatan Tuhan dalam memelihara dan menjaga semesta.

Terkadang sensualitas dan seksualitas bahkan tak memiliki tafsir apapun, selain sebagai alat untuk mengeratkan hubungan antar manusia sebagaimana yang tampak pada Joged Bumbung, tarian pergaulan pemuda-pemudi Bali.

Mandi Cahaya Alam, 2005 Made Wiradana Mixed Media on Canvas

Dalam masyarakat yang terbiasa dengan pemaknaan substantial atas sensualitas dan seksualitas, ketelanjangan “modern” tak lagi menjadi suatu hal yang mengejutkan ataupun mengancam. Ketelanjangan “modern” hanyalah sebuah representasi simbolik atas kekinian yang terjadi di sekeliling kita. Tafsir pun multi-dimensional dan menjadi milik pikiranpikiran pribadi, bukan negara.

RUU Antipornografi dan Pornoaksi memberikan perkecualian pada ranah ritual dan seni. Namun perkecualian itu terlalu sempit dan tidak mewadahi kebutuhan kultural dan relijius masyarakat Bali. Perkecualian itu juga memberi ruang terlalu besar bagi negara untuk mencampuri dan membatasi kebebasan masyarakat Bali untuk merayakan keragaman budayanya dan keindahan tradisi spiritualnya.

Sumber Photo Presentasi ini dipersiapkan oleh Wayan Juniartha dan Marlowe Makaradhwaja dengan photo dari berbagai sumber baik dari koleksi pribadi maupun sumber lain termasuk: Yayasan Ratna Wartha (1999) Balinese Art Collecion – Museum Puri Lukisan Hildred Geertz (1995) Images of power: Balinese paintings made for Gregory Bateson and Margaret Mead. University of Hawaii Press Joged Anturan. http://www.bali-pictures.com/details.php?Image_id=555 Neka, S. and Kam, G. (1998). The Development of Painting in Bali: Selections from the Neka Art Museum (2nd revised edition). Yayasan Dharma Seni Museum Neka: Graphos Prima, Jakarta.

KUNJUNGI http://jiwamerdeka.blogspot.com

TERIMA KASIH

Related Documents

Bali
April 2020 42
Bali
October 2019 81
Bali
November 2019 72
Bali
April 2020 43
Reputasi N Sleep Avatar
November 2019 7