PENCEGAHAN TERBENTUKNYA AIR ASAM TAMBANG Salah satu upaya pencegahan pembentukan air asam tambang (AAT) adalah dengan pembangunan lapisan penutup material reaktif, umumnya dikenal sebagai Potentially Acid Forming (PAF) material, dengan material yang tidak reaktif, Non Acid Forming (NAF) material, tanah, atau material alternative seperti Geosyntetic Clay Liner (GCL). Lapisan ini dikenal juga dengan sebutan dry cover system. Tujuan dari pembangunan lapisan ini adalah untuk mengurangi difusi oksigen dan infiltrasi air, sebagai faktor penting dalam proses oksidasi mineral sulphida. Selain itu, sistem pelapisan ini juga diharapkan dapat tahan terhadap erosi dan mendukung upaya revegetasi lahan penimbunan material. PENANGANAN AIR ASAM TAMBANG Pengolahan air asam harus dilakukan sebelum air tersebut dibuang ke badan air, sehingga nantinya tidak mencemari perairan di sekitar lokasi tambang. Pengolahan air asam dapat dilakukan dengan cara penetralan. Penetralan air asam dapat menggunakan bahan kimia diantaranya seperti Limestone (Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate), Anhydrous Ammoni. ·
·
·
Limestone (Calcium Carbonat) Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah digunakan selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH dan mengendapkan logam di dalam air asam. Penggunaan limestone merupakan penanganan yang termurah, teraman dan termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari limestone ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan yang rendah dan limestone terlapisi. Hydrate Lime (Calcium Hydroxide) Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat umum digunakan untuk menetralkan air asam. Hydrated lime sangat efektif dari segi biaya dalam yang sangat besar dan keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah hydrophobic, begitu lama pencampuran diperlukan untuk membuat hydrated lime dapat larut dalam air. Hydrated lime mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa tempat dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk mengubah logam seperti mangan. Caustic Soda (Sodium Hydroxide) Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa digunakan dan sering dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat kelistrikan), kondisi aliran yang rendah. Caustic menaikkan pH air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah. Penggunaannya sangat sederhana, yaitu dengan cara meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena kelarutannya akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama dari penggunaan cairan caustic untuk
penanganan air asam ialah biaya yang tinggi dan bahaya dalam penanganannya. Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah dari pada caustic cair. · Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate) Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil dengan kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash untuk penanganan air asam biasanya berdasar pemakaian sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan buangan. · Anhydrous Ammoni Anhydrous Ammonia digunakan dalam beberapa cara untuk menetralkan acidity dan untuk mengendapkan logam-logam di dalam air asam. Ammonia diinjeksikan ke dalam kolam atau kedalam inlet seperti uap air, kelarutan tinggi, rekasi sangat cepat dan dapat menaikkan pH.Ammonia memerlukan asam (H+) dan juga membentuk ion hydroxyl (OH-) yang dapat bereaksi dengan logam-logam membentuk endapan. Injeksi ammonia sebaiknya dekat dengan dasar kolam atau air inlet, karena ammonia lebih ringan dari pada air dan naik kepermukaan. Ammonia efektif untuk membersihkan mangan yang terjadi pada pH 9,5. · Penggunaan Tawas Sebagai Bahan Koagulan Air asam dalam kegiatan penambangan juga bisa dipastikan akan memiliki kekeruhan yang sangat tinggi, oleh karena itu untuk menurunkan kekeruhannya dapat menggunakan bahan kimia seperti alum atau lebih dikenal dengan tawas atau rumus kimianya (Al2SO4)3. Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air. Semakin tinggi turbidity air maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis tawas yang efektif antara pH 5,8 7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas. A. Anoxic Limestone Drain (ALD). Merupakan metode yang juga menggunakan batu kapur. Caranya
adalah dengan mengubur batu kapur dalam sebuah saluran yang dilapisi bahan kedap air dan udara. b. Aerobic Wetland. Wetland merupakan lahan yang terendam air dan ditumbuhi tanaman. Dalam rangka pengolahan air asam tambang, wetland dapat dibuat dalam kolam-kolam dengan ukuran tertentu sesuai dengan karakteristik kimia dan fisika air asam tambang. c. Anaerobic Wetland. Metode ini disebut juga compost wetland karena dasar kolamnya bukan berupa tanah biasa tetapi menggunakan kompos yang dicampur dengan batu kapur. Kompos
tersebut akan mengkonsumsi semua oksigen di dalam sistem sehingga tidak terjadi oksidasi dimana hidroksida logam tidak akan mengendap dan menyelimuti butiran batu kapur. d. Successive Alkalinity Producing System (SAPS). Metode ini adalah pengabungan antara metode anaerobic wetland dan ALD. Konsep dasar dari metode ini sama seperti ALD tetapi kompos dan batu kapur dipisahkan dalam dua lapisan dan adanya saluran drainase didalam kolam. e. Open Limestone Channel (OLC).. Batu kapur yang disusun didalam karung diletakkan di suatu saluran yang dilewati oleh air asam. Batu kapur akan memberikan alkalinitas dan menetralkan asam. f. Oxic Limestone Drain (OLD). Sama Seperti ALD, tetapi AAT yang diolah telah diketahui memiliki konsentrasi logam yang rendah. Kelebihan metode ini adalah dapat beroperasi dalam kondisi oksigen terlarut yang tinggi. Tetapi perlu adanya kegiatan pembersihan saluran secara periodik untuk mengangkat endapan-endapan yang tertinggal
Prediksi Potensi Air Asam Tambang Uji Statik Pengujian statik menentukan kandungan sulfur dari sampel dan berapa banyak asam yang dapat dinetralisir oleh sampel. Hasil uji ini tidak memberikan informasi kapan pembentukan asam akan terjadi, laju pembentukan asam dan penetralan ataupun kualitas air akibat sample. a. Paste pH Paste pH diperoleh dari pengukuran pH dari paste yang terbentuk dari campuran air yang terbebas dari ion (de-ionized) dan sample batuan dengan perbandingan berat 1:1 setelah dibiarkan selama kurang lebih 10 menit. pH paste ini menunjukkan interaksi keasaman dan alkalinitas material pada saat awal material tersebut tersingkap dan bereaksi dengan air. b. Acid Base Accounting
Metode ini mengevaluasi keseimbangan antara proses pembentukan asam (oksidasi mineral sulfida) dan proses penetralan asam (disolusi karbon alakalin, perpindahan bases yang dapat berubah dan pelapukan silikat). Nilai yang didapatkan dari metode ini adalah nilai maximum Potential Acidity (MPA),Net Acid Producing Potential (NAPP), Acid Neutralizing Capacity (ANC). MPA ditentukan dengan mengalikan persen total sulfur atau sulfur sulfida (tergantung test) dalam sampel dengan faktor konversi (MPA = 30.6x%S). ANC menyatakan banyaknya asam sulfat yang diperlukan untuk mendapatkan keasaman yang sama seperti pada sampel. Besarnya ditentukan dengan menambahkan asam pada sampel dan mentitrasi kembali untuk menentukan jumlah asam yang dikonsumsi atau dengan titrasi asam langsung dari sampel hingga mencapai pH tertentu. Potensi penetralan bersih (NAPP), ditentukan dengan mengurangkan MPA dan ANC (NAPP = MPA-ANC). Rasio antara ANC terhadap MPA juga digunakan. NAPP bernilai 0 ekivalen dengan rasio bernilai 1 (Ferguson and Morin 1991). Unit dari hasil test statik (MPA, ANC, dan NAPP) dinyatakan dalam kgH2SO4/ton batuan Jika selisih antara ANC dan MPA adalah negatif maka potensi dari batuan adalah membentuk asam. Jika bernilai positif, resiko akan semakin kecil. Prediksi jika NAPP berada diantara -20 dan 20 akan lebih sulit dilakukan. Dalam penggunaan rasio, jika ratio potensi penetralan sampel terhadap potensi produksi asam lebih besar dari 3:1 dan 1:1, sebagai kisaran ketidakpasstian perlu tambahan uji kinetik. Sampel dengan ratio 1:1 atau lebih rendah cenderung menghasilkan asam. Prediksi dari kualitas penyaliran sampel berdasarkan nilai-nilai ini membutuhkan asumsi bahwa laju reaksi sama dan mineral yang mengkonsumsi asam akan terurai. Ketika mengulang data untuk pengujian static, pertimbangan penting adalah ukuran sampel dan bagaimana itu dibedakan dari waste atau unit yang sedang dikarakteristikkan.
c. Net Acid Generating (NAG) Test Dalam uji ini diukur keasaman larutan batuan dan seberapa besar kation yang dibutuhkan larutan untuk mencapai derajat keasaman tertentu yang sesuai dengan standard baku mutu lingkungan yang diinginkan. Uji ini akan memberikan indikasi kereaktifan kandungan sulfida. Dalam pelaksanaannya, hidrogen peroksida akan ditambahkan ke sampel untuk mengoksidasi sulfida yang reaktif. Pada pokoknya,hasil uji NAG akan mengkonfirmasi bahwa sulfida dalam batuan reaktif dan titrasi dari larutan terakhir memberikan nilai asam sisa yang masih tinggal pada sampe setelah semua pembentukan asam dan penetralan asam terjadi. Hasilnya mengindikasikan potensi dari material untuk menghasilkan asam setelah waktu terdedah dan terlapukkannya dan khususnya digunakan untuk mengkonfirmasi prediksi NAPP berdasarkan kandungan sulfur dan nilai ANC. Uji NAPP dan NAG saling melengkapi dimana NAPP menyediakan potensi pembentukan maksimum asam secara teoritis dan NAG adalah pengukuran langsung hasil net dari kedua reaksi.
3.4.2 Uji Kinetik Pengujian geokimia kinetik digunakan untuk menegaskan hasil uji statik untuk menentukan laju reaktif dari reaksi/penetralan dan keterlarutan logam ,dan untuk menguji teknik pengontrolan dan penanganan. Dalam uji kinetik, pelapukan disimulasikan dengan terkontrol dalam kondisi lapangan/laboratorium untuk mempelajari reaksi yang terjadi. Hasil pengujian memberikan informasi laju reaksi terhadap waktu, periode waktu untuk reaksi, dan teknik kontrol yang dapat membantu penanganan dengan mengetahui durasi dari reaksi. Prosedur yang dilakukan memakan waktu yang lama dan membutuhkan kekonsistenan untuk memberikan hasil yang baik. Uji ini mencoba membuat sampel pembentuk asam dan memberikan data seberapa lama sampel mulai membentuk asam. Hasilnya juga akan memberikan informasi
tentang keadaan kimia air setelah penelidian. Dalam pelaksanaannya, sampel dilindi secara periodik dan air hasil pelindian dikumpulkan untuk dianalisis. Parameter yang kemudian dihitung adalah laju pembentukan asam, logam terlarut, dan pengurangan kapasitas penetralan. Beberapa metode pengujian kinetik telah digunakan dalam berbagai penelitian. 1. Humidity cells Metode yang konvensional (Sobek, et al, 1978) adalah uji laboratorium bench scale. Dua ratus hingga tiga ratus gram sampel yang telah diremuk (2mm) ditempatkan pada kotak plastic yang tertutup untuk menjaga kelembaban sel yang akan membentuk oksidasi pirit. Udara kering dilewatkan melalui sampel selama tiga hari diikuti dengan udara lembab 3 hari berikutnya. Setiap 7 hari sampel disemprot dengan volume air tertentu. Air yang sedikit asam dapat pula digunakan untuk mensimulasikan hujan asam. Proses hari ketujuh diulangi selama 10-20 minggu. 2. Leaching Columns Column test tidak memiliki standard tertentu sehingga dapat dibuat variasi desain kolom, karakteristik material, siklus peindian dan laju aliran. Efek dari adanya bakteri dapat dianalisis dengan menggunakan uji ini. Kolom ini memodelkan presipitasi dan infilterasi yang terjadi dan air keluaran yang berasal dari daerah penambangan yang terdedah dengan udara luar. Penyangga berpori di bawah kolom akan menahan sampel batuan dan membiarkan air lindian turun ke bawah setelah membasahi sampel batuan. Air lindian dikumpulkan pada bagian bawah kolom. 3. Soxhlet Reactors Uji ini menggunakan alat ekstraksi yang didesain untuk sampel batuan yang telah dihaluskan hingga melalui ayakan 125 mikrometer dan yang diletakkan dalam cincin seluloseuntuk siklus penghamburan dengan air yang mendidih selama beberapa jam periode pelindian. Air panas ini disesuaikan dengan oksidasi dengan suhu yang tinggi yang diperoleh dengan menempatkan cincin
sampel batuan pada oven selama 2 minggu dengan suhu 1050 C. Biasanya potensi asam ditentukan setelah lima atau enam kali siklus pelindian dan oksidasi. Ekstraksi Soxhlet mempercepat reaksi oksidasi realtif terhadap disolusi kalsium karbonat. Walapun peningkatan kalsium terlihat pada air lindian, hal ini dikarenakan dari keterdapatan mineral sekunderatau ion seperti Ca2+ dan sulfat. Shake Flask Dalam pengujian ini,sampel dihaluskan dan dimasukkan dalam distilat dan memberikan kemungkinan