Bahan Sgd Lbm 1 Kb.docx

  • Uploaded by: Yustisya Ineke Febyan
  • 0
  • 0
  • November 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Sgd Lbm 1 Kb.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,436
  • Pages: 16
Step 1 1. Steril: suatu keadaan atau kondisi dimana dilakukan tindakan pd alat repro pria dan wanita shg memungkinkan pria dan wanita tdk bs membuahi 2.Infertil : Infertilitas: Ketidakmampuan istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup atau ketidakmampuan suami untuk menghamili istrinya. Sumber : Keluarga Berencana dan Kontrasepsi; dr. Hanafi Hartanto

Infertilitas (pasangan mandul) adalah pasangan suami istri yang telah menikah selama satu tahun dan sudah melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi, tetapi belum memiliki anak (Sarwono, 2000).

Infertilitas adalah pasangan yang telah kawin dan hidup harmonis serta berusaha selama satu tahun tetapi belum hamil (Manuaba, 1998).

Infertilitas adalah ketidakmampuan untuk hamil dalam waktu satu tahun.Infertilitas primer bila pasutri tidak pernah hamil dan infertilitas sekunder bila istri pernah hamil (Siswandi, 2006).

1. Alat kontrasepsi : alat untuk mencegah kehamilan

Step 2 1. Klasifikasi infertilitas Klasifikasi Infertilitas: 

Infertilitas primer: Istri belum pernah hamil walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan



Infertilitas sekunder: Istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersenggama dan dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan

Sumber : Ilmu Kandungan; Prof. dr. Hanifa Wiknjosastro, SpOG 2. Faktor infertilitas FAKTOR

DAMPAK

Usia wanita

Semakin tua usia (diatas 40 tahun), semakin lama waktu untuk konsepsi

Usia laki-laki

Frekuensi koitus berkurang dengan meningkatnya usia

Frekuensi koitus

Ada korelasi positif antara frekuensi koitus dengan angka kehamilan

Masa koitus

Koitus

pada

masa

ovulasi

(hari

10-15

memaksimalkan

kemungkinan ovulasi, karena ovum hanya hidup kira-kira 12-24 jam Lubrikan

Lubrikan seperti K-Y jelly mengandung spermisidal dan bila digunakan untuk lubrikasi dapat menghambat konsepsi

Merokok/ alcohol

Jika berlebihan dapat meperburuk kualitas sperma. Penggunaan marijuana dapat mengurangi jumlah dan motilitas sperma

Pembedahan

Pembedahan organ reproduksi atau pada panggul wanita atau laki2 dapat menimbulkan masalah fertilitas karena terjadinya perbahan anatomi atau kerusakan pada syaraf terutama pada laki2.

Infeksi

saluran

genitalia

yang Gonorea dan klamidia adalah PMS utama yang mengakibatkan

ditularkan secara seksual (infeksi penyekit radang panggul dan gangguan fertilitas traktus genitalia) Penyekit

yang

ditularkan

melalui hubungan seksual

tidak Penyakit seperti tuberculosis genitalia (yangdisebabkan oleh virus),

infeksi

postpartum

dan

posabortus

juga

dapat

menurunkan fertilitas Obat-obatan (missal, anti hipertensi Obat-obatan tertentu dpat mengakibatkan impotensi. Ada pula dan transquilizers)

obat-obatan ynag mengganggu fungsi spermatogenesis dan ovarium (misalnya, obat anti kanker)

Radiasi

Gangguan fungsi gonad dapat terjadi karena radiasi Sumber: Buku Acuan Nasional Pelayanan KB, 2007

Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu: Gangguan ovulasi: seperti SOPK, gangguan pada siklus haid, insufiensi ovarium primer Infertilitas yang disebabkan oleh gangguan ovulasi dapat diklasifikasikan berdasarkan siklus haid, yaitu amenore primer atau sekunder. Namun tidak semua pasien infertilitas dengan gangguan ovulasi memiliki gejala klinis amenorea, beberapa diantaranya menunjukkan gejala oligomenorea. Amenorea primer dapat disebabkan oleh kondisi di bawah ini . Tabel 3.1. Penyebab Amenorea Primer 8 Uterus Ovarium Hipotalamus (hipogonadotropin hipogonadism)

Agenesis mulllerian ( Rokitansky sindrom) Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) Turner sindrom Kehilangan berat badan Latihan yang berat (atlet lari) Genetic (Kallman sindrom) Idiopatik

Pubertas terhambat Hipofisis Penyebab dari kerusakan hipotalamus/hipofisis (hipogonadism) Penyebab Sistemik

Hiperprolaktinemia Hipopituitarism Tumor (gliomas, kista dermoid) Trauma kepala Kehilangan berat badan Kelainan endokrin (penyakit tiroid, cushing sindrom)

WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 3 kelas, yaitu: 1 Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin hipogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi sekitar 10% dari seluruh kelainan ovulasi.

Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-normogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30% akan mengalami amenorea. Kelas 3 : Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism) Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh gangguan ovulasi. Kelas 4 : Hiperprolaktinemia Gangguan tuba dan pelvis Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia, Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis. Endometriosis merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan pembesaran adnexa Gangguan uterus, termasuk mioma submukosum, polip endometrium, leiomyomas, sindrom asherman LAKI-LAKI Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:11 a. Kelainan urogenital kongenital atau didapat b. Infeksi saluran urogenital c. Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel) d. Kelainan endokrin e. Kelainan genetik f. Faktor imunologi  Gaya hidup Kelompok Usia 

Semakin lanjut usia perempuansemakin tipis sisa cadangan sel telur yang ada. Indung telur juga semakin kurang peka terhadap hormon gonadotropin (hormon yang merangsang indung telur mengeluarkan hormon estrogen dan hormon progesteron).





Pada fase reproduksi (Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause)wanita mempunyai 400 sel telurwanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kaliDiatas umur 35 tahun, kemampuan reproduksi wanita menurun drastic karena simpanan sel telur mulai berkurang pada umur 35 tahunkesempatan wanita untuk bisa hamil menurun dan kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurunHal ini mengakibatkan tingkat keguguran meningkat. Pada priabertambahnya usia  penurunan kesuburan di mana hanya sepertiga pria yang berusia diatas 40 tahun mampu menghamili istrinya dalam waktu 6 bulan, dibanding pria yang masih berusia di bawah 25 tahun

Kebiasaan Merokok 





Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran). Asap rokok yang dihirup juga mengandung karbon monoksida, karbon dioksida, oksida dan nitrogen dan senyawa hidrokarbon  menimbulkan radikal bebas ke dalam tubuhKelebihan radikal bebas atau oksigen yang reaktif (ROS, reactive oxygen species)  menyebabkan kerusakan DNA sperma (ditandai dengan peningkatan level 8-hydroxydeoxyguanosine yaitu penanda biokimia dari kerusakan DNA sperma) dan akhirnya apopotosis sel sperma  infertilitas. Pada perokok ditemukan kadar estradiol yang rendah dalam darah dan cairan folikular. Respons ovarium terhadap clomifen pada wanita yang merokok juga rendah, selain menyebabkan infertilitas juga menyebabkan aborsi dan angka keberhasilan kehamilan rendah. Hal tersebut diakibatkan efek negatif dari asap rokok seperti nikotin dan PAH terhadap gonadotropin, pembentukan corpus luteum, interaksi gamet, fungsi tuba, dan implantasi hasil konsepsi, sehingga bisa terjadi disfungsi tuba, abortus, kehamilan ektopik dan infertilitas.

Konsumsi Alkohol 



 

Kandungan etanolkalau dlm dosis yang berlebihan  terjadi kerusakan sel produksi ATP sebagai bahan energi mitokondria rendahpenurunan frekuensi gerakan flagel spermapenurunan motilitas spermatozoabergerak lambat atau tidak melakukan perjalanan dalam garis lurusSel spermatozoajuga akan mengalami kesulitan untuk menembus lender serviks atau kulit luar sel telurtidak mampu membuahi sel telur Reaksi etanol dalam tubuh yang tinggi terbentuknya peroksida lipid pada membrane spermatozoa yg berasal dari reaksi asam lemak tak jenuh dengan etanol  menyebabkan kerusakan membrane spermatozoa. Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran basalis. Sistem reproduksi pria terdiri dari hipotalamus, kelenjar pituitari anterior, dan testis. Alkohol dapat mengganggu fungsi dari masing-masing komponen sehingga menyebabkan impotensi, infertilitas dan mengurangi karakteristik seksual sekunder.

Konsumsi alkohol dalam jumlah moderat dapat mempengaruhi kualitas air mani serta secara serius mempengaruhi proses spermatogenesis. Obesitas Pada Pria:  Pria obesitas memiliki risiko 49% lebih tinggi dibandingkan yang berat badan normal  Obesitas mengakibatkan rendahnya produksi sperma, sperma yang abnormal, disfungsi ereksi dan kemandulan Pada Wanita:  Wanita obesitas memiliki risiko 78%lebih besar mengalami infertilitas dibandingkan dengan wanita yang tidak obesitas. sedangkan pasangan usia subur yang keduanya obesitas memiliki risiko 2.74 kali untuk mengalami infertilitas dibandingkan pasangan subur yang tidak obesitas.  Jika seorang memiliki berat badan yang berlebih (over weight)gangguan keseimbangan hormon dan pertumbuhan folikel di ovarium meningkat yang disebut Polycistic Ovarium Syndrome (PCOS).  Pada wanita yang memiliki persentase lemak tubuh tinggiterjadi peningkatan produksi androstenedion yang merupakan androgen yang berfungsi sebagai prekusor hormon reproduksiAndrogen digunakan untuk memproduksi estrogen di dalam tubuh dengan bantuan enzim aromatase yang terjadi di sel-sel granulosa dan jaringan lemakSemakin banyak persentase jaringan lemak tubuhsemakin banyak pula estrogen yang terbentuk  mengganggu keseimbangan hormon di dalam tubuh  gangguan menstruasi. Gangguan siklus menstruasi tersebut diakibatkan karena adanya gangguan umpan balik dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH) tidak mencapai puncakPertumbuhan folikel terhenti sehingga tidak terjadi ovulasiperpanjangan siklus menstruasi (oligomenore) ataupun kehilangan siklus menstruasi (amenore) Olahraga  

Olahraga ringan-sedang dapat meningkatkan fertilitas karena akan meningkatkan aliran darah dan anti oksidan Olahraga berat dapat menurunkan fertilitas o Olahraga > 5 jam/minggu, contoh: bersepeda untuk laki-laki o Olahraga > 3-5 jam/minggu, contoh: aerobik untuk perempuan

Stress  

Perasaan cemas, rasa bersalah, dan depresi yang berlebihan dapat berhubungan dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil penelitian yang adekuat Teknik relaksasi dapat mengurangi stress dan potensi terjadinya infertilitas



Berdasarkan studi yang dilakukan, perempuan yang gagal hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah dan denyut nadi, karena stress dapat menyebabkan penyempitan aliran darah ke organ-organ panggul.

Suplementasi Vitamin 



Beberapa antioksidan yang diketahui dapat meningkatkan kualitas dari sperma, diantaranya: o Vit.C dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas semen o Ubiquinone Q10 dapat meningkatkan kualitas sperma o Selenium dan glutation dapat meningkatkan motilitas sperma Asam folat, zink, dan vitamin B12 o Kombinasi asam folat dan zink dapat meningkatkan konsentrasi dan morfologi sperma o Kobalamin (Vit B12) penting dalam spermatogenesis

Obat-Obatan     

Spironolakton akan merusak produksi testosteron dan sperma Kolkisin dan allopurinol dapat mengakibatkan penurunan sperma untuk membuahi oosit Antibiotik tetrasiklin, gentamisin, neomisin, eritromisin dan nitrofurantoin pada dosis yang tinggi berdampak negatif pada pergerakan dan jumlah sperma. Simetidin terkadang menyebabkan impotensi dan sperma yang abnormal Siklosporin juga dapat menurunkan fertilitas pria

Obat-obat Herbal Penelitian yang dilakukan di California menemukan bahwa konsumsi obat-obatan herbal dalam jumlah minimal seperti ginko biloba, dicurigai menghambat fertilisasi, mengubah materi genetik sperma, dan mengurangi viabilitas sperma.  Pekerjaan Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.

keterangan: o Azoospermia: tidak adanya sel sperma sama sekali saat ejakulasi o Oligozoospermia (oligospermia):penurunan jumlah sel sperma, ditandai dengan spermatozoa < 15 juta/mL, sedangkan oligozoospermia parah ditandai dengan spermatozoa < 1 juta/mL) o Asthenozoospermia (asthenospermia):menurunnya motilitas sperma, ditandai dengan < 32% spermatozoa motil. o Teratozoospermia: bentuk abnormal dari sperma, ditandai dengan < 4% bentuk yang normal o Sindrom oligo-astheno-teratozoospermia (OAT) ditandai dengan kombinasi kelainan sperma

3. Pencegahan Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menghindari atau menurunkan faktor risiko terjadinya infertilitas, diantaranya adalah 1. Mengobati infeksi yang terjadi pada organ reproduksi. Diketahui bahwa infeksi yang terjadi pada prostat maupun saluran sperma, dapat menyebabkan infertilitas pada laki-laki. 2. Mengobati penyebab infertilitas pada perempuan 3. Menghindari bahan-bahan yang menyebabkan penurunan kualitas dan jumlah dari sperma dan sel telur seperti rokok dan alkohol 4. Berperilaku hidup sehat

4. Pemeriksaan 4.1 Pemeriksaan pada perempuan Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya: 1 Pemeriksaan ovulasi - Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi (Rekomendasi B) - Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28) (Rekomendasi B) - Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28- 35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi - Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi (Rekomendasi B) - Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH). - Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis (Rekomendasi C) - Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak direkomendasikan (Rekomendasi C) - Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan jika pasien memiliki gejala (Rekomendasi C) - Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak terdapat bukti bahwa pemeriksaan

ini akan meningkatkan kehamilan. (Rekomendasi B) Konsensus Penanganan Infertilitas 19 Tabel 4.1. Pemeriksaan untuk melihat ovulasi dan cadangan ovarium Ovulasi Cadangan Ovarium - Riwayat menstruasi - Progesteron serum - Kadar AMH - Ultrasonografi transvaginal - Hitung folikel antral - Temperatur basal - FSH dan estradiol hari ke-3 - LH urin - Biopsi Endometrium

Untuk pemeriksaan cadangan ovarium, parameter yang dapat digunakan adalah AMH dan folikel antral basal (FAB). Berikut nilai AMH dan FAB yang dapat digunakan:14 1. Hiper-responder (FAB > 20 folikel / AMH > 4.6 ng/ml 2. Normo-responder (FAB > 6-8 folikel / AMH 1.2 - 4.6 ng/ml) 3. Poor-responder (FAB < 6-8 folikel / AMH < 1.2 ng/ml) Pemeriksaan Chlamydia trachomatis 1 - Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang sensitif (Rekomendasi B) - Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan seksualnya sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan (Rekomendasi C) - Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia trachomatis belum dilakukan Penilaian kelainan uterus 1 - Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan. (Rekomendasi B) Konsensus Penanganan Infertilitas 20 Tabel 4.2. Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus HSG USG-TV SIS Histeroskopi Sensitivitas dan PPV PPV dan NPV tinggi, Dapat mendeteksi rendah untuk untuk mendeteksi patologi endometrium Metode definiti mendeteksi patologi patologi intra kavum dan myometrium intrakavum uteri uteri Penilaian lendir serviks pasca senggama 1 - Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas dibawah 3 tahun. - Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya kehamilan. (Rekomendasi A) Penilaian kelainan tuba 1 - Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi. (Rekomendasi B) - Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi dapat

dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif (Rekomendasi A) - Tindakan laparoskopi kromotubasi untuk menilai patensi tuba, dianjurkan untuk dilakukan pada perempuan yang diketahui memiliki riwayat penyakit radang panggul, (Rekomendasi B) Konsensus Penanganan Infertilitas 21

Tabel 4.3. Beberapa teknik pemeriksaan tuba yang dapat dilakukan: Teknik Keuntungan Kelemahan Visualisasi seluruh panjang Paparan radiasi tuba Reaksi terhadap zat kontras dapat menggambarkan Peralatan dan staf khusus HSG patologi Kurang dapat seperti hidrosalping dan SIN menggambarkan efek adhesi pelvis terapeutik Pelatihan khusus Saline infusion Visualisasi ovarium, uterus Efek terapeutik belum sonography dan tuba terbukti Visualisasi langsung seluruh organ reproduksi interna Invasif Laparaskopi kromotubasi Memungkinkan dilakukan Biaya tinggi terapi sekaligus

4.2 Pemeriksaan pada laki-laki Penanganan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi: Anamnesis o Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 1) riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya, 2) riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi, 3) gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik, 4) riwayat penggunaan alat kontrasepsi; dan 5) riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan infeksi saluran nafas. o Rangkuman komponen riwayat anamnesis dapat dilihat pada gambar 3 Tabel 4.4. Komponen anamnesis pada penanganan infertilitas laki-laki 15 Komponen Anamnesis Pada Penanganan Infertilitas Laki-laki Riwayat Medis Kelainan fisik Penyakit sistemik – diabetes

mellitus, kanker, infeksi Kelainan genetik – fibrosis kistik, sindrom klinefelter Riwayat Pembedahan 22 Undescended testis Hernia Trauma testis, torsio testis Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung kemih Riwayat Fertilitas Kehamilan sebelumnya – dengan pasangan saat ini atau sebelumnya Lama infertilitas Penanganan infertilitas sebelumnya Riwayat sexual Ereksi atau masalah ejakulasi Frekuensi hubungan seksual Pengobatan Nitrofurantoin, simetidin, sulfasalazin, spironolakton, -alfa blockers, metotreksat, kolkisin, amiodaron, antidepresan, kemoterapi Riwayat Sosial Alkohol, rokok, penggunaan steroid Paparan radiasi dan panas Pestisida Pemeriksaan Fisik15 o Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi badan, berat badan, IMT, dan tekanan darah harus diketahui. o Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran ratarata testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.16 o Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu. o Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau indurasi. Varikokel

sering ditemukan pada sisi sebelah kiri dan berhubungan dengan atrofi testis kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel. Konsensus Penanganan Infertilitas 23 o Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan vesikula seminalis. Analisis Sperma4 Tabel 4.5. Referensi hasil analisa sperma menurut WHO 2010 Referensi analisa sperma dan 95% confidence intervals WHO 95% CONFIDENCE PARAMETER BATAS REFERENSI INTERVAL 1.5 1.4-1.7 Volume sperma (ml) Konsentrasi sperma 15 12-16 (106/ml) Jumlah total 39 33-46 (106/ejakulat) 40 38-42 Motilitas (PR, NP, %) Motilitas progresif (PR, 32 31-34 %) 4 3.0-4.0 Morfologi (%) 58 55-63 Vitality NP: non progressive motility, PR: progressive motility

5. Algoritma

6. Tatalaksana 5.1 Tatalaksana pada gangguan ovulasi Penanganan gangguan ovulasi berdasarkan WHO, yaitu: 1

WHO kelas I Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan peningkatan berat badan menjadi normal akan membantu mengembalikan ovulasi dan kesuburan. Pengobatan yang disarankan untuk kelainan anovulasi pada kelompok ini adalah kombinasi rekombinan FSH (rFSH)- rekombinan LH (rLH), hMG atau hCG. Penggunaan kombinasi preparat gonadotropin (rFSH dan rLH) dilaporkan lebih efektif dalam meningkatkan ovulasi dibandingkan penggunaan rFSH saja (Evidence level 2a). WHO Kelas II Pengobatan gangguan ovulasi WHO kelas II (SOPK) dapat dilakukan dengan cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan gonadotropin. Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan menggunakan insulin sensitizer seperti metformin.1 Perempuan dengan gangguan ovulasi WHO kelas II dianjurkan untuk mengkonsumsi klomifen sitrat sebagai penanganan awal selama maksimal 6 bulan. Efek samping klomifen sitrat diantaranya adalah sindrom hiperstilmulasi, rasa tidak nyaman di perut, serta kehamilan ganda. Pada pasien SOPK dengan IMT > 25, kasus resisten klomifen sitrat dapat dikombinasi dengan metformin karena diketahui dapat meningkatkan laju ovulasi dan kehamilan. 1 Review sistematik terhadap 4 penelitian acak yang membandingkan klomifen sitrat dan placebo pada pasien amenorea / oligomenorea, termasuk diantaranya pasien SOPK, melaporkan bahwa penggunaan klomifen sitrat dapat meningkatkan laju kehamilan per siklus (OR 3.41, 95% CI 4.23 to 9.48) melalui efek peningkatan ovulasi (OR 4.6, 95% CI 2.84 to 7.45). (Evidence level 1a)1 Tindakan drilling ovarium per-laparaskopi dengan tujuan menurunkan kadar LH dan androgen adalah suatu tindakan bedah untuk memicu ovulasi perempuan SOPK yang resisten terhadap klomifen sitrat. 1 Review sistematik terhadap empat penelitian acak melaporkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam laju kehamilan (OR 1.42; 95% CI 0.84 to 2.42) atau laju keguguran (OR 0.61; 95% CI 0.17 to 2.16) antara 6-12 bulan pasca tindakan drilling ovarium perlaparaskopi dibandingkan 3-6 siklus pemicu ovulasi menggunakan gonadotropin pada perempuan SOPK yang resisten terhadap klomifen sitrat. (Evidence Level 1a)1 WHO Kelas III Pada pasien yang mengalami gangguan ovulasi karena kegagalan fungsi ovarium (WHO kelas III) sampai saat ini tidak ditemukan bukti yang cukup kuat terhadap pilihan tindakan yang dapat dilakukan. Konseling yang baik perlu dilakukan pada pasangan yang menderita gangguan ovulasi WHO kelas III sampai kemungkinan tindakan adopsi anak. 1 WHO Kelas IV Pemberian agonis dopamin (bromokriptin atau kabergolin) dapat membuat pasien

hiperprolaktinemia menjadi normoprolaktinemia sehingga gangguan ovulasi dapat teratasi. 5.2 Tatalaksana gangguan tuba Review sistematik lima penelitian acak (n=588) melaporkan tidak ada peningkatan laju kehamilan pada tindakan hidrotubasi pasca operasi (OR 1.12; 95% CI 0.57 to 2.21), hidrotubasi dengan steroid (OR 1.10; 95% CI 0.74 to 1.64), atau hidrotubasi dengan antibiotik (OR 0.67; 95% CI 0.30 to 1.47) 1 Tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus infertilitas tuba derajat ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan. 5.3 Tatalaksana endometriosis Meskipun terapi medisinalis endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan agonis GnRH tidak dapat meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang. Penelitian acak yang dilakukan pada 71 pasien endometriosis derajat ringan sampai sedang melaporkan laju kehamilan dalam 1-2 tahun sama dengan laju kehamilan bila diberikan agonis GnRH selama 6 bulan.1 Review sistematik dan meta analisis 16 penelitian acak yang dilakukan pada kelompok yang menggunakan obat-obatan penekan ovulasi dibandingkan dengan kelompok tanpa pengobatan atau danazol, melaporkan bahwa pengobatan obat-obatan penekan ovulasi (medroksiprogesteron, gestrinone, pil kombinasi oral, dan agonis GnRH) pada perempuan infertilitas yang mengalami endometriosis tidak meningkatkan kehamilan dibandingkan kelompok tanpa pengobatan (OR 0.74; 95% CI 0.48 to 1.15) atau dengan danazol (OR 1.3; 95% CI 0.97 to 1.76). 7. Macam kontrap

Related Documents

Bahan Sgd Lbm 1 Kb.docx
November 2019 43
Sgd Lbm 1.docx
April 2020 40
Sgd 1 Lbm 1.docx
December 2019 45
Lbm 1 Sgd 1.docx
April 2020 33
Sgd 1 Lbm 1.docx
April 2020 40

More Documents from "ALfu"

Bahan Sgd Lbm 1 Kb.docx
November 2019 43
109978_bahan Jadi_pdf.pdf
November 2019 12
Bahan Sgd Jiwa Lbm 3.docx
November 2019 31
Pone.0194087.pdf
May 2020 6
Lp Ckd R.25.docx
June 2020 7