1. Berat badan lahir rendah Menurut Kemenkes RI, berat badan bayi baru lahir yang normal adalah 2.500–4.000 gr. Bayi dikatakan memiliki berat badan lahir rendah jika berat lahirnya kurang dari 2.500 gr. Hasil penelitian menyatakan bahwa bayi yang memiliki berat lahir rendah memiliki kecenderungan untuk menjadi stunting, memiliki sistem kekebalan tubuh rendah, dan IQ yang lebih rendah. Faktor yang memengaruhi berat badan lahir rendah pada bayi adalah status gizi ibu yang buruk sebelum hamil, postur tubuh ibu pendek, dan kurangnya asupan gizi ibu selama hamil. Maka untuk mencegah bayi lahir dengan berat badan yang kurang, pastikan status gizi Mums sebelum hamil sudah baik, dan patuhi syarat kenaikan berat badan saat hamil setiap bulan. 2. Tidak mendapatkan ASI eksklusif ASI eksklusif adalah pemberian ASI kepada bayi selama 6 bulan pertama kehidupannya, tanpa menambahkan atau menggantinya dengan makanan dan minuman lain, termasuk air putih. ASI adalah makanan terbaik untuk bayi, karena kandungannya baik bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi, serta mengandung zat untuk kekebalan tubuh dan perlindungan pada sistem pencernaan. ASI merupakan sumber protein yang berkualitas baik, yang dapat memenuhi ¾ kebutuhan protein bayi usia 6–12 bulan. Selain itu, ASI juga mengandung hormon pertumbuhan yang bermanfaat bagi bayi. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan, pemberian ASI eksklusif sangat berkaitan dengan kejadian stunting pada anak. Sekitar 48 dari 51 anak yang stunting tidak mendapatkan ASI eksklusif. Pemberian makanan pendamping ASI (MPASI) dini (sebelum anak berusia 6 bulan) juga berhubungan dengan kejadian stunting pada anak. Hal ini disebabkan karena pada saat ASI dihentikan, anak tidak mendapatkan zat kekebalan yang terkandung dalam ASI. Sedangkan jika MPASI yang diberikan tidak higenis atau anak belum siap mengonsumsi makanan, ia akan terkena infeksi. 3. Kekurangan asupan energi dan protein Asupan energi dan protein yang kurang pada anak dapat menyebabkan pertumbuhannya terhambat, sehingga terjadi stunting. Pada 6 bulan pertama setelah lahir, Mums harus menjaga asupan makanan Mums, karena sumber energi dan protein bayi hanya dari ASI yang Mums berikan. Kualitas dan kuantitas ASI sangat bergantung pada asupan Mums. Karenanya, Mums jangan buru-buru berdiet setelah melahirkan, ya. Setelah 6 bulan, Mums sudah boleh memperkenalkan makanan pendamping ASI (MPASI) untuk si Kecil.Nah pada saat ini, Mums harus sangat memperhatikan apakah asupan energi dan protein si Kecil sudah cukup atau belum. Karena asupan yang kurang dapat menyebabkan anak mengalami gangguan pertumbuhan. Salah satu cara untuk mengetahui apakah si Kecil mendapatkan asupan yang cukup adalah dengan rutin menimbang dan mengukur tinggi badan bayi setiap bulannya, baik ke posyandu maupun ke dokter anak. 4. Tidak imunisasi Imunisasi dapat menstimulasi sistem imun untuk membentuk antibodi yang dapat melawan agen infeksi atau menyediakan perlindungan sementara melalui pemberian antibodi. Pemberian imunisasi pada anak memiliki tujuan penting, yaitu untuk mengurangi risiko anak terinfeksi dan mencegah kematian pada anak, misalnya akibat TBC, difteri, tetanus, pertussis, polio, campak, hepatitis B, dan sebagainya. Status imunisasi anak ditemukan mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian stunting. Hal ini disebabkan karena ketika anak terkena penyakit, akan terjadi perubahan dalam asupan zat gizi, seperti muntah, tidak nafsu makan, dan terjadi peningkatan kebutuhan zat gizi. Ketika kebutuhan zat gizi anak tidak terpenuhi, akan terjadi gagal tumbuh yang mengakibatkan stunting.
Maka siapa sebenarnya orang pertama yang paling berperan penting dalam pencegahan kasus stunting tersebut? Tentu saja jawabannya adalah sang ibu hamil itu sendiri, sebab ialah yang mengatur semua asupan gizi yang diterima oleh si buah hatinya ketika masih berbentuk segumpal janin. Faktor gizi Ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan salah satu penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Mengapa gizi sangat penting untuk diprioritaskan? Sebab gizilah yang berperan sebelum, selama, dan setelah masa kehamilan dibandingkan fase kehidupan lainnya. Memang, ciri yang paling mudah untuk mengetahui apakah gizi seorang ibu telah terpenuhi atau belum hingga akhir kehamilannya ialah dengan melihat kenaikan berat badan yang dialaminya. Seorang ibu yang sehat kurang lebih akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 10-18 kg Sedangkan ibu hamil dengan gizi yang kurang tentu akan berdampak buruk pula pada janinnya sehingga mengalami Intrauterine Growth Retardation (IUGR). Bayinya kemungkinan lahir dalam keadaan kekurangan gizi serta mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Namun jangan khawatir, sebab stunting masih dapat dicegah, baik ketika masih dalam kandungan maupun setelah ia lahir. Ketika masih dalam kandungan, ibu masih dapat memutuskan mata rantainya dengan melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup, mendapatkan suplementasi zat gizi, serta mematau kesehatannya. Sedangkan setelah bayi lahir yaitu menggiatkan peran serta si ibu dengan selalu memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif pada anak ketika usia 6 bulan dengan takaran yang cukup dan optimal. ASI sangatlah berperan penting dalam proses pertumbuhan sang anak, sebab ASI mengandung hormon-hormon pembentuk yakni hormon estrogen, progesterone, prolaktin, oxytocin, dan hormon lainnya. Cara lain untuk mencegah stunting ialah memantau tumbuh kembang sang buah hati dengan memeriksakanya ke posyandu terdekat, guna mendeteksi dini terjadinya kemungkinan gangguan pada pertumbuhan anak, dan lebih memprioritaskan keperluan asupan gizinya. “Stunting terjadi saat anak mengalami kekurangan gizi kronis. Apalagi kalau terjadi sejak anak usia dini, bisa memengaruhi otak, liver, dan jantungnya,” ungkap salah satu penulis Global Nutrition Report (GNR) 2015, Prof. Endang L. Achadi dalam acara “Diseminasi GNR” di Jakarta. Jadi, jangan pernah sepelekan kasus stunting yang semakin merajalela di Tanah Air ini. Riskesdes 2013 mencatat prevalensi angka gizi buruk mengalami kenaikan yaitu dari 17,6% pada tahun 2010 menjadi 19,6% pada tahun 2013. Sedangkan tahun 2015, angka Stunting diperkirakan meningkat hingga 37,2%. Oleh karena itu, di sini seorang ibulah yang berperan utama untuk turut menggiatkan pencegahan potensi stunting, demi masa depan buah hati yang lebih menjanjikan. Kenapa ibu hamil butuh asupan zat besi? Kekurangan zat besi selama kehamilan sangat umum terjadi. Diperkirakan setengah dari semua wanita hamil di seluruh dunia kekurangan zat besi. Jika Anda tidak mendapatkan cukup zat besi dari makanan, tubuh Anda secara bertahap mengambilnya dari penyimpanan zat besi di tubuh Anda sehingga berisiko meningkatkan anemia. Menurut para ahli, anemia yang diakibatkan oleh kekurangan zat besi di dua trimester pertama dikaitkan dengan risiko dua kali lipat bayi lahir prematur dan tiga kali lipat risiko berat badan lahir rendah.
Daging merah, unggas, dan ikan adalah salah satu sumber zat besi terbaik untuk ibu hamil. Namun, hindari makan ati ayam/kambing/sapi karena kandungan tinggi vitamin A-nya tidak aman selama kehamilan. Anda juga bisa mendapatkan zat besi dari kacang-kacangan, sayuran, dan biji-bijian. Selain dari makanan, Anda juga harus mulai mengonsumsi suplemen zat besi dosis rendah (30 mg per hari) sejak konsultasi kehamilan pertama Anda. Dalam kebanyakan kasus, Anda akan mendapatkan asupan zat besi sesuai dengan kadar tersebut di dalam vitamin prenatal Anda. Seterusnya, Anda membutuhkan setidaknya 27 miligram zat besi setiap hari selama kehamilan Anda. Kenapa ibu hamil butuh asam folat? Peran asam folat amat penting dalam perkembangan otak dan sumsum tulang belakang bayi. Mengonsumsi asam folat selama kehamilan dapat mengurangi risiko gangguan kehamilan hingga 72 persen. Asam folat membantu mencegah cacat tabung saraf, penyakit bawaan lahir karena gagalnya perkembangan organ bayi, seperti spina bifida dan anencephaly. Asam folat adalah bagian dari grup vitamin B, tepatnya B9. Nutrisi ini dapat Anda temukan dalam daging unggas; sayur-sayuran hijau (bayam, asparagus, seledri, brokoli, buncis, lobak hijau, selada, kacang panjang; wortel; buah-buahan seperti alpukat, jeruk, buah bit, pisang, tomat, melon jingga; hingga jagung dan kuning telur. Biji-bijian seperti biji bunga matahari (kuaci), gandum dan produk olahan gandum (pasta) juga tinggi kandungan asam folat.