BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang Diare merupakan kondisi yang ditandai dengan encernya tinja yang dikeluarkan dengan frekuensi buang air besar (BAB) yang lebih sering dibandingkan dengan biasanya. Pada umumnya, diare terjadi akibat konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi bakteri, virus, atau parasit. Biasanya diare hanya berlangsung beberapa hari, namun pada sebagian kasus memanjang hingga berminggu-minggu.
Diare merupakan salah satu masalah kesehatan terbesar di dalam masyarakat Indonesia. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2007, diare menduduki peringkat ketigabelas sebagai penyebab kematian semua umur dengan proporsi sebesar 3,5 persen. Sedangkan berdasarkan kategori penyakit menular, diare menduduki urutan ketiga penyebab kematian setelah Pneumonia dan TBC. Dari data tersebut, golongan usia yang paling banyak mengalami diare adalah balita dengan prevalensi sebesar 16,7 persen.
Disentri adalah infeksi pada usus yang menyebabkan diare yang disertai darah atau lendir. Diare merupakan buang air besar encer dengan frekuensi yang lebih sering dari biasanya. Di samping diare, gejala disentri lainnya meliputi kram perut, mual atau muntah, serta demam. Disentri basiler merupakan jenis disentri yang paling umum terjadi. WHO memperkirakan sekitar 120 juta kasus disentri yang parah termasuk jenis ini dan mayoritas pengidapnya adalah balita.
1|BERAK LENDIR DAN DARAH
Tujuan Adapun tujuan dari laporan ini, yaitu: 1. Untuk
mengetahui
patofisiologi,
gejala
identifikasi klinis,
(definisi,
dan
cara
epidemiologi, mendiagnosis)
etiologi, diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. 2. Untuk mengetahui korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. 3. Untuk mengetahui identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan prognosis) dari hasil korelasi klinis.
1.2 Manfaat Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu: 1. Agar mahasiswa dapat memahami identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. 2. Agar
mahasiswa
dapat
memahami
korelasi
klinis
diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. 3. Untuk mengetahui identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan prognosis) dari hasil korelasi klinis.
2|BERAK LENDIR DAN DARAH
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Data Tutorial Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 09 Juli 2018 Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 11 Juli 2018 Tutor
: dr. Nisia Putri Rinayu, S.Ked
Moderator
: Gusti Ayu Made Dwi Manggaraini
Sekretaris
: Nadhilah Hibaturrahman
2.2 Skenario BERAK LENDIR DAN DARAH Seorang anak usia 8 tahun datang ke IGD FK Unizar diantar orang tuaya dengan keluhan buang air besar sedikit-sedikit sering sejak dua hari yang lalu. BAB cair ini terdapat kotoran, lendir, dan darah. Frekuensi BAB cair 8 kali sehari dengan jumlah cairan yang keluar hanya sedikit-sedikit. Dan terasa perih dan panas di anus saat buang air besar. Pasien juga mengeluh demam. Keluhan ini juga disertai muntah dengan frekuensi 2-3 kai sehari. Anak tersebut juga mengeluh perutnya nyeri. Riwayat mengkonsumsi susu disangkal.
3|BERAK LENDIR DAN DARAH
2.3 Pembahasan LBM I. Klarifikasi Istilah 1.
BAB Berlendir
: Salah satu gejala yang menandakan adanya gangguan pada saluran cerna. Secara normal lendir berfungsi untuk melindungi dan melumasi jaringan dan organ halus dari kerusakan yang disebabkan oleh asalam lambung,bakteri,virus, jamur, dan cairan berbahaya lainnya atau iritasi. Sedangkan, BAB berlendir dalam jumlah banyak yang terkait dengan diare biasanya disebabkan oleh infeksi usus (Sherwood,2014).
II. Identifikasi Masalah 1. Jelaskan klasifikasi diare! 2. Bagaimana menakisme terjadinya diare? 3. Jelaskan mekanisme demam yang dialami oleh pasien pada skenario! 4. Jelaskan mekanisme muntah yang dialami oleh pasien pada skenario!
4|BERAK LENDIR DAN DARAH
III. Brainstorming 1. Jelaskan klasifikasi dan etiologi diare!
Klasifikasi diare adalah sebagai berikut (Sudoyo,2015): a. Berdasarkan lama diare 1) Diare Akut Diare akut dimana terjadi sewaktu-waktu dan berlangsung selama 14 hari dengan pengeluaran tinjak lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir atau darah. Diare akut dapat menyebabkan dehidrasi
dan
bila
kurang
megonsusmsi
makanan
akan
mengakibatkan kurang gizi. 2) Diare Kronik Diare kronik berlangsung secara terus-menerus selama lebih dari 2 minggu atau lebih dari 14 hari secara umum diikuti kehilangan berat badan secara signifikan dan malasah nutrisi. 3) Diare persisten Diare persisten adalah diare akut dengan atau tanpa disertai darah berlanjut sampai 14 hari atau lebih. Jika terdapat dehidrasi sedang atau berat diklasifikasikan sebagai berat atau kronik. Diare persisten menyebabkan kehilangan berat badan karena pengeluaran volume faces dalam jumlah banyak dan berisiko mengalami diare. Diare persisten dibagi menjadi dua yaitu diare persisten berat dan diare persisten tidak berat atau ringan. Diare persisten berat merupakan diare yang berlangsung selama ≥ 14 hari, dengan tanda dehidrasi, sehingga anak memerlukan perawatan di rumah sakit. Sedangkan diare persisten tidak berat atau ringan merupakan diare yang 5|BERAK LENDIR DAN DARAH
berlangsung selama 14 hari atau lebih yang tidak menunjukkan tanda dehidrasi (Ariani, 2016). 4) Diare malnutrisi berat Diare malnutrisi berat disebabkan karena infeksi. Infeksi dapat menyebabkan
anak
mengalami
malnutrisi
karena
selama
sakit,mengalami infeksi, anak mengalami penurunan asupan makanan, gangguan pertahanan dan fungsi imun (Kuntari, 2013).
b. Berdasarkan patofisiologik diklasifikasi menjadi dua yaitu: 1) Diare sekresi Diare sekresi disebabkan karena infeksi virus baik yang patogen maupun apatogen, hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia misalnya keracunan makanan atau minuman yang terlalu pedas, selain itu juga dapat disebabkan defisiensi imun atau penurunan daya tahan tubuh. 2) Diare osmotik Diare osmotik disebabkan karena meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang disebabkan oleh obat-obat/zat kimia, makanan tertentu seperti buah, gula/manisan, permen karet, makanan diet dan pemanis obat berupa karbohidrat yang tidak diabsorbsi seperti sorbitol atau fruktosa. Diare osmotik dapat terjadi akibat gangguan pencernaan kronik terhadap makanan tertentu seperti buah, gula/manisan dan permen karet.
6|BERAK LENDIR DAN DARAH
Etiologi diare adalah sebagai berikut :
lnfeksi 1. Enteral Bakteri o Shigella sp o E.coli patogen o Solmonella Virus o Rotavirus o Adenovirus o Cytomegolovin rs (CMV) o Echovirus Parasit Protozoa o Entomoebo histolytica o Giardio . tombLia o Cryptosporidiumparvum o Bolantidium
2. Parenteral
Otitis media akut (OMA) Pneumonia Makanan o lntoksikasi makanan Makanan beracun atau mengandung logam berat, makanan
mengandung
bakteri/
toksin:
C/ostridium
perfringens, B.cereus, S.oureus, Streptococcus onhaemo lyticus dll. o Alergi susu sapi, makanan tertentu. 7|BERAK LENDIR DAN DARAH
o Malabsorpsi/maldigesti
Karbohidrat
:
monosakarida
(glukosa,laktosa,galaktosa), disakarida
(sakarosa,
laktosa)
Lemak : rantai panjang trigliserida
Protein: asam amino tertentu, celiacsprue gluten malabsorption, protein intolerance, cows milk, vitamin & mineral.
2. Bagaimana menakisme terjadinya diare?
Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih patomekanisme sebagai berikut (Sudoyo,2015): 1. Osmolaritas intraluminal yang meninggi, disebut diare osmotik 2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik 3. Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak 4. Defek sistem pertukaran anion/transport elektrolit aktif trenterosit 5. Motilitas dan waktu transit usus 6. Gangguan permeabilitas usus lnflamasi dinding usus, disebut diare inflamatorik. lnfeksi dinding usus disebut diare infeksi. Diare osmotik: diare tipe ini disebabkan meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus yang o sebabkan oleh obat-obat/zatkimiayang hiperosmotik MgSO4, Mg(OH)2, malabsorpsi umum dan defek dalam absorpsi mukosa usus misal pada defisiensi disararidase, malabsorpsi glukosa/galaktosa. Diare sekretorik: diare tipe ini disebabkan oleh 8|BERAK LENDIR DAN DARAH
meningkatnya sekresi air dan elektrolit dari usus, menurunnya absorpsi. Yang khas pada diare ini yaitu secara klinis ditemukan diare dengan volume tinja yang banyak sekali. Diare tipe ini akan tetap berlangsung walaupun dilakukan puasa makan/minum. Penyebab dari diare tipe ini antara lain karena efek enterotoksin pada inteksi Vibrio choleroe, atau Escherichia coli, penyakit yang menghasilkan hormon (VlPoma), reseksi ileum (gangguan absorpsi garam empedu), dan efek obat laksatif dioctyl sodium sulfosuksinat dll). . Malabsorbsi asam empedu, malabsorbsi lemak: Diare tipe ini didapatkan pada gangguan pembentukan/ produksi micelle empedu dan penyakit-penyakit saluran bilier dan hati. Defek sistem pertukaran anion/transpor elektrolit aktif di enterosit: diare tipe ini disebabkan adanya hambatan mekanisme transport aktif Na+,K+ ATPase di enterosit dan absorpsi Na+ dan air yang abnormal. Motilitas dan waktu transit usus abnormal: diare tipe ini disebabkan hipermotilitas dan iregularitas motilitas usus sehingga menyebabkan absorpsi yang abnormal di usus halus. Penyebab gangguan motilitas antara lain: diabetes melitus, pasca vagotomi, hipertiroid. Gangguan permeabilitas usus: diare tipe ini disebabkan permeabilitas usus yang abnormal disebabkan adanya kelainan morfologi membran epitel spesifik pada usus halus lnflamasi dinding usus (diare inflamatorik): diare tipe ini disebabkan adanya kerusakan mukosa usus karena proses inflamasi, sehingga terjadi produksi mukus yang berlebihan dan eksudasi air dan elektrolit kedalam lumen, gangguan absorpsi air-eiektrolit. lnflamasi mukosa usus halus dapat disebabkan infeksi (disentri Shigella) atau non infeksi (kolitis ulseratif dan penyakit Crohn) Diare infeksi: lnfeksi oleh bakteri merupakan penyebab tersering dari diare. Dari sudut kelainan usus, diare oleh bakteri dibagi atas non-invasif (tidak merusak mukosa) dan invasif (merusak mukosa). Bakteri noninvasif menyebabkan diare karena toksin yang disekresi oleh 9|BERAK LENDIR DAN DARAH
bakteri tersebut, yang disebut diare toksigenik. Contoh diare toksigenik a.l. kolera (Eltor). Enterotoksin yang dihasilkan kuman Vibrio cholare/e/tor merupakan protein yang dapat menempel pada epitel usus, yang lalu membentuk adenosin monofosfat siklik (AMF siklik) di dinding usus dan menyebabkan sekresi aktif anion klorida yang diikuti air; ion bikarbonat dan kation natrium dan kalium. Mekanisme absorpsi ion natrium melalui mekanisme pompa natrium tidak terganggu karena itu keluarnya ion klorida (diikuti
ion
bikarbonat,
ai1
natrium,
ion
kalium)
dapat
dikompensasi oleh meningginya absorpsi ion natrium (diiringi oleh air, ion kalium dan ion bikarbonat, klorida). Kompensasi iri dapat dicapai dengan pemberian larutan glukosa yang diabsorpsi secara aktif oleh dinding sel usus.
3. Jelaskan mekanisme demam yang dialami oleh pasien pada skenario!
Demam terjadi oleh karena pengeluaran zat pirogen dalam tubuh. Zat pirogen sendiri dapat dibedakan menjadi dua yaitu eksogen dan endogen. Pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh seperti mikroorganisme dan toksin. Sedangkan pirogen endogen merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh meliputi interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), dan tumor necrosing factor-alfa (TNF-A). Sumber utama dari zat pirogen endogen adalah monosit, limfosit dan neutrofil (Guyton, 2014). Seluruh substansi di atas menyebabkan selsel fagosit mononuclear (monosit, makrofag jaringan atau sel kupfeer) membuat 10 sitokin yang bekerja sebagai pirogen endogen, suatu protein kecil yang mirip interleukin, yang merupakan suatu 10 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
mediator proses imun antar sel yang penting. Sitokin-sitokin tersebut dihasilkan secara sistemik ataupun local dan berhasil memasuki sirkulasi. Interleukin-1, interleukin-6, tumor nekrosis factor α dan interferon α, interferon β serta interferon γ merupakan sitokin yang berperan terhadap proses terjadinya demam. Sitokinsitokin tersebut juga diproduksi oleh sel-sel di Susunan Saraf Pusat (SSP) dan kemudian bekerja pada daerah preoptik hipotalamus anterior. Sitokin akan memicu pelepasan asam arakidonat dari membrane fosfolipid dengan bantuan enzim fosfolipase A2. Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin karena peran dari enzim siklooksigenase (COX, atau disebut juga PGH sintase) dan menyebabkan demam pada tingkat pusat termoregulasi di hipotalamus (Guyton, 2014). Enzim sikloosigenase terdapat dalam dua bentuk (isoform), yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). Kedua isoform berbeda distribusinya pada jaringan dan juga memiliki fungsi regulasi yang berbeda. COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalis pembentukan prostanoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lender traktus gastrointestinal, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. Sedangkan COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, antara lain bila ada stimuli radang, mitogenesis atau onkogenesis. Setelah stimuli tersebut lalu terbentuk prostanoid yang merupakan mediator nyeri dan radang. Penemuan ini mengarah kepada, 11 bahwa COX-1 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang bertanggung jawab menjalankan fungsi-fungsi regulasi fisiologis, sedangkan COX-2 mengkatalis pembentukan prostaglandin yang menyebabkan radang (Guyton, 2014). Prostaglandin
E2
(PGE2)
adalah
salah
satu
jenis
prostaglandin yang menyebabkan demam. Hipotalamus anterior 11 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
mengandung banyak neuron termosensitif. Area ini juga kaya dengan serotonin dan norepineprin yang berperan sebagai perantara terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan konsentrasi mediator tersebut. Selanjutnya kedua monoamina ini akan meningkatkan
adenosine
monofosfat
siklik
(cAMP)
dan
prostaglandin di susunan saraf pusat sehingga suhu thermostat meningkat dan tubuh menjadi panas untuk menyesuaikan dengan suhu thermostat (Guyton, 2014).
12 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
4. Jelaskan mekanisme muntah yang dialami oleh pasien pada skenario!
Jalur alamiah dari muntah juga belum sepenuhnya dimengerti namun beberapa mekanisme patofisiologi diketahui menyebabkan mual dan muntah telah diketahui. Koordinator utama adalah pusat muntah, kumpulan saraf – saraf yang berlokasi di medulla oblongata. Saraf – saraf ini menerima input dari (Sherwood,2014) : Chemoreceptor Trigger Zone (CTZ) di area postrema Sistem vestibular (yang berhubungan dengan mabuk darat dan mual karena penyakit telinga tengah) Nervus vagus (yang membawa sinyal dari traktus gastrointestinal) Sistem spinoreticular (yang mencetuskan mual yang berhubungan dengan cedera fisik) Nukleus traktus solitarius (yang melengkapi refleks dari gag refleks) Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ. Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus. a) Mekanoreseptor : berlokasi pada dinding usus dan diaktifkan oleh kontraksi dan distensi usus, kerusakan fisik dan manipulasi selama operasi. b) Kemoreseptor : berlokasi pada mukosa usus bagian atas dan sensitif terhadap stimulus kimia. Pusat muntah, disisi lateral dari retikular di medula oblongata, memperantarai refleks muntah. Bagian ini sangat dekat dengan nukleus tractus solitarius dan area postrema. Chemoreseptor Trigger Zone (CTZ) berlokasi di area postrema. Rangsangan perifer dan sentral dapat 13 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
merangsang kedua pusat muntah dan CTZ. Afferent dari faring, GI tract, mediastinum, ginjal, peritoneum dan genital dapat merangsang pusat muntah. Sentral dirangsang dari korteks serebral, cortical atas dan pusat batang otak, nucleus tractus solitarius, CTZ, dan sistem vestibular di telinga dan pusat penglihatan dapat juga merangsang pusat muntah. Karena area postrema tidak efektif terhadap sawar darah otak, obat atau zat-zat kimia di darah atau di cairan otak dapat langsung merangsang CTZ.9 Kortikal atas dan sistem limbik dapat menimbulkan mual muntah yang berhubungan dengan rasa, penglihatan, aroma, memori dan perasaaan takut yang tidak nyaman.Nukleus traktus solitaries dapat juga menimbulkan mual muntah dengan perangsangan simpatis dan parasimpatis melalui perangsangan jantung, saluran billiaris, saluran cerna dan saluran kemih.35 Sistem vestibular dapat dirangsang melalui pergerakan tiba-tiba yang menyebabkan gangguan pada vestibular telinga tengah.Reseptor sepeti 5-HT3, dopamin tipe 2 (D2), opioid dan neurokinin-1 (NK-1) dapat dijumpai di CTZ. Nukleus tractus solitarius mempunyai konsentrasi yang tinggi pada enkepalin, histaminergik, dan reseptor muskarinik kolinergik. Reseptor-reseptor ini mengirim pesan ke pusat muntah ketika di rangsang. Sebenarnya reseptor NK-1 juga dapat ditemukan di pusat muntah. Pusat muntah mengkoordinasi impuls ke vagus, frenik, dan saraf spinal, pernafasan dan otot- otot perut untuk melakukan refleks muntah (Guyton and Hall,2014).
14 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
IV. Rangkuman Permasalahan Bagan
15 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Penjelasan bagan
Sistem saluran pencernaan merupakan sistem yang memproses mengubah makanan dan menyerap sari makanan yang berupa nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Sistem pencernaan juga akan memecah molekul makanan yang kompleks menjadi molekul yang sederhana dengan bantuan enzim sehingga mudah dicerna oleh tubuh. Adapun faktor internal dan faktor eksternal yang dapat mengganggu homeostasis
di
sistem digestif dapat
menyebabkan suatu
keadaan
abnormalitas. Salah satu kelainan pada sistem saluran pencernaan adalah disentri. BAB cair, berlendir, dan berdarah yang disertai demam, muntah, dan nyeri perut yang dirasakan pasien merupakan manifestasi klinis akibat disentri pada saluran pencernaan. Disentri terbagi atas dua bagian yakni disentri basiler dan disentri amoeba. Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien dapat disimpulkan sementara bahwa pasien mengalami disentri.
16 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
V. Learning Issues 1. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario! 2. Jelaskan korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario! 3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan prognosis) dari hasil korelasi klinis!
VI. Referensi 1. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. a. Heymann, HO. (2008). Sturdevant’s art & science of operative disentry. Mobsy : United States of America b. Simadibrata, MK. (2009). Pendekatan Diagnostik Diare Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI c. Sudoyo. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid II. Jakarta : FKUI
2. Korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario. a. Abbas, AK. (2015). Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 9. Singapura : Elsevier Saunders b. Heymann, HO. (2008). Sturdevant’s art & science of operative disentry. Mobsy : United States of America
17 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
c. Simadibrata, MK. (2009). Pendekatan Diagnostik Diare Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI d. Sudoyo. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid II. Jakarta : FKUI 3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan prognosis) dari hasil korelasi klinis. a. Heymann, HO. (2008). Sturdevant’s art & science of operative disentry. Mobsy : United States of America b. Simadibrata, MK. (2009). Pendekatan Diagnostik Diare Kronik Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI c. Sudoyo. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi VI jilid II. Jakarta : FKUI
18 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
VII. Pembahasan Learning Issues 1. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario! a. Definisi Disentri
Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus), yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus) (Sudoyo,2015).
b. Epidemiologi Disentri
Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari 500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita diare berat, ditemukan 5% shigella. Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (5080%). Manusia merupakan host dan reservoir utama. Penularannya
19 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman, dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat
dan
kurangnya
sanitasi
individual
mempermudah
penularannya.
c. Etiologi Etiologi dari disentri ada 2, yaitu (Sudoyo,2015):
1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp. Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri, S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.
Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan
kadang-kadang berat. Suatu keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus (Heymann,2008).
2. Amoeba
(Disentri
amoeba),
disebabkan
Entamoeba
hystolitica. E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni di dinding usus dan
20 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi. Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak dan bentuk kista (Heymann,2008).. Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran < 10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus (intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai 50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite). Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia (Heymann,2008).. Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa. Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista (Heymann,2008).
d. Patogenesis
Disentri basiler
Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang ditandai dengan diare, dengan konsistensi
21 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
tinja
biasanya
lunak,
disertai
eksudat
inflamasi
yang
mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah (Sudoyo,2015). Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya (Sudoyo,2015). Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid, sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung (Sudoyo,2015). S.dysentriae,
S.flexeneri,
dan
S.sonei
menghasilkan
eksotoksin antara lain ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan peritoneum (Sudoyo,2015).
22 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Disentri Amuba Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan (virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran (Sudoyo,2015). Amoeba fosfoglukomutase
yang
ganas
dapat
memproduksi
dan
lisozim
yang
dapat
enzim
mengakibatkan
kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal. Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum, kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis (Sudoyo,2015).
e. Gejala Klinis
Disentri Basiler Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun (Simadibrata,2009).
23 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat, berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah, suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadangkadang gejalanya tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan (Sudoyo,2015). Kematian
biasanya
terjadi
karena
gangguan
sirkulasi perifer, anuria dan koma uremik. Angka kematian
bergantung
pada
keadaan
dan
tindakan
pengobatan. Angka ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan. Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahanlahan tetapi memerlukan waktu penyembuhan yang lama (Sudoyo,2015). Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang sekali
bila
mendapat
pengobatan
yang
baik
(Sudoyo,2015).
24 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Disentri amoeba ringan Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan. Disentri amoeba sedang Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai hepatomegali yang nyeri ringan. Disentri amoeba berat Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (400C-40,50C) disertai mual dan anemia. Disentri amoeba kronik
25 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan berbulanbulan
hingga
bertahun-tahun.
Pasien
biasanya
menunjukkan gejala neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau makanan yang sulit dicerna.
f. Diagnosis a. Disentri basiler
Anamnesis : o BAB cair, berlendir, dan berdarah o Demam o Mual dan muntah
Pemeriksaan fisik o Vital sign o Auskultasi : peningkatan gerakan peristaltic o Palpasi : nyeri tekan pada dinding abdomen kiri bawah
Pemeriksaan penunjang o Laboratorium
Uji feses : eritrosit dan leukosit PMN
Polymerase shain reaction (PCR)
Enzim immunoassay
o Radiologi
Sigmoidoskopi
b. Disentri amoeba
Anamnesis o BAB cair, lender dan berdarah serta berbau o Nyeri tekan
26 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
o Demam
Pemeriksaan fisik o Vital sign o Auskultasi : peningkatan gerakan peristaltic o Palpasi : nyeri tekan pada dinding abdomen
Pemeriksaan penunjang o Laboratorium
Uji feses: trofozoit
Polymerase shain reaction (PCR)
Enzim immunoassay
o Radiologi
Sigmoidoskopi
2. Jelaskan korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario! Dari skenario didapatkan diagnosis banding/diferensiasi (DD) (Abbas,2015; Simadibrata,2009; Sudoyo,2015) Disentri o Basiler o Amoeba
ANAMNESIS Disentri Data Diri
Basiler
Amoeba
Jenis kelamin
Pria
+
+
Usia
8 Tahun
+
+
27 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
Disentri Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Keluhan
BAB cair
Lokasi
-
Onset
2 hari yang lalu BAB
Kualitas
cair
terdapat
kotoran, lendir dan darah
Basiler
Amoeba
+
+
+/-
+/-
++
++
++
++
Frekuensi BAB cair 8 kali sehari dengan jumlah Kuantitas
cairan yang keluar hanya sedikt-sedikit
Kronologis
-
Faktor Modifikasi
Terasa
perih
dan
panas di anus saat BAB Demam
++ + (Khas) ++
++
Keluhan Penyerta Muntah frekuensi
dengan 2-3
kali
+/+/-
sehari Nyeri perut
(tergantung derajat)
+
Keterangan:
+ : Berisiko.
+/- : Kurang Berisiko.
-
: Tidak Berisiko.
28 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
+
3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan prognosis) dari hasil korelasi klinis! Didapatkan dari korelasi klinis bahwa diagnosis definitif/kerja (DX) dari skenario adalah Disentri
a. Terapi
Disentri basiler Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat, mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan antibiotika.
Cairan dan elektrolit Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan
cairan rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa gula mulai dapat diberikan.
Diet Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak
kurang dari 5 kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan. Pengobatan spesifik Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari
29 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
pengobatan menunjukkan perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan, antibiotika diganti dengan jenis yang lain. Resistensi
terhadap
sulfonamid,
streptomisin,
kloramfenikol dan tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprimsulfametoksazol, dosis yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif. Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon
seperti
siprofloksasin
atau
makrolide
azithromisin ternyata berhasil baik untuk pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500 mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil. Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.
Disentri amuba 1. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali perhari selama 20 hari. 2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari.
30 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
3. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5 hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. 4. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3
obat :
Metonidazol 750 mg tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2 hari dilanjutkan 500
mg/hari
selama
4
minggu,
dan
emetin
1
mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari
b. Komplikasi
Disentri amoeba Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi (Sudoyo,2015) :
Komplikasi intestinal o Perdarahan usus Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar dan merusak pembuluh darah. o Perforasi usus Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba. o Ameboma Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan
31 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus. o Intususepsi Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan operasi segera. o Penyempitan usus (striktura) Dapat
terjadi
pada
disentri
kronik
akibat
terbentuknya jaringan ikat atau akibat ameboma.
Komplikasi ekstraintestinal o Amebiasis hati Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening. Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.
32 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
o Abses pleuropulmonal Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati. Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial
sehingga
penderita
batuk-batuk
dengan sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati. o Abses otak, limpa dan organ lain Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang terjadi. o Amebiasis kulit o Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus.
Disentri basiler Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk. Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome (HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria, penurunan
33 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi leukemoid (leukosit lebih dari
50.000/mikro
liter),
trombositopenia
(30.000-
100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh (Sudoyo,2015). Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat berlangsung selama berbulanbulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi. Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini jarang sekali terjadi (Sudoyo,2015). Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka kematian tinggi. Komplikasi lain
yang
dapat
timbul
adalah
bisul
dan
hemoroid
(Sudoyo,2015).
34 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
c. Prognosis
Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis yang kurang baik adalah abses otak ameba (Sudoyo,2015). Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah; bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah (Sudoyo,2015).
35 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H
BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami bahwa seorang anak berusia 8 tahun mengalami disentri, yang merupakan suatu kelainan pada saluran cerna. Biasanya kuman penyebab disentri ini yaitu Shigella sp, E. Coli Enteroinvasif, Salmonella, Campylobacter, dan Entamoeba Histolitica. Hal ini ditandai dengan hasil anamnesis atau keluhan pasien, yaitu adanya BAB cair berlendir dan berdarah yang disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut. Sehingga, dibutuhkan terapi farmakologi dan nonfarmakologi untuk menangani kasus ini
36 | B E R A K L E N D I R D A N D A R A H