Bahan Ajar Biodiversitas Dan Konservasi.docx

  • Uploaded by: Cahaya Matahari
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bahan Ajar Biodiversitas Dan Konservasi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 28,628
  • Pages: 112
Bahan Ajar Mata Kuliah

BIODIVERSITAS DAN KONSERVASI Oleh Team Teaching

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN IPA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2012

1

BAGIAN PERTAMA TINJAUAN MATA KULIAH 1. Deskripsi Singkat Mata kuliah ini membahas tentang pengertian keanekaragaman hayati (Biodiversitas), evolusispesiasi-kepunahan, aspek ekologi dan Biodiversitas,pola global Biodiversitas, nilai Biodiversitas, penyebab penurunan dan hilangnya Biodiversitas, pengukuran dan pemantauan Biodiversitas, konservasi Biodiversitas. 2. Kegunaan Mata Kuliah Mata Kuliah Biodiversitas dan Konservasi ini berguna bagi mahasiswa dalam memahami keanekaragaman hayati serta strategi-strategi konservasi. Selain itu dengan mempelajari mata kuliah ini mampu maka mahasiswa dapat memahami pengertian tentang keanekaragaman hayati, mengetahui penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dan upaya untuk mengukur dan memantau keanekaragaman hayati serta perlunya konservasi keanekaragaman hayati. Pada umumnya ilmu konservasi memiliki tiga unsure, yakni (1) mempelajari dampak kegiatan manusia terhadap keberadaan dan keberlanjutan hidup di bumi alami ini; (2) mengembangkan pendekatan praktis guna mencegah kepunahan species, memelihara keanekaragaman genetika dalam spesies dan melindungi serta memperbaiki seluruh aspek keanekargaman di bumi ini; (3) mempelajari sluruh aspek keanekaragaman hayati di bumi. Dalam membicarakan biologi konservasi tampak betapa pentingnya keterlibatan dan sikrinisasi berbagi disiplin ilmu, seperti ilmu konservasi alam, ilmu dasar biologi khususnya untuk meneliti diversitas hayati. Bersama Brazil di benua Amerika dan Zaire di benua Afrika, maka Indonesia di benua Asia memiliki diversitas sumber alam hayati tertinggi di dunia. Banyak sekali ditemukan disini jenis-jenis species baru, zat kimia aktif dari flora dan fauna yag mempunyai khasiat obat, kosmetik dan industry. Di Indonesia telah ditemukan ikan Coelacantin, fosil hidup berusia 390.000.000 tahun di perairan Sulawesi Utara. Di hutan Foja Mamberano, Papua, ditemukan banyak fauna flora yang tidak diketahui dunia. Manusia belum faham makna da kegunaan sumber daya alam hayati yang sangat langka ini. Tetapi ketidaktahuan ini bukan alasan untuk mengabaikan keberlanjutan dan keaslian keberlanjutan hidupnya.

2

Mata kuliah ini berguna untuk menambah wawasan para mahasiswa dalam memahami perlunya perubahan pola pembangunan dari bentuk konservasional selama ini menjadi pola pembangunan membawa rakyat kita keluar dari kemiskinan ekonomi dalam masyarakat dengan ikatan social yang kohesif akrab dan sumber daya alam hayati serta ekosistem yang kaya dan lestari keanekaragamannya guna menopang perikehidupan manusia dan bangsa Indonesia secara berlanjut generasi demi generasi sepanjang masa. 3. Standar Kompetensi Setelah menyelesaikan mata kuliah ini dalam satu semester, mahasiswa diharapkan mampu memahami pengertian tentang keanekaragaman hayati, mengetahui penyebab hilangnya keanekaragaman hayati dan upaya untuk mengukur dan memantau keanekaragaman hayati serta perlunya konservasi keanekaragaman hayati. 4. Materi Ajar Bab 1. Biodiversitas Dan Pemanfaatannya Bab 2. Hilangnya keanekaragaman hayati dan faktor penyebabnya Bab 3. Prinsip-prinsip pelestarian Biodiversitas Bab 4. Strategi Konservasi Biodiversitas Bab 5. Upaya Konservasi Biodiversitas di kawasan lindung. Bab 6. Meningkatkan Kapasitas Manusia untuk Melestarikan Biodiversitas 5. Petunjuk Bagi Mahasiswa 1) Sebelum mengikuti perkuliahan, hendaknya mahasiswa telah membaca buku yang relevan dengan materi yang akan dibahas pada setiap pertemuan. 2) Mengikuti setiap materi yang dipraktekkan sehingga dapat memahami dan mengerti serta mendapatkan contoh kasus di lapangan agar menambah wawasan keilmuan. 3) Berusaha mendalami konsep-konsep yang telah dibahas melalui sumber informasi lain seperti jurnal atau hasil penelitian termasuk dari internet. 4) Jika dalam tugas atau pembahasan masih ada konsep yang belum dipahami, mintalah petunjuk dari dosen pengasuh. 5) Tugas yang diberikan hendaknya dikerjakan sesuai dengan ketentuan yang disepakati.

3

BAGIAN KEDUA BAB I BIODIVERSITAS DAN PEMANFAATANNYA 1.1.Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab

ini

akan

menguraikan

tentang

Keanakaragaman

hayati,

ciri-ciri

keanekaragaman hayati, faktor-faktor yang menentukan keanekargaman ekosistem, keanekaragaman hayati indonesia, pemanfaatan Biodiversitas secara bijak, hubungan Biodiversitas manusia dan lingkungan. Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat menjelaskan tentang keanekaragaman hayati : gen, jenis dan ekosistem, ciri - ciri keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem, faktor-faktor yang menentukan keanekargaman ekosistem, keanekaragaman hayati indonesia, pemanfaatan Biodiversitas secara bijak, hubungan Biodiversitas manusia dan lingkungan. 1.2. Penyajian Uraian dan Contoh 1. Keanekaragaman Hayati : Gen, Jenis Dan Ekosistem Keanekaragaman hayati (biodiversitas) adalah keanekaragaman organisme yang menunjukkan keseluruhan atau totalitas variasi gen, jenis, dan ekosistem pada suatu daerah. Keanekaragaman hayati melingkupi berbagai perbedaan atau variasi bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat-sifat yang terlihat pada berbagai tingkatan, baik tingkatan gen, tingkatan spesies maupun tingkatan ekosistem. Keanekaragaman hayati dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen, Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis, Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem. a. Keanekaragaman Hayati Tingkat Gen Gen atau plasma nuftah adalah substansi kimia yang menentukan sifat keturunan yang terdapat di dalam lokus kromosom. Setiap individu makhluk hidup mempunyai

4

kromosom yang tersusun atas benang-benang pembawa sifat keturunan yang terdapat di dalam inti sel. Keanekaragaman hayati tingkat gen adalah keanekaragaman hayati yang menunjukan seluruh variasi jumlah dan susunan gen pada makhluk hidup. Di samping itu, setiap individu memiliki banyak gen, bila terjadi perkawinan atau persilangan antar individu yang karakternya berbeda akan menghasilkan keturunan yang semakin banyak variasinya. Hal inilah yang menyebabkan keanekaragaman gen semakin tinggi. Contoh keanekaragaman tingkat gen ini adalah tanaman bunga mawar putih dengan bunga mawar merah yang memiliki perbedaan, yaitu berbeda dari segi warna bunga atau perbedaan apa pun yang ditemui pada sesama ayam petelor dalam satu kandang.

Gambar. 1.1: Perbedaan sesama ayam (satu spesies) termasuk keanekaragaman gen b. Keanekaragaman Hayati Tingkat Jenis Spesies atau jenis memiliki pengertian, individu yang mempunyai persamaan secara morfologis, anatomis, fisiologis dan mampu saling kawin dengan sesamanya (interhibridisasi) yang menghasilkan keturunan yang fertil (subur) untuk melanjutkan generasinya. Kumpulan makhluk hidup satu spesies atau satu jenis inilah yang disebut dengan populasi. Keanekaragaman jenis adalah segala perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies. Perbedaan antar spesies organisme dalam satu keluarga lebih mencolok sehingga lebih mudah diamati daripada perbedaan antar individu dalam satu spesies (keanekaragaman gen).

5

Gambar 1.2: Keanekaragaman jenis adalah perbedaan makhluk hidup antar spesies

Contohnya, dalam keluarga kacang-kacangan dikenal kacang tanah, kacang buncis, kacang hijau, kacang kapri, dan lain-lain. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut kita dapat dengan mudah membedakannya karena di antara mereka ditemukan ciri khas yang sama. Akan tetapi, ukuran tubuh atau batang, kebiasaan hidup, bentuk buah dan biji, serta rasanya berbeda. Contoh lainnya terlihat keanekaragaman jenis pada pohon kelapa, pohon pinang, dan juga pada pohon palem. c. Keanekaragaman Hayati Tingkat Ekosistem Ekosistem dapat diartikan sebagai hubungan atau interaksi timbal balik antara makhluk hidup yang satu dengan makhluk hidup lainnya dan juga antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Suatu lingkungan tidak hanya dihuni oleh satu jenis makhluk hidup saja, tetapi juga akan dihuni oleh jenis makhluk hidup lain yang sesuai. Akibatnya, pada lingkungan tersebut akan dihuni berbagai makhluk hidup berlainan jenis yang hidup berdampingan. Perbedaan komponen abiotik (tidak hidup) pada suatu daerah menyebabkan jenis makhluk hidup (biotik) yang dapat beradaptasi dengan lingkungan tersebut berbeda-beda. Komponen biotik dan abiotik di berbagai daerah tersebut juga bervariasi baik mengenai kualitas maupun kuantitasnya. Variasi kondisi komponen abiotik yang tinggi ini akan menghasilkan keanekaragaman ekosistem. Contoh ekosistem adalah: hutan hujan tropis, hutan gugur, padang rumput, padang lumut, gurun pasir, sawah, ladang, air tawar, air payau, laut, dan lain-lain.

6

Jadi keanekaragaman ekosistem adalah segala perbedaan yang terdapat antar ekosistem. Keanekaragaman ekosistem ini terjadi karena adanya keanekaragaman gen dan keanekaragaman jenis (spesies).

Gambar

1.3: Keanekaragaman ekosistem keanekaragaman spesies

terbentuk

karena

keanekaragaman

gen

dan

Contoh keanekaragaman hayati tingkat ekosistem misalnya: pohon kelapa banyak tumbuh di daerah pantai, pohon aren tumbuh di pegunungan, sedangkan pohon palem dan pinang tumbuh dengan baik di daerah dataran rendah. Simpulannya

adalah,

keanekaragaman

gen

menyebabkan

munculnya

keanekaragaman species, dan akhirnya menyebabkan munculnya keanekaragaman ekosistem. Itu semua disebut keanekaragaman hayati. 2. Ciri-Ciri Keanekaragaman Gen, Jenis Dan Ekosistem a. Ciri Keanekaragaman Gen 1) Adanya variasi 2) Nama ilmiah sama 3) Perbedaan morfologi tidak mencolok Gen pada setiap individu, walaupun perangkat dasar penyusunnya sama, tetapi susunannya berbeda-beda bergantung pada masing-masing induknya. Susunan perangkat gen inilah yang menentukan ciri atau sifat suatu individu dalam satu spesies.

7

Gambar 1.4: Keanekaragaman tingkat gen yang menunjukkan fenotipe atau penampakan yang berbeda

Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman gen? Perkawinan antara dua individu makhluk hidup sejenis merupakan salah satu penyebabnya. Keturunan dari hasil perkawinan memiliki susunan perangkat gen yang berasal dari kedua induk/orang tuanya. Kombinasi susunan perangkat gen dari dua induk tersebut akan menyebabkan keanekaragaman individu dalam satu spesies berupa varietas-varietas (varitas) yang terjadi secara alami atau secara buatan. Keanekaragaman yang terjadi secara alami adalah akibat adaptasi atau penyesuaian diri setiap individu dengan lingkungan, seperti pada rambutan. Faktor lingkungan juga turut mempengaruhi sifat yang tampak (fenotip) suatu individu di samping ditentukan oleh faktor genetiknya (genotip). Sedangkan keanekaragaman buatan dapat terjadi antara lain melalui perkawinan silang (hibridisasi), seperti pada berbagai jenis mangga. Perhatikan tabel berikut Tabel 1.1 Perbedaan sifat pada jenis mangga No

Mangga

Bentuk Buah

Rasa

Aroma

1

Golek

lonjong panjang

Manis

Tidak wangi

2

Kuini

Bulat telur, besar

Manis

Wangi

3

Gedong

Bulat kecil

Lebih manis

Tidak wangi

Pada manusia juga terdapat keanekaragaman gen yang menunjukkan sifat-sifat berbeda, antara lain ukuran tubuh (besar, kecil, sedang); warna kulit (hitam, putih, sawo matang, kuning); warna mata (biru, hitam, coklat), serta bentuk rambut (ikal, lurus, keriting). Cobalah perhatikan diri Anda sendiri! Ciri atau sifat apa yang Anda miliki? Sesuaikan dengan uraian di atas? b. Ciri Keanekaragaman Jenis 1) Tidak ada variasi

8

2) Nama ilmiah beda 3) Perbedaan morfologi mencolok Dapatkah Anda membedakan antara tumbuhan kelapa aren, nipah dan pinang? Atau membedakan jenis kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang buncis, kacang kapri, dan kacang hijau? Atau Anda dapat membedakan kelompok hewan antara kucing,harimau, singa dan citah? Jika hal ini dapat Anda bedakan dengan benar, maka paling tidak sedikitnya anda telah mengetahui tentang keanekaragaman jenis. Untuk mengetahui keanekaragaman hayati tingkat jenis pada tumbuhan atau hewan, anda dapat mengamati, antara lain ciri-ciri fisiknya. Misalnya bentuk dan ukuran tubuh,warna, kebiasaan hidup dan lain-lain. Contoh, dalam keluarga kacang-kacangan, antara lain; kacang tanah, kacang kapri, kacang hijau dan kacang buncis. Di antara jenis kacang-kacangan tersebut Anda dapat dengan mudah membedakannya, karena antara mereka ditemukan ciri-ciri yang berbeda antara ciri satu dengan yang lainnya. Misalnya ukuran tubuh atau batang (ada yang tinggi dan pendek); kebiasaan hidup (tumbuh tegak, ada yang merambat), bentuk buah dan biji, warna biji, jumlah biji, serta rasanya yang berbeda.

Gambar 1.5: Keanekaragaman jenis pada kacang-kacangan

Contoh lain, keanekaragaman pada keluarga kucing. Di kebun binatang, Anda dapat mengamati hewan harimau, singa, citah dan kucing.

9

Gambar 1.6: Keanek ragaman jenis pada hewan (a) harimau, (b) singan, (c) kucing dan (d) citah.

Walaupun hewan-hewan tersebut termasuk dalam satu familia/suku Felidae, tetapi diantara mereka terdapat perbedaan-perbedaan sifat yang mencolok. Misalnya, perbedaan warna bulu, tipe lorengnya, ukuran tubuh, tingkah laku, serta lingkungan hidupnya. Lihat tabel berikut. Tabel 1.2: Perbedaan sifat dari hewan No. Ciri-ciri Kucing 1. Ukuran Kecil tubuh 2. Warna bulu Hitam, putih, kuning 3. Tempat Hutan, rumah hidup

Harimau Besar

Singa Besar

Citah Sedang

Hitam, putih, kuning Hutan

Hitam, putih, kuning Hutan

Hitam/ putih Pohon

Demikian pula pada kelompok tumbuhan yang tumbuh di dataran tinggi dan dataran rendah akan memperlihatkan perbedaan-perbedaan sifat pada tinggi batang, daun dan bunga. Contohnya kelapa, aren, pinang, dan lontar, seperti tampak pada tabel pengamatan berikut ini. Tabel 1.3: Perbedaan sifat pada tumbuhan No Ciri-ciri Kelapa 1. Tinggi >30m Batang 2. Daun -Panjang tangkai daun 75-150cm -Helaian daun 5m, ujungruncing dan keras 3. Bunga Tongkol

Aren 25m

Pinang 25

-Panjang Tangkai tangkai daun daun 150cm pendek

Tongkol

Tongkol

Lontar 15-30m -Panjang tangkai daun 100cm -Helaian daun bulat, tepi daun bercangap menjari Bulir 10

Gambar 1.7: Keanekaragaman pada suku Palmae

Dari contoh-contoh di atas, Anda dapat mengetahui ada perbedaan atau variasi sifat pada kucing, harimau, singa dan citah yang termasuk dalam familia/suku Felidae. Variasi pada suku Felidae ini menunjukkan keanekaragaman pada tingkat jenis. Hal yang sama terdapat juga pada tanaman kelapa, aren, pinang, dan lontar yang termasuk suku Palmae atau Arecaceae. C. Ciri Keanekaragaman Ekosistem 

Memiliki vegetasi yang khas untuk setiap ekosistem Secara garis besar ekosistem dibedakan menjadi ekosistem darat dan ekosistem

perairan. Ekosistem perairan dibedakan atas ekosistem air tawar dan ekosistem air Laut. 1) Ekosistem darat Ekosistem darat ialah ekosistem yang lingkungan fisiknya berupa daratan. Berdasarkan letak geografisnya (garis lintangnya), ekosistem darat dibedakan menjadi beberapa bioma, yaitu sebagai berikut. a. Bioma gurun Beberapa Bioma gurun terdapat di daerah tropika (sepanjang garis balik) yang berbatasan dengan padang rumput. Ciri-ciri bioma gurun adalah gersang dan curah hujan rendah (25 cm/tahun). Suhu slang hari tinggi (bisa mendapai 45°C) sehingga penguapan juga tinggi, sedangkan malam hari suhu sangat rendah (bisa mencapai 0°C). Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar. Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil. Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai jaringan untuk menyimpan air. Hewan yang hidup di gurun antara lain rodentia, ular, kadal, katak, dan kalajengking.

11

b. Bioma padang rumput Bioma ini terdapat di daerah yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik. Ciricirinya adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun dan hujan turun tidak teratur. Porositas (peresapan air) tinggi dan drainase (aliran air) cepat. Tumbuhan yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya tergantung pada kelembapan. Hewannya antara lain: bison, zebra, singa, anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru, serangga, tikus dan ular c. Bioma Hutan Basah Bioma Hutan Basah terdapat di daerah tropika dan subtropik. Ciri-cirinya adalah, curah hujan 200-225 cm per tahun. Species pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan yang lainnya tergantung letak geografisnya. Tinggi pohon utama antara 20-40 m, cabang-cabang pohon tinngi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung (kanopi). Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro (iklim yang langsung terdapat di sekitar organisme). Daerah tudung cukup mendapat sinar matahari. Variasi suhu dan kelembapan tinggi/besar; suhu sepanjang hari sekitar 25°C. Dalam hutan basah tropika sering terdapat tumbuhan khas, yaitu liana (rotan), kaktus, dan anggrek sebagai epifit. Hewannya antara lain, kera, burung, badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu. d. Bioma Hutan Gugur Bioma hutan gugur terdapat di daerah beriklim sedang, Ciri-cirinya adalah curah hujan merata sepanjang tahun. Terdapat di daerah yang mengalami empat musim (dingin, semi, panas, dan gugur). Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu rapat. Hewannya antara lain rusa, beruang, rubah, bajing, burung pelatuk, dan rakoon (sebangsa luwak). e. Bioma Taiga Bioma taiga terdapat di belahan bumi sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik. Ciri-cirinya adalah suhu di musim dingin rendah. Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu spesies seperti konifer, pinus, dap sejenisnya. Semak dan tumbuhan basah sedikit sekali. Hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur. f. Bioma Tundra Bioma tundra terdapat di belahan bumi sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak gunung tinggi. Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari. Contoh tumbuhan yang dominan adalah Sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan kayu yang pendek, dan rumput. Pada umumnya, tumbuhannya 12

mampu beradaptasi dengan keadaan yang dingin. Hewan yang hidup di daerah ini ada yang menetap dan ada yang datang pada musim panas, semuanya berdarah panas. Hewan yang menetap memiliki rambut atau bulu yang tebal, contohnya muscox, rusa kutub, beruang kutub, dan insekta terutama nyamuk dan lalat hitam. 2) Ekosistem Air Tawar Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut. a. Adaptasi tumbuhan Tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel satu dan dinding selnya kuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau. Air masuk ke dalam sel hingga maksimum dan akan berhenti sendiri. Tumbuhan tingkat tinggi, seperti teratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar sulur). Hewan dan tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama dengan tekanan osmosis lingkungan atau isotonis. b. Adaptasi hewan Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat. Hewan tingkat tinggi yang hidup di ekosistem air tawar, misalnya ikan, dalam mengatasi perbedaan tekanan osmosis melakukan osmoregulasi untuk memelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi, insang, dan pencernaan. Habitat air tawar merupakan perantara habitat laut dan habitat darat. Penggolongan organisme dalam air dapat berdasarkan aliran energi dan kebiasaan hidup. 1. Berdasarkan aliran energi, organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan fagotrof (makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme. 2. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut. a. Plankton; terdiri alas fitoplankton dan zooplankton, biasanya melayang-layang (bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air. b. Nekton; hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan. 13

c. Neuston; organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air. d. Perifiton; merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada tumbuhan atau benda lain, misalnya keong. e. Bentos; hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada endapan. Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan remis. Lihat Gambar. Ekosistem air tawar digolongkan menjadi air tenang dan air mengalir. Termasuk ekosistem air tenang adalah danau dan rawa, termasuk ekosistem air mengalir adalah sungai. 1. Danau Danau merupakan suatu badan air yang menggenang dan luasnya mulai dari beberapa meter persegi hingga ratusan meter persegi.

Gambar 1.8: Berbagai organisme air tawar berdasarkan cara hidupnya.

Di danau terdapat pembagian daerah berdasarkan penetrasi cahaya matahari. Daerah yang dapat ditembus cahaya matahari sehingga terjadi fotosintesis disebut daerah fotik. Daerah yang tidak tertembus cahaya matahari disebut daerah afotik. Di danau juga terdapat daerah perubahan temperatur yang drastis atau termoklin. Termoklin memisahkan daerah yang hangat di atas dengan daerah dingin di dasar. Komunitas tumbuhan dan hewan tersebar di danau sesuai dengan kedalaman dan jaraknya dari tepi. Berdasarkan hal tersebut danau dibagi menjadi 4 daerah sebagai berikut.

14

a) Daerah litoral Daerah ini merupakan daerah dangkal. Cahaya matahari menembus dengan optimal. Air yang hangat berdekatan dengan tepi. Tumbuhannya merupakan tumbuhan air yang berakar dan daunnya ada yang mencuat ke atas permukaan air. Komunitas organisme sangat beragam termasuk jenis-jenis ganggang yang melekat (khususnya diatom), berbagai siput dan remis, serangga, krustacea, ikan, amfibi, reptilia air dan semi air seperti kurakura dan ular, itik dan angsa, dan beberapa mamalia yang sering mencari makan di danau. b) Daerah limnetik Daerah ini merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepi dan masih dapat ditembus sinar matahari. Daerah ini dihuni oleh berbagai fitoplankton, termasuk ganggang dan sianobakteri. Ganggang berfotosintesis dan bereproduksi dengan kecepatan tinggi selama musim panas dan musim semi. Zooplankton yang sebagian besar termasuk Rotifera dan udang-udangan kecil memangsa fitoplankton. Zooplankton dimakan oleh ikan-ikan kecil. Ikan kecil dimangsa oleh ikan yang lebih besar, kemudian ikan besar dimangsa ular, kura-kura, dan burung pemakan ikan. c) Daerah profundal Daerah ini merupakan daerah yang dalam, yaitu daerah afotik danau. Mikroba dan organisme lain menggunakan oksigen untuk respirasi seluler setelah mendekomposisi detritus yang jatuh dari daerah limnetik. Daerah ini dihuni oleh cacing dan mikroba. d) Daerah bentik Daerah ini

merupakan daerah dasar danau tempat

terdapatnya

bentos

dan sisa-sisa organisme mati.

15

Gambar 1.9: Empat Daerah Utama Pada Danau Air Tawar

Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organiknya, yaitu sebagai berikut : a.

Danau Oligotropik Oligotropik

kekurangan produktif.

merupakan

makanan, Ciricirinya,

sebutan

karena airnya

untuk

fitoplankton

jernih

sekali,

danau

yang

di

daerah

dihuni

oleh

dalam

limnetik sedikit

dan tidak

organisme,

dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun. b. Danau Eutropik Eutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan kandungan adalah

makanan, airnya

karena

keruh,

fitoplankton

terdapat

sangat

produktif.

bermacam-macam

Ciri-cirinya

organisme,

dan

oksigen terdapat di daerah profundal. Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materimateri organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut.

16

Pengkayaan danau seperti ini disebut "eutrofikasi". Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau. 2. Sungai Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Komunitas yang berada di sungai berbeda dengan danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar, sehingga dapat mendukung rantai makanan. 3) Ekosistem air laut Ekosistem air laut dibedakan atas lautan, pantai, estuari, dan terumbu karang. 1. Laut Habitat laut (oseanik) ditandai oleh salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah tropik, suhu laut sekitar 25°C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah tinggi. Batas antara lapisan air yang panas di bagian atas dengan air yang dingin di bagian bawah disebut daerah termoklin. Di daerah dingin, suhu air laut merata sehingga air dapat bercampur, maka daerah permukaan laut tetap subur dan banyak plankton serta ikan. Gerakan air dari pantai ke tengah menyebabkan air bagian atas turun ke bawah dan sebaliknya, sehingga memungkinkan terbentuknya rantai makanan yang berlangsung balk. Habitat laut dapat dibedakan berdasarkan kedalamannya dan wilayah permukaannya secara horizontal. 1. Menurut kedalamannya, ekosistem air laut dibagi sebagai berikut. a. Litoral merupakan daerah yang berbatasan dengan darat. b. Neretik merupakan daerah yang masih dapat ditembus cahaya matahari sampai bagian dasar dalamnya ± 300 meter. c. Batial merupakan daerah yang dalamnya berkisar antara 200-2500 m d. Abisal merupakan daerah yang lebih jauh dan lebih dalam dari pantai (1.50010.000 m). 2. Menurut wilayah permukaannya secara horizontal, berturut-turut dari tepi laut semakin ke tengah, laut dibedakan sebagai berikut. 17

a. Epipelagik

merupakan

daerah

antara

permukaan

dengan

kedalaman

air sekitar 200 m. b. Mesopelagik

merupakan

daerah

dibawah

epipelagik

dengan

kedalam

an 200-1000 m. Hewannya misalnya ikan hiu. c. Batiopelagik

merupakan

daerah

lereng

benua

dengan

kedalaman

200-2.500 m. Hewan yang hidup di daerah ini misalnya gurita. d. Abisalpelagik 4.000m;

merupakan

tidak

terdapat

daerah tumbuhan

dengan tetapi

kedalaman

hewan

masih

mencapai ada.

Sinar

matahari tidak mampu menembus daerah ini. e. Hadal

pelagik

merupakan

bagian

laut

terdalam

lebih dari 6.000 m. Di bagian ini biasanya ikan

Taut

tempat

yang

ini

dapat

adalah

mengeluarkan bakteri

yang

cahaya.

(dasar).

Kedalaman

terdapat lele laut dan Sebagai

bersimbiosis

produsen

dengan

di

karang

tertentu. Di laut, hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel yang hampir sama dengan tekanan osmosis air laut. Hewan tingkat tinggi beradaptasi dengan cara banyak minum air, pengeluaran urin sedikit, dan pengeluaran air dengan cara osmosis melalui insang. Garam yang berlebihan diekskresikan melalui insang secara aktif. 2. Ekosistem pantai Ekosistem pantai letaknya berbatasan dengan ekosistem darat, laut, dan daerah pasang surut. Ekosistem pantai dipengaruhi oleh siklus harian pasang surut laut. Organisme yang hidup di pantai memiliki adaptasi struktural sehingga dapat melekat erat di substrat keras. Daerah paling atas pantai hanya terendam saat pasang naik tinggi. Daerah ini dihuni oleh beberapa jenis ganggang, moluska, dan remis yang menjadi konsumsi bagi kepiting dan burung pantai. Daerah tengah pantai terendam saat pasang tinggi dan pasang rendah. Daerah ini dihuni oleh ganggang, porifera, anemon laut, remis dan kerang, siput herbivora dan karnivora, kepiting, landak laut, bintang laut, dan ikan-ikan kecil. Daerah pantai terdalam terendam saat air pasang maupun surut. Daerah ini dihuni oleh beragam invertebrata dan ikan serta rumput laut. Komunitas tumbuhan berturut-turut dari daerah pasang surut ke arah darat dibedakan sebagai berikut.

18

1. Formasi pes caprae Dinamakan demikian karena yang paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin; tumbuhan ini menjalar dan berdaun tebal. Tumbuhan lainnya adalah Spinifex littorius (rumput angin), Vigna, Euphorbia atoto, dan Canaualia martina. Lebih ke arah darat lagi ditumbuhi Crinum asiaticum (bakung), Pandanus tectorius (pandan), dan Scaeuola Fruescens (babakoan). 2.

Formasi baringtonia Daerah ini didominasi tumbuhan baringtonia, termasuk di dalamnya Wedelia,

Thespesia, Terminalia, Guettarda, dan Erythrina. Bila tanah di daerah pasang surut berlumpur, maka kawasan ini berupa hutan bakau yang memiliki akar napas. Akar napas merupakan adaptasi tumbuhan di daerah berlumpur yang kurang oksigen. Selain berfungsi untuk mengambil oksigen, akar ini juga dapat digunakan sebagai penahan dari pasang surut gelombang. Yang termasuk tumbuhan di hutan bakau antara lain Nypa, Acathus, Rhizophora, dan Cerbera. Jika tanah pasang surut tidak terlalu basah, pohon yang sering tumbuh adalah: Heriticra, Lumnitzera, Acgicras, dan Cylocarpus. 3. Estuari Estuari (muara) merupakan tempat bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur intertidal yang luas atau rawa garam. Salinitas air berubah secara bertahap mulai dari daerah air tawar ke laut. Salinitas ini juga dipengaruhi oleh siklus harian dengan pasang surut aimya. Nutrien dari sungai memperkaya estuari. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan. Bahkan ada beberapa invertebrata laut dan ikan laut yang menjadikan estuari sebagai tempat kawin atau bermigrasi untuk menuju habitat air tawar. Estuari juga merupakan tempat mencari makan bagi vertebrata semi air, yaitu unggas air. 4. Terumbu karang Di laut tropis, pada daerah neritik, terdapat suatu komunitas yang khusus yang terdiri dari karang batu dan organisme-organisme lainnya. Komunitas ini disebut terumbu karang. Daerah komunitas ini masih dapat ditembus cahaya matahari sehingga fotosintesis dapat berlangsung. 19

Terumbu karang didominasi oleh karang (koral) yang merupakan kelompok Cnidaria yang mensekresikan kalsium karbonat. Rangka dari kalsium karbonat ini bermacammacam bentuknya dan menyusun substrat tempat hidup karang lain dan ganggang. Hewan-hewan yang hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain. Berbagai invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang. Herbivora seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan ikan karnivora. 3. Faktor-Faktor Yang Menentukan Keanekaragaman Ekosistem Keanekaragaman hayati tingkat ekosistem terbentuk dari keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat gen. Keanekaragaman hayati tingkat ekosistem menghasilkan interaksi antar berbagai macam makhluk hidup dengan lingkungan sebagai wadahnya yang dipengaruhi oleh komponen biotik dan komponen abiotik. Komponen biotik meliputi berbagai jenis makhluk hidup mulai yang bersel satu (uni seluler) sampai makhluk hidup bersel banyak (multi seluler) yang dapat dilihat langsung oleh kita. Komponen abiotik meliputi iklim, cahaya, batuan, air, tanah, dan kelembaban. Ini semua disebut faktor fisik. Selain faktor fisik, ada faktor kimia, seperti salinitas (kadar garam), tingkat keasaman, dan kandungan mineral. Baik komponen biotik maupun komponen abiotik sangat beragam atau bervariasi. Oleh karena itu, ekosistem yang merupakan interaksi antara komponen biotik dengan komponen abiotik pun bervariasi pula. Dalam ekosistem, seluruh makhluk hidup yang terdapat di dalamnya selalu melakukan hubungan timbal balik, baik antar makhluk hidup maupun makhluk hidup dengan lingkungnnya atau komponen abiotiknya. Hubungan timbal balik ini menimbulkan keserasian hidup di dalam suatu ekosistem. Apa yang menyebabkan terjadinya keanekaragaman tingkat ekosistem? Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem. Perbedaan letak geografis menyebabkan perbedaan iklim. Perbedaan iklim menyebabkan terjadinya perbedaan temperature, curah hujan, intensitas cahaya matahari, dan lamanya penyinaran. Keadaan ini akan berpengaruh terhadap jenisjenis flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang menempati suatu daerah.

20

- Di daerah dingin terdapat bioma Tundra. Di tempat ini tidak ada pohon, yang tumbuh hanya jenis lumut. Hewan yang dapat hidup, antara lain rusa kutub dan beruang kutub. - Di daerah beriklim sedang terdapat bioma Taiga. Jenis tumbuhan yang paling sesuai untuk daerah ini adalah tumbuhan conifer, dan fauna/hewannya antara lain anjing hutan, dan rusa kutub. - Pada iklim tropis terdapat hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki flora (tumbuhan) dan fauna (hewan) yang sangat kaya dan beraneka ragam. Keanekaragaman jenis-jenis flora dan fauna yang menempati suatu daerah akan membentuk ekosistem yang berbeda, maka terbentuklah keanekaragaman tingkat ekosistem. Totalitas variasi gen, jenis dan ekosistem menunjukkan terdapat variasi bentuk, penampakan, frekwensi, ukuran dan sifat lainnya pada tingkat yang berbeda-beda merupakan keanekaragaman hayati. Keanekaragaman

hayati

berkembang

dari

keanekaragaman

tingkat

gen,

keanekaragaman tingkat jenis dan keanekaragaman tingkat ekosistem. Keanekaragaman hayati perlu dilestarikan karena didalamnya terdapat sejumlah spesies asli sebagai bahan mentah perakitan varietas-varietas unggul. Kelestarian keanekaragaman hayati pada suatu ekosistem akan terganggu bila ada komponen-komponennya yang mengalami gangguan. Gangguan-gangguan terhadap komponen-komponen ekosistem tersebut dapat menimbulkan perubahan pada tatanan ekosistemnya. Besar atau kecilnya gangguan terhadap ekosistem dapat merubah wujud ekosistem secara perlahan-lahan atau secara cepat pula. Contoh-contoh gangguan ekosistem , antara lain penebangan pohon di hutan-hutan secara liar dan perburuan hewan secara liar dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Gangguan

tersebut

secara

perlahan-lahan

dapat

merubah

ekosistem

sekaligus

mempengaruhi keanekaragaman tingkat ekosistem. Bencana tanah longsor atau letusan gunung berapi, kebakaran hutan, gempa bumi, dan tsunami dapat memusnahkan ekosistem. 4. Keanekaragaman Hayati Indonesia Indonesia terletak di daerah tropik sehingga memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dibandingkan dengan daerah subtropik (iklim sedang) dan kutub (iklim kutub). 21

Tingginya keanekaragaman hayati di Indonesia ini terlihat dari berbagai macam ekosistem yang ada di Indonesia, seperti: ekosistem pantai, ekosistem hutan bakau, ekosistem padang rumput, ekosistem hutan hujan tropis, ekosistem air tawar, ekosistem air laut, ekosistem savanna, dan lain-lain. Masing-masing ekosistem ini memiliki keaneragaman hayati tersendiri. Tumbuhan (flora) di Indonesia merupakan bagian dari geografi tumbuhan IndoMalaya. Flora Indo-Malaya meliputi tumbuhan yang hidup di India, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia, dan Filipina. Flora yang tumbuh di Malaysia, Indonesia, dan Filipina sering disebut sebagai kelompok flora Malesiana. Hutan di daerah flora Malesiana memiliki kurang lebih 248.000 species tumbuhan tinggi, didominasi oleh pohon dari familia Dipterocarpaceae, yaitu pohon-pohon yang menghasilkan biji bersayap. Dipterocarpaceae merupakan tumbuhan tertinggi dan membentuk kanopi hutan. Tumbuhan yang termasuk famili Dipterocarpaceae misalnya Keruing (Dipterocarpus sp), Meranti (Shorea sp), Kayu garu (Gonystylus bancanus), dan Kayu kapur (Drybalanops aromatica). Hutan di Indonesia merupakan bioma hutan hujan tropis atau hutan basah, dicirikan dengan kanopi yang rapat dan banyak tumbuhan liana (tumbuhan yang memanjat), seperti rotan. Tumbuhan khas Indonesia seperti durian (Durio zibetinus), Mangga (Mangifera indica), dan Sukun (Artocarpus sp) di Indonesia tersebar di Sumatra, Kalimantan, Jawa dan Sulawesi. Di Sumatera, Kalimantan, dan Jawa terdapat tumbuhan endemik Rafflesia. Tumbuhan ini tumbuh di akar atau batang tumbuhan pemanjat sejenis anggur liar, yaitu Tetrastigma. Indonesia bagian timur, tipe hutannya agak berbeda. Mulai dari Sulawesi sampai Irian Jaya (Papua) terdapat hutan Dipterocarpaceae. Hutan ini memiliki pohon-pohon sedang, diantaranya beringin (Ficus sp), dan matoa (Pometia pinnata). Pohon matoa merupakan tumbuhan endemik di Irian. Selanjutnya, mari kita lihat hewan (fauna) di Indonesia. Hewan-hewan di Indonesia memiliki tipe Oriental (Kawasan Barat Indonesia) dan Australia (Kawasan Timur Indonesia) serta peralihan. Hewan-hewan di bagian Barat Indonesia (Oriental) yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Banyak species mamalia yang berukuran besar, misalnya gajah, banteng, harimau, badak. Mamalia berkantung jumlahnya sedikit, bahkan hampir tidak ada. 2. Terdapat berbagai macam kera, misalnya: bekantan, tarsius, orang utan. 22

3. Terdapat hewan endemik, seperti: badak bercula satu, binturong (Aretictis binturang), monyet (Presbytis thomari), tarsius (Tarsius bancanus), kukang (Nyeticebus coucang). 4. Burung-burung memiliki warna bulu yang kurang menarik, tetapi dapat berkicau. Burung-burung yang endemik, misalnya: jalak bali (Leucopsar nothschili), elang jawa, murai mengkilat (Myophoneus melurunus), elang putih (Mycrohyerax latifrons). Sekarang mari kita lanjutkan dengan hewan-hewan yang terdapat di Kawasan Indonesia Timur. Jenis-jenis hewan di Indonesia bagian timur, yaitu Irian, Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, relatif sama dengan Australia. Ciri-ciri hewannya adalah: 1. Mamalia berukuran kecil 2. Banyak hewan berkantung 3. Tidak terdapat species kera 4. Jenis-jenis burung memiliki warna yang beragam Irian Jaya (Papua) memiliki hewan mamalia berkantung, misalnya: kanguru (Dendrolagus ursinus), kuskus (Spiloeus maculatus). Papua juga memiliki kolek si burung terbanyak, dan yang paling terkenal adalah burung Cenderawasih (Paradiseae sp). Di Nusa Tenggara, terutama di pulau Komodo, terdapat reptilian terbesar yaitu komodo (Varanus komodoensis). Sedangkan daerah peralihan meliputi daerah di sekitar garis Wallace yang terbentang dari Sulawesi sampai kepulauan Maluku, jenis hewannya antara lain tarsius (Tarsius bancanus), maleo (Macrocephalon maleo), anoa, dan babi rusa (Babyrousa babyrussa). Pengklasifikasian telah lama dilakukan oleh para ahli, yang pertama kali Aristoteles dan Theophrastus. Aristoteles memperkenalkan 520 jenis hewan dalam buku Historia Animalium dan Theophrastus memperkenalkan 480 jenis tumbuhan dalam buku Historia Plantarum. Sistem klasifikasi ada 3 macam yaitu: 1. Sistem klasifikasi alamiah oleh Theophratus dalam bahasa latin Polinomial. 2. Sistem klasifikasi buatan oleh Carolus Linnaeus dalam bahasa latin Binomial. 3. Sistem klasifikasi filogenetik oleh Charles Darwin dalam bahasa latin Binomial. 1. Keanekaragaman Hayati Indonesia Berdasarkan Karakteristik Wilayahnya Secara Astronomis, Indonesia terletak pada 60 LU – 110 LS dan 950 BT – 1410 BT. Artinya, Indonesia terletak di daerah iklim tropis karena terdapat di antara 23½0 LU dan 23½0 LS, ciri-ciri daerah tropis antara lain memiliki temperatur udara cukup tinggi, yaitu 26 0C – 28 0C, curah hujan pun cukup tinggi, yaitu 700 – 7.000 mm/tahun dan tanahnya subur karena proses pelapukan batuan cukup cepat. Untuk kekayaan hewan, 23

Indonesia memiliki jumlah keragaman yang tinggi dibandingkan negara-negara lain. Hewan mamalia menduduki peringkat pertama di dunia hampir mencapai 515 jenis, 125 jenis diantaranya endemik, artinya tidak diketemukan di daerah lain. Peringkat kedua diduduki oleh kupu-kupu meliputi 151 jenis. Reptil menduduki peringkat tiga dunia, lebih dari 600 jenis. Sedangkan, burung menduduki peringkat keempat yang mencapai 1519 jenis dan 420 jenis bersifat endemik. Peringkat kelima diduduki oleh amfibi meliputi hampir 270 jenis. 2. Keanekaragaman Hayati Indonesia Berdasarkan Penyebarannya (Biogeografi) Biogeografi adalah ilmu yang mempelajari penyebaran makhluk hidup tertentu pada lingkungan tertentu di bumi. Indonesia merupakan negara yang amat kaya dengan flora dan fauna yang tersebar di seluruh kepulauannya. Persebaran makhluk hidup yang berbeda ini dapat ditentukan oleh geografis, seperti ketinggian, garis lintang, dan keadaan iklim, misalnya curah hujan, suhu, dan radiasi cahaya. Berdasarkan fauna dan floranya, biogeografi dapat dibagi menjadi dua, yaitu persebaran hewan dan persebaran tumbuhan. a. Penyebaran hewan (zoogeografi) Penyebaran hewan di bumi menurut Alfred Russell Wallace dapat dikelompokkan menjadi 6 daerah, yaitu sebagai berikut. 1) Paleartik meliputi daerah Asia Utara dan Eropa, hewan yang khas adalah beruang eropa, bison dan rusa kutub. 2) Ethiopia meliputi daerah Afrika, Arab, Madagaskar, hewan yang khas, seperti zebra, jerapah, gajah, dan gorila. 3) Oriental meliputi daerah Asia Selatan dan Indonesia bagian barat, hewan yang khas adalah harimau, gajah, tapir, dan kerbau. 4) Australia meliputi daerah Australia, New Zealand dan Indonesia bagian timur. Hewan yang khas meliputi hewan yang berkantung, seperti kanguru. 5) Neortik meliputi daerah Amerika Utara, hewan yang khas meliputi, binatang pengerat besar, yaitu berang-berang. 6) Neotropik meliputi daerah Amerika Tengah dan Amerika Selatan, hewan yang khas meliputi kera dan tapir. Letak Indonesia termasuk dalam 2 daerah zoogeografi, yaitu oriental dan Australia. Yang termasuk daerah zoogeografi oriental adalah bagian barat Indonesia, sedangkan bagian timur termasuk daerah zoogeografi Australia. Menurut sejarahnya, Indonesia bagian barat menyatu dengan benua Asia dan Indonesia timur menyatu dengan benua 24

Australia. Sehingga tidak mengherankan jika jenis hewan dan tumbuhan yang ada di Indonesia barat mirip dengan hewan dan tumbuhan di Asia Tenggara atau oriental. Jenis hewan dan tumbuhan di Indonesia timur mirip dengan hewan dan tumbuhan yang berada di daerah biografi benua Australia. b. Persebaran tumbuhan 3. Keanekaragaman Hayati Indonesia bersadarkan Sistem Perairan Macam-macam lingkungan perairan (akuatik) akan membentuk ekosistem antara lain, ekosistem air tawar dan ekosistem air laut. a. Ekosistem air tawar Mempunyai ciri-ciri salinitas atau kadar garam rendah, variasi suhu rendah, penetrasi atau paparan cahaya matahari kurang, adanya aliran air (ekosistem sungai), dan dipengaruhi oleh iklim serta cuaca. Berdasarkan intensitas cahaya yang diterima maka habitat ekosistem air tawar dapat dibagi menjadi 3 zona, yaitu sebagai berikut. 1) Litoral adalah daerah dengan intensitas cahaya matahari yang mencapai dasar. 2) Limnetik adalah daerah terbuka yang intensitas cahaya mataharinya dapat mencapai dasar. 3) Profundal adalah daerah dasar yang dalam sehingga cahaya matahari tidak dapat mencapainya. Organisme yang hidup di daerah ekosistem air tawar memiliki karakteristik tertentu, seperti tumbuhan rendah bersel satu mempunyai dinding sel yang kuat, sedang tumbuhan tingkat tinggi mempunyai akar sulur untuk melekat pada bagian dasar perairan, misalkan teratai, kangkung, ganggang biru dan ganggang hijau. Sedangkan, karakteristik hewannya memiliki ciri-ciri mengeluarkan air berlebih, garam diabsorpsi (diserap) melalui insang secara aktif dan sedikit minum, air masuk dalam tubuh secara osmosis.

25

Gambar 1.10:pembagian daerah ekosistem air tawar berdasarkan intensitas cahaya yang diterima

b. Ekosistem air laut Adanya hempasan gelombang air laut maka di daerah pasang surut yang merupakan perbatasan darat dan laut terbentuk gundukan pasir, dan jika menuju ke darat terdapat hutan pantai yang terbagi menjadi beberapa wilayah, yaitu sebagai berikut. 1) Formasi pescaprae, didominasi tumbuhan Vigna, Spinifex litorus, Ipomoea pescaprae, Pandanus tectorius. 2) Formasi baringtonia, tumbuhan yang khas, misalkan Hibiscus tilliaceus, Terminalia catapa, Erythrina sp. 3) Hutan bakau, tumbuhan yang khas adalah Rhizopora (bakau), dan Acanthus. Ciri-ciri lingkungan ekosistem air laut adalah sebagai berikut. 1) Salinitas tinggi terutama di daerah tropis, sedangkan di daerah dingin cukup rendah. 2) Ekosistem laut tidak dipengaruhi oleh iklim dan cuaca. 3) Arus laut yang selalu berputar timbul karena perbedaan temperatur dan perputaran bumi. 4) Di daerah tropis, seperti di Indonesia, air permukaan laut mempunyai suhu lebih tinggi dengan suhu air di bagian bawahnya sehingga air permukaan tidak dapat bercampur dengan air di lapisan bawah. Batas antara lapisan tersebut dinamakan batas termoklin. Secara fisik habitat air laut terbagi atas 4 zona, sebagai berikut. 1) Litoral, yaitu yang berbatasan dengan darat. 2) Netrik, yaitu kedalaman sampai 200 meter. 3) Batial, yaitu kedalaman 200 meter hingga 2000 meter. 26

4) Abisal, yaitu kedalaman 2000 meter lebih. Organisme yang hidup di daerah ekosistem air laut memiliki karakteristik tertentu, seperti hewan dan tumbuhan tingkat rendah memiliki tekanan osmosis sel kirakira sama dengan tekanan osmosis air laut maka itu adaptasinya tidak terlalu sulit. Sedangkan, hewan bersel banyak, misalnya ikan, cara adaptasi yang dilakukan dengan cara melakukan banyak minum, sedikit mengeluarkan urin, pengeluaran air dilakukan secara osmosis, sedangkan garam mineral dikeluarkan secara aktif melalui insang.

5. Pemanfaatan Biodiversitas Secara Bijaksana. a. Sebagai Sumber Pangan, Perumahan, dan Kesehatan Kehidupan manusia yang bergantung pada keanekaragaman hayati. Hewan dan tumbuhan yang kita manfaatkan saat ini (misalnya ayam, kambing, padi, jagung) pada zaman dahulu juga merupakan hewan dan tumbuhan liar, yang kemudian dibudidayakan. Hewan dan tumbuhan liar itu dibudidayakan karena memiliki sifat-sifat unggul yang diharapkan manusia. Sebagai contoh, ayam dibudidayakan karena menghasilkan telur dan daging. Padi dibudidayakan karena menghasilkan beras. Beberapa contoh tumbuhan dan hewan yang memiliki peranan penting untuk memenuhi kebutuhan pangan, perumahan, dan kesehatan, misalnya: a) Pangan: berbagai biji-bijian (padi, jagung, kedelai, kacang), berbagai umbi-umbian (ketela, singkong, suwek, garut, kentang), berbagai buah-buahan (pisang, nangka, mangga, jeruk, rambutan), berbagai hewan ternak (ayam, kambing, sapi). b) Perumahan: kayu jati, sonokeling, meranti, kamfer. c) Kesehatan: kunyit, kencur, temulawak, jahe, lengkuas. b. Sebagai Sumber Pendapatan Keanekaragaman hayati dapat dijadikan sumber pendapatan. Misalnya untuk bahan baku industri, rempah-rempah, dan perkebunan. Bahan baku industri misalnya kayu gaharu dan cendana untuk industri kosmetik, teh dan kopi untuk industri minuman, gandum dan kedelai untuk industri makanan, dan ubi kayu untuk menghasilkan alkohol. Rempahrempah misalnya lada, vanili, cabai, bumbu dapur. Perkebunan misalnya kelapa sawit dan karet. c. Sebagai Sumber Plasma Nutfah Hewan, tumbuhan, dan mikroba yang saat ini belum diketahui tidak perlu dimusnahkan, karena mungkin saja di masa yang akan datang akan memiliki peranan yang 27

sangat penting. Sebgai contoh, tanaman mimba (Azadirachta indica),. Dahulu tanaman ini hanya merupakan tanaman pagar, tetapi saat ini diketahui mengandung zat azadiktrakhtin yang memiliki peranan sebagai anti hama dan anti bakteri. Adapula jenis ganggang yang memiliki kendungan protein tinggi, yang dapat digunakan sebagai sumber makanan masa depan, misalnya Chlorella. Buah pace (mengkudu) yang semula tidak dimanfaatkan, sekarang diketahui memiliki khasiat untuk tidak terletak pada keseragaman tetapi pada keanekaragaman. Bayangkan bila halaman rumah kita meningkatkan kebugaran tubuh, mencegah dan mengobati penyakit tekanan darah. Di hutan atau lingkungan kita, masih terdapat tumbuhan dan hewan yang belum dibudidayakan, yang mungkin memiliki sifat-sifat unggul. Itulah sebabnya dikatakan bahwa hutan merupakan sumber plasma nutfah (sifat-sifat unggul). Siapa tahu kelak sifatsifat unggul itu dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. d. Manfaat Ekologi Selain berfungsi untuk menunjuang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Masing-masing jenis organisme memiliki peranan dalam ekosistemnya. Peranan ini tidak dapat digantikan oleh jenis yang lain. Sebagai contoh, burung hantu dan ular di ekosistem sawah merupakan pemakan tikus. Jika kedua pemangsa ini dilenyapkan oleh manusia, maka tidak ada yang mengontrol populasi tikus. Akibatnya perkembangbiakan tikus meningkat cepat dan di mana-mana terjadi hama tikus. Tumbuhan merupakan penghasil zat organik dan oksigen, yang dibutuhkan oleh organisme lain. Selain itu, tumbuh-tumbuhan dapat membentuk humus, menyimpan air tanah, dan mencegah erosi. Keanekaragaman yang tinggi memperkokoh ekosistem. Ekosistem dengan keanekaragaman yang rendah merupakan ekosistem yang tidak stabil. Bagi manusia, keanekaragaman yang tinggi merupakan gudang sifat-sifat unggul (plasma nutfah) untuk dimanfaatkan di kemudian hari. e.

Manfaat Keilmuan Keanekaragaman hayati merupakan lahan penelitian dan pengembangan ilmu yang

sangat berguna untuk kehidupan manusia. f.

Manfaat Keindahan Keindahan alam hanya ditanami satu jenis tanaman saja, apakah indah? Tentu saja

akan lebih indah apabila ditanami berbagai tanaman seperti mawar, melati, anggrek, rumput, palem. 28

Kini kita sadari bahwa begitu banyak manfaat keanekaragaman hayati dalam hidup kita. Pemanfaatannya yang begitu banyak dan beragam tentu saja dapat mengancam kelestariannya. Untuk itu kita harus bijaksana dalam memanfaatkan keanekaragaman hayati, dengan mempertimbangkan aspek manfaat dan aspek kelestariannya. 6. Hubungan Biodiversitas, Manusia dan Lingkungan Manusia mendapatkan unsur-unsur yang diperlukan dalam hidupnya dari lingkungan. Makin tinggi kebudayaan manusia, makin beraneka ragam kebutuhan hidupnya. Makin besar jumlah kebutuhan hidupnya berarti makin besar pula perhatian manusia terhadap lingkungannya. Perhatian dan pengaruh manusia terhadap ligkungan makin meningkat pada zaman teknologi maju. Masa ini manusia mengubah lingkungan hidup alami menjadi lingkungan hidup binaan. Eksplotasi sumber daya alam makin meningkat untuk memenuhi bahan dasar industri. Sebaliknya hasil industri berupa asap dan limbah mulai menurunkan kualitas lingkungan hidup. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan hidup manusia dapat dilihat dan dibagi menjadi 2, yaitu kebutuhan hidup materil antara lain adalah air, udara, sandang, pangan, papan, transportasi serta perlengkapan fisik lainnya. Dan kebutuhan nonmateril adalah rasa aman, kasih sayang, pengakuan atas eksistensinya, pendidikan dan sistem nilai dalam masyarakat. Manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang memiliki daya fikir dan daya nalar tertinggi dibandingkan makluk lainnya. Di sini jelas terlihat bahwa manusia merupakan komponen biotik lingkungan yang aktif. Hal ini disebabkan manusia dapat secara aktif mengelola dan mengubah ekosistem sesuai dengan apa yang dikehendaki. Kegiatan

manusia

ini

dapat

menimbulkan

bermacam-macam

gejala

sebagai

konsekuensinya. 1. Kegiatan Manusia yang Dapat Menurunkan Keanekaragaman Hayati a. Penebangan hutan dijadikan lahan pertanian atau pemukiman dan akhirnya tumbuh menjadi perkotaan. Hal ini menyebabkan kerusakan habitat yang mengakibatkan menurunnya keanekaragaman ekosistem, jenis, dan gen. b. Polusi, bahan pencemar dapat membunuh mikroba, jamur, hewan, dan tumbuhan. c. Penggunaan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia. Meningkatnya jumlah penduduk, sehingga keperluannya pun meningkat pula. Hal ini didukung

29

dengan

pengembangan

teknologi

pemanfaatan

sehingga

mengonsumsi

keanekaragaman dengan cepat. d. Introduksi spesies eksotik. Hal ini mengakibatkan spesies tertentu menjadi tersisihkan, sehingga spesies tertentu tersebut jarang digunakan, yang akhirnya terlupakan. e. Pestisida yang sebenarnya hanya untuk membunuh organisme pengganggu atau penyakit suatu tanaman, pada kenyataannya menyebar ke lingkungan dan menjadi zat pencemar. Selain akibat kegiatan manusia, terancamnya kondisi keanekaragaman dapat disebabkan oleh faktor alam, misalnya kerusakan habitat juga dapat terjadi oleh adanya bencana alam, seperti kebakaran, gunung meletus, dan banjir. 2. Kegiatan Manusia yang Meningkatkan Keanekaragaman Hayati a. Pemuliaan, yaitu usaha membuat varietas unggul dengan cara melakukan perkawinan silang menghasilkan variasi baru (meningkatkan keanekaragaman gen). b. Reboisasi (penghijauan), dapat meningkatkan keanekaragaman hayati. Adanya tumbuhan berarti memberikan lingkungan yang lebih baik bagi organisme lain. c. Pembuatan taman-taman kota, yaitu memberikan keindahan dan lingkungan lebih nyaman, serta dapat meningkatkan keanekaragaman hayati. d. Usaha manusia untuk mempertahankan keberadaan plasma nutfah yang dikenal sebagai usaha pelestarian atau konservasi. Dilakukan melalui dua cara, yaitu: secara in situ (dilaksanakan di habitat aslinya) dan pelestarian secara ex situ (dilaksanakan dengan memindahkan individu yang dilestarikan dari tempat tumbuh aslinya dan dipelihara di tempat

30

Rangkuman 1. Keanekaragaman hayati terbentuk karena adanya keseragaman dan keberagaman sifat atau ciri makhluk hidup. Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan keseluruhan variasi gen, spesies dan ekosistem di suatu daerah. 2. Ciri Keanekaragaman Gen a. Adanya variasi b. Nama ilmiah sama c. Perbedaan morfologi tidak mencolok 3. Manfaat Keanekaragaman Hayati a. Sebagai sumber pangan, perumahan, dan kesehatan Makanan, tempat tinggal, dan obat-obatan sangat tergantung pada ketersediaan tanaman dan hewan. b. Sebagai sumber plasma nutfah c. Manfaat ekologik Masing-masing jenis organisme memiliki peranan di dalam ekosistemnya. Kestabilan tatanan kehidupan di suatu daerah ditentukan oleh makin beranekaragamnya jenis makhluk hidup. 4. Indonesia merupakan salah satu dari tiga Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi? Dua negara lainnya adalah Brazil dan Zaire. 5. Keanekaragaman ekosistem dapat terjadi karena perbedaan letak geografis. Perbedaan letak geografis antara lain merupakan faktor yang menimbulkan berbagai bentuk ekosistem. 6. Berdasarkan sifatnya, kebutuhan hidup manusia dapat dilihat dan dibagi menjadi 2, yaitu kebutuhan hidup materil antara lain adalah air, udara, sandang, pangan, papan, transportasi serta perlengkapan fisik lainnya. Dan kebutuhan nonmateril adalah rasa aman, kasih sayang, pengakuan atas eksistensinya, pendidikan dan sistem nilai dalam masyarakat. 1.3 Penutup Tes Formatif 1. Jelaskan secara singkat konsep keanekaragmana hayati! 2. Uraikan Ciri-ciri keanekaragaman gen, jenis dan ekosistem! 3. Jelaskan dengan singkat Faktor-faktor yang menentukan keanekaragaman ekosistem! 4. Sebutkan manfaatan Biodiversitas secara dalam kehidupan sehari-hari! 5. Uraian menurut pendapat anda keaneragaman hayati yang terdapat di Indonesia! 31

6. Jelaskan keterkaitan manusia dan lingkungan dalam memanfatkan keanekaragaman hayati! Umpan Balik Anda dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Membuat ringkasan materi pada setiap bab sebelum materi tersebut dibahas dalam diskusi maupun praktikum. 2. Aktif dalam diskusi dan praktikum. 3. Mengerjakan latihan dan tugas. Tindak Lanjut Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80% tes formatif di atas, maka mahasiswa tersebut dapat melanjutkanke bab selanjutnya sebab pengetahuan konsep perlindungan tanaman merupakan dasar untuk bab selanjutnya. Jika ada diantara mereka belum mencapai penguasaan 80% dianjurkan untuk : 1. Mempelajari kembali materi di atas. 2. Berdiskusi dengan teman terutama tentang hal-hal yang belum dikuasai. 3. Bertanya kepada dosen jika ada hal-hal yang tidak jelas dalam diskusi. 1.4 Daftar Pustaka http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2197471-keanekaragaman-ekosistem/ http://www.crayonpedia.org/mw/Keanekaragaman_Hayati_Di_Indonesia_10.2 http://id.wikipedia.org/wiki/Keanekaragaman_hayati http://www.sentra-edukasi.com/2010/04/biodiversitas-di-indonesia.html#.UM4e-6z4bDc 1.5. Senarai Abiotik

: komponen penyusun ekosistem yang terdiri atas makhluk tak hidup.

Adaptasi

: sifat makhluk hidup untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Bioma

: kumpulan ekosistem yang meliputi suatu wilayah yang sangat luas dan memiliki iklim tertentu. Bioma memiliki tipe tumbuhan dan hewan yang khas.

Biosfer

: kumpulan berbagai ekosistem di dunia.

Biotik

: komponen penyusun ekosistem yang terdiri atas makhluk hidup.

Ekosistem

: hubungan timbal balik antara komponen biotik dan abiotik.

32

Fauna

: komunitas hewan yang mendiami suatu daerah atau pulau.

Fenotip

: sifat yang tampak atau terlihat pada suatu organisme. Fenotip merupakan hasil interaksi antara genotip dengan lingkungan.

Flora

: komunitas tumbuhan suatu daerah.

Gen

: unit dasar pewarisan sifat.

Genom

: jumlah kromosom atau materi genetik dalam susunan haploid dalam sel setiap individu suatu spesies.

Genotip

: sifat yang tidak tampak pada suatu organisme.

Habitat

: tempat suatu organisme mempertahankan kehidupannya.

Hibrida

: perkawinan atau persilangan dua individu yang berbeda karakter genetisnya.

Keberagaman

: totalitas variasi gen, spesies, dan ekosistem yang menunjukkan berbagai variasi bentuk, penampakan, frekuensi, ukuran, serta sifat lainnya.

Komunitas

: kumpulan populasi yang mendiami wilayah tertentu dan terjadi interaksi.

Kultivar diartikan sebagai sekelompok tanaman yang memiliki satu atau lebih ciri yang dapat dibedakan secara jelas, dan tetap mempertahankan ciri-ciri khas ini ini jika direproduksi (secara seksual maupun aseksual). Yang dapat disebut kultivar dengan demikian adalah populasi terseleksi, galur, klon, atau hibrida Mutasi

: perubahan materi genetik (DNA) yang dapat diwariskan secara genetis pada keturunannya.

Mutasi somatik

: mutasi yang terjadi pada sel-sel soma (tubuh).

Plasma Nutfah

: sumber sifat keturunan (gen) yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menciptakan jenis unggul.

Spesies

: organisme yang dapat melakukan perkawinan dengan sesamanya dan menghasilkan keturunan yang fertil.

Takson

: setiap unit tertentu dalam klasifikasi, misalnya spesies, genus, famili.

Variasi

: perbedaan sifat dalam satu jenis (spesies).

Varietas

: suatu populasi tanaman dalam satu spesies yang menunjukkan ciri berbeda yang jelas.

33

Vegetatif

: bagian atau jaringan tubuh yang bekerja untuk kegiatan sehari-hari, bukan untuk berbiak.

34

BAB II HILANGNYA KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN FAKTOR PENYEBABNYA 2.1 Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab ini akan menguraikan tentang mekanisme pemiskinan keanekaragaman hayati dan faktor-faktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati. Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat menjelaskan tentang mekanisme pemiskinan keanekaragaman hayati dan faktorfaktor penyebab hilangnya keanekaragaman hayati. 2.2 Penyajian Uraian dan Contoh 1. Mekanisme Pemiskinan Keanekaragaman Hayati Suatu lingkungan yang sehat memiliki nilai ekonomi, keindahan dan etika yang sangat tinggi. Memelihara lingkungan yang sehat berarti menjaga semua komponennya dalam keadaan baik: ekosistem, komunitas, spesies, populasi, dan variasi genetik. Ketika suatu spesies terjadi pemiskinan atau punah, maka populasinya tak dapat dipulihkan, kumunitas tempat hidupnya akan kekurangan komponen dan nilai potensinya bagi manusia tidak akan terwujud. a. Tingkat Kepunahan Kata punah dapat mempunyai banyak arti, tergantung pada situasinya. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Di Pulau Jawa, burung trulek jawa (Vanellus macropterus) dipercaya telah punah, harimau bali (Panthera tigris balica) terakhir diketahui keberadaannya 1950-an, dan telah digolongkan punah, serta harimau jawa (Panthera tigris sondaicus) terakhir terlihat pada tahun 1970.

35

a

b

c

Gambar: (a) Burung trulek jawa (Vanellus macropterus) (b) harimau bali (Panthera tigris balica) (c) harimau jawa (Panthera tigris sondaicus) Jika beberapa individu suatu spesies hanya dijumpai di dalam kurungan, atau pada situasi yang diatur oleh manusia, spesies tersebut dikatakan telah punah di alam. Pohon Franklinia altamaha telah punah di alam tetapi tumbuh baik di perkebunan. Dalam keadaan-keadaan tersebut, spesies-spesies di atas dianggap telah punah dalam skala global. Suatu spesies dianggap punah dalam skala lokal atau ”extirpated” jika tidak ditemukan di tempat mereka dulu berada, tetapi masih ditemukan di daerah lain di alam. Menurut para ahli biologi konservasi, suatu spesies telah punah secara ekologi jika terdapatdalam jumlah yang sedemikian sedikit sehingga efeknya pada spesies lain di dalam komunitas dapat diabaikan . b. Tingkat kepunahan di Perairan dan Daratan Spesies-spesies di pulau lebih rentan kepunahan dari pada spesies di daratan utama. Hal ini dikarenakan spesies-spesies yang berada di kepulauan mempunyai daerah yang terbatas, ukuran populasi yang kecil, dan jumlah populasi yang sedikit. Spesies endemik adalah spesies yang hanya ditemukan di satu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain. Spesies endemik terutama yang berada di kepulauan rentan terhadap kepunahan. Dari semua spesies hewan maupun tumbuhan yang diketahui telah punah sejak tahun 1600 samapi sekarang, hampir setengahnya adalah spesies yang hidup di pulau. Walaupun kepulauan hanya mewakili sebagian kecil dari permukaan bumi, tetapi disitulah kepunahan sering terjadi. Spesies pulau biasanya berevolusi dan mengalami spesiasi dalam lingkungan tempat jenis-jenis pesaing, predator dan penyakit adalah tertentu dan terbatas. Ketika predator dan pemakan rumput dari daratan utama dimasukkan ke pulau, maka spesies endemik di pulau itu belum berevolusi dalam menghadapi mereka. Artinya spesies endemic pulau tersebut belum memilki kesiapan saat kedatangan predator maupum 36

pemakan rumput dari daratan utama. Tingkat kepunahan spesies segera mencapai puncaknya ketika manusia menempati pulau tersebut. Spesies yang paling rawan musnah terlebih dahulu yakni spesies yang diburu, barulah laju kepunahan menurun di pulau tersebut. Selain hewan spesies tumbuhan pulau pun terancam terutama karena kerusakan habitat. Informasi mengenai spesies laut tidak sebaik spesies darat, sehingga laju kepunahan spesies laut yang terdokumentasi sejauh ini hampir pasti lebih rendah dari pada yang sebenarnya, mungkin dikarenakan spesies laut lebih mampu menghadapi gangguan. Kepunahan spesies darat berbeda pula dengan kepunahan spesies air tawar. Kepunahan ikan air tawar lebih sering terjadi di daerah daratan utama dari pada yang di pulau, karena jumlah spesies di perairan daratan utama lebih banyak. Contoh di Indonesia mulai bermunculan. Di Jawa Barat, penurunan Amfibi yang mengkhawatirkan terjadi di Taman Nasional Gede Pangrango. c. Biogeografi pulau dan tingkat kepunahan masa kini Menurut pengamatan para ahli biologi bahwa luas area pulau turut menentukan jumlah spesies yang dapat menghuninya. Berdasarkan pola tersebut dikembangkan model biogeografi pulau. Menurut model ini pulau-pulau besar memilki lebih banyak spesies dari pada pulau-pulau kecil. Model ini sangat bermanfaat karena dapat diterapkan pada taman nasional dan cagar alam yang dikelilingi habitat yang telah rusak. Cagar alam itu dapat dianggap sebagai “pulau” yang dikelilingi oleh “lautan” habitat yang rusak. Berdasarkan model ini, ketika 50% dari pulau itu rusak maka sekitar 10% spesies yang hidup di pulau tersebut akan musnah. Jika spesies-spesies ini endemic di wilayah tersebut maka akan punah , karena spesies endemic tentunya hanya berada pada pulau tersebut. Apabila 90% hanitat rusak, maka pulau akan kehilangan 50% spesiesnya, dan jika 99% habitat rusak maka sekitar 75% spesies alami akan punah. Setiap hubungan area spesies bersifat unik. Artinya, perkiraan tingkat kepunahan berdasarkan hilangnya habitat cenderung bervariasi. Menurut model biogeografi pulau, jumlah spesies di dalam suatu daerah bertambah secara asimtot (asymptotically) hingga nilai maksimum. Artinya jika luas habitat berkutrang 50% maka jumlah spesies yang hilang sebanyak 10%, jika habitat berkurang hingga 90% maka yang hilang mencapai 50%. Model ini memberikan gambaran umum tentang dampak kerusakan habitat tentang kepunahan spesies dan menggambarkan ketahanan spesies pada habitat yang tersisa.

37

Dalam biologi konservasi, terdapat suatu pernyataan penting, yaitu bila atau kapan suatu spesies akan punah. Setelah luas habitatnya menyusut atau semakin sempit serta habitatnya terfragmentasi suatu spesies mungkin masih dapat bertahan beberapa lama. Model biogeografi pulau tidak dirancang untuk memperkirakan berapa lama suatu spesies akan bertahan, sebelum punah. Meskipun pada akhirnya akan punah, mungkin saja populasi-populasi kecil spesies-spesies tersebut bertahan dalam satu dekade atau mungkin seabad. Hilangnya spesies dimasa depan disebabkan oleh kegiatan manusia saat ini dapat disebut sebagai kepunahan yang terhutang. d. Kepunahan Lokal Banyak spesies yang mengalami kepunahan lokal di wilayah penyebarannya. Spesies-spesies yang tadinya memiliki persebaran yang luas kini menyempit menempati sisa habitat sebelumnya. Misalnya Kumbang tanah Amerika yang dulu tersebar di sebelah timur dan tengah Amerika Utara, sekarang hanya ditemukan dalam empat populasi yang terisolasi. Di Indonesia contohya adalah populasi berbagai spesies kupu-kupu dan kunangkunang, burung Maleo pun dulu pernah tersebar meluas dan melimpah di pulau Sulawesi. Akibat kepunahan local komunitas biologi menjadi miskin, hal ini berarti jika spesiesspesies mengalami kepunahan lokal pada suatu daerah tertentu maka akan terkait dengan kepunahan global. Kepunahan lokal yang besar merupakan pertanda biologi yang penting, yang mengingatkan bahwa ada sesuatu yang salah dengan lingkungan. Diperlukan tindakan untuk mencegah kepunahan lebih lanjut baik local maupun global. Hilangnya populasipopulasi lokal tidak hanya berat hilangnya keanekaragaman hayati, tetapi juga mengurangi nilai wilayah baik untuk dinikmati, penelitian ilmiah. Ketersediaan sumber-sumber daya alam dan bahan-bahan penting bagi penduduk lokal, khususnya dalam ekonomi subsistem pun akan sirna. 2. Faktor-faktor Penyebab Hilangnya Keanekaragan Hayati Seandainya populasi spesies, komunitas mampu beradabtasi dengan lingkungan di sekitarnya, mengapa mereka terancam punah? Bukankah mereka seharusnya mampu bertahan hidup di habitat yang sama? Jawaban atas pertanyaan itu sudah jelas. Kerusakan besar akibat ulah manusia telah mengubah,mendegradasi, danmerusak bentang alam skala luas. Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas menuju ambang kepunahan. Ancaman utama pada keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah 38

kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat (termasuk polusi), perubahan iklim global, pemanfaatan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia, invasi spesies-spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit, serta sinergi dari faktorfaktor tersebut. Ketujuh ancaman terhadap keanekaragaman hayati di atas disebabkan oleh penggunaan kekayaan alam yang semakin meningkat. Penyebab utama kerusakan komunitas biologi adalah bertambahnya populasi manusia di muka bumi. a. Perusakan habitat Penyebab utama hilangnya keanekaragaman hayati bukanlah dari eksploitasi manusia secara langsung, melainkan kerusakan habitat sebagai akibat yang tak dapat dihindari dari bertambahnya populasi penduduk dan kegiatan manusia. b. Fragmentasi habitat Fragmentasi habitat adalah peristiwa yang menyebabkan habitat yang luas dan utuh menjadi berkurang dan terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Antara satu fragmen (perca) dengan lainnya sering kali terjadi isolasi oleh bentang alam yang terdegradasi atau telah diubah. Seringkali pada bentang alam tersebut daerah tepinya mengalami serangkaian perubahan kondisi, yang dikenal denga istilah efek tepi. Fragmen-fragmen kerapkali terdapat pada lahan yang kurang diminati sepeti tebing curam, tanah tak subur, dan daerah yang sulit ditempuh. Seringkali fragmentasi terjadi akibat pengurangan luas habitat secara besar-besaran. Fragmentasi dapat juga terjadi ketika luas habitat hanya berkurang sedikit, namun terpisah oleh penghalang yang membuat spesies tidak dapat bergerak dengan bebas, misalnya jalan, rel kereta, jaringan listrik dan pagar. Fragmentasi habitat memperbesar kerentanan terhadap serangan spesies asing dan spesies hama alami. Tepi hutan merupakan lingkungan terganggu, sehingga spesies hama dapat dengan mudah berkembang dan menyebar ke bagian dalam fragmen hutan tersebut. c. Degradasi habitat dan berbagai polusi Degradasi habitat tidak selalu langsung terlihat, meskipun suatu habitat tidak diganggu oleh kegiatan yang merusak atau fragmentasi habitat, kenyataannya komunitas dan spesies pada habitat tersebut mungkin sedang menerima berbagai dampak negative tidak langsung akibat kegiatan manusia. Pencemaran lingkungan dapat memusnahkan berbagai spesies dari komunitas biologi asalnya. Pemusnahan populasi akibat pencemaran sering terjadi, bahkan selakipun struktur pada komunitas tersebut tidak tampak berubah. Pencemaran lingkungan meliputi penggunaan pestisida yang berlebihan, kontaminasi 39

sumber air oleh buanganindustri, kotoran dan pupuk dan pencemaran udara yang berlebihan, kabut fotokimia, dan kadar ozon yang tinggi. d. Perubahan iklim global Perubahan iklim global terutama cuaca yang lebih panas, karena sejumlah besar karbondioksida dan gas-gas rumah kaca lainnya telah dihasilkan oleh pembakaran minyak bumi dan penggundulan hutan tropika. Kenaikan temperature diperkirakan sedemikian rupa sehingga banyak spesies tidak dapat menyesuaikan diri dan kemungkinan akan menjadi punah. Oleh karena dampak perubahan iklim global sedemikian luas, komunitas biologi, fungsi-fungsi ekosistem, iklim harus secara hati-hati dipantau dalam beberapa decade yang akan datang. Perubahan iklin global juga memilki dampak yang luar biasa di daerah pantai yang dapat tergenang akibat kenaikan permukaan air laut, dan di daerah yang mengalami perubahan suhu dan curah hujan besar-besaran. Populasi-populasi manusia dan lingkungan di daerah tersebut akan rentan terhadap perubahan yang terjadi. e. Perburuan dan perambahan Curik Pada tahun 2005, jumlah Curik yang bertahan di alam bebas (yaitu di kawasan Taman Nasional Bali Barat) diperkirakan 5 ekor saja. Para ahli sepakat bahwa sebaiknya suatu spesies yang kritis tidak seharusnya dibiarkan bertahan dalam satu populasi saja, namun pelepasan di luar pulau Bali dan sekitaryan perlu menghindari pemalsuan fauna. Dalam upaya pelestarian Curik, keputusan strategis perlu dibuat dengan dasar pengetahuan yang memadai, termasuk bantuan studi pustaka dan konsultasi yang kompherensif dengan para ahli dan praktisi setempat. f. Spesies asing pengganggu (invasif) Manusia dengan sengaja atau tidak telah memindahkan ribuan spesies ke tempattempat baru di dunia. Beberapa spesies eksotik ini menjadi invasif, jumlahnya bertambah besar yang merugikan spesies local. g. Penyakit Tingkat penyakit seringkali bertambah ketika ruang gerak hewan menjadi terbatas di kawasan konservasi dan populasi tidak dapat menyebar ke daerah yang lebih luas. Hewanhewan yang hidup di dalam kurungan dan hidup di tempat yang terdegradasi sangat rentan terhadap penyakit. Penyakit terkadang menyebar diantara hewan yang memilki hubungan kekerabatan.

40

h. Kerentanan terhadap kepunahan Spesies-spesies yang paling rentan terhadap kepunahan mempunyai karakteristik tertentu seperti sebaran geografis yang sangat sempit, terdiri dari satu atau sedikit populasi, ukuran populasi kecil, ukuran populasi yang berkuran, dan bahkan yang memberikan nilai ekonominya bagi manusia. Rangkuman 1. Mekanisme Pemiskinan Keanekaragaman Hayati Suatu lingkungan yang sehat memiliki nilai ekonomi, keindahan dan etika yang sangat tinggi. Memelihara lingkungan yang sehat berarti menjaga semua komponennya dalam keadaan baik: ekosistem, komunitas, spesies, populasi, dan variasi genetik. Ketika suatu spesies terjadi pemiskinan atau punah, maka populasinya tak dapat dipulihkan, kumunitas tempat hidupnya akan kekurangan komponen dan nilai potensinya bagi manusia tidak akan terwujud. a. Tingkat Kepunahan Kata punah dapat mempunyai banyak arti, tergantung pada situasinya. Suatu spesies dikatakan punah ketika tidak ada satu individu dari spesies itu yang masih hidup di dunia. Di Pulau Jawa, burung trulek jawa (Vanellus macropterus) dipercaya telah punah, harimau bali (Panthera tigris balica) terakhir diketahui keberadaannya 1950-an, dan telah digolongkan punah, serta harimau jawa (Panthera tigris sondaicus) terakhir terlihat pada tahun 1970. Jika beberapa individu suatu spesies hanya dijumpai di dalam kurungan, atau pada situasi yang diatur oleh manusia, spesies tersebut dikatakan telah punah di alam. Pohon Franklinia altamaha telah punah di alam tetapi tumbuh baik di perkebunan. b. Tingkat kepunahan di Perairan dan Daratan Spesies-spesies di pulau lebih rentan kepunahan dari pada spesies di daratan utama. Hal ini dikarenakan spesies-spesies yang berada di kepulauan mempunyai daerah yang terbatas, ukuran populasi yang kecil, dan jumlah populasi yang sedikit. Spesies endemic adalah spesies yang hanya ditemukan di satu tempat dan tidak ditemukan di tempat lain. Spesies endemic terutama yang berada di kepulauan rentan terhadap kepunahan. Kepunahan spesies darat berbeda pula dengan kepunahan spesies air tawar. Kepunahan ikan air tawar lebih sering terjadi di daerah daratan utama dari pada yang di pulau, karena jumlah spesies di perairan daratan utama lebih banyak. Contoh di Indonesia mulai bermunculan. Di Jawa Barat, penurunan Amfibi yang mengkhawatirkan terjadi di Taman Nasional Gede Pangrango. 41

c. Biogeografi pulau dan tingkat kepunahan masa kini Menurut pengamatan para ahli biologi bahwa luas area pulau turut menentukan jumlah spesies yang dapat menghuninya. Berdasarkan pola tersebut dikembangkan model biogeografi pulau. Menurut model ini pulau-pulau besar memilki lebih banyak spesies dari pada pulau-pulau kecil. Model ini sangat bermanfaat karena dapat diterapkan pada taman nasional dan cagar alam yang dikelilingi habitat yang telah rusak. Cagar alam itu dapat dianggap sebagai “pulau” yang dikelilingi oleh “lautan” habitat yang rusak. Berdasarkan model ini, ketika 50% dari pulau itu rusak maka sekitar 10% spesies yang hidup di pulau tersebut akan musnah. Jika spesies-spesies ini endemic di wilayah tersebut maka akan punah , karena spesies endemic tentunya hanya berada pada pulau tersebut. Apabila 90% hanitat rusak, maka pulau akan kehilangan 50% spesiesnya, dan jika 99% habitat rusak maka sekitar 75% spesies alami akan punah. d. Kepunahan Lokal Banyak spesies yang mengalami kepunahan lokal di wilayah penyebarannya. Spesies-spesies yang tadinya memiliki persebaran yang luas kini menyempit menempati sisa habitat sebelumnya. Misalnya Kumbang tanah Amerika yang dulu tersebar di sebelah timur dan tengah Amerika Utara, sekarang hanya ditemukan dalam empat populasi yang terisolasi. Di Indonesia contohya adalah populasi berbagai spesies kupu-kupu dan kunangkunang, burung Maleo pun dulu pernah tersebar meluas dan melimpah di pulau Sulawesi. Akibat kepunahan lokal komunitas biologi menjadi miskin, hal ini berate jika spesiesspesies mengalami kepunahan lokal pada suatu daerah tertentu maka akan terkait dengan kepunahan global. 2. Faktor-faktor Penyebab Hilangnya Keanekaragan Hayati Kerusakan habitat mendorong spesies dan bahkan seluruh komunitas menuju ambang kepunahan. Ancaman utama pada keanekaragaman hayati akibat kegiatan manusia adalah kerusakan habitat, fragmentasi habitat, degradasi habitat (termasuk polusi), perubahan iklim global, pemanfaatan spesies yang berlebihan untuk kepentingan manusia, invasi spesies-spesies asing dan meningkatnya penyebaran penyakit, serta sinergi dari faktor-faktor tersebut.

42

2.3 Penutup Tes Formatif 1. Jelaskan secara singkat mekanisme pemiskinan keanekaragaman hayati 2. Jelaskan

secara

singkat

faktor-faktor

yang

mempengaruhi

pemiskinan

keanekaragaman hayati. Umpan Balik Anda dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Membuat ringkasan materi pada setiap bab sebelum materi tersebut dibahas dalam diskusi maupun praktikum. 2. Aktif dalam diskusi dan praktikum. 3. Mengerjakan latihan dan tugas. Tindak Lanjut Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80% tes formatif di atas, maka mahasiswa tersebut dapat melanjutkanke bab selanjutnya sebab pengetahuan konsep perlindungan tanaman merupakan dasar untuk bab selanjutnya. Jika ada diantara mereka belum mencapai penguasaan 80% dianjurkan untuk : 1. Mempelajari kembali materi di atas. 2. Berdiskusi dengan teman terutama tentang hal-hal yang belum dikuasai. 3. Bertanya kepada dosen jika ada hal-hal yang tidak jelas dalam diskusi. 2.4 Daftar Pustaka Hakim,

Sulasrin. 2011. Ancaman Bagi Keanekaragaman hayati. (Online) http://sulasrinhakim.blogspot.com/2011/11/ancaman-bagi-keanekaragamanhayati_22.html. diakses 16 Desember 2012.

Indrawan, Mochamad. Primack Richard B. Supriatna, jatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta 2.5 Senarai Asimtot

= suatu garis lurus yang didekati oleh kurva lengkung dengan jarak semakin lama semakin kecil mendekati nol di jauh tak terhingga Degradasi = hilangnya atau berkurangnya fungsi, misalnya hilangnya fungsi lahan. Fragmentasi = alat perkembangbiakan pada tumbuhan ataupun hewan Invasif = spesies yang bukan spesies asli tempat tersebut (hewan ataupun tumbuhan), yang secara luas memengaruhi habitat yang mereka invasi.

43

BAB III PRINSIP-PRINSIP PELESTARIAN BIODIVERSITY 3.1 Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab ini akan menguraikan tentang sepuluh prinsip pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas). Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat

menjelaskan

tentang sepuluh

prinsip

pelestarian

keanekaragaman

hayati

(biodiversitas). 3.2 Penyajian Uraian dan Contoh Di dunia ini ada banyak kegiatan-kegiatan manusia yang dapat merusak keanekaragaman hayati, seperti masalah pencemaran, perubahan habitat dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya hayati perairan sehingga diperikanan dapat merubah struktur ekologi komunitas biota bahkan dapat menurunkan keaneragaman hayati. Untuk melindungi binatang dan tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan beberapa macam upaya manusia dengan Undang-Undang seperti suaka margasatwa, cagar alam, perlindungan hutan, taman nasional, taman laut dan kebun binatang. Serta konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Hal ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya, apabila suatu kawasan tidak terpelihara maka akan terjadi kerusakan dan kemusnahan. Agar tidak terjadi kerusakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan, maka perlu 44

dilakukan upaya penerapan konservasi sumberdaya hayati perairan seperti penetapan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, perlindungan hutan, taman nasional, taman laut dan kebun binatang. 1. Cagar Alam Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami. Adapun Kriteria untuk penunjukkan dan penetapan sebagai kawasan cagar alam : a. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; b. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya; c. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak d. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami; e. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. f. Pemerintah bertugas mengelola kawasan cagar alam. Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspekaspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: Perlindungan dan pengamanan kawasan, Inventarisasi potensi kawasan, Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan. Beberapa kegiatan yang dilarang karena dapat mengakibatkan perubahan fungsi kawasan cagar alam adalah: a. Melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan b. Memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan c. Memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan d. Menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan 45

2. Taman Nasional Taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan system zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Sistem zonasi terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona lain sesuai dengan keperluan. (UU No. 5 Tahun 1990). Kriteria Penetapan Kawasan Taman Nasional (TN) adalah sebagai berikut: a. Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami. b. Memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh sebagai pariwisata alam. c. Memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dikembangkan. d. Merupakan kawasan yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan penduduk sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan kosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri. Pengelolaan taman nasional dapat memberikan manfaat antara lain: a. Ekonomi: Dapat dikembangkan sebagai kawasan yang mempunyai nilai ekonomis, sebagai contoh potensi terumbu karang merupakan sumber yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi sehingga membantu meningkatkan pendapatan bagi nelayan, penduduk pesisir bahkan devisa negara. b. Ekologi: Dapat menjaga keseimbangan kehidupan baik biotik maupun abiotik di daratan maupun perairan. c. Estetika: Memiliki keindahan sebagai obyek wisata alam yang dikembangkan sebagai usaha pariwisata alam / bahari. d. Pendidikan dan Penelitian: Merupakan obyek dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan penelitian. e. Jaminan Masa Depan: Keanekaragaman sumber daya alam kawasan konservasi baik di darat maupun di perairan memiliki jaminan untuk dimanfaatkan secara batasan bagi kehidupan yang lebih baik untuk generasi kini dan yang akan datang. Kawasan taman nasional dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman nasionali kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun 46

berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan taman nasional sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan. Pengelolaan Taman nasional didasarkan atas sistem zonasi, yang dapat dibagi atas : zona inti, zona pemanfaatan zona rimba; dan atau yang ditetapkan Menteri berdasarkan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. a. Kriteria zona inti, 1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. 2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya. 3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan atau tidak atau belum diganggu manusia. 4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin berlangsungnya proses ekologis secara alami. 5. Mempunyai ciri khas potensinya dan dapat merupakan contoh yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi. 6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah. b. Kriteria zona pemanfaatan, yaitu : 1. Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau berupa formasi kosistem tertentu serta formasi geologinya yang indah dan unik. 2. Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam. 3. Kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam. c. Kriteria zona rimba, yaitu :. 1. Kawasan yang ditetapkan mampu mendukung upaya perkembangan dari jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasi. 2. Memiliki keanekaragaman jenis yang mampu menyangga pelestarian zona inti dan zona pemanfaatan. Upaya pengawetan pada zona inti dilaksanakan dalam bentuk kegiatan: 1. Perlindungan dan pengamanan. 2. Inventarisasi potensi kawasan. 3. Penelitian dan pengembangan dalam menunjang pengelolaan. 47

Taman nasional dapat dimanfaatkan sesuai dengan sistem zonasinya:. a. Pemanfaatan Zona inti : Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. Ilmu pengetahuan. Pendidikan. Kegiatan penunjang budidaya. b. Pemanfaatan zona pemanfaatan : Pariwisata alam dan rekreasi. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. Pendidikan dan atau Kegiatan penunjang budidaya. c. Pemanfaatan zona rimba : Penelitian dan pengembangan yang menunjang pemanfaatan. Ilmu pengetahuan. Pendidikan. Kegiatan penunjang budidaya. 3. Lingkup Kegiatan Konservasi Sumber Daya Alam Hayati 1. Tujuan dari Konservasi Sumber daya Alam Hayati adalah menjaga agar tidak terjadi kepunahan dan kerusakan, mengupayakan agar berbagai variasi gen dan jenis dapat dimanfaatkan serta mengupayakan agar penggunaan SDA hayati berdasarkan prinsip prinsip konservasi. 2. Keanekaragaman hayati adalah derajat keanekaragaman SDA hayati yang meliputi jumlah maupun frekuensi dari ekosistem, spesies maupun gen dalam suatu tempat tertentu. 3. Konservasi SDA hayati dan ekosistemnya mencakup 3 kegiatan yaitu: a. Perlindungan proses-proses ekologis yang penting atau pokok dalam sistem penyangga kehidupan; b. Pengawetan keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah; dan c. Pemanfaatan secara lestari jenis (spesies) dan ekosistem. 4. Dalam pengertian yang lebih sederhana pemasyarakatan kegiatan konservasi SDA hayati dijabarkan dalam 3 unsur kegiatan yaitu: a. Melindungi dan menyelamatkan keanekaragaman hayati (saving); b. Mengkaji keanekaragaman hayati (studying); dan c. Memanfaatkan keanekaragaman hayati (using). 4. Sepuluh prinsip pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) Untuk menjamin tercapainya konservasi keanekaragaman hayati ada 10 prinsip konservasi keanekaragaman hayati yaitu: 1. Setiap spesies adalah unik; 2. Konservasi SDA hayati adalah manfaat jangka panjang; 3. Biaya konservasi SDA hayati harus ditanggung bersama 4. Upaya konservasi SDA hayati harus menjadi dasar pembangunan ekonomi dunia; 48

5. Memperlambat kepunahan SDA hayati perlu dana, kebijakan baru dan kelembagaan yang tepat; 6. Prioritas konservasi keanekaragaman hayati berbeda dari tingkat lokal, nasional, dan intemasional; 7. Kesadaran masyarakat tentang konservasi SDA hayati perlu ditingkatkan; 8. Rencana didasarkan pada kriteria ekologis dan sosial; 9. Perlu dilakukan upaya konservasi dengan pendekatan budaya lokal; dan 10. Unsur-unsur utama dalam konservasi keanekaragaman hayati adalah partisipasi masyarakat, HAM, pendidikan dan kelembagaan yang tepat. Rangkuman Di dunia ini ada banyak kegiatan-kegiatan manusia yang dapat merusak keanekaragaman hayati, seperti masalah pencemaran, perubahan habitat dan eksploitasi yang berlebihan terhadap sumberdaya hayati perairan sehingga diperikanan dapat merubah struktur ekologi komunitas biota bahkan dapat menurunkan keaneragaman hayati. Untuk melindungi binatang dan tanaman yang dirasa perlu dilindungi dari kerusakan maupun kepunahan, dapat dilakukan beberapa macam upaya manusia dengan Undang-Undang seperti suaka margasatwa, cagar alam, perlindungan hutan, taman nasional, taman laut dan kebun bnatang. Serta Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Hal ini merupakan tanggung jawab dan kewajiban Pemerintah serta masyarakat. Konservasi selalu berhubungan dengan suatu kawasan, kawasan itu sendiri mempunyai pengertian yakni wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya, apabila suatu kawasan tidak terpelihara maka akan terjadi kerusakan dan kemusnahan. Agar tidak terjadi kerusakan kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan, dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan, maka perlu dilakukan upaya penerapan konservasi sumberdaya hayati perairan seperti penetapan kawasan suaka margasatwa, cagar alam, perlindungan hutan, taman nasional, taman laut dan kebun binatang.

49

Sepuluh prinsip pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) Untuk menjamin tercapainya konservasi keanekaragaman hayati ada 10 prinsip konservasi keanekaragaman hayati yaitu: 1. Setiap spesies adalah unik; 2. Konservasi SDA hayati adalah manfaat jangka panjang; 3. Biaya konservasi SDA hayati harus ditanggung bersama 4. Upaya konservasi SDA hayati harus menjadi dasar pembangunan ekonomi dunia; 5. Memperlambat kepunahan SDA hayati perlu dana, kebijakan baru dan kelembagaan yang tepat; 6. Prioritas konservasi keanekaragaman hayati berbeda dari tingkat lokal, nasional, dan intemasional; 7. Kesadaran masyarakat tentang konservasi SDA hayati perlu ditingkatkan; 8. Rencana didasarkan pada kriteria ekologis dan sosial; 9. Perlu dilakukan upaya konservasi dengan pendekatan budaya lokal; dan 10. Unsur-unsur utama dalam konservasi keanekaragaman hayati adalah partisipasi masyarakat, HAM, pendidikan dan kelembagaan yang tepat. 3.3 Penutup Tes Formatif 1. Jelaskan ruang lingkup kegiatan konservasi sumber daya alam hayati 2. Sebutkan 10 prinsip pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversitas) Umpan Balik Anda dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Membuat ringkasan materi pada setiap bab sebelum materi tersebut dibahas dalam diskusi maupun praktikum. 2. Aktif dalam diskusi dan praktikum. 3. Mengerjakan latihan dan tugas. Tindak Lanjut Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80% tes formatif di atas, maka mahasiswa tersebut dapat melanjutkanke bab selanjutnya sebab pengetahuan konsep perlindungan tanaman merupakan dasar untuk bab selanjutnya. Jika ada diantara mereka belum mencapai penguasaan 80% dianjurkan untuk : 1. Mempelajari kembali materi di atas. 50

2. Berdiskusi dengan teman terutama tentang hal-hal yang belum dikuasai. 3. Bertanya kepada dosen jika ada hal-hal yang tidak jelas dalam diskusi. 3.4 Daftar Pustaka Adhy sanjai. 2012. Konservasi Keanekaragaman Hayati (Biodiversitas). (Online) http://infighters.blogspot.com/2012/03/konservasi-keanekaragaman-hayati.html#! /2012/03/konservasi-keanekaragaman-hayati.html. Diakses 16 Desember 2012 Indrawan, mochamad. Primack Richard B. Supriatna, jatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 3.5 Senarai Abiotik = tak hidup Konservasi = pengelolaan

51

BAB IV STRATEGI KONSERVASI BIODIVERSITY 4.1 Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab ini akan menguraikan tentang pokok-pokok pikiran strategi konservasi keanekaragaman hayati, unsur-unsur penting konvensi keanekaragaman hayati, dan kawasan lindung. Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat menjelaskan tentang pokok-pokok pikiran strategi konservasi keanekaragaman hayati, unsur-unsur penting konvensi keanekaragaman hayati, dan kawasan lindung. 4.2 Penyajian Uraian dan Contoh Spesies kita, manusia memasuki abad idustri dengan populasi satu milyar, dengan keanekaragaman hayatinya yang sangat tinggi. Sumberdaya biologi merupakan bagian dari keragaman yang sangat potensial yang tersedia dengan bebas untuk mendukung pembangunan. Walaupun pada akhir abad ke-20, kita menyatakan bahwa sumberdaya hayati terbatas, namun sinisnya kita telah melampaui batas tersebut yang mengakibatkan berkurangnya sumberdaya hayati dan mengancam kesejahteraan manuasia. Padahal setiap tahun penduduk dunia makin bertambah dan iklimpun berubah secara lebih cepat. Aktifitas-aktifitas manusia secara progresif mengikis kemampuan bumi. Semetara pertumbuhan penduduk yang pesat dan peningkatan konsumsi yang tinggi menuntut penyediaan sumberdaya bumi yang lebih besar. Pada skala global, hal tersebut akan mengakibatkan dampak negatif terhadap produktifitas bumi untuk penyediaan sumberdaya alam dimasa mendatang. Sehingga, usaha-usaha konservasi keanekaragaman hayati sama sekali tidak dapat dipisahkan dari pembangunan sosial ekonomi. 1. Konservasi Keanekaragaman Hayati Akibat

peningkatan

perubahan-perubahan

lingkungan

dewasa

ini,

maka

pemeliharaan sumber keanekaragaman hayati menjadi sangat mendesak. Kita sadari bahwa 52

keanekaragaman gen, spesies, dan ekosistem menyediakan bahan baku yang mendukung manusia tahan terhadap perubahan-perubahan, disamping itu juga akan mencegah kehilangan alternatif untuk merubah kondisi menjadi lebih baik. Daerah tropika memiliki bagian tersebesar proporsi keanekaragaman hayati dunia. Negara-negara industri juga tergantung kepada sumberdaya alam tropis, baik sebagai bahan baku industri, bahan pemuliaan, obat-obatan, daerah turis, maupun berbagai keuntungan-keuntungan yang nyata maupun yang tidak nyata. Namun dewasa ini ekploitasi (over-exploitation) daerah-daerah tropik oleh masyarakat industri telah menghasilkan keuntungan besar tanpa investasi yang sepadan untuk konservasi maupun untuk membayar dampak yang ditimbulkannya terhadap lingkungan. Penipisan dan penghancuran sumber daya alam (resources deplition and destruction) makin meningkat akibat: 1. murahnya tenaga kerja; 2. harga bahan baku yang tidak mencerminkan nilai yang sesungguhnya (true value); 3. arah pembangunan yang tidak tepat; dan 4. pengontrolan harga dan tarif komoditas yang tidak seimbang. Situasi demikian secara terus menerus memburuk dan menyebabkan krisis sumber daya alam bumi. Dengan demikian pihak-pihak pemerintah, badan-badan pembangunan (development agencies), dan masyarakat umum harus terus berjuang meningkatkan kesadaran

dan

perhatiannya

untuk

mencegah

penipisan

dan

penghancuran

keanekaragaman hayati serta memeliharanya untuk generasi mendatang secara adil dan berkesinambungan. 2. Pokok Persoalan Konservasi Konservasi keanekaragaman hayati merupakan persoalan yang komplek dan memerlukan perjuangan sepanjang waktu. Oleh karena itu, konservasi keanekaragaman hayati mencakup: 1. Bagaimana cara memobilisasi pengetahuan ilmiah, sehingga keanekaragaman hayati dapat dikonservasi dengan jalan terbaik. 2. Bagaimana dapat mengelola proses perubahan, sehingga keanekaragam hayati dapat memberikan sumbangan terbaik untuk pembangunan berkesinambungan (sustainable development). 3. Masalah mana yang perlu didahulukan pemecahannya.

53

4. Bagaimana

dapat

mengkoordinasi

inisiatif-inisiatif

dalam

konservasi

keakeragaman hayati secara efektif. 5. Dari mana sumber biaya dapat diperoleh. 3. Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati Kesepakatan mengenai konservasi keanekaragaman hayati di tingkat internasional telah dirumuskan dan dituangkan dalam perjanjian tentang Keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity) di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Juni 1992. Perjanjian tersebut secara hukum mengikat (legally binding), hingga setiap negara yang ikut menandatanganinya, termasuk Indonesia, mempunyai tanggung-jawab moral untuk menuangkannya ke dalam kebijakan nasional, untuk selanjutnya di implementasikan di setiap sektor pembangunan. Dalam Pasal 6, Ayat (2) dari perjanjian tersebut menyatakan bahwa sesuai dengan keadaan dan kapabilitasnya, setiap negara sepanjang dimungkinkan dan sesuai, memadukan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya secara berkelanjutan ke dalam kebijakan, rencana dan program-program sektoral atau lintas sektoral. Selain kesepakatan tentang Konservasi Keanekaragaman hayati di tingkat internasional di atas, tiga lembaga/LSM internasional yaitu: World Resources Institute (WRI), The world Conservation Union (IUCN), dan United Nations Environment Program (UNEP) telah menerbitkan buku yang berisi tentang Strategi Global tentang konservasi keanekaragaman hayati (Global Biodiversity Strategy) pada tahun 1992. Dalam strategi global tersebut dinyatakan bahwa kesuksesan aksi konservasi keanekaragaman hayati harus diarahkan untuk mencegah/menanggulangi seluruh sebab yang mengakibatkan kepunahan keanekaragaman hayati, serta melingkup seluruh kesempatan agar gen, spesies dan ekosistem dapat dimanfaatkan bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan. Mengingat bahwa tujuan konservasi ragam-hayati sangat luas, yakni: mendukung pembangunan berkelanjutan dengan cara melindungi dan memanfaatkan sumberdaya biologi tanpa menurunkan keanekaragaman gen, spesies atau merusak habitat-habitat penting dan ekosistem, maka setiap upaya konservasi keanekaragaman hayati juga harus mempunyai lawas yang luas. Namun pemasyarakatan upaya tersebut dapat disederhanakan ke dalam tiga unsur dasar, yaitu: (1) Melindungi keanekaragaman hayati (saving); (2) Mengkaji keanekaragaman hayati (studying); (3) Memanfaatkan keanekaragaman hayati (using) secara berkelanjutan dan berkeseimbangan. 54

Melindungi keanekaragaman hayati berarti mengambil langkah untuk melindungi spesies, habitat, dan ekosistem. Cara terbaik untuk melindungi spesies adalah melindungi habitatnya. Dengan demikian melindungi keanekaragaman hayati melibatkan upaya-upaya untuk mencegah degradasi sistem alam penting, serta mengelola dan melindunginya secara efektif. Mengkaji

keanekaragaman

hayati

berarti

mendokumentasikan

komposisi,

distribusi, struktur dan fungsinya; memahami peranan dan fungsi gen, spesies, dan ekosistem, memahami rangkaian komplek antara sistem alam dengan sistem yang telah dimodifikasi, memanfaatkan pemahaman tersebut bagi kepentingan pembangunan berkelanjutan. Mengkaji keanekaragaman hayati juga berarti membangun kesadaran terhadap nilai keanekaragaman hayati, memberikan kesempatan kepada manusia untuk menghargai keanekaragaman alam, mengintegrasikan isu keanekaragaman hayati ke dalam kurikulum pendidikan, dan menjamin agar masyarakat mempunyai akses terhadap informasi tentang keanekaragaman hayati, terutama kegiatan-kegiatan pembangunan yang dapat menimbulkan dampak terhadap keanekaragaman hayati secara lokal. Memanfaatkan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan (sustainable) dan berkeseimbangan

(equitable)

berarti

menghemat

sumberdaya

biologi.

Selain

keberadaannya dapat dipertahankan hingga jangka waktu yang tak terbatas, juga menjamin bahwa keanekaragaman hayati dimanfaatkan untuk memperbaiki kehidupan manusia, dan mengusahakan agar sumberdaya tersebut dapat dimanfaatkan secara merata. Kata ”memanfaatkan" tidak secara otomatis rnempunyai implikasi "konsumsi"; seringkali nilai tertinggi justru diperoleh dengan mempertahankan keanekaragaman hayati dalam keadaan alaminya, terutama nilai ekologi dan budayanya, seperti kasus penyangga Daerah Aliran Sungai

(DAS)

atau

hutan

yang

dikeramatkan.

Mengembangkan

pemanfaatan

keanekaragaman hayati yang berkelanjutan membutuhkan aplikasi baik pengetahuan tradisional maupun moderen terhadap keanekaragaman hayati dan sumberdaya biologi. Sebaliknya kebutuhan pengguna harus membantu perumusan prioritas penelitian. Agenda konservasi keanekaragaman hayati harus mencakup upaya-upaya yang lebih luas dari upaya konservasi keanekaragaman hayati di dalam kawasan konservasi, spesies langka atau terancam kepunahan, kebun binatang atau kebun biji. Untuk itu perlu dilakukan kontak-kontak baru dan kesetiakawanan di antara masyarakat, menyatukan para biologis dan pengelola sumberdaya hayati dengan para ahli sosial, pemimpin politik, kalangan bisnis, pemuka agama, petani, wartawan, artis, perencana, guru dan penegak 55

hukum. Selain itu, harus dilakukan dialog antara pemerintah pusat dengan daerah, masyarakat industri, grup-grup sosial, termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat, wanita dan penduduk lokal. Mekanisme dan tindakan baru diperlukan untuk mendukung suksesnya aksi konservasi keanekaragaman hayati. Jauh sebelum Konvensi Keanekaragaman hayati (Biodiversity Convention), dimana Indonesia merupakan salah satu negara yang turut menandatangani perjanjian tersebut. Pada tahun 1991 Indonesia telah menyusun rencana nasional konservasi dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara lestari sebagai strategi nasional. Strategi ini dituangkan dalam "Biodiversity Action Plan for Indonesia" yang diterbitkan oleh BAPPENAS pada tahun 1993. Pada tahun yang sama juga telah diterbitkan Strategi Nasional Pengelolaan Keanekaragaman Hayati oleh Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Secara garis besar sasaran program kerja sumberdaya hayati nasional adalah memaksimalkan upaya konservasi keanekaragaman hayati. Tujuan ini dirumuskan dalam 3 strategi utama: 1. Memperlambat kehilangan hutan primer, lahan basah, terumbu karang, habitat perairan laut dan habitat terestrial lainnya yang mempunyai kepentingan tinggi ditinjau dari segi konservasi keanekaragaman hayati. 2. Memperbanyak ketersediaan data dan informasi serta mengusahakan agar keduanya tersedia bagi pembuat kebijakan dan masyarakat luas. 3. Membantu pemanfaatan sumberdaya hayati sedemikian rupa sehingga lestari dan kurang merugikan bila dibandingkan dengan pemanfaatan yang tidak direncanakan untuk jangka panjang. Strategi tersebut hanya dapat dicapai melalui keterpaduan dan proses yang paling mengisi dari berbagai institusi yang ada, kebijakan dan peraturan-peraturan pembangunan, disertai dengan penambahan investasi melalui proyek yang dikerjakan dengan seksama. Prioritas utama untuk mempertahankan keanekaragaman hayati diarahkan pada konservasi insitu, baik di dalam kawasan konservasi maupun di lautan, mintakat pantai, hutan, lahanlahan serbaguna dan lahan-lahan pertanian. Sedangkan konservasi eksitu dapat menjadi pelengkap untuk perlindungan species di dalam ekosistem alami dan untuk mengawetkan keragaman genetik dalam sistem pertanian. Dalam hubungannya dengan prioritas tersebut, rencana kerja keanekaragaman hayati nasional diarahkan pada 4 kegiatan utama, yaitu:

56

1. Konservasi insitu di dalam Taman Nasional, Cagar Alam, Hutan Lindung dan bentukbentuk kawasan konservasi lainnya; 2. Konservasi insitu di luar kawasan konservasi, termasuk di dalam hutan, lahan basah dan lahan pertanian; 3. Konservasi insitu terhadap sumberdaya laut dan pantai; 4. Konservasi eksitu, termasuk konservasi yang dilakukan oleh bank-bank gen, bank benih, pengawetan keanekaragaman jenis-jenis tanaman pangan dan program-program penangkaran. Keseluruhan strategi di atas kini diperkuat dengan disyahkannya Biodiversity Convention melalui Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Pengesyahan United Nation's Convention on Biological Diversity. Dengan difenitifnya undang-undang tersebut, konservasi keanekaragaman hayati telah menjadi komitmen politis dan komitmen hukum yang perlu dijabarkan dalam berbagai program aksi. Menurut konvensi keanekaragaman hayati tersebut, salah satu program terpenting yang harus dilaksanakan oleh setiap negara adalah melaksanakan konservasi keanekaragaman hayati di seluruh tipe lingkungan hidup manusia. Untuk menjamin keberhasilan upaya konservasi ragam hayati, seluruh negara harus mengembangkan program-program capacity building melalui berbagai kegiatan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembangan pemanfaatan potensi bio-fisik kawasan konservasi. Strategi tersebut kini dimanfaatkan sebagai acuan dasar bagi pengelola PKKH di TN. GHS. 4. Unsur-unsur penting konvensi Keanekaragaman Hayati Konvensi Keanekaragaman Hayati adalah Perjanjian multi lateral untuk mengikat para pihak (negara peserta konvensi) dalam menyelesaikan permasalahan global khususnya keanekaragaman hayati. Konvensi keanekaragaman hayati lahir sebagai wujud kekhawatiran umat manusia atas semakin berkurangnya nilai keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh laju kerusakan keanekaragaman hayati yang cepat dan kebutuhan masyarakat dunia untuk memadukan segala upaya perlindungannya bagi kelangsungan hidup alam dan umat manusia selanjutnya. Secara singkat sejarah munculnya konvensi keanekaragaman hayati adalah dari hasil pertemuan KTT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro yang merupakan bentuk penegasan kembali dari Deklarasi Stockholm pada tanggal 16 Juni Tahun 1972, terutama 57

menyangkut isi deklarasi bahwa permasalahan lingkungan merupakan isu utama yang berpengaruh pada kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia (butir ke-2 Deklarasi Stockholm). Pertemuan KTT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro ini telah merumuskan lima dokumen, yakni; 1. Deklarasi Rio; 2. Konvensi Acuan tentang Perubahan Iklim; 3. Konvensi Keanekaragaman Hayati; 4. Prinsip-Prinsip Pengelolan Hutan; dan 5. Agenda 21. Prinsip dalam konvensi keanekaragaman hayati adalah bahwa setiap negara mempunyai hak berdaulat untuk memanfaatkan sumber – sumber daya hayati sesuai dengan kebijakan pembangunan lingkungannya sendiri dan mempunyai tanggung jawab untuk menjamin bahwa kegiatan – kegiatan yang dilakukan di dalam yurisdiksinya tidak menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan negara lain atau kawasan d luar batas yuridiksi nasional. Indonesia telah meratifikasi Konvensi Keanekaragaman Hayati melalui Undang-Undang No. 5/1994 tentang Pengesahan United Nations Convention on Biological Diversity (Konvensi PBB mengenai Keanekaragaman Hayati). TUJUAN 

Konservasi keanekaragaman hayati



Pemanfaatan berkelanjutan dari komponen – komponen keanekaragaman hayati



Pembagian keuntungan dari pemanfaatan sumber daya genetik secara adil dan merata.

MANFAAT Manfaat yang diperoleh Indonesia sebagai negara pihak dari konvensi keanekaragaman hayati antara lain : 

Penilaian dan pengakuan dari masyarakat internasional bahwa Indonesia peduli atas keanekaragaman hayati dan pengakuan ketentuan yang berlaku di negara masing – masing anggota atas sumber daya alam hayati yang dimilikinya



Mendorong untuk mendapatkan leuntungan bersama yang dihasilkan dari pendayagunaan sumber daya genetik Republik Indonesia pada pertemuan – pertemuan konvensi keanekaragaman hayati



Kepentingan untuk melindungi sumberdaya megabiodiversiti

58

TANGGUNG JAWAB Tanggung Jawab negara yang meratifikasi konvensi keanekaragaman hayati adalah : 

Mengembangkan

strategi

nasional

untuk

konservasi

dan

pembangunan

berkelanjutan keanekaragaman hayati 

Menetapkan kawasan lindung, memperbaiki ekosistem yang rusak, mengendalikan species asing dan menetapkan fasilitas konservasi ex-Situ



Melaksanakan program pelatihan dan penelitian untuk perlindungan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan



Meningkatkan pendidikan da kesadaran masyarakat mengenai perlindungan dan pemanfaatan berkelanjutan



Melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan sebelum dilaksanakan kegiatan/proyek yang dapat mengurangi keanekaragaman hayati



Mengakui hak pemerintah untuk mengatur akses terhadap sumber genetiknya dan apabila dimungkinkan memberikan pihak lain akses terhadap sumber daya genetik untuk pemanfaatan yang ramah lingkungan



Mendorong transfer teknologi dan bioteknologi khususnya kepada negara berkembang



Menetapkan pertukaran informasi antar pihak mengenai seluruh subjek yang berkaitan dengan keanekaragaman hayati



Meningkatkan kerjasama teknis dan ilmiah antar pihak untukn memungkinkan para pihak untuk melaksanakan konvensi keanekaragaman hayati



Menjamin keuntungan negara yang menyediakan sumber daya genetik mempunyai akses terhadap keuntungan yang berasal darinya



Menyediakan sumber keuangan kepada negara berkembang untuk memungkinkan mereka melaksanakan ketentuan yang terdapat dalam konvensi keanekaragaman hayati.

5. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungikelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dannilai sejarah serta budyaa bangsa guna kepentingan pembangunan berlanjutan. Dalam UU Perencanaan, baik UU No 24 tahun 1994 maupun UU no 26 tahun 2007. Menyebutkan pembagian kawasan atas kawasan lindung dan kawasan budidaya.

59

Pengertiannya adalah kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan denganfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alamdan sumber daya buatan. Menurut Permen no 15 tahun 2009 kawasan lindung terdiri atas: a. Kawasan hutan lindung b. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya,meliputi: kawasan bergambut dan kawasan resapan air c. Kawasan

perlindungan

setempat,

meliputi:

sempadan

pantai,

sempadan

sungai,kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air, serta kawasan lindung spiritualdan kearifan lokal d. Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya meliputi: kawasan suakaalam, kawasan

suaka

alam

laut

dan

perairan

lainnya,

suaka

margasatwa

dan

suakamargasatwa laut, cagar alam dan cagar alam laut, kawasan pantai berhutan bakau, tamannasional dan taman nasional laut, taman hutan raya, taman wisata alam dan taman wisataalam laut, serta kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan e. Kawasan rawan bencana alam, meliputi: kawasan rawan tanah longsor, kawasanrawan gelombang pasang, dan kawasan rawan banjir f. Kawasan lindung geologi, meliputi: kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah; dan g. Kawasan

lindung

lainnya,

meliputi:

cagar

biosfer,

ramsar,

taman

buru,

kawasan perlindungan plasma-nutfah, kawasan pengungsian satwa, terumbu karang, dan kawasankoridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi. Klasifikasi Klasifikasi

Kawasan

Lindung,

Kawasan

lindung

adalah

kawasan

yang

ditetapkandengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdayaalam dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekologi kawasan sekitarnya. Kawasan lindung dapat dibedakanmenjadi tiga kategori, yaitu: a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya b. Kawasan Perlindungan Setempat c. Kawasan Suaka Alam

60

Kriteria Kawasan Lindung Kriteria

Penetuan

Kawasan

Lindung,

ada

20

kriteria

yang

digunakan

untuk menentukannya, yaitu:Kawasan Hutan Lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,kawasan terbuka hijau kota, kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, tamannasional, taman hutan rakyat, taman wisata alam, cagar budaya, kawasan rawan bencanaalam, kawasan taman buru, kawasan cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah,kawasan pengungsian satwa, kawasan pantai berhutan bakau Contoh Peta Kawasan Lindung.

61

Kawasan lindung nasional terdiri atas: 

kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya;



kawasan perlindungan setempat;



kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya;



kawasan rawan bencana alam;



kawasan lindung geologi; dan



kawasan lindung lainnya.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya terdiri atas: 

kawasan hutan lindung;



kawasan bergambut; dan



kawasan resapan air.

Kawasan perlindungan setempat terdiri atas: 

sempadan pantai;



sempadan sungai;



kawasan sekitar danau atau waduk; dan



ruang terbuka hijau kota.

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya, terdiri atas: 

kawasan suaka alam;



kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya;



suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut;



cagar alam dan cagar alam laut;



kawasan pantai berhutan bakau;



taman nasional dan taman nasional laut;



taman hutan raya;



taman wisata alam dan taman wisata alam laut; dan



kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan.

Kawasan rawan bencana alam terdiri atas: 

kawasan rawan tanah longsor;



kawasan rawan gelombang pasang; dan



kawasan rawan banjir.

62

Kawasan lindung geologi terdiri atas: 

kawasan cagar alam geologi;



kawasan rawan bencana alam geologi; dan



kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah.

Kawasan lindung lainnya terdiri atas: 

cagar biosfer;



ramsar;



taman buru;



kawasan perlindungan plasma nutfah;



kawasan pengungsian satwa;



terumbu karang; dan



kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi.

Kawasan cagar alam geologi terdiri atas: 

kawasan keunikan batuan dan fosil;



kawasan keunikan bentang alam; dan



kawasan keunikan proses geologi.

Kawasan rawan bencana alam geologi terdiri atas: 

kawasan rawan letusan gunung berapi;



kawasan rawan gempa bumi;



kawasan rawan gerakan tanah;



kawasan yang terletak di zona patahan aktif;



kawasan rawan tsunami;



kawasan rawan abrasi; dan



kawasan rawan bahaya gas beracun.

Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah terdiri atas: 

kawasan imbuhan air tanah; dan



sempadan mata air.

Kriteria Kawasan Lindung Nasional Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya: Kawasan hutan lindung ditetapkan dengan kriteria: 

kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya sama dengan 175 (seratus tujuh puluh lima) atau lebih; 63



kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng paling sedikit 40% (empat puluh persen); atau



kawasan hutan yang mempunyai ketinggian paling sedikit 2.000 (dua ribu) meter di atas permukaan laut.

Kawasan bergambut ditetapkan dengan kriteria ketebalan gambut 3 (tiga) meter atau lebih yang terdapat di hulu sungai atau rawa. Kawasan resapan air ditetapkan dengan kriteria kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. Kawasan perlindungan setempat: Sempadan pantai ditetapkan dengan kriteria: 

daratan sepanjang tepian laut dengan jarak paling sedikit 100 (seratus) meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau



daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.

Sempadan sungai ditetapkan dengan kriteria: 

daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 (lima) meter dari kaki tanggul sebelah luar;



daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 (seratus) meter dari tepi sungai; dan



daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 (lima puluh) meter dari tepi sungai.

Kawasan sekitar danau atau waduk ditetapkan dengan kriteria: 

daratan dengan jarak 50 (lima puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dari titik pasang air danau atau waduk tertinggi; atau



daratan sepanjang tepian danau atau waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau atau waduk.

Ruang terbuka hijau kota ditetapkan dengan kriteria: 

lahan dengan luas paling sedikit 2.500 (dua ribu lima ratus) meter persegi;



berbentuk satu hamparan, berbentuk jalur, atau kombinasi dari bentuk satu hamparan dan jalur; dan



didominasi komunitas tumbuhan.

64

Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya: Kawasan suaka alam ditetapkan dengan kriteria: 

kawasan yang memiliki keanekaragaman biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang khas baik di darat maupun di perairan; dan/atau



mempunyai fungsi utama sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis biota, ekosistem, serta gejala dan keunikan alam yang terdapat di dalamnya.

Kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki ekosistem khas, baik di lautan maupun di perairan lainnya; dan



merupakan habitat alami yang memberikan tempat atau perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.

Suaka margasatwa dan suaka margasatwa laut ditetapkan dengan kriteria: 

merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;



memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;



merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu; atau



memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.

Cagar alam dan cagar alam laut ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa, dan tipe ekosistemnya;



memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;



memiliki kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli atau belum diganggu manusia;



memiliki luas dan bentuk tertentu; atau



memiliki ciri khas yang merupakan satu-satunya contoh di suatu daerah serta keberadaannya memerlukan konservasi.

Kawasan pantai berhutan bakau ditetapkan dengan kriteria koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit 130 (seratus tiga puluh) kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat. Taman nasional dan taman nasional laut ditetapkan dengan kriteria: 

berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan satwa yang beragam;



memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologi secara alami;



memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun jenis satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh; 65



memiliki paling sedikit satu ekosistem yang terdapat di dalamnya yang secara materi atau fisik tidak boleh diubah baik oleh eksploitasi maupun pendudukan manusia; dan



memiliki keadaan alam yang asli untuk dikembangkan sebagai pariwisata alam.

Taman hutan raya ditetapkan dengan kriteria: 

berhutan atau bervegetasi tetap yang memiliki tumbuhan dan/atau satwa yang beragam;



memiliki arsitektur bentang alam yang baik;



memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;



merupakan kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan, baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh maupun kawasan yang sudah berubah;



memiliki keindahan alam dan/atau gejala alam; dan



memiliki luas yang memungkinkan untuk pengembangan koleksi tumbuhan dan/atau satwa jenis asli dan/atau bukan asli.

Taman wisata alam dan taman wisata alam laut ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang masih asli serta formasi geologi yang indah, unik, dan langka;



memiliki akses yang baik untuk keperluan pariwisata;



memiliki luas yang cukup untuk menjamin pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya untuk dimanfaatkan bagi kegiatan wisata alam; dan



kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan kegiatan wisata alam.

Kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan ditetapkan dengan kriteria sebagai hasil budaya manusia yang bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Kawasan Rawan Bencana Alam: Kawasan rawan tanah longsor ditetapkan dengan kriteria kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran. Kawasan rawan gelombang pasang ditetapkan dengan kriteria kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.

66

Kawasan rawan banjir ditetapkan dengan kriteria kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Kawasan lindung lainnya: Cagar biosfer ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki keterwakilan ekosistem yang masih alami, kawasan yang sudah mengalami degradasi, mengalami modifikasi, atau kawasan binaan;



memiliki komunitas alam yang unik, langka, dan indah;



merupakan

bentang alam yang cukup luas yang mencerminkan interaksi antara

komunitas alam dengan manusia beserta kegiatannya secara harmonis; atau 

berupa tempat bagi pemantauan perubahan ekologi melalui penelitian dan pendidikan.

Ramsar ditetapkan dengan kriteria: 

berupa lahan basah baik yang bersifat alami atau mendekati alami yang mewakili langka atau unit yang sesuai dengan biogeografisnya;



mendukung spesies rentan, langka, hampir langka, atau ekologi komunitas yang terancam;



mendukung

keanekaragaman populasi satwa dan/atau flora di wilayah

biogeografisnya; atau 

merupakan tempat perlindungan bagi satwa dan/atau flora saat melewati masa kritis dalam hidupnya.

Taman buru ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki luas yang cukup dan tidak membahayakan untuk kegiatan berburu; dan



terdapat satwa buru yang dikembangbiakkan yang memungkinkan perburuan secara teratur dan berkesinambungan dengan mengutamakan segi aspek rekreasi, olahraga, dan kelestarian satwa.

Kawasan perlindungan plasma nutfah ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki jenis plasma nutfah tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhannya; dan



memiliki luas tertentu yang memungkinkan kelangsungan proses pertumbuhan jenis plasma nutfah.

Kawasan pengungsian satwa ditetapkan dengan kriteria: 

merupakan tempat kehidupan satwa yang sejak semula menghuni areal tersebut;



merupakan tempat kehidupan baru bagi satwa; dan 67



memiliki luas tertentu yang memungkinkan berlangsungnya proses hidup dan kehidupan serta berkembangbiaknya satwa.

Terumbu karang ditetapkan dengan kriteria: 

berupa kawasan yang terbentuk dari koloni masif dari hewan kecil yang secara bertahap membentuk terumbu karang;



terdapat di sepanjang pantai dengan kedalaman paling dalam 40 (empat puluh) meter; dan



dipisahkan oleh laguna dengan kedalaman antara 40 (empat puluh) sampai dengan 75 (tujuh puluh lima) meter.

Kawasan koridor bagi jenis satwa atau biota laut yang dilindungi ditetapkan dengan kriteria: 

berupa kawasan memiliki ekosistem unik, biota endemik, atau proses-proses penunjang kehidupan; dan



mendukung alur migrasi biota laut.

Kawasan cagar alam geologi: Kawasan keunikan batuan dan fosil ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;



memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);



memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;



memiliki tipe geologi unik; atau



memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.

Kawasan keunikan bentang alam ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;



memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik;



memiliki bentang alam goa;



memiliki bentang alam ngarai/lembah;



memiliki bentang alam kubah; atau



memiliki bentang alam karst.

Kawasan keunikan proses geologi ditetapkan dengan kriteria: 

kawasan poton atau lumpur vulkanik;



kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau 68



kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.

Kawasan rawan bencana alam geologi: Kawasan rawan letusan gunung berapi ditetapkan dengan kriteria: 

wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau



wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.

Kawasan rawan gempa bumi ditetapkan dengan kriteria kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI). Kawasan rawan gerakan tanah dengan kriteria memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi. Kawasan yang terletak di zona patahan aktif ditetapkan dengan kriteria sempadan dengan lebar paling sedikit 250 (dua ratus lima puluh) meter dari tepi jalur patahan aktif. Kawasan rawan tsunami ditetapkan dengan kriteria pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami. Kawasan rawan abrasi ditetapkan dengan kriteria pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi. Kawasan rawan bahaya gas beracun ditetapkan dengan kriteria wilayah yang berpotensi dan/atau pernah mengalami bahaya gas beracun. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah: Kawasan imbuhan air tanah ditetapkan dengan kriteria: 

memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti;



memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;



memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau



memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan.

Kawasan sempadan mata air ditetapkan dengan kriteria: 

daratan di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat untuk mempertahankan fungsi mata air; dan



wilayah dengan jarak paling sedikit 200 (dua ratus) meter dari mata air.

69

Rangkuman Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati Kesepakatan mengenai konservasi keanekaragaman hayati di tingkat internasional telah dirumuskan dan dituangkan dalam perjanjian tentang Keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity) di Rio de Janeiro pada tanggal 5 Juni 1992. Perjanjian tersebut secara hukum mengikat (legally binding), hingga setiap negara yang ikut menandatanganinya, termasuk Indonesia, mempunyai tanggung-jawab moral untuk menuangkannya ke dalam kebijakan nasional, untuk selanjutnya di implementasikan di setiap sektor pembangunan. Dalam Pasal 6, Ayat (2) dari perjanjian tersebut menyatakan bahwa sesuai dengan keadaan dan kapabilitasnya, setiap negara sepanjang dimungkinkan dan sesuai, memadukan konservasi keanekaragaman hayati dan pemanfaatannya secara berkelanjutan ke dalam kebijakan, rencana dan program-program sektoral atau lintas sektoral. Selain kesepakatan tentang Konservasi Keanekaragaman hayati di tingkat internasional di atas, tiga lembaga/LSM internasional yaitu: World Resources Institute (WRI), The world Conservation Union (IUCN), dan United Nations Environment Program (UNEP) telah menerbitkan buku yang berisi tentang Strategi Global tentang konservasi keanekaragaman hayati (Global Biodiversity Strategy) pada tahun 1992. Unsur-unsur penting konvensi Keanekaragaman Hayati Konvensi Keanekaragaman Hayati adalah Perjanjian multi lateral untuk mengikat para pihak (negara peserta konvensi) dalam menyelesaikan permasalahan global khususnya keanekaragaman hayati. Konvensi keanekaragaman hayati lahir sebagai wujud kekhawatiran umat manusia atas semakin berkurangnya nilai keanekaragaman hayati yang disebabkan oleh laju kerusakan keanekaragaman hayati yang cepat dan kebutuhan masyarakat dunia untuk memadukan segala upaya perlindungannya bagi kelangsungan hidup alam dan umat manusia selanjutnya. Secara singkat sejarah munculnya konvensi keanekaragaman hayati adalah dari hasil pertemuan KTT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro yang merupakan bentuk penegasan kembali dari Deklarasi Stockholm pada tanggal 16 Juni Tahun 1972, terutama menyangkut isi deklarasi bahwa permasalahan lingkungan merupakan isu utama yang berpengaruh pada kesejahteraan manusia dan pembangunan ekonomi di seluruh dunia

70

(butir ke-2 Deklarasi Stockholm). Pertemuan KTT Bumi Tahun 1992 di Rio de Janeiro ini telah merumuskan lima dokumen, yakni; 1. Deklarasi Rio; 2. Konvensi Acuan tentang Perubahan Iklim; 3. Konvensi Keanekaragaman Hayati; 4. Prinsip-Prinsip Pengelolan Hutan; dan 5. Agenda 21. Kawasan Lindung Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungikelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dannilai sejarah serta budyaa bangsa guna kepentingan pembangunan berlanjutan. Dalam UU Perencanaan, baik UU No 24 tahun 1994 maupun UU no 26 tahun 2007. Menyebutkan pembagian kawasan atas kawasan lindung dan kawasan budidaya. Pengertiannya adalah kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan denganfungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alamdan sumber daya buatan. Klasifikasi Klasifikasi

Kawasan

Lindung,

Kawasan

lindung

adalah

kawasan

yang

ditetapkandengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdayaalam dan sumberdaya buatan. Kawasan lindung merupakan kawasan yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekologi kawasan sekitarnya. Kawasan lindung dapat dibedakanmenjadi tiga kategori, yaitu: a. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahannya b. Kawasan Perlindungan Setempat c. Kawasan Suaka Alam Kriteria Kawasan Lindung Kriteria

Penetuan

Kawasan

Lindung,

ada

20

kriteria

yang

digunakan

untuk menentukannya, yaitu:Kawasan Hutan Lindung, kawasan bergambut, kawasan resapan air,sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau/waduk, kawasan sekitar mata air,kawasan terbuka hijau kota, kawasan cagar alam, kawasan suaka margasatwa, tamannasional, taman hutan rakyat, taman wisata alam, cagar budaya, kawasan rawan bencanaalam, kawasan taman buru, kawasan cagar biosfer, kawasan perlindungan plasma nutfah,kawasan pengungsian satwa, kawasan pantai berhutan bakau. 71

4.3 Penutup Tes Formatif 1. Uraikan tentang pokok-pokok yang menjadi strategi konservasi ! 2. Sebutkan unsur-unsur yang penting dalam konvensi kenakaragaman hayati ! 3. Uraikan secara singkat tentang kawasan lindung ! Umpan Balik Anda dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Membuat ringkasan materi pada setiap bab sebelum materi tersebut dibahas dalam diskusi maupun praktikum. 2. Aktif dalam diskusi dan praktikum. 3. Mengerjakan latihan dan tugas. Tindak Lanjut Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80% tes formatif di atas, maka mahasiswa tersebut dapat melanjutkanke bab selanjutnya sebab pengetahuan konsep perlindungan tanaman merupakan dasar untuk bab selanjutnya. Jika ada diantara mereka belum mencapai penguasaan 80% dianjurkan untuk : 1. Mempelajari kembali materi di atas. 2. Berdiskusi dengan teman terutama tentang hal-hal yang belum dikuasai. 3. Bertanya kepada dosen jika ada hal-hal yang tidak jelas dalam diskusi. 4.4 Daftar Pustaka Anonim.

2012. Konvensi Keanekaragaman Hayati. (Online) http://jogja.indonesianchm.or.id/index.php/tentang-konvensi. Diakses: 16 Desember 2012.

Efendi

Idris. 2007. Konservasi Keanekaragaman Hayati. (Online) http://biodiv.tripod.com/konserva.htm. diakses: 16 Desember 2012. Indrawan, mochamad. Primack Richard B. Supriatna, jatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Joy Imran. 2009. Kawasan Lindung. (Online) http://www.penataanruang.com/kawasanlindung.html. Diakses: 16 Desember 2012. 4.5 Senarai Biosfer Gen Spesies

= Ekosistem seluruh dunia = unit pewarisan sifat bagi organisme hidup = jenis

72

BAB V UPAYA KONSERVASI BIODIVERSITY DI KAWASAN LINDUNG 5.1 Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab ini akan menguraikan tentang bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem, cara memelihara keanekaragaman genetika, pengelolaan nutfah, pengelolaan spesies langkah, perlindungan cagar pulau, pengendalian populasi yang melampaui batas dan, cara pengendalian spesies eksotis, rehabilitas satwa kurungan serta usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ. Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat menjelaskan tentang bagaimana menjaga keseimbangan ekosistem, cara memelihara keanekaragaman genetika, pengelolaan nutfah, pengelolaan spesies langkah, perlindungan cagar pulau, pengendalian populasi yang melampaui batas dan, cara pengendalian spesies eksotis, rehabilitas satwa kurungan serta usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ. 5.2 Penyajian Uraian dan Contoh Kawasan pada dasarnya mempunyai dua pengertian yaitu kawasan secara teknis dan kawasan berfungsi sebagai konservasi. a. Kawasan secara Kawasan secara tehnis tidak dapat dikembangkan sebagai wadah kegiatan untuk budidaya manusia karena kondisi fisiknya yang labil dan mengandung resiko membahayakan sehingga kawasan ini merupakan limitasi. b. Kawasan berfungsi sebagai Konservasi. Kawasan ini memiliki fungsi untuk dilindungi karena kawasan ini memiliki ekosistem serta seluruh aktivitas pembangunannya mengadopsi secara utuh konsep konservasi sumber daya alam sehingga pemanfaatan dilaksanakan secara bijaksana dengan

73

prinsip kehati-hatian dengan tetap mempertahanakan kelestarian keanerakaman maupun fungsinya. Kawasan lindung sebagai kawasan konservasi dirasakan manfaatnya sebagai penyedia jasa lingkungan seperti pengatur tata air, pengendali iklim mikro, habitat hidupan liar, sumber plasma nutfah serta fungsi sosial budaya bagi masyarakat sekitarnya. 1. Menjaga Keseimbangan Ekosistem Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan dimakan antar makhlukhidup dalam suatu ekosistem membentuk rantai makanan dan jaring- jaring makanan. a. Rantai Makanan Proses makan dan dimakan terjadi dalam suatu ekosistem.Dalam suatu ekosistem terjadi peristiwa makan dan dimakan dalamsuatu garis lurus yang disebut rantai makanan. Rantai makanan initerjadi jika satu jenis produsen dimakan oleh satu jenis konsumenpertama, konsumen pertama dimakan oleh satu jenis konsumen kedua,dan seterusnya. Konsumen yang menjadi pemakan terakhir disebutkonsumen puncak.Rantai makanan terjadi di berbagai ekosistem. Di antara rantaimakanan tersebut terdapat pengurai, karena pada akhirnya semuamakhluk hidup akan mati dan diuraikan oleh pengurai. Macam-macam rantai makanan Para ilmuwan ekologi mengenal tiga macam rantai pokok, yaitu rantai pemangsa, rantai parasit, dan rantai saprofit. -

Rantai Pemangsa Rantai pemangsa landasan utamanya adalah tumbuhan hijau sebagai produsen.

Rantai pemangsa dimulai dari hewan yang bersifat herbivora sebagai konsumen I, dilanjutkan dengan hewan karnivora yang memangsa herbivora sebagai konsumen ke-2 dan berakhir pada hewan pemangsa karnivora maupun herbivora sebagai konsumen ke-3. -

Rantai Parasit Rantai parasit dimulai dari organisme besar hingga organisme yang hidup sebagai

parasit. Contoh organisme parasit antara lain cacing, bakteri, dan benalu. -

Rantai Saprofit

74

Rantai saprofit dimulai dari organisme mati ke jasad pengurai. Misalnya jamur dan bakteri. Rantai-rantai di atas tidak berdiri sendiri tapi saling berkaitan satu dengan lainnya sehingga membentuk faring-faring makanan. b. Jaring – Jaring Makanan Pada ekosistem, setiap organisme mempunyai suatu peranan, ada yang berperan sebagai produsen, konsumen ataupun dekomposer. Produsen adalah penghasil makanan untuk makhluk hidup sedangkan konsumen adalah pemakan produsen. Produsen terdiri dari organisme-organisme berklorofil (autotrof) yang mampu memproduksi zat-zat organik dari zat-zat anorganik (melalui fotosintesis). Zat-zat organik ini kemudian dimanfaatkan oleh organisme-organisme heterotrof (manusia dan hewan) yang berperan sebagai konsumen. Sebagai konsumen, hewan ada yang memakan produsen secara langsung. Tapi ada pula yang mendapat makanan secara tidakl langsung dari produsen dengan memakan konsumen lainnya karenanya konsumen debedakan menjadi beberapa macam yaitu konsumen I,

II, dan seterusnya hingga konsumen puncak. Konsumen II, III, dan

seterusnya tidak memakan produsen secara langsung tetapi tetap tergantung pada produsen, karena sumber makanan konsumen I adalah produsen. Peranan makan dan dimakan di dalam ekosistem akan membentuk rantai makanan bahkan jaring-jaring makanan. 2. Cara-cara memelihara keanekaragaman genetika Keanekaragaman

genetik

(genetic

diversity)

adalah

suatu

tingkatan biodiversitas yang merujuk pada jumlah total variasi genetik dalam keseluruhan spesies yang mendiami sebagian atau seluruh permukaan bumi yang dapat didiami. Ia berbeda dari variabilitas genetik, yang menjelaskan kecenderungan kemampuan suatu karakter/sifat untuk bervariasi yang dikendalikan secara genetik. Pada bidang akademik genetika populasi, terdapat beberapa hipotesis dan teori mengenai

keanekaragaman

genetik. Teori

netral

evolusi mengajukan

bahwa

keanekaragaman adalah akibat dari akumulasi substitusi netral. Seleksi pemutus adalah hipotesis bahwa dua subpopulasi suatu spesies yang tinggal di lingkungan yang berbeda akan menyeleksi alel-alel pada lokus tertentu yang berbeda pula. Hal ini dapat terjadi, jika suatu spesies memiliki jangkauan yang luas relatif terhadap mobilitas individu dalam populasi tersebut. Hipotesis seleksi gayut frekuensi menyatakan bahwa semakin umum suatu alel, semakin tidak bugar alel tersebut. Hal ini dapat terlihat pada interaksi inang 75

dengan patogen, di mana frekuensi alel pertahanan yang tinggi pada inang dapat mengakibatkan penyebaran patogen yang luas jika patogen dapat mengatasi alel pertahanan tersebut. a. Pentingnya keanekaragaman genetic Terdapat beberapa cara untuk mengukur keanekaragaman genetika. Sebab-sebab hilangnya

keanekaragaman

diidentifikasi. Kajian

genetika

tahun

Foundation menemukan

2007

bahwa

pada yang

hewan

juga

dilakukan

keanekaragaman

telah

dikaji

oleh National

genetik

dan

Science

dan keanekaragaman

hayati bergantung satu sama lainnya, bahwa keanekaragaman dalam suatu spesies diperlukan untuk menjaga keanekaragaman antar spesies. b. Sintesan dan adaptasi Keanekaragaman genetik memainkan peran yang sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi cendering memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan menghadapi permasalahan yang ditemui pada penangkaran sanak. c. Relevansi agrikultural Ketika

manusia

mulai

bercocok

tanaman,

terdapat

usaha penangkaran

selektif untuk menurunkan sifat-sifat

yang menguntungkan pada tanaman, dan

menghilangkan

merugikan.

sifat-sifat

yang

Penangkaran

selektif

ini

mengakibatkan monokultur, yakni keseluruhan tumbuhan pada ladang memiliki gen yang hampir identik satu sama lainnya. Keanekaragaman genetik yang rendah tersebut mengakibatkan tanaman sangat rentan terkena serangan pada suatu variasi genetik tertentu dan menghancurkan keseluruhan spesies. Wabah Kelaparan Kentang di Irlandia merupakan contoh akibat dari rendahnya keanekaragaman genetik pada kentang. Karena tanaman kentang yang baru tidak dihasilkan dari reproduksi, melainkan dari bagian tumbuhan induk, tidak ada keanekagraman genetik yang berkembang, dan keseluruhan tanaman kentang dapat dikatakan merupakan hasil kloning dari satu tanaman kentang, sehingga sangat rentan 76

terhadap epidemik. Pada tahun 1840-an, populasi Irlandia kebanyakan bergantung pada kentang sebagai sumber makanan utama. Masyarakat Irlandia pada saat itu menanam varietas kentang yang bernama “lumper”, yang rentan terhadap serangan Phytophthora infestans. Plasmodiophorid ini menghancurkan mayoritas tanaman kentang, dan menyebabkan puluhan ribu orang mati kelaparan. d. Mengatasi keanekaragaman genetik yang rendah Alam memiliki beberapa cara untuk menjaga dan meningkatkan keanekaragaman genetik. Pada plankton, virus membantu proses hanyutan genetik. Virus samudera yang menginfeksi plankton, membawa gen organisme lain selain gen virus itu sendiri. Ketika suatu virus yang mengandung gen lain menginfeksi plankton, tampilan genetik plankton yang terinfeksi akan berubah. Hanyutan secara konstan ini membantu menjaga populasi plankton yang sehat. Cheetah adalah spesies genting. Keanekaragaman genetik yang sangat rendah dan kualitas sperma yang rendah menyebabkan penangkaran dan keberlangsungan hidup cheetah sangat sulit. Hanya 5% cheetah yang dapat bertahan hidup sampai dewasa. Sekitar 10.000 tahun yang lalu, hampir semua terkeculai spesies jubatus cheetah mati. Spesies ini menghadapi populasi leher botol dan sanah keluarga yang dekat dipaksa untuk saling kawin, ataupun penangkaran sanak. Namun, baru-baru ini ditemukan bahwa cheetah betina dapat kawin dengan lebih dari satu pejantang per satu kelompok anak cheetah. Cheetah betina mengalami induksi ovulsi, yang artinya bahwa ovum baru diproduksi setiap kali cheetah berkawin. Dengan berkawin dengan banyak pejantan, cheetah betina ini akan meningkatkan diversitas genetika dalam suatu kelompok anak cheetah. e. Pengukuran keanekaragaman genetic Keanekaragaman genetika suatu populasi dapat diperkirakan dengan menggunakan beberapa pengukuran sederhana. 

Keanekaragaman gen, adalah proporsi lokus polimorfik diseluruh genom.



Heterozigositas, adalah jumlah rata-rata individu dengan lokus polimorfik.



Alel per lokus, juga digunakan untuk mendemonstrasikan variabilitas.

3. Pengelolaan plasma nutfah Sumber plasma nutfah yang dimiliki Indonesia merupakan plasma nutfah alami yang terdapat dalam berbagai jenis flora dan fauna yang hidup di hutan belantara. Demikian 77

pula plasma nutfah potensial yang terdapat dalam ekosistem pertanian dan pemukiman. Plasma nutfah jenis kedua ini terkandung dalam flora dan fauna yang sudah digunakan masyarakat dan sudah berperan dalam kegiatan kultivasi. Beberapa plasma nutfah menjadi rawan, langka bahkan sampai punah karena terjadinya perubahan-perubahan besar dalam penggunaan sumber daya hayati dan penggunaan lahan tempat mereka hidup, dan perubahan-perubahan habitatnya yang disebabkan oleh terjadinya pemanfaatan yang tidak terkendali serta pencemaran lingkungan. Semua ini sebagai akibat negatif dari upaya manusia dalam merealisasikan pembangunan yang tidak atau kurang memperhatikan aspek lingkungan, sehingga terjadi kerusakan hutan dan meningkatnya pencemaran air dan udara. Selain pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, hal yang perlu mendapatkan perhatian adalah pengamanannya. Pengamanan plasma nutfah yang dimaksud adalah untuk menghindari terjadinya pengambilan plasma nutfah oleh negara lain secara bebas. Saat ini masih sulit dilakukan tanpa adanya prinsip-prinsip yang perlu dianut dalam kerja sama pemanfaatan plasma nutfah dengan negara lain, yaitu (1) adanya alih teknologi dan (2) adanya pembagian hasil yang saling menguntungkan. Pengertian plasma nutfah sebagai bahan baku industri pada masa yang akan datang perlu segera dimasyarakatkan. Hal ini ditujukan untuk merangsang keterlibatan masyarakat

luas dalam pengkajian teknologi

pelestariannya maupun teknologi

pemanfaatannya. Mengingat mendesak-nya masalah pelestarian dan pemanfaatan plasma nutfah, maka berbagai keterbatasan yang dimiliki saat ini seperti tenaga ahli, sarana dan prasara-na, dana pengelolaan, serta penguasaan teknologinya, perlu segera ditetapkan sistem pengelolaan plasma nutfah di Indonesia dengan memanfa-atkan potensi yang dimiliki walaupun masih sangat terbatas. Dalam pengelolaan keanekaragaman plasma nutfah dikenal dua macam pelestarian, yaitu in situ dan ex situ. Cara pertama bersifat pasif, karena dapat terlaksana dengan hanya mengamankan tempat tumbuh alamiah sesuatu jenis. Dengan demikian, jenis-jenis tersebut diberi kesempatan berkembang dan bertahan dalam keadaan lingkungan alam dan habitatnya yang asli, tanpa campur tangan manusia. Cara kedua dilakukan dengan lebih aktif, yaitu memindahkan sesuatu jenis ke suatu lingkungan atau tempat pemeliharaan baru. Dalam kaitan ini keanekaragaman plasma nutfah dapat dipertahankan dalam bentuk kebun koleksi, penyimpanan benih, kultur jaringan, kultur serbuk sari, atau kultur bagian tanaman lainnya. 78

a. Konservasi In Situ Menurut UU No. 5 tahun 1990 kawasan konservasi in situ meliputi suaka alam (cagar alam dan suaka margasatwa) dan kawasan pelestarian alam (taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam). Banyak jenis tumbuhan unik yang terdapat dalam kawasan konservasi bersifat langka dan mempunyai status rawan ataupun genting. Di antara jenis-jenis tersebut banyak tumbuhan yang bernilai ekonomi telah diperdagangkan secara luas tetapi belum dibudidayakan sehingga secara genetik dikhawatirkan mengalami erosi, bahkan statusnya mendekati titik krisis, misalnya rotan manau, cendana, ramin, purwoceng serta ratusan jenis tumbuhan lainnya. Untuk mencegah kepunahan jenis-jenis tersebut usaha-usaha pelestariannya perlu mendapat perhatian khusus. Dalam hal ini tanpa keikutsertaan Pemerintah Daerah serta pihak-pihak yang terkait secara aktif, usaha pelestarian in situ tidak akan berhasil dengan baik. Untuk ternak, yang dimaksud dengan pelestarian in situ adalah semua kegiatan untuk mempertahankan populasi ternak hidup yang dapat berkembang biak secara aktif pada kondisi agroekosistem di mana mereka dikembangkan, atau secara normal didapatkan, bersamaan dengan aktivitas usaha ternak yang dilaksanakan saat ini dan tidak mendatangkan jenis lain untuk menjaga kemurniannya. Oleh karena itu, pelestarian ini juga dikenal dengan on farm conservation by management. Untuk tumbuhan alam dan satwa liar, termasuk ikan dan organisme air, pelestarian secara in situ dilakukan di dalam kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam. Banyak jenis-jenis tumbuhan alam dan satwa liar yang berada dalam kondisi terancam punah, dalam hal ini pemerintah telah menerbitkan daftar jenis tumbuhan maupun jenis satwa liar yang langka dan dilindungi oleh Peraturan Perundang-undangan. Menurut Peraturan Perlindungan Hidupan Liar tahun 1931 No. 134 dan 266; SK Menteri Pertanian No. 421/Kpts/Um/8/1970; No. 327/Kpts/Um/7/1972;

No.

66/Kpts/

Um/2/1973;

No.

35/Kpts/Um/1/1975;

No.

90/Kpts/Um/2/1977; No. 537/ Kpts/Um/12/1977 contoh jenis tumbuhan langka dan dilindungi adalah cendana ( Santalum album), kayu hitam ( Diospiros sp.), sawo kecik ( Manilkara kauki ), ulin ( Eusider oxylon swageri ). Contoh jenis satwa liar langka dan dilindungi adalah (1) Mamalia: orang utan ( Pongo pygmaeus), beruang madu ( Hela c os malayanus), harimau Sumatera ( Panthera tigris sumatrae), badak Jawa (Rhinoceros sondaicus), badak Sumatera ( Dicerorhinos sumatraensis); (2) Reptilia: penyu belimbing (Dermochelys coriacea), sanca bodo (Phyton molurus), biawak komodo (Varanus komodoensis), buaya air tawar Irian ( Crocodylus novaeguineae), buaya muara ( 79

Crocodylus porosus), penyu Ridel (Lepidochelys olivaeceae), kura irian panjang ( Chelodina novaguineae), labi-labi besar ( Chitra indica); dan (3) Burung: kasuari ( Casuarius casuarius), itik liar ( Cairina scutulata), elang Jawa ( Spizaetus bartelsi ), maleo ( Macrocephalon maleo), merak ( Argusianus argus). Contoh jenis ikan yang dilindungi berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 716/Kpts/Um/10/1980, yaitu Cetaceae (semua jenis ikan paus) antara lain paus biru ( Balaenoptera musmulus), paus bersirip (B. physalis), dan paus bongkok ( Megaptera novoengliae), peyang irian (Scleropages leichardti), pari/hiu sentani ( Pristis sp.), selusur maninjau ( Homalopte a gymnogaster), wader goa ( Puntius macrops), dan belida/lopis jawa ( Notopterus chilata). Pelestarian plasma nutfah ikan meliputi penetapan dan pembiakan jenis ikan yang populasinya terbatas, pemberian penandaan plasma nutfah, penetapan wilayah konservasi, pembentukan wadah koleksi, dan pengatur-an pengeluaran plasma nutfah dari wilayah Indonesia. Jenis ikan yang populasinya terbatas perlu dilakukan pembiakan yang dalam pelaksana-annya harus tetap mempertahankan sifat-sifat genetiknya. Sedangkan kegiatan pembiakan tersebut dapat dilakukan di beberapa tempat yang ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku. Penandaan plasma nutfah terhadap sumber daya ikan dan lingkungannya dimaksudkan agar masyarakat mengetahui keberadaan plasma nutfah yang bersangkutan sehingga masyarakat dapat ikut melestarikan. Untuk mencegah kepunahan plasma nutfah ikan di suatu wilayah konservasi plasma nutfah ikan ditetapkan sesuai peraturan yang berlaku. b. Konservasi Ex Situ Pada saat ini, kebun koleksi merupakan cara paling efektif di Indonesia untuk menyelamatkan dan mempertahankan keanekaragaman plasma nutfah tanaman. Oleh karena itu, secara proporsional kegiatan dibidang ini lebih menonjol daripada bidang bidang lainnya. Plasma nutfah tanaman hasil eksplorasi adalah mahal dan akan lebih bernilai sesudah dimanfaatkan, sehingga perlu dipelihara agar tidak mati sesudah ditanam di kebun koleksi. Plasma nutfah tersebut tidak sekedar dilestarikan asal hidup dan merana (tidak mampu berbunga dan berbuah normal) tetapi perlu dipelihara sesuai dengan cara budi

daya

untuk

masing-masing tanaman.

Tanaman

koleksi

tersebut

diamati

pertumbuhannya, diukur semua organ tanaman dan dicatat sifat–sifat morfologinya berupa data deskripsi varietas. Pemeliharaan tanaman yang perlu dilakukan antara lain adalah pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pemangkasan bagian yang mengganggu pertumbuhan 80

serta pengairan bila diperlukan. Dengan demikian, tanaman dapat berbunga dan berbuah normal dengan ukuran yang tidak banyak berbeda dengan sifat aslinya. Data deskripsi varietas diperlukan oleh pemulia untuk mengevaluasi dan memilih varietas sebagai bahan pemuliaan. Bila ada tanaman yang berpenyakit menular harus segera dimusnahkan agar tidak menjadi sumber inokulum. Jumlah tanaman tiap varietas yang ditanam di kebun koleksi tergantung pada besar tanaman dan luas kebun. Tanaman yang berasal dari biji perlu lebih banyak daripada yang dari bibit vegetatif. Tanaman pohon hasil eksplorasi perlu diperbanyak secara vegetative kemudian ditanam di kebun koleksi sebanyak 4-6 tanaman tiap varietas. Sebaliknya tanaman semusim yang ditanam dari biji antara lain padi, jagung, kacang, dan sayuran diperlukan populasi lebih banyak sampai 1000 batang/varietas. Konservasi ex situ dapat juga dilakukan secara in vitro dengan memanfaatkan teknik kultur jaringan. Teknik ini digunakan untuk penyimpanan plasma nutfah dalam jangka panjang dengan beberapa keuntungan di antaranya lebih ekonomis karena menggunakan tempat relatif kecil, lebih aman dari risiko kehilangan koleksi karena terhindar dari tekanan lingkungan seperti serangan patogen dan bencana alam. Tanaman yang dikoleksi secara in vitro dapat berupa biakan dalam bentuk kultur meristem atau tunas dalam jumlah sampai dengan 10 botol setiap aksesi. Pemeliharaan yang dilakukan terhadap koleksi biakan in vitro berupa subkultur, dilakukan secara periodik tergantung kepada jenis tanaman dan jenis biakan. Untuk konservasi jangka pendek dalam kondisi kultur normal, subkultur biasanya dilakukan setiap 4-6 minggu sekali. Melalui penyimpanan dalam pertumbuhan minimal dengan menambahkan penghambat pertumbuhan seperti ABA (asam absisat ), cycocel (CCC) atau dengan cara mengurangi sumber karbon ke dalam media tumbuh, meningkatkan tekanan osmotic dengan penambahan manitol/sorbitol, mengurangi cahaya, dan menurunkan suhu inkubasi, subkultur hanya perlu dilakukan sekali dalam 12 bulan. Selain itu, biakan untuk penyimpanan jangka panjang dapat juga dilakukan dengan teknik kriopreservasi ( cryopreservation), menggunakan nitrogen cair. Tanaman yang disimpan secara in vitro baik melalui pertumbuhan minimal ataupun kriopreservasi, setiap saat bisa digunakan dengan mengkulturkan koleksi tersebut di dalam media tumbuh normal sehingga tanaman tersebut akan tumbuh secara optimal. Pada tahun 1980 Komisi Nasional Plasma Nutfah telah berhasil mendapatkan lahan seluas 161,5 ha di Paseh (Subang) yang dijadikan kebun koleksi buah-buahan yang menampung koleksi eks Lembaga Penelitian Hortikultura Pasar Minggu. Komisi juga 81

berhasil mendapatkan lahan seluas 500 ha di Bone-Bone (Sulawesi Selatan), untuk menampung koleksi plasma nutfah kelapa dan pengaturannya dilakukan bekerja sama dengan pemerintah daerah, namun saat ini tidak berfungsi lagi sebagai kebun plasma nutfah. 4. Konservasi tingkat spesies dan populasi Kepunahan merupakan fakta hidup. Spesies telah berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Kita dapat memahami ini melalui catatan fosil. Tetapi, spesies sekarang ini menjadi punah dengan laju yang lebih tinggi daripada waktu sebelumnya

dalam

sejarah

geologi,

hampir

keseluruhannya disebabkan

olej

kegiatan manusia. Di masa geologi yang lalu spesies yang punah akan digantikan oleh spesies baru yang berkembang mengisi celah atau ruang yang ditinggalka. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi karena banyak habitat telah hilang. Beberapa spesies lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain. Ini termasuk: 

Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar (misal macan). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk mendapatkan mangsa yang cukup. Oleh karena populasi manusia terusu merambah areal hutan dan oleh karena habitatnya menyusut, maka jumlah karnivora yang dapat ditampung juga menurun.



Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis) dengan distribusi

yang sangat

terbatas. Ini sangat rentan terhadap gangguan

habitat lokal dan perkembangan manusia. 

Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil, maka menemukan pasangan atau perkawinan mejadi problem yang serius.



Spesies migratori. Spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk mencari makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas sangat rentan terhadap kehilangan ‘stasiun habitat peristirahatannya.



Spesies dengan siklus hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup memerlukan beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya.

82



Spesies spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan yang spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu. Konsep ukuran populasi viabel minimum berarti bahwa populasi dalam suatu

habitat tidak dapat berlangsung hidup bila jumlah organisme berkurang di bawah ambang batas tertentu. Ini merupakan konsep yang kompleks karena tidak ada ukuran populasi viabel minimun yang diketahui untuk kebanyakan spesies. Suatu populasi untuk suatu ukuran apakah dapat bertahan tergantung pada sejumlah peristiwa random atau tak dapat diprediksi, genetik, dan lingkungan. Tambahan lagi, ukuran populasi bervariasi dengan atribut seperti sejarah hidup, terutama rentang generasi (daur) dan sistem perkawinan dan distribusi spasial dari sumberdaya. Meskipun demikian, ukuran populasi viabel telah ditaksir untuk beberapa kelompok organisme berdasarkan kriteria genetik. Karakteristik biologi yang penting untuk populasi minimum viable Lama generasi: Diversitas genetik hilang dari generasi ke generasi, bukan tahun ke tahun. Spesies dengan generasi yang lebih lama akan lebih kecil kesempatan kehilangan diversitas genetiknya. Dengan demikian ukuran populai minium viabelnya akan lebih kecil. Jumlah individu awal (founder): Agar efektif populasi awal harus mampu bereproduksi dan terwakili oleh keturunan dari populasi yang ada. Secara teknis, populasi awal seharusnya tidak berkerabat satu sama lain (non-inbred). Pada dasarnya ukuran populasi awal yang lebih besar akan lebih baik, yakni lebih mewakili lukang gen yang dikonservasi. Ukuran populasi efektif: Ne (populasi efektif) merupakan ukuran

bagaimana

anggota populasi bereproduksi dengan yang lain untuk meneruskan gen ke generasi berikutnya. Ne tidak sama dengan N (jumlah sensus); Ne biasanya lebih kecil daripada N. Laju pertumbuhan: Pertumbuhan yang lebih tinggi maka semakin cepat populasi dapat pulih dari efek populasi kecil dan mengurangi

dari resiko demografi dan

keterbatasan diversitas genetik. Secara genetik ada tiga pendekatan umum untuk menaksir ukuran populasi minimum viabel. Salah satu pendekatan adalan menaksir populasi efektif berdasarkan kemampuan bertahan dari kehilangan variabilitas genetik karena ukuran populasi yang kecil. Ukuran populasi efektif ini umumnya cukup untuk periode pendek (beberapa generasi), sesudah itu populasi kaptif dapat dilepaskan di alam dan variasi mungkin 83

meningkat. Tetapi, penerapan pendekatan ini dan ukuran populasi efektif yang tertaksir untuk spesies pohon hutan masih dipertanyakan. Pendekatan matematis seperti ini menyederhanakan realitas biologi yang kompleks. Meskipun ukuran populasi besarnya sama seperti yang diperoleh dari pendekatan model ekologi, pengaruh acak demografi pada ukuran total yang diperlukan akan lebih besar karena faktor-faktor independen dan kehilangan secara random di dalam populasi. 5. Konservasi tingkat komunitas a. Prioritas Konservasi Komunitas Keanekaragaman yang tinggi mungkin menyediakan beragam makanan dan sumberdaya lainnya, melindungi manusia dari bencana alam dan kelaparan. Kawasan konservasi antara lain ditujukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dengan memparalelkan pelestarian dan orientasi ekologi, ahli kehutanan yang berpengaruh Gifford Pinchot (1865-1946) mengembangkan ide bahwa kualitas yang ditemukan di alam, termasuk kayu, air bersih, kehidupan liar, keanekaragaman spesies, dan bahkan lansekap yang indah, dapat dianggap sebagai sumberdaya alam, dengan tujuan menggunakan sumberdaya tersebut untuk penggunaan yang besar bagi kesejahteraan orang banyak dalam jangka waktu selama-lamanya. Ide-ide ini lebih lanjut dikembangkan melalui konsep pengelolaan ekosistem dan spesies liar (Grumbine, 1994, Noss & Cooperrider, 1994) Paradigma pembangunan yang berkelanjutan juga menyarankan pendekatan yang mirip dengan pendapat Pinchot, yakni mengembangkan sumberdaya alam bagi kepentingan manusia secara khusus yang tidak merusak komunitas biologi dan mementingkan

kebutuhan

generasi

mendatang

juga

(Lubchenco,

1991,

IUCN/UNEP/WWF, 1991). Sistem Zonasi Kawasan Konservasi Dalam penentuan kawasan konservasi, Erwin (1991) menyatakan bahwa terdapat sejumlah pertanyaan yang saling terkait yang perlu dijawab oleh perencana konservasi, yakni Apa yang perlu dilindungi, dimana perlu dilindungi, dan bagaimana perlu dilindungi. Selanjutnya Primack et al. (1998) menjelaskan ada tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan spesies dan komunitas, yaitu 1. Kekhasan Suatu komunitas hayati diberi prioritas yang lebih tinggi bagi konservasi bila komunitas tersebut lebih banyak disusun oleh spesies endemik daripada spesies yang 84

umum dan tersebar luas. Suatu spesies dapat diberi nilai konservasi yang lebih tinggi bila secara taksonomis bersifat unik, misalnya spesies yang merupakan anggota tunggal dalam marga atau sukunya dibandingkan dengan anggota suatu marga dengan banyak spesies. 2. Keterancaman Spesies yang menghadapi ancaman kepunahan akan lebih penting dibandingkan sepsies yang tidak terancam kepunahannya. Komunitas hayati yang terancam dengan penghancuran langsung juga harus mendapat prioritas untuk dikonservasi. 3. Kegunaan Spesies yang memiliki kegunaan nyata atau potensial bagi manusia perlu diberikan nilai konservasi yang lebih dibandingkan spesies yang tidak mempunyai kegunaan yang jelas bagi manusia. Sebagai contoh, kerabat-kerabat liar dari gandum yang mempunyai potensi untuk mendukung pengembangan varietas tanaman perlu diberikan prioritas yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan spesies-spesies rerumputan yang tidak tercatat mempunyai hubungan dengan tumbuhan bernilai ekonomis. Sejumlah ahli konservasi telah menyatakan bahwa yang perlu menjadi sasaran utama bagi upaya konservasi adalah komunitas dan ekosistem, sedangkan spesies dapat menjadi sasaran sekunder. Konservasi pada tingkat komunitas akan memungkinkan pelestarian sejumlah besar spesies dalam kesatuan-kesatuan yang bekerja mandiri, sementara strategi penyelamatan spesies sasaran secara satu per satu biasanya sulit dilakukan, mahal dan seringkali tidak berhasil (Primack et al., 1998). Pengelolaan kawasan konservasi, sebagaimana pola umum dari suatu cagar MAB (man and the biosphere) yang diajukan UNESCO (United Nations Edicational, Scientific and Cultural Organization) dalam upaya menyatukan kegiatan manusia dengan kegiatan penelitian dan perlindungan alam ke dalam suatu lokasi yang sesuai. Konsep cagar biospir sebagai kawasan konservasi tersebut meliputi 1) suatu zona (daerah) inti 2) zona penyangga 3) zona transisi Pada zona inti, komunitas-komunitas beserta ekosistem hayati akan dilindungi secara penuh, dengan dikelilingi suatu zona penyangga dimana kegiatan-kegiatan tradisional manusia, seperti pengumpulan bahan atap, tanaman-tanaman obat serta kayukayu bakar kecil dapat dipantau dengan diikukti pelaksanaan penelitian-penelitian yang tidak bersifat merusak. Di sekiling zona penyangga adalah zona transisi dimana dapat 85

dilangsungkan berbagai bentuk pembangunan berkelanjutan tertentu, seperti pertanian berskala kecil, dan pembanfaatan sumberdaya secara tertantu, misalnya tebang pilih dan berbagai percobaan penelitian. Strategi umum ini untuk mengelilingi kawasan konservasi inti dengan zona-zona penyangga dan transisi akan dapat mencapai beberapa dampak yang baik, yakni a.

masyarakat setempat akan terdorong untuk mendukung tujuan-tujuan dari suatu kawasan konservasi

b.

berbagai ciri baik bagi lansekap yang tercipta akibat penggunaan manusia akan dapat dipelihara

c.

zona penyangga akan dapat menjebatani penyebaran satwa serta aliran gen antara kawasan konservasi yang dilindungi secara baik dengan daerah transisi yang didominasi oleh manusia serta daerah yang tidak dilindungi.

b. Konservasi in-situ dan ek-situ Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sampai batasbatas tertentu yang tidak mengganggu kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun eksitu. 1. Konservasi in-situ (di dalam kawasan) Adalah konservasi flora fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam habitat aslinya agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan contoh-contoh perwakilan ekosistem darat dan laut beserta flora fauna di dalamnya. Konservasi in-situ dilakukan dalam bentuk kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa), zona inti taman nasional dan hutan lindung Tujuan konservasi insitu untuk menjaga keutuhan dan keaslian jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya secara alami melalui proses evolusinya. Perluasan kawasan sangat dibutuhkan dalam upaya memelihara proses ekologi yang esensial, menunjang sistem penyangga kehidupan, mempertahankan keanekaragaman genetik dan menjamin pemanfaatan jenis secara lestari dan berkelanjutan. 2. Konservasi ek-situ (di luar kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara pengumpulan jenis, pemeliharaan dan budidaya (penangkaran). Konservasi ek-situ dilakukan pada tempat-tempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan raya, kebun raya, arboretum, penangkaran satwa, taman safari, taman 86

kota dan taman burung. Cara eksitu merupakan suatu cara pemanipulasian obyek yang dilestarikan untuk dimanfaatkan dalam upaya pengkayaan jenis, terutama yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik. Cara konservasi ek-situ dianggap sulit dilaksanakan dengan keberhasilan tinggi disebabkan jenis yang dominan terhadap kehidupan alaminya sulit beradaptasi dengan lingkungan buatan. Contoh konservasi secara in situ dan konservasi secara eksitu Salah satu penyebab semakin langkanya bunga Rafflesia yaitu terjadinya pengrusakan dan penyempitan habitat alaminya (hutan hujan tropis). Ancaman lain datang dari para pemburu dan kolektor flora langka termasuk para wisatawan asing yang mungkin saja jika tidak diawasi berusaha mendapatkan bunga Rafflesia lewat cara-cara ilegal, juga para perambah hutan yang secara langsung mengambil tunas Rafflesia untuk bahan dasar ramuan tradisionalnya semakin menambah kehawatiran hilangnya Rafflesia dari habitat alaminya. Menyadari pentingnya usaha melestarikan bunga tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian no. 6/MP/1961 tanggal 9 Agustus 1961 melarang dikeluarkannya Rafflesia dari habitat alaminya. Kemudian sejak tahun 1978 bunga Rafflesia dinyatakan sebagai jenis tumbuhan yang dilindungi dengan status nyaris punah. Dalam rangka menindaklanjuti keputusan tersebut , pemerintah melalui Direktorat Jenderal PHPA membentuk beberapa kawasan Cagar Alam sebagai sebagai tempat untuk melindungi dan melestarikan keberadaan Rafflesia secara penuh pada habitat alaminya dengan mengusahakan sedikit mungkin campur tangan manusia. Upaya pelstarian seperti ini dikenal sebagai konservasi in situ. Selain konservasi in situ kita juga mengenal konservasi eksitu yaitu usaha pelestarian Rafflesia dengan cara memindahkan bunga tersebut dari habitat alaminya ke habitat buatan seperti ke Kebun Botani. Meskipun konservasi secara eksitu lebih mahal dan lebih sulit jika dibandingkan konservasi in situ, namun cara ini telah membawa hasil yang cukup menggembirakan bagi usaha pelestarian Rafflesia, seperti bunga Rafflesia yang tumbuh di Kebun Raya Bogor salah satu bukti keberhasilan konservasi eksitu. Keuntungan lain dari konservasi eksitu yaitu memudahkan para peneliti, peminat, pemerhati dan pengunjung bunga Rafflesia untuk meneliti sekaligus menikmati keindahan bunga tersebut tanpa harus merusak habitat alaminya.

87

Usaha-usaha penelitian untuk menginventarisasi jenis-jenis dan potensi bunga Rafflesia yang tumbuh di Indonesia sudah selayaknya dilakukan secara kontinyu, karena hal ini erat kaitannya dengan usaha menjaga keanekaragaman hayati negara kita dari jarahan bangsa-bangsa lain. Hilangnya salah satu jenis Rafflesia dari bumi kita berarti hilangnya keanekaragaman genetik, hal ini berarti juga hilangnya tumpuan bagi kehidupan manusia saat ini maupun untuk generasi yang akan datang. Tentunya kita tidak ingin dikemudian hari nanti anak-anak dan cucu-cucu kita hanya mengenal bunga Rafflesia dari gambar dan ceita saja tanpa dapat menyaksikan keindahan alaminya, karena waktu itu Rafflesia hanyalah tinggal legenda. Kiranya penting juga untuk memperkenalkan Rafflesia beserta flora dan fauna langka lainnya sedini mungkin kepada generasi muda kita , supaya penanaman kesadaran terhadap pentingnya usaha melestarikan Rafflesia dan lingkungan kita dapat tumbuh dan berkembang di setiap jiwa generasi muda. Rangkuman 1. Kawasan pada dasarnya mempunyai dua pengertian yaitu kawasan secara teknis dan kawasan berfungsi sebagai konservasi. 2. Kawasan secara tehnis tidak dapat dikembangkan sebagai wadah kegiatan untuk budidaya manusia karena kondisi fisiknya yang labil dan mengandung resiko membahayakan sehingga kawasan ini merupakan limitasi. 3. Kawasan ini memiliki fungsi untuk dilindungi karena kawasan ini memiliki ekosistem serta seluruh aktivitas pembangunannya mengadopsi secara utuh konsep konservasi sumber daya alam sehingga pemanfaatan dilaksanakan secara bijaksana dengan prinsip kehati-hatian dengan tetap mempertahanakan kelestarian keanerakaman maupun fungsinya. 4. Untuk menjaga keseimbangan pada ekosistem, maka terjadi peristiwa makan dan dimakan. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan populasi suatu organisme. Peristiwa makan dan dimakan antar makhlukhidup dalam suatu ekosistem membentuk : a. Rantai makanan b. Jaring- jaring makanan. 5 Keanekaragaman genetik (genetic diversity) adalah suatu tingkatan biodiversitas yang merujuk pada jumlah total variasi genetik dalam keseluruhan spesies yang mendiami sebagian atau seluruh permukaan bumi yang dapat didiami. 6 Sumber plasma nutfah yang dimiliki Indonesia merupakan plasma nutfah alami yang terdapat dalam berbagai jenis flora dan fauna yang hidup di hutan belantara. 7 Pengertian plasma nutfah sebagai bahan baku industri pada masa yang akan datang perlu segera dimasyarakatkan. 8 Beberapa spesies lebih rentan terhadap kepunahan daripada yang lain. Ini termasuk: 88

-

Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar (misal macan). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk mendapatkan mangsa yang cukup. Oleh karena populasi manusia terusu merambah areal hutan dan oleh karena habitatnya menyusut, maka jumlah karnivora yang dapat ditampung juga menurun.

-

Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis) dengan distribusi yang sangat terbatas. Ini sangat rentan terhadap gangguan habitat lokal dan perkembangan manusia.

-

Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil, maka menemukan pasangan atau perkawinan mejadi problem yang serius.

-

Spesies migratori. Spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk mencari makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas sangat rentan terhadap kehilangan ‘stasiun habitat peristirahatannya.

-

Spesies dengan siklus hidup

yang sangat

kompleks. Bila siklus hidup

memerlukan beberapa elemen yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini rentan bila ada gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya. -

Spesies spesialis dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan yang spesifik, misal spesies tumbuhan tertentu.

9. Konservasi tingkat spesies dan populasi Prioritas Konservasi Komunitas. Keanekaragaman yang tinggi mungkin menyediakan beragam makanan dan sumberdaya lainnya, melindungi manusia dari bencana alam dan kelaparan. Kawasan konservasi antara lain ditujukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati. Dengan memparalelkan pelestarian dan orientasi ekologi, ahli kehutanan yang berpengaruh Gifford Pinchot (1865-1946) mengembangkan ide bahwa kualitas yang ditemukan di alam, termasuk kayu, air bersih, kehidupan liar, keanekaragaman spesies, dan bahkan lansekap yang indah, dapat dianggap sebagai sumberdaya alam, dengan tujuan menggunakan sumberdaya tersebut untuk penggunaan yang besar bagi kesejahteraan orang banyak dalam jangka waktu selamalamanya. Ide-ide ini lebih lanjut dikembangkan melalui konsep pengelolaan ekosistem dan spesies liar (Grumbine, 1994, Noss & Cooperrider, 1994) Konservasi in-situ dan ek-situ. Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan sampai batas-batas tertentu yang tidak mengganggu kelestarian. 89

Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun eksitu. 5.3 Penutup Tes Formatif 1. Uraikan beberapa cara untuk memelihara keanekaman hayati ! 2. Bagaiana Menjaga keseimbangan ekosistem ? 3. Sebutkan Cara-cara memelihara keanekaragaman genetika ! 4. Uraikan bagaimana cara dalam Pengelolaan plasma nutfah ! 5. Seutkan Usaha-usaha pelestarian keanekargaman hayati Indonesia secara in-situ dan ex-situ ! 5.4 Daftar Purtaka http://konsep-ekositem-dan-faktor-faktornya.blogspot.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/Keanekaragaman_genetik#cite_note-1 http://pttipb.wordpress.com/category/12-konservasi-sumber-daya-plasma-nutfahpemuliaan/ Adisoemarto, S. 1990. Plasma Nutfah Hewani Indonesia. Bogor 28 Februari 1989. Komnas Plasma Nutfah. 93 hal. Adisoemarto, S., Ruhendi, dan S. Kusumo. 1992. Forum Komunikasi Plasma Nutfah. Bogor, 28 Agustus 1992. Komnas Plasma Nutfah. 25 hal. Balain, D.S. 1992. Genetic characterization, survey and collection of information and genetic resources. In Chupin, D., C. Yaochun, and J. Chihun ( Eds.). Animal Gene Bank in Asia. FAO Training Course. Food and Agriculture Organization of The United Nations, Nanjing, China. p. 53-97.

90

`BAB VI MENINGKATKAN KAPASITAS MANUSIA UNTUK MELESTARIKAN BIODIVERSITAS 6.1 Pendahuluan Deskripsi Singkat Bab ini akan menguraikan tentang peningkatan kapasitas manusia untuk guna melestarikan biodiversitas Relevansi Bab ini merupakan pengetahuan awal yang sangat erat hubungannya dengan babbab selanjutnya. Kompetensi Dasar Setelah menyelesaikan mata kuliah ini, mahasiswa Jurusan Biologi semester VII dapat menjelaskan tentang peningkatan kapasitas manusia untuk melestarikan biodiversity. 6.2 Penyajian Uraian dan Contoh 1. Peningkatan apresiasi dan kesadaran akan nilai biodiversity Sumber daya alam merupakan suatu kekayaan yang nilainya begitu besar bagi kehidupan manusia. Kebutuhan manusia pada masa kini tidak hanya terbatas pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan akan kesehatan juga menjadi hal penting dalam hidup manusia. Semua kebutuhan manusia tersebut disediakan oleh alam. Dengan kata lain, manusia tergantung pada alam. Sementara alam itu sendiri terbentuk dari susunan hubungan saling ketergantungan antara elemen satu dengan lainnya yang sangat kompleks. Ditinjau dari sudut pandang ilmu ekologi, Odum dalam bukunya Fundamentals of Ecology (1996) menyebutkan saling ketergantungan antara organisme hidup dan lingkungnnya. Hubungan yang terjalin antar elemen adalah saling mempengaruhi sehingga arus energi mengarah pada struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur material. Kehilangan atau ketidakseimbangan salah satu elemen pada mata rantai arus energi tersebut sudah tentu akan menyebabkan gangguan pada yang lain pada sistem tersebut. Menyimak perkembangan yang terjadi dengan nilai biodiversity yang tinggi, sehingga penyusutan dan punahnya keanekaragaman hayati melaju terus akibat negatif pembangunan. Melalui pembangunan, manusia telah ikut memperkaya keanekaragaman hayati. Sebaliknya, masih banyak aktivitas manusia yang merusak habitat, mengeksploitasi

91

dan mengubah kekayaan hayati berlebihan, masuknya spesies eksotik, lemahnya aturan dan penegakan hukum, rendahnya kesadaran dan komitmen telah mengurangi kekayaan hayati. Sebaliknya, upaya pemanfaatan keanekaragaman hayati telah dilakukan nenek moyang kita. Kearifan tradisional mereka telah melengkapi kekayaan budaya masyarakat, namun seringkali kurang mendapat penghargaan dan perhatian. Sementara itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi belum mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan jaman, belum memadai untuk melindungi, mengkaji dan menggali potensi yang dimiliki. Penelitian tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati oleh masyarakat, lembaga penelitian dan perguruan tinggi menghasilkan informasi yang terserak. Belum ada sistem informasi yang memungkinkan pengelolaan dan pemanfaatan data secara baik. Intansi terkait langsung atau tidak langsung serta seluruh masyarakat memiliki tanggung jawab dalam konservasi keanekaragaman hayati. Komitmen seluruh lapisan masyarakat dan kesadaran akan pentingnya keanekaragaman hayati belum sepenuhnya dituangkan dalam kebijakan pemerintah daerah. Di masa yang akan datang, dunia sangat membutuhkan bahan hayati baru untuk obat, varietas/ras tanaman/ternak, bahan baku industri bangunan dan pelestarian keseimbangan alam. Disadari atau tidak, keberlanjutan kehidupan dan kesejahteraan

manusia

sangat

bergantung

pada

kearifannya

dalam

mengelola

keanekaragaman hayati. Dalam mengelola keanekaragaman hayati, yang diemban antara lain adalah : a) Mengendalikan,

memelihara

dan

meningkatkan

keanekaragaman

hayati

melalui

kebijaksanaan teknis dan program, mengadakan koordinasi dan pemberdayaan masyarakat dalam upaya pengendalian dampak lingkungan; b) Melindungi keanekaragaman hayati secara in situ maupun ex situ; c) Meningkatkan apresiasi dan pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan keanekaragaman hayati; d) Mengoptimalkan pendayagunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan untuk peningkatan kesejahteraan dan perbaikan kualitas hidup masyarakat; e) Mendorong inventarisasi, eksplorasi dan penelitian keanekaragaman hayati berikut fungsinya (fungsi intrinsik, etika, estetika, budaya, ekologis dan ekonomis), memantau pengelolaan keanekaragaman hayati serta membantu penyelamatan spesies yang terancam punah. Beberapa hal yang mendukung nilai biodiversity tersebut antara lain : a. Meningkatkan efektivitas pengelolaan daerah konservasi in situ dan ex situ b. Melestarikan keanekaragaman hayati di kawasan agro-ekosistem dan di luar 92

kawasan lindung c. Meningkatkan apresiasi pengetahuan tradisional dan pemberdayaan masyarakat d. Meningkatkan efisiensi penggunaan keanekaragaman hayati e. Membuat

jaringan

kerjasama,

memantau

dan

mengevaluasi

pengelolaan

keanekaragaman hayati. 2. Penyebarluasan informasi Dipandang dari segi biodiversitas, posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17% jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia. Penyebaran tumbuhan, Indonesia tercakup dalam kawasan Malesia, yang juga meliputi Filipina, Malaysia dan Papua Nugini. Kawasan ini ditentukan berdasarkan persebaran marga tumbuhan yang ditandai oleh 3 simpul demarkasi yaitu (1) Simpul selat Torres menunjukkan bahwa 644 marga tumbuhan Irian Jaya tidak bisa menyeberang ke Australia dan 340 marga tumbuhan Australia tidak dijumpai di Irian Jaya. (2) Tanah genting Kra di Semenanjung Malaya merupakan batas penyebaran flora Malesia di Thailand. Demarkasi ini menyebabkan adanya 200 marga tumbuhan Thailand yang tidak dapat menyebar ke kawasan Malesia, dan 375 marga Malesia tidak dijumpai di Thailand. (3). Simpul di sebelah selatan Taiwan menjadi penghalang antara flora Malesia dan Flora Taiwan. Adanya demarkasi ini menyebabkan 40% marga flora Malesia tidak terdapat di luar kawasan Malesia dan flora Malesia lebih banyak mengandung unsur Asia dibanding unsur Australia. Pecahnya benua selatan Gendawa pada 140 juta tahun yang lalu menjadi paparan sunda (berasal dari benua utara laurasia) dan paparan Sahul (berasal dari Gondawa) menyebabkan penyebaran tumbuhan yang terpusat di paparan Sunda seperti jenis durian, rotan, tusam dan artocarpus. Pola penyebaran hewan di Indonesia diwarnai oleh pola kelompok kawasan Oriental di sebelah barat dan kelompok kawasan Australia di sebelah Timur. Kedua kawasan ini sangat berbeda. Namun demikian karena Indonesia terdiri dari deretan pulau yang sangat berdekatan, maka migrasi fauna antarpulau memberi peluang bercampurnya unsur dari 2 kelompok kawasan tersebut. Percampuran ini mengaburkan batas antara kawasan oriental 93

dan kawasan Australia. Memperhatikan sifat hewan di Indonesia Wallace membagi kawasan penyebaran fauna menjadi 2 kelompok besar yaitu fauna bagian barat Indonesi (Sumatera, Jawa, Bali, Madura, Kalimantan) dan Fauna bagian timur yaitu Sulawesi dan pulau di sebelah timumya. Dua kelompok fauna ini mempunyai ciri yang berbeda dan dipiahkan ole garis Wallace (garis antara Kalimantan dan Sulawesi, berlanjut antara Bali dan Lombok). Hamparan kepulauan di sebelah timur garis Wallace dari semula memang tidak termasuk kawasan Australia, karena garis batas barat kawasan Australia adalah Garis Lydekker yang mengikuti batas paparan Sahul. Dengan demikian ada daerah transisi yang dibatasi Garis Wallace di sebelah Barat dan garis Lydekker di sebelah timur. Di antara kedua garis ini terdapat garis keseimbangan fauna yang dinamakan garis Weber. Karena peluang pencampuran unsur fauna di daerah ini sangat besar, akibatnya di daerah transisi ini terdapat unsur - unsur campuran antara barat dan timur. Daerah transisi ini dinamakan Wallace. Dengan kondisi geografis seperti ini mengakibatkan sumber daya hayati di Indonesia sangat kaya baik dalam jenis maupun jumlahnya 3. Peningkatan Riset Dasar dan Terapan tentang biodiversity Penelitian dasar memiliki kedudukan penting dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, dan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan secara umum. Penelitian dasar sebagai bagian penelitian secara umum, bertujuan untuk menghasilkan ilmu dan tidak berdampak secara langsung terhadap pengembangan teknologi atau pemecahan masalah. Penelitian dasar mencakup bidang ilmu-ilmu fisika (physical science), biologi (biological science), sosial (social science), dan humaniora (humanities). Bidang ilmu dasar tersebut kemudian dikembangkan dalam ilmuilmu terapan (applied research) (Gambar 1), yang dapat memperkaya kegunaan maupun mempertanyakan kembali hasil-hasil penelitian ilmu dasar. Kaitan dinamis antar penelitian dasar dan terapan memiliki implikasi yang mendasar. Pertama, pengembangan penelitian dan kaitan di antara penelitian dasar dan terapan tidak dapat berjalan sendiri. Komitmen seluruh komponen bangsa diperlukan dalam wujud kelembagaan yang berfungsi efektif mengoperasikan kegiatan-kegiatan penelitian. Kedua, kegiatan penelitian dasar khususnya adalah suatu public goods, yang bermakna manfaatnya (dalam tataran akademik) dapat segera dinikmati oleh banyak pihak.

94

Implikasinya, peran negara sangat penting baik sebagai regulator, pemain maupun pengguna dari kegiatan penelitian. Ketiga, penelitian pada prinsipnya harus berangkat dari suatu permasalahan sehingga manfaatnya dapat digunakan untuk pembangunan. Hal ini dapat dicapai melalui analisis kebutuhan atau identifikasi permasalahan secara sistematis atau berdasarkan prioritas, yang mempertimbangkan keadaan global hingga tingkat lokal. Keempat, keduanya merupakan investasi ekonomi yang memerlukan perencanaan mencakup jumlah, relevansi/prioritas,

dan kegunaan yang diharapkan.

Efektifitas

penggalian atau penggunaan investasi memerlukan proses pembelajaran semua pihak di dalam suatu negara. Bagi negara sedang berkembang, pilihan investasi umumnya terbatas sehingga umumnya tidak terlalu banyak manfaat dari kegiatan penelitiannya. Komitmen terhadap pengembangan penelitian dasar atau ilmu umumnya dapat berkaca dari India. Sekalipun keadaan ekonomi negaranya tidak lebih baik dibanding Indonesia, namun telah tersebar luas bahwa mereka memiliki ilmuwan dan lembaga riset yang kompeten dan dihargai.

Klimaknya adalah penghargaan kepada Abdul Kalam, yang

dilantik sebagai presiden India ditengah polarisasi kekuatan primordial di negaranya. Ia adalah seorang pakar aeroneutik, pengembang program satelit, arsitek program pengembangan rudal, dan pelaksana program nuklir India. Ia memiliki visi dan akan meletakkan jalan bagi kemajuan India dalam 20 tahun ke depan. Kalam percaya bahwa ilmu dan teknologi adalah alat pembangunan yang paling efektif. 1. Kelembagaan Pengembangan

kelembagaan

untuk

mendukung

penelitian

dasar

mencakup

stakeholder, isyu atau substansi penelitian, dan pembiayaan. Stakeholder terkait dengan kegiatan penelitian dasar terdiri unsur pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi (PT) dan masyarakat, masing-masing dengan fungsi yang berbeda. Stakeholder dapat diwadahi dalam suatu dewan riset (National Research Board). Indonesia telah memiliki DRN yang diberi tugas mengidentifikasi masalah dan persoalan kelembagaan secara umum. Di Afrika Selatan, dewan ini memberi peran penting dengan melibatkan kalangan dunia usaha dan lembaga riset nasional untuk membantu merumuskan kebijakan riset nasional Dewan riset juga bertugas merumuskan dan mengkoordinasikan isu atau substansi penelitian. Isu dapat dikategorikan berdasarkan substansi akademis, kebutuhan, sektoral atau wilayah. Korea Selatan, sebagai contoh, membentuk lembaga penelitian Science

95

Research Centers (SRCs), Engineering Research Centers (ERCs) dan Regional Research Centers(RRCs), disamping lembaga bertaraf internasional Asia- Pacific Center for Theoretical Physics, untuk pengembangan ilmu fisika berkelas dunia. Selanjutnya, dewan riset juga memberikan usulan tentang pembeayaan investasi penelitian, mencakup jumlah, sumber, peluang kerjasama dan prioritas kebutuhannya. Di Korea Selatan pada tahun 2001, anggaran kegiatan penelitian dasar di PT mencapai 12 persen dari anggaran R&D nasional (Anonim, 2002). Muara akhir dari aspek kelembagaan adalah rumusan tertulis berupa seperangkat aturan legal yang mendasari operasional kegiatan penelitian. Aturan memandu semua stakeholder untuk menjalankan fungsi dan memperoleh manfaat sebanyak-banyaknya dari penelitian. kelembagaan seyogyanya memuat insentif untuk berkreasi secara bebas bagi peneliti sehingga menghasilkan aktifitas ekonomi yang signifikan tanpa harus melanggar kaidah-kaidah ilmiah dan tata pergaulan internasional. Jepang sungguh beruntung, selama periode tahun delapan puluhan telah menikmati keuntungan dari industri semi konduktor (microchip) dari perilaku free-rider meniru industri sejenis dari Amerika. Perilaku tersebut pada saat ini akan dipermasalahkan oleh WTO. Kelembagaan penelitian di Indonesia, khususnya untuk mendukung penelitian dasar agaknya masih jauh dari harapan. Penelitian dasar melekat di departemen, PT, LIPI, atau lembaga spesifik lainnya dengan tingkat koordinasi yang dipertanyakan. Namun ada yang menonjol, misalnya lembaga Eickjman, yang berkonsentrasi pada bidang spesifik kedokteran tropika. Upaya Dikti melalui program penelitian dasar dengan tema yang telah ditentukan memang merupakan upaya pelembagaan yang cukup sistematis sekalipun terbatas di PT. Hal tersebut dapat dipertajam fokusnya melalui skema kerjasama dengan lembaga di luar Dikti dan mempertimbangkan kerangka DRN atau koordinasi Menteri Negara Ristek. 2. Permasalahan global Substansi penelitian dasar dapat ditarik dari permasalahan global. Hasil-hasil dalam forum dunia adalah sumber-sumber permasalahan yang dapat diteliti, misalnya protokol Kyoto.

Pemerintah Inggris misalnya, mengundang swasta dan lembaga riset untuk

pengembangan teknologi transportasi baru yang rendah emisi (≤100 g CO2 per km). Pada tahun 2012, ditargetkan 10 persen mobil baru dan 600 bus per tahun sudah beremisi

96

rendah, dibanding saat ini sebesar 178 g CO2 per km. Malaysia, seperti halnya Indonesia, sekalipun tidak terikat Protokol Kyoto, ternyata telah berkomitmen dengan alasan untuk menerima assistance penerapan teknologi bersih maupun kerjasama internasional. Pilihan permasalahan global yang dapat diteliti di Indonesia juga sangat banyak. Hasil World Summit on Sustainable Development (WSSD) di Johanesburg, 2 hingga 4 September 2002, menyajikan kerangka aksi dalam lima (diberi akronim WEHAB) bidang, yakni water, energy, health, agriculture dan biodiversity, yang semuanya relevan dengan keadaan Indonesia. Protokol Kyoto dan hubungannya dengan dampak kerusakan hutan dan biodiversity, dapat menjadi alternatif fokus penelitian dasar. Tema-tema seperti ini dapat diprioritaskan dengan melibatkan lembaga penelitian yang relevan, terutama dari luar negeri. 3. Permasalahan nasional Pilihan–pilihan permasalahan nasional yang dapat menjadi obyek penelitian dasar dapat mempertimbangkan frekwensi, intensitas dampak, sebaran atau dampak ekonomi. Penelitian dasar, dalam kasus ini dapat menjadi upaya percepatan untuk memecahkan masalah nasional. Beberapa kasus yang dapat diprioritaskan untuk dikaji antara lain otonomi daerah, demam berdarah, banjir dan tanah longsor, kasus flu burung dan pemilu. Namun demikian, harus diakui bahwa masih terbuka peluang bagi penelitian perihal perilaku sosial di dalam masyarakat.

Sebagian besar masyarakat umumnya belum

berperilaku seperti yang diharapkan untuk berpartisipasi dalam pembangunan sebagai akibat kemiskinan, rendahnya gizi dan sanitasi, rendahnya penguasaan teknologi, memburuknya infrastruktur dan non teknis lainnya. Hal ini bermakna bahwa penelitian dasar bidang ilmu sosial dan humaniora masih memerlukan perhatian selain ilmu-ilmu fisik, antara lain korupsi, perubahan masyarakat, integrasi dan pluraliisme. Oleh karena sebagian besar tenaga kerja berada pada sektor pertanian, maka kebutuhannya dapat diprioritaskan. Misalnya persepsi perihal modal kerja, pengembangan teknologi mekanis pengolahan tanah yang murah, atau mesin tempel perahu yang murah. Tujuh tema bersifat top-down (Tabel 1) yang disajikan dalam program penelitian dasar Dikti 2004 (atau sebelumnya) pada dasarnya sudah mengantisipasi permasalahan global dan nasional. Namun demikian, tema-tema tersebut dapat dipersepsikan oleh peneliti sebagai tanpa fokus kecuali hanya oleh yang sudah senior dan berpengalaman

97

mendapatkannya. Terlebih bagi penelitian dasar bidang ilmu sosial, tidak tersedia insentif untuk terlibat karena hanya difasilitasi melalui tema ke tujuh. Tidak ada salahnya, fokus penelitian untuk memecahkan permasalahan dikedepankan, seperti dalam uraian di atas, tanpa harus memasuki wilayah penelitian terapan. Atau setidaknya dapat disusun suatu hirarki atau peta permasalahan dimana wilayah penelitian dasar dan terapan berada. Tabel 1. Tema-tema Penelitian Dasar No

Tema

Uraian Tema

1

Landasan ilmiah produksi bahan bioaktif dalam budidaya dan kultur jaringan

Proses dasar terbentuknya bahan bioaktif yang berguna (metabolit, ezim, bahan obat, dll) dalam organisme (mikroorganisme, tumbuhan dan hewan) atau jaringannya

2

Mekanisme reaksi dan laju reaksi pada proses kimiawi alami, industri dan lingkungan

Proses dasar yang dapat menjelaskan proses kimia yang terjadi dalam proses pembentukan produk yang dihasilkan secara alami dalam industri maupun pengolahan dan pemanfaatan limbah/lingkungan

3

Perilaku perubahan pada sifat fisis dan mekanisme bahan

4

Hubungan perilaku manusia dengan lingkungan sosial dan lingkungan binaan

5

Kajian alam bahari dalam bidang kefarmasian, pangan dan kosmetik

6

Biologi dan fisiologi keanekaragaman hayati dalam rangka pengendalian hama dan penyakit secara

Perubahan yang terjadi pada suatu media (bahan dan sistem) dapat terjadi akibat adanya ganguan keseimbangan energi pada media / sistem akibat efek magnetik, perpindahan, suhu dan lainnya. Perilaku perubahan tersebut di pelajari agar dapat diprakirakan respons media / sistem untuk di ketahui sifat keperiannya (constitutive behavior) Keterkaitan antara perilaku dan lingkugan yang sesuai dan kondusif dapat di bentuk dari pengendalian lingkungan yang terbina. Perubahan perilaku manusia dalam sub kelompok masyarakat perlu di kaji dalam interaksinya dengan pembinaan lingkungan (pendidikan, tenaga kerja, jender, lingkungan, hukum, teknologi, ekonomi, sosial, manajemen, dll). Tema ini mencakup penelitian dasaar tentang biologi sumber daya laut, identifikasi, dan studi : mekanisme sumber daya kelautan dalam pencegahan penyakit degeneratif (penyakit penurunan gizi, netrosis, neurodegeneratif, obesitas, dll) sebagai makanan sehat dan kosmetik. Pengungkapan variasi genetika dan variasi jenis sebagai landasan fenomena kekayaan, keanekaragaman hayati tanah air masih belum banyak dilakukan orang. Pengetahuan tentang keragaman ini berguna untuk meningkatkan

98

terpadu

7

Kajian ilmiah khasiat obat tradisionil

ketahanannya terhadap serangan hama dan penyakit misalnya melalui perakitan bibit unggul baru. Sebaliknya bila pendekatan penelanaan dilakukan pada patogen. Pemahaman keragamannya akan memperluas cakrawala pengendalian dalam kaitannya dengan inang yang juga beraneka ragam. Kegiatan dalam tema ini menjelaskan mekanisme kerja obat tradisional. Eksplorasi sistemmatik obat tradisional Indonesia, dan proses dasar yang menuju pada standarisasi obat tradisional.

4. Permasalahan daerah dan lokal Wilayah fisik geografis Indonesia yang luas dan berat, beragam iklim, beragam flora dan fauna, beragam budaya dan suku, serta pola sebaran penduduk yang tidak merata, dapat melahirkan ragam permasalahan wilayah dan lokal. Hal seperti ini dapat atau cukup diselesaikan dengan penelitian dasar yang melibatkan peneliti-peneliti dari PT lokal yang berkompeten kecuali tidak tersedia. DRN dapat membantu memetakan persoalan lokal tersebut sedapat mungkin dalam kendali payung permasalahan nasional. Penelitian tersebut dapat memilih tema antara lain persepsi atau perilaku suku-suku pedalaman, konservasi flora dan fauna terancam, pengembangan varitas lokal, penyakit malaria di Irian Jaya. Hal ini berimplikasi bahwa program penelitian dasar Dikti saat ini dapat dievaluasi secara wilayah. Bila peneliti atau sumberdaya PT di tingkat wilayah tidak berkompeten atau belum memenuhi syarat,

dapat dilibatkan peneliti senior tingkat

nasional untuk memberikan bimbingan akademik. Program penelitian dasar yang diselenggarakanoleh Dirjen Dikti adalah bagian dari program penelitian dasar atau penelitian secara umum di tingkat nasional.

Namun

demikian upaya pelembagaannya dapat menjadi ujung tombak (frontier) pemecahan masalah pembangunan. Upaya memfokuskannya dapat menggunakan kerangka koordinasi di dalam DRN dan pemilihan alternatif permasalahan 4. Pengembangan SDM Keberhasilan

pembangunan

dan

pengembangan

sangat

ditentukan

oleh

ketersediaan sumber daya manusia (SDM), baik pengelola yang memiliki otoritas sebagai penyelenggara, maupun masyarakat sekitar dan pemangku kepentingan lainnya yang akan mengambil bagian dalam pengelolaan pembangunan dan pelayanan. Citra pembangunan

99

tidak terlepas dari kompetensi yang dimiliki oleh personel pengelolanya dan mitramitranya tersebut. SDM yang dibutuhkan tidak hanya dalam hal jumlah, namun terutama dalam hal kualitas dan komitmen untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pengembangan. Untuk itu pelatihan-pelatihan dan peningkatan kemampuan personel pembangunan harus dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan dan dilandaskan pada needs assessment. Kebutuhan tenaga fungsional dan struktural yang akan khusus menangani pembangunan harus di tertampak dalam struktur organisasi pengelolaan. Dalam mendukung keberhasilan pembangunan dan pengembangan, dapat ditempuh dengan mempersiapkan SDM lebih efektif. Penyiapan dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat dalam Mendukung Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan. Penyiapan masyarakat dimaksudkan untuk membangun wawasan pentingnya melakukan konservasi tumbuhan di kalangan masyarakat yang selanjutnya melibatkan mereka secara aktif dalam kegiatan-kegiatan konservasi tumbuhan, penyadaran lingkungan dan rekreasi serta wisata yang bertanggung jawab. Keterlibatan ini sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan konservasi itu sendiri dan sekaligus memberikan wawasan baru tentang keragaman pemanfaatan tumbuhan secara lestari. Untuk itu harus dilakukan sosialisasi

secara

terus

menerus

tentang

program-program

pembangunan

dan

pengembangan wilaya. Sasaran sosialisasi tidak hanya masyarakat yang akan terlibat secara langsung, namun termasuk mereka yang akan terlibat secara tidak langsung. Pengalihan kegiatan-kegiatan masyarakat yang potensial mengancam eksistensi dan keberlanjutan pembangunan konservasi dapat dilakukan melalui, misalnya, membina kelompok-kelompok usaha kecil bersama-sama dengan pemerintah daerah setempat. Pengembangan Kompetensi SDM Sebagai Bagian dari Usaha Pelestarian Tumbuhan secara Berkelanjutan.Untuk mempersiapkan kemampuan dan ketrampilan personel pengelola konservasi maupun masyarakat yang akan terlibat dalam pembangunan dan pengembangan, perlu dilaksanakan pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan manajemen konservasi, pengkayaan jenis, peluang usaha baru bagi masyarakat, pelayanan dan atau sebagai penyedia jasa wisata. Pelatihan-pelatihan tersebut harus dilandaskan pada kebutuhan dan tahap perkembangannya. Otoritas penanganan pengembangan SDM pada awalnya sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah bersama Sementara peningkatan kemampuan dan ketrampilan masyarakat sekitar dapat dilakukan pemerintah daerah bekerjasama dengan organisasi-organisasi swadaya masyarakat. 100

5. Perencanaan Program Penelitian biodiversity dan konservasi Indonesia adalah negara subur makmur dengan kekayaan megabiodiversitas, disinari matahari sepanjang tahun dan curah hujan yang cukup, namun tidak memiliki prestasi dalam aspek produk dan iptek berbasis sumber daya hayati. Jangankan prestasi yang dapat dibanggakan, alih-alih untuk pemenuhan kebutuhan hidup dasar masyarakatnya saja Indonesia masih harus mengimpor berbagai komoditas berbasis sumber daya hayati. Saat ini di atas 50% penduduk Indonesia dinyatakan masih kekurangan gizi. Laporan data tahun 2002 menyatakan bahwa tidak kurang dari 38 juta masyarakat Indonesia termasuk kategori miskin. Sementara itu belasan juta rakyat Indonesia tidak memiliki pekerjaan alias menganggur. Meskipun semua orang tahu bahwa permasalahan pemenuhan kebutuhan dasar hidup manusia adalah pangan dan sandang, yang tiada lain adalah berasal dari keragaman sumber daya hayati (BIODIVERSITAS), namun profesi bidang kehayatan pada kenyataannya kurang diminati sebagai arena berkiprah untuk berkarir. Terlebih di Bali ini, profesi sebagai petani tidak diminati sehingga banyak lahan-lahan yang dulunya produktif pertanian, kini terbengkalai atau dijadikan pemukiman dan jasa kepariwisataan. Data yang dilaporkan dalam situs pemerintahan propinsi Bali terdapt 489 hektar lahan tidak diusahkan tahun 2000 dan menjadi 1342 hektar di tahun 2001. Kalau kecenderungan ini berlangsung terus, dapat dibayangkan suatu saat nanti semua kebutuhan pokok masyarakat indonesia akan didatangkan dari Australia yang pertaniannya jauh lebih maju dan berkembang. Sementara itu, IPTEK sebagai produk lembaga pendidikan tinggi sangat sering berakhir dan hanya tertimbun di perpustakaan berupa laporan penelitian, skripsi, thesis, disertasi atau syukur-syukur publikasi jurnal ilmiah. Sebenarnya banyak temuan-temuan dan teknologi sederhana yang dibutuhkan industri kecil dan menengah untuk mengurangi ketergantungan luar negeri tersedia di lembaga riset (perguruan tinggi), namun kenyataannya tidak banyak yang diaplikasikan. Di satu sisi, perhatian yang lemah pihak industri dalam membangun kolaborasi riset dan pengembangan juga termasuk faktor yang tidak mendukung terciptanya ‘link and match’ antara lembaga riset dan industri. Oleh karena itu, dalam rangka pengelolaan biodiversitas lokal, perlu suatu strategi untuk melakukan suatu aktivitas

bridging

program untuk menjembatani laboratorium di

lembaga riset perguruan tinggi dengan masyarakat luas. Dana-dana yang dialokasikan pemerintah (belakangan ini sudah dikelola secara sektoral) dapat membantu proses 101

bridging tersebut. Berbagai program riset, pemberdayaan atau pengabdian dan konsultansi, melalui DIKTI dan KRT seperti Penelitian Dasar, RUT, RUK, HB, RUSNAS, Penerapan Ipteks, Kuliah Kewiraushaan, Magang Kewirausahaan, Inkubasi Wirausaha Baru (INWUB), Vucer, Vucer Multi Tahun (VMT), Usaha Jasa dan Industri (UJI), Dana Kemitraan Peningkatan Teknologi Industri (DAPATI) dan sebagainya adalah dalam upaya mewujudkan situasi ke arah itu. Melalui program-program ini dengan prioritas riset dan pengembangan berbasis biodiversitas lokal diharapkan akan tumbuh subur UKM-UKM berbasis biodiversitas lokal yang dimotori oleh perguruan tinggi. Setidaknya 3,1 juta penduduk Bali dan wisatawan asing adalah pasar yang potensial untuk dijadikan target pemasaran. a. Peluang Pasar Salah satu peluang pasar pengembangan biodiversitas adalah produk nutrisitika. Bisnis ini merupakan salah satu sektor bisnis yang pertumbuhannya paling cepat dewasa ini. Nilai pasar global produk nutrisitika tahun 2003 diperkirakan telah mencapai 180 miliar $ US yang meliputi functional food, supplement, natural personal care dan natural organic food Pertumbuhan industri nutrisitika mengalami perkembangan yang pesat terutama di beberapa negara Eropa Timur, China, Timur Tengah dan daerah Asia lain. Dari nilai uang, Amerika, Eropa dan Jepang adalah tiga negara terbesar yang memutar uang dalam industri nutrisitika (Tabel-1) Tabel 1 : Pertumbuhan Industri Nutrisitika Global Wilayah Negara

USA Europe Japan Canada China Rest of Asia LatAm Aust / NZ EE / Russia MidEast Africa

2002 (US$ Juta) 58.520 50.970 28.820 4.480 6.040 6.860 3.350 2.990 1.930 800 790

2003 (US$ Juta) 63.710 54.070 31.520 4.830 6.940 7.640 3.670 3.210 2.250 880 860

Pertumbuhan Tahun 2003 8,9% 6,1% 9,4% 7,8% 14,8% 11,3% 9,7% 7,4% 16,3% 10,1% 8,8%

Ironisnya, dari tingkat konsumsi Vitamins dan Dietary Supplement (VDS), ternyata Indonesia termasuk negara yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya dalam mengkonsumsi produk VDS yang mencapai 36% 102

b. Potensi Biodiversitas Indonesia Dunia mengakui bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keragaman hayati terbesar di dunia untuk darat dan laut. Dari 1,5 juta spesies yang telah diidentifikasi di muka bumi ini hampir setengahnya ada di Indonesia untuk ikan dan moluska, tidak kurang dari 30% untuk serangga dan reptilia, 25% untuk fungi, atau secara total setidaknya 20% dari keragaman hayati dunia ada di Indonesia (Tabel-3). Gambaran itupun baru dari yang telah teridentifikasi, belum termasuk yang banyak sekali belum teridentifikasi terutama keragaman hayati di bawah laut dan mikroba yang baru diperkirakan teridentifikasi tidak lebih dari 10% dari semua jenis kehidupan mikroba. Tabel 3 : Keragaman jenis sumber hayati Indonesia dibandingkan dengan dunia Kelompok Prokaryots Fungi Algae Bryophytes Ferns Flowering Plants Insects Mollusc Fishes Amphibians Reptiles Aves Mammals TOTAL

Indonesia 300 12.000 1.800 1.500 1.250 25.000 250.000 20.000 8.500 1.000 2.000 1.500 500 325.350

Dunia 4.790 47.000 21.000 16.000 13.000 250.000 750.000 50.000 19.000 4.200 6.300 9.200 4.170 1.194.660

Persentase 6,3 25,5 8,6 9,4 9,6 10 33,3 40 44,7 23,8 31,7 16,3 12 20,9

103

Gambar 1 : Pemanfaatan Sumber Nabati Indonesia (Hilman dan Romadoni, 2001) Dari potensi mega-biodiversitas yang kita miliki sangat disayangkan kita baru memanfaatkan rata-rata di bawah 5% dari potensi keragaman biodiversitas tersebut (Gambar-1). Data tersebut memang relatif cukup lama namun tidak banyak perubahan yang terjadi selama hampir 10 tahun ini kalau memperhatikan data impor kita untuk pemenuhan kebutuhan pokok rakyat Indonesia (Gambar-2). Kenyataan ini dapat menjelaskan kenapa kita tidak termasuk dalam 10 besar negara pengekspor bahan baku obat (Tabel-4). Andai saja semua orang menyadari, sumber daya hayati sebenarnya dapat bernilai sangat tinggi bahkan jauh lebih tinggi dari logam mulia emas atau BBM terutama apabila dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam produk turunan. Sebagai ilustrasi tabel berikut menggambarkan nilai ekonomi produk turunan biodiversitas dibandingkan dengan harga emas dan BBM Tabel 4: Sepuluh besar negara pengekspor tanaman obat (Hilman & Romadoni, 2001)

Tabel 5 : Nilai ekonomi produk berbasis biodiversitas padanannya dengan emas dan BBM (Hilman & Romadoni, 2001)

104

Gambar 2 : Volume impor pangan Indonesia rata-rata per tahun (Husodo, 2005) Secara singkat, dapat dikatakan bahwa potensi sumber daya hayati Indonesia adalah sangat besar apabila dikelola dengan benar. Dikaji untuk pemanfaatan

yang optimal,

dikembangkan teknologi budidayanya, dipelihara kualitas lingkungannya, dilakukan pengolahan lanjut dengan teknologi yang efisien, dipersiapkan infrastruktur distribusi dan pemasarnnya, didukung oleh semua pihak dalam risert dan pengembangannya, termasuk dicintai produknya. c.

Strategi Pengelolaan Biodiversitas

Idealnya, strategi penelitian dan pengembangan yang dilakukan dalam upaya mengelola biodiversitas lokal harus mengikuti siklus transformasi pengetahuan (completing the loop) berikut (Gambar-4). Penulis menyadari sepenuhnya dan yakin bahwa para staf akademik di Perguruan Tinggi sebenarnya sudah memiliki kompetensi yang berkualitas tinggi sesuai 105

dengan bidang yang ditekuni masing-masing dalam rangka pengelolaan biodiversitas. Hanya saja sepertinya ada beberapa kendala yang dihadapi dalam rangka pengembangan lebih lanjut terutama sampai tahap hilir. Oleh karena itu strategi dan beberapa point pemikiran berikut setidaknya dapat dipakai masukan dalam pengelolaan biodiversitas lokal. a. Orientasi penelitian dan pengembangan : Target akhir dari penelitian sebisanya sampai tahapan hilir apakah berupa produk barang atau produk teknologi. b. Referensi tidak hanya jurnal ilmiah : Beberapa situs pengelola paten yang ditampilkan dalam makalah ini dapat diakses lewat internet untuk dijadikan referensi penelitian dan juga mencari ide dan inspirasi. c. Penumbuhan jiwa kewirausahaan : Paradigma lama yang mentabukan kegiatan bisnis di kampus harus ditingglkan dimana staf akademik harus menumbuhkan jiwa kewirausahaan pada dirinya dan juga pada anak didiknya d. Mahasiswa harus dilibatkan : Dalam upaya penumbuhan jiwa kewirausahaan, mahasiswa sebisa mungkin dilibatkan dalam penelitian dosen melalui topik tugas akhirnya dan setelah lulus dapat ditargetkan menjadi pengelola bisnis yang sedang dirintis e. Dosen punya mainan usaha : Sebisanya dosen mentargetkan punya usaha komersial yang terkait dengan bidang garapan yang ditekuni (perlu diketahui konon seorang Profesor di China juga menggarap usaha komersial di luar kampus) f. Kampus sebagai model : Dalam rangka melakukan pengembangan sampai tahap hilir (produk), kampus dapat dijadikan sebagai ajang inkubasi pematangan bisnis yang dikembangkan termasuk dalam aspek produksi, manajemen, pemasaran g. Lindungi hak kekayaan intelektual dari hasil penelitian dan Lakukan tahapan inkubasi.

106

Gambar 4 : Diagram Siklus Transformasi Pengetahuan Keanekaragaman hayati yang besar membuka peluang untuk mempelajari manfaatnya, mensosialisasikan hasilnya, memperoleh sumber pendapatan daerah dan sekaligus melestarikannya. Upaya pengkajian dan pemanfaatan keanekaragaman hayati telah dilakukan sejak dahulu kala oleh nenek moyang kita, namun kekayaan tersebut seringkali kurang mendapat penghargaan dan perhatian generasi saat ini (Samino, 1999). Sementara itu, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada belum mampu memenuhi kebutuhan dan tuntutan jaman, bahkan belum memadai untuk melindungi, mengkaji dan menggali potensi yang dimiliki secara optimal. Penelitian tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh masyarakat, berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi telah menghasilkan informasi yang terserak di berbagai tempat. Ternyata penelitian yang meliputi peran, fungsi dan potensi, pemanfaatan serta sosialisasi hasil penelitian tersebut belum banyak dilakukan. Belum ada sistem informasi yang memungkinkan pengelolaan dan pemanfaatan data secara baik. Disadari atau tidak, keberlanjutan kehidupan dan kesejahteraan manusia sangat bergantung pada kearifannya dalam mengelola keanekaragaman hayati. Selain itu manajemen agribisnis juga harus diberikan pada masyarakat sehingga mulai budidaya, pengolahan hasil sampai pemasaran dapat dikuasai dan diterapkannya. Penelitian yang mendasari usaha pemanfaatan keanekaragaman hayati belum dikembangkan secara terencana dan terpadu, sehingga kurang bermanfaat untuk menggariskan kebijakan pemerintah daerah. Dewan Riset Nasional dari Kantor Menristek beberapa tahun terakhir telah merintis penetapan prioritas penelitian yang perlu dilakukan, akan tetapi pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan menyesuaikannya dengan kepentingan lokal. Pada umumnya aspek sosial budaya kurang memperoleh porsi yang seharusnya dalam kegiatan 107

penelitian keanekaragaman hayati. Padahal aspek ini amat berperan pada pemilihan teknologi yang perlu dikembangkan, baik untuk pemanfaatan maupun pelestariannya. Aspek ini membantu bila setiap kelompok yang ada di masyarakat akan dilibatkan dalam kegiatan pelestarian. Prinsip keseimbangan pendayagunaan keanekaragaman hayati belum diperhatikan, sehingga terdapat anggapan bahwa produktivitas tinggi identik dengan pemberdayaan spesies tertentu secara monokultur.

Peraturan tentang tataguna

lahan/peruntukan area yang ideal suatu daerah seringkali tidak dapat terwujudkan dengan baik karena sesuatu hal. Keadaan inilah yang seharusnya diantisipasi dengan suatu program pemberdayaan instansi terkait atau dimungkinkan adanya mekanisme kontrol dari masyarakat pemerhati lingkungan. Komitmen masyarakat pada kebijakan yang telah disepakati tentang pelestarian keanekaragaman hayati tidak konsisten dan tidak ada mekanisme kontrolnya. Keadaan ini akan menjadi kendala kesuksesan pengelolaan dan pelestarian keanekaragaman hayati. Untuk itu perlu adanya usaha peningkatan komitmen birokrat, seluruh lapisan masyarakat dan mengupayakan adanya mekanisme kontrol yang kondusif dari masyarakat terhadap proses

pelaksanaan

program

pelestarian

keanekaragaman

hayati.

Terjadinya

penyederhanaan ekosistem baik yang buatan maupun yang alami sehingga terjadi epidemi hama, turunnya stabilitas ekosistem, lebah harus digembalakan pada musim kemarau setiap tahun. Jika keadaan ini dibiarkan terus terjadi maka kekayaan keanekaragaman hayati yang ada akan terus merosot yang pada akhirnya daya dukung lingkungan hidup akan menurun. Selain itu, ada beberapa kendala yang belum bisa diatasi : a). Belum ada standar regional tentang cara pemantauan keberhasilan dan kemajuan usaha pelestarian keanekaragaman hayati, b). Belum adanya penelitian untuk menciptakan adanya mekanisme pendukung pendayagunaan jenis unggulan daerah. Sebagai contoh kasus adalah bagaimana agar duku Singosari menjadi unggulan daerah, tetapi tidak sampai mendominasi, sehingga diversitas tumbuhan daerah itu tetap terjaga. Hal ini juga berlaku bagi rambutan Blitar, mangga Probolinggo, pisang di Malang Selatan dsb. yang mulai muncul hama/penyakitnya, c). Implementasi program akan menjadi sulit dilaksanakan kalau pendekatan masih “top down”, birokrat dan masyarakat tidak mempunyai komitmen atau etos kerja rendah dalam pembangunan berkelanjutan. Rangkuman 1. Peningkatan apresiasi dan kesadaran akan nilai biodiversity Sumber daya alam merupakan suatu kekayaan yang nilainya begitu besar bagi 108

kehidupan manusia. Kebutuhan manusia pada masa kini tidak hanya terbatas pada kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Kebutuhan akan kesehatan juga menjadi hal penting dalam hidup manusia. Semua kebutuhan manusia tersebut disediakan oleh alam. Dengan kata lain, manusia tergantung pada alam. Sementara alam itu sendiri terbentuk dari susunan hubungan saling ketergantungan antara elemen satu dengan lainnya yang sangat kompleks. Ditinjau dari sudut pandang ilmu ekologi, Odum dalam bukunya Fundamentals of Ecology (1996) menyebutkan saling ketergantungan antara organisme hidup dan lingkungnnya. Hubungan yang terjalin antar elemen adalah saling mempengaruhi sehingga arus energi mengarah pada struktur makanan, keanekaragaman biotik, dan daur material. Kehilangan atau ketidakseimbangan salah satu elemen pada mata rantai arus energi tersebut sudah tentu akan menyebabkan gangguan pada yang lain pada sistem tersebut. 2. Penyebarluasan informasi Dipandang dari segi biodiversitas, posisi geografis Indonesia sangat menguntungkan. Negara ini terdiri dari beribu pulau, berada di antara dua benua, yaitu Asia dan Australia, serta terletak di katulistiwa. Dengan posisi seperti ini Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Indonesia dengan luas wilayah 1,3% dari seluruh luas muka bumi memiliki 10% flora berbunga dunia, 12% mamalia dunia, 17% jenis burung dunia, dan 25% jenis ikan dunia. Penyebaran tumbuhan, Indonesia tercakup dalam kawasan Malesia, yang juga meliputi Filipina, Malaysia dan Papua Nugini. Kawasan ini ditentukan berdasarkan persebaran marga tumbuhan yang ditandai oleh 3 simpul demarkasi yaitu (1) Simpul selat Torres menunjukkan bahwa 644 marga tumbuhan Irian Jaya tidak bisa menyeberang ke Australia dan 340 marga tumbuhan Australia tidak dijumpai di Irian Jaya. (2) Tanah genting Kra di Semenanjung Malaya merupakan batas penyebaran flora Malesia di Thailand. Demarkasi ini menyebabkan adanya 200 marga tumbuhan Thailand yang tidak dapat menyebar ke kawasan Malesia, dan 375 marga Malesia tidak dijumpai di Thailand. (3). Simpul di sebelah selatan Taiwan menjadi penghalang antara flora Malesia dan Flora Taiwan. Adanya demarkasi ini menyebabkan 40% marga flora Malesia tidak terdapat di luar kawasan Malesia dan flora Malesia lebih banyak mengandung unsur Asia dibanding unsur Australia. Pecahnya benua selatan Gendawa pada 140 juta tahun yang lalu menjadi paparan sunda (berasal dari benua utara laurasia) dan paparan Sahul (berasal dari

109

Gondawa) menyebabkan penyebaran tumbuhan yang terpusat di paparan Sunda seperti jenis durian, rotan, tusam dan artocarpus. 3. Peningkatan Riset Dasar dan Terapan tentang biodiversity Penelitian tersebut dapat memilih tema antara lain persepsi atau perilaku suku-suku pedalaman, konservasi flora dan fauna terancam, pengembangan varitas lokal, penyakit malaria di Irian Jaya. Hal ini berimplikasi bahwa program penelitian dasar Dikti saat ini dapat dievaluasi secara wilayah. Bila peneliti atau sumberdaya PT di tingkat wilayah tidak berkompeten atau belum memenuhi syarat,

dapat dilibatkan peneliti senior tingkat

nasional untuk memberikan bimbingan akademik. Program penelitian dasar yang diselenggarakanoleh Dirjen Dikti adalah bagian dari program penelitian dasar atau penelitian secara umum di tingkat nasional.

Namun

demikian upaya pelembagaannya dapat menjadi ujung tombak (frontier) pemecahan masalah pembangunan. Upaya memfokuskannya dapat menggunakan kerangka koordinasi di dalam DRN dan pemilihan alternatif permasalahan 4. Pengembangan SDM Dalam mendukung keberhasilan pembangunan dan pengembangan, dapat ditempuh dengan mempersiapkan SDM lebih efektif. Penyiapan dan Peningkatan Kesadaran Masyarakat dalam Mendukung Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan. Penyiapan masyarakat dimaksudkan untuk membangun wawasan pentingnya melakukan konservasi tumbuhan di kalangan masyarakat yang selanjutnya melibatkan mereka secara aktif dalam kegiatan-kegiatan konservasi tumbuhan, penyadaran lingkungan dan rekreasi serta wisata yang bertanggung jawab. Keterlibatan ini sangat diperlukan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan konservasi itu sendiri dan sekaligus memberikan wawasan baru tentang keragaman pemanfaatan tumbuhan secara lestari. Untuk itu harus dilakukan sosialisasi

secara

terus

menerus

tentang

program-program

pembangunan

dan

pengembangan wilaya. Sasaran sosialisasi tidak hanya masyarakat yang akan terlibat secara langsung, namun termasuk mereka yang akan terlibat secara tidak langsung. Pengalihan kegiatan-kegiatan masyarakat yang potensial mengancam eksistensi dan keberlanjutan pembangunan konservasi dapat dilakukan melalui, misalnya, membina kelompok-kelompok usaha kecil bersama-sama dengan pemerintah daerah setempat. 5. Perencanaan Program Penelitian biodiversity dan konservasi

110

Penelitian tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati yang dilakukan oleh masyarakat, berbagai lembaga penelitian dan perguruan tinggi telah menghasilkan informasi yang terserak di berbagai tempat. Ternyata penelitian yang meliputi peran, fungsi dan potensi, pemanfaatan serta sosialisasi hasil penelitian tersebut belum banyak dilakukan. Belum ada sistem informasi yang memungkinkan pengelolaan dan pemanfaatan data secara baik. Disadari atau tidak, keberlanjutan kehidupan dan kesejahteraan manusia sangat bergantung pada kearifannya dalam mengelola keanekaragaman hayati. Selain itu manajemen agribisnis juga harus diberikan pada masyarakat sehingga mulai budidaya, pengolahan hasil sampai pemasaran dapat dikuasai dan diterapkannya. Penelitian yang mendasari usaha pemanfaatan keanekaragaman hayati belum dikembangkan secara terencana dan terpadu, sehingga kurang bermanfaat untuk menggariskan kebijakan pemerintah daerah. Dewan Riset Nasional dari Kantor Menristek beberapa tahun terakhir telah merintis penetapan prioritas penelitian yang perlu dilakukan, akan tetapi pemerintah daerah perlu mempertimbangkan dan menyesuaikannya dengan kepentingan lokal. Pada umumnya aspek sosial budaya kurang memperoleh porsi yang seharusnya dalam kegiatan penelitian keanekaragaman hayati. Padahal aspek ini amat berperan pada pemilihan teknologi yang perlu dikembangkan, baik untuk pemanfaatan maupun pelestariannya. Aspek ini membantu bila setiap kelompok yang ada di masyarakat akan dilibatkan dalam kegiatan pelestarian. Prinsip keseimbangan pendayagunaan keanekaragaman hayati belum diperhatikan, sehingga terdapat anggapan bahwa produktivitas tinggi identik dengan pemberdayaan spesies tertentu secara monokultur.

Peraturan tentang tataguna

lahan/peruntukan area yang ideal suatu daerah seringkali tidak dapat terwujudkan dengan baik karena sesuatu hal. Keadaan inilah yang seharusnya diantisipasi dengan suatu program pemberdayaan instansi terkait atau dimungkinkan adanya mekanisme kontrol dari masyarakat pemerhati lingkungan. 6.3 Penutup Tes Formatif 1. Menurut anda apakah ada kesadaran akan nilai biodiversity yang terjadi jika dilihat dalam kondisi sekarang.? 2. Uraikan tentang penyebarluasan informasi biodiversity.? 3. Bagaimanakah Riset Dasar dan Terapan tentang biodiversity.? 4. Seberapa besar Program Penelitian biodiversity dan konservasi yang terjadi pada daerah anda.? Jelaskan.!

111

Umpan Balik Anda dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 4. Membuat ringkasan materi pada setiap bab sebelum materi tersebut dibahas dalam diskusi maupun praktikum. 5. Aktif dalam diskusi dan praktikum. 6. Mengerjakan latihan dan tugas. Tindak Lanjut Apabila mahasiswa dapat menyelesaikan 80% tes formatif di atas, maka mahasiswa tersebut dapat melanjutkanke bab selanjutnya sebab pengetahuan konsep perlindungan tanaman merupakan dasar untuk bab selanjutnya. Jika ada diantara mereka belum mencapai penguasaan 80% dianjurkan untuk : 4. Mempelajari kembali materi di atas. 5. Berdiskusi dengan teman terutama tentang hal-hal yang belum dikuasai. 6. Bertanya kepada dosen jika ada hal-hal yang tidak jelas dalam diskusi. 6.4 Daftar Pustaka Anonim. 2002. Promotion of Basic Science and Development of High-Quality Manpower in Korea Selatan. Ministry of Science & Technology. DP3M (Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat) Dirjen Dikti. 2002 Panduan Pelaksanaan Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat. Edisi VI. Dirjen Dikti, Jakarta Ethridge, D. 1995. Research Methodology in Applied Economics. Iowa State University Press, Ames WSSD (World Summit on Sustainable Development). johannesburgsummit.org

2002.

WEHAB.

www.

112

Related Documents

Bahan Ajar
October 2019 63
Bahan Ajar
August 2019 78
Bahan Ajar
May 2020 58

More Documents from "Maiwandrit Meza"