Bagian Ilmu Kardiologi.docx

  • Uploaded by: nadya
  • 0
  • 0
  • April 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bagian Ilmu Kardiologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,478
  • Pages: 21
BAGIAN ILMU KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Makassar,

Febuary 2018

PALPITASI

Disusun Oleh: Andi Nadya Irwansyah 111 2017 2057 Pembimbing: dr. Fadillah Maricar, Sp.JP FIHA

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU KARDIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA RS BHAYANGKARA MAKASSAR 2018

HALAMAN PENGESAHAN Yang memiliki nama di bawah ini : Nama

:Andi Nadya Irwansyah

NIM

:111 2017 2057

Judul

:Palpitasi

Menyatakan bahwa, telah menyelesaikan tugas laporan kasus dalam rangka kepanitraan pada bagian Ilmu Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia di RS Bhayangkara

Makassa,

Febuary 2018

Mengetahui, Pembimbing

dr. Fadillah Maricar, Sp.JP FIHA

BAB 1 PENDAHULUAN Palpitasi adalah perasaan (sensasi) yang tidak menyenangkan yang disebabkan oleh denyut jantung yang tidak teratur. Beberapa orang dengan palpitasi (jantung berdebar), tidak menderita penyakit jantung atau kelainan irama jantung (abnormal) dan penyebab jantung berdebarnya tidak diketahui.1 Saat seseorang merasakan palpitasi gejala yang muncul di dada mereka seolah-olah jantung mereka berdegup kencang dengan cepat atau tidak teratur Ini bisa menjadi sensasi singkat atau bisa menjadi sensasi berkelanjutan bagi beberapa orang dalam beberapa detik dan kadang-kadang bahkan menit dan jarang lebih lama.2 Banyak orang yang merasakan jantung berdebar (palpitasi) atau sensasi abnormal saat jantung berdebar. Penyebabnya mungkin tidak terlalu serius dan tidak memerlukan pengobatan tertentu, namun bisa juga terjadi akibat suatu kondisi jantung yang sangat serius. Beberapa orang lahir dengan kondisi jantung yang tidak normal (contoh: lubang pada jantung atau hubungan elektrikal berlebih pada jantung mereka), yang dapat menyebabkan aritmia.. 3 Palpitasi dapat terjadi karena beberapa factor diantaranya dampak psikis, seperti stress, kecemasan, serangan panik, dsb, gaya hidup, seperti sedang berolahraga, sering minum kopi, mengonsumsi alkohol, akibat mengonsumsi obat-obatan tertentu, adanya perubahan hormonal, terutama pada wanita, adanya kondisi kesehatan tertentu, seperti dehidrasi, hipoglikemi atau kadar gula darah rendah, demam, tekanan darah rendah, anemia, gangguan jantung, kadar elektrolit tubuh rendah, hipertiroid atau kelenjar tiroid terlalu aktif, adanya gangguan jantung, dsb. Palpitasi berasal dari berbagai penyebab, berhubungan dengan jantung pada sekitar 43% kasus, psikosomatik dalam 30% dan penyebab tidak diketahui pada 27%. Sehingga banyak hal yang dapat memicu seseorang mengalami palpitasi, palpitasi tidak selalu disebabkan oleh karena ada gangguan pada jantung.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DEFINIS PALPITASI Istilah Palpitasi berasal dari bahasa Latin 'palpare', 'palpitare' yang berarti menepuk atau sentuhan lembut. Palpitasi telah dianggap sebagai sensasi berdenyut atau gerakan yang tidak menyenangkan di dada dan / atau area sekitarnya.4 Palpitasi juga bisa merujuk pada perasaan di dada yang jantung berdebar lebih keras dari biasanya tapi belum tentu lebih cepat dari biasanya (meski keduanya Sensasi terkadang bisa terjadi bersamaan). Palpitasi bisa disebabkan oleh aritmia, biasanya karena ke denyut jantung yang tidak normal. Saat denyut nadi atau detak jantung lebih dari 100 denyut per menit, disebut takikardia. Seseorang dapat mengalami sinus takikardia dimana denyut jantung meningkat secara normal karena sinyal dari tubuh.2

2.2 ETIOLOGI PALPITASI 1) Cardiac Arrhytmias : a. Ventikular / supraventikular takikardi b. Bradiarrhymias-sinus bradycardia, sinus pause, AV blocks c. Pacemaker mediated 2) Cardiac Structural anomalies a. Severe Aortic,Mitral regurgitation b. Mitral valve proplapse c. Shunt lesions like d. VSD/ASD/PDA e. Ebsteins anomaly f. Dilated,Hypertrohiccardio 3) Systemic causes : a. Hyperthyroidism b. Fever c. Anemia d. Ortostatic syndromes e. Pheochromocytoma f. Pregnancy 4) Drugs and others : a. Sympathomimetic agents in inhalers. b. Anticholinergics, c. Alcohol, cocaine, caffeine,nicotine, d. Anorexics, e. Psychosomatic.4

5)

Di dalam cavitas thoracis terdapat pulmo, pleura dan mediastinum. Mediastinum sendiri adalah struktur yang terletak di bagian tengah cavitas thoracis, berada di antara pleura parietalis sinister dan pleura parietalis dexter (pleura mediastinalis sinister et dexter). Meluas dari sternum di bagian ventral sampai columna vertebralis di bagian dorsal. Di sebelah cranial dibatasi oleh apertura thoracis superior, dan di bagian caudal dibatasi oleh apertura thoracis inferior. Di dalam mediastinum terdapat :          

Mediastinal + cor pembuluh darah besar, seperti aorta, arteri dan vena trachea oesophagus nevus vagus ervus phrenicus ductus thoracicus kelenjar thymus ymphonodus paratrachealis jaringan ikat, yang membuat mediastinum menjadi “ mobil “ dan dapat bergerak mengikuti irama gerakan pulmo dan cor, serta mengikuti gerakan oesophagus sewaktu menelan. Oleh suatu bidang horizontal, yang melalui angulus sternalis dan tepi caudal corpus vertebrae thoracalis IV, mediastinum dibagi menjadi dua bagian, yaitu mediastinum superius dan mediastinum inferius. Mediastinum inferius dibagi menjadi mediastinum anterius yang berada di sebelah ventral pericardium, mediastinum medius yang ditempati oleh pericardium dan mediastinum posterius yang terletak di sebelah posterior pericardium. 5 MEDIASTINUM SUPERIOR

Di sebelah ventral dibatasi oleh manubrium sterni bersama ujung caudal m.sternohyoideus dan m.sternothyreoideus. batas di sebelah dorsal adalah corpus vertebrae thoracalis I – IV, bersama discus intervertebralis, ligamentum longitudinalis anterior dan ujung caudal m.longus colli. Di sebelah lateral dibatasi oleh pleura mediastinalis. Sebagai batas caudal adalah suatu bidang datar imaginer yang ditarik melelui angulus sternalis Louisi. 5 Mediastinum superior berisikan :  Organ yang terletak retrosternal : Vena anonima sinistra, Vena anonima dextra, Vena cava superior  Organ yang terletak prevertbralis : Esophagus, trachea, ductus thoracius  Organ yang terletak dibagian intermedia : arcus aorta MEDIASTINUM INFERIOR Dibagi menjadi tiga bagian yaitu mediatinum anterius, mediastinum medium dan mediastinum posterius.

a) Mediatinum anterius. Dibatasi di sebelah ventral oleh corpus sterni, m.transversus thoracis sinister, sebagian dari ujung costa IV – VII. Di sebelah dorsal dibatasi oleh percardium parietalis yang meluas ke arah caudal mencapai diaphragma thoracis. Berisi beberapa buah lymphonodi, jaringan ikat dan jaringan lemak. b) Mediastinum Medium. Berada diantara pleura parietalis sinister dan pleura parietalis dexter, merupakan bagian yang paling luas. Berisi percardium bersama cor di dalamnya, aorta ascendens, pars caudalis vena cava superior, muara vena azygos, vena pulmonalis sinistra dan vena pulmonalis dextra dan n.phrenicus sinister et dexter. c) Mediastinum Posterius. Dibatasi di sebelah ventral oleh pericardium dan diaphragma thoracis, di sebelah dorsal oleh tepi caudal vertebra thoracalis 4 – vertebra thoracalis 12, dan di sebelah lateral oleh pleura mediastinalis sinister et dexter. Berisi aorta thoracalis, vena azygos, vena hemiazygos, N.vagus, n.pherenicus, bifurcatio trachea, bronchus, oesophagus, ductus thoracicus dan lymphonodi. 5  Aorta desendens ( = Aorta Throcica)  Ductus Thoracicus

 Vena Azygos  Vena Hemiazygos5 Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting : 1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5 dan bagian bawah sternum 2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma di depan jantung. 3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di belakang jantung. 4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di antara mediastinum anterior dan posterior. 2

Pembagian mediastinum ke dalam rongga anterior, superior, medial, dan posterior, adalah maya karena tidak ada sekat yang membagi satu antara satu rongga dengan rongga yang lainnya. Lokasi mediastinum di rongga torak dapat bervariasi sebagai akibat proses dihemitorak ( tekanan pneumotorak atau efusi pleura ), yang dapat menyebabkan deviasi mediastinum dan menyebabkan pendorongan isinya dari satu tempat ke tempat lain.1 Tumor dan kista mediastinum :

ANTERIOR

MEDIAL

POSTERIOR

Timoma

Kista pericardial

Limfoma Gern cell neoplasma (teratoma) seminoma Karsinoma primer

limfoma Kista bronkogenik Kista enteric

Tumor neurogenic ( schawan oma, neuro limfoma

Tumor mesenkim Tumor endokrin (tiroid) Pantiroid carcinoid

Timoma : biasanya terdapat di mediastinum anterior dan superior, merupakan lebih kurang 12% tumor mediastinum primer. Pada posisi terlentang, tumor ini dapat menekan trakea sehingga menimbulkan gejala sesak.1 Timoma pada umumnya memberikan gambaran jinak walaupun secara histologi telah invasif. Ini yang menyebabkan timoma sering ditemukan tanpa gejala yang khas dan sulit dideteksi dengan pemeriksaan fisik. thymic carcinoma merupakan tumor yang bersifat ganas, lebih cepat tumbuh dan menyebar ke bagian tubuh lainnya serta lebih sulit untuk diobati. Timoma merupakan tumor yang paling banyak ditemukan pada mediastinum anterior yaitu sekitar 47%. Thymic carcinoma lebih jarang terjadi yaitu sekitar 5-10% dari tumor yang berasal dari timus. Timoma dan thymic carcinoma banyak terjadi pada usia 40 – 60 tahun.9 Sekitar 30-50% penderita timoma mengalami miastenia gravis dan sekitar 10-15% penderita miastenia gravis mengalami timoma. Miastenia gravis merupakan gangguan autoimun, yaitu gangguan yang disebabkan oleh antibodi atau sel T yang menyerang molekul, sel atau jaringan organisme yang memproduksi mereka. Thymic carcinoma jarang terkait dengan miastenia gravis.9 Penentuan staging dari timoma memegang peran penting terhadap keberhasilan penatalaksanaan. Penentuan staging yang paling banyak digunakan yaitu kriteria Masaoka. Pemeriksaan histologi massa menggunakan kriteria WHO merupakan konfirmasi terakhir dari timoma yang dilaksanakan pascabedah. Thymic carcinoma di klasifikasikan menjadi tipe Low- grade dan High-grade.9 Modalitas radiologi yang rutin dilakukan adalah foto toraks dan Ct scan toraks. Foto thoraks konvensional posisi PA memiliki sensitivitas yang tinggi (77%) dalam mendiagnosa timoma, dan akan meningkat menjadi 94% bila disertai posisi lateral. Ct scan memiliki sensitivitas 97% dalam mendiagnosa timoma karena memiliki kelebihan dalam menentukan lokasi tumor, karakteristik

tumor, keterlibatan dengan organ sekitar dan metastasis.8 Gejala dapat timbul karena perjalanan local atau penekanan terhadap jaringan sekitar foto bisa normal, tetapi Ct-scan jelas menunjukan massa berbatas tegas terkadang dengan klasifikasi.1 Klasifikasi lebih sering ditemukan pada timoma tipe B1 , B2 dan B3 yang umunya berbentuk linier, tipis, dan seperti cincin di perifer.8 Pengobatan adalah eksisi. Timoma ganas bersifat radiosensitive.1

Limfoma : sebagian besar tumbuh di mediastinum superior anterior. Dengan ctscan mudah terdeteksi.1 Limfoma mediastinum primer adalah entitas langka yang hanya terdiri dari 10% limfoma di mediastinum. Limfoma biasanya terjadi pada mediastinum anterior dan merupakan bagian dari penyakit yang lebih luas. HD mewakili sekitar 50 sampai 70% limfoma medula, sedangkan limfoma nonHodgkin terdiri dari 15 sampai 25% . Tiga jenis limfoma mediastinum yang paling umum termasuk nodular scle-rosing HD, limfoma sel B besar, dan limfoblas. - limfoma tic.3 HD HD memiliki kejadian sekitar 2 sampai 4 kasus per 100.000 orang per tahun, dengan distribusi kejadian bimodal yang memuncak pada masa dewasa muda dan lagi setelah usia 50 tahun. Untuk penyakit predominan-mediastinum, prevalensi puncak pada wanita muda selama dekade ketiga kehidupan, sementara tidak terpengaruh oleh usia pada pria. HD terbagi menjadi empat subtipe, termasuk sklerosis nodular, kaya limfosit, seluler campuran, dan HD yang lymphocyete, dengan subtipe sklerosis nodular yang mewakili lebih dari dua pertiga dari kasus. Sebagian besar pasien mengalami gejala konstitusional (gejala B), termasuk demam, berkeringat di malam hari, dan penurunan berat badan. Untuk pasien

dengan keterlibatan mediastinum, batuk, dyspnea, nyeri dada, efusi pleura, dan sindroma vena cava superior dapat terjadi. Temuan radiograf dada tidak normal pada 76% pasien dengan HD, sering menunjukkan peningkatan nodus prevaskular dan paratrakeal. Pemeriksaan CT scan biasanya cukup untuk mengidentifikasi limfoma; Namun, dalam keadaan tertentu, seperti setelah perawatan radiasi, MRI mungkin lebih baik dalam membedakan bekas luka dari penyakit residual. Tomografi emisi positron mungkin juga berguna dalam stadium dan mengikuti perkembangan penyakit. Pengobatan HD dipisahkan menjadi pengobatan penyakit stadium awal (yaitu penyakit stadium I dan II) dan penyakit stadium akhir (yaitu penyakit stadium III dan IV). 3

Limfoma Non-Hodgkin Meskipun ada banyak kelas dan kadar limfoma non-Hodgkin, limfoma limfoblastik dan limfoma sel B besar adalah subtipe yang paling umum untuk mempengaruhi mediastinum. Kejadian keseluruhan limfoma non-Hodgkin paling banyak terjadi pada pria kulit putih dengan usia rata-rata 55 tahun. Namun, usia rata-rata penyajian limfoma limfoblastik dan limfoma sel B besar primer adalah 28 dan 30 sampai 35 tahun, masing-masing. Limfoma limfoblastik sangat agresif, timbul dari limfosit thymic. Gejala umum meliputi batuk, mengi, sesak napas, sindroma vena cava superior, tamponade jantung, atau obstruksi trakea, dan dapat melibatkan mediasti- num, sumsum tulang, SSP, kulit, atau gonad.108 Seringkali bingung dengan leukemia limfoblastik sel T (L) karena keterlibatan sumsum tulang dengan ledakan relatif umum. Limfoma sel B mediastinum primer adalah limfoma sel B besar berasal dari timus. Gejala umum pada presentasi meliputi dada nyeri, batuk, dysphasia,

sindroma superior vena cava, kelumpuhan saraf frenik, dan suara serak. Melibatkan struktur ekstrathora dan sumsum tulang, kurang umum daripada limfoblastik limfoma. Namun, pada kambuhnya keterlibatan hati, ginjal, dan otak bisa terjadi. Tomografi komputer digunakan untuk mendeteksi lesi dan untuk menentukan tingkat invasi. Kelenjar mediastinum tengah dan posterior lebih banyak terlibat daripada yang anterior. Diagnosis jaringan harus diberikan sebelum perawatan. Aliran sitometri dan analisis sitogenetika dapat digunakan untuk membantu membuat diagnosis definitif.3 Teratodermoid, umunya terdapat di mediastinum anterior. Sering pada dewasa muda. Bisa terdiri atas kista dernoid jinak sampai teratoma ganas dan seminoma. Secara histologis mirip dengan tumor testis atau tumor ovarium. Foto dada menampakan garis-garis klasifikasi pada tepi kista, tulang dan gigi. Pengobatannya harus dengan eksisi. Tiroid : Retrosternal tiroid pada usia diatas 50 tahun terjadi sekitar 6 % dari seluruh massa mediastinal. Biasanya gejala , dapat berupa batuk berulang, atau sesak/stridor bila massa membesar. Biasanya berhubungan dengan kelenjar tiroid dileher yang memperlihatkan gambaran fibrotic hemoragik, kistik dan klasifikasi yang terlihat jelas dengan Ct-scan. Ultrasonografi daerah leher memperlihatkan hubungan tiroid dileher dengan lesi dimediastinum. Hampir semua massa intrathoracis menggantikan trakea yang mungkin juga sedikit menyempit. Arah perpindahan tergantung pada lokasi massa. Massa tiroid paling sering anterior dan lateral ke trakea. Diagnosa ditegakan dengan scanning.1

2.3 EPIDEMIOLOGI Jenis tumor mediastinum sering berkaitan dengan lokasi tumor dan umur penderita. Pada anak-anak tumor mediastinum yang sering ditemukan berlokasi di mediastinum posterior dan jenisnya tumor saraf. Sedangkan pada orang dewasa lokasi tumor banyak ditemukan di mediastinum anterior dengan jenis limfoma atau timoma. Dari data RS Persahabatan tahun 1970 – 1990 telah dilakukan operasi tumor mediastinum sebanyak 137 penderita, dengan jenis teratoma 44 kasus (32,1%), timoma 33 (24%) dan tumor saraf 11 kasus (8%). 2 Dari 103 penderita tumor mediastinum, timoma ditemukan

pada 57,1% kasus, tumor sel germinal 30%, limfoma, tumor tiroid dan karsinoid masingmasing 4,2%.3 Bacha dkk4 dari Perancis, melakukan pembedahan terhadap 89 pasien tumor mediastinum dan terdiri dari 35 kasus timoma invasif, 12 karsinoma timik, 17 sel germinal, 16 limfoma, 3 tumor saraf, 3 karsinoma tiroid, 2 radiation induced sarcoma dan 1 kasus mesotelioma mediastinum. Penelitian retrospektif dari tahun 1973 sampai dengan 1995 di New Mexico, USA mendapatkan 219 pasien tumor mediastinum ganas yang diidentifikasi dari 110.284 pasien penyakit keganasan primer, jenis terbanyak adalah limfoma 55%, sel germinal 16%, timoma 14%, sarkoma 5%, neurogenik 3% dan jenis lainnya 7%. Berdasarkan gender ditemukan perbedaan yang bermakna. Sembilan puluh empat persen tumor sel germinal adalah laki-laki, 66% tumor saraf berjenis kelamin perempuan, sedangkan jenis tumor lainnya 58% ditemukan pada laki-laki. Berdasarkan umur, penderita limfoma dan timoma ditemukan pada penderita umur dekade ke-5, tumor saraf pada dekade pertama, sedangkan sel germinal ditemukan pada umur dekade ke-2 sampai ke-4.5 Evaluasi selama 25 tahun terhadap 124 pasien tumor mediastinum didapatkan umur tengah pasien adalah 35 tahun. Pasien yang datang dengan keluhan 66% dan 90% dari kasus adalah tumor ganas dengan jenis terbanyak timoma yaitu 38 dari 124 (31%), sel germinal 29/124 (23%), limfoma 24/124 (19%) dan tumor saraf 15/124 (12%). Empat puluh tujuh kasus dari 91 kasus mengalami kekambuhan (recurrence) setelah reseksi komplet atau respons terhadap terapi, dengan masa tengah kekambuhan 10 bulan.6 Marshal menganalisis 24 kasus tumor mediastinum yang dibedah di RS Persahabatan tahun 2000 – 2001, mendapatkan laki-laki lebih banyak daripada perempuan (70,8% dan 29,2%) dengan jenis terbanyak adalah timoma , 50% dari 24 penderita.7 Timoma merupakan kasus terbanyak di mediastinum anterior, dikutip dari 8 sedangkan limfoma dan tumor saraf biasanya pada mediastinum medial dan posterior.

2.4 ETIOLOGI 1. Anterior mediastinum a) Sel kuman (germ cell): mayoritas dari sel kuman neoplasma (60
70%) adalah tumor jinak dan bisa ditemukan pada laki-laki dan 
perempuan. 
 b) Lymphoma: tumor ganas termasuk penyakit Hodgkin dan limfoma 
non-Hodgkin 
 c) Timoma dan kista timus: penyebab paling sering dari massa kista. 
Mayoritas timoma adalah tumor jinak yang terkandung dalam kapsul 
fibrosa. Namun 30% dari timoma dapat menjadi lebih agresif dan 
menjadi invasive melalui kapsul fibrosa 
 d) Massa tiroid mediastinum: biasanya tumbuh jinak, seperti gondok, 
kadang-kadang bisa menjadi kanker. 
6 2. Middle maediastinum

a) Kista bronkogenik: pertumbuhan tumor jinak yang berasal dari 
respiratori 
 b) Limfadenopati mediastinal: pembesaran kelenjar limpa 
 c) Kista pericardial: pertumbuhan tumor jinak yang dihasilkan dari 
“out-pouching” dari pericardium. 
 d) Massa tiroid mediastinum: biasanya tumbuh jinak, seperti gondok, 
kadang-kadang bisa menjadi kanker. 
 e) Tumor trakea: termasuk neoplasma trakea dan massa non-euplastic 
seperti tracheobronchopathia osteochondroplastica (tumor jinak). 
 f) Kelainan pembuluh darah: termasuk aneurisma aorta dan diseksi 
aorta.6 3. Posterior mediastinum a) Extramedullary haematopoiesis: penyebab yang jarang dari massa 
yang terbentuk dari perluasan sumsum tulang belakang dan berkaitan 
dengan anemia berat. 
 b) Limfadenopati mediastinal 
 c) Neuroenteric kista mediastinum: pertumbuhan langka yang 
melibatkan saraf dan elemen gastrointestinal 
 d) Neurogenik neoplasma mediastinum: penyebab paling umum dari 
tumor mediastinum posterior, diklasifikasikan sebagai neoplasma seluubung saraf, neoplasma sel ganglion dan neoplasma sel paraganglionic. Sekitar 70% dari neoplasma neurogenik adalah jinak. Kelainan esofagus termasuk akalasia esofagus, neoplasma esofagus dan hernia hiatus. Kelainan paravertebral termasuk kelainan menular, ganas dan trauma tulang belakang dada. 6 2.5 PATOFISIOLOGI Penyebab timbulnya tumor mediastinum belum diketahui secara pasti, hanya diduga berbagai faktor predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan sel-sel kanker pada jaringan mediastinum. Pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi di dalam rongga mediastinum. Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi secara mekanis akan menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya. Timbulnya karsinoma dapat meningkatkan daya merusak sel kanker terhadap jaringan sekitarnya terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relative lemah. Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanis juga dapat menyebabkan penekanan pada jaringan sekitar yang menimbulkan penyakit infeksi pernapasan lain seperti sesak napas, nyeri pada saat inspirasi,

peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lender berwarna merah (hemaptoe). Kondisi kanker juga meningkatkan risiko timbulnya infeksi sekunder sehingga kadang kala manifestasi klinis yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran pernapasan seperti pneumonia atau TB paru .7 2.6 DIAGNOSIS 1. Anamnesis Tumor mediastinum sering tidak memberi gejala dan terdeteksi pada saat dilakukan foto toraks. Untuk tumor jinak, keluhan biasanya mulai timbul bila terjadi peningkatan ukuran tumor yang menyebabkan terjadinya penekanan struktur mediastinum, sedangkan tumor ganas dapat menimbulkan gejala akibat penekatan atau invasi ke struktur mediastinum. Gejala dan tanda yang timbul tergantung pada organ yang terlibat: 

batuk, sesak atau stridor muncul bila terjadi penekanan atau invasi pada trakea dan/atau bronkus utama,  disfagia muncul bila terjadi penekanan atau invasi ke esofagus  sindrom vena kava superior (SVKS) lebih sering terjadi pada tumor mediastinum yang ganas dibandingkan dengan tumor jinak,  suara serak dan batuk kering muncul bila nervus laringel terlibat, paralisis diafragma timbul apabila penekanan nervus frenikus  nyeri dinding dada muncul pada tumor neurogenik atau pada penekanan sistem syaraf. 2 2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik akan memberikan informasi sesuai dengan lokasi, ukuran dan keterbatasan organ lain, misalnya telah terjadi penekanan ke organ sekitarnya. Kemungkinan tumor mediastinum dapat dipikirkan atau dikaitkan dengan beberapa keadaan klinis lain, misalnya:  

miastenia gravis mungkin menandakan timoma limfadenopati mungkin menandakan limfoma.2

3. Prosedur Radiologi

a) Foto toraks. Dari foto toraks PA/ lateral sudah dapat ditentukan lokasi tumor, anterior, medial atau posterior, tetapi pada kasus dengan ukuran tumor yang besar sulit ditentukan lokasi yang pasti. b) Tomografi. Selain dapat menentukan lokasi tumor, juga dapat mendeteksi klasifikasi pada lesi, yang sering ditemukan pada kista dermoid, tumor tiroid dan kadang-kadang timoma. Tehnik ini semakin jarang digunakan. c) CT-Scan toraks dengan kontras. Selain dapat mendeskripsi lokasi juga dapat mendeskripsi kelainan tumor secara lebih baik dan dengan kemungkinan untuk menentukan perkiraan jenis tumor, misalnya teratoma dan timoma. CT-Scan juga dapat menentukan stage pada kasus timoma dengan cara mencari apakah telah terjadi invasi atau belum. Perkembangan alat bantu ini mempermudah pelaksanaan pengambilan bahan untuk pemeriksaan sitologi. Untuk menentukan luas.2 Radiasi beberapa jenis tumor mediastinum sebaiknya dilakukan CT-Scan toraks dan CT- Scan abdomen. CT scan merupakan pemeriksaan ini dapat melihat kelainan paru lebih baik dibandingkan foto toraks. CT scan merupakan modlitas yang paling banyak digunakan untuk evaluasi penyakit paru pada tingkat lobar. CT scan dapat melihat masa tumor <1cm secara lebih tepat. Pemeriksaan ini juga dapat menunjukkan gambaran CT scan pada tumor jinak maupun yang ganas, berupa: 



Gambaran tumor jinak adalah waktu perkembangan volume/masa lambat >400 hari, nodul dengan kalsifikasi difus, central, atau popcorn, tepinya halus/rata, ketebalan kavitasnya < 5 mm, ukurannya < 3 cm Gambaran tumor ganas adalah waktu perkembangan volume/masa cepat <100 hari, tidak ada kalsifikasi yang spesifik, tepinya tidak rata, ketebalan kavitasnya >15 mm, ukurannya >3cm.10

d) Flouroskopi. Prosedur ini dilakukan untuk melihat kemungkinan aneurisma aorta. e) Ekokardiografi. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi pulsasi pada tumor yang diduga aneurisma. f) Angiografi. Teknik ini lebih sensitif untuk mendeteksi aneurisma dibandingkan flouroskopi dan ekokardiogram. g) Esofagografi. Pemeriksaan ini dianjurkan bila ada dugaan invasi atau penekanan ke esofagus.

h) USG, MRI dan Kedokteran Nuklir. Meski jarang dilakukan, pemeriksaan-pemeriksaan terkadang harus dilakukan untuk beberapa kasus tumor mediastinum. 2 4. Pemeriksaan Laboratorium LED kadang meningkatkan pada limfoma dan TB mediastinum. Hasil pemeriksaan laboratorium rutin sering tidak memberikan informasi yang berkaitan  

Uji tuberkulin dibutuhkan bila ada kecurigaan limfadenitis TB Pemeriksaan kadar T3 dan T4 dibutuhkan untuk tumor tiroid. 2

5. Tindakan Bedah Torakotomi eksplorasi untuk diagnostik bila semua upaya diagnostik tidak berhasil memberikan diagnosis histologis. 2 6. Pemeriksaan Lain EMG adalah pemeriksaan penunjang untuk tumor mediastinum jenis timoma atau tumor- tumor lainnya. Kegunaan pemeriksaan ini adalah mencari kemungkinan miestenia gravis atau myesthenic reaction. 2 7. ProsedurEndoskopi 

  

Bronkoskopi harus dilakukan bila ada indikasi operasi. Tindakan bronkoskopi dapat memberikan informasi tentang pendorongan atau penekanan tumor terhadap saluran napas dan lokasinya. Di samping itu melalui bronkoskopi juga dapat dilihat apakah telah terjadi invasi tumor ke saluran napas. Bronkoskopi sering dapat membedakan tumor mediastinum dari kanker paru primer. Mediastinokopi. TIndakan ini lebih dipilih untuk tumor yang berlokasi di mediastinum anterior. Esofagoskopi Torakoskopi diagnostik

8. Prosedur Patologi Anatomik Beberapa tindakan, dari yang sederhana sampai yang kompleks perlu dilakukan untuk mendapatkan jenis tumor.

a. Pemeriksaansitologi Prosedur diagnostik untuk memperoleh bahan pemeriksaan untuk pemeriksaan sitologi ialah: 

  



biopsi, jarum halus (BJH atau fine needle aspiration biopsy, FNAB), dilakukan bila ditemukan pembesaran KGB atau tumor supervisial. punksi pleura bila ada efusi pleura bilasan atau sikatan bronkus pada saat bronkoskopi biopsi aspirasi jarum, yaitu pengambilan bahan dengan jarum yang dilakukan bila terlihat masa intrabronkial pada saat prosedur bronkoskopi yang amat mudah berdarah, sehingga biopsi amat berbahaya biopsi transtorakal atau transthoracal biopsy (TTB) dilakukan bila massa dapat dicapai dengan jarum yang ditusukkan di dinding dada dan lokasi tumor tidak dekat pembuluh darah atau tidak ada kecurigaan aneurisma. Untuk tumor yang kecil (<3cm>, memiliki banyak pembuluh darah dan dekat organ yang berisiko dapat

b. Pemeriksaanhistologi Bila BJH tidak berhasil menetapkan jenis histologis, perlu dilakukan prosedur di bawah ini: 

   

dapat dilakukan pengangkatan jaringan KGB yang mungkin ada di sana. Prosedur ini biopsi KGB yang teraba di leher atau supraklavikula. Bila tidak ada KGB yang teraba, disebut biopsi Daniels. biopsi mediastinal, dilakukan bila dengan tindakan di atas hasil belum didapat. biopsi eksisional pada massa tumor yang besar torakoskopi diagnostik Video-assisted thoracic surgery (VATS), dilakukan untuk tumor di semua lokasi, terutama tumor di bagian posterior.

2.7 PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan untuk tumor mediastinum yang jinak adalah pembedahan sedangkan untuk tumor ganas, tindakan berdasarkan jenis sel kanker. Tumor mediastinum jenis limfoma Hodgkin's maupun non Hondgkin's diobati sesuai

dengan protokol untuk limfoma dengan memperhatikan masalah respirasi selama dan setelah pengobatan. Penatalaksanaan tumor mediastinum nonlimfoma secara umum adalah multimodality meski sebagian besar membutuhkan tindakan bedah saja, karena resisten terhadap radiasi dan kemoterapi tetapi banyak tumor jenis lain membutuhkan tindakan bedah, radiasi dan kemoterapi, sebagai terapi adjuvant atau neoadjuvan. Syarat untuk tindakan bedah elektif adalah syarat umum, yaitu pengukuran toleransi berdasarkan fungsi paru, yang diukur dengan spirometri dan jika mungkin dengan body box. Bila nilai spirometri tidak sesuai dengan klinis maka harus dikonfirmasi dengan analis gas darah. Tekanan O2 arteri dan Saturasi O2 darah arteri harus >90%. 2 Syarat untuk radioterapi dan kemoterapi adalah:    

· Hb>10gr% · leukosit > 4.000/dl · trombosit > 100.000/dl tampilan (performance status) > 70 Karnofsky

Jika digunakan obat antikanker yang bersifat radiosensitaizer maka radio kemoterapi dapat diberikan secara berbarengan (konkuren). Jika keadaan tidak mengizinkan, maka kombinasi radiasi dan kemoterapi diberikan secara bergantian (alternating: radiasi diberikan di antara siklus kemoterapi) atau sekuensial (kemoterapi > 2 siklus, lalu dilanjutkan dengan radiasi, atau radiasi lalu dilanjutkan dengan kemoterapi). Selama pemberian kemoterapi atau radiasi perlu diawasi terjadinya melosupresi dan efek samping obat atau toksisiti akibat tindakan lainnya. 2

2.8 EVALUASI PENGOBATAN TUMOR MEDIATINUM

Evaluasi efek samping kemoterapi dilakukan setiap akan memberikan siklus kemoterapi berikut dan/atau setiap 5 fraksi radiasi (1000 cGy). Evaluasi untuk respons terapi dilakukan setelah pemberian 2 siklus kemoterapi pada hari pertama siklus ke-3 atau setelah radiasi 10 fraksi (200 cGy) dengan atau foto toraks. Jika ada respons sebagian (partial respons atau PR) atau stable disease (SD), kemoterapi dan radiasi masih dapat dilanjutkan. Pengobatan dihentikan bila terjadi progressive disease (PD). 2 2.9 PROGNOSIS

Prognosis tumor mediastinum jinak cukup baik, terutama jika tanpa gejala. Berbeda variasi prognosisnya pada pasien dengan tumor mediastinumganas, dimana hasil diagnosis spesifik, derajat keparahan penyakit. Dan keadaan spesifik pasien lain (komorbid) akan mempengaruhi. Kebanyakan tumor mediastinum ganas berespon baik dan cepat terhadap pemberian antibiotic yang tepat dan tindakan bedah. Teknik pembedahan vascular yang baru sangat efektif mengatasi berbagai lesi vascular. Besarnya variasi individual penyakit mengakibatkan terjadinya berbagai kelainan mediastinum beragam.1 2.10 Komplikasi Komplikasi dari kelainan mediastinum merefleksikan patologi primer yang yang utama dan hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam mediastinum dapat menyebabkan timbulnya timbulnya komplikasi melalui perluasan dan penyebaran secara langsung , dengan melibatkan struktur sel-sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastasis ditempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah    

Obstruksi trakea Sindrom VCS Invasi vascular dan catastrophic hemorrahage Ruptur esophagus.1

BAB III KESIMPULAN Penyakit mediastinum biasanya muncul akibat proses penyakit primer atau akibat efek kompresi yang berhubungan dengan desakan ruangan regional, sehingga diperlukan suatu tindakan investigasi untuk mengetahi adanya suatu massa dimediastinum dengan foto dada posterior anterior, obliq, lateral. Untuk penentuan lokasi yang lebih tepat diperlukan langkah diagnostik yang lebih lanjut yaitu dengan ct scan. Ct scan dapat melokalisasi dan menunjukkan massa mediastinum yang berhubungan dengan struktur yang berdekatan.

Foto toraks polos posteroanterior (PA) sering tidak dapat mendeteksi tumor yang kecil karena superposisi dengan organ lain yang ada di mediastinum. Jika tumor sangat besar kadang juga menjadi sulit menentukan lokasi asal tumor, sedangkan foto toraks PA dan lateral pada tumor dengan ukuran sedang dapat menunjukkan lokasi tumor di mediastinum. CT Scan adalah alat diagnostik bantu yang bukan hanya dapat mendeteksi lokasi tumor tetapi dapat memperkirakan jenis tumor tersebut. Untuk timoma gambaran makroskopik tumor melalui CT Scan juga dibutuhkan untuk penentuan staging penyakit. Teratoma dipastikan bila ditemukan massa dengan berbagai jenis jaringan di dalamnya. Pemeriksaan imaging lain, seperti ekokardiografi, esofagografi dan MRI kadang dibutuhkan bukan hanya untuk diagnostik tetapi juga penatalaksanaan yang akan diberikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna, 2009 2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). 2003. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Asma Bronkial di Indonesia. Jakarta: Indonesia. 3. Beau V. Duwe, MD; Daniel H. Sterman, MD. FCCP; and Ali I. Musani, MD, FCCP.Tumor of the Mediastinum. Diakses tanggal 25 Januari 2018. http:// jurnal.publications.chestnet.org

4. Elisna Syahruddin, Ahmad Hudoyo dan Anwar Jusuf.Penatalaksanaan Tumor Mediastinum Ganas.Departemen Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi.Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia– RS Persahabatan, Jakarta 5. http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Dindingthorax-mediastinum.pdf 6. http://mardhiyah-hayati-fkp12.web.unair.ac.id/ diakses pada tanggal 26 Januari 2017 7. Mukty, Abdul. 2002. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press. 8. Aziz Icksan, Maryastuti,Elisna Syahruddin.Peran CT Scan Dalam Penilaian Timoma.Indonesia Journal Of Cancer.2008. Halaman 68-73 9. Ariani Permatasari, Laksmi Wulandari. Penatalaksanaan Penderita Thymic Carcinoma dengan Miastenia Gravis.Departemen Ilmu Penyakit Paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Soetomo, Surabaya. 10. Sielan. 2013. Kanker ParuParu.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64131/Chapte r%20II.pdf.Diakses tanggal 26 Januari 2018

Related Documents


More Documents from "ade"

Mncgroup.docx
November 2019 35
Morning Report.docx
April 2020 21
Cyber Sastra.docx
November 2019 47
Miller And Value Trust.docx
November 2019 38