4. MENINGKATNYA PERHATIAN BISNIS TERHADAP ETIKA LINGKUNGAN Selain etika bagi lingkungan internal perusahaan, perusahaan juga harus memikirkan tentang etika lingkungan eksternal perusahaan. Salah satu contoh etika perusahaan terhadap lingkungan eksternalnya adalah tidak menimbulkan gangguan atau kerusakan yang dapat mengganggu ketertiban lingkungan sekitar, seperti membuang limbah hasil produksi sembarangan, membuat kebisingan sepanjang waktu, eksploitasi SDA yang berlebihan dan masih banyak lagi. Bisnis merupakan kegiatan yang kepentingan dengan lingkungan, dengan kata lain bisnis merupakan kegiatan pengelolaan sumber-sumber ekonomi yang disediakan oleh lingkungan. Dan disamping itu bisnis tidak terlepas dari adanya faktor lingkungan yang mendukung maupun menghambat tujuan yang ingin di capai bisnis. Oleh sebab itu interaksi antara bisnis dan lingkungannya atau sebaliknya menjadi tema pencermatan yang cukup penting dan sangat diperhatikan dalam kegiatan bisnis terhadap masyarakat. Jadi CSR dan etika bisnis dan lingkungan hidup saling berkaitan satu dengan yang lain, seluruh hal tersebut saling melengkapi antara kegiatan CSR dan etika lingkungan hidup. Meningkatnya perhatian bisnis terhadap etika lingkungan dikarenakan persepsi bahwa. 1.
Lingkungan hidup sebagai “the commons“
The commons adalah ladang umum yang dulu dapat ditemukan dalam banyak daerah pedesaan di Eropa dan dimanfaatkan secara bersama – sama oleh semua penduduknya. Sering kali the commons adalah padang rumput yang dipakai oleh semua penduduk kampung tempat pengangonan ternaknya. Dizaman modern dengan bertambahnya penduduk sistem ini tidak dipertahankan lagi dan ladang umum itu diprivatisasi dengan menjualnya kepada penduduk perorangan. Masalah lingkungan hidup dan masalah kependudukan dapat dibandingan dengan proses menghilangnya the commons. Jalan keluarnya adalah terletak pada bidang moralnya yakni dengan membatasi kebebasan. Solusi ini memang bersifat moral karena pembatasan harus dilaksanakan dengan adil. Pembatasan kebebasan itu merupakan suatu tragedi karena kepentingan pribadi harus dikorbankan kepada kepentingan umum. Tetapi tragedi ini tidak bisa dihindari. Membiarkan kebebasan semua orang justru akan mengakibatkan kehancuran bagi semua. 2.
Lingkungan hidup tidak lagi eksternalitas
Dengan demikian serentak juga harus ditinggalkan pengandaian kedua tentang lingkungan hidup dalam bisnis modern yakni bahwa sumber-sumber daya alam itu tak terbatas. Mau tak mau kita perlu akui lingkungan hidup dan komponen – komponen yang ada didalamnya tetap terbatas, walaupun barangkali tersedia dalam kuantitas besar. Sumber daya alam pun ditandai dengan kelangkaan. Jika para peminat berjumlah besar maka air, udara, dan komponen – komponen yang ada didalamnya akan menjadi barang langka dan karena itu tidak dapat dipergunakan lagi secara gratis. Akibatnya faktor lingkungan hidup pun merupakan urusan ekonomi karena ekonomi adalah usaha untuk memanfaatkan barang dan jasa yang langka dengan efisien sehingga dinikmati oleh semua peminat. 3.
Pembangunan berkelanjutan
Jika krisis lingkungan dipertimbangkan dengan serius, bagi ekonomi masih ada suatu konsekuensi lain yang sulit dihindari. Ekonomi selalu menekankan perlunya pertumbuhan. Ekonomi yang sehat adalah ekonomi yang tumbuh. Selanjutnya semakin disadari bahwa pengabisan sumber daya alam barangkali masih dapat diimbangi dengan ditemukannya teknologi baru. Karena itu penghabisan sumber daya alam
tidak merupakan masalah hidup atau mati. Masalah yang lebih mendesak adalah kerusakan lingkungan hidup yang sangat memprihatinkan. Yang secara mutlak harus dibatasi adalah tekanan semakin besar pada sistem-sistem ekologis karena efek-efek negatif dari kegiatan manusia. Kapasitas alam untuk manampung tekanan dari polusi udara dan air, degradasi tanah dan sebagainya tidak diimbangi dengan teknologi baru. Salah satu contoh usaha yang meningkatkan kesadaran etika lingkungannya adalah Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI).
CCAI berkomitmen untuk terus menghadirkan program-program berkelanjutan yang selaras dengan apa yang menjadi upaya Pemerintah untuk mencapai target SDG di Indonesia. Selama lebih dari satu dekade ini berbagai program telah dijalankan dalam tiga demensi utama, peningkatan kesejahteraan individu (wellbeing), pemberdayaan masyarakat dan perempuan (community empowerment), serta perlindungan alam, khususnya terkait dengan sumber daya air (environment & water stewardship). Pada dimensi perlindungan alam, secara konsisten Coca-Cola menjalankan komitmen Water Neutral-nya untuk mengembalikan jumlah air yang terpakai dalam proses produksi kembali ke alam dan masyarakat. Melalui Program Sumur Resapan ‘Lumbung Air’, lebih dari 1 milyar liter air telah dikembalikan ke bumi melalui intervensi lebih dari 4,000 sumur resapan di berbagai daerah tangkapan air di Indonesia. Pada tahun 2015, Coca-Cola di Indonesia telah mencapai 164% water neutral, artinya mengembalikan air lebih banyak dari yang diambil.
Gambar 1&2: Bentuk Peningkatan Coca-Cola Amatil Indonesia (CCAI) terhadap Etika Lingkungan
Program Bali Beach Clean Up telah diimplementasikan secara konsisten oleh Coca-Cola Amatil Indonesia lebih dari 10 tahun dan setidaknya telah berhasil mengumpulkan hampir 35 juta kilogram sampah dari 9,7 kilometer pesisir pantai di Bali. Dalam perjalanannya, kolaborasi dengan pemerintah dan masyarakat lokal dalam program ini terus ditingkatkan. Saat ini program Bali Beach Clean Up melibatkan 78 clean up crew dari komunitas setempat dan mendukung penyediaan infrastuktur berupa 4 unit traktor pembersih pantai, 3 truk pengangutnya, 2 baber surf rake, serta 150 unit tempat sampah/tahun. Terkait dengan pelestarian biota laut, program Bali Beach Clean Up juga mendirikan dan mendukung operasional penangkaran penyu laut Kuta Beach Sea Turtle Conservation yang sejak tahun 2010 telah berpartisipasi mengembalikan lebih dari 150 ribu ekor tukik (bayi penyu) ke laut bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Sutrisna. 2011. Etika Bisnis: Konsep Dasar Implementasi dan Kasus. Bali: Udayana University Press Dr. Keraf, A. Sonny. 2006. Etika Bisnis: Tuntutan dan Relevansinya. Yogyakarta: Kanisius Velasquez, Manuel G. 2005. Etika Bisnis: Konsep dan Dasar Edisi 5. Yogyakarta: Penerbit Andi