1. EPISTEMOLOGI SEBAGAI INSTRUMEN epistemologi adalah bagian dari filsafat yang pengetahuan? membicarakan Tentang "bagaimana kita mendapatkan sehingga untuk memperoleh jawabannya, kita harus terlebih dahulu mengetahui sumber pengetahuannya dan tentang terjadinya pengetahuan maupun asal mulanya pengetahuan, dan harus menggunakan metode ilmiah, sehingga pengetahuan itu dapat dipastikan kebenarannya. Beberapa cara untuk mendapatkan ilmu melalui epistemologi dengan faham yang dianut oleh para peneliti, di antaranya: 1. Faham empirik (empirism) Faham empirik merupakan suatu faham yang meyakinkan cara (metode) dalam epistemologi yabg mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman 2. Faham rasionalis (rasionalism) Faham ini meyakini bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal dan kebenaran atau kesesatan ada pada ide seseorang bukan dari dalam suati benda atau kejadian. 3. Faham fenomena Faham ini meyakini bahwa suatu benda sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang alat inderawi manusia dan diterima oleh akal dalam bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. 4. Faham intuisi Faham ini menyatakan bahwa suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisis atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. 5. Faham dialektis Faham inu merupakan fahan yang oengkajian bagaimana oranh orang nonlinguis memandang variasi dalam bahasa, yang mereka yakini ada, berasal dari mana, dan bagaimana fungsinya. Dalam mengkaji faham dialektis ini terdapat teknik yang disebut metode lima poin preston yang teridir dari langkah langkah sebagai berikut: 1. Gambar peta dalam metode ini, narasumber diberi kertas kosong atau peta sederhana dari wilayah yang dikaji, dan diminta menggambar batas-batas yang menunjukkan lokasi-lokasi yang berdialek berbeda 2. Tingkat perbedaan Narasumber diminta menyusun persamaan atau perbedaan bahasa dari dua wilayah, yang seringnya menggunakan skala angka 1-4 3. Tepat dan halus Narasumber diminta untuk menyusun wilayah wilayah menurut rangking seberapa "tepat" atau "halus" varian yanh dituturkan disana baik dalam menggunakan skala angka atapun melalui perbandingan dengan wilayah lain. 4. Identifikasi dialek Narasumber diminta untuk mendengarkan sampel percakapan dalam bentuk rekaman dari suatu dialect continuum dan mengidentifikasi wilayah asal sampel tersebut. 5 data kualitatif Penelitian dibidang dialektologi perseptual mengumpulkan data dengan pertanyaan wawancara yang lebih terbuka tentang pandangan subjek mengenai varian bahasa, penutur, dan topik topik kesukaan. 2. TEORI KRITIS (CRITICAL THEORY)
Teori kritis adalah sebuah aliran pemikiran yang menekankan penilaian reflektif dan kritik dari masyarakat dan budaya dengan menerapkan pengetahuan dari ilmu-ilmu sosial dan humaniora. Dalam filsafat, istilah teori kritis menggambarkan filosofi neo-marxis dari frankfurt school. Teori kritis menyatakan bahwa ideologi adalah kendala utama untuk pembebasan manusia. Teori kritis didirikan sebagai sebuah sekolah oemikiran terutama oleh 5 tokoh teori Mazhab Frankfurt. Terdapat 3 hal utama pemikiran Kant dalam teori kritis yang berkaitan dengan epistemologi, yaitu : 1. Pengetahuan Argumen epistemologi pada abad ke-18 tentang bagaimana membenarkan klaim atas pengetahuan yang intinya jatuh ke dalam kategori, di satu sisi, tradisi "rasionalis" berpendapat bahwa klaim pengetahuan dapat dengan pasti didasarkan pada rasio atau penalaran, seperti dalam bentuk ide-ide bawaan yang melekat dalam kemanusiaan atau bahkan dikirim langsung dari Tuhan. Di sisi lain, tradisi "empiris" berpendapat bahwa klaim terhadap pengetahuan harus didasarkan pada pengalaman indrawi daripada sekedar dengan rasio. Dengan demikian pengetahuan adalah produk dari konsep konsep (kategori pemahaman) dan oengalaman diperantarai ruang waktu yang keduanya datang secara bersama sama. Teori kritis kant tentang oengetahuan membuka jalan bagi teori kritis di kemudian haru dengan cara berfokus pada kondisi kondisi kemungkinan adanya pengetahuan dan pengalaman. 2. Moralitas Teori kant tentang moralitas menyatakan potensi kemanusiaan untuk membatasu keterbatasan kita. Penalaran teoritis kita terbatas dan terkondisi : kita tidak bisa tahu hal hal dalam mediasi dalam cara yang mungkin sepertu caranya malaikat. Secara moral kita juga terbatas : kita sering didorong oleh nafsu dan keinginan hewani daripada didorong oleh perimbangan moral. Untuk bertindak secara moral bukan sekedar malakukan yang benar, tetapi untuk melakukan hak yang benar demi melakukan hal yang benar itu sendiri, bukan melakukan demi hak itu cocok atau tidak. Teori kant menjadi acuan penting bagi teori di kemudian hari dan bagi etika internasional kontemporer dengan memberi tolak ukur bagi kritik moral yang beroperasi melintas batas batas budaya dan kekuasaan. Tetapi beberapa pihak memandang bahwa teori kant terlalu abstrak dan rasionalistik oleh karena itu tidak peka terhadap kekhasan pengalaman dan tradisi etis yang berbeda. 3. Politik Teori politik ini adalah pemerintahan dan hukum harus bisa menjamin kepatuhan luar terhadap moralitas, dan menyediakan konteks yang kapasitas moral kita dapat dimatangkan dan kemajuan dapat dicapai. Konteks politik terbaik untuk menyediakan teori tersebut adalah negara republik. 3. EPISTEMOLOGI DALAM PANDANGAN ISLAM Dalam konsep filsafat Islam, objek kajian ilmu itu adalah firman Al Allah sendiri, yaitu firman Allah yang tersurat dalam kitab suci Qur'an, dan firman Allah yang tersirat dan terkandung dalam ciptaan- Nya, yaitu alam semesta dan diri manusia sendiri. Kajian terhadap kitab suci dan kembali melahirkan ilmu agama, sedangkan kajian terhadap alam semesta, dalam dimensi fisik atau materi, melahirkan ilmu alam dan ilmu pasti, termasuk di dalamnya kajian terhadap manusia dalam kaitannya dengan dimensi fisiknya, akan tetapi kajiannya pada dimensi non fisiknya, yaitu perilaku, watak dan eksistensinya dalam berbagai aspek kehidupan, melahirkan ilmu Humaniora, sedangkan kajian terhadap ketiga ayat-ayat Tuhan itu yang dilakukan pada tingkatan makna, yang berusaha untuk mencari hakikatnya, melahirkan ilmu filsafat.wawasan epistemologi Islam pada hakikatnya bercorak tauhid, dan tauhid dalam konsep Islam, tidak hanya berkaitan dengan konsep
teologi saja, tetapi juga dalam konsep antropologi dan epistemologi. Epistemologi Islam sesungguhnya tidak mengenal prinsip dikotomi keilmuan, seperti yang sekarang banyak dilakukan di kalangan umat Islam Indonesia, yang membagi ilmu agama dan ilmu umum, atau syariah dan non syariah. Dalam epistemologi Islam, suatu realitas adalah sekaligus merupakan wujud, pengetahuan dan wujud kebahagiaan. Tidak ada pemilihan di antara bagian-bagian itu. Pengetahuan memiliki pemahaman yang mendalam dengan realitas yang pokok dan primordial, yang merupakan yang Kudus dan sumber segala hal yang kudus. Dengan kata lain, epistemologi pandangan Islam menyatakan bahwa pengetahuan adalah perwujudan dari cermin Allah SWT, yang Maha Mengetahui. 4. KRITIK PERKEMBANGAN ILMU SOSIAL Kritik terhadap perkembangan ilmu sosial, sebagai mana kita ketahui bahwa kekuatan sosial yang berperan dalam perkembangan teori sosial menguraikan bahwa terjadinya perubahan sosial. Para pemikir ilmu sosial terdahulu telah banyak memunculkan ide dan gagasan yang masih lazim digunakan oleh pemikir-pemikir sekarang, walaupun pada hakikatnya banyak menimbulkan pertentangan antara pemikir itu sendiri. Dengan berlandaskan pada beberapa proposisi utama yang rasional dan natural dalam ilmu sosial seperti: 1. Pikiran merupakan perangkat yang secara universal dimiliki manusia 2. Hakikat manusia sama secara universal; 3. Lembaga dibangun oleh manusia, bukan manusia ada untuk lembaga; 4. Kemajuan merupakan hukum utama masyarakat; 5. Gambaran ideal manusia merupakan realisasi dari kemanusiaan itu, banyak memberikan inspirasi bagi teoritisi sekarang untuk mengembangkan konsep ilmu sosial baru. Kritik terhadap perkembangan ilmu sosial di indonesia kurang berkembang dikarenakan: 1. Ketika orde baru berkuasa 2. Tidak terdapat penghargaan yang komprehensif terhadap para intelektual 3. Kurangnya doktor dalam bidang ilmu sosial yang menghasilkan penelitian yang dapat diimplementasikan 4. Kebiasaan peneliti dalam sosial larut dalam pertentangan konsep yang berkepanjangan Kritik terhadap perkembangan ilmu sosial, tidak terlepas dari kritik terhadap fungsionalisme struktur dan teori konflik. 1. Kritik terhadap fungsionalisme struktur Fungsionalisme Talcott Parsons, sesungguhnya amat fenomena di dunia ketiga, termasuk di Indonesia. Parsons memulai teorinya dari apa yang disebut dengan masalah "Hobbesian" tentang tatanan. Pandangan Hobbesian menyatakan bahwa kondisi muasal sosial adalah konflik yang tak berkesudahan antar individu. Fakta bahwa saat ini terdapat tatanan masyarakat itu hanya karena ada lompatan. Proses lompatan inilah yang mengakibatkan dua masalah, dan masalah itu adalah masalah Hobbesian. a. Bagaimana tatanan masyarakat dimungkinkan dibagun? b. Bagaimana poses perdamaian konflik berbagai kepentingan itu berlangsung? Dalam tindakan apapun sebagai anggota masyarakat merupakan pelaksana peran-perang sosial tertentu, entah peran itu disebut buruh, dosen, manager, maupun mahasiswa. Dalam menciptakan peran tersebut masyarakat harus mempunyai prasyarat fungsional. Terdapat 4 prasyarat fungsional, yaitu:
1. Tujuan (goal) yang diperankan oleh lembaga politik 2. Adaptasi (adaptation) yang diperankan oleh lembaga ekonomi 3. Integrasi (integration) yang diperankan oleh lembaga hukum 4. Perekat (latency) yang diperankan oleh institusi keluarga dan agama. Alasan utama Fungsionalisme ini tidak dapat diterima, yaitu ada tiga hal, yaitu (Anthony Giddens): 1. Fungsionalisme menghilangkan fakta tentang kita anggota masyarakat bukan orang-orang dungu. Kita tahu apa yang terjadi di sekitar kita, dan bukan robot yang bertindak berdasarkan "naskah" (peran) yang sudah ditentukan. 2. Fungsionalisme merupakan cara berpikir yang mengklaim bahwa han sistem sosial memiliki kebutuhan yang harus disetujui. Bagi Giddens, sistem sosial tidak membutuhkan apa pun, yang punya kebutu adalah kita yang membutuhkan. 3. Fungsionalisme membuang dimensi waktu dan ruang menjelaskan penjelasan sosial. Perbedaan yang terjadi antara "statistik" dan "dinamis" atau "kebebasan" dan "perubahan" yang merupakan bentuk dualisme lain. Salah satu kelemahan dan paling menonjol dari fungsionalisme ini adalah tentang dimensi waktu dan ruang tersebut, yang menyebabkan teori fungsionalisme struktur lebih mengedepankan pada kondisi statistik untuk pemeliharaan kondisi sosial agar terus stabil. 2. Kritik terhadap teori konflik teori konflik tidak memandang masyarakat sebagai sebuah hal yang tetap/statis, namun senantiasa berubah oleh terjadinya konflik dalanm masyarakat. Dalam menelaah konflik antara kelas bawah dan kelas atas misalnya, Dahrendorf menunjukkan bahwa kepentingan kelas bawah menantang legitimasi struktur otoritas yang ada. Kepentingan antara dua kelas yang berlawanan ditentukan oleh sifat struktur otoritas dan bukan oleh orientasi individu pribadi yang terlibat di dalamnya. Individu tidak harus sadar akan kelasnya untuk kemudian menantang kelas sosial lainnya. 3. Kritik terhadap teori marxsisme Basis Marxisme adalah materialism, yaitu Marxisme dimulai dengan ide bahwa materi adalah esensi dari semua realitas, dan bahwa materi membentuk akal, dan bukan sebaliknya. Paham posmodernisme banyak mengkritisi teori teori marxsisme, mereka membangun teori sosial yang telah ada dalam hal ini, kaum Posmo mengklaim "Sosiologi" telah bubar atau punah. Mereka mempertimbangkan teori sosial yang diselamatkan oleh "kepentingan ideologis" yang sangat menantang, yang implikasinya dapat dilihat secara realistik dalam masyarakat modern dan masyarakat kontemporer. Kekalahan yang terjadi dalam masyarakat modern menurutnya adalah kegagalan teori sosial.