Bab Vii Dan Viii.docx

  • Uploaded by: Desa Sepaso Selatan
  • 0
  • 0
  • May 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Vii Dan Viii.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 3,645
  • Pages: 21
Bab VII Permintaan akan uang a. Teori permintaan uang klasik teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang atau tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan lewat konsepsi teori mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan selanjutnya menentukan nilai uang. Dengan sederhana Irving Fisher merumuskan teori kuantitas uang sebagai berikut: MV = PT Di mana:

M = Jumlah uang beredar. V = Perputaran uang dari satu tangan ke tangan dalam satu periode P = Harga Barang T = Volume Barang yang diperdagangkan Beberapa versi teori ini adalah: Pertama, dengan mengganti volume barang yang diperdagangkan (T) dengan output rill (O), hingga teori kuantitas menjadi: MV = PO = Y Di mana: Y = PO = GNP nominal. V = Tingkat Perputaran pendapatan (income velocity of money)

Dengan menggunakan anggapan bahwa ekonomi selalu dalam keadaan penuh maka besarnya T (dan juga dengan sendirinya O) tetap tidak berubah. Demikian juga dengan V relatif tetap. Konsikunsi dari kedua anggapan ini, maka M hanyalah mempengaruhi T, dan pengaruhnya proposional. Artinya, kali M naik dua kali maka T

juga akan naik dengan dua kali. Marshall dari universitas Cambridge dengan formulasi sebagai berikut: M = Kpo =kY dimana k = 1/V

b. Teori permintaan uang Keynes Permintaan uang menurut keynes adalah jumlah uang yang diminta masyarakat untuk keperluan transaksi, berjaga-jaga dan untuk spekulasi dalam sebuah perekonomian. Menurut JohnMaynard Keynes ada 3 motif yang mempengaruhi permintaan uang tunai oleh masyarakat. Ketiga motif tersebut yaitu: 1. Motif Transaksi Merupakan motif memegang uang untuk melakukan transaksi dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,hal ini dilakukan setiap hari oleh setiap individu. Bila seseorang digaji dalam harian, maka ia akan memegang uang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang menerima gaji bulanan. •Menurut Keynes, Orang rata-rata akan memegang uangnya sebesar

Y/2. apabila ia menerima gaji Rp.300.000 perbulan, maka ia akan

rata-rata memegang uangnya sebesar Rp.150.000.

Mdt = f(Y) Dimana : Mdt = motif transaksi Y = Pendapatan Jadi seberapa besar atau kecilnya orang memegang uang tergantung dari pendapatannya.

2. Motif berjaga-jaga Merupakan motif yang akan digunakan untuk menghadapi ketidakpastian masa yang akan datang,motif ini juga tergantung dengan seberapa banyak uang yang dihasilkan oleh setiap individu jika semakin besar maka uang yang digunakan untuk berjaga-juga juga relatif lebih besar.jadi motif ini juga dipengaruhi oleh pendapatan. M1 = Mdt+Mdp M1 = f(Y) Dimana : — Mdt = Motif transaksi — Mdp= Motif jaga-jaga — Y= Pendapatan

3. Motif spekulasi Merupakan motif yang menyatakan bahwa uang merupakan salah satu alternatif bentuk asset selain bentu asset lainnya,misal , kita memegang uang untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi jika kalau nanti nya ada surat berharga yang kita rasakan sesuai dengan yang diharapkan, sehingga dapat memperoleh keuntungan ataupun pendapatan dari kepimilikan surat berharga tersebut.

m2 = g (i) Dimana : m2 = permintaan uang untuk spekulasi i = suku bunga

Implikasi teori permintaan uang Keynes Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil, dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi

Karakteristik teori ekonomi Keynes Keynesian atau Teori Keynes, adalah suatu teori ekonomi yang didasarkan pada ide ekonom Inggris abad ke-20,teori ini mempromosikan suatu ekonomi campuran, di mana baik negara maupun sektor swasta memegang peranan penting. Dalam buku THe General theory of employment, Interest, and Money karangan J.M Keynes menitik beratkan pada usaha-usaha menanggulangi situasi ekonomi depresi ketika tingkat pengagguran tinggi. Keynes menekankan pentingnya permintaan agregat sebagai faktor utama penggerak perekonomian, terutama dalam perekonomian yang sedang lesu.

c. Perkembangan Selanjutnya dari teori Keynes

Teori permintaan uang Keynes mendasarkan pada adanya dua motif memegang uang kas, yakni motif transaksi dan spekulasi. Motif transaksi tergantung dari pendapatan. Sedang motif spekulasi tergantung dari tingkat bunga. Perkembangan selanjutnya dari teori Keynes ini didasarkan atas dua pembagian tersebut, yang masingmasing dilakukan oleh William

J. Baumol dan James Tobin. Dalam menganalisa permintaan uang, keduanya menggunakan pendekatan yang berbeda, antara lain:

1. Permintaan Uang Untuk Tujuan Transaksi Teori ini diperkembangkan oleh Baumol (1952) dan juga Tobin (1956) yang masing-masing menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan uang untuk tujuan transaksi.

1) Baumol menggunakan pendekatan teori penentuan persediaaan barang yang biasa dipakai dalam dunia perusahaan. Baumol menganalisa tingkah laku individu, dan menganggap bahwa pendapatan mereka diterima sekali (misalnya tiap bulan). Namun, individu tersebut harus membelanjakannnya sepanjang waktu (satu bulan). Hal ini mengingatkan bahwa kekayaan individu tersebut selain berupa uang kas dapat berupa surat berharga yang menghasilkan bunga, serta adanya ongkos atau biaya unruk memerlukan surat berharga tersebut dengan uang kas.

2) Elastisitas permintaan uang kas untuk tujuan transaksi terhadap tingkat bunga. Baumol telah menunjukkan bahwa permintaan uang kas untuk tujuan transaksi itu tergantung juga terhadap tingkat bunga. Menurut James Tobin, ketidakbersamaan antara pengeluaran dengan penerimaan penghasilan memaksa individu untuk menyediakan alat pembayar guna membiayai transaksinya. Namun tidak berarti bahwa alat pembayar ini harus berupa uang kas. Dapat sebagian berupa surat berharga yang memberikan bunga.

Hal ini tergantung besarnya surat berharga tersebut. Apabila tingkat bunga tinggi (dibanding dengan biaya transaksi) maka individu akan mengurangi pembayaran berupa uang kas dan akan mengurangi surat-surat berharga. Sebaliknya apabila surat berharga rendah (dibandingkan dengan biaya transaksi) maka individu tersebut akan memperbanyak uang kas untuk transaksi dan tingkat bunga.

2. Permintaan Uang Untuk Tujuan Spekulasi

Selain dikembangkan oleh Keynes, teori ini juga dikembangkan oleh James Tobin dalam tulisannya yang berjudul “ Liquidity Preference as Behavior Towards Risk “. Review of Economic Studies, February 1958. Pokok-pokok teorinya adalah sebagai berikut: kekayaan seseorang dapat diwujudkan dalam bentuk uang kas dan obligasi (pembagian ini sejalan dengan Keynes). Uang kas tidak menghasilkan apa-apa. Sedangkan obligasi dapat menghasilkan pendapatan yang berupa bunga serta perubahan harga obligasi sebagai akibat terjadinya perubahan tingkat bunga.

Dipandang dari seorang pemilik kekayaan (bukan pengusaha) teori tentang permintaan uang dapat disamakan dengan teori permintaan akan barang konsumsi. Sehingga permintaan terhadap uang kas tergantung pada tiga faktor utama, yaitu:

Ø Jumlah total kekayaan Ø Harga dan pendapatan Ø Selera dan kesukaan dari pemilik kekayaan

Friedman membagi bentuk kekayaan dalam lima kategori, yakni · Uang kas · Obligasi · Saham · Kekayaan yang berbentuk fisik seperti tanah, mesin. · Kekayaan yang berbentuk manusia seperti kecakapan.

Faktor-Faktor Lain (Selain Pendapatan, Harga/ Tingkat Bunga, Dan Selera) Yang Mempengaruhi Permintaan Uang antara lain:

Ø Kekayaan dari Masyarakat Ø Tersedianya Fasilitas Kredit Ø Kepastian tentang Pendapatan yang Diharapkan Ø Harapan tentang Harga Ø Tersedianya Beberapa Alternative Bentuk Kekayaan Ø Sistem/ Cara Pembayaran yang Berlaku

B. Jumlah Uang yang Beredar Jumlah uang beredar (money supply) adalah jumlah uang yang beredar dalam sebuah perekonomian. Pengertian jumlah uang beredar dapat dilihat secara sempit dan luas. Secara sempit uang beredar terdiri dari uang kartal dan deposito yang dapat digunakan sebagai alat tukar. Jumlah uang beredar dalam artian sempit ini disebut dengan M.

Pengertian uang beredar secara luas dinamakan M2 dan M3 adalah M1 ditambah tabungan dan simpanan berjangka lain yang jangkanya lebih pendek termasuk rekening pasar uang dari pinjaman semalam antar bank (bank overweight). Sedangkan yang dimaksud dengan M3 adalah M2 ditambah komponen-komponen lainnya terutama sertifitikat deposito. Uang beredar dalam artian luas disebut juga dengan uang kuasi (quasy money).

Terdapat dua pendekatan utama dalam menghitung jumlah uang beredar, yaitu :

pendekatan transaksional (transactional approach) dan pendekatan likuiditas (liquidity approach).

1. Pendekatan Transaksional (Transactional Approach). Pendekatan ini memandang bahwa jumlah uang beredar yang dihitung adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk keperluan transaksi. Pendekatan ini menghitung jumlah uang beredar dalam arti sempit (narrow money) atau M1. Di Indonesia yang tercakup dalam M1 adalah uang kartal dan uang giral, dengan komponen sebagai berikut :

· Uang kartal terdiri atas uang kertas dan uang logam, tidak termasuk uang kas pada kantor perbendaharaan dan kas negara (KPKN) dan bank umum. · Uang Giral terdiri atas rekening giro, kiriman uang, simpanan berjangka, dan tabungan dalam rupiah yangsudah jatuh tempo yang seluruhnya merupakan simpanan penduduk dalam rupiah pada sistem moneter.

2. Pendekatan Likuiditas (liquidity approach). Sesuai pendekatan ini, jumlah uang beredar didefinisikan sebagai jumlah uang untuk kebutuhan transaksi ditambah uang kuasi (quasy money). Hal ini dilandari pertimbangan bahwa sekalipun uang kuasi merupakan aset finansial yang kurang likuid dibanding uang kertas, uang logam dan uang rekening giro, tetapi sangat mudah diubah menjadi uang yang dapat digunakan untuk keperluan transaksi. Dalam prakteknya, pendekatan ini menghitung jumlah uang bererdar dalam arti luas (broad money) yang dikenal dengan M2 yang terdiri dari M1 ditambah uang kuasi (di Indonesia uang kuasi adalah deposito berjangka). Perkembangan M2 adalah jauh lebih cepat dari pertambahan M1 karena pertambahan tingkat kemajuan perekonomian. Meningkatnya M2 secara langsung maupun tidak langsung mengindikasikan bahwa perekonomian masyarakat menjadi meningkat. Sebab peningkatan deposito berjangka mengandung pengertian bahwa tingkat penghasilan masyarakat sudah lebih besar dari tingkat

konsumsi. Keputusan seseorang menyimpan dananya di bank dalam bentuk deposito merupakan keputusan investasi yang didorong oleh tingkat bunga yang diberikan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar : 1. Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit); 2. Keadaan APBN (surplus atau defisit); 3. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia; 4. Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.

d. Studi Empiris Penelitian atau riset adalah hal yang tidak terpisahkan dalam dunia perguruan tinggi. Begitu beragam definisi tentang penelitian, untuk memudahkan maka yang umum dirujuk adalah bahwa ini adalah suatu kegiatan yang terorganisir, sistematik dan merupakan proses logis untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan informasi empiris yang dikumpulkan untuk keperluan itu. Pengertian empiris dari definisi umum tadi tidak lain adalah bersumber dari empirisme, suatu istilah dalam filsafat untuk menjelaskan teori epistemologi yang menganggap bahwa pengalaman sebagai sumber pengetahuan. Pengalaman disini maksudnya adalah sesuatu yang diterima melalui indera atau yang dapat diamati. Sehingga suatu hal biasa disebut ’empiris’ tidak lain adalah berdasar pengalaman langsung atau pengamatan (observasi) di alam nyata.

Untuk lebih fokus dalam pembahasan di blog ini, konteks penelitian empiris yang dimaksud adalah dalam ilmu pengetahuan sosial (social science).

Yaitu suatu

pengelompokkan ilmu pengetahuan yang mengkhususkan dalam penelitian perilaku manusia dan lingkungannya; hal berbeda dengan ilmu pengetahuan alam atau sains (science) yang meneliti alam dan gejalanya (kadang disebut juga hard science).

Terdapat berbagai cabang ilmu sosial, baik yang bersifat dasar (seperti psikologi, ekonomi, pendidikan, sosiologi, ilmu politik dll) maupun yang sifatnya terapan (administrasi dan manajemen, kebijakan publik, ilmu pemerintahan, pemasaran, petkembangan anak dll). Baik ilmu sosial dasar maupun yang aplikasi saat ini terus berkembang dengan pesat, dan mampu menjelaskan berbagai fakta dan fenomena sosial dengan mengagumkan. Hal yang membuatnya berkembang tersebut tidak lain dari diterapkannya metoda ilmiah secara ketat.

Dalam konsepsi metoda ilmiah, yang paling utama adalah keberadaan peran data dari dunia nyata, yang tidak lain adalah data empiris. Ilmu pengetahuan mengakui keberadaan data ini dan setiap ide-ide imiah yang ada harus diuji dengan data yang didapat, untuk menunjukkan benar atau tidaknya. BIla memang hasil pengujian menunjukkan datanya sah (valid), data yang ada diolah dan temuannya dikembangkan menjadi suatu teori yang dapat menjelaskan data dan dalam taraf tertentu juga bisa meramalkan. Sehingga tujuan ilmu sosial tiada lain adalah mencoba untuk membuat berbagai teori yang dapat menjelaskan tentang manusia dan perilakunya. Singkatnya, teori tentang perilaku manusia ini harus berdasar data dan harus selalu diuji berdasar data dunia nyata, ciri utama penelitian empiris.

Tentu dalam ilmu sosial, penelitian empiris bukan satu-satunya jenis penelitian yang ada. Terdapat berbagai jenis riset lain bisa dilakukan seperti penelitian teoritis, riset konseptual-filosofis maupun peneliitian historis. Fokus utama dari penelitian empiris adalah informasi yang dapat diamati dari dunia nyata atau pengalaman langsung darinya, yang tidak lain adalah data. Sehingga ide utamanya adalah dalam riset empiris kita menggunakan

data

sebagai

cara

untuk

menjawab

mengembangkan dan menguji ide ilmiah yang diajukan.

pertanyaan

riset,

untuk

Pengertian kata data (tunggal: datum) sangat luas, dalam konteks penelitian empiris, biasa dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Data Kuantitatif, dimana data ada dalam bentuk angka (atau hasil pengukuran); dan

2. Data Kualitatif, yaitu data yang bukan berbentuk angka (umumnya dalam bentuk katakata)

Kedua jenis data di atas membawa konsekwensi jenis penelitian empiris yang berbeda yaitu, penelitian kuantitatif (mengumpulkan dan menguji data dalam bentuk angka) dan penelitian kualitatif (mengumpulkan dan menganalisis data dalam bentuk kata-kata).

Bab VIII Jumlah uang beredar 1.

Proses Sederhana

Guna mengetahui proses yang sederhana tentang penciptaan kredit (dus juga proses perubahan jumlah uang beredar) maka perlu dilakukan penyederhanaan keadaan yang nyata terjadi melalui penggunaan beberapa anggapan. Anggapan ini tentu saja tidak realistis.

Namun,

apabila

proses

sedarhana

ini

sudah

dipahami,

dengan

menanggalkan/mengubah anggapan-anggapan tersebut bisa dipahami proses yang lebih kompleks tanpa kehilangan jejak. Anggapan-anggapan itu adalah : 1.

Cadangan minimum 10%

2.

Masyarakat tidak akan mampu mengubah jumllah uang kas yang dipegang (tidak

ada “cash drain” dalam proses). 3.

Semua kelebihan reserves dipinjamkan (loaned up).

4.

Hanya ada satu macam deposito (semuanya giro/demand deposit).

Dengan dasar anggapan tersebut, baiklah segera proses penciptaan kredit dapat dijelaskan. Misalnya, pada permulaannya Bank A dengan menggunakan haknya meminjam uang pada bank sentral sebanyak Rp1.000,00.

Transaksi ini akan muncul

pada neraca Bank A sebagai berikut : Bank A Kekayaan

Utang

Cadangan kas Rp1.000,00

Pinjam bank sentral Rp1.000,00

Selanjutnya Bank A tersebut meminjamkan uang Rp1.000,00 ini kepada nasabahnya. Karena anggapan tidak ada perubahan uang kas yang di pegang, nasabah tersebut

mendepositkan (demand deposit) pada Bank B. Perubahan neraca Bank B sebagai berikut: Bank B Kekayaan

Cadangan kas

Utang

+ Rp1.000,00

Deposito

+

Rp1.000,00

Bank B hanya diwajibkan mempunyai cadangan minimum sebesar Rp100,00 (=10% x Rp1.000,00), sisanya dipinjamkan semuanya pada nasabah. Sehingga, neraca Bank B berubah menjadi : Bank B Kekayaan

Utang

Cadangan kas

+ Rp100,00

Pinjaman

+ Rp900,00

Deposito

+ Rp1.000,00

Nasabah Bank B (perusahaan misalnya), yang memperoleh pinjaman sebesar Rp900,00 ini kemudian dibayarkan pada buruhnya. Atas dasar anggapan nomor 2 buruh ini mendepositkan semuanya pada Bank C. Perubahan neraca Bank B menjadi : Bank B Kekayaan

Cadangan kas Pinjaman

Utang

+ Rp90,00 + Rp810,00

Deposito

+

Rp900,00

Proses tersebut berjalan terus, misalnya Bank C memberikan kelebihan cadangannya kepada nasabahnya. Perubahan neraca Bank C menjadi : Bank C Kekayaan

Cadangan kas Pinjaman

Utang

+ +

Rp 81,00

Deposito

+ Rp810,00

Rp729,00

Proses ini terus berlangsung pada Bank D, E, F......dan seterusnya. Secara ringkas jumlah deposito (dengan demikian juga jumlah uang beredar) yang diciptakan oleh sistem perbankkan menjadi: yang diciptakan oleh sistem perbankan menjadi: 1.

Rp 1.000.000,00 = Rp100.000,00

2.

Rp900,00 = 9/10 x Rp1.000.000,00 = 9/10 X 9/10 x Rp1.000.000,00

3. Rp810,00 = 9/10 x Rp810,00 = 9/10 X 9/10 x Rp 1.000.000,00 n Total

Dan seterusnya dan seterusnya Rp 10.000,00

Angka 9/10 adalah kelebihan cadangan di atas cadangan minimum. Apabila kelebihan cadangan ini kita beri simbol dengan r, maka diperoleh: r = 1-R; di mana R adaah cadangan minimum (sebesar 10%) r = 1- 1/10 = 9/10 Angka Rp1.000,00 adalah tambahan baru dalam deposito bank, apabila tambahan deposito ini kita beri simbol DB, maka proses pertambahan deposito seluruhnya (D) menjadi:

S = ∆B + r∆B + r2∆B + .............. + rn-1∆B Kemudian persamaan ini kita kalikan dengan (1 – r), hasinya: (1-

r) D = (1 – r)( ∆B + r∆B + r2∆B + ....... rn-1∆B) = ∆B + r∆B + r2∆B + .................. rn-1∆B -r∆B - r∆B – r2∆B – .................. – rn-1∆B – rn-1∆B.

(1 – r) D = ∆B - rn. ∆B, kemudian hasil ini kita bagi dengan (1 – r), hasilnya: D = ∆B-rⁿ. ∆B/1-r, atau D = ∆B 1-rⁿ/1-r Untuk mengetes formula, dapatlah kita hitung besarnya total deposito setelah proses ke3 (D3), yakni : D3 = Rp1.000,00 [1-(9/10)ᵌ/ 1-9/10 ] = Rp1.000,00 [271/1.000/100/1.000 ] = Rp1.000,00 (271/100) = Rp2.710,00 Jumlah ini persis sama dengan total deposito sampai dengan Bank B (n = 3) yakni: Rp1000,00 + Rp900,00 + Rp810,00 = Rp2.710,00. Karena r itu merupakan suatu pecahan (r = 9/10), maka rn akan makin kecil bahkan mendekati nol untuk n yang makin besar, sehingga dapat diabaikan, sehingga formuasi selanjutnya menjadi: D = ∆B 1/1-r 2.

Modifikasi Anggapan 2: Adanya Kebocoran Kas (Cash Drain)

Dalam hal ini digunakan anggapan bahwa apabila deposito berubah masyarakat akan mengubah jumlah uang kas yang dipegang dengan proporsi (imbangan) tertentu, misalnya untuk setiap Rp10,00 transaksi deposito, mereka akan memegang uang kas

Rp5,00 lebih besar dari semula. Secara formula, anggapan ini dapat diformulasikan sebagai berikut: K = ∆C/∆D dimana: K = Proporsi uang kas C = Uang kas yang dipegang. D = Transaksi deposito. Jadi, setiap bank yang memberikan pinjaman kepada nasabah sebesar kelebihan cadangannya, oleh nasabah tersebut tidak semua didepositokan pada bank yang lain, tetapin disimpan/ditahan dalam bentuk uang kas (merupakan “cash drain”). Dengan demikian tambahan deposito mula-mula (DB) sekarang dipecah menjadi dua,yakni uang kas dan uang deposito. Secara formula dapat dituliskan: ∆B = R∆D + ∆C ; di mana RDD adalah cadangan minimum dikalikan tambahan deposito yang merupakan bagian dari DB yang tetap tinggal dalam bank. Apabila kita tuliskan perubahan kas sebagai berikut: ∆C = ∆D ∆C/∆D , maka dapat diperoleh: ∆C = K∆D, dengan subtitusi diperoleh: ∆B = R∆D + K∆D = (R + K) ∆D ∆D = ∆B/R+K atau ∆D = ∆B (1/R+K) Dari formulasi ini jelas bahwa total tambahan deposito lebih kecil apabila dibandingka dengan keadaan di mana tidak terdapat kebocoran kas (cash drain). Dalam formua ini angka penggandanya lebih kecil: ( 1/R+K <1/R ).

Contoh: apabila besarnya K = 5% (=1/20). Maka besarnya total tambahan deposito: ∆C = Rp1.000,00( 1/1/10 + 1/20) = Rp1.000,00(1/3/20 ) = Rp6.667,00 (lebih kecil daripada Rp10.000,00). 3.

Modifikasi Anggapan 3: Adanya Kelebihan Cadangan

Anggapan ketiga adalah tidak adanya kelebihan cadangan. Semua kelebihan ini oleh Bank dipinjamkan semuanya. Adanya perubahan anggapan ini tidak mengubah proses penciptaan uang seperti pada modifikasi anggapan kedua. X = ∆E/∆D; di mana X adalah proporsi kelebihan cadangan yang ditahan terhadap deposito, dan DE adalah kelebihan cadangan yang ditahan. Sekarang, tambahan deposito mula-mula berbentuk tiga, yakni tambahan deposito, uang kas dan kelebihan cadangan. ∆B = R∆D + ∆C + ∆E ; di mana : ∆E = ∆D ∆E = X∆D Dengan metode subtitusi diperoleh hasil: ∆B = R∆D + K∆D + X∆D = ∆D(R + K + X) ∆D = ∆B 1/R+K+X Persamaan ini menggambarkan proses penciptaan deposito. Perubahan jumlah uang berdar dapat diperoleh dengan cara yang sama seperti modifikasi dua, yakni sebagai berikut:

∆M = ∆D (1 + K)

4.

∆M = ∆B1+K/R+K=X

Modifikasi Anggapan 4: Adanya Pembedaan Giro Dan Deposito Berjangka

(Time Doposit) Dan Adanya Sektor Pemerintah Dengan adanya pembedaan antara giro dan deposito berjangkah. Maka cadangan minimumnya juga dibedakan. Deposito berjangka cadangan minimum umumnya lebih rendah. Demikian juga deposito dari pemerintah terkena cadangan minimum. Dengan adanya ketiga jenis deposito ini maka formulasi yang semula bentuknya D = RS Dituliskan RS = R.D, menjadi RS =R(D + T +G ), di nama T adalah deposito berjangka ( time deposito), dan G adalah deposito pemerintah pada bank umum. Meskipun deposito berjangka tidak masuk dalam pengertian/ definisi uang, namun karena sering bank sentral mengenakan cadangan minimum maka hal ini akan mempengaruhi keinginan masyarakat untuk mempunyai deposito berjangka. Dari sini bisa diketahui berapa perubahan jumlah uang sebagai akibat perubahan uang inti. Untuk masyarakat mempengaruhi jumlah uang. T = t D atau T = T/D; Dimana: T = Deposito berjangka t = proporsi deposito berjangka terhadap giro (demand deposito) Besarnya t sangat depengaruhi oleh tingkay bunga deposito berjangka makin tinggi tingkat bunga atas deposito berjangka makin besar nilai t. Cadangan minimum tidak hanya dikenalkan atas deposito yang nberasal dari masyarakat, tetapi juga dikenalkan atas deposito yang dalam perhitungan jumlah uang. G = g D atau G = G/D

Dimana G adalah deposito pemerintahan yang besar kecilnya ditentukan dari pendapatan (dari pajak) dan pengeluaran pemerintah. Setelah faktor-faktor penting yang mempengaruhi proses perubahan jumlah uang dijelaskan maka dapatlah kemudian disusun model untuk menentukan apa yang dinamakan dengan “anggka pelipat uang (money multiliper)” sebagai berikut : M =D+C MB = RS +C RS = r(D+ T + G) C

= KD

T

= Td

G

= gD

Dengan subtitusi diperoleh rumusan: MB = r(D + T + G) + kD MB = r(D + tD + gD) +kD MB = [r(1 + t + g)]D D =1/r(1+t+g)+k MB Dari rumusan C = kD, maka diperoleh: C = k/r(1+t+g) MB Kemudian rumusan ini dimasukkan ke dalam rumusan/definisi uang. M = D+C M = 1/r(1+t+g)+k MB k/r(1+t+g)+k MB M = 1+k/r(1+t+g)+k MB Angka pelipat uang (m): m = 1+k/r(1+t+g)+k

Dari formula ini jelas bahwa perubahan jumlah uang tidak hanya ditentukan oleh bank sentral saja, tetapi juga oleh msyarakat (melalui t dan k) serta pemerintah (melalui g). Memang, faktor utama yang mempengaruhi jumlah uang di sini adalah cadangan minimum (r). Hanya bank sentral yang dapat mempengaruhi r. Tetapi hasil seluruhnya terhadap jumlah uang masih tergantung pada sikap masyarakat. M = m MB Angka pengganda uang (m) dipengaruhi msyarakat (melalui t dan k), pemerintah (g) serta bank sentral (r). Demikian pula uang inti (MB) dipengaruhi oleh banyak faktor. Untuk menjelskan faktor-faktor yang mepengaruhi uang inti, terlebih dahulu dijelaskan apa uang inti tersebut. Uang inti atau monetary base (MB) adalah kewajiban/utang moneter dari otoritas moneter (bank sentral) terhadap (yang dipegang oleh) masyarakat maupun bank umum. Untuk memudahkan penjelasan sumber uang inti tersebut berikut ini disajikan secara sederhana (hipotesis) suatu neraca otoritas moneter. Neraca otoritas moneter Aktiva

Pasiva



Aktiva luar negeri (ALN)



Surat berharga pemerintah (SBP)

Pinjaman/tagihan pada bank 

umum/Swasta (PBIJ)



Aktiva lainnya (AKL)



Uang kartal yang ada di tangan masyarakat (C)



Cadangan bank umum pada bank sentral (RS)



Pasiva luar negeri (PLN)



Deposito pemerintah (DP)



Pasiva lainnya (PL)

Dari neraca tersebut di atas dapatlah disusun satu persamaan berikut:

(ALN – PLN) + (SPB – DP) + (AKL – PL) = C + RS Artinya: Aktiva uar negeri bersih + rekening (tagihan) bersih pemerintah + tagihan pada perusahaan + aktiva bersih lainnya = uang inti (monetary base). Pengaruh sektor pemerintah terhadap jumlah uang beredar melalui pelaksanaan anggaran belajar, karena pasar uang/modal di negara berkembang belum maju, maka pinjaman pemerintah akan mempengaruhi jumlah uanh yang beredar, meningkatkan tidak mungkinnya pemerintah menjual surat utang kepada masyarakat. Pemerintah pinjam uang dari bank sentral secara akuntansi pinjaman pemerintah ini muncul sebagai deposito pemerintah pada sisi pasiva neraca bank sentral dan pada pemerintah.

Related Documents


More Documents from "Muthmainnah Al-Qolbi"