BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Sampel 1590
Gambar 4.1 Fosil Pseudasterocerasstellae formis GUMB.
Fosil ini berasal dari Filum Mollusca, Kelas Cephalopoda, Ordo Nautilida, Famili Pseudasterocerasstellaenidae, Genus Pseudasterocerasstellae, Spesies Pseudasterocerasstellae formis GUMB. Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah adalah replacement. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik
di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah sperikal, yaitu fosil yang bentuknya menyerupai melingkar dan memusat pada satu titik. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Jurasic Bawah (± 161-176) juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadirannya sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan. 4.2
Sampel 1942
Gambar 4.2 CF. Fosil Glicymeris phillippi
Fosil ini berasal dari filum Mollusca, Kelas Pelecypoda, Ordo Unionoida, Famili Glicymerisidae, Genus Glicymeris, Spesies Glicymeris phillippi. Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu
material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah adalah petrifikasi permineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian sebagian mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah conveks,. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Oligosen Atas (± 23 – 33 juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadirannya sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan. 4.3
Sampel 819
Gambar 4.3 Fosil Belemnitella mucronata (SCHLOTH).
Fosil ini berasal dari Filum Mollusca, Kelasnya itu Scaphopoda, Ordonya itu dentalida, Famili Belemnitellanidae, Genusnya itu Belemnitella, dan Spesies Belemnitella mucronata (SCHLOTH). Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah mineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian seluruh mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah Conical, yaitu fosil yang memiliki 1 cangkang atau sisi. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Kapur Atas (± 100 – 66 juta tahun lalu). Fosil ini berguna untuk penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya.
4.4
Sampel 89
Gambar 4.4 Fosil Lycohoria nucella.
Fosil ini berasal dari Filum Brachiopoda, Kelas Artikulata, Ordo Orthida, Famili Lycohorianidae, Genus Lycohoria, Spesies Lycohoria nucella. Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah mineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian seluruh mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan
Adapun bentuk dari fosil ini adalah biconveks. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil tidak bereaksi dengan tidak adanya buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung silika karena terbentuk di perairan laut dalam. Fosil ini berumur Ordovisium Bawah (± 451 – 500 juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadirannya sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan. 4.5
Sampel 1959
Gambar 4.5 Monliraltia sp.
Fosil ini berasal dari Filum Mollusca, Kelas Gastropoda, Ordo Sorbeocondia, Famili
Tympanotonosidae,
Genus Tympanotonos,
Spesies
Tympanotonos margaritaceus (BROCHI). Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material
sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah
permineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan
mineral yang menyebabkan pergantian sebagian mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah Conical. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Miosen Atas (± 16 – 22,5 juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadiranny sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan. 4.6
Sampel 904
Gambar 4.6 Fosil Punctosspirife scrabicosta NORTH
Fosil ini berasal dari Filum Brachiopoda, Kelas Artikulata, Ordo Spiriferida,
Famili
Punctosspirifenidae,
Punctosspirife scrabicosta NORTH.
Genus
Punctosspirife,
Spesies
Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah permineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian sebagian mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah Biconveks, yaitu fosil yang bentuknya menyerupai kerucut dikarenakan ukurannya yang mengecil dari atas ke bawah ataupun sebaliknya. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Karbon Bawah (± 252-280 juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadiranny sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan.
4.7
Sampel 256
Gambar 4.7 Caninia cornucopiae NICH
Fosil ini berasal dari Filum Brachiopoda, Kelas Artikulata, Ordo Spiriferida, Famili Acrospiriferidae, Genus Acrospirifer, Spesies Acrospirifer speuosus. Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah permineralisasi. Proses ini terjadi ketika terdapat proses perubahan mineral yang menyebabkan pergantian sebagian mineral penyusun fosil oleh mineral lain. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan.
Adapun bentuk dari fosil ini adalah tabular, yaitu fosil yang bentuknya menyerupai tabung. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Karbon Bawah (± 345 – 319 juta tahun lalu). Fosil ini berguna sebagai penciri kehidupan terumbu karang di laut, sehingga kehadirannya sangat membantu dalam penentu lingkungan pengendapan serta umum batuan. 4.8 Sampel
471
Gambar 4.3 Verruculina tenuis
Fosil ini berasal dari Filum Mollusca, Kelasnya itu Pelecypoda, Ordonya itu Spiriferida, Famili Minatotthyrisidae, Genusnya itu Minatotthyris, dan Spesies Minatotthyris concentrica var tumida (KAYSER). Setelah organisme ini mati lalu terbebas dari bakteri pembusuk dan tidak mengalami penguraian. Organisme ini akan tertransportasi oleh media geologi seperti angin, air, atau es menuju daerah cekungan. Selama mengalami transportasi, material yang tidak resisten terhadap pelapukan akan mengalami pergantian menjadi material yang resisten terhadap pelapukan serta material sedimen akan ikut tertransportasi. Di daerah cekungan inilah material sedimen akan terakumulasi. Semakin lama, material sedimen akan bertambah dan menumpuk sehingga menyebabkan terjadinya kompaksi (pemadatan), lalu material mengalami sementasi. Seiring dengan berjalannya waktu, material sedimen dan organisme akan mengalami proses pembatuan (lithifikasi), sehingga
organisme tersebut menjadi fosil. Proses pemfosilan yang dialami oleh fosil ini adalah permineralisasi. Proses ini terjadi ketika fosil tersebut mati kemudian sebagian jaringantubuhnya tergantikan oleh mineral. Proses munculnya fosil ini dipengaruhi oleh tenaga endogen berupa tektonik sehingga fosil yang berada di cekungan naik ke permukaan. Setelah naik di permukaan, akan terkena gaya eksogen lagi berupa air, angin, atau es, sehingga fosil tampak di permukaan Adapun bentuk dari fosil ini adalah biconveks, yaitu fosil yang memiliki 2 cangkang atau sisi. Apabila ditetesi dengan HCl 0,1 M maka fosil akan bereaksi dengan membentuk buih-buih, sehingga dapat disimpulkan bahwa fosil ini mengandung kalsium karbonat (CaCO3) karena terbentuk di perairan laut dangkal. Fosil ini berumur Devon Atas (±360-371 juta tahun lalu). Fosil ini berguna untuk penentuan lingkungan sedimentasi batuan yang mengandungnya.