Bab Iv.docx

  • Uploaded by: Gis Septiana
  • 0
  • 0
  • June 2020
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 1,873
  • Pages: 8
BAB IV PENGUJIAN IMPAK 4.1 Tujuan 1. praktikan dapat mengetahui apa itu pengujian impak 2. praktikan dapat mengetahui perbedaan dari metode charpy

4.2 teori dasar A. Prinsip-Prinsip Pengujian Impak 1.

Meterial mendapat beban tiba-tiba ayuan bandul godam pada ketinggian tertentu.

2. Energi yang diserap SPECIMEN (joule) adalah selisih energi potensial godam sebelum dan sesudah memukul (IMPACT) matrial. 3. Besarnya keuletan (ketangguhan) adalah energi yang diserap dibagi luas penampang spesimen.

B. Jenis-jenis Metode Uji Impak Secara umum metode pengujian impak terdiri dari dua jenis yaitu: 1. Metode Charpy Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi horizontal/mendatar, dan arah pembebanan berlawanan dengan arah takikan. 2.

Metode Izod

Pengujian tumbuk dengan meletakkan posisi spesimen uji pada tumpuan dengan posisi, arah pembebanan searah dengan arah takikan.

dan

C. Perpatahan Impak Secara umum sebagai mana analisis perpatahan pada benda hasil uji tarik maka perpatahan impak digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu: Perpatahan berserat (fibrous fracture), yang melibatkan mekanisme pergeseran bidang-bidang kristal di dalam bahan (logam) yang ulet (ductile). Ditandai dengan permukaan patahan berserat yang berbentuk dimpel yang menyerap cahaya dan berpenampilan buram. Perpatahan granular/kristalin, yang dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage) pada butir-butir dari bahan (logam) yang rapuh (brittle). Ditandai dengan permukaan patahan yang datar yang mampu memberikan daya pantul cahaya yang tinggi (mengkilat).

Perpatahan campuran (berserat dan granular). Merupakan kombinasi dua jenis perpatahan di atas. Informasi lain yang dapat dihasilkan dari pengujian impak adalah temperatur transisi bahan. Temperatur transisi adalah temperatur yang menunjukkan transisip perubahan jenis perpatahan suatu bahan bila diuji pada temperatur yang berbeda-beda. Pada pengujian dengan temperatur yang berbeda-beda maka akan terlihat bahwa pada temperatur tinggi material akan bersifat ulet (ductile) sedangkan padat temperatur rendah material akan bersifat rapuh atau getas (brittle). Fenomena ini berkaitan dengan vibrasi atom-atom bahan pada temperatur yang berbeda dimana pada temperatur kamar vibrasi itu berada dalam kondisi kesetimbangan dan selanjutnya akan menjadi tinggi bila temperatur dinaikkan (ingatlah bahwa energi panas merupakan suatu driving force terhadap pergerakan partikel atom bahan). Vibrasi atom inilah yang berperan sebagai suatu penghalang (obstacle) terhadap pergerakan dislokasi pada saat terjadi deformasi kejut/impak dari luar. Dengan semakin tinggi vibrasi itu maka pergerakan dislokasi mejadi relatif sulit sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk mematahkan benda uji. Sebaliknya pada temperatur di bawah nol derajat Celcius, vibrasi atom relatif sedikit sehingga pada saat bahan dideformasi pergerakan dislokasi menjadi lebih sangat mudah dan benda uji menjadi lebih mudah dipatahkan dengan energi yang relatif lebih rendah.

D. Patah Getas dan Patah Ulet Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi dua golongan umum yaitu : 1.

Patah Getas

Merupakan fenomena patah pada material yang diawali terjadinya retakan secara cepat dibandingkan patah ulet tanpa deformasi plastis terlebih dahulu dan dalam waktu yang singkat. Dalam kehidupan nyata, peristiwa patah getas dinilai lebih berbahaya dari pada patah ulet, karena terjadi tanpa disadari begitu saja. Biasanya patah getas terjadi pada material berstruktur martensit, atau material yang memiliki komposisi karbon yang sangat tinggi sehingga sangat kuat namun rapuh.

Ciri-cirinya: a.

Permukaannya terlihat berbentuk granular, berkilat dan memantulkan cahaya.

b. Terjadi secara tiba-tiba tanpa ada deformasi plastis terlebih dahulu sehingga tidak tampak gejala-gejala material tersebut akan patah. c.

Tempo terjadinya patah lebih cepat

d. Bidang patahan relatif tegak lurus terhadap tegangan tarik. e.

Tidak ada reduksi luas penampang patahan, akibat adanya tegangan multiaksial.

2.

Patah Ulet

Patah ulet merupakan patah yang diakibatkan oleh beban statis yang diberikan pada material, jika beban dihilangkan maka penjalaran retakakan berhenti. Patah ulet ini ditandai dengan penyerapan energi disertai adanya deformasi plastis yang cukup besar di sekitar patahan, sehingga permukaan patahan nampak kasar, berserabut (fibrous), dan berwarna kelabu. Selain itu komposisi material juga mempengaruhi jenis patahan yang dihasilkan, jadi bukan karena pengaruh beban saja. Biasanya patah ulet terjadi pada material berstruktur bainit yang merupakan baja dengan kandungan karbon rendah (duta, 2011). Ciri-cirinya : a.

Ada reduksi luas penampang patahan, akibat tegangan uniaksial

b.

Tempo terjadinya patah lebih lama.

c.

Pertumbuhan retak lambat, tergantung pada beban

d. Permukaan patahannya terdapat garis-garis benang serabut (fibrosa), berserat, menyerap cahaya, dan penampilannya buram.

E. Ketangguhan Bahan Ketangguhan suatu bahan adalah kemampuan suatu bahan material untuk menyerap energi pada daerah plastis atau ketahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan. Penyebab ketangguhan bahan adalah pencampuran antara satu bahan dengan bahan lainnya. Misalnya baja di campur karbon akan lebih tangguh dibandingkan dengan baja murni. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketangguhan bahan adalah :

1.

Bentuk takikan

Bentuk takikan amat berpengaruh pada ketangguahan suatu material, karena adanya perbedaan distribusi dan konsentrasi tegangan pada masing-masing takikan tersebut yang mengakibatkan energi impak yang dimilikinya berbeda-beda pula. Ada beberapa jenis takikan berdasarkan kategori masing-masing. Berikut ini adalah urutan energi impak yang dimiliki oleh suatu bahan berdasarkan bentuk takikannya. Takikan dibagi menjadi beberapa macam antara lain adalah sebagai berikut : a.

Takikan segitiga

Memiliki energi impak yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan. b.

Takikan segi empat

Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada dua titik pada sudutnya. c. Takikan Setengah lingkaran Memiliki energi impak yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.

2.

Beban

Semakin besar beban yang diberikan , maka energi impak semakin kecil yang dibutuhkan untuk mematahkan specimen, dan demikianpun sebaliknya. Hal ini diakibatkan karena suatu material akan lebih mudah patah apabila dibebani oleh gaya yang sangat besar.

3.

Temperatur

Semakin tinggi temperatur dari spesimen, maka ketangguhannya semakin tinggi dalam menerima beban secara tiba-tiba, demikinanpun sebaliknya, dengan temperatur yang lebih rendah. Namun temperatur memiliki batas tertentu dimana ketangguhan akan berkurang dengan sendirinya.

4.

Transisi ulet rapuh

Hal ini dapat ditentukan dengan berbagai cara, misalnya kondisi struktur yang susah ditentukan oleh sistem tegangan yang bekerja pada benda uji yang bervariasi, tergantung pada cara pengusiaannya

5.

Efek komposisi ukuran butir

Ukuran butir berpengaruh pada kerapuhan, sesuai dengan ukuran besarnya. Semakin halus ukuran butir maka bahan tersebut akan semakin rapuh sedangkan bila ukurannya besar maka bahan akan ulet.

6.

Perlakuan panas dan perpatahan

Perlakuan panas umumnya dilakukan untuk mengetahui atau mengamati besar-besar butir benda uji dan untuk menghaluskan butir.

7.

Pengerasan kerja dan pengerjaan radiasi

Pengerasan kerja terjadi yang ditimbulkan oleh adanya deformasi plastis yang kecil pada temperatur ruang yang melampaui batas atau tidak luluh dan melepaskan sejumlah dislokasi serta adanya pengukuran keuletan pada temperatur rendah

F. Deformasi Plastis dan Elastis

Suatu material dapat bertahan dari energi tekan di karenakan energi tekan tidak melebihi energi material itu. Deformasi elastis adalah perubahan bentuk material yang di beri gaya tarik atau tekan sehingga dapat berubah bentuk dan bila energi tarik atau tekan di hilang kan benda tersebut akan kembali ke bentuk semula, contohnya saja pada waktu kita maelakukan uji tarik, pada saat material yang kita uji di tarik maka aka ada perubahan panjang pada material itu tetapi material itu akan kembali pada bentuk semula apa bila gaya tarik di hilangkan. Sedangkan pada deformasi plastis material yang sudah di beri gaya tarik hingga mengalami perubahan panjang atau bentuk tidak akan kembali pada bentuk semula setelah gaya tarik di hilangkan. Seperti diperlihatkan dalam grafik tegangan-regangan terdapat yang namanya batas luluh (yield strength) nah untuk deformasi elastis itu berada di bawah batas luluh sedangkan untuk deformasi plastis berada/melewati batas luluh suatu material, di mana untuk setiap material memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Mengenai tentang struktur mikro, pada saat di deformasi elastis tidak ada perubahan perubahan mikro begitu juga ketika deformasi elastis itu hilang. Secara sederhana deformasi elastis itu dapat kita gambarkan dengan dua buah atom Fe yang diikat dengan sebuah pegas. Ketika kita deformasi elastis maka pegas akan berusaha melawan Fe yang kita tarik. Untuk deformasi plastis struktur mikro sudah berubah. Sebagai inisiasinya adalah sudah putusnya ikatan antara Fe, kemudian adanya pembentukan ukuran butir yang baru (biasanya ukuran butir menjadi lebih kecil dan gepeng karena deformasi plastis akibat tekanan). Pembentukan butir butir baru terbutlah yang menyebabkan terjadinya perubahan struktur mikro. Biasanya daerah elastik itu dibatasi oleh garis proporsioanal antara tegangan san tegangan, nah ujung dari titik proporsioanl ini disebut sebagai yield point. Setelah keluar dari daerah ini, disebut sebagai daerah plastic yang tidak akan kembali kebentuk semula. Alasannya karena sudah terjadi perubahan, sedangkan di daerah elastic tidak terjadi perubahan secara drastis, hal ini disebabkan ketika masih di daerah elastis, logam dapat menahan beban yg diberikan yg disebabkan oleh bertemunya dengan batas butir dengan dislokasi. sehingga menghambat pergerakkan dari dislokasi, sedangkan ketika sudah memasuki daerah plastik, dislokasi sudah memotong batas butir.

4.3 tata cara praktium 2.3.1 skems proses

Menyiapkan bahan yang akan di uji

Menghidupkan mesin uji

Catat hasil pengujian di lembar kerja Tabel skema proses pengujian impact

2.3.2 penjelasan skema proses 1. 2. 3. 4. 5.

siapkan alat dan bahan yang akan dipakai untuk pengujian impact kalibrasi alat ukur dan simpan specimen dengan metode charpy di mesin kepaskan beban biarkan beban memotong spesimen jika sudah terpotong makan beban diangkat kembali catat hasilnya di lembar kerja

4.4 alat dan bahan 4.4.1 alat 1. jangka sorong 2. mesin uji impact untuk logam 3. mesin uji impact untuk non logam 4.4.2 bahan 1. scraff 2. baja 4.5 pengumpulan dan pengolahan data 4.5.1 pengumpulan data

material Material Panjang (mm) Lebar ( mm )

1 baja 99 mm 10,4 mm

2 mika 65 mm 11,7 mika

Tebal ( mm ) Kedalaman takikan (mm) Luas penampang (mm2) Metode pengujian Temperature uji () Masa pendulum (kg) Panjang pendulum (m) Sudut awal Sudut pantul Energy impact (joule) Harga impact Percepatan gravitasi

10,4 mm 3,2

10,9 mm 2,5

74,88

98,28

charpy

Charpy

10 kg

5 kg

1

0,5

150 97 74,4

150 128 61,25

0,99 10

0,66 10

4.5.2 pengolahan data BAJA EI = m g .r ( cos Ξ² – cos Ξ± ) = 10 . 10 . 1 ( cos 97 – cos 150 ) = 74,4 HI =

𝐸𝐼 𝐴

=

74,4 74,88

= 0,99 MIKA EI = m g .r ( cos Ξ² – cos Ξ± ) = 5 . 10 . 0,5 ( cos 128 – cos 150 ) = 62,5 HI = =

𝐸𝐼 𝐴

62,5 98,28

= 0,06

4.6 analisis Dari hasil pengamatan dapat dilihat struktur yang paling dominan terdapat dalam unsur baja karbon adalah struktur ferrite dan pearlite baik pembesaran 100X, 200X, 400X, dan 1000X. Pada gambar terlihat tampak sebagian hitam dan putihserta putih yang dipisahkan oleh garis yang tidak beraturan. Bercak – bercak putih ini dinamakan dengan ferrite yang memiliki sifat lunak (soft), ulet (ductile), dan magnetik (magnetic) hingga temperatur tertentu, sedangkan bercak – bercak yang tampak hitam dan putih pada gambar dinamakan dengan pearlite memiliki sifat yang lebih keras dan kuat daripada ferrite, ini disebabkan oleh adanya fase cementite atau carbide dalam bentuk lamel-lamel. Garis yang tidak beraturan ini adalah pembatas butir antara satu butir dengan butir lainnya oleh karena garis pembatas tersebut maka dapat dilihat bahwa ukuran butir menjadi sangat beragam mulai dari yang paling kecil, sedang hingga yang terbesar dengan bentuk yang tidak beraturan juga. 4.7 kesimpulan

Setelah melakukan percobaan ini dan menganalisa data maka penulis adapt mengambil kesimpulan berupa : 1.

Dengan melakukan percobaan Metalugrafi maka struktur dan fase yang terdapat pada suatu logam dapat diketahui, pada benda uji ini terdapat fase ferrite, pearlite dan cementite. 2. Jika larutan etsa dilakukan lebih dari 10 detik maka permukaan atau butir akan terlihat semacam hangus. 3. Fase – fase pearlite, ferrite, cementite, martensite, ladeburit adalah jenis – jenis mikrostruktur yang terdapat dalam logam ferro.

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"

Etika Dzar.docx
June 2020 5
Pachrul.docx
April 2020 9
Bab Iv.docx
June 2020 5
Fauzan.docx
June 2020 6