BAB IV ANALISIS KASUS
Dari anamnesis, seorang perempuan berusia 20 tahun datang dengan keluhan demam + sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Os mengatakan demam dirasakan naik dan turun. Demam menggigil tidak ada. Keluhan demam disetai nyeri pada ulu hati, mual dan muntah, frekuensi 2 kali, isi apa yang dimakan. Sakit kepala tidak ada, batuk pilek tidak ada, mimisan tidak ada, gusi berdarah tidak ada. BAB dan BAK biasa. Lupus Eritematosus Sistemik adalah penyakit inflamasi autoimun sistemik yang ditandai dengan temuan autoantibodi pada jaringan dan kompleks imun sehingga mengakibatkan manisfestasi klinis berbagai sistem organ.
Secara
epidemiologi, Onset penyakit LES 65% terjadi antara usia 16-55 tahun, 20% sebelum usia 16 tahun dan 15% setelah usia 55 tahun dimana 90% pasien LES adalah perempuan usia muda dengan insiden puncak pada usia 15-40 tahun selama masa reproduksi. Rasio penyakit LES pada perempuan dan laki-laki adalah 9:1. Hal ini menunjukkan wanita lebih banyak menderita SLE dibandingkan lakilaki. Perempuan memiliki respon antibodi lebih tinggi daripada laki-laki. Hal ini disebabkan oleh efek estrogen yang bermanfaat terhadap sintesis antibodi. Perempuan yang mengkonsumsi kontrasepsi oral yang terdapat kandungan estrogen atau yang menggunakan hormone replacement therapy memiliki risiko 2 kali lipat terkena LES. Keluhan Demam sebagai salah satu gejala konstitusional yang sulit dibedakan dari sebab lain seperti infeksi, karena suhu tubuh dapat lebih dari 40°C tanpa adanya bukti infeksi lain seperti leukositosis, demam akibat LES biasanya tidak disertai menggigil. Keluhan mual dan muntah merupakan gejala gastrointestinal yang dapat berupa rasa tidak enak di perut, mual ataupun diare, dispepsia, Nyeri akut abdomen, muntah dan diare mungkin menandakan adanya vaskulitis intestinalis. Gejala menghilang dengan cepat bila gangguan sistemiknya mendapat pengobatan yang adekuat.
47
Os juga mengeluh nyeri pada kedua lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, serta jari-jari kaki dan tangan. sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 2 hari SMRS yang hilang timbul disertai dengan rasa kaku dan kesemutan. Gejala yang paling sering ditemukan pada penderita SLE dapat berupa athralgia (90%) dan sering mendahului gejala-gejala lainnya seperti mialgia, polartritis yang simetris dan non-erosif, deformitas tangan, miopati/miosits, nekrosis iskemia pada tulang. Yang paling sering terkena adalah sendi interfalangeal proksimal diikuti oleh lutut, pergelangan tangan, metakarpophalangeal, siku dan pergelangan kaki. Artritis dapat terjadi pada lebih dari 90% anak, umumnya simetris, terjadi pada beberapa sendi besar maupun kecil. Arthritis pada tangan dapat menyebabkan kerusakan ligament dan kekakuan sendi yang berat. Neuropati perifer yang terjadi berupa gangguan sensorik dan motorik. Biasanya bersifat sementara Os mengatakan bahwa rambut os sering mengalami kerontokan sejak 3 bulan terakhir. Pasien dengan SLE menunjukkan gejala salah taunya alopesia yang di awali dengan rontoknya rambut yang terjadi terus menerus. Os juga mengatakan Merah-merah pada pipi ada. Ruam kulit yang paling dianggap khas pada SLE adalah ruam kulit berbentuk kupu-kupu (butterfly-rash) berupa eritema yang sedikit edematus pada hidung dan kedua pipi. Karakteristik malar atau ruam kupu-kupu termasuk jembatan hidung dan bervariasi dari merah pada erythematous epidermis hingga penebalan scaly patches. Penurunan berat badan ada dalam sebulan terakhir tetapi Os tidak mengetahui berapa kilogram berat badan yang turun, terakhir periksa berat badan Os 60 kg. Penurunan berat badan juga dijumpai pada penderita LES dan terjadi dalam beberapa bulan sebelum diagnosis ditegakan. Penurunan berat badan ini disebabkan oleh menurunnya nafsu makan atau akibat gejala gastrointestinal. Riwayat keluhan yang sama sebelumnya: ada, 1 bulan yang lalu os datang ke IGD RSMP dengan keluhan yang sama dan dikatakan kurang darah sehingga os di rawat di Rumah Sakit. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum tampak sakit sedang dan kesadaran compos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi: 68x/menit regular, isi dan tegangan cukup, Respiration rate: 22x/menit dan temperature: 37,6 oC.
Dari
pemeriksaan keadaan spesifik, Konjunctiva anemis (+/+) hal ini menunjukkan
48
pasien mengalami anemia. stomatitis (+), adanya ulkus di mulut atau nasofaring biasanya tidak nyeri. Dari pemeriksaan laboratorium; Hemoglobin 6,8
g/dL
(Anemia),
hematokrit 20,1 5% (menurun) menunjukkan pasien menderita anemia sedang yaitu dengan kadar Hb 6-7,9 g/dl. Trombosit 68.000/ul (trombositopenia) menunjukkan adanya gangguan pada sistem hematologi,
Ureum 155 mg/dl
(Meningkat), Creatinine 1,9 mg/dl (Meningkat), , Protein Urin (positif 1), silinder granuler (+) menunjukkan gangguan dari ginjal. Kelainan ginjal ditemukan 68% kasus LES. Manifestasi paling sering ialah proteinuria dan atau hematuria. Kriteria diagnosis yang digunakan adalah dari American College of Rheumatology 1997 yang terdiri dari 11 kriteria, dikatakan pasien tersebut SLE jika ditemukan 4 dari 11 kriteria yang ada. Berikut ini adalah 11 kriteria tersebut.6
49
Bila dijumpai 4 atau lebih kriteria diatas, diagnosis LES memiliki sensitifiitas 85% dan spesifisitas 95%. Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang telah dilakukan, ditemukan lebih dari 4 gejala pada pasien ini yaitu malar rash, ulkus di mulut, arthritis, gangguan hematologic dan gangguan ginjal. Maka pasien ini ditegakkan diagnosanya yaitu Systemic lupus erythematosus (SLE) berdasarkan American College of Rheumatology (ACR). Pada pasien di berikan penatalaksaan berupa non farmakologis dan farmakologis. Non farmakologis berupa Edukasi dankonseling mengenai penyakit pasien. Sangat penting dilakukan edukasi menyeluruh mengenai penyakit SLE,
50
termasuk penyebab dan terapi, serta komplikasi yang mungkin timbul. Edukasi disertai konseling kepada keluarga untuk memotivasi pasien dan mningkatkan dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien serta menganjurkan pasien untuk Tirah baring. Terapi farmakologis yang diberikan berupa IVFD Asering 500 ml : Kidmin 200 ml gtt X/mnt, Inj. Lansoprazole 1 x 1 vial, Sucralfat syr 3 x 1 c, Paracetamol 3 x 500 mg tab, Neurodek 1 x 1 tab, Metil prednisolon 16 mg 2 x 1 tab, Transfusi PRC 600 cc. Kortikortikosteroid digunakan sebagai pengobatan utama pada pasien dengan SLE. Meski dihubungkan dengan munculnya banyak laporan efek samping, kortikosteroid tetap merupakan obat yang banyak dipakai sebagai anti inflamasi dan imunosupresi.
51