Bab Iv-rev.docx

  • Uploaded by: Vino
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv-rev.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 966
  • Pages: 3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tabel Pengamatan Parameter

Baku Mutu (Berdasarkan PP 82 th. 2001)

Hari Ke-1

Hari Ke-2

(06 Maret 2019)

(08 Maret 2019)

Kekeruhan (ntu)

27,3

-

-

pH

4,223

-

5-9

DHL (ms/cm)

157,4

-

-

Suhu (°C)

27,0

-

-

COD (mg/L)

1000x = 3550,52

1000x = 2544

100

2000x = 63040

2000x = 16536

BOD (mg/L)

DO0 = 8,01

500

DO3 = 3.97 ( DO3 11 Maret 2019) TDS (mg/L)

TS (mg/L)

TSS (mg/L)

TDS1 = 4130

TDS1 = 2860

TDS2 = 4330

TDS2 = 2530

TS1 = 4960

TS1 = 3350

TS2 = 4900

TS2 = 3000

TSS1 = 560

TSS1 = 490

TSS2 = 570

TSS2 = 470

4.2. Tabel Efisiensi Parameter

Efisiensi

COD

73,76%

-

-

400

BOD

24,12%

4.3. Pembahasan Berdasarkan analisa pada hari pertama nilai pH dan suhu air limbah berada pada kisaran untuk pengolahan anaerobik, hal ini berarti kondisi lingkungan atau air limbah sesuai untuk pertumbuhan bakteri anaerobik. Pada praktikum ini dilakukan proses pengolahan limbah secara anaerobik dengan menggunakan metode proses anaerobik satu tahap pada 1 reaktor. Dimana, ditambahkannya nutrisi sebagai sumber makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi bahan organik. Pengukuran COD yaitu untuk mengetahui kandungan organik dalam sampel, pengukuran COD ini untuk mengetahui berapa banyak oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi kandungan organik dalam sampel, sehingga bila semakin banyak zat yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik maka semakin banyak pula kandungan zat organiknya. Artinya semakin tinggi nilai COD maka kandungan organik dalam sampel semakin banyak atau kualitas air semakin buruk. Nilai kandungan bahan organik (Chemical Oxygen Demand) awal yang terdapat dalam reactor pada hari ke-1 dengan pengenceran 1000x dan 2000x yaitu 3550,5 mg/L O2 dan 63040 mg/L O2 Dapat diartikan bahwa nilai COD (Chemical Oxygen Demand) menunjukkan banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mendegradasi bahan- bahan organik yang terkandung di dalam air limbah. Nilai COD awal ditentukan setelah 1 hari yang ditambahkan nutrisi oleh kelompok lain sedangkan, Nilai COD akhir(setelah 2 hari) setelah ditambahkanya nutrisi untuk 1000x pengenceran dan 2000x pengenceran yaitu 2544 mg/L O2 dan 16536 mg/L O2 Hal ini menunjukkan adanya penurunan antara COD awal dan COD akhir pada kandungan organik yang disebabkan mikroorganisme yang didekomposisi bahan organik tersebut menjadi CO2, H2O, & NH4, sehingga dapat dilihat bahwa nilai COD mengalami penurunan, hal ini menunjukkan bahwa proses penguraian zat organik oleh mikroorganisme anaerobik telah berlangsung dengan effisiensi penguraian sebesar 73,76%, hal ini sesuai dengan literatur bahwa proses pengolahan limbah dikatakan baik jika memiliki efisiensi lebih dari 70%. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi COD pada limbah tahu menunjukkan bahwa terjadi persentase penyisihan konsentrasi (efisiensi) COD 73,76%. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD pada limbah tahu. Penyisihan konsentrasi COD secara biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., bahwa persentase penyisihan COD sebesar 25,2 % sampai 85,6 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD

yang dihasilkan. Kemudian penelitian Chariton dan Hadi (2000), menggunakan reaktor ABR untuk pengolahan limbah cair tahu. Didapatkan hasil bahwa beban organik minimal 2,7 kg COD/m3.hari dan beban organik maksimal 8,0 kg COD/m3.hari, yang mampu diterima ABR. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang dihasilkan. Kemudian penelitian Rahmawati (2001), menggunakan Anaerobik Single Baffle Reaktor (ASBR) untuk pengolahan limbah cair RPH, berhasil menyisihkan konsentrasi COD 70,44%. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan COD yang dihasilkan. Ludwig (1998), mengatakan bahwa reaktor ABR mampu menurunkan konsentrasi COD 60 – 90 %. Jumlah TSS yang terdapat pada influen relatif tinggi, pemisahan TSS pada reaktor ABR terjadi mulai pada saat air limbah memasuki kompartemen pertama, TSS akan terus berkurang setelah melewati tiap kompartemen. Pada bagian akhir reaktor, terjadi akumulasi lumpur, hal ini membuat penyisihan TSS menjadi lebih efektif daripada kompartemen sebelumnya karena sistem filtrasi yang terbentuk cukup tebal dan memberikan cukup waktu lebih lama buat bakteri untuk menyisihkan bahan organik yang terdapat dalam suspended solid (SS). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap reaktor ABR untuk menurunkan konsentrasi TSS pada limbah cair tahu menunjukkan bahwa terjadi penyisihan konsentrasi TSS1 dan TSS2 560 mg/L sampai 570mg/L untuk hari pertama dan 490 mg/L dan 470 mg/L pada hari kedua/terakhir. Disimpulkan juga makin lama waktu detensi atau waktu kontak antara air limbah dan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula nilai penyisihan TSS pada limbah tahu. Penyisihan konsentrasi TSS secara biologi dengan menggunakan proses anaerobik juga dilaporkan oleh beberapa penelitian. Hasil penelitian Prabowo (2000), menggunakan reaktor ABR dengan mengencerkan air limbah dengan perbandingan limbah asli dan air recycle 0; 2:1 dan 1:2., bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 45 % sampai 95 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan. Kemudian penelitian Hadi (2000), dengan menggunakan ABR untuk pengolahan lindi TPA. Didapatkan hasil bahwa persentase penyisihan TSS sebesar 70 – 95 %. Disimpulkan juga makin lama waktu kontak antara air limbah dengan mikroorganisme menunjukkan makin besar pula persentase penyisihan TSS yang dihasilkan. Menurut Prabowo, 2000 air limbah yang masuk kedalam reaktor seharusnya sedapat mungkin terdistribusi secara merata di pintu masuk pada dasar reaktor, hal ini dapat dilakukan dengan mendesain kompartemen yang relatif rendah (lebar reaktor < 60 % dari tinggi reaktor) dan untuk panjang serta tinggi reaktor ditentukan berdasarkan perencanaan. ABR terdiri setidaknya 4 kompartemen yang tersusun seri. Pada kompartemen terakhir dapat berfungsi sebagai penyaring untuk menerima kemungkinan lumpur yang berlebih (Ludwig, 1998). Sedangkan volume lumpur yang digunakan pada saat aklimatisasi 10 – 25 % dari volume reaktor ( Souza, 1986).

Related Documents

Bab
April 2020 88
Bab
June 2020 76
Bab
July 2020 76
Bab
May 2020 82
Bab I - Bab Iii.docx
December 2019 87
Bab I - Bab Ii.docx
April 2020 72

More Documents from "Putri Putry"