Bab Iv Penalaran .docx

  • Uploaded by: Indha Lestary
  • 0
  • 0
  • October 2019
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv Penalaran .docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,926
  • Pages: 21
BAB IV PENALARAN Dalam bab IV ini, dikaji tentang Penalaran, meliputi: hakikat penalaran, berbagai prinsip penalaran, jenis-jenis penalaran, penalaran langsung.

A. Hakikat Penalaran

1.

Pengertian Penalaran

Manusia memiliki akal dan perasaan, dengan akal dan perasaannya itu, sehingga ia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, bersikap dan bertindak. Sikap dan tindakannya bersumber dari pengetahuan yang diperoleh dari kegiatan merasa dan berpikir. Pengetahuan yang diperoleh dengan merasa disebut dengan “pengetahuan perasaan” atau “pengetahuan seni”. Pengetahuan perasaan disebut juga dengan “pengetahuan intuisi” yaitu pengetahuan yang diperoleh dengan berpikir non-analitik Pengetahuan yang diperoleh dengan dasar berpikir disebut dengan

“pengetahuan

penalaran.” Penalaran yaitu kegiatan berpikir yang mempunyai karakteristik tertentu (logis dan analitik) untuk menemukan kebenaran. Penalaran sebagai kegiatan berpikir merupakan proses berpikir untuk menarik suatu simpulan berupa peryataan baru berdasar dari beberapa pernyataan lain yang telah diketahui sebagai pangkal fikir (premise). Karena itu disebut juga dengan “pengetahuan berpikir konklusif”. Maran, (2007: 86) menyebutnya sebagai penyimpulan, yaitu proses penarikan suatu kesimpulan dari suatu premis atau kombinasi premis-premis, dan Rapar, (1996:40) menyebutnya dengan “inferensi”- suatu proses penarikan konklusi dari satu atau lebih proposisi. Jadi, istilah penalaran dapat juga disebut dengan penyimpulan atau inferensi. Sebagai suatu kegiatan berpikir, maka penalaran mempunyai ciri-ciri tertentu, Suriasumantri, (2010: 43) mengemukakan ada dua ciri penalaran, yaitu berpikir secara logis, dan berpikir secara analitik. Ciri yang pertama ialah adanya suatu pola berpikir yang secara luas yang disebut logika. Ciri kedua yaitu suatu kegiatan berpikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis penalaran ilmiah dengan menggunakan logika ilmiah. Berdasarkan kriteria penalaran ini, maka dapat dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berpikir bersifat logis dan analitis. Atau

lebih jauh dapat disimpulkan: cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam penalaran bersifat tidak logis dan tidak analitik. Dengan demikian maka dapat dibedakan secara garis besar ciriciri berpikir menurut penalaran dan berpikir yang bukan perdasarkan penalaran. Berpikir secara penalaran adalah berpikir logis dan analisis, sedangkan berpikir bukan penalaran adalah berpikir secara intuisi atau perasaan. Poespoprodjo, (2006: 20) mengemukakan ada tiga syarat untuk menghasilkan penalaran yang benar, yaitu: a. Pemikiran harus berpangkal dari kenyataan atau titik pangkalnya harus benar b. Alasan-alasan yang diajukan harus tepat dan kuat c. Jalan pikiran harus logis atau lurus (sah)

2.

Pernyataan Sebagai Dasar Penalaran

Dasar adalah pokok atau pangkal dari sesuatu pendapat. Bagian pokok dari penalaran yang kedudukannya sebagai bagian langsung dari bentuk penalaran adalah pernyataan, karena pernyataan inilah yang digunakan dalam pengolahan dan perbandingan. Pernyataan dirumuskan dengan simbol-simbol untuk memudahkan menangkap bentuk hubungan dari pernyataan satu dengan pernyataan lain dalam struktur penalaran. Pernyataan dalam kebahasaan adalah kalimat berita atau disebut juga dengan kalimat deklaratif yang digunakan sebagai penilaian benar atau salah yang dihubungkan dengan situasi yang ditunjuk. Jika sesuai berarti benar dan jika tidak sesuai berarti salah. Bakry, (2001:40-41) mengemukakan pernyataan atau kalimat deklaratif, jika ditinjau berdasarkan isinya dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: pernyataan analitik dan pernyataan sintetik. 1) Pernyataan analitik ialah suatu kalimat deklaratif yang predikatnya telah mengandung dalam subjek, yakni isinya hanya menyajikan arti yang memang telah terkandung dalam suatu pengertian dari subjek, pernyataan analitik ini selalu benar, misal semua lingkaran adalah bulat. 2) Pernyataan sintetik ialah suatu kalimat deklaratif yang predikatnya tidak terkandung dalam subjek, yakni predikatnya menyatakan sesuatu tentang subjek pernyataan yang artinya tidak terkanddung pada subjek, pernyataan sintetik ini belum tentu benar, misal: anak itu terpelajar. Pernyataaan (statemen) dalam logika ditinjau dari segi bentuk hubungan makna yang dikandungnya, pernyataan itu disamakan juga dengan proposisi, walaupun ada sedikit

perbedaan namun pada umumnya sama. Oleh karena itu kedua istilah ini tidak dibedaka. Proposisi atau pernyataan ini berdasarkan bentuk isinya dibedakan antara tiga macam, yakni proposisi tunggal, proposisi kategorik, dan proposisi majemuk. 1) Proposisi tunggal, ialah pernyataan sederhana yang hanya terdiri atas satu konsep atau satu pengertian sebagai unsurnya, Misal: sekarang hari Minggu, ini bukan logika, Indonesia merdeka, semua peserta kuliah logika, kesenian Indonesia modern, semua rakyat Indonesia, berlaku untuk setiap warga negara Indonesia. 2) Proposisi kategorik ialah pernyataan yang terdiri atas hubungan dua konsep sebagai subjek dan predikat, misal: bangsa Indonesia berketuhanan Yang Maha Esa, rakyat Indonesia tidak boleh mengikuti ajaran komunis, sebagian rakyat Indonesia keturunan asing, beberapa rakyat Indonesia ada yang tidak berketuhanan yang Maha Esa. 3) Proposisi majemuk ialah pernyataan yang terdiri atas hubungan dua bagian yang dapat dinilai benar atau salah, misal: barangsiapa memalsu uang atau menyimpan uang palsu akan dituntut di muka hakim. Bung Karno adalah seorang proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia, jika hujan turun jalan menjadi basah. Tiga macam proposisi atau pernyataan di atas yang sebagai dasar penalaran adalah proposisi kategorik untuk penalaran kategoris, dan proposisi majemuk untuk penalaran majemuk. Adapun proposisi tunggal atau proposisi simpel hanya merupakan bagian dari proposisi majemuk, tidak dapat diadakan penalaran secara terperinci, hanya dalam pengolahan sederhana, seperti negasi, misal: “ini buku logika” dinegasikan menjadi “ini bukan buku logika”. Di samping itu juga diadakan pengolahan pernyataan tunggal berbentuk oposisi sederhana, yakni dalam penalaran kategorik, yang sifat penalarannya sederhana sekali. Jadi, proposisi tunggal ini pengolahannya dapat masuk dalam penalaran kategorik dan dapat juga masuk dalam penalaran majemuk, tidak dibahas dalam bentuk penalaran sendiri.

B. Berbagai Prinsip Penalaran Prinsip sering diartikan dengan “kaidah” atau “hukum” Dalam KBBI (1996: 788) prinsip yaitu: asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak, dsb.); dasar; suatu pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Pernyataan yang sudah terbukti dengan sendirinya disebut dengan prinsip dasar (aksioma). Contoh: “Suatu keseluruhan lebih besar dari bagian”

Aristoteles dalam Mappeaty,( 1978: 32) mengemukakan tiga kaidah pokok sebagai dasar dalam membuat simpulan. Ketiga kaidah itu sesungguhnya lebih merupakan patokan pikir yang diterima kebenarannya tanpa pembuktian lebih lanjut, karena itu ada ahli logika yang menyebutkan sebagai patokan pikir penyimpulan, dan dalam Bakry, (2001: 43) juga Surajiyo (2009: 35) disebut sebagai prinsip penalaran, yaitu: 1) prinsip identitas (principium identitatis), 2) prinsip non kontradiksi (principium contradictionis), 3) prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii). George Leibniz (dalam Bakry, 2001: 47) menambahkannya jadi empat prinsip penalaran yaitu: 4) prinsip cukup alasan. Berikut disajikan tabel keempat prinsip penalaran tersebut. Tabel 4.1 Berbagai Prinsip Penalaran menurut Ahli Prinsip Penalaran Pendapat Ahli

1

2

3

4

Aristoteles dalam Mappeaty, (1978: 32)

Identitas

Non kontradiksi

Eksklusi Tertii

Bakry, (2001: 43)

Identitas

Non kontradiksi

Eksklusi Tertii

Surajiyo (2009: 35)

Identitas

Non kontradiksi

Eksklusi Tertii

George Leibniz, dalam Bakry, (2001: 47)

Identitas

Non kontradiksi

Eksklusi Tertii

Cukup Alasan

Jadi, Prinsip Penalaran

Identitas

Non kontradiksi

Eksklusi Tertii

Cukup Alasan

Keempat prinsip penalaran tersebut dideskripsikan sebagai berikut:

1.

Prinsip identitas (principium identitatis)

Prinsip identitas - principium identitatis (Law of identity) yaitu sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri. Sesuatu benda adalah benda itu sendiri, tidak mungkin yang lain: dirumuskan dalam bentuk simbol (p = p) di baca: p sama dengan atau identik dengan p. Atau dapat dinyatakan bahwa predikat hanya mempunyai dua modus yaitu “mengiakan” atau “menidakkan.” Term Benda Modus Buku Buku Buku Kertas Ya (mengiayakan) Tidak (menidakkan)

Sebagai diagram adalah sebagai berikut: sesuatu x yang disebut sebagai p adalah identik dengan p itu sendiri

p x

2.

Prinsip non kontradiksi (principium contradictionis) Prinsip non kontradiksi – principium contradictionis (Low of contradiction) “sesuatu

keterangan tidak mungkin mempunyai nilai benar dan nilai salah pada saat yang bersamaan. Dirumuskan dalam bentuk simbol -(p ^ -p) dibaca: tidaklah demikian bahwa p dan sekaligus non p. Prinsip ini menyatakan juga bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara mutlak) tidak mungkin ada pada suatu benda dalam waktu dan tempat yang sama. Misal: benda x tidak mungkin dalam waktu yang sama dinyatakan “hidup” dan juga “tidak hidup” Sebagai diagram adalah sebagai berikut: p

-p x

Sesuatu x merupakan anggota p jelaslah tidak mungkin sekaligus anggota non p

xx

3.

Prinsip eksklusi tertii (principium exclusi tertii) Prinsip eksklusi tertii – “principium exclusi tertii” (law of excluded meddle): prinsip

penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak adanya kemungkinan ketiga. “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan tengah. Disimbolkan (p ^ -p) dibaca: sesuatu mestilah hanya p atau non p saja. Sesuatu hal yang mutlak bertentangan (a dengan b), jika bukan a dan juga bukan b tidak akan mungkin jalan tengah dengan c Sebagai diagram adalah sebagai berikut: -p p x

-x

Sesuatu x hanya sebagai anggota p atau anggota non p saja, tidak mungkin ada di antara keduanya

4

Prinsip Cukup Alasan (principium rationis sufficientis) Prinsip cukup alasan – principium rationis sufficientis (law of sufficientis reason):

“suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu mestilah berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba. Misal: jika suatu benda jatuh ke tanah, alasannya ialah karena adanya daya tarik bumi, sedangkan benda itu tidak ada yang menahannya. Prinsip cukup alasan ini dinyatakan sebagai tambahan bagi prinsip identitas karena secara tidak langsung menyatakan bahwa sesuatu benda mestilah tetap tidak berubah, artinya tetap sebagaimana benda itu sendiri, tetapi jika kebetulan terjadi suatu perubahan, maka perubahan itu mesti ada sesuatu yang mendahuluinya sebagai penyebab perubahan.

C. Jenis-Jenis Penalaran

Penalaran pada umumnya dibedakan dalam dua cara berpikir atau cara menarik konklusi yang bertolak dari hal-hal yang sudah diketahui (pengetahuan lama) menuju ke pengetahuan baru atau dari sesuatu data tertentu ke hal lain yang berhubungan atau ada hubungan dengan data tersebut. Sumaryono, (1999:76) dengan istilah penyimpulan dan Surajiyo, dkk. (2009: 43) dengan istilah penalaran, membedakan dua jenis penalaran, yaitu: penalaran langsung dan penalaran tidak langsung Maran, (2007: 81) menggunakan istilah model dengan memperkenalkan dua model penalaran, yaitu: penalaran induktif dan penalaran deduktif. Apabila pendapat ahli tersebut dikaji, maka penalaran tidak langsung mencakup penalaran induktif dan penalaran deduktif. Untuk jelasnya, sebagai berikut: 1.

Penalaran Langsung Surajiyo, dkk. (2009: 43) mengartikan penalaran langsung, yaitu penalaran yang

didasarkan pada sebuah proposisi, kemudian disusul proposisi lain sebagai kesimpulan dengan menggunakan term yang sama. Maran, (2007: 86) mengartikan penyimpulan langsung, yaitu suatu kesimpulan ditarik dari suatu premis tunggal. Rapar, (1996: 40) dengan istilah inferensi langsung, adalah penarikan konklusi hanya dari sebuah premis dari satu atau lebih.

Jadi, penalaran/penyimpulan/inferensi langsung adalah penarikan kesimpulan/konklusi berdasar pada premis tunggal. Sumaryono (1999:77) mengemukakan penyimpulan langsung sifatnya terbatas, yaitu hanya tentang sebuah proposisi baru dan bukan tentang sebuah kebenaran baru. Atas dasar kebenaran atau ketidak benaran sebuah proposisi, kita menyimpulkan kebenaran atau ketidakbenaran proposisi yang lainnya. Jadi, jika dikatakan bahwa Orang Indonesia bukan orang Amerika, maka dapat disimpulkan (langsung) bahwa Orang Amerika bukan orang Indonesia. Penyimpulan semacam ini disebut Pembalikan atau konversi. Demikian juga bila dikatakan Semua orang Jawa adalah orang Indonesia adalah benar, ini berarti pernyataan Tidak ada satu pun orang jawa yang adalah orang Indonesia adalah salah. Rapar, (1996: 40) mengemukakan ada lima jenis penalaran langsung, yaitu: inversi, konversi, obversi, kontraposisi, dan oposisi. Kelima jenis penalaran tersebut akan dibahas pada subbab selanjutnya (Subbab D tentang penalaran langsung)

2.

Penalaran Tidak langsung

Penyimpulan tidak langsung (inferensi silogistik) adalah suatu bentuk penyimpulan atas dasar perbandingan dua proposisi atau lebih

yang didalamnya terkandung adanya term

sebagai pembanding sehingga mewujudkan proposisi lain sebagai kesimpulannya. Penyimpulan ini merupakan proses akal budi membentuk sebuah proposisi baru atas dasar penggabungan proposisi-proposisi yang lama. Inilah yang disebut penalaran dalam arti yang sempit. Penalaran ini bermula dari sebuah kebenaran tertentu menuju pada kebenaran yang baru yang berbeda dari yang lama, tetapi tetap mendasarkan diri pada kebenaran yang lama tersebut. Contoh: Semua orang Jepang berasal dari bangsa Ainu Hayashi adalah orang Jepang Jadi, Hayashi adalah keturunan bangsa Ainu. Model penalaran tidak langsung, Sumaryono (1999: 77) membedakan ada dua macam, yaitu deduksi dan induksi. Surajiyo, dkk. (2005: 59) membedakan ada tiga macam, yakni induksi, deduksi, dan kausal. Dalam deduktif, proses penalaran bertolak dari pengetahuan yang bersifat universal menuju pengetahuan yang sifatnya partikular konkret. Dalam induktif kita bergerak (melalui akal budi kita) dari dua premis atau lebih menuju kesimpulan yang

bersifat lebih umum bila dibandingkan dengan salah satu atau kedua premisnya. Poedjawijatna (2004: 7) membedakan dua macam induksi, yaitu: 1) induksi sempurna – putusan umum merupakan penjumlahan dari putusan khusus, dan 2) induksi tidak sempurna – putusan umum yang bukan merupakan penjumlahan dari yang khusus kepada yang umum. Adapun model kausal banyak digunakan baik dalam perenungan filsafat maupun dalam penelitian ilmiah, yaitu penarikan simpulan yang didasarkan atas hubungan sebab akibat. Karena yang pertama kali menemukan model ini adalah filsuf Inggris John Stuart Mill (18061873), maka disebut model kausal “metode Mill”. Surajiyo, dkk. (2005: 64) membedakan model penyimpulan kausal ini, menjadi lima macam, yaitu sebagai berikut:

1) Metode Persesuaian (Methods of Agreement) disebut juga Metode Persamaan

Yaitu jika dua peristiwa atau lebih dari suatu gejala tertentu memiliki satu faktor yang sama, faktor tersebut dapat dianggap sebagai sebab dari gejala itu. Dirumuskan: ABC => Z CDE => Z -------------C => Z Contoh: Premis 1

: Di daerah A pada umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, serta kurang sekali adanya pendidikan moral agama sehingga kenakalan remaja makin meningkat.

Premis 2

: Di daerah B kurang sekali adanya pendidikan moral agama, dibentuk adanya karang taruna, bahkan sering diadakan juga ceramah kepemudaan, terdapat juga kenakalan remaja makin meningkat.

Simpulan:

Dari dua daerah dengan gejala yang sama tersebut kiranya dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang menyebabkan kenakalan remaja.

2) Metode perbedaan (method of difference)

Yaitu jika terdapat dua peristiwa, yang satu berkaitan dengan suatu gejala tertentu dan yang lain tidak, sedangkan pada peristiwa yang satu terdapat sebuah unsur dan pada peristiwa yang lainnya tidak terdapat maka unsur itulah yang merupakan sebab dari gejala tersebut. Dirumuskan: ABC => Z AB-C => Z -------------C => Z Contoh: Premis 1

: Di daerah A pada umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, serta kurang sekali adanya pendidikan moral agama sehinggas kenakalan remaja makin meningkat

Premisa 2 : Di daerah C juga umumnya orang tua kurang perhatian pada anak, dan masyarakatnya kurang memerhatikan kegiatan anak muda ke arah positif, tetapi pendidikan agama banyak disampaikan, sehingga kenakalan remaja makin berkurang Simpulan:

Dari gejala dua daerah ini dapat disimpulkan bahwa kurangnya pendidikan moral agama yang mengakibatkan kenakalan remaja meningkat.

3) Metode gabungan persesuaian dan perbedaan (Joint method of agreement and difference) Jika di dalam dua peristiwa atau lebih terjadi gejala tertentu yang mempunyai satu unsur yang sama, sedangkan di dalam dua atau lebih peristiwa tidak terjadi gejala tertentu dan tidak mempunyai persamaan kecuali tidak adanya unsur itu, unsur yang semata-mata membuat dua peristiwa itu berbeda merupakan akibat atau sebab dari gejala tersebut. Dirumuskan: ABC => Z BCE => Z ABD => -Z -------------C => Z

Contoh: Premis 1

: A makan nasi gudeg dan telur serta minum the dalam botol, akibatnya sakit perut.

Premis 2

: B makan telur, minum the dalam botol serta makan nasi goreng juga sakit perut.

Premis 3

: C makan nasi gudeg dan telur serta minum es jeruk tidak sakit perut.

Simpulan

: Dapat disimpulkan bahwa minum the dalam botol itulah yang mengakibatkan sakit perut.

4) Metode Sisa (method of residus)

Yaitu jika terdapat beberapa gejala sebab akibat dari beberapa faktor dan dengan pengurangan faktor dapat mengurangi gejala tersebut, sisa dari gejala itu merupakan akibat dari sebab-sebab selebihnya. Dirumuskan: ABC => XYZ AB => XY -----------------C

=>

Z

5) Metode perubahan seiring (method of concomitant variations)

Yaitu di antara dua peristiwa akan berubah jika adanya perubahan unsur peristiwa kedua, dan sebaliknya unsur peristiwa kedua tidak mengalami perubahan jika unsaur pada peristiwa pertama tidak berubah maka dua unsur dalam dua peristiwa tersebut berhubungan sebagai sebab akibat. Dirumuskan: ABC => XYZ ABC1 => XYZ1 ABC2 => XYZ2 -------------------C

=>

Z

Contoh: Premis 1

: Tanaman padi di sawah dirawat dengan teratur oleh petani, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu, ternyata hasilnya meningkat sedikit

Premis 2

: Tanaman padi di sawah di rawat dengan teratur, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu dilebihkan sedikit, terbukti hasilnya meningkat banyak.

Premis 3

: Tanaman padi di sawah dirawat dengan teratur, hama dicegah dengan baik, dan diberi pupuk kandang dengan takaran tertentu lebih banyak lagi, terbukti hasilnya meningkat lebih banyak.

Kesimpulan: Maka dapat disimpulkan bahwa pupuk kandang dapat meningkatkan hasil tanaman padi. Model penyimpulan tidak langsung ini dengan menggunakan silogisme. Silogisme dikaji secara mendalam pada materi logika.

D. Penalaran Langsung (Inferensi Langsung)

Rapar (1996:40) mengemukakan ada lima jenis penalaran langsung, yaitu inversi, konversi, obversi, kontraposisi, dan oposisi. Bakry (2001:87) menyatakan penalaran eduksi ada tiga macam, yaitu: konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (1999:83) mengelompokkan jenis-jenis penyimpulan langsung ke dalam dua kelompok besar, yaitu oposisi (perlawanan) dan eduksi. Klasifikasi yang dikemukakan oleh Sumaryono sudah mencakup dari keseluruhannya, maka yang menjadi materi bahasan di sini adalah: penalaran eduksi dan penalaran perlawanan (oposisi).

1.

Penalaran Eduksi

Penalaran eduksi adalah proses penyimpulan di mana akal budi kita bergerak dari sebuah proposisi ke sebuah proposisi lain tanpa harus mengganti atau mengubah makna yang terkandung di dalamnya. Surajiyo (2009:51) dan Bakry (2001:87) membedakan tiga macam penalaran eduksi, yaitu konversi, inversi, dan kontraposisi. Sumaryono (2001:83), penalaran eduksi meliputi antara lain konversi (pembalikan), inversi, obversi (pemberian makna semu), posibilitas serta aktualitas. Karena itu, penalaran edukasi mencakup: inversi, konversi, kontraposisi, obversi, aktualitas dan posibilitas.

a.

Inversi

Pengertian inversi ialah penalaran langsung dengan cara menegasinya subjek proposisi premis dan menegasikan atau tidak menegasikan predikat proposisi premis. Proposisi premis disebut inverted dan proposisi konklusi disebut inverse. Bakry (2001:89) membedakan dua macam inversi, yaitu inversi penuh dan inversi sebagian. Jika inversi dilakukan dengan menegasikan baik subjek maupun predikat proposisi premis, maka inversi itu disebut inversi penuh (lengkap). Apabila invensi dilakukan dengan menegasikan subjek proposisi premis, sedangkan predikatnya tidak dinegasikan, maka inversi itu disebut inversi sebagian. Harper (1996:40), langkah yang ditempuh sangat sederhana -

Untuk memperoleh inversi lengkap negasikanlah subjek dan predikat inverted lalu ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular.

-

Untuk memperoleh inversi sebagian, negasikanlah subjek inverted, sedangkan predikatnya tetap dipertahankan (tidak berubah), lalu ubahlah pembilang subjek dari universal menjadi partikular.

Oleh karena hanya subjek yang memiliki pembilang universal yang dapat diinversi, itu berarti bahwa hanya proposisi A dan E yang dapat diinversikan, sedangkan proposisi I dan O tidak dapat diinversikan. Contoh-contoh: 1) Inversi Proposisi A Inversi Lengkap: Invertend: Semua filsuf adalah manusia (A) Inverse : Sebagian bukan-filsuf adalah bukan-filsuf (I) Inversi Sebagian: Invertend: Semua filsuf adalah manusia (A) Inverse : Sebagain bukan-filsuf adalah manusia (I)

2) Inversi Proposisi E

Inversi Lengkap: Investend: Semua filsuf bukan kera (E) Inverse : Sebagian bukan-filsuf bukan bukan-kera (O) Inverse Sebagian: Investend: Semua filsuf bukan kera (E)

Inverse : Sebagian bukan-filsuf buka kera. (O) Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelas terlihat inversi proposisi A hasilnya ialah proposisi I, baik untuk inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian. Demikian pula proposisi E, jika diinversi akan menjadi proposisi O, baik untuk inversi lengkap maupun untuk inversi sebagian

b. Konversi

Pengertian konversi disebut juga dengan pembalikan yaitu sebuah bentuk penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan subjek dan predikat tanpa mengubah makna. Proposisi sebagai premis yang asli disebut konvertend dan proposisi kesimpulannya disebut konverse. Contoh: Konvertend: Tidak ada anjing yang disebut kucing Konverse : Tidak ada kucing yang disebut anjing Konversi atau Pembalikan dibedakan atas dua macam, yaitu pembalikan sederhana dan pembalikan aksidental. Pembalikan sederhana adalah pembalikan di mana subjek dan predikat ditukar tempatnya tanpa mengurangi ataupun mengubah kuantitas masing-masing. Proposisi yang dapat mengalami pembalikan semacam ini hanyalah proposisi E dan I Contoh: Mahasiswa bukan siswa SMU Ada orang bisu-tuli

E: Siswa SMU bukan mahasiswa. I: Ada yang bisu-tuli yang disebut orang

Pembalikan aksedental yang sering disebut juga dengan pembalikan sebagian, pembalikan parsial, dan pembalikan tidak sempurna atau pembalikan terbatas. Pembalikan semacam ini adalah pembalikan di mana subjek dan predikatnya mengalami tukar tempat, namun kuantitas salah satunya mengalami pengu rangan. Pembalikan semacam ini dapat terjadi pada proposisi A

I atau E

O

Contoh: A : Semua advokat adalah penegak hukum I : Ada penegak hukum yang disebut advokat E : Semua pria tidak feminin O : Beberapa yang feminin bukan pria

Kaidah-kaidah konversi, yaitu: - Jika proposisi A dikonversikan, maka hasilnya ialah proposisi I - Jika proposisi E dikonversikan, maka hasilnya tetap proposisi E - Jika proposisi I dikonversikan, maka hasilnya tetap proposisi I - Proposisi O tidak dapat dikonversikan. Contoh-contoh: 1) Konversi Proposisi A Premis

: Semua filsuf adalah manusia (A)

Konklusi

: Sebagian manusia adalah filsuf (I)

2) Konversi Proposisi E Premis

: Tak seorang pun filsuf adalah kera (E)

Konklusi

: Tak satu pun kera adalah filsuf (E)

3) Konversi Proposisi I Premis

: Beberapa anggota ABRI adalah sarjana (I)

Konklusi

: Beberapa sarjana adalah anggota ABRI (I)

4) Konversi Proposisi O: Tidak dapat dikonversikan

c. Kontraposisi

Kontraposisi adalah jenis penyimpulan langsung dengan cara menukar kedudukan subjek dan predikat serta menegasikannya. Proposisi semula sebagai premis tetap disebut premis, sedangkan proposisi sebagai kesimpulan disebut kontrapositif. Dalam kontraposisi, jelas terlihat bahwa sesungguhnya arti atau makna proposisi premis. Adapun langkah-lankah yang ditempuh dalam proses kontraposisi ialah sebagai berikut. 1) Negasikanlah term subjek dan term predikatnya 2) Konversikanlah term subjek dan term predikat yang telah dinegasikan itu. Dengan kontraposisi, hanya ada dua proposisi yang memiliki kontraposisi. Dengan kata lain, hanya ada dua jenis proposisi yang dapat dikontraposisikan. -

Proposisi A dapat dikonversikan

-

Proposisi E tidak dapat dikonversikan

-

Proposisi I tidak dapat dikonversikan

-

Proposisi O dapat dikontraposisikan

Contoh-contoh: 1) Kontraposisi Proposisi A Premis

: Semua filsuf adalah manusia

Konklusi: semua bukan – manusia adalah bukan-filsuf. 2) Kontraposisi Proposisi E Tidak dapat dikontraposisikan 3) Kontraposisi Proposisi I Tidak dapat dikontraposisikan 4) Konversi Proposisi O: Premis

: Sebagian demonstrasi bukan mahasiswa

Konklusi: Sebagian bukan-mahasiswa bukan bukan-demontran

d.

Obversi

Beberapa istilah disebut obversi, yaitu: equipollence, infinitum, dan permutasi, ialah penalaran langsung yang konklusinya menunjukkan perubahan kualitas proposisi kendatipun maknanya tetap dan tidak boleh berubah. Adapun kuantitas obvertend

(proposisi yang

menjadi premis) dan obverse (proposisi yang menjadi konklusi) juga harus tetap sama. Proses yang ditempuh untuk melakukan obversi adalah sebagai berikut: 1) Jika proposisi afirmatif, ubahlah menjadi negatif, dan jika proposisi premis negatif, ubahlah menjadi afirmatif. 2) Negasikanlah term predikatnya. Oleh karena proses yang ditempuh melalui dua kali negasi, prinsip penarikan konklusi ini disebut prinsip negasi ganda (double negation). Dan oleh karena proposisi afirmatif diubah menjadi negatif, dan proposisi negatif menjadi afirmatif, maka: -

Jika proposisi A diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi E;

-

Jika proposisi E diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi A;

-

Jika proposisi I diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi O;

-

Jika proposisi O diobversikan, hasilnya akan menjadi proposisi I;

Contoh-contoh: 1) Obversi Proposisi A Premis

: Semua presiden adalah manusia (A)

Konklusi: Semua presiden bukan bukan-manusia (E) 2) Obversi Proposisi E

Premis

: Semua serigala bukan manusia (E)

Konklusi: Semua serigala adalah bukan-manusia (A) 3) Obversi Proposisi I Premis

: Sebagian manusia adalah pemikir (I)

Konklusi: Sebagian manusia bukan bukan-pemikir (O) 4) Obversi Proposisi O Premis

: Sebagian manusia bukan pelawak (O)

Konklusi: Sebagian manusia adalah bukan-pelawak (I)

e.

Aktualitas dan Posibilitas

Sumaryono (2001:87) mendeskripsikan aktualitas adalah gagasan yang menyatakan tentang kesempurnaan yang saat ini dimiliki oleh sebuah proposisi. Artinya, aktualitas menyatakan gambaran tentang kondisi, situasi, atau status keberadaan tertentu atas suatu hal. Contoh, bahwa saat ini dan di sini Anda sedang duduk mendengarkan kuliah dalam kondisi, situasi, serta status keberadaan Anda di ruang kelas ini, itu adalah sebuah aktualitas Berbeda

dengan

aktualitas,

posibilitas

justru

menyatakan

gambaran

bahwa

kesempurnaan saat ini dan di sini belum dimiliki sebuah proposisi. Posibilitas juga mengungkapkan kondisi, situasia, serta status keberadaan suatu hal, namun sifat dari ketiga faktor penunjang kesempurnaan tersebut adalah “mungkin”, jadi secara rilil belum ada/terjadi. Contoh: bila indeks prestasi Anda sangat bagus, mungkin predikat kelulusan Anda akan cum laude. Perbedaan antara aktualitas dan posibilitas dapat digambarkan dalam hukum-hukumnya sebagai berikut: Hukum 1: Akuntabilitas tidak boleh disimpulkan dari posibilitas. Sebabnya, suatu hal yang masih berstatus

“mungkin” tidak haruas diartikan

sebagai “ada” Contoh: Proposisi semacam ini tidak boleh langsung disimpulkan identik dengan proposisi Ia menyelesaikan studinya dengan segera. Jika hal ini dipkasakan, maka penyimpulannya tidak sah (invalid) Hukum 2: Posibilitas boleh disimpulkan dari aktualitas. Contoh: Beberapa orang menikah. Jadi, pernikahan adalah hal yang mungkin

Hukum 3: Kemustahilan tidak boleh disimpulkan dari hal yang belum terjadi (nonaktual) Contoh: Ada mahasiswa yang belum lulus ujian pendadaran skripsi. Ini bukan berarti bahwa Ia tidak akan lulus ujian pendadaran. Jika dipaksakan juga, maka proses penyimpulannya tidak sah Hukum 4: Yang tidak aktual dapat disimpulkan dari yang mustahil Artinya, jika suatu hal mustahil ada, maka kita dapat berkesimpulan bahwa hal tersebut tidak pernah aktual (tidak pernah ada) Contoh: Lingkaran mustahil berbentuk segi empat Maka, kesimpulannya, kita juga tidak mungkin akan menemukan sebuah lingkaran yang berbentuk segi empat.

2.

Penalaran Oposisi (Perlawanan)

a.

Pengertian dan Jenis Oposisi

Penalaran oposisi atau penalaran perlawanan, diartikan dengan pertentangan yang terdapat di antara dua proposisi yang mempunyai subjek dan predikat yang sama tetapi berbeda dalam kuantitas dan/atau kualitasnya. Oposisi Sumaryono (1999:78) dan Surajiyo, dkk. (2009:47), juga Rapar (1996:45) membedakan ada empat macam oposisi, yakni: kontraris, kontradiktoris, subkontraris, dan subalternasi. Untuk jelasnya perhatikan gambar 3.1 Kontraris (A)

Sublternasi

(B)

Kontradiktoris

(I) Gambar 3.1 Jenis Penalaran Oposisi (Rapa r, 1996:45)

Subalternasi

(O)

Oposisi kontraris adalah perlawanan yang terdapat di antara proposisi-proposisi universal yang berbeda kualitasnya , yaitu yang satu affirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E) Oposisi kontradiktoris adalah perlawanan antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu antara propsisi afirmatif universal A dan proposisi negatif partikular O atau antara proposisi negatif universal E dan profosisi affirmatif partikular I Oposisi subkontraris adalah perlawanan antasra dua propsisi partikular yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara I dan O) Oposisi subalternasi adalah perlawanan antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu universal dan yang lainnya partikular (antara A dan I atau antara E dan O),

b.

Hukum-hukum Oposisi/Perlawanan

Hukum-hukum Penalaran oposisi atau penalaran perlawanan, yaitu: 1) Perlawanan kontradiktoris adalah perlawanan antara dua proposisi yang berbeda baik kualitas maupun kuantitasnya, yaitu antara proposisi afirmatif universal A dan proposisi negatif partikular O atau antara proposisi negatif universal E dan proposisi afirmatif I (antara A dan O atau antara E dan I) -

Jika proposisi A benar, proposisi O salah

-

Jika proposisi O benar, proposisi A salah

-

Jika proposisi I benar, proposisi E salah

-

Jika proposisi E benar, proposisi I salah.

Contoh Penalaran kontradiktoris: Jika diketahui bahwa ‘semua mahasiswa masuk kelas’ dinyatakan benar, maka kontradiksinya adalah ‘sebagian mahasiswa tidak masuk kelas’ berarti salah Jika pernyataan ‘semua pejabat tidak korupsi’ dinyatakan salah, maka kontradiksinya ‘sebagian pejabat korupsi’ dinyatakan benar. 2) Perlawanan kontraris adalah perlawanan yang terdapat di antara proposisi-proposisi universal yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara A dan E) -

Jika proposisi A benar, proposisi E salah

-

Jika proposisi E benar, proposisi A salah

Contoh penalaran kontraris Jika pernyataan ‘semua karyawan tidak kerja’ dinyatakan benar, maka pernyataan ‘semua karyawan kerja berarti salah. Jika pernyataan ‘semua TNI membawa senjata’ dinyatakan salah, maka pernyataan ‘semua TNI tidak membawa senjata’ bisa benar dan bisa salah. 3) Perlawanan subkontraris adalah perlawanan antara dua proposisi partikular yang berbeda kualitasnya, yaitu yang satu afirmatif dan yang lain negatif (antara I dan O) -

Tidak mungkin kedua-duanya salah

-

Bisa pula kedua-duanya benar

Contoh penalaran subkontraris: Jika pernyataan ‘sebagian warga Makassar adalah NU’ dinyatakan benar, maka pernyataan ‘sebagian warga Makassar bukan NU’ bisa benar dan juga bisa salah Jika ‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur adalah sarjana APDN’ dinyatakan salah, maka pernyataan ‘sebagian Pegawai Kantor Gubernur adalah bukan sarjana APDN’ pasti benar 4) Perlawanan Subalternasi adalah perlawanan antara dua premis yang berbeda kuantitasnya, yaitu yang satu universal dan yang lainnya partikular (antara A dan I atau antara E dan O). -

Jika proposisi A benar, proposisi I pun benar

-

Jika proposisi I benar, belum tentu proposisi A benar

-

Bila proposisi E benar, proposisi O pun benar

-

Bila proposisi O benar, belum tentu proposisi E benar

Contoh penalaran Subalternasi: Jika pernyataan sebagian pejabat adalah politikus dinyatakan benar, maka pernyataan ‘semua pejabat adalah politikus’ bisa benar dan juga bisa salah Jika ‘semua pegawai tidak mendapat THR’ dinyatakan benar’ maka pernyataan ‘sebagian pegawai tidak mendapat THR’ juga benar

c.

Validitas penyimpulan melalui perlawanan

Sumaryono (1999:81) memberi uraian jika beberapa buah apel berwarna merah benar, maka benar pula bila dikatakan Ada beberapa buah apel yang tidak berwarna merah. Apakah kedua proposisi tersebut memang benar, hari ini masih perlu kita ragukan terlebih dahulu. Perhatikan diagram berikut ini,

(?) A

E (?)

X X

O (T) (T) I

Diketahui I : Beberapa buah apel berwarna merah (Benar) Maka

A: Semua apel berwarna merah, (Tidak diketahui/belum tentu) E : Semua apel tidak ada yang berwarna merah (Tidak diketahui) O : Beberapa buah apel tidak berwarna merah (Benar)

Validitas

: dari I ke A valid, dari I ke E tidak valid dari I ke O tidak valid

Keterangan: Nilai T menunjukkan bahwa penalaran dimulai dari titik ini, yaitu proposisi I (sebagai proposisi yang dinyatakan benar). Kebenaran proposisi I ini mengandaikan kebenaran pada proposisi O, namun nilai kebenaran A dan E tetap belum diketahui. Hal ini menunjukkan bahwa “Jika I benar, maka O juga benar”, sementara A dan E tidak diketahui (?) Jika dilihat dari sudut hukum-hukum penyimpulan oposisional, sebetulnya telah terjadi penggunaan hukum subkontraris dan hukum kontradiktorias secara paksa. Ini tampak pada dalil bahwa “jika I benar, maka O juga benar”. Namun, hukum ini menyatakan kepada kita bahwa salah satu proposisi kontraris benar, proposisi yang lainnya dapat juga benar (tetapi dalam status “belum tentu benar”) Hukum tersebut tidak menyatakan bahwa kedua proposisi dalam kualitas subkontraris sama-sama benar. Keduanya hanya dinyatakan “dapat keduaduanya benar”. Selebihnya, proses penyimpulannya menunjukkan bahwa jika O benar, proposisi kontradiktorisnya (E) masih berstatus “meragukan”. Namun, hukum kontradiktoris menunjukkan bahwa kedua proposisi yang kontradiktoris tidak dapat sama-sama benar. Artinya, jika yang satu benar, maka yang lainnya pasti salah. Oleh karenanya, dalam hukum

ini terdapat ide yang dipaksakan. Sebagai akibatnya, penyimpulan dengan model ini dianggap tidak valid. Meskipun demikian, penyimpulan yang dapat ditarik menyatakan bahwa jika I benar, maka subalternant A bersifat “meragukan” (belum tentu). Jadi, hukum subaltern tidak perlu menentukan kebenaran proposisi yang universal, dan penyimpulan dengan mempergunakan hukum ini dinyatakan valid.

A.

Perlatihan

1.

Pertanyaan Latihan

2.

Penugasan

Buat resume dari pokok bahasan ini, dengan menggunakan format lembaran kerja yang telah disediakan dalam uraian ini.

Related Documents

Bab Iv Penalaran .docx
October 2019 9
Bab Iv .docx
May 2020 6
Bab Iv .docx
April 2020 9
Bab Iv 180319.docx
November 2019 15
Bab Iv-1.docx
June 2020 27
Bab Iv (sttu).docx
June 2020 11

More Documents from "Denia"