BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kabupaten Gowa 1. Letak Geografis dan Administrasi Kabupatan Gowa merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan yang berbatasan langsung dengan Ibukota Provinsi yaitu Kota Makassar. Secara geografis Kabupaten Gowa terletak pada titik kordinat 119o29’40”-120o0’40” Bujur Timur dan 5o 5’ 36’ 40” Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.883,33 km² atau sama dengan 3,01 persen dari luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yang terdiri dari 18 (delapan belas) kecamatan dan 167 (seratus enam puluh tujuh) desa/kelurahan. Secara administratif kabupaten Gowa mempunyai batas-batas wilayah yaitu - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Takalar dan Kabupaten Jeneponto; - Sebelah Utara berbatasan dengan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Maros; - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sinjai, Kabupaten Bulukumba, Kabupaten Bantaeng ; - Sebelah Barat berbatasan dengan Kota Makassar dan Kabupaten Takalar.
59
PETA ADMIN KABUPATEN GOWA
60
Kabupaten Gowa memiliki luas wilayah 1.883,33 km2 dengan luas kecamatan dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 5. Luas Wilayah Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Gowa Tahun 2016
No.
1 2
Nama Kecamatan Bontonompo Bontonompo Selatan
Luas Wilayah (km2)
Persentase
Jumlah
(%)
Desa/Kelurahan
30,39
1,79
14
29,24
1.38
9
3
Bajeng
60,09
4.20
14
4
Bajeng Barat
19,04
0.01
7
5
Pallangga
48,24
2.56
16
6
Barombong
20,67
1.10
7
7
Somba Opu
28,09
1.49
14
8
Bontomarannu
52,63
2.79
9
9
Pattallassang
84,96
4.51
8
10
Parangloe
221,26
11.75
7
11
Manuju
91,90
4.88
7
12
Tinggimoncong
142,87
14.64
7
13
Tombolo Pao
251,82
13.37
9
14
Parigi
132,76
7.05
5
15
Bungaya
175,53
9.32
7
16
Bontolempangan
142,46
7.56
8
17
Tompobulu
132,54
7.04
8
18
Biringbulu
218,84
11.62
11
1.883,33
100
167
Jumlah
Sumber: Kabupaten Gowa Dalam Angka 2017
61
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kecamatan terluas di Kabupaten Gowa yakni Kecamatan Parangloe dengan luas wilayah 221,26 Km2. Sedangkan Kecamatan dengan luas wilayah terkecil yakni Kecamatan Bajeng Barat dengan luas wilayah 19,04 Km2. 2. Aspek Fisik Dasar a. Topografi Kabupaten Gowa memiliki 2 (dua) dimensi wilayah, yakni wilayah dataran rendah dan wilayah dataran tinggi. Wilayah Kabupaten Gowa sebagian besar merupakan dataran tinggi yaitu sekitar 72,26%. Dari total luas Kabupaten Gowa 35,30% mempunyai kemiringan tanah di atas 40 derajat, yaitu pada wilayah Kecamatan Parangloe, Tinggimoncong, Bungaya dan Tompobulu. Kabupaten Gowa dilalui oleh banyak sungai yang cukup besar yaitu ada 15 sungai. Sungai dengan luas daerah aliran yang terbesar adalah Sungai Jeneberang yaitu seluas 881 km² dengan panjang 90 km. b. Klimatologi Kondisi klimatologi di Kabupaten Gowa yaitu dengan curah hujan rata-rata 2.653 per tahun dengan curah hujan tertinggi berada pada bulan Desember, Januari dan Februari dan curah hujan terendah yaitu pada bulan Agustus hingga bulan Nopember.
62
B. Gambaran Umum Kecamatan Tinggimoncong a. Letak Geografis dan Administrasi Kecamatan Tinggimoncong merupakan salah satu kecamatan dari 18 kecamatan yang berada di Kabupaten Gowa dengan luas wilayah 142,87 km2 dengan jumlah desa/kelurahan sebanyak 7 (tujuh) desa/kelurahan dan dibentuk berdasarkan PERDA No. 7 Tahun 2005. Ibukota Kecamatan Tinggimoncong adalah Kelurahan Malino dengan jarak sekitar 63 km dari Ibukota Kabupaten Gowa. Adapun
batas-batas
wilayah
administrasi
Kecamatan
Tinggimoncong adalah : - Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Maros; - Sebelah Timur, berbatasan dengan Kecamatan Tombolopao; - Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kecamatan Parigi; - Sebelah Barat, berbatasan dengan Kecamatan Parangloe. Kecamatan
Tinggimoncong
terbagi
menjadi
7
(tujuh)
desa/kelurahan yaitu Parigi, Bulutana, Bontolerung, Pattapang, Malino, Gantarang dan Garassi. Berikut pembagian daerah administrasi desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Tinggimoncong. Berikut tabel luas wilayah berdasarkan kelurahan di Kecamatan Tinggimoncong tahun 2016:
63
Tabel 6. Luas Wilayah Berdasarkan Kelurahan di Kecamatan Tinggimoncong Tahun 2016 No.
Desa/Kelurahan
Luas Area
Persentase
(Km2)
Luas (%)
1.
Parigi
48,94
34,25
2.
Bulutana
16,70
11,69
3.
Bontolerung
13,01
9,11
4.
Pattapang
15,38
10,77
5.
Malino
19,59
13,71
6.
Gantarang
11,50
8,05
7.
Garassi
17,75
12,42
142,87
100,00
Jumlah
Sumber : Kecamatan Tinggimoncong dalam Angka 2017
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa Desa Parigi memiliki luas wilayah terbesar dengan luas wilayah 48,94 km2 atau 34,25% dari luas wilayah Kecamatan Tinggimoncong, sedangkan Kelurahan Gantarang memiliki luas wilayah tekecil yaitu 11,50 km2 atau 8,05% dari luas wilayah Kecamatan Tinggimoncong.
64
PETA ADMIN KECAMATAN
65
b. Aspek Fisik Dasar a. Topografi Kondisi Topografi Kecamatan Tinggimoncong berada pada daerah pegunungan dengan ketinggian dari permukaan laut berkisar rata-rata 500 meter dengan kemiringan tanah di atas 40 derajat yang seluruhnya berada pada kawasan lereng. b. Klimatologi Kondisi klomatologi di Kecamatan Tinggimoncong yaitu dengan curah hujan rata dalam pertahun antara 135 hari sampai 160 hari.
C. Gambaran Umum Lokasi Penelitian (Kelurahan Bulutana) 1. Sejarah Pembangunan Kelurahan Bulutana Asal mula kata “Bulutana” berasal dari bahasa makassar asli yaitu “bulu” yang berarti bukit dan “tana” yang berarti tanah. Bahwa menurut pesan leluhur atau “pasang turiolo” bahwa dahulu di kerajaan Gowa terdapat raja yang beroposisi yang dikenal dengan nama “Karaeng Data” dimana dalam perjalanannya menemukan suatu kampung yang terletak di atas bukit yang sangat strategis dan dapat dijadikan benteng pertahanan dimana kampung ini memang bila dilihat dari letak geografisnya tepat sekali dijadikan pertahanan dimana hanya ada satu jalur jalan saja untuk keluar dan masuk (Profil Kelurahan Bulutana). Menurut hasil wawancara dengan Lurah Kelurahan Bulutana yaitu bapak Suhardiman Utama, S. Stp. Menyatakan
66
bahwa asal usul terbentuknya Adat Sampulonrua Bulutana adalah sistem pemerintahan dimasa kerajaan Gowa, Adat Sampulonrua Bulutana terdiri dari beberapa bagian atau seksi pemerintahan yang terbentuk karena suatu wilayah harus ada yang mengatur atau memimpin, inilah yang disebut sebagai Karaeng Bulutana yang memiliki jabatan sebagai kepala pemerintahan adat, sebelum ditetapkan raja atau karaeng yang ditentukan oleh Bakulompoa yang mengadakan pertemuan dengan masyarakat kemudian dipilih berdasarkan hasil musyawarah dan di uji selama 3 tahun, apabila yang terpilih tersebut dianggap mampu mengatur dan memimpin masyarakat maka dialah yang terpilih menjadi Karaeng Bulutana demikian pula halnya dengan Gallarang (bagian legislatif) yang kemudian memiliki bagian bagian yang mengatur segala aspek kehidupan masyarakat sehingga terbentuklah 12 pemangku adat yang disebut Adat Sampulonrua Bulutana. Wilayah Bulutana mengalami beberapa tahapan perkembangan yaitu : Tahap pertama (tahun 1942) seiring dengan perkembangan waktu, wilayah Bulutana terbentuk menjadi suatu komunitas yang dikenal dengan rumpun “adat sampulonrua” dimana diawali dengan berdirinya tiga buah rumah adat yaitu Ballalompoa, Balla Jambu, dan Batangtinggia. Adapun yang menjadi pimpinan pemerintahan di masa ini adalah Talli, Kulle, dan Pangika’ yang dikenal sebagai leluhur masyarakat Bulutana. Tahap kedua (tahun 1942-1950) pada periode ini rumpun adat sampulonrua Bulutana ini masuk mengabdikan diri dengan kerajaan Gowa
67
dengan sebutan “Erangkale Ri Gowa”yang saat ini di pimpin oleh seorang Karaeng yang urutannya antara lain: a. Bando b. Ganyu bin Bando c. Dekkang bin Ganyu d. Pangge bin Dekkang e. Solle bin Ganyu. Bersama seorang Gallarang yang antara lain: 1. Lalla 2. Sanggong bin Lalla 3. Maintang bin Sanggong 4. Manrau 5. Rau bin Manrau Pada
periode
pemerintahandi
pertama
wilayah
ini
dan yang
kedua dikenal
inilah
berjalan
dengan
nama
bentuk “Adat
Sampulonrua”atau 12 (dua belas) orang pemangku adat yang dipimpin oleh Noempa bin Pangge (Karaeng Bulu) bersama seorang Gallarang bernama Coleng bin Rauf. Tahap Ketiga (tahun 1950 – 1980), dengan masuknya sistem pemerintahan Belanda pada masa ini maka Bulutana yang mempunyai rumpun adat tersebut dan merupakan bangian dari Kerajaan Gowa mengalami perubahan sistem pemerintahan di bawah Distrik Parigi yang
68
dipimpin oleh seorang Kepala Kelurahan yang bernama Ganyu bin La’lang (digelar karaeng) bersama seorang Gallarang bernama Makka bin Coleng. Tahap Keempat (1981-sekarang) Wilayah Bulutana mengalami perubahan menjadi Kelurahan Bulutana Kecamatan Tinggimoncong yang selanjutnya dipimpin oleh beberapa orang lurah dan Kelurahan Bulutana setelah mengalami pemekaran kelurahan pada tahun 2006 merupakan salah satu dari enam kelurahan yang ada di Kecamatan Tinggimoncong Kabupaten Gowa. 2. Letak Geografis dan Administrasi Kelurahan Bulutana merupakan salah satu dari 7 (tujuh) desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Tinggimoncong dengan luas wilayah 16,70 km2 atau 11,69 % dari total luas wilayah Kecamatan Tinggimoncong yang terdiri atas empat lingkungan yaitu Lingkungan Lombasang, Buttatoa, Palangga, dan Parang Bugisi. Adapun batas batas wilayah administrasi Kelurahan Bulutana adalah: - Sebelah Utara, berbatasan dengan Kelurahan Malino; - Sebelah Timur, berbatasan dengan Kelurahan Pattapang; - Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kelurahan Bontolerung; - Sebelah Barat, berbatasan dengan Desa Parigi.
69
PETA ADMIN KELURAHAN BULUTANA
70
3. Aspek Fisik Dasar a. Topografi Secara umum keadaan topografi Kelurahan Bulutana adalah daerah dataran tinggi dan daerah perbukitan yang di dalamnya terdapat 5 (lima) aliran sungai dan 4 (empat) titik air terjun yang dapat dijadikan objek wisata alam. Kelurahan Bulutana berada pada ketinggian 1.050 meter dari permukaan laut.
Gambar 2. Kondisi Topografi di Kelurahan Bulutana b. Klimatologi Kondisi klomatologi di Kelurahan Bulutana yaitu dengan curah hujan rata dalam pertahun antara 135 hari sampai 160 hari. Dengan suhu rata rata 15-22 derajat celcius.
71
4. Demografi Salah satu faktor yang mempengaruhi kondisi lingkungan dalam penelitian ini adalah perkembangan penduduk, berikut tabel perkembangan penduduk Kelurahan Bulutana yang terus berkembang selama 5 tahun terakhir dari tahun 2012-2016: Tabel 7. Perkembangan Penduduk Kelurahan Bulutana Tahun 2012-2016 No.
Tahun
Laki-
Perempuan
Laki
Jumlah
Kepadatan
Penduduk
Penduduk
Pertambahan
1.
2012
1.165
1.204
2.369
142
-
2.
2013
1.193
1.242
2.435
146
66
3.
2014
1.200
1.243
2.443
146
8
4.
2015
1.206
1.255
2.461
147
18
5.
2016
1.216
1.269
2.485
149
24
1.196
1.242
2.438
146
29
Rata Rata
Sumber : Kecamatan Tinggimoncong dalam Angka 2013-2017
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk Kelurahan Bulutana dari tahun 2012 hingga tahun 2016 mengalami peningkatan tiap tahunnya dengan jumlah penduduk pada tahun 2012 yaitu berjumlah 2.369 jiwa hingga tahun 2016 berjumlah 2.485 jiwa sehingga rata rata pertambahan jumlah penduduk ialah 29 jiwa yang dihitung dalam 5 tahun terakhir, jumlah penduduk yang terus meningkat inilah yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang ada di Kelurahan Bulutana.
72
3. Gambaran Umum Responden/Narasumber Penelitian ini sebagian besar menggunakan teknik wawancara kepada responden atau narasumber guna mengetahui informasi tentang penelitian mulai dari pemerintah setempat, tokoh adat, masyarakat hingga dinas terkait. Responden dalam penelitian ini yaitu: Tabel 8. Daftar Responden/Narasumber Penelitian No. 1.
Nama
Pekerjaan
Usia
Jenis Kelamin
Suhardiman Lurah Bulutana 29 Tahun Utama, S. Stp. Ramli Rudding Staff Kelurahan Bulutana / Kepala 42 Tahun Lingkungan Lombasang H. Mustari Tokoh Masyarakat Adat 73 Tahun Ago
Laki Laki
4.
Amir Selle
Tokoh Adat (Gallarang)
60 Tahun
Laki-Laki
5.
Rusli
31 Tahun
Laki Laki
6.
Syarifuddin
31 Tahun
Laki Laki
7.
Ansar
40 Tahun
Laki Laki
8. 9.
Syamsinah Jufri
44 Tahun 50 Tahun
Perempuan Laki Laki
10.
Iriani Djamaluddin
54 Tahun
Perempuan
11.
Ahmad Ridha
Masyarakat Kelurahan Bulutana/Wiraswasta Masyarakat Kelurahan Bulutana/ Petani Masyarakat Kelurahan Bulutana/Wiraswasta Masyarakat Kelurahan Bulutana/IRT Masyarakat Kelurahan Bulutana/Petani Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PU dan Penataan Ruang Kabupaten Gowa Kepala Seksi Pemeliharaan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa
44 Tahun
Laki-Laki
2. 3.
Laki Laki Laki-Laki
73
Berdasarkan tabel daftar responden dan narasumber di atas dapat diketahui bahwa terdapat 11 responden yang menjadi sumber informasi dalam penelitian ini yang terdiri dari 2 responden yang berasal dari pemerintahan atau instasi dari Kelurahan Bulutana yaitu lurah dan staff Kelurahan Bulutana , 2 responden yang merupakan tokoh adat Kelurahan Bulutana, 5 responden yang berasal dari masyarakat Kelurahan Bulutana dan 2 responden dari instansi yang terkait dalam penelitian ini yaitu Dinas PU dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa. 4. Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan 1. Kondisi Alam dan Lingkungan a. Penggunaan Lahan Salah satu aspek penting dalam pendayagunaan lahan adalah aspek penggunaan lahan. Luas wilayah kelurahan dalam tata guna lahan Kelurahan Bulutana adalah 2.170 Ha yg terdiri dari : Tabel 9. Aspek Penggunaan Lahan di Kelurahan Bulutana Tahun 2016 No.
Penggunaan Lahan
1.
Permukiman
2.
Persawahan
3.
Hutan Lindung
4.
Hutan Adat
5
Ladang Jumlah
Luas (Ha)
Persentase (%)
135,5
6,21
389
18
1.367
63
4
0,18
274,5 2.170
12,61 100
Sumber : RPJM-RENSTRA Kelurahan Bulutana 2016-2021
74
Berdasarkan tabel dan diagram di atas dapat diketahui bahwa penggunaan lahan terluas di Kelurahan Bulutana ialah hutan lindung yaitu 1.367 Ha atau 63% dari total luas Kelurahan Bulutana jenis penggunaan lahan lainnya teerdiri dari permukiman yaitu 135,5 Ha atau 6,21 %, persawahan yaitu 389 Ha atau 18%, hutan adat 4 Ha atau 0,18% dan ladang seluas 274,5 Ha atau 12,61% dari total luas Kelurahan Bulutana. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan pemangku adat yaitu bapak H. Mustari Ago selaku tokoh masyarakat adat mengatakan bahwa luas hutan yang ada tersebut sekarang sudah tidak sesuai dikarenakan banyaknya perubahan lahan menjadi kawasan terbangun baik di kawasan lindung maupun budidaya yang ada di Kelurahan Bulutana. b. Sarana dan Prasarana a. Sarana Sarana merupakan fasilitas dalam suatu lingkungan atau wilayah yang bertujuan untuk mendukung penyelenggaraan kehidupan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat seperti sarana perkantoran, pendidikan, kesehatan, dan peribadatan. Berikut jenis sarana dan jumlah sarana yang terdapat di Kelurahan Bulutana tahun 2018 yang dapat dilihat pada tabel berikut:
75
Tabel 10. Jenis Sarana yang Terdapat di Kelurahan Bulutana Tahun 2018 No.
Jenis Sarana
Keterangan 1. Kantor Lurah Bulutana
Jumlah
2. Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (PPKBD) 1.
Perkantoran
3. Sekretariat Lembaga Pemberdayaan
4
Masyarakat (LPM) 4. Sekretariat Pengawas Pemilihan Lapangan (PPL) 1. Taman Kanak Kanak 2. Sekolah Dasar 2.
Pendidikan
3. Sekolah Menengah
7
Atas 4. Pesantren 3
Peribadatan
4.
Kesehatan
Sumber: Survey Lapangan 2018
1. Masjid 2. Musholah 1. Posyandu 2. Pustu
11
3
76
Gambar 3. Sarana yang terdapat di Kelurahan Bulutana Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa terdapat sarana yang ada di Kelurahan Bulutana yaitu sarana perkantoran yang berjumlah 4 unit yaitu Kantor Lurah, Kantor PPKBD, Sekretariat LPM dan Sekretariat PPL, sarana pendidikan berjumlah 7 unit yang terdiri dari TK sebanyak 3 unit, SD sebanyak 1 unit, SMA sebanyak 1 unit dan Pesantren sebanyak 1 unit, sarana peribadatan berjumlah 11 unit yang terdiri dari masjid sebanyak 9 unit dan musolah sebanyak 2 unit dan sarana kesehatan berjumlah 3 unit yang terdiri dari pustu sebanyak 1 unit dan posyandu sebanyak 2 unit.
77
b. Prasarana Prasarana atau utilitas merupakan aspek yang sangat dibutuhkan dalam perkembangan suatu wilayah mendukung aktivitas masyarakat. Berikut prasarana yang terdapat di Kelurahan Bulutana. 1. Jaringan Jalan Jaringan jalan merupakan moda transportasi yang berperan penting
dalam
mendukung
pembangunan
terutama
dalam
kontribusinya untuk melayani mobilitas manusia maupun distribusi barang. jaringan jalan juga diperlukan untuk mendorong pemerataan hasil-hasil
pembangunan
antar
wilayah
guna
mempercepat
pengembangan suatu wilayah. Berikut kondisi jalan yang terdapat di Kelurahan Bulutana. Tabel 11. Kondisi Jaringan Jalan di Kelurahan Bulutana No.
Jenis Jalan
Panjang(km)
Kondisi
Keterangan
1.
Aspal Lintas
3,5 km
Rusak Berat
Jalan
Kecamatan 2.
Aspal Lintas
3.
Kelurahan
4.
Aspal Lintas
Kabupaten 1,5 km
Rusak
Jalan Desa
Ringan 1 km
Baik
Jalan Desa
Kelurahan 5.
Batu/Sirtu
3,5 km
Baik
Jalan Desa
6.
Setapak/Tani
12 km
Baik
Jalan Desa
7.
Rabat Beton
2,3 km
Baik
Jalan Desa
Sumber : RPJM Renstra Kelurahan Bulutana 2016-2021
78
Gambar 4. Kondisi Jaringan Jalan di Kelurahan Bulutana Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui sebagian besar kondisi jalan yang ada di Kelurahan Bulutana ada yang dalam keadaan baik dan buruk. Jalan kabupaten dengan panjang 3,5 km dengan jenis aspal lintas kecamatan dalam kondisi rusak berat, jalan desa dengan panjang 1,5 km dengan jenis aspal lintas kelurahan dalam kondisi rusak ringan, selebihnya jalan desa lainnya dalam kondisi baik. Namun kenyataan
di
lapangan berdasarkan hasil
wawancara dengan
masyarakat setempat, menurut masyarkat kondisi jalan terutama jalan kampung atau jalan jalan kecil masih dalam kondisi rusak padahal jalanan tersebut merupakan akses penghubung antara permukiman masyarakat dengan sawah atau lahan pertanian sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam akses jalan terutama jika dalam musim hujan karena akan berlumpur dan licin.
.
79
2. Jaringan Irigasi Jaringan irigasi merupakan hal penting meningat sebagian besar penduduk bergantung pada sektor pertanian yang tentunya membutuhkan jaringan irigasi. Berikut kondisi jaringan irigasi yang terdapat di Kelurahan Bulutana. Tabel 12. Kondisi Jaringan Irigasi di Kelurahan Bulutana No.
Jaringan Irigasi
Panjang (km)
Kondisi
Keterangan Permanen
Belum Permanen Setengah Permanen Setengah Permanen Belum Permanen Belum Permanen Belum Permanen Belum Permanen Belum Permanen Belum Permanen Belum Permanen
1.
D.I Takapala I
1,5 km
2.
D.I Takapala II
3 km
Rusak Ringan Baik
3.
D.I Takapala III
2 km
Baik
4.
D.I. Balleanging I
2,5 km
Baik
5.
D.I Balleanging II
1,5 km
Baik
6.
D.I Popoang
0,5 km
Baik
7.
D.I Galungkalau
2 km
Baik
8.
1 km
Baik
9.
D.I. Parang Tangnga D.I. Terung Toa
2km
Baik
10.
D.I. Terung Beru
1,5 km
Baik
11.
D.I. Bongkina
2 km
Baik
12.
D.I. Pappinatiang
0,5 km
Baik
Sumber : RPJM Renstra Kelurahan Bulutana 2016-2021
Permanen
80
Gambar 5. Kondisi Jaringan Irigasi di Kelurahan Bulutana Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui kondisi jaringan irigasi yang terdapat di Kelurahan Bulutana sebagian besar dalam kondisi baik hanya DI Takapala yang dalam kondisi rusak ringan degan panjang 1,5 km, selebihnya dalam kondisi baik. Menurut hasil wawancara dengan masyarakat juga menyatakan bahwa kondisi jaringan irigasi di Kelurahan Bulutana dalam kondisi baik dan tidak pernah kekurangan pasokan air untuk lahan pertanian mereka mengingat Kelurahan Bulutana juga merupakan sumber air bagi kawasan pertanian untuk daerah lainnya.
2. Kondisi Sosial dan Ekonomi a. Kondisi Sosial 1) Sistem Kelembagaan Sistem kelembagaan di Kelurahan Bulutana sekarang telah dipimpin oleh lurah namun para pemangku adat yang ada juga masih memegang peranan penting dalam pemerintahan yang ada di Kelurahan
81
Bulutana dan masih terlibat aktif dalam berbagai kegiatan pemerintahan dan acara adat. Adapun susunan lembaga adat yang ada di Kelurahan Bulutana yaitu: Tabel 13. Susunan Lembaga Adat Kelurahan Bulutana No. 1. 2.
3.
Profesi Tautoa Gallarang
Tugas/Fungsi
Nama Pemangku Penasehat Adat dan Ritual Ngoting Kepala Operasional Amir Selle Pemerintahan
Ana’ Jajiang Pembantu Gallararang Bidang M Said Juma Gallarang Pemerintahan Karaeng Kepala Wilayah Syamsu Alam Pemerintahan/Raja Dg.Lawa Ana’ Pattola Putra Mahkota Karaeng
4. 5.
6. 7. 8. 9. 10. 11.
Baku Lompo Sanro
Kepala Peradilan dan Legislasi Cacca Buleng Pembantu Bidang Agama dan Lehai, Tinri Kesehatan
Papare Mama
Pembantu Sanro
Minnong, Bulang
Pinati Pembantu Bidang Pengairan Batang Pa’jeko Pembantu Bidang Pertanian dan Perkebunan Jannang Pembantu Bidang Protokoler Palekka Sempe Pembantu Bidang Perlengkapan Papallu Pembantu Bidang Konsumsi Paerang Pembantu Bidang Protololer Pangadakkang Acara -Paerang Mare Pembantu Mare Masyarakat
12.
M Takbir S.Pd.,MM
Paddamara
Bidang
Mallang Lalo’ Azis Tantu Banag Baco Rama, Paca’
Sosial Bajini
Pembantu Bidang Peralatan
Sumber : RPJM Renstra Kelurahan Bulutana 2016-2021
Basria Mande Juma Lone
Nego Tote
82
Dari struktur kelembagaan adat tersebut di atas pada dasarnya para pemangku adat mengemban tugas untuk melaksanakan pencapaian cita-cita dan visi misi yang diamanahkan dari dan oleh masyarakat Kelurahan Bulutana yang dikenal dengan 4 (empat pokok/sendi dasar pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan kepada rakyat antara lain: 1. Patumbu Tau
: Peningkatan sumberdaya manusia
2. Pambaungan Balla
: Peningkatan sumberdaya alam
3. Patumbu Katallassang
: Peningkatan kesejahteraan
4. Pamoterang Ripammasena: Sosial, budaya, dan agama. 2) Tradisi Gotong Royong dalam Masyarakat Hasil observasi dan pengamatan selama penelitian di Kelurahan Bulutana, ketika melihat keadaan lingkungan yang bersih dan tetata telah menggambarkan peran adat yang baik dalam hal menggerakkan masyarakat untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan di Kelurahan Bulutana. Tradisi
gotong
royong
yang
selalu
dilaksanakan
dan
dipertahankan mewujudkan kondisi lingkungan yang bersih. Melalui gotong royong yang dominan dilaksanakan oleh masyarakat kemudian pemerintah turut serta di dalamnya. Program adat melalui gotong royong bertujuan untuk membantu pemerintah dalam menumbuhkan kerjasama dan relasi yang baik dalam hal pembangunan dan kebersihan lingkungan.
83
Melalui program gotong royong, Kelurahan Bulutana sering mendapatkan prestasi dalam hal kebersihan lingkungan dari berbagai tingkatan mulai dari kecamatan, kabupaten hingga provinsi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai prestasi yang didapatkan dari dulu hingga sekarang, yaitu: pada tahun 1977 Bulutana mendapatkan juara 1 lomba kelurahan dalam hal kebersihan tingkat provinsi Sulawesi Selatan, tahun 1997 memperoleh juara 1 kelurahan terbaik dan TP-PKK terbaik di Sulawesi Selatan, dan kembali memperoleh peringkat juara 1 lingkungan bersih/sehat se-Sulawesi Selatan pada tahun 2007. Hingga saat ini tradisi gotong royong masih tetap dipertahankan di
Kelurahan
Bulutana
sebagai
penguat
persatuan
masyarakat,
kekompakan masyarakat, adat dan pemerintah setempat sangat baik dalam menjaga kebersihan lingkungan bersama sama. Hal ini membuktikan adanya kekuatan adat dan tradisi yang mengingatkan atau menyadarkan masyarakat akan adat istiadat yang tetap harus dijalankan dan dipertahankan. Tidak hanya dalam hal kebersihan lingkungan, dalam hal perbaikan sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Bulutana juga tetap mempertahankan budaya gotong royong sehingga berbagai perbaikan atau pembangunan sarana dan prasarana di Kelurahan Bulutana masih dilakukan secara bersama sama oleh masyarakat setempat.
84
Gambar 6. Kebersihan Lingkungan Sebagai Wujud Tradisi Gotong Royong dalam Masyarakat Kelurahan Bulutana
b. Kondisi Ekonomi 1) Pekerjaan Penduduk Pekerjaan Penduduk di Kelurahan Bulutana di dominasi oleh petani,hal ini sesuai dengan guna lahan yang ada di Kelurahan Bulutana yang sebagian besar pertanian dan perkebunan.Berikut uraian jumlah penduduk menurut mata pencaharian yang ada di Kelurahan Bulutana:
85
Tabel 14. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Kelurahan Bulutana Tahun 2016 No.
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase (%)
1.
Pegawai Pemerintah
97
4,24
2.
Pegawai Swasta
17
0,76
3.
Wiraswasta
72
3,22
4.
Petani/Peternak
966
43,22
5.
Pedagang
51
2,28
6.
Pensiunan
71
3,17
1.274
56,99
Jumlah
Sumber : RPJM-Rensra Kelurahan Bulutana 2016-2021
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah penduduk yang bekerja di Kelurahan Bulutana pada tahun 2016 yaitu 1.274 jiwa atau 56,99 persen dari total jumlah penduduk, pekerjaan didominasi oleh petani atau peternak dengan jumlah 966 jiwa atau 43,22 persen dari total penduduk yang bekerja sedangkan yang paling sedikit adalah pegawai swasta dengan jumlah 17 jiwa atau 0,76 persen dari jumlah penduduk yang bekerja di Kelurahan Bulutana. 2) Produksi Pertanian dan Perkebunan Produksi
pertanian
dan
perkebunan
di
Kecamatan
Tinggimoncong mengalami perubahan tiap tahunnya, berikut data luas panen dan produksi pertanian dan perkebunan yang ada di Kecamatan Tinggmoncong selama 5 tahun terakhir.
86
Tabel 15. Produksi Pertanian dan Perkebunan di Kecamatan Tinggimoncong 5 Tahun Terakhir No
1
Tahun
2012
Jenis
Pertanian
2013
4
2014
2015
2016
Rata Rata
(Ton)
1.801,75
6.435,58
2.310
14.916
1800,75
6.435,58
Pertanian
1.930
10.014
Perkebunan
820,8
2.570,96
Pertanian
2.885
14.589
1.481,6
3.595,25
2,403
15.059
Perkebunan
1.897,1
3.257,01
Pertanian
2.428,6
13.715,4
Perkebunan
1.560,4
4.458,87
Pertanian
Perkebunan 5
(Ha)
13.999
Perkebunan 3
Produksi
2.614
Perkebunan 2
Luas Panen
Pertanian
Sumber : - Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Gowa - BPS Kecamatan Tinggmoncong dalam Angka 2013-2017
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah rata rata luas lahan pertanian di Kecamatan Tinggimoncong sebesar 2.428,6 Ha dan lahan perkebunan sebesar 1.560,4 Ha, sedangkan rata rata jumlah produksi pertanian sebanyak 13.715,4 Ton dan pekebunan sebanyak 4.456,87 Ton dalam 5 tahun terakhir. Kondisi luas panen pertanian di Kecamatan Tinggimoncong cenderung tidak stabil karena pada tahun 2012 hingga 2014 mengalami penurunan dari 2.614 Ha menjadi 1.920 Ha dan megalami peningkatan
87
pada tahun 2015 yaitu 2.885 Ha namun kembali mengalami penurunan luas panen sebesar 2.403 Ha pada tahun 2016. Sedangkan kondisi luas panen perkebunan juga sama yaitu tidak stabil karena mengalami penurunan dari tahun 2012 hingga 2014 dari 1.801,75 Ha menjadi 820,8 Ha lalu mengalami peningkatan di tahun 2015 dan 2016 menjadi 1.897,1 Ha. Produksi pertanian di Kecamatan Tinggimoncong mengalami peningkatan dari tahun 2012 hingga tahun 2016 dari 13.999 Ton menjadi 15.059 Ton hanya saja sempat mengalami penurunan pada tahun 2014 yaitu 10.014 Ton, sedangkan jumlah produksi untuk lahan perkebunan mengalami penurunan drastis dari tahun 2012 sebanyak 6.435,58 Ton hingga tahun 2016 hanya sebanyak 3.257,01 Ton. Penurunan dan ketidakstabilan dari luas panen dan produksi pertanian dan perkebunan yang ada di Kecamatan Tinggimoncong menurut masyarakat setempat disebabkan karena cuaca yang tidak menentu sehingga mempengaruhi produksi pertanian dan perkebunan, selain itu banyaknya perubahan lahan pertanian dan perkebunan menjadi lahan permukiman juga merupakan salah satu faktor tidak stabilnya luas panen dan produksi pertanian di Kecamatan Tinggimoncong.
88
3. Kearifan Lokal Masyarakat a. Nilai Budaya Lokal Masyarakat Bulutana Berdasarkan
visi
Kelurahan
Bulutana
yaitu
‘Terwujudnya
Masyarakat Kelurahan Bulutana yang Sejahtera, yang Didukung Oleh Pertanian yang Unggul Serta Sarana dan Prasarana Transportasi yang Memadai” maka dapat diketahui bahwa fokus utama pembangunan Kelurahan Bulutana ialah pada sektor pertanian dan peningkatan sarana dan prasarana guna mendukung perekonomian masyarakat. Dari visi tersebut dapat ditetapkan pula Misi pembangunan Kelurahan Bulutana yang tertuang dalan RENSTRA yang dilaksanakan dengan mengacu pada nilai budaya lokal yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat yang dirumuskan melalui prinsip masyarakat Bulutana yaitu:
Gambar 7. Prinsip Masyarakat Bulutana dalam Mendukung Kearifan Lokal
89
1) Assamaturu Nilai Assamaturu mengisyaratkan bahwa sumber kekuatan adalah kesepakatan bersama. Segala sesuatu yang akan dilaksanakan khususnya yang menyangkut kepentingan masyarakat harus diputuskan dan disepakati secara bersama. 2) Sipakatau Sipakatau adalah sifat yang tidak saling membeda bedakan. Maksudnya semua orang sama. Tidak ada perbedaan derajat, kekayaan, kecantikan dan sebagainya. Kita harus saling menghargai dan menghormati sesama, dan mengedepankan sifat dan sikap saling memanusiakan. 3) Sipakainga Sipakainga adalah sifat dimana kita saling mengingatkan. Apabila di antara kita yang melakukan kesalahan apa salahnya mengingatkan dan juga menjadi wujud saling menghormati dan saling memuliakan. 4) Sipakalabbiri Sipakalabbiri adalah sifat saling mengjargai sesama manusia. Kita sesama manusia harus saling menghargai. Semua manusia ingin diperlajukan dengan baik. Saling menghargai inilah yang diharapkan akan membawa manusia ke jalan yang benar, jasi initinya adalah, apabila kita ingin diperlakukan dengan baik maka perlakukan pula orang lain dengan baik.
90
5) Siri’ Napacce Membentuk harga diri yang lahir dari kesadaran bahwa harga diri tersebut hanya dapat dijaga jika terbina sikap saling menghormati, saling menghargai dan saling mengayomi. Menurut Koentjaraningrat mengutip Salam Basjah memberi tiga pengertian kepada konsep Siri itu ialah; malu, daya pendorong untuk membinasakan siapa saja yang telah menyinggung rasa kehormatan seseorang, atau daya pendorong untuk bekerja atau berusaha sebanyak mungkin. siri adalah rasa malu yang mendorong sifat untuk memberi hukuman moril atau membinasakan bagi yang melakukan pelanggaran adat terutama dalam soal atau masalah perkawinan. Menurut makna kultural, dalam seminar tentang siri yang diselegarakan oleh Universitas Hasanuddin tahun 1977 telah dirumuskan definisi siri yaitu sebagai sistem nilai sosio-kultural dan kepribadian yang merupakan pranata pertahanan harga diri dan martabat manusia sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat. 6) Toddopuli Toddopuli yaitu membentuk keteguhan hati, konsistensi dalam sikap dan tindakan dengan senantiasa mengantisipasi segala tantangan dan hambatan serta tanggap dalam hal perkembangan, tuntutan dan kecenderungan arah pembangunan.
91
7) Kontutojeng Nilai Kontutojeng mengisyaratkan pentingnya kesamaaan antara ucapan dengan perilaku atau perbuatan. Nilai ini selanjutnya membentuk keteladanan
dan
kepercayaan
yang
sangat
dibutuhkan
dalam
penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan dan pelestarian adat dan budaya (Rosdiana,. 2017 ; 105-107)
b. Sendi Dasar Semboyan Masyarakat Bulutana Hasil wawancara dengan bapak H. Mustari Ago selaku tokoh masyarakat adat mengatakan bahwa perwujudan kearifan lokal masyarakat Kelurahan Bulutana didasarkan oleh 4 (empat) sendi dasar semboyan masyarakat Bulutana yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pemerintahan dan pengelolaan lingkungan masyarakat Bulutana dan di tiap sendi yang ada memiliki acara adat masing masing sebagai perwujudan sendi dasar semboyan yang telah ditetapkan, yaitu : 1) Patumbu Tau Patumbu tau bertujuan untuk peningkatan sumber daya manusia. Upacara adat yang sering dilakukan ialah upacara pa’buntingang (pernikahan) dan khitanan. 2) Pambaungang Balla Pambaungang balla yang berarti pembangunan rumah uang bermakna pembangunan atau peningkatan sarana dan prasarana yang ada
92
di Kelurahan Bulututana untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Upacara ada yang masih sering dilakukan yaitu upacara adat naik riballa yang artinya naik rumah atau masuk rumah, upacara ini bertujuan untuk menunjukkan rasa syukur kepada Allah atas segala kelimpahan rezeki yang telah diberikan. 3) Patumbu Katallassang Patumbu katallassang bertujuan untuk peningkatan sumber daya alam yang ada di Kelurahan Bulutana. Upacara adat yang masih dilakukan hingga sekarang ialah: a) Appalili Appalili adalah sebuah acara adat yang dilakukan setiap tahun dimana seluruh masyarakat berkumpul bersama dengan para pemangku adat di rumah adat Balla Lompoa untuk bermusyawarah sebelum melakukan penanaman di sawah. Musayawarah dilakukan bertujuan untuk mendiskusikan penetapan waktu penanaman yang baik dan apa saja kendala yang dialami masyarakat dalam sistem pertanian. b) Appajeko Appajeko berarti membajak sawah , setelah dilakukan Appalili maka tahap selanjutnya adalah Appajeko yaitu menggarap sawah, penggarapan dilakukan tidak menggunakan mesin melainkan kerbau, proses Appajeko juga menentukan hasil panen masyarakat, apabila kerbau yang digunakan untuk membajak sawah tersebut membuang air besar
93
(BAB) di sawah selama proses Appajeko maka diprediksi hasil pertanian akan untung namun apabila kerbau yang digunakan membuang air kecil (BAK) selama proses Appajeko maka padi yang akan di tanam kelak akan dimakan tikus atau di serang oleh hama. Ada pantangan atau larangan yang dipercayai oleh masyarakat Bulutana yaitu ketika melaksanakan Appajeko yaitu tidak boleh menggunakan sepatu boot saat membajak sawah dan tidak boleh berdiri di pematang saawah saat dilakukan Appalili. c) Appanaung Bine Appanaung Bineberarti menanam benih di mana mulai dilakukan penanaman benih padi di sawah . d) Assaukang Assalukang merupakan bentuk rasa syukur masyarakat Bulutana setelah panen terakhir yang masih dilaksanakan hingga sekarang. Upacara adat Assaukang dilaksanakan di dua rumah adat yang ada di Kelurahan Bulutana yaitu rumah adat Balla Lompoa dan Balla Jambua di mana semua masyarakat berkumpul dan melakukan acara makan bersama seluruh masyarakat dan para pemangku adat yang ada.Upacara adat mulai dari Appalili hingga Assaukang seluruhnya dilaksanakan di dua rumah adat yaitu Balla Lompoa dan
Balla Jambua yang merupakan situs
budaya yang tertelak di lingkungan Butta Toa Kelurahan Bulutana.
94
Gambar 8. Situs Budaya Balla Lompa dan Balla Jambu yang Merupakan Tempat Dilaksanakannya Acara Adat 4) Pammoterang Ripamasena Prinsip pammoterang ripammasena bertujuan untuk peningkatan agama, budaya dan sosial. Upacara yang masih sering digunakan ialah Angngalle Banggi yang berarti takziah untuk mendoakan masyarakat yang telah meninggal dunia.
95
5) Alla’langi Alla’langi berarti pemerintahan umum berupa perlindungan hukum, keamanan dan ketertiban, bentuk upacara adat yang dilakukan adalah Akkammisi yaitu gotong royong. Pemerintah berperan untuk mengawasi dan mengkoordinir masyarakat untuk tetap mempertahankan budaya gotong royong untuk semua kegitan yang dilakukan masyarakat seperti budaya gotong royong dalam menjaga kebersihan lingkungan dan gotong royong dalam perbaikan atau renovasi sarana dan prasarana yang ada di Kelurahan Bulutana.
Gambar 9. Tradisi Akkammisi (Gotong Royong) Dalam Perbaikan Masjid Sebagai Perwujudan Sendi Dasar Alla’langi Pada Masyarakat Kelurahan Bulutana
96
4. Upaya Konservasi dan Pelestarian Lingkungan a. Upaya Konservasi dari Masyarakat Kelurahan Bulutana Upaya konservasi dari masyarakat Kelurahan Bulutana terwujud dalam sistem kearian lokal dalam pertanian, perkebunan dan kehutanan seperti : 1) Upaya Konservasi dan Pelestarian Linkungan pada Sistem Pertanian dan Perkebunan Kearifan lokal pada sistem pertanian yang ada di Kelurahan Bulutana
tercipta
melalui
prinsip
Patumbu
Katallassang
yaitu
peningkatan sumber daya manusia yang tercermin dari upacara adat Appalili (Musyawarah Adat), Appajeko (Membajak Sawah) dan Assaukang (Syukuran Hasil Panen) yang masih dijaga dan dilaksanakan hingga sekarang.Dalam struktur adat sampulonrua, terdapat susunan angggota yang disebut Batang Pa’jeko yang
bertugas mengatur
mengenai bidang pertanian dan perkebunan. Berdasarkan hasil wawancara kepada masyarakat petani yang ada di Kelurahan Bulutana, upacara adat dalam prinsip Patumbu Katallassang sangat membantu masyarakat dalam melakukan proses pertanian terutama dalam penentuan waktu panen karena apabila masyarakat melakukan waktu penanaman yang berbeda beda di luar hasil kesepakatan maka berdampak pada hasil pertanian mereka karena potensi tanaman pertanian mereka untuk diserang hama lebih besar dibandingkan
97
apabila mereka melakukan penanaman bersama sama berdasarkan hasil musyawarah Appalili. Di Kelurahan Bulutana juga memiliki sawah adat yang dinamakan Tanah Pakkaraengang yang diperuntukkkan untuk Karaeng Bulutana dan Tanah Pagallarrang yang diperuntukkan untuk Gallarang Bulutana tanah ini di garap dan dikelola secara gotong royong untuk masyarakat bersama Karaeng dan Gallarang Bulutana yang kemudian hasilnya akan dibagikan kembali kepada masyarakat dan untuk kebutuhan acara acara adat yang dilakukan. Menurut hasil wawancara dengan bapak Ramli selaku staff Kelurahan Bulutana yang juga merupakan keluarga dari salah satu pemangku adat, dahulu juga terdapat perkebunan adat namun seiring perkembangan jaman perkebunan tersebut sekarang bukan milik bersama lagi melainkan sudah atas nama pribadi.
Gambar 10. Persawahan dan Perkebunan di Kelurahan Bulutana
98
2) Upaya Konservasi dan Pelestarian Lingkungan Pada Sistem Kehutanan Berdasarkan profil Kelurahan Bulutana memiliki hutan adat seluas 4 Ha. Hutan adat ini dinamakan Parangtajju. Dikawasan hutan ini seluruh aktivitas selain ritual adat dan keagamaan sangat dilarang. Tidak hanya menebang pohon, bahkan menanam pohon pun tidak diperkenankan, termasuk larangan membuang kotoran, hutan ini dibiarkan tidak tersentuh sedikitpun sejak dahulu kala hingga tetap alami dan terjaga menurut masyarakat setempat, hutan tersebut disucikan hingga tidak ada najis sedikitpun yang bisa menyentuh. Kearifan lokal masyarakat dalam menjaga lingkungannya menurut hasil wawancara dengan tokoh adat yaitu Bapak H. Mustari Ago dilakukan dengan cara menginstruksikan atau menyarankan masyarakat melakukan penanaman tanaman jangka panjang pada setiap lahan kosong untuk menjaga lingkungan terutama menjaga sumber air yang ada di Kelurahan Bulutana karena tidak dipungkiri bahwa sumber air yang ada sekarang sudah mulai berkurang akibat perubahan lahan yang mengancam ketersediaan sumber daya air. Dalam sturktur adat sampulonrua, ada salah satu bagian khusus menangani pengairan, disebut Pinati yang berfungsi sebagai pengatur dalam bidang pengairan yang
memiliki peran vital dalam kaitan
ketersediaan dan distribusi air, termasuk menengahi konflik air antara petani.
99
Untuk
menjaga
agar
hutan
sekitar
sungai
tetap
terjaga
kelestariannya, masyarakat Kelurahan Bulutana memiliki cara unik sebagai upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan yaitu dengan menanami tanaman kopi dan tanaman perkebunan lainnya dengan tujuan agar tidak ada orang yang berani menebang pohon di kawasan tersebut karena pasti mereka berpikir daerah dengan pohon pohon tersebut pasti lahan milik orang. Dalam pengelolaan hutanpun masyarakat Bulutana memiliki aturan tersendiri, menebang pohon terutama merupakan suatu hal yang sakral, masyarakat baru bisa menebang setelah mendapat izin dari dewan adat setempat yang dalam permintaan izin harus disebutkan jumlah pohon yang akan ditebang, apabila mereka meminta dua pohon maka hanya dua pohin yang boleh ditebang tidak boleh lebih. b. Upaya Konservasi dari Pemerintah Upaya konservasi dan pelestarian lingkungan dari pemerintah diwujudkan melalui aturan yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Gowa Tahun 2012-2032 yang disahkan melalui Peraturan Daerah Kabupaten Gowa Nomor 15 Tahun 2015 dimana dalam pola ruang terdapat kawasan lindung berupa hutan konservasi yang dalam artian kawasan tersebut tidak dapat dibanguni atau diganggu dengan tujuan kelestarian lingkungan.
100
Hasil pengamatan penelitian yang telah dilakukan memang telah terdapat pelanggaran tata ruang di mana kawasan hutan lindung yaitu hutan konservasi pinus sudah berubah menjadi kawasan terbangun baik itu rumah tinggal maupun resort atau penginapan. Berdasarkan hasil wawancara dengan tokoh adat setempat mereka memang mengakui jika telah banyak terjadi pelanggaran tata ruang di kawasan lindung tersebut, namun para pemangku atau tokoh adat tidak memiliki wewenang atau payung hukum yang memberi mereka kewenangan kepada pemangku adat setempat untuk memberikan sanksi kepada pelanggar, sebaliknya pemerintah atau dinas terkait yang lebih berwenang untuk melakukan pemberian sanksi kepada pelanggar namun lemahnya pengawasan dan ketegasan dari dinas terkait merupakan salah satu faktor masuknya kawasan terbangun di kawasan lindung tersebut.
Gambar 11. Lahan yang Terbangun di Kawasan Konservasi yang merupakan Hutan Lindung
101
Hasil wawancara dengan ibu Iriani Djamaluddin selaku Kepala Bidang Tata Ruang juga tidak memungkiri adanya pelanggaran tata ruang dan lemahnya pengawasan kepada masyarakat, langkah dari pemerintah sekarang ialah dilakukannya revisi ulang mengenai aturan dan akan dilakukan pemetaan ulang terhadap kawasan lindung sehingga kawasan lindung yang tersisa akan diawasi dan dilakukan pelarangan terhadap pembangunan di kawasan lindung tersebut Dinas Tata Ruang bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi membentuk tim untuk menangani lahan yang telah beralih fungsi tersebut Bertambahnya jumlah penduduk disertai meningkatnya kegiatan pembangunan membawa akibat terjadinya pergeseran pola penggunaan lahan (konversi). Sering dijumpai banyaknya penggunaan lahan tidak sesuai dengan kemampuan lahan sehingga timbul berbagai masalah lingkungan seperti berkurangnya sumber daya air akibat berkurangnya jumlah pohon yang ada pada kawasan yang dilindungi.
5.
Strategi Pengembangan Kelurahan Bulutana dalam Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity and Therat) digunakan sebagai analisis untuk menyusun strategi pengembagan Kelurahan Bulutana dalam pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal, dimana penekanan bertumpu pada aspek kekuatan, kelemahan, peluang dan acaman yang
102
dari ke empat aspek tersebut diambil dan diperkuat dari hasil pembahasan, analisis dan survey lapangan yang telah dilakukan. Sesuai data dan informasi yang telah dijelaskan sebelumnya maka faktor- faktor analisis adalah sebagai berikut: 1. Analisis Faktor Internal a. Kekuatan (Strength) 1) Potensi sumber daya. Kelurahan Bulutana memiliki potensi sumber daya yang melimpah baik sumber daya alam maupun budaya yang kuat dan potensial seperti dari segi pertanian dan perkebunan yang dipengaruhi oleh bentang alam dan iklim daerah tersebut. 2) Potensi kearifan lokal yang terdapat di Kelurahan Bulutana menjadi dasar pengelolaan dan pelestarian lingkungan yang sangat penting dan apabila aspek kearifan lokal ditingkatkan akan banyak sekali memberikan sumbangsih positif kepada sistem pengelolaan dan pelestarian lingkungan. b. Kelemahan (Weakness) 1) Alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan terbangun, adanya peningkatan kawasan terbangun yang ada di kawasan lindung berupa kawasan konservasi yang melanggar aturan dalam RTRW Kabupaten Gowa, hal ini tentu saja mengancam kelestarian lingkungan apabila terus berkembang maka perlu peningkatan pengawasan terhadap tata ruang yang ada.
103
2) Tingkat kepedulian masyarakat terutama generasi muda untuk mempertahankan dan melestarikan adat istiadat yang berlaku sudah menurun. 3) Lemahnya kewenangan pemangku adat dalam pemberian sanksi kepada masyarakat yang melanggar aturan atau merusak lingkungan karena pihak dinas terkait dirasa lebih berwenang namun memiliki pengawasan yang kurang.
2. Analisis Faktor Eksternal a. Peluang (Opportunity) 1) Pengembangan
kawasan
wisata
budaya.
Kelurahan
Bulutana
berpeluang dalam pengembangan kawasan wisata baik wisata alam berupa air terjun Takapala
dan juga wisata budaya berupa
peninggalan sejarah Balla Lompoa dan Balla Jambua dengan berbagai upacara adat yang sering dilakukan. 2) Kebijakan pemerintah, kebijakan berupa arahan rencana tata ruang yang telah terbagi kedalam kawasan lindung dan kawasan budidaya dapat menjadi acuan dasar baik pemerintah maupun masyarakat dalam pengelolaan kawasan dan pelestarian lingkungan.
104
b. Ancaman (Threat) 1) Perkembangan penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan sumber daya alam terus meningkat. Ketersediaan sumber daya alam secara kuantitas ataupun kualitas tidak merata, sedangkan kegiatan pembangunan membutuhkan sumber daya alam yang semakin meningkat. Sumber daya alam seperti lahan pertanian relatif tetap, padahal penggarapan lahan dilakukan terus menerus, maka akan terjadi penurunan kualitas yang terus menerus. 2) Modernisasi menjadi salah satu faktor menurunnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan, aturan adat yang telah diberlakukan mulai dilupakan dan akhirnya terjadi berbagai permasalahan lingkungan. Untuk mengetahui besaran tiap variabel yang berpengaruh maka selanjutnya dibutuhkan analisis faktor strategis baik internal maupun eksternal sebagai berikut: Tabel 16. Analisis Faktor Strategis Internal (IFAS) No. 1
Faktor-faktor Strategis Kekuatan Potensi sumber daya Potensi kearifan lokal
Bobot
Nilai
Bobot X Nilai
0,4
3
1,2
0,5
4
2 3,2
Jumlah
0,9
7
105
No. 2
Faktor-faktor Strategis Kelemahan Alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan terbangun Tingkat kepedulian masyarakat Lemahnya kewenangan pemangku adat Jumlah Total
Bobot
Nilai
Bobot X Nilai
0,4
4
1,6
0,2
2
0,4
0,4
4
1,6
1
10 17
3,6 6,8
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Tabel 17. Analisis Faktor Strategis Eksternal (EFAS) No. 1
2
Faktor-faktor Strategis Peluang Pengembangan kawasan wisata dan budaya Kebijakan pemerintah Jumlah Ancaman Perekembangan penduduk Modernisasi Jumlah Total
Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Bobot
Nilai
Bobot X Nilai
0,3
3
0,9
0,3
3
1,2
0,7
6
2,1
0,1
2
0,2
0,2 0,3
3 5 11
0,6 0,8 2,9
106
Total skor pembobotan
didapatkan
dari
hasil penjumlahan skor
pembobotan dari semua faktor strategis. Total skor pembobotan berkisar antara 1-4 dengan rata-rata 2,5. Jika total skor pembobotan IFAS di bawah 2,5 maka dapat dinyatakan bahwa faktor internal lemah, sedangkan jika berada di atas 2,5 maka dinyatakan faktor internal kuat. Hal yang sama juga berlaku untuk total skor pembobotan EFAS (David dalam Amin,2013). Berdasarkan hasil skoring dan pembobotan faktor internal dan eksernal maka didapatkan hasil sebagai berikut : - Faktor Internal (IFAS): Kekuatan (S) – Kelemahan (W) = 3,2 – 3,6 = -0,4 (Faktor Internal Lemah)
- Faktor Eksternal (EFAS) Peluang (O) – Ancaman (T) = 2,1 -0,8 = 1,3 (Faktor Eksternal Kuat)
107
Peluang (O) Kuadran III Kuadran I Strategi Turn Around Strategi Agresif
O–T = +1,3 Kelemahan (W)
S–W = -0,4
Kuadran IV Strategi Defensif
Kekuatan (S)
Kuadran II Strategi Disersifikasi
Ancaman (T) Gambar 12. Grafik Analisis SWOT Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
Berdasarkan hasil analisis dari grafik analisis SWOT di atas menunjukkan bahwa strategi pengembangan Kelurahan Bulutana berada pada kuadran III atau strategi Turn Around yaitu strategi ini menghadapi peluang yang sangat besar tetapi di lain pihak memiliki kendala atau kelemahan yang sangat besar. Fokus strategi ini adalah meminimalkan masalah masalah internal sehingga dapat merebut peluang yang lebih baik, maka rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi W-O yang ditetapkan bersarkan pemanfaatan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada. Berikut Matriks SWOT untuk strategi pengembangan Kelurahan Bulutana dalam pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal :
108
Tabel 18. Matriks SWOT Strategi Pengembangan Kelurahan Bulutana Dalam Pelestarian Lingkungan Berbasis Kearifan Lokal Eksternal
Kekuatan (S) : 1. Potensi sumber daya alam. 2. Potensi kearifan lokal
Internal Peluang (O) : Strategi SO 1. Pengembangan 1. Mengembangkan kawasan wisata alam dan wisata budaya kawasan wisata dengan memaksimalkan potensi sumber daya yang dimiliki budaya. baik sumber daya alam maupun budaya. 2. Kebijakan 2. Meningkatkan promosi wisata dari pemerintah mengenai pemerintah peninggalan budaya yang ada dengan memanfaatkan acara adat sebagai bentuk kearifan lokal yang dapat menjadi daya tarik wisata. 3. Meningkatkan peran kearifan lokal sebagai dasar pengelolaan dan pelestarian lingkungan.
Kelemahan (W) 1. Alih fungsi kawasan 2. Tingkat kepedulian masyarakat 3. Lemahnya kewenangan pemangku adat Strategi WO 1.Meningkatkan pengawasan melalui kebijakan pemerintah terhadap pelanggaran alih fungsi kawasan yang ada di kawasan lindung guna menghindari kerusakan lingkungan. 2.Pengembangan kawasan wisata budaya dengan melibatkan elemen masyarakat dalam proses pengembangan kawasan dengan segala sumber daya alam dan budaya yang sangat potensial. 3.Melakukan pendekatan kepada masyarakat dan memberikan pengertian mengenai pentingya menjaga lingkungan alam dengan memaksimalkan kearifan lokal. 4.Meningkatkan kordinasi dan kerjasama antara pemerintah setempat dan pemangku adat mengenai pengawasan pemanfaatan ruang dan memberikan kebijakan pemangku adat setempat untuk menegur dan memberi sanksi kepada pelanggar tata ruang.
109
Eksternal
Kekuatan (S) : 1. Potensi sumber daya alam. 2. Potensi kearifan lokal
Internal Ancaman (T) : 1. Perkembangan
Kelemahan (W) 1. Alih fungsi kawasan 2. Tingkat kepedulian masyarakat 3. Lemahnya kewenangan pemangku adat Strategi WT
Strategi ST 1. Mengawasi
perkembangan
dan
dinamika
penduduk
1.Meningkatkan
pengawasan
terhadap
penduduk
yang
Penduduk
sehingga perkembangan lahan tetap pada aturan yang
membuka lahan agar tidak membangun di kawasan lindung
2. Modernisasi
berlaku dengan tidak menyalahi tata ruang guna pelestaria
dengan tetap mengawasi dan tidak memberikan izin kepada
lingkungan
bangunan yang berada di kawasan lindung.
2. Meningkatkan peran kearifan lokal terutama kepada
2.Meningkatkan
tingkat
kepedulian
masyarakat
melalui
generasi muda melalui upacara adat yang melibatkan
peningkatan peran kearifan lokal terutama dalam pengelolaan
generasi muda sehingga arus efek dari modernitas dapat
dan pelestarian lingkungan alam.
diminimalisir. Sumber : Hasil Analisis Tahun 2018
110
Berdasarkan grafik dan tabel tentang kuadran analisis SWOT di atas menunjukkan bahwan strategi pengembangan Kelurahan Bulutana dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan berbasis kearifan lokal berada pada Kuadran III yaitu strategi turn around maka rekomendasi strategi yang diberikan adalah strategi W-O (Kelemahan - Peluang) dengan memanfaatkan peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan yang ada.seluruh kekuatan dan memanfaatkan peluang sebesar besarnya. Maka rekomendasi stategi yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengawasan melalui kebijakan pemerintah terhadap pelanggaran alih fungsi kawasan yang ada di kawasan lindung guna menghindari kerusakan lingkungan. 2. Pengembangan kawasan wisata budaya dengan melibatkan elemen masyarakat dalam proses pengembangan kawasan dengan segala sumber daya alam dan budaya yang sangat potensial. 3. Melakukan pendekatan kepada masyarakat dan memberikan pengertian mengenai pentingnya menjaga lingkungan alam dengan memaksimalkan kearifan lokal. 4. Meningkatkan kordinasi dan kerjasama antara pemerintah setempat dan pemangku adat mengenai pengawasan pemanfaatan ruang dan memberikan kebijakan pemangku adat setempat untuk menegur dan memberi sanksi kepada pelanggar tata ruang. Selain strategi pengembangan yang telah di analisis melalui metode SWOT di atas alternatif strategi pengembangan wilayah lainnya dapat ditambahkan melalui penguatan teori yaitu :
111
Menurut Ridwan (2013) dalam Yuliawati, (2016 ; 6) untuk melaksanakan usaha pelestarian lingkungan hidup, diperlukan program-program yang disusun secara sistematis, berjenjang dan berkesinambungan. Program-program pelestarian lingkungan hidup tersebut dapat dilakukan dengan cara 2. Melakukan reboisasi pada lahan-lahan yang kritis, tandus dan gundul, serta melakukan sistem tebang pilih atau tebang tanam agar kelestarian hutan dan sumber air yang ada dapat terjaga, dan 3. Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap lahan yang terbangun di kawasan lindung serta mencegah agar tidak terjadi lagi alih fungsi lahan di kawasan lindung, hal ini telah diprogramkan oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Penataan Ruang, Dinas Kehutanan dan Dinas Lingkungan Hidup. Menurut Eckersley dalam Suparmini (2012 ; 13) Pendekatan Human Welfare Ecology menekankan bahwa kelestarian lingkungan tidak akan terwujud apabila tidak terjamin keadilan lingkungan, khususnya terjaminnya kesejahteraan masyarakatnya. Maka dari itu perlu strategi untuk dapat menerapkannya antara lain : 1. Strategi pertama, melakukan perubahan struktural kerangka perundangan dan praktek politik pengelolaan sumberdaya alam, khususnya yang lebih memberikan peluang dan kontrol bagi daerah, masyarakat lokal dan petani untuk mengakses sumberdaya alam (pertanahan, kehutanan, pertambangan, kelautan). Dalam hal ini lebih memihak pada masyarakat lokal dan petani dan
112
membatasi kewenangan negara yang terlalu berlebihan (hubungan negara – capital – masyarakat sipil) 2. Strategi kedua, menyangkut penguatan institusi masyarakat lokal dan petani, dalam hal ini berbagai elemen yang terkait melakukan kerjasama dan penguatan terutama dalam pengawasan dan pengendalian fungsi lahan. Penguatan nilai kearifan lokal dalam pengelolaan dan pelestarian lingkungan Kelurahan Bulutana sebagai upaya untuk melestarikan lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Kerjasama yang baik dari pemerintah, pemangku adat dan masyarakat setempat dalam menjaga tradisi dan menjaga kearifan lingkungan sangat diperlukan, selain sebagai lembaga yang menaungi dan melindungi masyarakat, kekuatan nilai kearifan lokal dalam hal ini para pemangku adat dapat menjadi pengendali dan pengawasan terhadap masyarakat Kelurahan Bulutana terutama dalam hal tata ruang dan peningkatan sumber daya yang dimiliki sebagai potensi yang sangat besar untuk dikembangkan. Nilai kearifan lokal yang telah ada hendaknya tetap dipertahankan dan dilestarikan sehingga partisipasi generasi muda sebagai penerus budaya setempat harus ditingkatkan, salah satu langkahnya ialah melibatkan generasi muda disetiap kegiatan adat dan memberitahukan pentingnya budaya tersebut untuk tetap dipertahankan guna kelestarian sumber daya baik sumberdaya alam maupun budaya.
113
6. Pengelolaan dan Pelestarian Lingkungan dalam Perspektif Islam Islam merupakan agama yang mengatur segala aspek hubungan yang ada pada manusia baik hubungan manusia dengan sesama manusia maupun manusia dengan lingkungannya melalui Al-Qur’an dan Hadist yang telah diturunkan yang digunakan sebagai pedoman hidup manusia sebagai sumber hukum syariat untuk menjalankan kehidupannya baik mereka yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan tidak terkecuali bagi masyarakat adat. Manusia diangkat Allah sebagai khalifah. Kekhalifahan menuntut manusia untuk memelihara, membimbing dan mengarahkan segala sesuatu agar mencapai maksud dan tujuan penciptanya (Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an 1996:27). Manusia sebagai khalifah di muka bumi diperintahkan untuk mengatur alam ini dan memelihara potensi sumber daya alam. Dengan demikian, kalau tugas kekhalifahan manusia dapat dilaksanakan dengan penuh pengabdian, maka akan tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam lingkungannya. Hal ini berarti bahwa manusia dituntut untuk saling menghormati atau saling memelihara diantara sesama manusia. Manusia juga dituntut menghormati makhluk-makhluk yang lain. Bertalian dengan ini, Quraish Shihab mengemukakan bahwa, etika agama terhadap alam megantar manusia untuk bertanggungjawab, sehingga tidak melakukan pengrusakan. Akhlah yang dajarkan Al-Qur’an untuk memelihara lingkungan bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi.
114
Menurut pandangan Islam, manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang tumbuh dan terhadap apa saja yang ada di alam ini. Etika atau moral agama menuntut manusia bertanggungjawab terhadap alam (kelestarian lingkungan), sehingga manusia tidak melakukan pengrusakan. Manusia diberi hak mencari nafkah dan mengelola alam ini untuk tidak melakukan kerusakan di dalamnya (Bahaking Rama, 2003:222). Dengan kedudukan sbagai khalifah itu, manusia diberi tanggungjawab besar, yaitu diserahi mengatur bumi ini dengan segala isinya. Firman Allah dalam QS. Al-Baqarah ayat 29 yaitu:
ٍ س َم َاوا ت َو ُه َو ِب ُك ِِّل ِ س َم َّ ض َج ِميعًا ث ُ َّم ا ْست ََو ٰى ِإلَى ال ِ ُه َو الَّذِي َخلَقَ لَ ُك ْم َما فِي ْاْل َ ْر َ س ْب َع َ س َّوا ُه َّن َ َاء ف ع ِليم َ ٍَيء ْ ش Terjemahannya: “Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu, dan dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan dia Maha Mengetahui segala sesuatu” (Kementrian Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya). Tafsir al-Misbah oleh Muhammad Quraish Shihab menjelaskan maksud atau tafsir dari ayat tersebut ialah sesungguhnya Allah yang harus disembah dan ditaati adalah yang memberikan karunia kepada kalian dengan menjadikan seluruh kenikmatan di bumi untuk kemaslahatan kalian. Kemudian bersamaan dengan penciptaan bumi dengan segala manfaatnya, Allah menciptakan tujuh lapis langit
115
bersusun. Di dalamnya terdapat apa-apa yang bisa kalian lihat dan apa-apa yang tidak bisa kalian lihat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. Manusia diberi hak untuk mengelola alam ini, mengkonsumsi yang dibutuhkan, tetapi di tangan manusia pula diletakan tanggung jawab pemeliharaan kelestarian alam. Oleh karena tu manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap alam, karena akan berdampak merusak ekosistem yang pada gilirannya akan menyulitkan kehidupan manusia itu sendiri. Dalam perspektif ilmu akhlak, maka manusia pun harus berakhlak kepada alam.Selain ayat Al-Qur’an, pelestarian lingkungan juga dijelaskan melalui hadist sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda: َ ُع زَ ْرعًا فَيَأ ْ ُك َل ِم ْنه صدَقَة ُ أ َ ْو يَ ْز َر,سا ً س غ َْر ُ َما ِم ْن ُم ْس ِل ٍم يَ ْغ ِر َ طيْر أ َ ْو ِإ ْن َ سان أ َ ْو بَ ِه ْي َمة ِإالَّ كَانَ لَهُ بِ ِه Terjemahannya: “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman atau menabur benih lalu menakan dari hasil tanamannya; burung, manusia atau binatang melainkan Allah mencatat dari apa yang telah dimakan tadi sebagai sedekah baginya.” (HR. Imam Bukhari No. 2195 dan Shahih Muslim No. 1553). Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim menuturkan bahwa hadits ini menjelaskan tentang keutamaan menanam pohon dan bercocok tanam,
116
dan bahwasanya pahala orang yang mengerjakannya akan terus mengalir selama pohon dan tanaman tersebut masih hidup dan berkembang biak hingga hari kiamat. Dalam Tafsir al-Munir dijelaskan bahwa penggunaan kata “memakan” bisa mencakup segala bentuk pemanfaatan , jadi hadits di atas secara luas dapat diartikan “dimanfaatkan”, artinya orang yang menanam pohon akan mendapat pahala selama pohon tersebut masih dapat dimanfaatkan oleh makhluk hidup. Begitu pentingnya hal ini, sampai para ulama’ menetapkan bahwa bercocok tanam dan menanam pohon hukumnya fardhu kifayah, dan pemerintah wajib memerintahkan rakyatnya untuk mengerjakannya. Oleh karena itu, memelihara lingkungan dengan upaya penanaman tanah-tanah gundul (reboisasi) atau penanaman lahan lahan agar tidak terjadi kerusakan alam, pentingnya menaati aturan mengenai peruntukan lahan juga perlu dilakukan sehingga tidak terjadi pelanggaran tata ruang.