BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Urgensi
Perlunya
Memperluas
Kewenangan
Bawaslu
Dalam
Pengawasan Keuangan Partai Politik Dalam Mewujudkan Pemilu Jujur dan Adil. Adapun
beberapa
hal
yang
mendasari
perlunya
memperluas
Kewenangan Bawaslu Dalam Pengawasan Keuangan Partai Politik dalam Mewujudkan Pemilu Jujur dan Adil, yakni: 1.
Problematika Keuangan Partai Politik Partai politik mempunyai peran penting baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses pemilihan kepemimpinan nasional di Indonesia. Fungsi partai politik yang strategis itupun digunakan sebagaiasarana komunikasi politik, untuk itu partai politik harus menampung,
memberikan
alternatif
solusi
dan
mempercepat
pelaksanaan aspirasi masyarakat. Kader-kader partai politik yang memiliki
kedudukan
di
lembaga
legislatif maupun
eksekutif
memperjuangkan aspirasiamasyarakat tersebutadengan memasukkan aspirasiamasyarakat tersebutamenjadiakebijakan pemerintah.76 Selain itu, partai politik juga memiliki fungsi untuk sarana sosialisasi politik, sarana rekrutmen politik, dan sarana pengatur konflik.77
MarkusaH. Simarmata, 2018, Hambatan TransparansiaKeuanganaPartai Politik DanaKampanye Pemilihan Umum, JurnalaLegislasiaIndonesia Vol 15 No.1 – EdisiaMaret, hal 22 77 Miriam Budiardjo, Op Cit., hal 405 76
55
Untuk melaksanakanasemua fungsiapartai politikatersebut maupun untuk berkompetisiadengan partai-partaialainnya dan untuk memberikan saranadan kritik terhadapakebijakan publik maka partai politikamembutuhkan
dana
yangabesar.
Ramlanadan
Didik78
mengemukakanabahwa prosesapolitik demokratis tidakaakan dapat berlangsung tanpa sumber keuangan. Tanpa danaayang memadai, partai politik tidakaakan dapatamengorganisasi dirinya, para politikusatidak akan dapataberkomunikasi dengan baik, danakampanye Pemilu tidak akanadapat dilaksanakan. Singkat kata, partai politikamemerlukan dana yang cukup besarauntuk dapatamelaksanakan fungsinya, baik sebagai jembatan antaraamasyarakat dengan negaraamaupun sebagaiapeserta pemilu. Namun
seiring
dengan
perkembangan
perekonomian
masyarakat dan tingkat kebutuhan dalam proses penyelenggaraan yang membutuhkan keuangan partai politik yang tidak sedikit, kinianyaris tidak ada partaiapolitik yang hidupasepenuhnya dari iuranaanggota dan sumbangan APBN/APBD.79 Akan tetapiauang tidak pernahatidak menjadi masalah dalam demokrasi (money is never unproblematic in democracy). Tidak saja karenaauang mengendalikanaprosesapolitik (uangamerupakan salah satuasarana mendapatkanakekuasaan), atetapi
78
Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, Op Cit., hal 3 Didik Supriyanto, 2012, Kebijakan Bantuan Keuangan PartaiaPolitik: Review Terhadap PP No.5/2009 Dalam RangkaaPenyusunan PeraturanaPemerintah BaruaBerdasar UU No.2/2011, dalamaDana Kampanye: Pengaturan Tanpaa Makna, Jurnal Perludem Volume 3 Mei, hal 154 79
56
jugaapolitikamengendalikanauanga (jabatan dalam politikadapatapula digunakan
untukamendapatkan
uang).
Karena
ituauang
jugaamerupakan akarasejumlah kejahatanapolitik.80 Adapunabentukbentukakejahatan politikayang berkaitan denganakeuanganapartai politik, yakni:81 1. Paraapolitikus
dan
partai
politikamungkinatergoda
memberikanaperhatian khususapada uang sebagai alat tukar atasakontribusi politik yang diberikan (korupsi); 2. Uang dapat menyebabkanapersaingan yangatidak adil; 3. Uang jugaadapat mendorongapolitikus melakukanatindakan antidemokrasiaberupa
membeliasuara
pemiliha
(vote
buying) untukamendapatkan jabatan; dan 4. Jika kesuksesanadalamapemilu tergantung pada akses pada uang, partai politik atau warga negaraayang tidak kaya tetapi memiliki
kemampuanadan
integritas
niscaya
akan
takut/engganamendaftarkan diri sebagai peserta pemilu. Jika suatuapartai politik mampu menarikadana dalamajumlah yang sangat besar dari pendukung yang sangat kaya, partai ini niscaya akan memilikiakeuntungan lebih daripada partai lain yang tidakaatau hanya memilikiadukungan yang sedikit. aSumber keuangan yang besar memangatidak menjadi jaminan suksesadalam memenangiapemilu,
80 81
Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, Op Cit., hal 3 Ibid, hal 3-4
57
tetapi partai/kandidatayang memilikiadana dalam jumlahabesar jelas memilikiapeluang lebih besaradaripada partai/kandidat yang tidak atau kurang memilikiadana. Pada pihak lain, begituaseseorang atauasuatu partai mendapatkan kekuasaan dalamalembaga legislatifadan/atau lembaga eksekutif, kewenanganadalam membuat dan melaksanakan legislasi dan anggaranadapat pula digunakan sebagaiasaranaauntuk mendapatkanauang dalam jumlah besar. Uang dalam jumlah besar ini kemudian digunakan sebagai saranaamemelihara dan mempertahankan kekuasaan melaluiapemilu berikutnya. Setidak-tidaknyaasebagian petahana (incumbent) terpilih kembaliasecara terus-menerus karena prosesaseperti ini. Kalauahal seperti ini berlangsungaterus, yangaterjadi bukanlah kedaulatanarakyat, melainkanakedaulatan uang. Yang terjadi kemudian bukanasuara rakyatlah yang menjadiapenentu, melainkan kepentingan pemilikauanglahayang menentukan siapaayang berkuasa danapemilik uangapulalah yang menentukan pola dan arahakebijakan publik.82 Apabilaamengrefleksikan terhadapahasil evaluasiapelaksanaan Pemilu Tahun 2014 yang dilakukanaoleh Rumah Pemilu, tercatat salah satu isu sentral yang diarekomendasikan untuk di perbaiki pada pemilu 2019 ialah soalaaturan dan dana kampanye.83 Permasalahan terkait keuangan partai politik saat ini yakni:
82
Ibid Rumah Pemilu, 2014, Pemilu 2014 di Indonesia: Laporan Akhir oleh Rumah Pemilu, rumahpemilu.org, hal 62 83
58
a.
Penerimaan pendanaan partai politik yang dilakukan dengan merekayasa laporan keuangan partai politik. Modus yang dilakukan dengan cara: 1) terdapat data penyumbang yang identitasnya fiktif, baik karena nama penyumbang maupun alamat penyumbang tidak bisa di konfirmasi sama sekali; 2) adanya data penyumbang, baik individu maupun badan usaha yang dari total sumbangan maksimal yang di perbolehkan undang-undang diketahui melebihi jumlah sumbangan.84 Meskipun ketentuan UU Partai Politik telah memberikan besaran jumlah sumbangan kepada partai politik untuk perseorangan bukan anggota Partai Politik, paling banyak senilai Rp 1.000.000.000 per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran85 sedangkan perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000 per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran86. Akan tetapi Modus yang digunakan adalah dengan memecah besaran sumbangan ke berbagai pihak. Sehingga nantinya terlihat besaran sumbangan kepada partai politik telah sesuai dengan peraturan perundangundangan.
b.
Transparansiapengeluaranakeuanganapartai
politik.
Halaini
didasarkanaantara lain: Pertama ketidakjelasanapengunaan dana
84
Ibid Lihat pasal 35 ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik 86 Lihat pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik 85
59
kampanye.
Padahalapenggunaanaanggaran
partai
politik
seharusnya secaraatransparan diketahui publik agaradiketahui kemana dana yangadiperoleh mengalir dan sebaliknya; Kedua pola pengeluaran tidak mencerminkanafungsi partai politik. Pengeluaran
terbesaradialokasikan
untukamembiayai
dua
kegiatanaberikut: pertemuan limaatahunan (kongres, aMunas, Muktamar) dan tahunan, aprosesapencalonan danakampanye pemilu. Halaini dapat dilihat padaakongres partaiagolkarayang menghabiskanaRp 70 Milyar selama 5 hariapenyelenggaraan.87 Selain kedua kegiatan utamaatersebut, jenis pengeluaran lainya adalahakegiatan pendidikan politik (peningkatan kesadaran masyarakat berbangsa dan bernegara, peningkatatan partisipasi politik,
peningkatanakemadirian,
kedewasaan,
danapembangunan karakter bangsa), danakegiatan operasional kesekertariat, kegiatan rekrutmen, kaderisasi, danarepresentasi politik hampiratidak ada atau menempati porsi yang sangat kecil dalam artiawaktu maupunaanggaran.88 c.
Administrasi pencatatan dan pertanggung jawaban anggaran keuangan partai politik yang masih terjadi permasalahan, diantaranya: 1) pembukuan dan pertanggungjawabanaanggaran
87 Christie Stefanie dalam CNN Indonesia, 2016, Munas Luar Biasa Golkar Telan Biaya Rp70 Miliar, URL: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160414121858-32-123913/munasluar-biasa-golkar-telan-biaya-rp70-miliar, diakses pada tanggal 18 Desember 2018 88 Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, Op Cit., hal 1
60
belumatransparan danaakuntabel. Hal ini terjadiakarena kegiatan mencatat
semuaapenerimaan
danapengeluaran
besertaaalat
buktinyaabelumamembudaya; 2) adanya pelaporan fiktif. Bahkan pelaporan dana kampanye Pilkada Tahun 2018, berdasarkan catatan peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) bahwa laporan dana kampanye hanya bersifat formalitas dan digunakan hanya sebagai syarat administratif.89 Kemudian hasil penelitian JPPR menyebutkan auditor publik selama iniatidak melakukanapemeriksaan investigatifaterhadap laporan danaakampanyeayang dikumpulkan pesertaapilkada kepada KPU. audit kepatuhanayang diaturaperaturan KPUahanya bersifataadministratif, tanpa memeriksaakecocokanapenerimaan dan pengeluaran kampanyeapeserta pilkadaadi lapangan. Pelibatan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pilkada pun tidak efektif. Mengingat peserta pemilu kerap menerima sumbangan dalam bentuk tunai. Permasalahannya, banyak aktivitas dana kampanye tidak lewat rekening sehingga lolos jeratan hukum. PPATK tidak bisa mengontrol.90
Akibatnya,
sulit
untuk
meminta
pertanggungjawaban partai politik peserta pemilu secara politik
Abraham Utama dalam BBC News, 2018, LaporanaDana Kampanye: FormalitasaYang Tak BerujungaPenindakan, URL: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43058729, diakses pada tanggal 20 November 2018 90 Ibid 89
61
maupun secara hukum, terhadap segala bentuk penyelewengan yang dilakukan. Terbukti pada pelaksaan Pilkada Tahun 2018 terdapat 4 calon kepala daerah yang Terima Suap untuk Modal Kampanye, yakni:91 Pertama, Calon Gubernur Sulawesi Tenggara, Asrun yang diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah senilai Rp 2,8 miliar. Kedua, Calon Gubernur Nusa Tenggara Timur Marianus Sae yang diduga menerima suap dari PT Sukses Karya Inovatif sebesar 5,9 Miliar. Ketiga, Petahana Bupati Subang Imas Aryumningsih yang diduga menerima suap dari PT Alfa Sentra Property senilai 1,4 miliar. Keempat, Petahana Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko yang diduga menerima suap dari Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang Inna Silestyanti sebesar Rp 275 juta. Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa uang suap yang diterima oleh calon kepala daerah dominan digunakan untuk membiayai dana kampanye. Pada hakikatnya seluruh rangkaian proses penyelenggaran Pemilu terletak pada baik buruknya demokrasi yang salah satu indikatornya terletak pada kualitas Pemilu. Partai politik merupakan salah satu aktor terpenting yang mempengaruhi kualitas demokrasi guna
91 Robertus Belarminus dalam Kompas, 2018, 5 Calon Kepala Daerah Ini Diduga Terima Suap untuk Modal Kampanye, URL: https://nasional.kompas.com/read/2018/03/02/09164901/5-calon-kepala-daerah-inididuga-terima-suap-untuk-modal-kampanye?page=all, diakses pada tanggal 20 November 2018
62
mewujudkan pemilu yang jujur dan adil. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar Pemilu dapat menjadi parameter demokrasi yakni pertama, Pemilu yang demokratis akan memperkuat legitimasi dan kredibilitas pemerintahan hasil Pemilu; kedua, konflik akibat ketidakpuasan hasil Pemilu dapat ditekan karena Pemilu dapat dipertanggungjawabkan secara baik kepada publik; dan ketiga, dalam beberapa kasus dapat meningkatkan partisipasi politik karena apatisme yang disebabkan oleh kecurangan dalam Pemilu dapat dinetralisir. Hubungan yang tercipta antara Bawaslu dan Partai Politik merupakan hubungan yang timbul antara penyelenggara pemilu dan peserta pemilu. Selaku penyelenggara pemilu kewenangan Bawaslu dalam melakukan pengawasan keuangan partai politik bersumber pada kewenangan atribusi yang diberikan oleh Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu terkait tugas Bawaslu dalam melakukan pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran pemilu92, mencegah terjadinya politik uang93, dan mengevaluasi pengawasan pemilu.94.
2. Pengawasan Keuangan Partai Politik di Berbagai Negara Pengembangan ilmu hukum, khususnya hukum pemilu, dibutuhkan adanya suatu perbandingan dengan negara lain. Andi Hamzah, yang mengutip pendapat Kokkini-latridou mengemukakan
92
Lihat pasal 93 huruf b Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Lihat pasal 93 huruf e Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu 94 Lihat pasal 93 huruf k Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu 93
63
tujuan mempelajari perbandingan hukum secara internasional pada umumnya, dimana tujuannya antara lain adalah menguntungkan terciptanya
pengetahuan
hukum
sipil,
memberi
tambahan
perkembangan bagian perbandingan umum untuk setiap bagian disiplin ilmu hukum, perkembangan hukum baru internasional, memberi kontribusi
perundang-undangan,
interpretasi
peraturan,
serta
memberikan bantuan perkembangan yuridis sebagai tujuan pada umumnya. Berdasarkan pengalaman berbagai negara terdapat 3 konsep pengawasan keuangan partai politik. Maka sebagai bahan studi perbandingan penulis fokus terhadap negara Inggris, Afrika Selatan, dan Amerika.95 Pertama, Inggris dalam halapenerimaan danapenggunaan keuangan partai politikabaik untuk kegiatanasehari-hari partai maupun untuk
kegiatanakampanye
Pemiluadilakukan
oleh
Electoral
Commission United Kingdom (KPU Inggris). Inggrisamenggunakan konsep iniakarena KPU Inggris hanyaabertugasamenyelenggarakan pemilihanaumumaanggota Parlemen saja. Kedua, Afrika Selatan membaginya menjadi 2 fungsi, yakni: BPKauntuk semuaapenerimaan danapenggunaanaDana Publik (APBN dan APBD) sedangkan KPU untuk semua penerimaanadan penggunaanaDana Non Publik. Ketiga, Amerika dalam halamengawasi dan menegakkanaketentuan tentang
95
Ramlan Surbakti, 2015, Roadmap Pengendalian Keuangan Partai Politik Peserta Pemilu, Kemitraan: Jakarta, hal 27-28
64
DanaaKampanye
Pemiluadilaksanakan
olehaFederal
Election
Commission (FEC). Bahwa FECamerupakan Lembagaakhusus di luar KPU dan BPK. Sebelum melakukan analisa terhadap regulasi pemilu di negara lain, terdapat satu pertanyaan yang perlu untuk diselesaikan. Apakah dalam melakukan studi perbandingan, atau mengambil sistem hukum di negara lain, kita hanya berpedoman pada negara-negara yang memiliki sistem hukum yang sama (hanya dapat melihat sesama negara anglo xacon atau eropa continental? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan menguraikan dalam point sebagai berikut: a.
Dalam perbandingan hukum dikenal adanya dua keyakinan tentang unsur yang mendasari terjadinya adopsi hukum, salah satunya adalah bahwa adopsi hukum dapat terjadi meskipun ada perbedaan antara sistem hukum yang dijadikan model untuk ditiru dengan sistem hukum penerima. Zweigert dan Kotz menegaskan pendapat Rudolf Jhering yang penulis kutip dari Sundari dalam bukunya “Perbandingan Hukum dan Fenomena Adopsi Hukum” menyatakan bahwa: “....adopsi hukum asing ke suatu negara bukan merupakan masalah nasionalitas, akan tetapi lebih pada masalah bagaimana kegunaan dari sistem hukum yang akan ditiru dan kebutuhan dari negara yang akan menerima. Tak seorangpun akan mengadopsi hukum dari tempat yang jauh apabila di tempat sendiri sudah baik dan sebaliknya, akan terlihat bodoh apabila ada bunga yang indah tidak
65
mau diambil hanya karena bukan berasal dari kebun sendiri....” 96 b.
Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Rudolf Jhering tersebut, bahwa yang dicari dalam melakukan perbandingan hukum yang didasarkan pada suatu unsur perbedaannya adalah nilai-nilai yang tekandung dalam sistem hukum yang berbeda tersebut, sehingga dalam hal ini nantinya akan mengambil yang dianggap lebih baik dari yang dimiliki sendiri untuk kemudian diadopsi berdasarkan kegunaan dan kebutuhan dari negara penerima.
c.
Mengutip dari penyataan Rudolf Jhering yang penulis kutip dari Sundari dalam bukunya “Perbandingan Hukum dan Fenomena Adopsi Hukum”97 terlihat jelas bahwa yang dicari dalam melakukan perbandingan hukum yang didasarkan pada suatu unsur perbedaannya adalah nilai-nilai yang tekandung dalam sistem hukum yang berbeda tersebut, sehingga dalam hal ini nantinya akan mengambil yang dianggap lebih baik dari yang dimiliki sendiri untuk kemudian diadopsi berdasarkan kegunaan dan kebutuhan dari negara penerima.
d.
Romli Atmasasmita juga memberikan penjelasan mengenai hal ini, ia berpendapat bahwa perkembangan terkini mengenai kedua sistem hukum tersebut sesungguhnya saat ini hampir tidak bisa
96 Sundari, 2014. Perbandingan Hukum dan Fenomena Adopsi Hukum. Yogyakarta. Cahaya Atma Pustaka. hal. 27 97
Sundari, Op Cit, Hal 27
66
dibedakan secara tajam, karena telah terjadi hasil proses yang disebut dengan “transpalantasi konsep hukum”,
98
dari sistem
hukum Civil Law ke sistem hukum Common Law. Mengenai hal ini, Maxino Langer menjelaskan sebagai berikut: I propose the metaphor of the legal transalation as an alternative heuristic device to employ when analisyng the transfer of legal ideas and instituions betewen legal systems. Thus, the transfer of legal institutions from one system to the other can be understood as translations from one system of meaning to the other. 99 e.
Artinya, dalam melakukan studi perbandingan pada era hukum modern ini, kita tidak bisa menutup diri dari sistem manapun. Oleh karena itu yang dipikirkan, bukan mengenai sistem apa yang digunakan oleh negara yang dibandingkan, melainkan bagaimana keberhasilan yang telah diraih oleh negara tersebut mengenai keberlakuan suatu hukum. Berdasarkan ketiga konsep pengawasan keuangan partai politik yang ada di Inggris, Afrika Selatan, dan Amerika. Maka jika memperbandingakan dengan negara Inggris, hal iniatampaknya tidak tepataditerapkan diaIndonesia karena beban kerja KPUasudah sangat banyak sehingga penugasan kepada KPUauntuk penegakanaketentuan keuanganapartaiatidak akan efektif. Kemudian jikaamemperbandingkan dengan negara Amerika juga bukanapilihan yang tepatakarena akan menambahainstitusi
yang
terlibat.
Sehinggaamenurut
penulis
98 Romli Atmasasmita, 2017. Rekonstruksi Asas Tiada Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta, PT. Gramedia. Hal 60. 99 Dalam Romli Atmasasminta, ibid. Hlm. 60
67
pengawasan keuangan partai politik yang tepat untuk diterapkan di Indonesia adalah negara Afrika Selatan, namun dengan catatan beberapa perubahan. Afrika Selatan tidak mewajibkan keterbukaan ini tetapi publik bisa mendapatkan informasi mengenai keuangan partai politik lewat undang-undang hak atas informasi. Indonesia bisa mencontoh pengaturan hukum dari negara-negara lain terkait keterbukaan dana partai yang diterima.100 Perbedaan yang esensial dalam aturan keuangan partai politik di Afrika Selatan dan Indonesia yakni batasan sumbangan dana kepada partai politik. Apabila melihat pada negara Indonesia terkait sumbangan yang dapat diterima oleh partai politik adalah paling banyak senilai Rp 1.000.000.000 per orang dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran sedangkan perusahaan dan/atau badan usaha, paling banyak senilai Rp 7.500.000.000 per perusahaan dan/atau badan usaha dalam waktu 1 (satu) tahun anggaran sedangkan Afrika Selatan tidak membatasi besaran sumbangan kepada partai politik. Mengingat penyelenggara pemilu yang ada di Indonesia terdiri dari KPU, Bawaslu, dan DKPP. Maka lebih baikamendayagunakan lembaga yangasudahaada daripada membentukalembaga baru. Karena itu diusulkanaagar tugas dan kewenanganamenegakkanaketentuan tentang
keuanganapartai
politik
dilimpahkanakepada
Badan
Pengawasan Pemilua (Bawaslu). Sebab ketiga lembaga tersebut
100
Sekar Anggun Gading Pinilih, 2017, Mendorong Transparansi Dan Akuntabilitas Pengaturan Keuangan Partai Politik, MIMBAR HUKUM Volume 29, Nomor 1, Februari, Hal. 77
68
memiliki fungsi yang berbeda. KPU selaku penyelenggara Pemilu yang melaksanakan Pemilu, DKPP lembaga yang bertugas menangani pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu, dan Bawaslu lembaga Penyelenggara Pemilu yang mengawasi Penyelenggaraan Pemilu.
3. Bawaslu sebagai Lembaga Permanen yang Diamanatkan Guna Penjamin Hak Politik Bahwa kehadiran Bawaslu sebagai penyelenggara pemilu adalah untuk memberikan jaminan terhadap pelaksanaan demokrasi yang berdasar pada hukum. Konstitusi sebagaiahukum tertinggi lahirauntuk melindungi
hak-hakaasasi
manusia
termasuk
hakapolitik
pada
pelaksanaanapemilu. Dalam kaitannya hak wargaanegara dalam bidang politik, penyelenggaraan Pemiluamemiliki hubunganayang eratadengan persoalan Hak AsasaiaManusia (HAM). Dalam praktek pemiluadi Indonesia, pemilu pertama 1955 dianggap sebagai pemilu yang paling demokratis. Karena pada pemilu pertama tahun 1955, prinsip dasar yang melandasi pemilu waktu itu ialah prinsip negara hukum yang asas tunggalnya asas legalitas.101 Asas ini dalam pemilu mengandung makna bahwa penyelenggaraan pemilu dalam rangka menjamin hak pilih warga negara dalam pemilu dan membatasi kekuasaan agar pemilu berjalan secara tertib, sehingga
101
Dapat dicermati konsiderans menimbang Undang-undang Nomor 7 Tahun 1953 Tentang Pemilihan Anggota Konstituante Dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat
69
berbagai kalangan mengatakan bahwa pemilu tahun 1955 tersebut merupakan pemilu yang diselenggarakan penuh dengan kejujuran dan keadilan (jurdil). Pada pelaksanaan pemilu tahun 1955 belum dikenal istilah pengawas pemilu. Hal ini disebabkan kuatnya trust peserta dan warga negara kepada penyelenggara pemilu untuk membentuk lembaga parlemen yang disebut konstituante, bahkan pemilu pertama yang digelar pada 1955 ini diakui dunia sebagai pemilu yang fair. 102 Pada tataran ideal pemilu sejatinya akan menjadiamekanisme demokrasi modern sebagaiawujud dari prinsip kedaulatan rakyatayang menempatkan manusia dalam derajat yang sama. Kesederajatan tersebut mengharuskanapembentukan
kekuasaanayang
memonopoli
danabersifat memaksaahanya dapat dilakukan olehaatau setidaktidaknya dengan persetujuanamanusia yang diperintah. Pemilu membutuhkan adanyaajaminan hak-hak politik antara lainakebebasan berkeyakinan,
kebebasanamengeluarkan
pendapat,
kebebasan
berserikat danaberkumpul, hak persamaan dihadapanahukum dan pemerintahanaserta hak pilih.103 Akan tetapi, dalam praktek pemilu di Indonesia pasca 1955 mulai menunjukkan adanya gejala tidak demokratis . Hal ini bisa dilihat pada pemilu tahun 1971 hingga pemilu 1997 penyelenggaraannya tidak
102
Harun Husein, 2014, Pemilu Indonesia, Fakta, Angka, Analisis dan Studi Banding, Perludem, Jakarta, 2014. Hal. 600, lihat juga Nur Hidaya Sardini, 2011, Restorasi Penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Fajar Media Press, Yogyakarta, hal. 12 103 Moh. MahfudaMD, 1999, Hukum danaPilar-Pilar Demokrasi, Yogyakarta: GamaaMedia, hal. 221 – 222.
70
murni untuk kepentingan demokrasi yang sesungguhnya, tetapi dilandasi pula oleh kepentingan orde baru.
Orde baru dalam sejarah
pemerintahan Indonesia merupakan legal sombolik atas rezim yang berkuasa yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, sehingga pengawasan yang dilakukan dalam penyelenggaraan pemilu pada era ini dipahami sebagai bentuk atau upaya untuk kepentingan pemerintah Orde Baru, bukan untuk kepentingan pelaksanaan demokrasi yang berorientasi pada perlindungan hak politik rakyat yang berdaulat. Pemilu merupakanasalah satu peristiwa pentingadalam dinamika politik di suatu negara. Artiapentingnya penyelenggaraanaPemilu dilaksanakan secaraaberkala untuk merealisasikan hakawarga negara dalam mengambil bagian atau berpartisipasiadalam urusan publik. Hak itu sendiri merupakanabagian dari hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Adapunasalah satu bentuk dari partisipasiatersebut adalah melaksanakan hak untuk memilih dan dipilih dalam sebuah pemiluayang bebas dan adil
(free and fair election). Ada
beberapaasyarat bagi pemilu yang bebas (free election). Pertama, pemilu harus mencerminkan kehendak rakyat. Kedua, dalam pemilu setiap warga negaraamendapatkan jaminan atasakebebasannya. Ketiga, ada jaminan bagi hak-hak lainayang menjadi prasyarat pemilu. Keempat, pemungutanasuara harus berlangsungasecara rahasia. Kelima, pemilu harus memfasilitasiasepenuhnya ekspresi kehendak politikarakyat.
71
Hak
Asasi
Manusiaayang
terkait
dengan
penyelenggaraanaPemilu termasuk dalamakategori hak politik. Hak dalam kategori hak politikamemiliki makna bahwa hak ini telah melekat dalam status sebagai warga negara. Olehakarena itu, kewajibananegara lebih kepadaamelindungi (obligation to protect) agar hakaitu dapat dinikmati atauadijalankan. Peran negaraadalam hal ini lebih bersifat pasif, dalam arti menjaga agar tidak ada pihak lain yang melanggar hak tersebut, atau paling tinggi yang harus dilakukan negaraaadalah memfasilitasi penggunaanahak sehingga terdapat persamaan akses antar sesama
warga
negaraadalam
menjalankanahaknya.
Dalam
penyelenggara Pemilihan umum Bawaslu hadir sebagai lembaga yang memiliki fungsi pengawasan terhadap penyelenggaraan pemilihan umum,
pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu merupakan
pengawasan yang bersifat preventif, Represif, dan pengawasan partisipatif.104 Dalam konteks pengawasan preventif Bawaslu selalu memastikan bahwa Penyelenggaraan Pemilihan Umum oleh KPU dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, baik UU dan Peraturan KPU. Untuk dapat memaksimalkan fungsi pengawasan preventif dalam rangka perlindungan hak politik masyarakat, Bawaslu melakukan pemetaan terhadap titik rawan dan potensi pelanggaran105 pada setiap tahapan pelaksanaan pemilu, kemudian menyusun strategi
104 Ratna Dewi Petalolo, 2016, Disertasi Kedudukan Dan Fungsi Badan Pengawas Pemilu Dalam Mewujudkan Tata Kelola Pemilu Yang Baik, Program Doktor (S3) Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, Makassar, hal. 166 105 Lihat pasal 95 huruf a, b, c, d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum
72
pengawasan dengan melibatkan partisipasi masyarakat dalam bentuk sosialisasi, pelibatan stakeholder, peringatan dini, dan publikasi masyarakat. Untuk memaksimalkan fungsi pengawasan partisipatif, Bawaslu telah melaksanakan program besar dalam rangka pencegahan yaitu program Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu (GSRPP).106 Konteks Pengawasan Represif Bawaslu hadir sebagai lembaga yang memproses dan menindaklanjuti setiap pelanggaran yang terjadi dalam Pemilihan Umum yang merugikan hak konstitusional Peserta dan Pemilih dalam pemilihan umum, berdasarkan kewenangannya Bawaslu diberi peran untuk menyelesaikan setiap bentuk pelanggaran. sebuah ironi di era reformasi penyelenggaraan pemilu masih menggambarkan adanya praktek-praktek yang mencederai demokrasi yang dilakukan oleh
penyelenggara pemilu, peserta pemilu dan atau pemilih
(masyarakat). Fakta menunjukkan berbagai pelanggaran terjadi pada pemilu DPR, DPD dan DPRD dan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2014. Berdasarkan Data Bawaslu RI107, tercatat ada 7720 pelanggaran administrasi yang terjadi selama masa tahapan pemilu. Dari jumlah tersebut, 2290 merupakan laporan masyarakat, sedangkan 5430 adalah temuan pengawas pemilu dari hasil pengawas aktif yang dilakukan secara berjenjang. Pelanggaran administrasi ini paling banyak terjadi
106 Agus Salim dalam Rumah Pemilu, 2014, Bawaslu RI Kembali Adakan Gerakan Sejuta Relawan Pengawas Pemilu untuk 2019, URL: http://rumahpemilu.org/bawaslu-ri-kembali-adakan-gerakan-sejutarelawan-pengawas-pemilu-untuk-2019/, diakses pada tanggal 18 November 2018 107 Ratna Dewi Petalolo, 2016, Op Cit., hal 167-168
73
pada masa kampanye sebanyak 3722 kasus, dan dari sejumlah kasus tersebut, 3384 merupakan temuan Bawaslu. Pelanggaran pidana pemilu, dari 660 kasus yang ditangani oleh jajaran Bawaslu, terdapat 384 merupakan hasil pengawasan aktif atau temuan lapangan, sisanya 276 merupakan laporan masyarakat. Sedangkan pelanggara kode etik, Bawaslu menangani 73 kasus, 48 kasus adalah temuan Bawaslu dan 25 kasus merupakan laporan masyarakat. Mencermati data penanganan pelanggaran yang dilakukan oleh Bawaslu RI selama pelaksanaan pemilu anggota DPR,DPD dan DPRD terdapat 8453 pelanggaran, 5862 atau 69% merupakan temuan dari hasil pengawasan aktif jajaran bawaslu dan sisanya 2591 atau 31% merupakan laporan masyarakat. Data ini menunjukkan bahwa lembaga pengawas pemilu masih menjadi ujung tombak dari pengawasan pemilu untuk mewujudkan pemilihan umum yang jujur dan adil. Bahkan tercatat ada 806 pelanggaran administrasi yang terjadi selama masa tahapan Pilkada Serentak 2018.108 Dari jumlah tersebut, 263 merupakan laporan masyarakat, sedangkan 543 merupakan temuan pengawas pemilu dari hasil pengawas aktif yang dilakukan secara berjenjang. Berdasarkan data-data tersebut di atas menunjukkan pentingnya kehadiran lembaga Bawaslu sebagai pelindung hak politik masyarakat. Karena pada hakikatnya lembaga ini dibentuk atas dasar filosofis untuk
108 Data Pelanggaran Pilkada 2018 tertanggal 10 April 2018, URL: http://www.bawaslu.go.id/sites/default/files/hasil_pengawasan/Data%20Pelanggaran%20Pilkada%202018%20 per%2010%20April%202018_0.pdf, diakses pada tanggal 18 November 2018
74
mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas dan menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat. Oleh karena itu fungsi pengawasan menjadi
keniscayaan
agar
dalam
penyelenggaraan
pemilu,
penyelenggaran pemilu serta semua pihak yang berkompetisi dalam pemilu mengikuti berbagai ketentuan hukum kepemiluan. Berbagai aturan-aturan kepemiluan dibentuk untuk tujuan utama yakni tertib kepemiluan dalam rangka implementasi dari prinsip demokrasi berdasarkan hukum, dengan demikian pengawasan
pemilu pada
hakekatnya memastikan terwujudnya legalitas demokrasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pembentukan lembaga penyelenggara pemilu sebagaimana tercantum dalam konsiderans huruf b dinyatakan: “ bahwa untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemilu yang dapat menjamin hak politik masyarakat dibutuhkan penyelenggara pemilihan umum yang profesional, serta mempunyai integritas, kapabilitas dan integritas”. Terdapat dua konsep dasar yang terdapat dalam pertimbangan tersebut yaitu, pertama, kualitas penyelenggaraan pemilu, kedua, jaminan hak politik masyarakat. Kualitas penyelenggaraan pemilu dapat diwujudkan melalui dua aspek utama, yakni aturan hukum pemilu yang baik dan penerapan aturan hukum yang konsisten. Dalam konteks aturan hukum pemilu, beberapa kriteria patut diperhatikan untuk membentuk Peraturan teknis pemilu sebagai salah satu jenis aturan hukum yang baik. Pembentukan aturan hukum yang baik menurut Lon Luvois Fuller setidaknya
75
memenuhi 8 (delapan) asas yang dinamakan principlesaofalegality, yaitu:109 1. A faillerato achieve rules at all, so thataevery issue must be decided on an ad hocabasis. 2. A failure toapublicize, or at least to make availableato the affected party, the rules he isaexpected to observe. 3. The abuse ofaretroactive legislation, whichanot only can not itself guide action, butaunder cuts theaintegrity of rules prospectiveain effect, since it puts themaunder the threat of retrospectiveachange. 4. A failure toamake rulesaunderstandable. 5. The enactmentaof contradictoryarules. 6. Rules that requireaconduct beyond theapowers of theaaffected party. 7. Introducingasuch frequent changesain the rulesa that the subject cannot orientahis action by them. 8. A failure of congruenceabetween the rules as announcedaand their actualaadministration. Kondisi demikian tidak boleh terbiarkan terjadi, untuk itu fungsi pengawasan menjadi sangat penting untuk memastikan ketentuan aturan hukum yang tepat digunakan dalam melaksanakan setiap tahapan pemilu
109
Munir Fuady (Mengutip Lon Luvois Fuller, 1975, The Morality of Law, Yale University Press, hal 39), 2013, Teori-Teori Besar Dalam Hukum, Penerbit Kencana, Jakarta, Hal 110
76
(dari tahap pengawasan terhadap partai politik hingga partai politik menjadi peserta pemilu) oleh pelaksana pemilu dan peserta pemilu, dengan demikian jika terjamin konsistensi penggunaan aturan hukum oleh pelaksana pemilu dan peserta pemilu, pada akhirnya hak-hak politik masyarakat dalam penyelenggaraan pemilu dapat terlindungi. Sementara itu Ramlan Subakti mengemukakan110 tujuan pegawasan dan
pengendalianakeuangan
partaiapolitik
adalah.
Pertama¸
menjaminapersiangan yangasehat danaadil antara partai politikapeserta pemilu, atau dalamabahasa negatif, mencegah dominasi satuapartai politik peserta pemilu dalamakampanye pemilu. Kedua, menjaminapartai/calon yang baik (antara lain karenaamemiliki program yang tepatauntuk masalah bangsa, kader yangaberintegritas dan memiliki kepemimpinanayang sesui dengan masalah bangsa) tetapi tidak memilikiadana. Ketiga, mencegah partai/ atau calonaterpilih didekte oleh penyumbangaterbesar, atau oleh asing. Keempat, memberdayakanapemilih agar memberikanasuara kepada partai/calon dari segi transparansiapenerimaan dan pengeluaranapartai peserta pemilu. Kelima, menjagaamartabatapemilih sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Keenam, memperkuat partai politik sebagai aktor demokrasi yang efektif dengan memberikanadana kepada partaiapeserta pemilu
yang
mendapatadukungan
dari
anggota,
yang
melakukanapendidikanapolitik kepada anggota, sehinggaatersedia calon pemimpinayang cakap dalamajumlah yang memadai. Ketujuh, memelihara
110
Ramlan Surbakti dan Didik Supriyanto, Op Cit., hal 6-7
77
dan meningkatkanakepercayaan publik kepada partaiapolitik melalui pelaksanaanatransparansiadan
akuntabilitasakeuangan.
Hal
ini
juga
berkaitanadengan keadilanabagi partai politik yangatelah patuhadalam pelaksanaanatransparansi dan akuntabilitas dalam melaporkanakeuangan partai politik. Kedelapan, mencegahapotensi korupsi, praktik korupsiadan kesan
korupsi,
danamencegahapenyalah
gunaan
kekuasaananegara.
Kesembilan, menjagaaintegritas prosesadan hasilapemilu. Bawaslu merupakan suatu organ yang turut terlibat dalam proses pemerintahan didalam sebuah negara. sehingga pengawasan yang dilakukannya menitik beratkan pada tindakan evaluasi serta koreksi terhadap hasil yang dicapai, dengan maksud agar hasil tersebut sesuai dengan rencana. Bahkan hal ini dijustifikasi oleh Hendry Fanyol yang menyebutkan: “Control consist in veryfiying wether everything accur in comformity with the plan asopted, the instruction issued and principles established. It has for object to point out weaknesses and errors in to rectify then and prevent recurrance”111. Apa yang dimaksudkan oleh Henry Fayol bahwa pengawasan akan sangat menentukan apakah semuanya telah sesuai dengan rencana (baca: amanat undang-undang) yang telah ditetapkan sebelumnya.
Ketentuan
tersebut
sekaligus
memperbaiki
proses
penyelenggaraan pemilu agar berjalan jujur dan adil sesuai asas penyelenggaraan pemilu.
111
Paulus Effendie Lotulung, Op Cit., hal 37
78
Oleh karena itu, dengan adanya sebuah lembaga yang berwenang mengawasi dan menegakkan peraturan keuangan partai politik maka diharapkan dapat Pertama, mendekatkan jarak (gap) antara elite politik dan masyarakat (mendorong representation dan accountability). Kedua, mendorong kepercayaan publik (trust) dan meningkatkan partisipasi publik untuk berpartisipasi dalam pemilu. Ketiga, membantu politik lebih akuntabel tidak hanya terkait masalah uang atau keuntungan materil. Keempat,
mencegah
money
politics.
Kelima,
mencegah
potensi
penyelewenagan dana negara. Keenam, mendorong persaingan yang kompetitif. Ketujuh, menguatkan penegakan hukum. Upaya
dalam
merealisasikan
kewenangan
Bawaslu
dalam
mengawasi keuangan partai politik dalam mewujudkan pemilu jujur dan adil untuk jangka pendek. Pertama, melakukan revisi terhadap UndangUndang Nomor 2 Tahun 2008 jo Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terkait ketentuan pengawasan keuangan partai politik oleh penyelenggara pemilu (Bawaslu). Kedua, Hukum acara pengawasan keuangan partai politik dituangkan dalam Peraturan Bawaslu. Ketiga, melakukan sosialisasi secara intensif oleh Bawaslu terkait pengawasan keuangan partai politik kepada setiap partai politik, masyarakat, dan penegak hukum terkait. Keempat, menambah komisioner Bawaslu yang ahli dibidang keuangan dan menambah personil staff sekretariat Bawaslu yang ahli dibidang Audit. Kelima, meningkatkan pendanaan Bawaslu
79
sebagai upaya mendukung tugas dan wewenang Bawaslu dalam mengawasi keuangan partai politik. Sedangkan untuk jangka panjang. Pertama, melakukan amandemen ke V Undang-Undang Dasar 1945 dengan mempertegas kedudukan Bawaslu, KPU, dan DKPP selaku penyelenggara pemilu dalam pasal 22E ayat 5 sebagaimana tafsir Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010. B. Rekonstruksi Kewenangan Bawaslu Dalam Pengawasan Keuangan Partai Politik Dalam Mewujudkan Pemilu Jujur dan Adil. Aktivitas keuanganapartai politik seperti: penerimaan, apengeluaran, sertaapencatatan danapertanggung jawaban anggaran, belum diterapkan dan dijalankan sebagaimana mestinya. Salahasatu titik lemah adalah pengawasan dan penegakan. Apabila Bawaslu yangadiberi tugasadan kewenangan menegakkanaKetentuan tentangakeuangan partai politik peserta pemilu, makaapersyaratan dan komposisiakeanggotaan Bawaslu perlu diperbaiki punajuga kewenangan yangamelekat terhadapaBawaslu bertujuan menciptakanakepatuhan terhadap partai politik. Begitu pula dengan kedudukan Bawaslu harus dinyatakan strict dalam pasal 22E ayat 5 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Frasa “suatu komisi pemilihan umum” tidak merujuk kepada sebuah nama institusi, akan tetapi menunjuk pada fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri. Perlunya mendudukan Bawaslu dalam UUD
80
dalam rangka memberikan kedudukan yang kuat terhadap Bawaslu, mengingat kewenagan tersebut berkaitan dengan penentu kebijakan yang berada di legislatif dan eksekutif. Menurut Mahkamah, fungsi penyelenggaraan pemilihan umum tidak hanya dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), akan tetapi termasuk juga lembaga pengawas pemilihan umum dalam hal ini Bawaslu sebagai satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.112 Serta perlu memasukkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai satu kesatuan sistem penyelenggara pemilu sebagaimana diamanatkan pasal 1 ayat 7 Undang Undang Pemilu menyatakan: “Penyelenggara Pemilu adalah lembaga yang menyelenggarakan Pemilu yang terdiri atas Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu sebagai satu kesatuan fungsi Penyelenggaraan Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah secara langsung oleh rakyat”. Setelah menegaskan kedudukan Bawaslu dalam amandemen UUD, maka terkait kompetensi dalamaaudit dan penyidikanadiperlukan baik dalamakeanggotaan maupun terutama pada SekretariataJendral. Sehingga akan diperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Untuk dapat menegakkan rugulasi keuangan partai politik, Bawaslu perlu diberikan tugasadanawewenangauntuk:113
112
Lihat Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-VIII/2010, hal 111-
113
Ramlan Surbakti, Op Cit., hal 28-31
112
81
a.
Mensosialisasikanaperaturan tentang keuanganapartai dan dana kampanye Pemiluakepada partai politik, dan berbagai kelompok dan individu yang melaksanakan kampanye Pemiluasehingga mereka tidak hanyaamemahami dengan benar seluruh ketentuanatentang Keuangan
Partai
Politik
kewajiban
yangaharus
tetapi
dijalankan.
juga
mampuamelaksanakan
Sosialisasiadan
Pelatihan
menempatiaporsiayang besar. Menurut hemat penulis pemberian kewenangan tersebut didasarkan atas kewenangan Bawaslu dalam mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu salah satunya meliputi
sosialisasi
Penyelenggaraan Pemilu114 yang nantinya hal ini bertujuan guna meningkatkan partisipasi politik. Herbert McClosky seorang tokoh masalah partisipasi mengemukakan bahwa partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.115 Bahkan dalam melakukan pencegahan pelanggaran Pemilu Bawaslu bertugas untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan Pemilu.116Sehingga perluasan kewenangan berupa sosialisasi yang berkaitan dengan
114
Lihat pasal 93 huruf c angka 3 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
115
Miriam Budiardjo, Op Cit, Hal 367 Lihat pasal 94 ayat 1 huruf d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum 116
Umum
82
keuangan partai politik merupakan suatu penyempurnaan tugas dan fungsi yang sebelumnya telah dimiliki oleh Bawaslu. b.
Melakukan investigasiaterhadap suatu kasus yang didugaakuat telah terjadi pelanggaran ketentuanatentang keuangan partai. Untuk melaksanakanatugas ini, institusi ini berwenangameminta informasi kepada pemberiasumbangan dan penerimaasumbangan, adan meminta informasi kepada siapa sajaayang diduga mengetahui kasus yang tengahadiselidiki. Menurut hemat penulis pemberian kewenangan tersebut didasarkan atas kewenangan Bawaslu dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu meliputi menerima, memeriksa dan mengkaji117 serta menginvestigasi dugaan pelanggaran Pemilu118 sebagaimana kewenangan investigasi tersebut dilakukan dari tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Kecamatan. Kewenangan investigasi merupakan penyelesaian
satu
kesatuan
pelanggaran
sistem
yang
administratif
terintegrasi pemilu
dalam
yangmana
sebagaimana dalam hal diperlukan sesuai kebutuhan tindak lanjut penanganan pelanggaran Pemilu, Bawaslu, Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota dapat melakukan investigasi.119 Soerjono Soekanto mengemukakan tolak ukur efektivitas dalam penegakan
117
Ibid, pasal 94 ayat 2 Ibid, pasal 94 ayat 2 huruf b 119 Ibid, pasal 461 ayat 4 118
83
hukum pada lima hal yakni:120 1) Faktor Hukum; 2) Faktor Penegakkan Hukum; 3) Faktor Sarana atau Fasilitas Pendukung; 4) Faktor Masyarakat; dan 5) Faktor Budaya. Kelima faktor di atas saling berkaitan dengan eratnya, karena menjadi hal pokok dalam penegakan hukum, serta sebagai tolok ukur dari efektifitas penegakan hukum. Dari lima faktor penegakan hukum tersebut faktor penegakan hukumnya sendiri merupakan titik sentralnya. Hal ini disebabkan oleh baik undang-undangnya disusun oleh penegak hukum, penerapannya pun dilaksanakan oleh penegak hukum dan penegakan hukumnya sendiri juga merupakan panutan oleh masyarakat luas. Sehingga dengan baiknya suatu regulasi hal ini akan berdampak pula terhadap efektivitas Bawaslu dalam mengawasi dan mengendalikan keuangan partai politik guna mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil. c. Menunjuk KantoraAkuntan Publik untuk MengauditaLaporan Keuangan Partai Politik Peserta PemiluaTahunan, dan Laporan Penerimaan danaPengeluaran Dana KampanyeaPeserta Pemilu. Audit dilakukanauntuk mengecek apakah penerimaan, pengeluaran, pengelolaan,
dan
pertanggungjawabanadilakukanaberdasarkan
Ketentuanayang mengaturaKeuangan Partai Politik ataukah tidak. Bila ditemukanadugaan adanya penyimpangan, Lembagaayang
120
Soerjono Soekanto, 2007, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Hal 5
84
Berwenang dapatamemerintahkan Kantor Akuntan Publik untuk melakukanaAudit Investigatif atau melaksanakanapenyelidikan atas kasus tersebut. Bila diperlukanadapat ditingkatkan ke tingkat penyidikan. LaporanaKeuangan Partai PolitikaPeserta Pemilu Tahunan, dan
Laporan Penerimaan dan PengeluaranaDana
Kampanye PesertaaPemilu yang sudahadiaudit diumumkan kepada publik baikamelalui media massaamaupun melaluiawebsite. Menurut hemat penulis diberikannya kewenangan tersebut didasarkan atas ketidak efektifan penunjukan Akuntan Publik oleh KPU. Dibuktikan dengan hasil penelitian Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) yang menyebutkan auditor publik selama iniatidak melakukan pemeriksaanainvestigatifaterhadap laporan dana kampanyeayang dikumpulkanapesertaapilkada kepada KPU. Audit kepatuhan yangadiatur peraturan KPUahanya bersifat administratif,
tanpa
memeriksaakecocokanapenerimaanadan
pengeluaran kampanye pesertaapilkada di lapangan. Bahkan Pelibatan PusataPelaporan dan AnalisisaTransaksi Keuangan (PPATK) dalamapilkada pun tidakaefektif. Mengingat peserta pemilu
kerap
menerima
sumbanganadalam
bentukatunai.
Permasalahannya, banyakaaktivitas dana kampanyeatidak lewat rekening sehingga lolos jeratanahukum. PPATK tidakabisa mengontrol.121 Akibatnya, sulit untuk meminta pertanggungjawaban
121
Ibid
85
partai politik peserta pemilu secara politik maupun secara hukum, terhadap segala bentuk penyelewengan yang dilakukan. Kelemahan selanjutnya penunjukan Auditor Publik yang dituangkan melalui Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum senyatanya pengaturannya tidak menyertakan adanya penindakan atas laporan dana kampanye fiktif yang dilakukan oleh partai politik. Hal ini menjadi relevan mengingat Undang-Undang Pemilu tidak mengatur sama sekali terkait kewenangan KPU dalam melakukan Penindakan. Sedangkan jika mencermati kewenangan yang dimiliki oleh Bawaslu terkait penindakan diatur dalam pasal 93 huruf b Undang-Undang Pemilu yang meliputi menerima, memeriksa dan mengkaji122 serta menginvestigasi dugaan pelanggaran Pemilu.123 Lemahnya pengendalian keuangan partai politik salah satu penyebabnya yakni problem pembuatan peraturan perundangundangan.
Hal
ini
dijustifikasi
oleh
Hikmahanto
Juwana
mengemukakan sulitnya penegakkan hukum hukum di Indonesia berawal sejak peraturan perundang-undangan dibuat. Pendapat ini didasarkan Pertama, pembuat peraturan perundang-undangan tidak memberi perhatian yang cukup apakah aturan yang dibuat nantinya bisa dijalankan atau tidak. Kedua, peraturan perundang-undangan
122
Lihat pasal 94 ayat 2 huruf a Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum 123
Ibid, pasal 94 ayat 2 huruf b
86
kerap dibuat secara tidak realistis. Ini terjadi terhadap pembuatan peraturan perundang-undangan yang merupakan pesanan elit politik, negara asing, maupun lembaga keuangan internasional.124 d.
Mengenakanasanksi finansial dananonfinasial. Sanksiafinansial terdiri atas dua alternatif: Denda dalamaJumlah yang Pasti (fixed monetary penalities, FMP) aatau Denda dalamaJumlah yang Bervariasia (variable monetary penalties, VMP). Jumlahadenda ini ditentukan dalamaUndang-UndangaPemilu tetapiapenerapannya berdasarkanaUU
ditentukanaoleh
institusiapenegak
regulasi
keuanganapartai. Menurut hemat penulis pemberian kewenangan sanksi tersebut didasarkan pemberian sanksi bertujuan untuk mendidik.125 Jika ditinjau dari sudut teori-teori pemidanaan maka penerapan sanksi finansial merupakan sanksi yang tidak membalas. la sematamata ditujukan pada preverensi khusus, yakni melindungi masyarakat dari ancaman yang dapat merugikan kepentingannya.126 Bahkan kewenangan tersebut berkaitan dengan Bawaslu dalam melakukan penindakan pelanggaran Pemilu yang salah satunya
124 Hikmanto Juwana, 2006, Pengakan Hukum dalam Kajian Law and Development: Problem dan Fundamen Bagi Solusi di Indonesia, Jurnal Hukum Internasional, Volume 3 Nomor 2, hal 223 125 Ultrecht, 1987, Rangkaian Sari Kuliah Hukum Pidana II, Pustaka Tinta Mas, Surabaya, hal 360 126 Andi Hamzah, 1986, SistemaPidana danaPemidanaan Indonesia, dariaRetribusi ke Reformasi, PT Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 53
87
meliputi memutus pelanggaran administrasi Pemilu.127 Sehingga tujuan dari penerapan sanksi untukamenakuti orangajangan sampai melakukan
kejahatan,
baikaterhadap
preventivea
(pencegahan
(pencegahan
khusus).129
orang
umum)128, atau
banyakageneral
specialeapreventive
orangatertentu
yangamudah
melakukan kejahatanaagar di kemudianahari tidak melakukan lagi. e.
Sanksianonfinansialaterdiri atas tiga jenis: 1) Pemberitahuanauntuk Notices): melakukan
MematuhiaKetentuan
pemberitahuan
kepadaapihak
penyimpanganaagar
(Compliance yang
diduga
melakukan
sejumlahatindakan tertentu sehinggaamereka tidak saja kembali ke jalur yang sesuaiadengan ketentuan tetapi juga menjamin agarapenyimpangan serupaatidak lagi terjadiapada masa datang. Misalnya, permintaanakepadaapartai politik yang diduga menerimaasumbanganayangabesarnya Rp 10 juta
127
Lihat pasal 94 ayat 2 huruf d Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum Tujuan dari general preventive adalahaagar setiap orang tidakamelakukanakejahatan. Pada prinsipnya pencegahan umumadilakukan dengan empat cara: a) Dengan jalan menakut-nakuti orang yang mempunyaiapotensi untuk melakukanakejahatan; b) Dengan jalanamenormakan, bahwa adalah salah jika kelakuan-kelakuanayang dimaksud dalamapengumuman sampai dilakukan; c) Dengan jalan pembalasanasecara empiris; d) Dengan jalan membikin tidakamuncul bahaya, misalnya dengan jalan menahanapemimpin-pemimpin kelompokapenjahat. Lihat Roeslan Saleh, 1983, Asas-Asas Hukum Pidana, Aneka, Jakarta, hal 47. 129 Tujuan dari special preventive adalah agar orang yang pernah melakukan tindak pidana tidak mengulangi lagi padaamasa yang akanadatang. Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1) Perbaikanayuridis: mengenai sikap penjahat dalamahal mentaati hukumadan undangundang. 2) Perbaikan intelektual; mengenai cara berpikir si penjahat agar ia ainsaf akanajeleknya kejahatan. 3) Perbaikan moral; mengenaiarasa kesusilaanapenjahat, agar ia menjadi orang yang bermoral tinggi. 128
88
atau lebih untuk segera melaporkan sumbangan tersebut kepada KPU. 2) Pemberitahuanauntuk pemberitahuan
Pemulihana
kepadaapihak
(Restoration
yang
Notice):
didugaamelakukan
penyimpangan agaramengambil sejumlah tindakanatertentu untuk memulihkanakeadaan kembali ke situasiaketika belum terjadiapenyimpangan. Sanksi ini biasanyaadikenakan sebagai kelanjutanadari
tindakan
lain.
Misalnya,
apenyetoran
sumbangan yang dia terima dari pihakayang di larang kepada Kas Negara. 3) Pemberitahuanauntuk MenghentikanaTindakan (Stop Notice): pemberitahuan
kepada
pihakatertentu
untukasegera
menghentikan tindakanayang menimbulkanapelanggaran atau tindakan yang dapatamenimbulkan pelanggaran peraturan. f.
Selain sanksi finansial, sanksi administratifajuga dapatadiberikan terhadap
Peserta
Pemiluayang
melanggaraketentuan
keuanganapartai berupa: 1) Mengembalikanauang yang diterima secara illegalakepada Kas Negara. 2) Pencabutanahak mendapat public funding, sebagianaatau seluruhnya, selamaasatu kaliaPemilu berikutnya. 3) Diskualifikasi aebagai peserta pemiluadi Dapil tertentu. 4) Diskualifikasi sebagaiacalon terpilih.
89
5) Pemberhentianasebagai anggota DPR, DPDaatau DPRD. 6) Sanksi Pidana dan SanksiaDiskualifikasi sebagai Calon Terpilih
atauapemberhentianasebagai
anggota
DPR,
DPDaatau DPRD. g. Partai PolitikaPeserta Pemilu yangaterbukti tidak menyimpan sumbangan
dana
RekeningaKhusus
kampanye Dana
dalamabentuk
Kampanye,
uang
di
dan/atauaterbuktiatidak
menggunakan dana dari Rekening Khusus DanaaKampanyeauntuk membiayaiakegiatan
kampanyeaakan
dikenakan
Sanksi
Diskualifikasiasebagai Peserta Pemilu. ApabilaaDPP Parpolayang tidak menaati salahasatu ketentuanatersebut, makaakeikutsertaan partai tersebutauntuk Pemilu AnggotaaDPR di semua Dapil dibatalkan. KalauaDPD/DPW Parpol suatuaProvinsi yangatidak menaati salah satuaketentuanatersebut, makaakeikutsertaan P4 tersebutauntuk PemiluaAnggota DPRD untukasemua Dapil DPRD Provinsiatersebut dibatalkan. Apabila DPC/DPD TingkataII Parpol suatu kabupaten/kotaayang tidak menaatiaketentuanatersebut, maka keikut-sertaan partaiatersebut untuk PemiluaAnggota DPRD di semuaaDapil DPRD Kabupaten/Kota tersebutadibatalkan. Menurut hemat penulis pemberian kewenangan tersebut didasarkan atas untuk menyelenggarakan Pemilu KPU membentuk Peraturan KPU dan keputusan KPU130, Peraturan KPU merupakan
130
Lihat pasal 75 ayat 1 Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
90
pelaksanaan peraturan perundang-undangan.131 Kemudian Pasangan Calon wajib membuka Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) pada bank umum.132 Apabila menggunakan interpretasi sistematis133 maka ketentuan penyelenggaraan Pemilu merupakan domain dari KPU
sedangkan
Bawaslu
berperan
dalam
pengawasan
penyelenggaraan Pemilu134. Sehingga kebijakan KPU yang dituangkan dalam PKPU wajib dipatuhi oleh setiap peserta pemilu. Bahkan kewenangan Bawaslu dalam mendiskualifikasi peserta pemilu (salah satunya partai politik) merupakan bagian yang terintegrasi dari kewenangan Bawaslu dalam adjudikasi sengketa proses pemilu.135 Kewenangan mengdiskualifikasi peserta pemilu pernah dilakukan Bawaslu dalam Pilkada Tahun 2018 yakni Calon Gubernur petahana Abdul Gani Kasuba dan wakilnya Al Yasin Ali yang
melakukan
pelanggaran
pemilu.136
Sehingga
apabila
kewenangan tersebut dilekatkan kepada bawaslu bukanlah menjadi suatu problematika, sebab saat ini telah diterapkan pada proses penyelenggaraan Pilkada Tahun 2018.
131 132
Ibid, pasal 75 ayat 2 Lihat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 24 Tahun 2018 Tentang Dana
Kampanye 133
Penafsiran yang menafsirkan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undang-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum 134 Lihat pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 135 Ibid, pasal 94 ayat 3 huruf d 136 Dwi Andayani dalam Detik, 2018, Bawaslu Malut Rekomendasikan Cagub Petahana Didiskualifikasi, URL: https://news.detik.com/berita/d-4288082/bawaslu-malut-rekomendasikancagub-petahana-didiskualifikasi, diakses pada tanggal 22 November 2018
91
h.
Kader partai politik PesertaaPemilu yang dudukadalam lembaga pemerintahan
(legislatif
atau
eksekutif)
menyalahgunakanakewenangannyaauntuk
ayang
terbukti
kepentinganapartai
ataupunapribadi dikenakanasanksi berikut: 1) Pengembalianasemua jenis bantuananegara kepadaapartai tersebut kepadaaKas Negara; dan 2) Penghentianasegala bentuk bantuanadana negaraakepada partai politikatersebut selamaasatu kali Pemilu berikutnya. i.
apabila dugaanapelanggaran itu termasukaPidana Pemilu, maka kasus ini harusadiajukan keaPengadilan;
j.
apabila dugaan pelanggaran itu termasuk Pidana Pemilu dan Administrasi
Pemiluasekaligus,
sepertiamemberikana
atau
menjanjikan uang atau materi lainnyaauntuk mempengaruhi pemilih, maka sanksiaadministrasiaseperti diskualifikasi sebagai calon
terpilihabaru
dapat
dikenakan
apabila
Pengadilanamemutuskan dugaan pelanggaran Pidana Pemilu tersebut terbukti; dan k.
agar warga masyarakatamengetahui semua jenisapelanggaran diproses secara adil dan tepat waktu, makaasemua jenisasanksi yang dikenakanakepada Peserta Pemilu wajibadiumumkan kepadaapublik
92
Perbandingan Kewenangan Bawaslu Sebelum dan Sesudah Diberikan Pengawasan Keuangan Partai Politik No. Pasal Kewenangan Sebelum Kewenangan Sesudah Bawaslu bertugas mengawasi persiapanaPenyelenggaraan Pemilu, yang terdiri atas: 1. perencanaan dan penetapan jadwal tahapan Pemilu; 2. perencanaanapengadaan logistik oleh KPU; Bawasluabertugasamengawasi 3. sosialisasiaPenyelenggaraan persiapanaPenyelenggaraan Pemilu; Pemilu, yang terdiri atas: 4. pelaksanaanapersiapan 1. perencanaanadanapenetapan lainnyaadalam jadwal tahapan Pemilu; Penyelenggaraan Pemilu 2. perencanaanapengadaan sesuai dengan ketentuan logistik oleh KPU; 93 huruf peraturan perundang1 3. sosialisasiaPenyelenggaraan c undangan; dan Pemilu; dan 5. pengawasan partai politik 4. pelaksanaanapersiapan yang terdaftar sebagai lainnyaadalam peserta pemilu PenyelenggaraanaPemilu sebelumnya . sesuai dengan ketentuan peraturanaperundangKetentuanaPenjelasan: undangan; Penjelasan angka 5 berupa pengawasanapartaiapolitik berupa keuangan partaiapolitik yang meliputi: aPenerimaan, Pengeluaranadan Pertanggungjawaban dana partai politik. Dalam melakukanapenindakan Dalam melakukanapenindakan pelanggaranaPemilu pelanggaranaPemilu sebagaimanaadimaksud dalam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 huruf b, Bawaslu Pasal 93 hurufab, Bawaslu 2 94 ayat 2 bertugas: bertugas: a. menerima, amemeriksa dan a. menerima, memeriksa dan mengkajiadugaan mengkajiadugaan pelanggaran Pemilu; pelanggaran Pemilu;
93
b. menginvestigasiadugaan pelanggaran Pemilu; c. menentukanadugaan pelanggaranaadministrasi Pemilu, dugaan pelanggaran kode etikaPenyelenggara dan/atau dugaan tindak pidanaaPemilu; dan d. memutusapelanggaran administrasiaPemilu.
b. menginvestigasiadugaan pelanggaranaPemilu dan/atau keuangan partai poltik; c. menentukanadugaan pelanggaranaadministrasi Pemilu, dugaan pelanggaran kodeaetikaPenyelenggara, dugaan tindak pidana Pemilu dan/atauadugaan pelanggaran keuangan partai politik; dan d. memutus pelanggaran administrasi Pemilu dan/atau pelanggaran keuangan partai politik. KetentuanaPenjelasan: Penjelasan huruf d terkait pelanggaranakeuanganapartai politik berupa sanksi finansial dan sanksi non finansial. Sanksi Finansialaberupaadenda yang nilainya sudah pasti dan Denda dalam Jumlah yang Bervariasi. Sedangkanayang dimaksud dengan sanksi nonafinansial berupa: Pemberitahuan untuk Mematuhi Ketentuan (Compliance Notices), Pemberitahuan untuk Pemulihan (Restoration Notice), dan Pemberitahuan untuk Menghentikan Tindakan (Stop Notice). Selain sanksi finansialadan/atau non finansial, juga dapat diberikan sanksiaadministratif atasapelanggaran keuangan partai politik.
94
3
-
Kewenangan KPUadalam menunjuk Kantor Akuntan Publik yang dituangkan dalam Peraturan KomisiaPemilihan Umum Nomor 24 Tahun 2018 Tentang DanaaKampanye PemilihanaUmum dialihkan menjadi kewenangan Bawaslu
MenunjukaKantoraAkuntan Publik untuk Mengaudit Laporan Keuangan Partai Politik Peserta Pemilu Tahunan, danaLaporan PenerimaanadanaPengeluaran Dana Kampanye Peserta Pemilu.
95